“Sarana Ilmiah”
Penulis:
Christian Christopher Sunnu 012018216303
Rafaela Andira Ledyastatin 012018236305
Difitasari Cipta Perdana 012018166304
Ita Musta'inah 021918016303
Illona Okvita Wiyogo 012018256302
Budi Mulyawan 012018226303
Risky Andey Rarung 012018126305
MKDU 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Bahasa
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada
komunikasi. Sebagai sarana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan
komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai
ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan bahasa,
seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur
(Suaedi, 2016).
1. Fungsi bahasa
Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah:
a. koordinator kegiatan-kegiatan masyarakat
b. penetapan pemikiran dan pengungkapan
c. penyampaian pikiran dan perasaan
d. penyenangan jiwa
e. pengurangan kegoncangan jiwa.
Menurut Halliday, sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa
adalah:
a. fungsi instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang
bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya;
b. fungsi regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan
tingkah laku
c. fungsi interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan
pemikiran antara seseorang dan orang lain
d. fungsi personal: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan
dan pikiran
e. fungsi heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai pengungkapan tabir
fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya
f. fungsi imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi
seseorang atau gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak
sesuai dengan realita (dunia nyata);
g. fungsi representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran
dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain (Suaedi, 2016).
2.2 Matematika
Semua ilmu pengetahuan sudah mempergunakan matematika, baik matematika
sebagai pengembangan aljabar maupun statistik. Matematika mempunyai peranan
penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting
dalam berpikir induktif.
1. Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Matematika adalah bahasa
yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa
verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita
untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Sifat kuantitatif dari matematika
ini meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban
yang lebih bersifat eksak dan memungkinkan pemecahan masalah secara tepat
serta cermat.
Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap
kualitatif ke kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang induksi-
deduksi imperatif bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih
tepat dan cermat dari ilmu (Suaedi, 2016).
2.3 Statistik
1. Pengertian statistik
Ilmu statistik adalah ilmu pengetahuan yang membahas (mempelajari) dan
mengembangkan prinsipprinsip, metode, dan prosedur yang perlu ditempuh atau
dipergunakan dalam rangka:
a. pengumpulan data angka
b. penyusunan atau pengatura data angka
c. penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka
d. penganalisisan terhadap data angka
e. penarikan kesimpulan (conclusion)
f. pembuatan perkiraan (estimation),
g. penyusunan ramalan (prediction) secara ilmiah (dalam hal ini secara matematik)
atas dasar pengumpulan data angka tersebut.
2. Statistika dan cara berpikir induktif
Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah
diuji kebenarannya. Pengujian mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang
bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individu. Logika deduktif berpaling
kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan, sedangkan logika
induktif berpaling kepada statistika.
Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan
induktif secara lebih saksama. Kesimpulan yang ditarik dalam penalaran deduktif
adalah benar jika premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur
penarikan kesimpulannya adalah sah. Sementara dalam penalaran induktif, meskipun
premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah
maka kesimpulan itu belum tentu benar.
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari
kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin besar contoh yang diambil maka makin
tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit contoh
yang diambil maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya.
Statistika sebagai sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses
pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah, statistika
membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu
kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.
4. Penerapan statistika
Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan keputusan
dalam bidang manajemen. Statistika diterapkan oleh penelitian pasar, penelitian
produksi, seleksi pegawai, kerangka percobaan industri, ramalan ekonomi, auditing,
pemilihan risiko dalam pemberian kredit, dan masih banyak lagi. Contoh lain yaitu
ahli purbakala telah menggunakan statistik dalam menggabungkan gambar dari
pecahan periuk yang digali dari dalam tanah
2.4 Logika
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Pikiran diikat oleh hakikat dan struktur tertentu, kendati
hingga kini belum seluruhnya terungkap. Pemikiran kita tunduk pada hukum-hukum
tertentu. Memang sebagai perlengkapan ontologisme, pikiran kita dapat bekerja secara
spontan, alami, dan dapat menyelesaikan fungsinya dengan baik, lebih-lebih dalam
hal yang biasa, sederhana, dan jelas. Namun tidak demikian pada saat menemui
kondisi yang sulit, pada kondisi ini pencapaian kesimpulan sangatlah sulit.
Dalam kondisi ini diperlukan susatu yang formal, pengertian yang sadar akan
hukum-hukum pikiran beserta mekanismenya secara eksplisit. Maksudnya, hukum-
hukum pikiran beserta mekanisme dapat digunakan secara sadar dalam mengontrol
perjalanan pikiran yang sulit dan panjang tersebut.
1. Aturan berpikir yang benar Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar, logis-
dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu, sebagai berikut.
a. Mencintai kebenaran
b. Mengetahui dengan sadar apa yang sedang dikerjakan.
c. Mengetahui dengan sadar apa yang sedang dikatakan.
d. Membuat distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya.
e. Mencintai definisi yang tepat.
f. Menghindari segala kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga serta
sanggup mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga mengenali
sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran).
2. Klasifikasi
Sebuah konsep klasifikasi, seperti “panas” atau “dingin” hanyalah menempatkan
objek tertentu dalam sebuah kelas. Suatu konsep perbaandingan, seperti “lebih panas”
atau “lebih dingin”, mengemukakan hubungan mengenai objek tersebut dalam norma
yang mencakup pengertian lebih atau kurang dibandingkan dengan objek lain.
Adib, Mohammad. 2011. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Agung, IGAA., Maba, IW., Legawa, IM. 2018. Filsafat Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Gigi. Unmas
Press. Denpasar.
Ernita. 2019. Buku Ajar Filsafat Ilmu. Wal Ashri Publishing. Medan .