Anda di halaman 1dari 191

KONVERGENSI HADIS DAN SAINS DALAM

REKAYASA GENETIKA MANUSIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar


Sarjana Agama (S.Ag.) pada Prodi Ilmu Hadis Jurusan Tafsir Hadis pada
Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

HASBULLAH

NIM: 30700113011

FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

ALAUDDIN MAKASSAR

2017

i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Hasbullah

NIM : 30700113011

Tempat/Tgl. Lahir : Palompong, 12 November 1995

Jurusan/Prodi : Tafsir Hadis/Ilmu Hadis

Fakultas : Ushuluddin, Filsafat dan Politik

Alamat : Kec. Bajeng, Kab. Gowa

Judul : Konvergensi Hadis dan Sains dalam Rekayasa Genetika

Manusia

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia
merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau

seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Roman Polong, 27 Februari 2017 M.


30 Jumadil Awal 1438 H.

Penyusun,

ii
PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI

Skripsi yang berjudul, Konvergensi Hadis dan Sains dalam Rekayasa


Genetika Manusia, yang disusun oleh Hasbullah, NIM: 30700113011, mahasiswa
Jurusan Tafsir Hadis Program Khusus pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan
Politik UIN Alauddin Makassar, telah diuji dalam seminar hasil yang
diselenggarakan pada hari Rabu, tanggal 08 Maret 2017 M, bertepatan dengan
tanggal 09 Jumadil Akhir 1438 H, dinyatakan dapat disetujui untuk diajukan ke
sidang munaqasah.

Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.

Samata, 05 April 2017 M.


08 Rajab 1438 H.

DEWAN PENGUJI

Ketua : Prof. Dr. H. Natsir Siola, M.A. (.……………..…)

Sekretaris : Dra. Marhany Malik, M.Hum. (.……………..…)

Munaqisy I : Prof. Dr. Hj. Rosmaniah Hamid, M.Ag. (….………….….)

Munaqisy II : Dr. Tasmin Tangngareng, M.Ag. (.……….…....….)

Pembimbing I : Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag. (………..…….....)

Pembimbing II : Dr. Muhsin Mahfudz, M.Th.I. (….…….….…....)

iii
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرمحن الرحمي‬
‫ أشهد أن ل ال ا َل هللا َ أشهد أ َن‬,‫ ع َّل الوسان ما لم يعّل‬,‫الحمد هلل َ هاّلي ع َّل هبلقّل‬
‫إ إ‬ ‫إ‬
‫ أ َما بعد‬,‫مح َمدً ا عبده َ رسول َ هاّلي ل ه ه َب بعده‬
Segala puji sejatinya dikembalikan atas kehadirat Allah swt. dengan

berkat limpahan rahmat, karunia dan berkah-Nya yang demikian tak terhingga.

Dia-lah Allah swt. Tuhan semesta alam, pemilik segala ilmu yang ada di muka

bumi. Setelah melalui tahap demi tahap serta usaha yang demikian menguras

energi dan pikiran, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.


Salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah

saw. sang revolusioner sejati umat manusia. Eksistensi kenabiannya tetap relevan

dengan kemajuan zaman, dengan mengacu pada temuan-temuan ilmiah di dalam

dunia santifik yang mengambil landasan terhadap hadis-hadis Nabi saw.

Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis sepenuhnya menyadari akan

banyaknya pihak yang berpartisipasi baik secara aktif maupun pasif. Oleh karena

itu, penulis mengutarakan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

pihak yang terlibat membantu maupun yang telah membimbing, mengarahkan,

memberikan petunjuk dan motivasi.

Pertama-tama, ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis hanturkan

kepada kedua orangtua tercinta, ayahanda Mansyur dan ibunda Suriati yang

selalu memberikan inspirasi dan doa kepada penulis, serta telah mengasuh dan

mendidik penulis dari kecil hingga saat ini. Kepada ayahanda yang nasehat-

nasehatnya selalu mengiringi penulis selama menempuh perkuliahan. Semoga

Allah swt. senantiasa melimpahkan berkah dan karunia untuknya. Untuk ibuku

yang selalu menatapku dengan penuh kasih dan sayang, terima kasih yang

iv
sedalam-dalamnya. Penulis menyadari bahwa ucapan terima kasih ini tidaklah

setara dengan pengorbanan yang dilakukan oleh keduanya.

Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.

Musafir Pababbari, M.Si. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar bersama Prof. Dr. Mardan, M.Ag, Prof. Dr. H. Lomba Sultan, M.A,

Prof. Dr. Siti Hj. Aisyah, M. A, Ph. D, Prof. Dr. Hamdan, Ph.D, selaku wakil

Rektor I, II, III, dan IV yang telah memimpin UIN Alauddin Makassar yang

menjadi tempat penulis memperoleh ilmu, baik dari segi akademik maupun

ekstrakurikuler.

Ucapan terima kasih juga sepatutnya penulis sampaikan kepada Bapak

Prof. Dr. H. Natsir Siola, M.A. selaku Dekan, bersama Dr. Tasmin Tangngareng,

M.Ag, Dr. H. Mahmuddin M.Ag, dan Dr. Abdullah, M.Ag selaku wakil Dekan I,

II, dan III. Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar

yang senantiasa membina penulis selama menempuh perkuliahan.

Ucapan terima kasih penulis juga ucapkan kepada Bapak Dr. H. Muh.

Sadik Sabry, M.Ag. dan Dr. H. Aan Parhani, Lc. M.Ag, selaku ketua jurusan Ilmu

al-Qur’an dan Tafsir serta sekretaris jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir dan juga

bapak Dr. Muhsin Mahfudz, S.Ag, M.Th.I. dan Ibu Dra. Marhany Malik, M.Hum,

selaku ketua jurusan Ilmu Hadis serta sekretaris jurusan Ilmu Hadis atas segala
ilmu, petunjuk, serta arahannya selama menempuh jenjang perkuliahan di UIN

Alauddin Makassar.

Selanjutnya, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada bapak Prof.

Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag. dan Dr. Muhsin Mahfudz, M.Th.I. selaku

pembimbing I dan II penulis, yang senantiasa menyisihkan waktunya untuk

membimbing penulis. Saran serta kritik mereka sangat bermanfaat dalam


penyelesaian skripsi ini.

v
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Hj.

Rosmaniah Hamid, M.Ag. sebagai penguji I dan Dr. Tasmin Tangngareng, M.Ag.

sebagai penguji II yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga

dalam proses penyelesaian penelitian penulis. Semoga Allah swt. senantiasa

memberikan limpahan rahmat-Nya.

Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada ayahanda Dr. Abdul

Gaffar, S.Th.I., M.Th.I. dan ibunda Fauziyah Achmad, S.Th.I., M.Th.I., sebagai

mantan musyrif Ma’had Aly yang telah mendidik penulis sejak menginjakkan

kaki dibangku perkuliahan. Serta ayahanda Ismail, M.Th.I. dan ibunda Nurul

Amaliah Syarif, S.Q. sebagai musyrif Ma’had Aly yang telah memberikan

semangat moril demi terselesainya skripsi ini.

Selanjutnya, terima kasih penulis juga ucapkan kepada seluruh Dosen dan

Asisten Dosen serta karyawan dan karyawati di lingkungan Fakultas Ushuluddin,

Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar yang telah banyak memberikan

kontribusi ilmiah sehingga dapat membuka cakrawala berpikir penulis selama

masa studi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada

kakak tercinta, Haslinda dan suaminya Achmad Ikhsan serta keponakan penulis

Hanif Aminullah yang senantiasa memotivasi dan mendukung penulis dalam


penyelesaian studi. Begitu pula kepada adik tersayang, Hasrul yang kehadirannya

sebagai penyemangat tersendiri dalam setiap jenjang studi yang ditempuh

penulis.

Penulis juga ucapkan terima kasih kepada teman-teman pengurus Ikatan

Pelajar Muhammadiyah (IPM) MAM. Limbung dan sahabat-sahabat Mahasiswa

Tafsir Hadis Khusus Angkatan ke IX ‚Karena Berbeda Kita Bersama‛, canda dan

vi
tawa, suka dan duka yang telah dilalui, semoga ukiran kenangan indah tidak

luntur ditelan masa.

Terima kasih juga buat para kakak-kakak senior dan adik-adik junior di

SANAD TH Khusus Makassar yang selalu memberikan masukan dalam proses

penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada seluruh Pengurus SANAD TH

Khusus Makassar periode 2016. Terima kasih pula untuk teman-teman

seperjuangan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Alauddin Makassar

yang tak hentinya memberi pencerahan.

Sehubungan dengan perkuliahan penulis, penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada beasiswa Bidikmisi, yang dengan beasiswa tersebut penulis

dapat menempuh perkuliahan di UIN Alauddin Makassar.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

tidak sempat disebutkan namanya satu persatu, semoga bantuan yang telah

diberikan bernilai ibadah di sisi-Nya, dan semoga Allah swt. senantiasa meridai

semua amal usaha yang peneliti telah laksanakan dengan penuh kesungguhan

serta keikhlasan.

Pada kenyataannya, walaupun menerima banyak bantuan dari berbagai

pihak, pada dasarnya yang bertanggung jawab terhadap tulisan ini adalah penulis

sendiri.Terakhir penulis harus sampaikan penghargaan kepada mereka yang


membaca dan berkenan memberikan saran, kritik atau bahkan koreksi terhadap

kekurangan dan kesalahan yang pasti masih terdapat dalam skripsi ini. Semoga

dengan saran dan kritik tersebut, skripsi ini dapat diterima dikalangan pembaca

yang lebih luas lagi di masa yang akan datang. Semoga karya yang sangat

sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

َ َ ,‫َهللا الها هدي إال س هبي هل َالرشا هد‬


‫السلم عليك َرمحة ه‬
‫هللا َبركته‬
vii
Roman Polong, 27 Februari 2017 M.
30 Jumadil Awal 1438 H.
Penulis,

Hasbullah
NIM: 30700113011

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI..................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................ v

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

TRANSLITERASI DAN SINGKATAN ................................................... xii

ABSTRAK ................................................................................................. xv

BAB I: PENDAHULUAN ......................................................................... 1-22

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ABSTRAK ....................................................... 8

C. Pengertian Judul ABSTRAK .......................................................... 8

D. Kajian Pustaka ............................................................................... 13

E. Metode Penelitian .......................................................................... 16

F. Tujuan dan Kegunaan ..................................................................... 22

BAB II: WAWASAN SAINTIFIK TENTANG GENETIKA MANUSIA 23-40

A. Definisi Term Genetika ................................................................. 24

1. Kromosom .................................................................................... 26

2. DNA .............................................................................................. 27

B. Historisitas Genetis........................................................................ 29

1. Asal usul gen manusia .................................................................. 29

2. Sejarah seputar perencanaan jenis kelamin anak ......................... 31

ix
3. Perkembangan ilmu genetika ....................................................... 31

C. Dimensi Kajian Genetika Manusia ................................................ 33

1. Rekayasa penentuan kemiripan anak ........................................... 34

2. Rekayasa pengaturan jenis kelamin anak ..................................... 36

D. Urgensi Studi Genetika ................................................................. 37

1. Tes DNA sebagai bukti hubungan nasab ..................................... 37

2. Genetika, teologi dan etika .......................................................... 39

BAB III: ORISINALITAS HADIS TENTANG REKAYASA

GENETIKA MANUSIA...................................................................... 41-130

A. Klarifikasi melalui Takhri>j al-H{adi>s\ .............................................. 41

1. Pengertian takhri>j al-H{adi>s\ .......................................................... 41

2. Aplikasi takhri>j al-H{ad>is\ tentang genetika manusia ..................... 44

3. Aplikasi takhri>j al-H{ad>is\ terhadap hadis penentuan kemiripan anak 80

4. Aplikasi takhri>j al-H{adi>s\ terhadap hadis pengaturan jenis

kelamin anak ................................................................................. 98

A.Interpretasi Pemahaman Hadis .................................................... 115


1.Interpretasi pemahaman hadis tentang genetika manusia .......... 115
2.Interpretasi pemahaman hadis tentang penentuan kemiripan anak 120
3.Interpretasi pemahaman hadis tentang pengaturan jenis
kelamin anak .................................................................................. 124
BAB IV: KONVERGENSI REKAYASA GENETIKA MANUSIA

PERSPEKTIF HADIS DAN SAINS ....................................... 131-156

A. Interpretasi Kandungan Hadis dan Sains .................................... 133


1. Hadis dan sains tentang genetika manusia .................................. 134
2. Hadis dan sains tentang rekayasa penentuan kemiripan anak .... 138
3. Hadis dan sains tentang rekayasa pengaturan jenis kelamin anak 141

x
B. Analisis Konvergensi Hadis dan Sains ........................................ 144
1. Konvergensi hadis dan sains tentang genetika manusia ............. 145
2. Konvergensi hadis dan sains tentang rekayasa penentuan
kemiripan anak............................................................................. 146
3. Konvergensi hadis dan sains tentang rekayasa pengaturan
jenis kelamin anak ....................................................................... 148

BAB V: PENUTUP ................................................................................. 157-158

A. Kesimpulan ................................................................................. 157

B. Implikasi ..................................................................................... 158

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 159

xi
PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat
dilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

‫ا‬ alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan


‫ب‬ ba B Be
‫ت‬ ta T Te
‫ث‬ s\a s\ es (dengan titik di atas)
‫ج‬ jim J Je
‫ح‬ h}a h} ha (dengan titik di bawah)
‫خ‬ kha Kh ka dan ha
‫د‬ dal D de
‫ذ‬ z\al z\ zet (dengan t itik di atas)
‫ر‬ ra R er
‫ز‬ zai Z zet
‫س‬ sin S es
‫ش‬ syin Sy es dan ye
‫ص‬ s}ad s} es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ d}ad d} de (dengan titik di bawah)
‫ط‬ t}a t} te (dengan titik di bawah)
‫ظ‬ z}a z} zet (dengan titik di bawah)
‫ع‬ ‘ain ‘ apostrof terbalik
‫غ‬ gain G ge
‫ؼ‬ fa F ef
‫ؽ‬ qaf Q qi
‫ؾ‬ kaf K ka
‫ؿ‬ lam L el
‫ـ‬ mim M em
‫ف‬ nun N en
‫و‬ wau W we
‫ىػ‬ ha H ha
‫ء‬ hamzah ’ apostrof
‫ى‬ ya Y ye

xii
Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi
tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda
(’).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama


‫َا‬ fath}ah a a
َ‫ا‬ kasrah i i
َ‫ا‬ d}ammah u u

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara


harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ‫ػَ ْى‬ fath}ah dan ya>’ ai a dan i

َ‫ػَْو‬ fath}ah dan wau au a dan u

Contoh:

َ‫ف‬ َ ‫َكْي‬ : kaifa

‫َى ْو ََؿ‬ : haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

xiii
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Nama Huruf dan Nama


Huruf Tanda
‫ ََى‬...َ|َ‫َََا‬...
َ fath}ah dan alif atau ya>’ a> a dan garis di atas

‫ػى‬ kasrah dan ya>’ i> i dan garis di atas

‫َػُو‬ d}ammah dan wau u> u dan garis di atas

Contoh:

َ‫ات‬َ ‫َم‬ : ma>ta

‫َرَمى‬ : rama>

‫قِْي ََل‬ : qi>la

َُ ‫مُْو‬َٙ
‫ت‬ : yamu>tu

4. Ta>’ marbu>t}ah

Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta>’ marbu>t}ah yang hidup
atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah [t].
Sedangkan ta>’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun,
transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>’
marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

Contoh:

َ‫ض َةَُاألَطْ َف ِاؿ‬


َ ‫َرْو‬ : raud}ah al-at}fa>l

ُ ‫اضلَة‬ ِ ‫اَلْم ِديػنََةَُاَلْ َف‬ : al-madi>nah al-fa>d}ilah


ْ َ
ُ ‫ْمة‬ ِ
َ ‫اَ ْْلك‬ : al-h}ikmah

5. Syaddah (Tasydi>d)

xiv
Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydi>d ( ‫) ـّـ‬, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan
perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

Contoh:

َ‫َربَّنَا‬ : rabbana>

َ‫َّمَّْينَا‬ : najjaina>

ُ‫ق‬
َّ َ‫ اَ ْْل‬: al-h}aqq
َ‫نػُ ّْع َم‬ : nu‚ima

‫َع ُد َّّو‬ : ‘aduwwun

Jika huruf ‫ ى‬ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf
kasrah (‫)ــــِـ ّى‬, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i>.

Contoh:

َ‫َعلِ ّّى‬ : ‘Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)

َّّ ‫َعَر‬
‫ب‬ : ‘Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan hurufَ‫اؿ‬


(alif lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi
seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf
qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang
mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan
dihubungkan dengan garis mendatar (-).

Contoh:

َ‫س‬
ُ ‫َّم‬
ْ ‫اَلش‬ : al-syamsu (bukan asy-syamsu)

ُ ‫لزلَْزلَة‬
َّ َ‫ا‬ : al-zalzalah (az-zalzalah)

ُ ‫ اَلْ َف ْلس َفة‬: al-falsafah


َ
‫اَلْبالََُد‬ : al-bila>du

xv
7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di
awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

َ‫تَأْ ُم ُرْوف‬ : ta’muru>na

ُ‫ع‬
َ ‫اَلنػ َّْو‬ : al-nau‘

ٌ‫َش ْي َء‬ : syai’un

َُ ‫أ ُِم ْر‬
‫ت‬ : umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah
atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau
kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa
Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim
digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara
transliterasi di atas. Misalnya, kata al-Qur’an (dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan
munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian
teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:

Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n

Al-Sunnah qabl al-tadwi>n

9. Lafz} al-Jala>lah (‫)اهلل‬

Kata ‚Allah‛ yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya
atau berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa
huruf hamzah.

Contoh:

َ َ‫ ِديْ َُن‬di>nulla>h ِ‫اهلل‬


ِ‫اهلل‬ َ ِ‫ ب‬billa>h
Adapun ta>’ marbu>t}ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-
jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:

xvi
ِ َ‫فَر ْْح َِة‬
َ‫اهلل‬ َ َ َْ َِ‫َُى َْم‬ hum fi> rah}matilla>h

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam
transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf
kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf
kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,
tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri
didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap
huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak
pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf
kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul
referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks
maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:

Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l

Inna awwala baitin wud}i‘a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakan

Syahru Ramad}an> al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’a>n

Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>

Abu>> Nas}r al-Fara>bi>

Al-Gaza>li>

Al-Munqiz\ min al-D}ala>l

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu>
(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu
harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi.
Contoh:

Abu> al-Wali>d Muh}ammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> al-Wali>d
Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad Ibnu)

Nas}r H{a>mid Abu> Zai>d, ditulis menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid (bukan: Zai>d,
Nas}r H{ami>d Abu>)
xvii
B. Daftar Singkatan
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. = subh}a>nahu> wa ta‘a>la>

saw. = s}allalla>hu ‘alaihi wa sallam

a.s. = ‘alaihi al-sala>m

Cet. = Cetakan

t.p. = Tanpa penerbit

t.t. = Tanpa tempat

t.th. = Tanpa tahun

t.d = Tanpa data

H = Hijriah

M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

QS. …/…: 4 = QS. al-Baqarah/2: 4 atau QS. A<li ‘Imra>n/3: 4

h. = Halaman

xviii
ABSTRAK

Nama : Hasbullah

NIM : 30700113011

Judul : Konvergensi Hadis dan Sains dalam Rekayasa Genetika

Manusia

Entitas kehujjahan hadis akan mengalami reduksi ketika terjadi dikotomi


interpretasi pemahaman hadis. Usaha konvergensi hadis dengan sains dalam
penelitian ini bertujuan untuk: 1) membuktikan orisinalitas hadis tentang
rekayasa genetika manusia, 2) menjelaskan konsep rekayasa genetika manusia
berdasarkan tinjauan hadis dan sains, dan 3) mengungkap titik temu antara
rekayasa genetika secara saintifik yang bersifat akomodatif terhadap eksistensi
hadis.

Bedasarkan tujuan penelitian di atas, penulis menggunakan pendekatan


multidisipliner, yaitu pendekatan hadisi, saintifik dan genetika, sedangkan teknik
interpretasinya meliputi tekstual, intertekstual, dan kontekstual. Penelitian ini
tergolong dalam kajian kepustakaan (library research), data dikumpulkan dengan
mengutip, menyadur dan menganalisis literatur-literatur yang representatif dan
relevan dengan masalah yang dibahas, kemudian mengulas dan
menyimpulkannya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hadis-hadis tentang rekayasa


genetika manusia yang diklasifikasi menjadi tiga bagian mempunyai status yang
sahih. Sementara dari sisi kandungannya, berdasarkan tinjauan hadis dan sains
terdapat dimensi yang berbeda, yaitu hadis hanya menjelaskan bahwa jika sel
laki-laki dominan maka anak yang lahir adalah laki-laki, begitu pula sebaliknya
jika sel perempuan lebih dominan maka anak yang akan lahir adalah perempuan.
Sementara, dalam penjelasan saintifik lebih merinci hal tersebut, yaitu dalam
kromosom manusia terdapat simbol Y bagi laki-laki dan X bagi perempuan.
Dominasi salah satu dari keduanya yang menentukan jenis kelamin anak yang
akan lahir. Sedangkan letak konvergensi penelitian ini berdasarkan kata al-‘Alu>
bermakna unggul atau dominan di dalam redaksi hadis yang diinterpretasikan
sebagai letak konvergensi hadis dan sains diantaranya, yaitu dominasi kromosom
X dan Y, frekuensi asam basa, waktu senggama, tingkat penetrasi, intensitas
orgasme dan menentukan posisi bersenggama.

xix
Implikasi penelitian ini antara lain, 1) hadis sebagai wahyu terpelihara
tidak pernah bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang telah mapan, oleh
karena itu perlu pemahaman mendalam terhadap makna-makna hadis Nabi saw.
2) pentingnya sikap kritis bagi setiap peneliti untuk menemukan esensi
kandungan hadis dan sains, dan 3) memberi semangat moril keberagamaan bagi
masyarakat Islam secara umum dengan menjadikan hadis sebagai sumber hukum
dan sumber ilmu pengetahuan.

xx
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hadis Nabi saw. sebagai sumber kedua ajaran Islam mempunyai otoritas

yang signifikan dalam memenuhi dahaga keilmuan. Kemajuan zaman serta

perkembangan cakrawala pengetahuan telah menjadi tantangan para agamawan

dalam menjaga orisinalitas asas agama, terkhusus hadis. Perwujudan kredibilitas

hadis bukan hanya menyangkut persoalan hukum saja melainkan seluruh aspek

kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Selain sebagai


sumber hukum, hadis Nabi saw. juga merupakan sumber kerahmatan, sumber

keteladanan, dan/atau sumber ilmu pengetahuan.

Otoritas hadis yang bersumber dari nabi Muhammad saw. mendapat

pengakuan dan legitimasi ilahiah. Beliau merupakan manifestasi al-Qur’an yang

bersifat praktis.1 Antara keduanya al-Qur’an dan hadis Nabi saw. dalam beberapa

literatur, dinilai berasal dari sumber yang sama. Perbedaan keduanya hanya pada

bentuk dan tingkat autentisitasnya, bukan pada substansinya.2

Sekian banyak ayat-ayat al-Qur’an memerintahkan orang-orang yang

beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk-petunjuk Nabi saw. Allah swt.

berfirman dalam QS Al-H{asyr/59: 7.


ُ‫وهَُ َوَماَنػَ َهٰى ُك َْمَ َعْن َوَُفَٱنتَػ ُهوا‬
َ ‫وؿَفَ ُخ ُذ‬
َُ ‫ٱلر ُس‬
َّ َ‫َوَماَُءَاتَٰى ُك َُم‬

1
Suatu ketika;’A<isyah ra. ditanya oleh seorang sahabat tentang akhlak Rasululla>h, beliau
menjawab khuluquhu Al-Qur’an. Lihat, Abu> al-H{usain Muslim ibn al-H{ajja>j ibn Muslim al-
Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz I (Bairu>t; Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1992 M), h. 512-
513. Lihat, Abu ‘Abd al-Rah}ma>n Ah{mad ibn Syu’aib ibn ‘Ali> al-Khura>sa>ni> al-Nasa>’i>, al-Sunan
al-S{agri> li al-Nasa>’i>, Juz III (Cet. III; H{alb; Maktab al-Mat}bu>’a>t al-Isla>miyah, 1406 H/1986 M), h.
199. Lihat, Abu> ‘Abdilla>h al-H{ak> im Muh}ammad ibn ‘Abdilla>h ibn Muh}ammad ibn H{amdu>yah ibn
Nu’aim ibn H{akim al-D{abi> al-Naisa>bu>ri>, Mustadrak ‘ala> al-S{ah}i>h}ain, Juz II (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-
Kutub al-‘Ilmiyah, 1411 H/1990 M), h. 670.
2
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-H{adi>s\ (Cet. II;
Makassar: Alauddin University Press, 2013 M), h. 1.

1
Terjemahnya:
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.3
Menurut ulama, ayat tersebut memberi petunjuk secara umum, yakni

bahwa semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi saw. wajib dipatuhi

oleh orang-orang yang beriman.4 Dengan demikian, kewajiban patuh kepada

Rasulullah merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang.

Ayat suci al-Qur’an telah mengukuhkan autentisitas hadis Nabi saw.

sebagai sumber ajaran Islam. Dengan demikian, orang yang menolak hadis

sebagai salah satu sumber ajaran Islam berarti orang tersebut menolak petunjuk

al-Qur’an.5 Distorsi pemahaman terhadap dalil keagamaan, tanpa terkecuali hadis

3
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. TEHAZED, 2010
M), h. 797.
4
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Abi> Bakrin Farh} al-Ans}a>ri> al-Khuzraji>
Syamsu al-Di>n Al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi’ al-Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz XVII (Kairo: Da>r al-Kutub al-
‘Arabi>, 1387 H/1967 M), h. 17. Lihat, Abu> al-Qa>sim Mah{mud ibn ‘Umar ibn Muh}ammad ibn
Ah}mad ibn ‘Umar al-Khawarizmi> al-Zamakhsyari>, al-Kasysyaf ‘an H{aqa>iq Ghawa>mid} al-Tanzi>l
wa ‘Uyu>n al-Aqa>wil fi> Wujuh al-Ta’wi>l, Juz IV (Mesir: Mus}t}afa> al-Ba>b al-H{alb wa Aula>duh, t.
th), h. 82. Lihat, Syiha>b al-Di>n Muh}ammad ibn ‘Abdilla>h al-H{usaini> al-Alu>si>, Ru>h} al-Ma’a>ni> fi>
Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m wa al-Saba’u al-Mas\a>ni>, Juz XXVII (Bairu>t: Da>r Ih}ya>’al-Tura>s\ al-
‘Arabi>, t. th), h. 50. Lihat, Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r al-Qurasyi> al-Bas}ri> al-
Damsyiqi>, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, Juz VIII (Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H), h. 94.
Lihat, Muh}ammad ibn ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn ‘Abdilla>h al-Syauka>ni> al-Yamani>, Fath} al-Qadi>r,
Juz I (Bairu>t: Da>r al-Fikr, 1393 H/1973 M), h. 333. Lihat, Muh}ammad Rasyi>d ibn ‘Ali> Rid}a> ibn
Muh}ammad Syamsu al-Di>n ibn Muh}ammad Baha>’ al-Di>n, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-H{aki>m, Juz III
(Bairu>t: Da>r al-Ma’a>ri>f, 1388 H/1973 M), h. 285.
5
Ulama yang mula-mula menulis bantahan terhadap paham yang menolak sunnah (hadis)
sebagai salah satu sumber ajaran Islam adalah Ima>m al-Sya>fi’i> dalam kitabnya al-Umm. Lebih
lanjut, lihat al-Sya>fi’i> Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Idri>s ibn ‘Abba>s ibn ‘Us\ma>n ibn Sya>fi>’ ibn
‘Abd al-Mut}t}alib ibn ‘Abd Mana>f al-Mut}labi> al-Qurasyi> al-Makki>, al-Umm, Juz VII (Bairu>t: Da>r
al-Ma’rifah, 1395 H/1975 M), h. 250-267. Lihat, Muh}ammad Mus}t}afa> Azami, Dira>sah fi> al-H{adi>s\
al-Nabawi> wa Ta>rikh Tadwi>nih (Ja>mi’ah al-Riya>d}, 1396 H), h. 21-44. Lihat, Hamadah, al-Sunnah
al-Nabawiyah wa Maka>natuha> fi> Tasyri>’ (Kairo: Da>r al-Qaumiyah, t. th), h. 24-140. Lihat, Abu>
Luba>bah H{usain, Mauqi>f al-Mu’tazilah min al-Sunnah al-Nabawiyah (Riya>d}: Da>r al-Liwa>’, 1399
H/1979 M), h. 73. Lihat, Muhammad Abu> Zahrah, al-Sya>fi’i> H{aya>tuhu wa ‘As}ruh}u: Ara’uhu wa
Fiqhuhu (Da>r al-Fikr, t. th), h. 214. Lihat, ‘Abd al-Karim al-Jundi>, al-Ima>m al-Sya>fi’i> (Kairo: Da>r
al-Kutub al-‘Arabi>, 1967 M), h. 295 dan 300. Lihat, M. Syuhudi Ismail, Sunnah Menurut Para
Pengingkarnya dan Upaya Pelestarian Sunnah oleh Para Pembelanya (Ujung Pandang: YAKIS
Fakultas Syariah, 1991 M). Lihat, M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Cet. I;
Jakarta: PT Bulan Ibntang, 1992 M), h. 10. M. Lihat, Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad
Hadis (Cet. II; Jakarta: PT Bulan Ibntang, 1415 H/1995 M), h. 86.

2
Nabi saw. sedikit banyaknya telah mewarnai perjalanan agama ini, klaim bahwa

Islam hanya memformulasikan konsep ukhrawi dan tidak menyentuh wilayah

dalam merumuskan ideologis berbasis kehidupan duniawi.

Integrasi hadis dengan perkembangan ilmu pengetahuan paling tidak

memberikan sumbangsi ilmiah dalam membantah tudingan orang-orang yang

ingin mempropagandakan agama Islam. Hadis sebagai sumber ajaran Islam

mestinya tidak hanya dipahami sebagai dogma dalam menjalankan seluruh

aktivitas. Sehingga dapat berimplikasi terhadap interpretasi hadis yang berujung

pada tataran aplikasi yang bersifat aksiomatis. Kemukjizatan sejumlah hadis

Rasulullah saw. yang mengisyaratkan beberapa kondisi alam dan fenomenanya

telah menjelaskan fakta-fakta kosmologis dengan akurasi dan ungkapan yang

memukau, formulasi ilmiah yang berkesinambungan, dan dengan kepioneran

yang begitu jelas dalam mengisyaratkan fakta atau fenomena dan hukum alam

yang baru dapat terungkap dan dimengerti oleh manusia dalam beberapa dekade

terakhir.

Sains mutakhir yang mengarahkan pandangan kepada alam materi,

menyebabkan manusia membatasi ilmunya pada bidang tersebut. Bahkan

sebagian mereka tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan di

alam materi. Karena itu objek ilmu menurut mereka hanya mencakup sains
kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan

penggandaan.6

Ciri khas nyata dari ilmu pengetahuan (science) yang tidak dapat

diingkari meskipun oleh para ilmuwan adalah bahwa ia tidak mengenal kata

‚kekal‛. Apa yang dianggap salah di masa silam misalnya, dapat diakui

kebenarannya di abad modern. Pandangan terhadap persoalan-persoalan ilmiah


6
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat
(Cet. II; Bandung: Mizan, 2014 M), h. 574.

3
silih berganti, bukan hanya dalam lapangan pembahasan satu ilmu saja, tetapi

terutama juga dalam teori-teori setiap cabang ilmu pengetahuan. Teori-teori

ilmiah juga silih berganti. Qawa>ni>n al-T{abi>’ah (Natural Law) yang dahulu

dianggap pasti, tidak mengizinkan suatu kebebasan pun. Sekarang ini ia hanya

dinilai sebagai ‚summary of statictical averages‛ (ikhtisar dari pukul rata

statistik).

Karenanya, tidak heran kalau Ima>m al-Ghazali pada suatu masa hidupnya

tidak mempercayai indra. Beliau menulis dalam kitabnya, al-Munqiz\ min al-

D{ala>l: ‚Bagaimana bisa mempercayai pancaindra, di mana mata merupakan indra


terkuat, sedangkan bila ia melihat ke satu bayangan dilihatnya berhenti tak

bergerak sehingga dikatakanlah bahwa bayangan tak bergerak. Tetapi dengan

pengalaman dan pandangan mata, setelah beberapa saat, diketahui bahwa

bayangan tadi tak bergerak, bukan disebabkan pergerakan spontan tetapi sedikit

demi sedikit sehingga ia sebenarnya tak pernah berhenti, begitu juga mata

memandang kepada bintang, ia melihatnya kecil bagaikan uang dinar, akan tetapi

alat membuktikan bahwa bintang lebih besar daripada bumi.‛7

Segala undang-undang ilmiah yang diketahui hanya menyatakan saling

bergantinya ‚psychological states‛ (keadaan-keadaan jiwa) yang ditentukan pada

diri sendiri oleh sebab-sebab tertentu (mengambil sebab dari musabab atau dari
ma’lul kepada ‘illah). Ini menunjukkan bahwa segala undang-undang ilmiah pada
hakikatnya relatif dan subjektif. Dari sini jelaslah bahwa ilmu pengetahuan hanya

melihat dan menilik, bukan menetapkan. Ia melukiskan fakta-fakta, objek-objek,

dan fenomena-fenomena yang dilihat dengan mata seorang ilmuwan yang

mempunyai sifat pelupa, keliru, dan ataupun tidak mengetahui. Karenanya, jelas

pulalah bahwa apa yang dikatakan orang sebagai sesuatu yang benar (kebenaran
7
Abu> H{a>mid Muh}ammad ibn Muh}ammad al-Ghaza>li> al-T{u>si>, al-Munqiz\ min al-D{ala>l
(Mesir: Da>r al-Kutub al-H{adi>s\ah, 1964 M), h. 15.

4
ilmiah) sebenarnya hanya merupakan satu hal yang relatif dan mengandung arti

yang sangat terbatas.8

Sebelum ‚Bapak Genetika‛ Gregor Johan Mendel (1822-1884)

memperkenalkan teori-teorinya tentang keturunan yang kemudian dikenal

sebagai hukum keturunan dari Mendel, maka pengetahuan tentang genetika telah

mempunyai embrio sejak 1500 tahun yang lalu, berbagai kegiatan manusia dalam

rangka memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa disadari telah menerapkan prinsip-

prinsip genetika. Sebagai contoh, bangsa Sumeria dan Mesir kuno telah berusaha

memperbaiki tanaman gandum, bangsa Cina mengupayakan sifat-sifat unggul

pada tanaman padi, bangsa Siriah menyeleksi tanaman kurma. Demikian pula, di

benua Amerika dilakukan persilangan-persilangan pada gandum dan jagung yang

berasal dari rerumputan liar. Di dalam hadis Nabi saw. juga ditemukan penjelasan

tentang genetika yang dapat mempengaruhi bentuk fisik seorang anak.

Rasulullah saw. bersabda.


ِ َّ‫يدَبْ ِنَالْمسي‬ ِ ِ ‫ابَعن‬ ٍ ِ ٌِ ِ‫اَمال‬
ُ ‫َع ْنَأَِِب‬
‫َىَريْػَرَة‬ َ ‫ب‬ َ ُ ِ ِ ِ‫َسَّع‬ َ ْ َ ‫َع ْنََّابْ ِنَش َه‬ َ ‫ك‬ ََ َ‫َح َّدثػَن‬
َّ َْ َ‫َح َّدثػَن‬
َ َّ َ‫اَٗم ََيَبْ ُنَقَػَز َعة‬
ِ َّ ‫أ‬
َ‫َى ْل‬ َ ‫َس َوُدَفَػ َق َاؿ‬ْ ‫َوِل َدَِلَغُ َال ٌـَأ‬ ُ ‫وؿ َِاللو‬
َ ‫اَر ُس‬
َ َ‫َعلَْيو ََو َسل َمَفَػ َق َاؿَي‬ َ ُ‫َصلىَاللو‬ َ ‫َِّب‬ َّ ‫َف ََرُِج ًالَِأَِتَىَالن‬
َ‫ََّن‬
َّ ‫َر َؽ َقَ َاؿ َنػَ َع ْم َقَ َاؿ َفَأ‬ٜ‫َى ْل َف َيهاَم ْن َأ َْو‬
َ ‫َماَأََلْ َوانػُ َهاَقَ َاؿ َْحٌُْر َقَ َاؿ‬
َ ‫ك َم ْن َإب ٍل َقَ َاؿ َنػَ َع ْم َقَ َاؿ‬ َِ َ‫ل‬
)‫ي‬ ِ ِ َّ
ّ ‫(رَواهَُالْبُ َخار‬
َ ُ‫َى َذاَنػََز َع َو‬
َ‫ك‬ َ َ‫كَقَ َاؿَلَ َعلوَُنػََز َعوَُع ْر ٌؽَقَ َاؿَفَػلَ َع َّلَابْػن‬ َ ‫ذَل‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Yah}ya> bin Quza’ah telah menceritakan
kepada kami Ma>lik dari Ibnu Syiha>b dari Sa’i>d bin al-Musayyab dari Abu>
Hurairah bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi saw. dan berkata,
‚Wahai Rasulullah, istriku telah melahirkan anak yang berkulit hitam.‛
Beliau bertanya: ‚Apakah kamu memiliki beberapa ekor unta?‛, laki-laki
itu menjawab ‚ya‛ beliau melanjutkan bertanya: ‚Lalu apa saja warna
kulitnya?‛. Ia menjawab ‚Merah‛ beliau bertanya lagi: ‚Apakah di antara
unta itu ada yang berkulit keabu-abuan?,‛ laki-laki itu menjawab, ‚ya‛.
Beliau bertanya: ‚Kenapa bisa seperti itu?,‛ laki-laki itu menjawab,
‚mungkin itu berasal karena faktor keturunan.‛ Beliau bersabda: ‚mungkin
juga anakmu seperti itu (karena faktor keturunan).‛

8
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Cet. I; Bandung: Mizan, 2013 M), h. 64.
9
Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz VII
(Cet. I; Da>r Tauq al-Naja>h, 1422 H), h. 53.

5
Pada mulanya orang menganggap bahwa faktor pembawa sifat-sifat orang

tua kepada anaknya adalah kromosom. Namun, penemuan mutakhir

membuktikan bahwa faktor pewarisan sifat-sifat itu bukan kromosom yang

demikian kecil, tetapi gen yang terdapat didalamnya.10 Bahkan, lebih tepat

dikatakan yang menyampaikan informasi genetik adalah senyawa kimia yang

terkandung di dalamnya. DNA (Deoxyribonucleic Acid)11 atau Asam

Deoksiribosanukleat merupakan tempat penyimpanan informasi genetik itu.

Di Indonesia genetika manusia dimulai sejak zaman sebelum perang dunia

II. Pada waktu itu penentuan golongan darah untuk tujuan kedokteran maupun

untuk keperluan antropologi telah dilakukan oleh beberapa sarjana Belanda.

Setelah kemerdekaan, mulai dikembangkan teknik pemeriksaan genetika manusia

seperti pemeriksaan kromatin seks. Penggunaan dermatoglifi untuk diagnostik

kedokteran.12

Pada tahun 1970 digagas perkembangan ilmu yang berhubungan erat

dengan genetika manusia, yaitu andrologi. Ilmu ini merupakan suatu disiplin

khusus dalam ilmu kedokteran yang mempelajari fertilitas dan interfilitas pada

pria, yang meliputi potensi seksual, spermatologi, kontrol fertilitas, dan

sebagainya. Kesimpulan yang diperoleh bahwa pemisahan sperma melalui cara

penyaringan sephadex gel column menghasilkan filtrat yang mengandung


spermatozoa-X dalam jumlah besar. Inseminasi buatan dengan menggunakan

sperma suami yang disaring dengan cara itu memperkuat dan membenarkan

keberhasilan cara penyaringan tersebut untuk meningkatkan jumlah

10
M. Quraish Shihab, Dia di Mana-mana ‚Tangan‛ Tuhan di Balik setiap Fenomena
(Cet. VIII; Jakarta: Lentera Hati, 1434 H/2003 M), h. 146.
11
Suhartono dan Totok Chamidy, al-Qur’an dalam Biometric (Cet. I; Malang: UIN-
Malang Press, 2007 M), h. 98.
12
Suryo, Genetika Manusia (Cet. VII; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003
M), h. 1.

6
spermatozoa-X. Dengan demikian kehamilan yang terjadi hampir dapat

dipastikan adalah bayi perempuan.

Uraian menyangkut manusia dan reproduksinya juga dapat ditemukan di

dalam hadis, Rasulullah saw. bersabda sebagaimana dalam riwayat Imam

Muslim.
َ‫َس َّالٍـ‬ ِ ْ ‫َعلِ ٍّي‬
َ ِ‫اَم َعا َِويَةُ َيػَ ْع ِِِن َابْ َن‬
ُ َ‫َح َّدثػَن‬
َ ‫يع َبْ ُن َنَاف ٍع‬ ُ ِ‫َالرب‬
َّ ‫َح َّدثػَنَاَأَبُوَتَػ ْوبَةَ ََوُى َو‬َ ُّ‫َاْلُْل َوِاِن‬ َ ْ ‫َح َّدثَِِن‬
‫َاْلَ َس ُن َبْ ُن‬
َِ ‫عن َزي ٍد َيػع ِِن َأَخاه َأَنَّو‬
َ‫َصلَّى‬ َ ‫َفَِثػَ ْوبَا َف ََم ْوََل ََر ُِسوؿ َِاللَّو‬ َّ ‫ِب َأ‬ َّ َ‫َح َّدثَِِن َأََبُوَأ ََْسَاء‬
ُّ ِ‫َالر َح‬ َ َ َ‫اَس َّالٍـ َق‬
‫اؿ‬ َ َ ‫ََس َع َأَب‬ ُ ُ َ ْ َ ِ َْ ْ َ
َ‫َحبَا ِر‬ َّ َّ َّ ِ َّ‫وؿ َالل‬ِ ِ ‫اؿ َ ُكْنت َقَائِم‬ ‫َعلَْيو ََو َسلَّ َم‬
‫أ‬َ ‫ن‬ ‫َم‬ ‫ر‬ ‫ػ‬‫ب‬ َ
‫َح‬
ْ ْ ٌ ْ َ َ َ َ َ ِْ َ ُ ‫اء‬ ‫ج‬ ‫ف‬
َ َ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫َو‬ ‫و‬ ‫ي‬ َ‫ل‬ ‫َع‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ىَال‬ ‫ل‬ ‫َص‬
َ ‫و‬ ‫س‬ُ ‫َر‬
َ ‫د‬َ ‫ن‬
ْ ‫اَع‬ ً ُ َ ‫ق‬
َ َ ُ‫َح َّدثَو‬
َ َ ُ‫اللَّو‬
ِ
ُّ ِ ‫ال ََم‬
َ‫ِن‬ َ ‫َص َف ُر َفَِإذَاَاجتمعاَفَػع‬
َٖٔ ِ َ َ َ ْ ْ ‫ض ََوَماءَُالْ َم ْرأَة َأ‬ ُ ‫َالر ُج ِل َأَبْػي‬
َ َّ ُ‫َماء‬...َ ‫اَُمَ َّمَُِد‬ ُ َ‫ك َي‬ ََ ‫َعلَْي‬
َ ‫َالس َال ُـ‬َّ ‫اؿ‬ َ ‫الْيَػ ُهود َفَػ َق‬
ِ َّ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِِ ِ
َ )‫سل َُم‬ َْ ‫(رَواهَُ ُم‬ َ ...‫َالر ُجلَآنػَثَاَبإ ْذفَاللو‬ ِ َّ ‫ِن‬ َّ ‫ِنَالْ َم ْرأَة ََم‬ َ َ‫ِنَالْ َم ْرأَةَأَذْ َكَراَبإ ْذفَاللو ََوإذ‬
ُّ ‫اَع َال ََم‬ َّ ِ ‫الر ُج ِل ََم‬
َّ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami al-H{asan bin ‘Ali> al-Hulwa>ni> telah
menceritakan kepada kami Abu> Taubah, yaitu al-Ra>bi’ bin Na>fi’ telah
menceritakan kepada kami Mu’a>wiyah, yaitu Ibn Salla>m dari Zaid, yaitu
saudaranya bahwa dia mendengar Abu> Salla>m berkata, telah menceritakan
kepada kami Abu> Asma’ al-Rahabi> bahwa S|auba>n, budak Rasululla>h saw.
bercerita kepadanya, dia berkata, ‚Aku pernah berdiri di dekat Rasululla>h
saw. tiba-tiba datanglah salah seorang rahib dari orang-orang Yahudi
seraya berkata, ‚Semoga keselamatan tercurah atasmu wahai
Muh}ammad‛…Air mani seorang lelaki berwarna putih dan air mani
seorang wanita berwarna kuning, jika keduanya menyatu lalu air mani si
lelaki lebih dominan atas air mani wanita maka janin itu akan berkelamin
laki-laki dengan izin Allah. Namun jika air mani wanita lebih dominan atas
air mani si lelaki maka janin itu akan berkelamin wanita dengan izin
Allah…
Fakta-fakta di atas jika direnungkan secara saksama, akan mengantarkan

kepada pengakuan bahwa dibalik penciptaan dan pengorganisasian genetika,

pasti ada ‚tangan‛ yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui.


َ ٔٗ‫َاألَ ْكبَػ َُر‬
ْ ُ‫كَانْطََوىَالْ َعا ََل‬ ِ ‫وََتسبَأَنَّكَجرـَصغِيػر‬
َ ‫َوفْي‬،
َ ٌْ َ ُُْ َ ُ َ ْ َ
13
Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz I,
h. 252.
َZain al-Di>n Muh}ammad al-Mudi’u> bi ’Abd al-Rau>f ibn Ta>j al-‘A<rifi>n ibn ‘Ali> ibn Zain
14

al-‘A<bidi>n al-H{adda>di>, Faid} al-Qadi>r Syarah} Ja>mi’ al-S{agi>r, Juz V (Cet. I; Mesir; al-Maktabah al-
Tija>riyah al-Kabri>, 1356 H), h. 366. Lihat, Muh}ammad Sayyid al-T{ant}a>wi>, Tafsi>r al-Wasi>t} li al-
Qur’a>n al-Kari>m, Juz XV (Cet. I; Kairo: Da>r Nahd}ah Mesir li al-T{aba’ah wa al-Nasyir wa al-
Tauzi>’, 1997 M), h. 363. Lihat, Muh}ammad al-Ami>n ibn Muh}ammad al-Mukhta>r ibn ‘Abd al-
Qa>dir, Ud}u> al-Baya>n fi> Id}a>h al-Qur’a>n bi al-Qur’a>n, Juz IX (Liba>non-Bairu>t: Da>r al-Fikr li al-
T{aba’ah wa al-Nasyir wa al-Tauzi>’, 1415 H/1995 M), h. 6. Lihat, Sayyid Qut}b Ibra>hi>m H{usain al-
Sya>ribi>, Fi> Zila>l al-Qur’a>n, Juz VI (Cet. XVII; Kairo-Bairu>t: Da>r al-Syuru>q, 1412 H), h. 3379.

7
Artinya:
(Hai manusia), apakah engkau mengira diri kamu kecil?. Tidak, dalam
dirimu terdapat alam yang amat besar.

Akhirnya kepada Allah jua segala harapan itu ditujukan, semoga taufik

dan hidayah-Nya selalu tercurah. Amin.

B. Rumusan Masalah
Uraian latar belakang di atas menjadi langkah awal dalam mengungkap

‚Konvergensi Hadis dan Sains dalam Rekayasa Genetika Manusia‛. Melihat


urgensi penelitian ini, secara holistis tercakup dalam intisari rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana Kualitas dan Kandungan Hadis tentang Rekayasa Genetika

Manusia?

2. Bagaimana Tinjauan Hadis dan Saintifik tentang Rekayasa Genetika

Manusia?

3. Bagaimana Konvergensi Hadis dan Sains tentang Rekayasa Genetika

Manusia?

C. Pengertian Judul dan Ruang Lingkup Penelitian


Menyadari luasnya horizon hadis maupun saintifik dalam berbagai

disiplin ilmu. Sehingga sedini mungkin untuk menghindari kekeliruan dan


kesalahan persepsi menyangkut skripsi ini, maka perlu dipaparkan lebih awal

ruang lingkup pengertian judul. Konvergensi Hadis dan Sains dalam Rekayasa

Genetika Manusia sebagai judul skripsi yang menjadi prakarsa penelitian,

Lihat, Ah}mad ibn Mus}t}afa> al-Mara>gi>, Tafsi>r al-Mara>gi>, Juz XXVIII (Cet. I; Syirkah Maktabah
wa Mat}bu>’ah Mus}t}afa> al-Ba>bi> al-H{alibi> wa Aula>duh bi Mesir, 1365 H/1946 M), h. 120. Lihat,
Isma>’i>l H{aqi> ibn Mus}t}afa> al-Ista>nbu>li> al-H{anbali>, Ruh} al-Baya>n, Juz VIII (Bairu>t: Da>r al-Fikr, t.
th), h. 281. Lihat, Syiha>b al-Di>n Ah}mad ibn Muh{ammad ibn ‘Umar al-Khufa>ji> al-Mis}ri> al-H{anafi>,
H{a>syiah al-Syiha>b ‘ala> Tafsi>r al-Baid}a>wi>, Juz I (Bairu>t: Da>r al-S{adr, t. th), h. 93. Lihat,
Majmu>’ah min ‘Ulama>’ bi Isyra>f Majma>’ al-Buh}u>s\ al-Isla>miyah bi al-Azhar, Tafsi>r al-Wasi>t} li al-
Qur’a>n al-Kari>m, Juz VI (Cet. I; al-Haiah al-‘Ulama>’ li Sya’an al-Mut}a>bi’ah al-Ami>riyyah, 1393
H/1973 M), h. 1277.

8
berinisiatif memusatkan antara hadis dan sains dalam satu patron studi rekayasa

genetika manusia. Sebagai langkah awal akan diuraikan pengertian judul, yaitu

sebagai berikut:

1. Konvergensi

Konvergensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

keadaan menuju satu titik pertemuan.15 Hadis sebagai salah satu sumber hukum

Islam yang mendapat legitimasi Ilahi, seyogianya mengandung informasi yang

tidak bertentangan dengan fakta ilmiah yang telah mapan, namun bukan berarti

hadis harus akomodatif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Penelitian ini akan

mengelaborasi pesan hadis dengan perkembangan ilmu genetika dalam satu titik

temu.

2. Hadis

Kata hadis berasal dari bahasa Arab yaitu, al-H{adi>s\, bentuk pluralnya

adalah al-Ah}a>di>s\. Secara etimologi, kata yang tersusun atas huruf h}a, dal, dan s\a

memiliki beberapa arti, antara lain sesuatu yang sebelumnya tidak ada (baru).16

Sebagian ulama menetapkan bahwa kata ah}ad> is\ adalah jamak dari h}adi>s\, menurut

al-Zamakhsyari> bahwa kata ah}ad> is\ adalah isim jamak dari hadis bukan

jamaknya.17

Sedangkan secara terminologi ulama berbeda pendapat, menurut ahli


hadis adalah segala ucapan, perbuatan dan keadaan Nabi saw. termasuk ke dalam

‚keadaan beliau‛ segala yang diriwayatkan dalam kitab sejarah, seperti


kelahirannya, tempatnya dan yang bersangkut paut dengan itu, baik sebelum

15
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. IV; Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2008 M), h. 730.
16
Muh{ammad ibn Mukrim ibn Manz{u>r al-Afrīqī, Lisān al-'Arab, Juz II (Cet. I; Bairu>t:
Dār S}ādr, t. th.), h. 131.
17
Abu> H{ayya>n Muh}ammad ibn Yu>suf ibn ‘Ali> ibn Yu>suf ibn H{ayya>n ibn As\i>r al-Di>n al-
Andalusi>, al-Bah}r al-Muh}i>t} al-Tafsi>r, Juz VII (Bairu>t: Da>r al-Fikr, 1420 H), h. 564.

9
diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya. Definisi menurut ahli ushul hadis

adalah segala perkataan, perbuatan dan taqri>r Nabi saw. yang bersangkutan

dengan hukum.18 Sementara ulama hadis mendefinisikan, hadis adalah apa saja

yang berasal dari Nabi saw. yang meliputi empat aspek yaitu qauli (perkataan),

fi'li (perbuatan), taqriri> (ketetapan) dan washfi> (sifat/moral).19


Demikian para ulama berbeda dalam mendefinisikan istilah hadis.

Namun, definisi yang menjadi tolak ukur dalam pembahasan skripsi ini adalah

pandangan yang dikemukakan oleh ulama hadis dan ahli hadis.

3. Sains

Kata sains berasal dari bahasa latin scientia yang berarti pengetahuan

atau mengetahui. Sains (science) dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan

kealaman (natural science) yaitu ilmu pengetahuan mengenai alam dan segala

isinya yang sistematis dan didasari observasi, kajian dan percobaan-percobaan.20

Sains menurut Baiquni adalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam

yang diperoleh sebagai konsensus para pakar, melalui penyimpulan secara

rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data pengukuran yang

diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam.21

Sains dalam pengertian umum adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari berbagai fenomena alam secara terorganisir, sistematik dan melalui


metode saintifik yang terbakukan, sehingga rahasia yang dikandungnya dapat

18
Teungku Muhammad Hasbi al-Siddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009 M), h. 4-5.
19
Muh}ammad Jama>l al-Di>n al-Qa>simi>, Qawa>id al-Tah}di>s\ (Bairu>t: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyah, t.th.), h. 61. Lihat, Idri, Studi Hadis (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010 M), h. 8.
20
Abdul Malik Wello, Filsafat Ilmu dan Sains Perspektif Islam (Makassar: Alauddin
University Press, 2013 M), h. 63.
21
Ahmad Baiquni, al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1995 M), h. 58-60.

10
diungkap dan dipahami. Dalam usaha mengungkap rahasia alam tersebut, sains

melakukannya dengan menggunakan metode ilmiah.22

4. Rekayasa

Term rekayasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

penerapan kaidah-kaidah ilmu dalam pelaksanaan (seperti perancangan,

pembuatan konstruksi, serta pengoperasian kerangka, peralatan, dan sistem yang

ekonomis dan efisien).23 Seorang anak dalam bentuk fisiologi seringkali berbeda

dengan orang tuanya, demikian sifat dominan yang ditonjolkan tidak sama

disebabkan gabungan 46 kromosom dari ayah dan ibu yang membawa replika gen

keturunan sebelumnya. Rekayasa untuk memilih salah satu kromosom sebagai

sifat dominan telah dapat dilakukan seiring dengan perkembangan ilmu genetika.

5. Genetika

Secara etimologi kata genetika berasal dari kata genos24 dalam bahasa

latin, yang berarti asal mula kejadian. Namun, genetika bukanlah ilmu tentang

asal mula kejadian meskipun pada batas-batas tertentu mempunyai keterkaitan

dengan hal itu. Genetika ialah ilmu yang mempelajari seluk-beluk alih informasi

hayati ke generasi atau transmisi ciri-ciri dari tetua ke keturunan melalui gen

dalam kromosom.25

22
Ribkahwati, dkk., Ilmu Kealaman Dasar (Cet. I; Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012 M), h.
35. Abuddin Nata, dkk., Pengantar Studi Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2012 M), h. 237.
23
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1157.
24
Genos atau gen adalah subunit kromosom yang terdiri atas DNA yang mengontrol ciri-
ciri hereditas organisme. Gen terdiri dari seribu pasang basa dalam satu molekul DNA. Yang
mempunyai informasi tersandi. Ini disebut kode genetik dan menentukan jenis protein yang
disintesis oleh sel, terutama enzim yang kemudia mengimla fungsi dan struktur sel serta jaringan
dan akhirnya organism, jadi sebuah sel atau organism merupakan ekspresi gen yang diwarisinya
(dan lingkungan tempat organism tersebut hidup). Kode genetik merupakan susunan pansangan
basa nitrogen dalam DNA. Setiap kelompok tiga pasangan basa berdekatan (triplet) bertanggung
jawab mengikat asam amino dalam sel untuk membentuk protein.
25
T. A. Mc Cahill Bsc Diped Mibiol, Collins Gen, terj. Nawangsari Sugiry, Kamus Saku
Biologi (Jakarta: Erlangga, 1994 M), h. 74.

11
Hereditas dapat diketahui dengan melakukan penelitian dan

membandingkan ciri-ciri tetua dengan keturunannya. Oleh karena cara

berlangsungnya alih informasi hayati tersebut mendasari adanya perbedaan dan

persamaan sifat di antara individu organisme, maka dengan singkat dapat pula

dikatakan bahwa genetika adalah ilmu tentang pewarisan sifat.

6. Manusia

Manusia adalah makhluk yang belum dikenal. ‚Man The Unknown‛

begitu judul buku yang ditulis Alexis Carrel, (1873-1944) seorang ilmuan dan

dokter berkebangsaan Perancis dan peraih dua kali hadiah Nobel, sebagaimana

yang dikutip oleh M. Quraish Shihab.26 Sekian banyak definisi yang

dikemukakan ilmuwan menyangkut manusia yang hanya menjelaskan makhluk

ini dari salah satu sisinya. Manusia adalah makhluk yang berpikir dan merasa

serta berkehendak di mana perilakunya mencerminkan apa yang dipikir, dirasa

dan dikehendakinya.27 Manusia adalah makhluk sosial atau binatang cerdas yang

menyusui, atau makhluk yang bertanggung jawab, atau makhluk membaca atau

makhluk tertawa, dan lain-lain sebagainya. Salah satu yang paling muskil pada

manusia adalah jiwa dan akalnya, bahkan tidurnya pun belum banyak diketahui

bagaimana itu terjadi.28

Biarkanlah ilmuwan berbeda pendapat tentang asal usul manusia, namun


yang jelas bagi umat Islam, manusia tercipta dari tanah. Itulah asal usul atau

materi awal penciptaanya. Sungguh menakjubkan manusia itu, tubuhnya tersusun

atas sejumlah sistem, setiap sistem melakukan fungsi tertentu, dan semua sistem

26
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat,
h. 365.
27
Nasaruddin Umar, Deradikalisasi pemahaman al-Qur’an dan Hadis (Cet. I; Jakarta: PT
Alex Media Komputindo, 2014 M), h. 320.
28
M. Quraish Shihab, Dia di Mana-mana ‚Tangan‛ Tuhan di Balik setiap Fenomena, h.
111.

12
berhubungan dan berkomunikasi satu dengan yang lain melalui darah dan saraf.

Sistem tubuh terbentuk dari organ-organ yang mengandung berbagai macam

jaringan. Suatu jaringan merupakan kumpulan sel-sel yang sama, yang

melakukan satu fungsi tertentu.

Inti sel atau nukleus mengandung asam deoksiribonukleat atau

deoxyribonucleic acid (DNA), yaitu zat yang disebut sebagai gen. DNA terdiri
atas dua untai berbentuk spiral, yang menjadi permukaan tempat terdapatnya

molekul-molekul yang namanya dapat disingkat menjadi empat huruf: A,T, C

dan G. Itu adalah kode genetis pada manusia dan dipercaya mengandung semua

informasi yang diperlukan untuk membentuk kehidupan.29

Berdasarkan pengertian judul dan ruang lingkup penelitian di atas, maka

penelitian ini menghendaki pertemuan hadis dan sains dalam penerapan kaidah-

kaidah serta perangcangan genetika manusia yang meliputi rekayasa pengaturan

jenis kelamin dan kemiripan anak.

D. Kajian Pustaka
Hasil karya yang membahas kajian sains dalam hadis maupun genetika

secara mandiri telah lama digagas oleh para cendekiawan, sehingga literatur yang

terkait dengan pembahasan ini dapat ditemukan dalam berbagai sumber. Judul

skripsi yang disusun penulis mengungkap Konvergensi Hadis dan Sains dalam
Rekayasa Genetika Manusia, bahasan ini menghendaki titik temu antara hadis
dan sains dalam proses pewarisan sifat (genetika). Mengingat kajian ini

menggunakan pendekatan ilmiah, maka tuntutan bagi penulis untuk menyajikan

hal urgen yang membedakan dengan hasil karya yang lainnya. Berikut beberapa

karya yang secara umum terkait dengan pembahasan hadis, sains dan genetika.

29
Agus Haryo Sudarmojo, DNA Muhammad Aktivasi Gen Positif dengan Salawat (Cet.
I; Yogyakarta: Buyan, 2013 M), h. 6-7.

13
Zaghlul al-Najjar dalam bukunya, ‚al-‘Ija>z al-‘Ilmi> fi> al-Sunnah al-

Nabawiyah‛ yang diterbitkan oleh Nahd}ah Mis}r li al-T{iba>’ah wa al-Nasyir wa al-


Tauzi>’, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh A. Zidni Ilham
Faylasufa dengan judul ‚Pembuktian Sains dalam Sunnah‛, Juz III (Cet. I;

Jakarta: Amzah, 2007). Buku ini memuat penjelasan fenomena-fenomena alam

yang terdapat dalam hadis-hadis Nabi saw. Sub bahasan pada halaman 111

menguraikan tentang pengaruh gen leluhur yang disertai dengan penjelasan

genetika dan perkembangannya.30 Genetika sebagai salah satu sub bahasan dari

buku ini tidak diuraikan secara terperinci dalam tinjauan sains maupun

kandungan hadis secara partikulir. Sedangkan penelitian ini menjadikan hadis

sebagai landasan untuk menelusuri titik temu kajian genetika.

Buku ‚Dasar-Dasar Genetika‛ karya Cut Muthiadin, (Cet. I; Makassar:

Alauddin University Press, 2013). Buku ini membahas beberapa persilangan yang

dilakukan oleh Mendel dan rumus untuk meramal mengenai keturunan,

menjelaskan bagaimana konsep alel ganda, gen ganda, menjelaskan teori

kemungkinan dalam genetika, gen terpaut, penentuan jenis kelamin, gen

berangkai dan pindah silang, mutasi, dan genetika populasi.31 Pada halaman 2

dan 3 buku ini mengangkat sebuah hadis tetapi tidak menjadi landasan kajiannya,

sebatas tambahan argumentasi bahwa faktor hereditas mempengaruhi warna kulit


manusia.

Muh. Khalifah Mustami dalam bukunya yang berjudul ‚Genetika‛, (Cet.

I; Makassar: Alauddin University Press, 2013). Buku genetika ini berisikan

uraian tentang genetika dalam perspektif Al-Qur’an, perkembangan genetika dan

30
Zaghlul al-Najjar, Al-‘Ija>z al-‘Ilmi> fi> al-Sunnah al-Nabawiyah, terj. Zidni Ilham
Faylasufa, Pembuktian Sains dalam Sunnah, Juz III (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2007 M), h. 111.
31
Cut Muthiadin, Dasar-Dasar Genetika (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press,
2013 M).

14
mendelisme, materi genetik dan sintesa protein, pewarisan sifat sel, teori

kemungkinan, berangkai dan pindah silang, fenotipe dan perubahan genetik, alel

ganda dan gen ganda, rangkaian, kelamin dan penentuan jenis kelamin, dan

rekayasa genetik.32 Pembahasan buku ini lebih mengarah pada kajian sains

sehingga tidak ada sama sekali titik temu yang disajikan antara hadis dan sains.

Sementara titik temu tersebut menjadi tujuan utama dari penelitian ini.

Agus Hery Susanto dalam bukunya, ‚Genetika‛ (Cet. I; Yogyakarta:

Graha, 2011). Buku ini mengungkap bahasan genetika klasik hingga molekuler,

batasan ruang lingkup genetika, sejarah perkembangan dan kontribusinya pada

berbagai bidang kehidupan manusia, beberapa kesalahpahaman tentang

pewarisan sifat, dan persyaratan organisme percobaan genetika.33 Secara

universal buku ini menggunakan pendekatan sains, sehingga tolak ukur yang

menjadi pembeda dengan pembahasan skripsi ini ialah pendekatan hadis Nabi

saw. yang dikombinasikan dengan perkembangan sains.

Maksum Radji dalam bukunya, ‚Rekayasa Genetika Pengantar untuk

Profesi Kesehatan‛ (Cet. I; Jakarta: Sagung Seto, 2011). Kerangka susunan buku

ini difokuskan pada pemahaman tentang materi genetik dan regulasinya, berbagai

teknik utama yang mendukung pengembangan teknologi rekayasa genetika,

aspek reproduksi senyawa protein terapetik dan teknologi formulasinya.


Disamping itu juga diuraikan tentang organisme transgenik yang menjadi sumber

untuk memproduksi senyawa protein rekombinan yang digunakan dalam

pengobatan. Dibahas pula tentang peranan tenaga profesi kesehatan dalam

penanganan produk rekayasa genetika.34 Pada dasarnya buku ini hanya penyajian
32
Muh. Khalifah Mustami, Genetika (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013
M).
33
Agus Hery Susanto, Genetika (Cet. I; Yogyakarta: Graha, 2011 M).
34
Maksum Radji, Rekayasa Genetika Pengantar untuk Profesi Kesehatan (Cet. I; Jakarta:
Sagung Seto, 2011 M).

15
ganetika dalam tinjauan sains, namun dapat membantu dalam mengurai

sistematika genetika menurut saintifik. Sehingga perbedaan mendasar dengan

penelitian ini terletak pada kajian hadis sebagai tolak ukur.

E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan

penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan

suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-

prinsip umum. Metode penelitian adalah cara kerja bersistem yang menentukan

keberhasilan suatu penelitian, serta menjadi langkah awal dimulainya sebuah

kerangka ilmiah untuk membuktikan data yang orisinil. Penelitian ini akan

menyajikan titik temu hadis dan sains dalam konsepsi rekayasa genetik, dengan

mengacu pada metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Orientasi penelitian ini ialah hadis-hadis tentang genetika manusia yang

diperhadapkan dengan konsep sains dengan menggunakan jenis penelitian

kualitatif35. Secara umum penelitian ini merujuk pada literatur yang bersumber

dari bahan tertulis seperti buku, jurnal, artikel, dan dokumen (library research).

Studi pustaka diperlukan sebagai salah satu tahap pendahuluan (prelinmary

research) untuk memahami lebih dalam gejala baru yang tengah berkembang di
lapangan atau dalam masyarakat.

2. Pendekatan

Pendekatan adalah proses, cara, atau usaha dalam rangka aktivitas

penelitian untuk mengadakan hubungan dengan objek yang diteliti, juga dapat
35
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang
terpenting dari suatu barang atau jasa berupa kejadian, fenomena atau gejala sosial yang
merupakan makna dibalik kejadian yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi suatu
pengembangan konsep teori. Djam’am Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian
Kualitatif (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2011 M), h. 22.

16
berarti metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian atau

penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah. Adapun

jenis pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini, dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Pendekatan ilmu hadis

Hadis yang diteliti dalam penelitian ini mengenai hadis-hadis tentang

genetika manusia, sehingga landasan penelitian terlebih dahulu akan merujuk

pada kitab sumber hadis. Selanjutnya, untuk mengetahui kualitas dan interpretasi

hadis, salah satu alternatif dengan menggunakan kitab ilmu hadis, seperti ‘ilm

ma’a>ni>36, ‘ilm rija>l al-h}adi>s\, ‘ilm al-Jarh wa al-Ta’di>l37 dan sebagainya.


b. Pendekatan saintifik

Kegiatan utama di dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan

saintifik, yaitu: pertama, mengeksplorasi informasi atau mencoba, untuk

meningkatkan keingintahuan dalam mengembangkan kreatifitas, dapat dilakukan

melalui membaca, mengamati aktivitas, kejadian atau objek tertentu,

memperoleh informasi, mengolah data, dan menyajikan hasilnya dalam bentuk

tulisan, lisan, atau gambar. Kedua, Mengasosiasi, dapat dilakukan melalui

kegiatan analisis data, mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan

memprediksi atau mengestimasi. Ketiga, mengomunikasikan, sebagai sarana


untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, sketsa,

dan grafik, dapat dilakukan melalui presentasi, membuat laporan, dan/atau untuk

kerja.

36
Ilmu yang mempelajari tentang hal-ihwal kata Arab, sesuai dengan keadaannya,
sehingga terjadi perbedaan pandangan tentang suatu kalimat karena perbedaan keadaan.
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis, h. 5.
37
Ilmu yang membahas hal ihwal para periwayat dari segi diterima atau ditolak riwayat
mereka. Lihat, Abd’ al-Kari>m al-Khat}i>b, Us}u>l al-H{adi>s\: ‘Ulu>muh wa Mus}t}alahuh (Bairu>t: Da>r al-
Fikr, 1975 M), h. 266. Lihat, A. Syahraeni, Kritik Sanad dalam Perspektif Sejarah (Cet. I;
Makassar: Alauddin Press, 2011 M), h. 99.

17
c. Pendekatan ilmu genetik

Genetika adalah bagian ilmu sains dengan materi hereditas dan variasi

berdasarkan gen. Bidang kajian genetika dimulai dari wilayah subselular

(molekular) hingga populasi. Secara lebih rinci, genetika berusaha menjelaskan

material pembawa informasi untuk diwariskan (bahan genetik), bagaimana

informasi itu diekspresikan (ekspresi genetik), dan bagaimana informasi itu

dipindahkan dari satu individu ke individu yang lain (pewarisan genetik).38

3. Pengumpulan dan Sumber Data

Secara leksikal pengumpulan berarti proses, cara, perbuatan

mengumpulkan, penghimpunan dan pengarahan. Data adalah keterangan yang

benar dan nyata, keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian

(analisis atau kesimpulan). Dengan demikian, pengumpulan data dapat diartikan

sebagai prosedur yang sistematis dan memiliki standar untuk menghimpun data

yang diperlukan dalam rangka menjawab masalah penelitian sekaligus

menyiapkan bahan-bahan yang mendukung kebenaran korespondensi teori yang

akan dihasilkan.39 Penelitian ini bersifat kualitatif, sedang proses penyusunannya

merujuk pada literatur kepustakaan (library research), walau demikian tidak


menutup kemungkinan untuk melakukan wawancara eksklusif dengan informan

yang berkecimpung dibidang ini.

Sumber data dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua

bentuk, yaitu: pertama, data primer sebagai sumber data yang menjadi rujukan

38
Elya Nusantari, Genetika: Belajar Genetika dengan Mudah & Komprehensif (Cet. I;
CV Budi Utama: Yogyakarta, 2014 M), h. 2.
39
‘Abd Muin Salim, dkk., Metodologi Penelitian Tafsi>r Maud}u>’i> (Makassar: Pustaka al-
Zikra, 2011 M), h. 109-111.

18
utama dalam pembahasan skripsi ini, meliputi kitab hadis dan ilmu hadis, serta

buku-buku yang membahas genetika secara umum. Kedua, data sekunder sebagai

sumber data yang digunakan untuk mendukung dan melengkapi pembahasan

penelitian ini, misalnya ayat al-Qur’an, buku, artikel, karya ilmiah yang tidak

secara universal terkait dengan pembahasan genetika.

Pengumpulan data dilakukan salah satunya dengan menggunakan

penelitian takhri>j al-H{adi>s\ untuk membuktikan kualitas hadis dengan metode

deskriptif. Sementara interpretasi kandungan hadis didapatkan dari kodifikasi

kitab atau buku-buku dengan mengedepankan sikap selektif demi tercapainya

literatur yang sahih. Adapun langkah-langkah penelitian takhri>j al-H{adi>s\ sebagai

berikut.

Hadis yang akan diteliti memiliki lebih dari satu sanad. Sehingga,

mungkin saja salah satu sanad hadis itu berkualitas daif, sedang yang lain

berkualitas sahih. Untuk dapat menentukan sanad yang berkualitas daif dan yang

berkualitas sahih, maka terlebih dahulu harus diketahui seluruh sanad yang

bersangkutan. Dengan demikian, untuk mengetahui seluruh riwayat hadis yang

sedang akan diteliti, maka perlu dilakukan kegiatan takri>j al-H{adi>s40


\

40
Secara bahasa takhri>j merupakan bentuk masdar dari kata ‫َخترٖما‬,‫َ٘مرج‬,‫ خرج‬yang tersusun
atas huruf kha, ra’ dan jim, yang dapat berarti perbedaan antara dua warna, menyeruh kepada
selain dari yang ada, dan juga dapat bermakna yang terhampar, bertemunya perkara yang saling
kontradiksi dalam satu masalah atau apa yang mendekati bagian terpenting. Sedangkan secara
istilah takhri>j merupakan petunjuk dalam menempatkan hadis atau menelusuri hadis dengan
mengembalikan pada sumbernya, dan juga dapat berarti petunjuk dalam menentukan kedudukan
hadis dengan mengembalikan pada kitab sumber sehingga mengeluarkannya dengan sanad
kemudian menjelaskan derajatnya sesuai dengan hajat. Al-Ha>fiz} al-Syakha>wi> dalam kitabnya
Fath} al-Mugis\, takhri>j adalah seorang ahli hadis mengeluarkan bebarapa hadis dari beberapa
sumber dan dari beberapa guru dan beberapa kitab dan selainnya. Sedangkan menurut Abi> faid}
takhri>j adalah penisbahan hadis kepada sumbernya atau beberapa sumber dari beberapa kitab
sunnah yang mulia dan mengikuti jalannya dan beberapa sanad dan keadaan perawinya dan
menjelaskan derajat hadis apakah kuat atau lemah. Lihat, Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-
Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Maqa>yi>s al-Lugah, Juz II (Bairu>t: Ittiha>di al-Kita>bi al-‘Arabi,
2002 M), h. 140. Lihat, Ah}mad Mukhta>r ‘Abd al-H{ami>d ‘Umar, Mu’jam al-Lugah al’Arabiyah al-
Mu’a>sirah, Juz I (Cet. I: ‘A>lim al-Kutub, 2008 M), h. 628. Lihat, Mah}mud ibn Mikrim ibn ‘Ali>
Abu> al-Fad}, Lisan al-‘Arab, Juz I (Bairu>t: Da>r S{a>dr, 1414 H), h. 30. Lihat, Majid al-Di>n Abu>
T{a>hir Mah}mud ibn Ya’qu>b, al-Qamu>s al-Muh}i>t}, Juz I (Muassasah al-Risa>lah li al-T{aba>’ah), h. 99.

19
Melakukan klasifikasi hadis-hadis tentang rekayasa genatika manusia.

Hadis-hadis yang akan diteliti tidak terikat pada bunyi lafal matan hadis, tetapi

berdasarkan topik masalah. Sehingga untuk menelusurinya, perlu merujuk pada

kitab ataupun kamus yang dapat memberikan keterangan tentang berbagai

riwayat hadis tentang topik tersebut. Setelah dilakukan kegiatan takri>j al-H{adi>s\

sebagai langkah awal penelitian, maka seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun

untuk kemudian dilakukan kegiatan al-I’tiba>r41 yang dilengkapi dengan skema

sanad.

Naqd} al-H{adi>s\ yang mengcakup penelitian sanad dan matan dalam kajian
ini harus memenuhi unsur-unsur kaidah kesahihan hadis, yaitu sanad hadis yang

bersangkutan harus bersambung mulai dari kolektor hadis sampai kepada Nabi

saw. seluruh periwayat dalam hadis tersebut bersifat adil dan dabit, sanad dan

matannya harus terhindar dari kejanggalan (syuz\u>z\) dan cacat (‘illat).

4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Jenis data yang dihimpun dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

metode pengolahan data kuantitatif untuk data yang menunjukkan jumlah

(kuantitas), dan metode pengolahan data kualitatif jika tinjauan berdasarkan

tingkat kualitas data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Lihat, Zulfahmi Alwi, Studi Hadis dalam Tafsir al-Maragi (Cet. I; Makassar: Alauddin
Uneversity Press, 2012 M), h. 27. Lihat, Mah}mud al-T{aha>n, Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-
Asa>nid, Juz I (Cet. III; Bairu>t>: Da>r al-Qur’an al-Kari>m, 1981 M), h. 14. Lihat, H{amzah ‘Abdulla>h
al-Mali>ba>ri>, Kaifa Nadrus ‘Ulum Takhri>j al-H{adi>s\, Juz I (Cet. I; ‘Ama>n: Da>r al-Ra>zi> li al-T{aba>’ah
wa al-Nasyir wa al-Tauzi>’, 1998 M), h. 27. Lihat, H}amzah ‘Abdulla>h al-Mali>ba>ri> dan Sult}a>n al-
‘Uka>yalah, Kaif Nadrus ‘Ilmu al-Takhri>j (Cet. I; ‘Amma>n; Da>r al-Ra>zi>, 1998 M), h. 18. Lihat,
Abi al-Faid} Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Siddi>q, al-Hida>yah fi> Takhri>j Ah}a>di>s\ al-Bida>yah, Juz I (
Cet. I; Bairu>t: ‘A>lim al-Kutub, 1987 M), h. 11.
41
Al-I’tiba>r adalah peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat
diketahui sesuatunya yang sejenis.‛ Menurut istilah ilmu hadis, al-I’tiba>r adalah menyertakan
sanad-sanad lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu bada bagian sanadnya tampak hanya
terdapat seorang periwayat saja dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan
dapat diketahi apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad
hadis yang dimaksud.

20
pengolahan data kualitatif, meskipun tidak tertutup kemungkinan penggunaan

metode pengolahan data kuantitatif jika data yang dihadapi adalah data

kuantitatif. Adapun langkah-langkah pengolahan data penelitian ini sebagai

berikut:

a. Tahap pertama, metode deskriptif bertujuan menggambarkan keadaan obyek

atau materi dari peristiwa tanpa maksud mengambil keputusan atau

kesimpulan yang berlaku umum. Jadi metode ini bukan untuk pembahasan,

tetapi digunakan untuk penyajian data dan atau informasi materi terhadap

sejumlah permasalahan sesuai dengan data yang didapatkan. Dengan kata

lain, semua data dan informasi yang berkaitan dengan hadis dan sains yang

dikutip dari berbagai sumber akan disajikan dalam bentuk apa adanya.

b. Pada tahap kedua menggunakan metode analisis, dengan tujuan memilih dan

mempertajam pokok bahasan lalu diproyeksikan dalam bentuk konsepsional

dan menyelidiki kandungannya menjadi satu rangkaian pengertian yang

bersifat terbatas. Maka untuk efektifnya kerja metode ini, penulis akan

menggunakan penalaran ilmiah dengan pola berpikir (logika) induktif

sebagai pisau analisis kerjanya.42

c. Selanjutnya pada tahap ketiga akan digunakan metode komparasi untuk

membandingkan keragaman informasi yang didapatkan. Hal ini dimaksudkan


agar lebih dapat mengungkap titik temu antara kandungan hadis dengan

argumentasi sains tentang rekayasa genetika manusia.

42
Logika induktif adalah mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang
lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan
yang bersifat umum. Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, edisi revisi (Cet. IX; Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2009 M), h. 203.

21
F. Tujuan dan Kegunaan

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka tujuan penelitian ini dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Membuktikan orisinalitas hadis tentang rekayasa genetika manusia

2. Menjelaskan konsep rekayasa genetika manusia berdasarkan tinjauan hadis

dan sains

3. Mengungkap titik temu antara rekayasa genetika secara saintifik yang

bersifat akomodatif terhadap eksistensi hadis.

Selanjutnya, melalui penelitian ini, dapat memberikan banyak manfaat

antara lain, yaitu:

1. Mengkaji dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penelitian skripsi

ini, sedikit banyaknya akan menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam

kajian hadis dan menjadi sumbangsi bagi insan akademik, baik dimasa

sekarang maupun dimasa yang akan datang.

2. Memberikan pemahaman mendasar tentang hadis, dengan menjelaskan

proses pewarisan sifat dan mempunyai nilai pragmatis yang luas. Penelitian

ini dapat memberi manfaat bagi manusia secara umum dan umat Islam

khususnya, dengan terbuktinya orisinalitas hadis melalui pendekatan ilmiah

sedikit banyaknya dapat mengokohkan iman umat Islam, berimplikasi


positif bagi kehidupan sosial kemasyarakatan, khususnya bagi peneliti itu

sendiri, sehingga khazanah intelektual dapat terwujud dengan ilmu ilmiah

dan amal amaliah, serta hidup damai dalam nuansa islami.

22
BAB II
WAWASAN SAINTIFIK TENTANG GENETIKA MANUSIA

Keanekaragaman makhluk hidup merupakan fenomena normal yang

terjadi dalam kehidupan, baik yang menyangkut dunia tumbuhan, hewan maupun

manusia. Keanekaragaman ini mudah diamati pada penampilan luar yang

merupakan kumpulan ciri-ciri makhluk hidup.43 Sebagaimana firman Allah swt.

dalam QS Fa>t}ir/35: 28.


ِ ِ ‫َوِم َنَالن‬
ٌ ‫اب ََو ْاألَنْػ َع ِاـَُمُْتَل‬
ُ‫فَأَلْ َواَنَُو‬ ّْ ‫َّو‬
َ ‫َّاس ََوالد‬
Terjemahnya:
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya).44
Keanekaragaman dan variasi makhluk hidup dapat diamati dengan adanya

perbedaan bentuk, ukuran, struktur, warna, dan fungsi tubuh dengan organ-

organnya. Pada makhluk hidup terdapat persamaan dan perbedaan antara satu

individu dengan yang lainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa diantara makhluk

hidup yang menghuni bumi ini tidak ditemukan dua jenis individu yang persis

sama, walaupun berasal dari satu induk. Ungkapan al-Qur’an di atas sebagai

representasi adanya keragaman dan variasi pada makhluk hidup. Variasi yang

muncul pada makhluk hidup disebabkan oleh zat yang sangat kecil yang desebut

dengan gen. Rasulullah saw. bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh

Ima>m al-Bukha>ri>.
ِ َّ‫يدَبْ ِنَالْمسي‬ ِ ِ ‫ابَعن‬ ٍ ِ ٌِ ِ‫اَمال‬
ُ ‫َع ْنَأَِِب‬
َ‫َىَريْػَرة‬ َ ‫ب‬ َ ُ ِ ِ ِ‫َسَّع‬ َ ْ َ ‫َع ْنََّابْ ِنَش َه‬ َ ‫ك‬ َ ََّ‫َح َّدثَػن‬ َْ َ‫َح َّدثَػن‬
َ َّ َ‫اَٗم ََيَبْ ُنَقَػَز َعة‬ َّ ‫أ‬
َ‫َى ْل‬َ ‫َس َوُدَفَػ َقا َؿ‬ْ ‫َوِل َدَِلَغُ َال ٌـَأ‬ ُ ‫وؿ َِاللو‬ َ ‫اَر ُس‬
َ َ‫َعلَْيو ََو َسل َمَفَػ َق َاؿَي‬ َ ُ‫َصلىَاللو‬ َ ‫َِّب‬ َّ ِ‫َف ََرُِج ًالَِأَِتَىَالن‬
َ‫ََّن‬
ََّ ‫َ٘ٗؽ َقَ َاؿ َنَػ َع ْم َقَ َاؿ َفَأ‬
‫َى ْل َف َيهاَم ْن َأ َْوَر‬ َ ‫َماَأَلْ َوانػُ َهاَقَ َاؿ َْحٌُْر َقَ َاؿ‬
َ ‫ك َم ْن َإب ٍل َقَ َاؿ َنَػ َع ْم َقَ َاؿ‬ َِ َ‫ل‬
ِ
)‫ي‬ّ ‫(رَواهَُالْبُ َخا ِر‬
َ ُ‫َى َذاَنَػَز َع َو‬
َ‫ك‬ َ َ‫كَقَ َاؿَلَ َعلَّوَُنَػَز َعوَُع ْر ٌؽَقَ َاؿَفَػلَ َع َّلَابْػن‬ َ ‫َذل‬
43
Abdul Salam, Keanekaragaman Genetik (Cet. I; Andi Offset: Jakarta, 1994 M), h. 1.
44
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 620.
45
Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz VII, h.
53.

23
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Yah}ya> bin Quza’ah telah menceritakan
kepada kami Ma>lik dari Ibn Syiha>b dari Sa’i>d bin al-Musayyab dari Abu>
Hurairah bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi saw. dan berkata,
‚Wahai Rasulullah, istriku telah melahirkan anak yang berkulit hitam.‛
Beliau bertanya: ‚Apakah kamu memiliki beberapa ekor unta?‛, laki-laki
itu menjawab ‚ya‛ beliau melanjutkan bertanya: ‚Lalu apa saja warna
kulitnya?‛. Ia menjawab ‚Merah‛ beliau bertanya lagi: ‚Apakah di antara
unta itu ada yang berkulit keabu-abuan?,‛ laki-laki itu menjawab, ‚ya‛.
Beliau bertanya: ‚Kenapa bisa seperti itu?,‛ laki-laki itu menjawab,
‚mungkin itu berasal karena faktor keturunan.‛ Beliau bersabda: ‚mungkin
juga anakmu seperti itu (karena faktor keturunan).‛
Gen (pembawa sifat keturunan) tersusun dari nukleotida dengan panjang

tertentu yang mengkode sajumlah jenis protein. Gen-gen yang terdapat dalam
kromosom disebut lokus. Setiap gen memiliki pasangan pada kromosom

homolognya. Informasi keberpasangan atas ciptaan Tuhan secara eksplisit dapat

dijumpai dalam Al-Qur’an. Allah swt. berfirman sebagaimana dalam QS Al-

Z|ar> iya>t/51: 49.


ِ ْ ‫اَزْو َج‬
َ‫ْيَلَ َعلَّ ُك ْمَتَ َذ َّك ُروف‬ ٍ ‫وِمنَ ُكل‬
َ َ‫َخلَ ْقن‬
َ ‫َش ْيء‬
َ ّْ ْ َ
Terjemahnya:
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah.46
Mengingat betapa Maha Kuasa-Nya, dan mengingat pula betapa Agung

nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada manusia dan semua makhluk.

Demikianlah, manusia dapat menemukan Allah dalam kebersamaan makhluk, dan

memang Dia wujud dan dapat ditemukan ‚di mana-mana.‛

A. Definisi Term Genetika


Genetika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata genno

yang berarti ‚melahirkan‛. Genetika merupakan ilmu yang menyangkut

pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun sub organisme (seperti

virus dan prion). Ada pula yang dengan singkat mengatakan, genetika adalah

46
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 656.

24
ilmu tentang gen. Nama ‚genetika‛ pertama kali diperkenalkan oleh William

Bateson.47

Pewarisan sifat dipengaruhi oleh gen yang memiliki peran untuk

menumbuhkan karakter.48 Demikian pada umumnya sifat keturunan biasanya

identik dengan sifat induknya (setengah dari kromosom ayah dan setengah

kromosom ibu) melalui proses pembelahan sel. Biasa dilihat warna kulit anak

putih serupa dengan warna kulit ayahnya sedangkan jenis rambut keriting yang

serupa dengan rambut ibunya dan lain sebagainya. Dalam sebuah hadis Nabi saw.

menjelaskan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh gen.

ُ‫َى َذاَنَػَز َع َو‬


َ‫ك‬ َ َ‫فَػلَ َع َّلَابْػن‬
Artinya:
Nabi saw. bersabda: ‚mungkin juga anakmu seperti itu (karena faktor
keturunan).‛
Hadis di atas menunjukkan faktor heriditas mempengaruhi warna kulit

seseorang, ciri-ciri fisik tidak harus diwarisi dari orangtua saja tapi bisa juga dari

nenek moyangnya, sifat fisik inilah yang disebut dengan keturunan. Rasulullah

saw. juga mengisyaratkan adanya pengaruh genetis pada perilaku seseorang

sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan Ima>m Ibn Ma>jah.


َ‫يَ َع َْنَ ِى َش َِاـَبْ َِنَعُْرَوَةَ َع َْنَأَبِ َِيو‬ ْ َ‫ثَبْ َُنَ ِع ْمَرا َف‬
َُّ ‫اْلَ ْع َف ِر‬ َُ ‫اْلَا ِر‬ ٍَ ِ‫َح َّدثػَنَاَ َعْب َُدَاللََِّوَبْ َُنَ َسع‬
ْ َ‫يدَ َح َّدثػَنَا‬
ََ‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْيَِو َ َو َسلَّ ََم َ َختَيَّػ ُروا َلِنُطَِف ُك َْم َ َوانْ ِك ُحوا َ ْاألَ ْك َف َاء‬ ِ َُ ‫اؿ َرس‬
َ َ ‫َٗو‬َّٜ‫وؿ َالل‬ ُ َ ََ َ‫ت ق‬ َْ َ‫َع َْن َ َعائِ َشةَ َقَال‬
َ )ُ‫اج َو‬ ََ ‫َوأَنْ ِك ُحواَإِلَْي ِه َْم‬
ََ ‫(رََو َاهَُ َابْ َُنَ ََم‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdulla>h ibn Sa’i>d berkata, telah
menceritakan kepada kami al-Haris\ ibn ‘Imra>n al-Ja’fari> dari Hisya>m ibn
‘Urwah dari bapaknya dari ‘A<isyah ia berkata, Rasululla>h saw. bersabda:
‚Pandai-pandailah memilih untuk tempat sperma kalian. Nikahilah wanita-
wanita yang setara, dan nikahkanlah mereka.‛

47
Muh. Khalifah Mustami, Genetika (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013
M), h. 10.
48
Neil A. Campbell, International Student Edition Biology (Addison Wesley Longman,
Singapore, 2000 M), h. 217.
49
Ibnu Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Yazi>d al-Qazwi>ni>, Sunan Ibnu Ma>jah, Juz I,َ
h. 633.

25
1. Kromosom

Kromosom adalah bahan pembawa sifat keturunan yang berupa benda-

benda halus berbentuk batang panjang atau pendek dan lurus atau bengkok yang

terdapat di dalam nukleus (inti sel). Ukuran kromosom bervariasi dari satu

spesies ke spesies lainnya. Panjang kromosom berkisar antara 0.2-50 µ,

diameternya antara 0.2-20 µ.50

Kromosom dapat diidentifikasi dengan mengambil salah satu sel tubuh,

misalnya sel kulit, sel darah putih, sel saraf atau sel lainnya yang memiliki

nukleus, maka di dalam nukleus sel terdapat 46 kromosom. Kromosom ini

masing-masing mempunyai pasangan dengan morfologi yang serupa, sehingga

dikenal pasangan ke-1, pasangan ke-2, dan seterusnya sampai dengan pasangan

ke-23. Pasangan kromosom ke-1 sampai dengan ke-22 dinamakan (kromosom

somatis), sedangkan pasangan ke-23 dinamakan gonosom (kromosom seks).

Sepasang gonosom ini, pada wanita lazim diberi simbol XX. Sedangkan pada

pria lazim diberi symbol XY. Fungsi utama kromosom adalah untuk menyimpan

materi genetik. Materi genetik inilah yang akan menentukan sifat dan kekhasan

setiap individu. Materi genetik yang tersimpan dalam kromosom mengandung

formulasi yang akan membentuk kehidupan setiap individu, sehingga semua

kejadian yang telah lalu terekam dengan baik dalam materi genetik tersebut.
Konsep ini sejalan dengan ajaran agama karena jejak rekam kehidupan baik

dalam bentuk amalan apapun niscaya akan diperlihatkan dengan sangat jelas

kelak karena telah tercatat dalam kitab yang kokoh. Al-Qur’an memberi

informasi bahwa semuanya telah tertulis dengan baik dalam sebuah kitab.

Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Mut}affifi>n/83: 7-9.


ِ َ ‫اَس ّْج‬
ِ ‫َوماَأ َْدر َاؾَم‬،‫ْي‬ ِ ِ ِ ِ ََّ ‫َك‬
َ‫وـ‬
ٌ ُ‫اب ََم ْرق‬
ٌ َ‫ََكت‬،‫ْي‬
ٌ َ َ َ َ ٍَ ‫ابَالْ ُف َّجا ِرَلَفيَس ّْج‬
َ َ‫الَإ َّفَكَت‬

50
Suryo, Genetika (Cet. VIII; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005 M), h. 9.

26
Terjemahnya:
Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka
tersimpan dalam sijjin. Tahukah kamu apakah sijjin itu. (Ialah) kitab yang
bertulis.51
Kezaliman dan dosa apa pun walau sekecil bola atom, kelak Allah swt.

akan mendatangkan balasannya. Jika amalan tersebut baik, maka balasan yang

diperoleh akan baik pula. Adapun jika amalan itu jelek, maka balasan yang

diperoleh pun jelek.52 Meskipun kejelekan dan kebaikan sebesar atom (teramat

kecil).53 Allah swt. berfirman dalam QS Al-Luqma>n/31: 16.


َ‫ضَيَأْ ِت ََِّٔا‬ ِ ‫َالسماو‬
ْ ‫اتَأ َْو َِف‬
َِ ‫َاأل َْر‬ ِ ٍ َ ‫َخ ْرَد ٍؿَفَػتَ ُك ْن َِف‬
َ َ َّ ‫َص ْخَرةَأ َْوَف‬
ِ ٍ ‫اؿ‬
َ ‫َحبَّةَم ْن‬
ِ ُ َ‫ياَبػِنَإِنػَّهاَإِ ْفَت‬
َ َ ‫كَمثْػ َق‬ َ ََّ ُ َ
ِ
َ ٌ َ ‫اللَّوَُإِ ََّفَالل‬
‫َخبِ ٌَي‬‫يف‬ ‫ط‬ َ‫ل‬َ‫و‬َّ
Terjemahnya:
(Luqman berkata): ‚Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya)‛. Sesungguhnya
Allah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.54
2. DNA

DNA atau Deoxyribo Nucleic Acid merupakan asam nukleat yang

menyimpan semua informasi genetik. DNA inilah yang menentukan jenis

rambut, warna kulit dan sifat-sifat khusus dari manusia. DNA akan menjadi

cetak biru (blue print) ciri khas manusia yang dapat diturunkan kepada generasi

selanjutnya. Sehingga dalam tubuh seorang anak komposisi DNA-nya sama

dengan tipe DNA yang diturunkan dari orangtuanya. Secara etimologi, Deoxrybo

Nucleic Acid (DNA) tersusun dari kata-kata ‚deocyribosa‛ yang berarti gula

51
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 878.
52
Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r al-Qurasyi> al-Bas}ri>, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-
‘Az}i>m, Juz VI (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H), h. 302.
53
Muh}ammad ibn ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn ‘Abdulla>h al-Syauka>ni> al-Yamani>, Fath} al-
Qadi>r, Juz IV (Cet. I; Bairu>t; Da>r Ibn Kas\i>r, 1414 H), h. 274.
54
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 582.

27
pentosa,55 ‚nucleic‛ yang lebih dikenal dengan nukleat berasal dari kata

‚nucleus‛ yang berarti inti serta ‚acid‛ yang berarti zat asam.56
Secara terminologi DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling

penting, yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya atau dari

makhluk dalam keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. DNA

adalah bahan kimia utama yang berfungsi sebagai penyusun gen yang menjadi

unit penurunan sifat (hereditas) dari induk kepada keturunannya. H. M Nurchalis

Bakry berpendapat bahwa di dalam DNA-lah terkandung informasi keturunan

suatu mahluk hidup yang akan mengatur program keturunan selanjutnya. Hal

yang sama dikemukakan oleh Aisjah Girindra bahwa asam nukleat atau yang

biasa dikenal dengan DNA itu bertugas untuk menyimpan dan mentransfer

informasi genetik, kemudian menerjemahkan informasi ini secara tepat.57

Struktur DNA mirip dengan struktur RNA Perbedaan diantara keduanya

terdapat pada jenis gula dan pada monomernya serta jumlah untai penyusunnya.

Basa nitrogen yang terdapat pada DNA adalah adenin, guanin, sitosin dan timin,

sedangkan pada RNA jenis basanya adalah adenin, sitosin, guanin dan urasil.

RNA merupakan polinukleotida yang membentuk satu rantai/untai. Sedangkan

DNA merupakan polinukleotida yang membentuk dua untai (heliks ganda).58

DNA merupakan tempat penyimpanan informasi genetik. Ia


mengendalikan kejadian-kejadian yang berlangsung dalam hidup manusia,

sehingga sekecil apapun perilaku seseorang, baik yang terpuji maupun tercela

semuanya tersimpan dengan baik di dalam DNA. Secara implisit informasi ini

55
Suryo, Genetika Strata I (Yogyakarta: Gajah Mada Unuversity Press, 2001 M), h. 59.
56
Arum Gayatri, Kamus Kedokteran (Jakarta: Arcan, 1990 M), h. 4.
57
Aisjah Girindra, Biokimia I (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993 M), h. 114.
58
Cut Muthiadin, Dasar-Dasar Genetika, h. 13.

28
telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah swt. dalam QS Al-

Zalza>lah/99: 7-8.
َ ‫َ َوَم ْنَيػَ ْع َم ْل َِمثْػ َق‬،ُ‫َخْيػًراَيػََرَه‬
َ ‫اؿَ َذ َّرٍة‬
ُ‫َشِّراَيػََرَه‬ َ ‫فَ َم ْنَيػَ ْع َم ْل َِمثْػ َق‬
َ ‫اؿَ َذ َّرٍة‬
Terjemahnya:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat z\arrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar z\arrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.59
B. Historisitas Genetis
1. Asal-usul gen manusia

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna terdiri dari komponen

jasmani.60 Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS Al-Ti>n/95: 4.


َ‫َح َس ِنَتَػ ْق ِو ٍي‬
ْ ‫اَاْلنْ َسا َف َِفَأ‬
ِْ َ‫َخلَ ْقن‬
َ ‫لََق ْد‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.61
Spesies manusia adalah satu diantara 1,5 juta spesies penghuni bumi yang

sudah dikenal. Sebagian besar klasifikasi tradisional, Homo Sapiens merupakan

satu-satunya spesies yang mirip manusia zaman sekarang, satu rumpun yang

mencakup kera Asia (owa, siamang, dan orangutan) dan kera Afrika (simpanse

dan gorila). Kalau dilihat begitu saja, klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa

meskipun manusia memiliki banyak kemiripan dengan kera besar, tapi perbedaan

biologis dengan manusia sekarang sudah cukup menonjol sehingga Homo

Sapiens ditempatkan ke dalam satu famili monotipik (suatu kehormatan khusus

dalam praktik sistematika hewan secara umum).62 Namun demikian, fosil

59
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 909.
60
Abdul Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011 M), h. 148.
61
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 903.
62
John L. Avise, The Genetic Gods: Evolution and Belief in Human Affairs, terj.
Leinovar Bahfein, Tuhan-Tuhan Genetis Kuasa Gen atas Takdir Manusia (Cet. II; PT Serambi
Ilmu Semesta: Jakarta, 2007 M), h. 59.

29
manusia dan kera besar tidak banyak, dan masih terdapat celah dalam

pemahaman mengenai asal-usul manusia berdasarkan bukti fosil semata.63

Para ilmuan telah mengembangkan teknologi laboratorium yang

memungkinkan pengujian (essay) gen dan produk proteinnya.64 Lewat studi DNA

mitokondria,65 ilmuan telah menemukan sejarah perbedaan geneologi dalam

spesies manusia zaman sekarang.66 Berdasarkan kalibrasi jam DNA mitokondria,

para peneliti menyimpulkan bahwa semua garis keturunan segenap manusia yang

ada sekarang bisa dirunut secara geneologi kepada seorang nenek moyang

perempuan yang hidup sekitar 200.000 tahun yang lalu, kemungkinan di Afrika.67

Berdasarkan historitas dari hasil penelitian para ilmuan, paling tidak dapat

disimpulkan bahwa DNA seluruh manusia bersumber dari satu individu yang

kemudian berkembangbiak dan menghasilkan keanekaragaman makhluk yang

disebut dengan manusia. Allah swt. berfirman dalam QS Al-Hujura>t/49: 13.


‫اَوقَػبَائِ َلَلِتَػ ََع َارفُوا‬
َ ً‫َشعُوب‬
ِ
َ ‫َّاسَإِن‬
َ َ‫َّاَخلَ ْقنَا ُك ْمَم ْنَذَ َك ٍر ََوأُنْػث‬
ُ ‫ىَو َج َع ْلنَا ُك ْم‬ ُ ‫يَاَأَيػُّ َهاَالن‬

63
Untuk tinjauan lengkap mengenai evolusi manusia dari sudut pandang morfologi,
Genetika, dan perspektif lainnya. Lihat, S. Jones, R. Martin dan D. Pilbeam, The Cambridge
Encyclopedia of Human Evolution (Cambridge: Cambridge University Press, 1992 M). Lihat
juga, P. Mellors Scrta C. Stringer, The Human Revolution (Edinburgh: University Press, 1998
M). Untuk penjelasan popular mengenai posisi manusia dalam dunia biologis. Lihat, R. Lewin,
Human Evolution (Boston, Mass: Blackwell, 1993 M).
64
J.C. Avise, Molecular Markes, Natural History and Evolution (New York: Chapman &
Hall, 1994 M).
65
Mitokondria merupakan pabrik tenaga miniatur yang menghasilkan energi untuk
berbagai fungsi sel melalui proses metabolisme. Tiap sel mempunyai benyak mitokondria
penghasil energi.
66
W.M Brown, Polymorphism in Mitochondrial DNA of Human as by Restiction
Endonuclease Analysis (Proc. Natl. Acad. Sci. USA 77,1980 M). Lihat juga, R.L. Cann, The
Myth of Eve: Molecular Biology and Human Origins (Science 270, 1995 M). Lihat juga, N.
Takahata, A Genetic Perpective on the Origin and of Humans (Annu. Rev. Ecol. Syst. 26, 1995
M).
67
M. Nei & N. Takezaki, The Root of the Phylogenetic Tree of Human Populations
(Molec. Biol. Evol. 13, 1996 M). Lihat juga, S. A. Tishkoff, Global Patterns of Linkage
Disequilibrium at the CD4 Locus and Modern Human Origins (Science 271, 1996 M).

30
Terjemahnya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.68
2. Sejarah seputar perencanaan jenis kelamin anak

Pada zaman Yunani, masyarakat meyakini bahwa untuk mendapatkan

anak laki-laki, pasangan suami-istri melakukan hubungan seksual harus berada

disebelah kanan supaya sperma suami langsung mengalir ke sebelah kanan rahim

istri. Kebanyakan orang Yunani kuno mempercayai segala sesuatu yang

berkaitan dengan kanan, itu melambangkan hal yang baik dan adil. Sementara

itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan kiri melambangkan hal yang kurang

baik dan suka bertele-tele. Oleh karena itu, untuk mendapatkan anak perempuan

pasangan suami istri pada saat melakukan hubungan harus berada di sebelah kiri.

Ada juga kepercayaan lain yang menyatakan bahwa arah mata angin,

yaitu arah utara dan selatan bisa mempengaruhi jenis kelamin anak yang akan

dilahirkan saat suami istri melakukan hubungan seksual. Apabila suami istri

melakukan hubungan seksual saat bertiup angin utara akan lebih mudah

mendapatkan anak laki-laki dan begitu juga sebaliknya. Bahkan binatang-

binatang yang menghadap utara atau selatan sewaktu melakukan hubungan

seksual juga ada pengaruhnya. Orang Yunani kuno berpedoman posisi kanan kiri

maupun arah mata angin utara-selatan akan mempengaruhi dalam penentuan

jenis kelamin anak yang diinginkan.69

3. Perkembangan ilmu genetika

Jauh sebelum genetika dapat dianggap sebagai suatu cabang ilmu

pengetahuan, berbagai kegiatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan

68
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 745.
69
Suwignyo Siswosuharjo, Cara Mudah Merencanakan Jenis Kelamin Anak (Penebar
Plus, t. th), h. 7.

31
hidupnya tanpa disadari telah menerapkan prinsip-prinsip genetika. Sebagai

contoh, bangsa Sumeria dan Mesir kuno telah berusaha untuk memperbaiki

tanaman gandum, bangsa Cina mengupayakan sifat-sifat unggul pada tanaman

padi, bangsa Siria menyeleksi tanaman kurma. Demikian pula, di benua Amerika

dilakukan persilangan-persilangan pada gandum dan jagung yang berasal dari

rerumputan liar.

Pada prinsipnya kajian genetika sudah dikenal sejak masa prasejarah,

seperti demostikasi dan pengembangan teknik murni (pemuliaan) ternak dan

tanaman. Orang juga sudah mengenal efek persilangan dan perkawinan sekerabat

serta membuat sejumlah prosedur dan peraturan mengenai hal tersebut sejak

sebelum genetika menjadi bagian dari ilmu pengetahuan. Silsilah tentang

penyakit pada keluarga, misalnya, sudah dikaji sebelum itu. Kajian semacam ini

disebut ‚ilmu pewarisan‛ atau Hereditas.70

Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai

menjelang akhir abad ke-19 ketika seorang biarawan Austria bernama Gregor

Johan Mendel berhasil melakukan analisis yang cermat dengan interpretasi yang

tepat atas hasil-hasil percobaan persilangannya pada tanaman kacang ercis

(pisum sativum).

Sedangkan era genetika molekular dimulai dengan penemuan struktur


DNA pada tahun 1953 dan penemuan bahwa unit fundamental hereditas adalah

DNA dan bukannya protein. Pada akhir tahun 1970-an, sebuah peristiwa penting

lain dalam genetika terjadi ketika para peneliti menemukan teknik, ‚mengklona‛

gen untuk pertama kalinya. Penemuan tersebut mengarahkan pada kemajuan-

kemajuan genetik molekular yang lebih lanjut, termasuk teknologi DNA


70
Hereditas adalah pola pewarisan sifat-sifat yang ada (mata biru, warna merah bunga,
ekor pendek) dari induk ke keturunannya. Lihat, Ursula Goodenough, Genetics, Third Edition,
terj. Soenartono Adisoemarto (Jakarta: Erlangga, 1988 M), h. 1. Lihat juga, Muh. Khalifah
Mustami, Genetika (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013 M), h. 10.

32
rekombinan (rekayasa genetik) dan melahirkan industri bioteknologi yang

dikenal saat ini.71

Menjelang berakhirnya abad ke-20 kemajuan teknologi yang begitu cepat

dibidang genetika sangat menggembirakan, yaitu dengan munculnya teknik

‚rekayasa genetika‛. Sasaran utama teknik ini adalah memanipulasikan gen

dengan melakukan pembiakan (DNA kloning) dari sel atau spesies lain, sehingga

dihasilkan transforman baru yang dapat menghasilkan produk gen yang

dikehendaki. Produk teknologi genetik ini diramalkan akan memberi dampak

besar terhadap jalannya evolusi manusia.72 Paling tidak, perkembangan ilmu yang

digagas oleh para ilmuan diharapkan mampu memberi pengaruh positif terhadap

peradaban manusia. Islam sebagai agama rah}matan lil ‘alami>n sangat merespon

perkembangan iklim ilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-

Zumar/39: 9.
ِ َّ ِ َّ
َ‫ين َََلَيػَ ْعلَ ُموف‬ َ ‫َى ْلَيَ ْستَ ِويَالذ‬
َ ‫ينَيػَ ْعلَ ُمو َف ََوالذ‬ َ ‫قُ ْل‬
Terjemahnya:
Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?.73
C. Demesi Kajian Genetika Manusia
Konsep genetika berkembang dari ilmu yang membahas tentang

bagaimana sifat itu diturunkan menjadi ilmu yang mempelajari tentang materi

genetik. Secara luas genetika membahas struktur materi genetik, meliputi: gen,

kromosom, DNA, plasmid, episom, dan elemen transposable. Reproduksi materi

genetik, meliputi: reproduksi sel, replika DNA. Kerja materi genetik, meliputi:

ruang lingkup materi genetik, transkripsi, kode genetik, translasi, interaksi kerja

71
Susan L. Elford dan William D. Stansfield, Schaum’s Outlines of Theory and Prolems
of, terj. Damaring Tyas W, Genetika edisi Keempat (Jakarta: Erlangga, 2006 M), h. 270.
72
Suryo, Genetika (Cet. VIII; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005 M), h. 2-
4.
73
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 560.

33
gen, kontrol kerja gen pada prokariotik, kontrol kerja gen pada eukariotik,

kontrol genetik terhadap respon imun, kontrol genetik terhadap pembelahan sel,

ekspresi kelamin. Perubahan materi genetik, meliputi: mutasi dan rekombinasi.

Genetika dalam populasi dan perekayasaan materi genetik.74

1. Rekayasa penentuan kemiripan anak

Rasulullah saw. bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ima>m al-

Bukha>ri>.
َ‫اؿَبػَلَ ََغَ َعْب ََدَاللََِّوَبْ ََنَ َس َالٍَـ‬
ََ َ‫سَ َر ِض ََيَاللََّوَُ َعْن َوَُق‬ ٍَ َ‫يَ َع َْنَ ُْحَْي ٍَدَ َع َْنَأَن‬ َُّ ‫َخبَػَرنَاَالْ َفَزا ِر‬ْ ‫َح َّدثػَنَاَ ُُمَ َّم َُدَبْ َُنَ َس َالٍَـَأ‬
َّ َ ‫ََّف‬ٚ٘‫ف َالْ َولَ َِد َفَِإ‬
َ‫الر ُج ََل َإِ َذا َ َغ ِش ََي َالْ َم ْرأََة‬ َ َِ ُ‫ َوأ ََّما َالشَّبََو‬...‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َالْ َم ِدينََة‬ ِ َِ ‫م ْق َد َـ َرس‬
َ َ ‫وؿ َاللََّو‬ َُ ُ َ
َ )‫ي‬ ِ
‫ر‬ ‫ا‬ ‫خ‬ ‫ب‬ْ‫ل‬‫َا‬‫اه‬ ‫و‬ ‫(ر‬ ‫ا‬‫َل‬
َ ََ
‫و‬ ‫َّب‬‫الش‬ ََ
‫ف‬ ‫ا‬ ‫ك‬ َ ‫ا‬ ‫ى‬ ‫اؤ‬ ‫م‬َ َ
‫ق‬
َ َ ُ َ َ ََ َ َ ُ ُ َ ‫ب‬ ‫س‬ َ ‫ا‬ ‫ذ‬ِ‫إ‬‫و‬ َ َ
‫و‬ َ‫ل‬ ََ
‫و‬ ‫َّب‬
‫الش‬ َ َ
‫ف‬ ‫ا‬ ‫ك‬َ ُ ُ َ َ‫فَ َسبَػ َق َها‬
َ َ
‫ه‬‫اؤ‬ ‫م‬
ّ َ ُ ُ ََ َ ُ َ
Artinya:
Telah bercerita kepada kami Muh}ammad ibn Sala>m telah mengabarkan
kepada kami Al-Faza>ri> dari H{umaid dari Anas r.a. berkata; ‘Abdulla>h ibn
Sala>m telah mendengar berita kedatangan Rasulullah saw. ke
Madinah…Rasulullah saw. bersabda mengenai kemiripan pada anak, jika
laki-laki berhubungan dengan perempuan, lalu spermanya (laki-laki)
mendahului ovum (betina), maka anak akan mirip bapaknya, sedangkan
jika ovum (betina) yang mendahului, maka anak akan mirip ibunya.
Terciptanya keragaman yang indah pada makhluk hidup (manusia), di

mana setiap individu anak Adam a.s. memiliki kode genetik sendiri yang

merekam ciri-ciri pribadinya, menentukan karakter-karakternya, talenta yang

dimiliki, dan pembawaan yang membedakannya dengan orang lain. Allah swt.

berfirman dalam QS Al-Ru>m/30: 22.

َ ‫ؼَأَلْ ِسنَتِ ُك َْمَ َوأَلْ َوانِ ُك َْم‬


َُ ‫اختِ َال‬ َِ ‫الس َم َاو‬
َِ ‫اتَ َو ْاأل َْر‬
ْ ‫ضَ َو‬ َّ َ‫َوِم َْنَآيَاتَِِوَ َخ ْل َُق‬
Terjemahnya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya telah menciptakan langit dan
bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.76

74
Elya Nusantari, Genetika Belajar Genetika dengan Mudah & Komprehensif, ed. revisi
(Cet. II; Yogyakarta: Deepublish, 2015 M), h. 2.
75
Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz IV, h.
132.
76
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 573.

34
Untuk mewujudkan hal tersebut, kehendak Allah swt. menetapkan

skenario, sel-sel reproduksi mengalami pembelahan separuh (miosis) agar

masing-masing sel memiliki separuh jumlah kromosom berjenis tertentu (23)

sehingga jumlah tersebut menjadi genap (46) ketika dikawinkan silang.

Proyek pembacaan 3,1 miliyar huruf DNA yang digunakan untuk menulis

kode genetik manusia ini merupakan prestasi ilmiah yang tidak lebih rendah dari

kesuksesan mewujudkan pembelahan atom atau penginjakan kaki di bulan.

Tingkat kesalahan pembacaan ini tidak lebih dari 1/10.000 huruf DNA. Dengan

demikian, sekitar 99 persen kawasan yang mengandung genom manusia telah

terangkum.

Setiap sel hidup memiliki inti sel (nucleus), kecuali beberapa gelintir jenis

sel, misalnya sel-sel darah merah. Inti sel berposisi sebagai otak pemikir bagi sel,

sekalipun sebagai pusat kontrol yang membawa setiap karakter genetiknya dan

tubuh yang digulingnya. Ia mengatur segala aktivitas sel, setiap proses

pertumbuhan, pembelahan dan lain-lain.

Inti sel memuat kode genetik yang mengandung kromosom dalam jumlah

tertentu. Kromosom sendiri terdiri dari molekul-molekul yang sangat kecil,

terdiri dari kumpulan-kumpulan asam deoksiribonukleat dan protein dengan

persentase yang hampir sama. Satu molekul DNA terdiri atas gulungan-gulungan
yang sangat kecil dan tersusun. Bodi kromosom terdiri dari selembar pita dari

gulungan-gulungan ini yang terhubung dengan sejumlah protein.77

Setiap huruf median dari huruf-huruf DNA memiliki panjang yang

merangkum lebih dari 27 juta unsur utama nitrogen dengan urutan (regulasi),

koordinasi, dan korelasi yang sangat akurat dan tidak mungkin seorang yang

77
Zaghlul al-Najjar, Al-‘Ija>z al-‘Ilmi> fi> al-Sunnah al-Nabawiyah, terj. Zidni Ilham
Faylasufa, dkk., Sains dalam Hadis Mengungkap Fakta Ilmiah dari Kemukjizatan Hadis Nabi
(Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2011 M), h. 426.

35
bernalar sehat mempersepsikan hal tersebut sebagai sebuah kebetulan. Asam-

asam nukleat yang ada di dalam inti-inti sel hidup merupakan unsur fosfor yang

sangat kompleks dan dapat dipecah secara kimiawi untuk menghasilkan asam

fosforik, sejumlah molekul gula dan unsur-unsur utama nitrogen.

2. Rekayasa pengaturan jenis kelamin anak

Allah swt. mengibaratkan seorang istri sebagai ladang tempat bercocok

tanam seorang suami. Sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-Baqarah/2: 223.


ِ ِ ‫َشْئتُمَوقَد‬ ِ َّ ‫ثَلَ ُكمَفَأْتُواَحرثَ ُكمَأ‬ ِ
ُ ‫ّْمواَألَنْػ ُفس ُك ْم ََواتػَّ ُقواَاللَّوَ ََو ْاعلَ ُمواَأََنَّ ُك ْم‬
َ‫َم َالقُوهُ ََوبَ ّْش ِر‬ ُ َ ْ ‫ََّن‬ ْ َْ ْ ٌ ‫َح ْر‬َ ‫ن َسا ُِؤُكِ ْم‬
ََ ‫الْ ُم ْؤمن‬
‫ْي‬
Terjemahnya:
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.78
Istri adalah tempat bercocok tanam, bukan saja mengisyaratkan bahwa

anak yang lahir adalah buah dari benih yang ditanam ayah dan bahwa istri hanya

berfungsi sebagai ladang yang menerima benih.79 Pihak ayah mengandung

kromosom Y, bahan yang menentukan jenis kelamin pria dan kromosom X yang

menentukan jenis wanita. Sel sperma yang membawa kromosom Y mempunyai

kepala, dan volume yang lebih kecil dibanding sel sperma X sehingga sel sperma

Y lebih mudah menembus leher rahim. Selain itu, sel sperma Y berenang lebih

gesit dibanding sel sperma X sehingga lebih cepat masuk kedalam rahim hingga

saluran telur untuk kemudian membuahi telur. Sel sperma Y umurnya lebih

pendek (1 hingga 2 hari), sedangkan sel sperma X lebih lama hingga tiga hari. Sel

sperma Y lebih peka terhadap asam, misalnya lendir servik sehingga lebih mudah

78
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 47.
79
M. Quraish Shihab, Dia di Mana-mana ‚Tangan‛ Tuhan di Balik setiap Fenomena, h.
169.

36
mati saat melewati lender tersebut. untungnya jumlah sperma dalam sekali

ejakulasi mencapai puluhan juta sel, entah lebih banyak mana antara Y dan X.80

Inti sel tubuh manusia mengandung 46 buah kromosom, terdiri dari 44

(22 pasang) autosom dan 2 (1 pasang) kromosom kelamin. Seorang perempuan

memiliki 22 pasang autosom dan satu pasang kromosom X, sehingga formula

kromosom untuk perempuan ialah 22AAXX. Sedangkan seorang laki-laki

mempunyai 22 pasang autosom +1 kromosom X + 1 kromosom Y, maka formula

kromosom untuk laki-laki ialah 22AAXY.

Mengingat hal itu, maka perempuan membentuk satu macam sel telur

(ovum) haploid yang mengandung 2 autosom dan sebuah kromosom X (22AX).

Sementara laki-laki membentuk dua macam spermatozoa, yaitu:

a. Spermatozoa yang memiliki 22 autosom dan sebuah kromosom X (22AX)

yang dinamakan ginospermium

b. Spermatozoa yang memiliki 22 autosom dan sebuah kromosom Y (22AY)

yang dinamakan androspermium.

Androspermium lebih kecil daripada ginospermium. Apabila sebuah sel

telur dibuahi oleh sebuah ginospermium, terjadilah anak perempuan. Tetapi jika

dibuahi oleh androspermium, terjadilah anak laki-laki.

D. Urgensi Studi Genetika


Sebagai ilmu pengetahuan dasar, genetika dengan konsep-konsep di

dalamnya dapat berinteraksi dengan berbagai bidang lain untuk memberikan

konstribusi terapannya.81

80
Adi Sucahyono, Merencanakan Jenis Kelamin Anak (Cet. II; Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2009 M), h. 54.
81
Agus Hery Susanto, Genetika (Cet. I; Yogyakarta: Graha, 2011 M), h. 7.

37
1. Tes DNA sebagai alat bukti hubungan nasab
Alat bukti adalah alat yang menjadi pegangan hakim sebagai dasar dalam

memutuskan suatu perkara,82 pembuktian merupakan upaya hukum dengan

menggunakan alat bukti yang sah untuk membuktikan kebenaran perkara yang

diajukan ke pengadilan. Dalam kaidah umum yang dipegang oleh para ulama,

disepakati bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan putusan atau memberi

hukuman kecuali apabila telah ada bukti-bukti yang menetapkan hak.83

Pentingnya penetapan asal usul anak adalah untuk menentukan kedudukan anak

itu sendiri, karena hal ini menyangkut dengan hubungan hukum lainnya seperti

waris, nafkah anak dan lain-lain.

Masyarakat Arab zaman dahulu jika ada masalah tentang keraguan

nasab/asal usul seseorang, mereka menggunakan metode qiya>fah84 yakni

penyelidikan mengenai siapa bapak seorang anak, yang dilakuan oleh qa>if

(syaman).85 Dalam hukum perdata Islam penetapan asal usul seorang anak selain

anak terlahir dari perkawinan yang sah dan adanya pengakuan juga dapat

dibuktikan dengan akta kelahiran. Bila akte kelahiran tidak ada maka hakim

mengeluarkan penetapan asal usul anak setelah diadakan pemeriksaan secara

teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat. Adapun macamnya alat

bukti menurut fuqaha bahwa alat bukti itu ada tujuh macam86 yakni sumpah,

yamin, nukul, qosamah, ilmu pengetahuan hakim, qarinah. Pembuktian

82
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan hukum Positif
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 M), h. 55.
83
Mah}mud Syalt}u>t} & M. Ali al-Sayis, Perbandingan Madzhab dalam Masalah Fiqih , terj.
Ismuha (Cet. VII; Jakarta: Bulan Bintang, 1973 M), h. 289.
84
Qiya>fah adalah suatu keahlian untuk mengetahui kemiripan orang melalui jejak atau
telapak kakinya. Keahlian ini berguna sebagai salah satu cara untuk menetapkan nasab
(keturunan) seorang. Orang yang mempunyi keahlian ini disebut qa>if.
85
Andi Tahir Hamid, Beberapa Hal Baru tentang Peradilan Agama dan Bidangnya
(Jakarta: Sinar Grafika, 1996 M), h. 38-39.
86
Hasbi al-Shiddi>qi>, Peradilan dan Hukum Acara Islam (Bandung: Al-Ma’a>rif, t.t), h.116.

38
sebenarnya adalah cara atau upaya yang ditempuh agar sesuatu menjadi kelihatan

kebenarannya. Dalam masyarakat modern mengenal adanya alat bukti seperti

adanya tes DNA.

Upaya dengan sarana tes DNA ini menjadi sangat efektif untuk

mengungkap pembuktian dalam hal kasus pidana atau perdata. Identifikasi DNA

dapat dimanfaatkan untuk mengetahui hubungan biologis antar individu dalam

sebuah keluarga dengan cara membandingkan pola DNA individu-individu

tersebut. Peran DNA adalah sebagai pembawa bahan-bahan genetik dari sel ke

sel dan dari orang tuanya kepada keturunannya.

2. Genetika, teologi dan etika

Pertumbuhan yang tampak jelas dalam pengetahuan tentang sifat manusia

yang dikembangkan penelitian genetika membuat beberapa pemikir keagamaan

meninjau kembali antropologi yang mereka warisi. Sebagian besar teolog

memandang bidang genetika sebagai suatu tantangan yang membutuhkan

respons. Reduksionisme genetika jelas menimbulkan ancaman teologis,

bentuknya di sini adalah kepercayaan kultural yang tidak jelas bahwa ‚semua

tergantung pada gen‛. salah satu ancaman yang datang dari reduksionisme

antologis dan menganggap bahwa semua yang membentuk kehidupan menusia

semata-mata ditentukan oleh gen. Determenisme genetika juga menjadi bagian


sentral yang mendapat perhatian agamawan. Teori determenisme mengatakan

bahwa ‚semua bergantung pada gen‛ dan DNA adalah cetak biru siapa manusia

itu, maka gen menduduki posisi sebagai penentu sifat manusia. 87

Secara ringkas, masyarakat teologis dapat menerima reduksionisme

metodologis dalam biologi molekuler yang berfungsi menghasilkan kemajuan

87
Ted Peters dan Gaymon Bennett, Bridging Science and Religion, terj. Jessica
Chiristiana Pattinasarany, Menjembatani Sains dan Agama (Cet. II; Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia, 2006 M), h. 113.

39
dalam penelitian ilmiah. Namun demikian, para teolog melawan asumsi filosofis

yang cenderung ke arah reduksionisme ontologisme atau determenisme genetika.

Reduksionisme dan determenisme tidak memadai, ujar para teolog, untuk

menjelaskan realitas spiritual atau transendensi etis.88 Genetika dengan segala

ruang lingkupnya perlu didudukkan bahwa ia hanyalah bagian dari perkembangan

ilmu. Sementara ilmu sendiri tidak pernah mengenal kata ‚kekal‛, dengan

demikian ilmu agama yang diperoleh dari wahyu (pemeliharaan Ilahiah) masih

sangat terlalu luas untuk dipertentangkan dengan ilmu dari observasi rasional-

empiris. Allah swt. berfirman dalam QS Al-Kahfi/18: 109.


‫َجْئػنَاَِبِِثْلِ ِو ََم َد ًدا‬
ِ ‫اتَرِّْبَلَن ِفدَالْبحرَقَػبلَأَ ْفَتَػْنػ َفدَ َكلِماتَرِّْبَولَو‬
َْ َ ُ َ َ
ِ ِ ِ ِ
َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ‫قُ ْلَلَ ْوَ َكا َفَالْبَ ْح ُرَم َد ًاداَل َكل َم‬
Terjemahnya:
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-
kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak
itu (pula).89

88
Armedi Mazhar, Integrasi Sains dan Agama Model dan Metodologi (Cet. I; Bandung:
Mizan, 2005 M), h. 125.
89
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 417.

40
BAB III
ORISINALITAS HADIS TENTANG REKAYASA
GENETIKA MANUSIA

A. Klarifikasi melalui Takhri>j al-H{adi>s\


1. Pengertian takhri>j al-H{adi>s\

Secara bahasa takhri>j merupakan bentuk masdar dari kata ‫َخترٖما‬,‫َ٘مرج‬,‫َخرج‬

yang tersusun atas huruf ‫ َج‬danَ,‫َر‬,‫ َ خ‬yang dapat berarti perbedaan antara dua
warna,90 menyeruh kepada selain dari yang ada,91 dan juga dapat bermakna yang

terhampar,92 bertemunya perkara yang saling kontradiksi dalam satu masalah

atau apa yang mendekati bagian terpenting93.

Sedangkan secara istilah takhri>j merupakan petunjuk dalam menempatkan

hadis atau menelusuri hadis94 dengan mengembalikan pada sumbernya95, dapat

pula bermakna petunjuk dalam menentukan kedudukan hadis dengan

mengembalikan pada kitab sumber sehingga mengeluarkannya dengan sanad

kemudian menjelaskan derajatnya sesuai dengan ha>jat.96

Al-H{a>fiz} al-Syakha>wi> dalam kitabnya Fath} al-Mugis\, takhri>j adalah

seorang ahli hadis mengeluarkan bebarapa hadis dari beberapa sumber dan dari

90
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Maqa>yi>s al-Lugah,
Juz II, h. 175.
91
Ah}mad Mukhta>r ‘Abd al-H{ami>d ‘Umar, Mu’jam al-Lugah al’Arabiyah al-Mu’a>sirah,
Juz I (Cet. I; ‘A>lim al-Kutub, 2008 M), h. 628.
92
Mah}mud ibn Mukrim ibn ‘Ali> Abu> al-Fad}, Lisan al-‘Arab, Juz I (Bairu>t: Da>r S{a>dr,
1414 H), h. 30.
93
Maji>d al-Di>n Abu> T{a>hir Mah}mud ibn Ya’qu>b, al-Qamu>s al-Muh}i>t}, Juz I (Muassasah
al-Risa>lah li al-T}aba>’ah, t. th), h. 99.
94
Zulfahmi Alwi, Studi Hadis dalam Tafsir al-Mara>gi> (Cet. I; Makassar: Alauddin
Uneversity Press, 2012 M), h. 27.
95
Mah}mud al-T{aha>n, Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>nid, Juz I (Cet. III; Bairu>t>: Da>r
al-Qur’an al-Karim, 1981 M), h. 14.
96
H{amzah ‘Abdulla>h al-Mali>ba>ri>, Kaifa Nadrus ‘Ulum Takhri>j al-H{adi>s\, Juz I (Cet. I;
‘Ama>n: Da>r al-Ra>zi> li al-T{aba>’ah wa al-Nasyir wa al-Tauzi>’, 1998 M), h. 27.

41
beberapa guru.97 Sedangkan menurut Abi> Faid} takhri>j adalah penisbahan hadis

kepada sumbernya atau beberapa sumber dari beberapa kitab sunnah yang mulia

dan mengikuti jalannya dan beberapa sanad dan keadaan perawinya dan

menjelaskan derajat hadis apakah kuat atau lemah.98

a. Tujuan takhri>j al-H{adi>s

Dalam melakukan takhri>j tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Ada

pun tujuan pokok dari takhri>j yang ingin dicapai peneliti adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui eksistensi suatu hadis apakah benar hadis yang ingin diteliti

berada dalam buku-buku hadis.

2) Mengetahui sumber otentik suatu hadis dari buku hadis apa saja

didapatkan.

3) Mengetahui kualitas hadis diterima atau tertolak.99

b. Faedah dan manfaat takhri>j al-H{adi>s\

1) Mengetahui asal-usul hadis atau sumber rujukan hadis, mengetahui asal-

usul periwayat yang tergabung dalam susunan sanad, dan mengetahui

matan berbagai pernyataan yang terkandung dalam matan,100 melalui

takhri>j dapat diketahui siapa perawi suatu hadis yang diteliti dalam suatu
kitab hadis.

97
H}amzah ‘Abdulla>h al-Mali>ba>ri> dan Sult}a>n al-‘Uka>yalah, Kaif Nadrus ‘Ilmu al-Takhri>j
(Cet. I; ‘Amma>n: Da>r al-Ra>zi>,1998 M), h. 18
98
Abi> al-Faid} Ah}mad ibn Muh}ammad ibn S{iddi>q, Al-Hida>yah fi> Takhri>j Aha>di>s\ al-
Bida>yah, Juz I (Cet. I; Bairu>t: ‘A>lim al-Kutub, 1987 M), h. 11.
99
‘Abd Majid Khon, Ulumul Hadis (Cet. IV; Jakarta: Amzah, 2010 M), h. 117.
100
Darsul S. Puyu, Metode Takhrij al-Hadis (Cet. I; Makassar: Aluddin Press, 2012 M),
h. 43.

42
2) Menghimpung sejumlah sanad hadis dengan takhri>j101 seseorang dapat

menemukan sebuah hadis yang akan diteliti disebuah atau dibeberapa

kitab induk hadis.

3) Mengetahui status suatu hadis terkadang sanad suatu hadis daif tetapi

melalui sanad lain yang hukumnya sahih.

c. Metode-metode takhri>j al-H{adi>s\

Para ulama telah banyak mengkodifikasikan hadis-hadis dengan

mengaturnya dalam susunan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun

semuanya menyebutkan ahli hadis yang meriwayatkannya. Perbedaan cara-cara

mengumpulkan inilah yang akhirnya menimbulkan Ilmu takhri>j.102 Metode

takhri>j menjadi jalan untuk mengetahui sanad atau perantara dalam mengetahui
matan atau yang lainnya secara menyeluruh.103 Adapun metode-metode takhri>j

dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1) Dengan menggunakan salah satu lafal matan hadis

2) Dengan menggunakan lafal pertama matan hadis

3) Dengan menggunakan rawi ‘ala

4) Dengan menggunakan tema

5) Dengan menggunakan status hadis

Tahap selanjutnya ialah menerapkan metode-metode takhri>j terhadap


hadis yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini. Adapun hadis yang dikaji,
101
Istilah takhri>j al-H{adi>s\ memang memiliki lebih dari satu arti, takhri>j al-H{adi>s\ yang
dijelaskan dalam buku M. Syuhudi Ismail terbagi menjadi dua macam, yakni: pertama, takhri>j al-
H{adi>s\ bi al-Lafz}, yakni upaya pencarian hadis pada kitab-kitab hadis dengan cara menelusuri
matan hadis yang bersangkutan berdasarkan lafal. Kedua, takhri>j al-H{adi>s\ bil-Maudu’, yakni
upaya pencarian hadis berdasarkan topik masalah yang dibahas oleh sejumlah matan hadis. Lihat,
Syuhudi Ismail, Cara Praktis Memahami Hadis, h. 17.
102
Abu> Muh}ammad ‘Abd al-Mahdi> ibn ‘Abd al-Qa>dir ‘Abd al-Ha>di>, Thuruq al-Takhri>j
al-H{adi>s\ Rasululla>h saw, terj. S. Agil Husin Munawwar dan Ah}mad Rifqi> Muchtar (Cet. I;
Semarang: Dina Utama, 1994 M), h. 6.
103
Al-Syaikh Sa’ad ibn ‘Abdulla>h ‘A<li H{umaid, Turuqu Takhri@j al-H{adi>s\, Juz I (Cet. I;
al-Riya>d: Da>r ‘Ulu>m al-Sunnah Linnasyir, 2000 M), h. 23.

43
yaitu hadis tentang genetika, rekayasa penentuan kemiripan anak, dan rekayasa

pengaturan jenis kelamin anak.

2. Aplikasi takhri>j al-H{adi>s\ tentang genetika manusia

a. Metode-metode takhri>j al-H{adi>s\

1) Metode dengan menggunakan lafal pertama matan hadis

Adapun petunjuk yang dapat digunakan dalam metode ini ialah dengan

menggunakan kitab Jam’u al-Jawa>mi’, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-

Syarf dan al-Kabi>r fi> D{amm al-Ziya>dah Ila> Jami>’ al-S{agi>r.


َ ٔٓٗٔ٘ٓٓ‫َٖٔٔح‬ٚ‫ص‬/ٕ‫ج‬:‫سَلِ َُم‬َْ ‫حَْي َُحَ َُم‬َِ ‫ص‬ ََ
ٔٓ٘
َ ٙٛٛٗ‫َٕح‬ٙٙٚ‫ص‬/ٙ‫ج‬:‫ي‬ ِ
َُّ ‫خاَر‬ََ ُ‫حَْي َُحَاَلَْب‬ِ
َ‫ص‬ ََ
ٔٓٙ
َ ٜٜٜٗ‫صَٕٖٕٓح‬/٘‫ج‬:‫ي‬ ِ
َُّ ‫خاَر‬ََ ُ‫حَْي َُحَاَلَْب‬ِ
َ‫ص‬ ََ
ٔٓٚ
َ ٙٗ٘٘‫صَٕٔٔ٘ح‬/ٙ‫ج‬:‫ي‬ ِ
َُّ ‫خاَر‬ََ ُ‫حَْي َُحَاَلَْب‬ِ
َ‫ص‬ ََ
ٔٓٛ
َ ٔ٘ٓٓ‫َٖٔٔح‬ٚ‫ص‬/ٕ‫ج‬:‫سَل َُم‬ ِ َْ ‫حَْي َُحَ َُم‬ ِ
َ‫ص‬ ََ
ٜٔٓ ِ
َ ٖٗٚٛ‫َٔح‬ٚٛ‫ص‬/ٙ‫ج‬:)‫س َائ َُّيَ(آّتىب‬ ََ َ‫َُسَنَ َُنَاَلَْن‬
ٔٔٓ ِ
َ ٖٜٗٚ‫َٔح‬ٚٛ‫ص‬/ٙ‫ج‬:)‫س َائ َُّيَ(آّتىب‬ ََ َ‫َُسَنَ َُنَاَلَْن‬
ٔٔٔ
َ ٕٖٚٙ‫َٖٕح‬ٜ‫ص‬/ٕ‫ج‬:‫ْحَ َُد‬ َْ َ‫سَنَ َُدََأ‬
َْ ‫َُم‬
ٕٔٔ
َ ٕٕٙٓ‫َٕح‬ٚٛ‫ص‬/ٕ‫ج‬:‫ِبَ ََد َُاوََد‬ ِ
َ َ‫َُسَنَ َُنََأ‬
ٖٔٔ
َ ٕٖٓٓ‫َح‬ٙٗ٘‫ص‬/ٔ‫ج‬:ُ‫اج َو‬ ََ ‫َُسَنَ َُنَ َابْ َُنَ ََم‬
104
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I (Libano>n: Da>r al-Kutub al-‘Imiyah, t. th), h. 130.
105
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h. 17515.
106
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h. 27357.
107
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h. 30947.
108
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf,
Juz I, h, 73837.
109
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf,
Juz I, h, 73876.
110
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h, 73882.
111
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h, 102811.
112
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h, 121085.

44
َ ٕٕٔٔٗٓٓ‫َح‬ٙٗ٘‫ص‬/ٔ‫ج‬:ُ‫اج َو‬
ََ ‫َُسَنَ َُنَ َابْ َُنَ ََم‬
ٔٔ٘
َ ٕٕٔٛ‫َٖٗح‬ٜ‫ص‬/ٗ‫ج‬:‫ي‬ َّ ‫َُسَنَ َُنَاَلَِْْتَِم َِذ‬
ٔٔٙ
َ ٜٕٛٚ‫َٓٗح‬ٜ‫ص‬/ٕ‫ج‬:‫ْحَ َُد‬ َْ َ‫سَنَ َُدََأ‬َْ ‫َُم‬
Berdasarkan simbol-simbol yang ada di atas, maka hadis tersebut dapat

ditemukan dalam berbagai kitab sumber, yaitu:

a) Sahih al-Bukha>ri> juz 5 halaman 2023 nomor hadis 4999, dan juz 6

halaman 2667 nomor hadis 6774 dan halaman 2511 nomor hadis 6455.

b) Sahih Muslim juz 2 halaman 1137 hadis nomor 1500 dan halaman 1137

nomor hadis 1500.

c) Sunan Abi> Da>ud juz 2 halaman 278 nomor hadis 2260.

d) Sunan al-Tirmiz\i> juz 4 halaman 439 nomor hadis 2128.

e) Sunan al-Nasa>’i> juz 6 halaman 178 nomor hadis 3478 dan 3479.

f) Sunan Ibn Ma>jah juz 1 halaman 645 nomor hadis 2002 dan 2003.

g) Musnad Ah}mad ibn H{anbal juz 2 halaman 409 nomor hadis 9287 dan

halaman 239 dan 7263.

2) Metode dengan menggunakan salah satu lafal matan

Adapun petunjuk yang digunakan dalam metode ini dengan berpedoman

pada kitab Al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi>.117


‫نزع‬
113
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h, 290711.
114
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h, 290772.
115
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h, 290779.
116
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h, 291818.
117
Kegiatan takhri>j dapat dilakukan melalui kitab ini dengan mengetahui salah satu lafal
hadis, sama halnya dari kata pertama, yang terakhir, atau yang tengah. Sama halnya apakah lafal
tersebut gharib atau tidak. Akan tetapi sebaiknya jika ingin men takhri>j melalui kitab ini, yaitu
dengan mengambil sebuah lafal gharib (asing) yang jarang diucapkan. Karena pada umumnya
hadis-hadis yang mengandung kata-kata tersebut sedikit jumlahnya. Lihat, Burhanuddin Darwis,
Metodologi Takhri>j Hadis (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013 M), h. 52.

45
َ،َٕ‫َحم‬،،‫َجوَنكاح‬،،َٗ‫َتَوَلء‬،،َٕٔ‫ؽ َخَاعتصاـ‬ َِ ‫َنَػََزََع ََه‬،‫َلَََع ََّل َ َِعَْرَقًاَنَػََزََع ََها‬،‫ؽ‬
ٌَ ‫اَعَْر‬ َِ
ٌَ ‫(عيسى)َعَْر‬
ٔٔٛ
**ٕٜٚ
Berdasarkan simbol di atas, maka hadis tersebut dapat ditemukan dalam

Sahih al-Bukha>ri> kitab I’tis}a>m bab 12, Sunan al-Tirmiz\i> kitab al-Wala>’ bab 4,

Sunan Ibn Ma>jah kitab Nika>h}, Musnad Ah}mad ibn H{anbal juz 2 halaman 279

yang memuat dua hadis.


َ،َٕٙ‫َلَََع ََّل َ َِعَْرَقًاَنَػََزََع َوُ َخَطالؽ‬:‫ؽ‬
ٌَ ‫ك َ ََى َذا)َ(َأَنَْػَيَ َُك َْو َف)َنَػََزََع َوُ َ َِعَْر‬
ََ َ‫َلَََعَلََّوُ َ(ابَْػَن‬،‫َعسى‬،‫َأراه‬،‫(ىذا)َلَََع ََّل‬
َ،َٕ‫َحم‬،،**َ٘ٛ‫َجوَنكاح‬،،َٗٙ‫َفَطالؽ‬،،**َٕٛ‫َدَطالؽ‬،،َٕٓ،َٔٛ‫َـَلعاف‬،،**َٗٔ‫حدود‬
ٜٔٔ
ٜٗٓ**َٕٖٜ،**ٕٖٗ
Berdasarkan petunjuk di atas, maka hadis tersebut dapat ditelusuri dalam

Sahih al-Bukha>ri> kitab T{ala>q bab 26, kitab H{udu>d bab 41 yang memuat 2 hadis,

Sahih Muslim kitab Li’a>n bab 18 dan 20, Sunan Abi> Da>ud kitab T{ala>q bab 28

yang memuat dua hadis, Sunan al-Nasa>’i> kitab T{ala>q bab 46, Sunan Ibn Ma>jah

kitab Nika>h} bab 58 yang memuat dua hadis, Musnad Ah}mad ibn H{anbal juz 2

halaman 234 yang memuat dua hadis, halam 239 juga memuat dua hadis, dan

halaman 409.
َ‫ؽ‬ ٌَ ‫َِعَْر‬
َ َ٘ٛ‫َجوَنكاح‬،،**َٗ‫َنَػََزََع َوَُتَوَلء‬،‫لَََع ََّلَ َِعَْرَقاَنَػََزََع ََها‬
َ‫َفَطالؽ‬،،َٕٛ‫َدَطالؽ‬،،َٕٓ،َٔٛ‫َـَلعاف‬،،)ٕٚ‫َحدودََٔٗ(ُماربْي‬،َٕٙ‫ؽَخَطالؽ‬ ٌَ ‫نَػََزََع َوَُ َِعَْر‬
َ ََٜٗٓ،َٕٖٜ،**َٕٖٗ،َٕ‫َحم‬،،َ٘ٛ‫َجوَنكاح‬،،ٗٙ
ََٕٕٜٔٓٚ،َٖ‫ؽَحم‬ َِ ‫نَػََزََع ََه‬
ٌَ ‫اَعَْر‬
Berdasarkan petunjuk di atas, maka hadis yang menjadi objek kajian

dapat ditemukan dalam riwayat Ibn Ma>jah kitab Nika>h} bab 58, Sahih al-Bukha>ri>

kitab T{ala>q bab 26, kitab H{udu>d bab 41, Sahih Muslim bab 18 dan 20, Sunan Abi>

Da>ud kitab T{ala>q bab 28, Sunan al-Nasa>’i> kitab T{ala>q bab 46, Sunah Ibn Ma>jah

118
A.J. Weinsinck, Al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s\ al-Nabawi>, terj. Muh}ammad
Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, Juz VI (Laiden: Maktabah Brill, 1936 M), h. 406.
119
A.J. Weinsinck terj. Muh}ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z}
al-H}adi>s\ al-Nabawi>, Juz. VI, h. 406.
120
A.J. Weinsinck terj. Muh}ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z}
al-H}adi>s\ al-Nabawi>, Juz. IV, h. 198.

46
kitab Nika>h} bab 58, Musnad Ah}mad ibn H{anbal juz 2 halaman 234 termuat dua

hadis, halaman 239, dan 409, juz 3 halaman 279.


َ ‫َإَِبْ َِل‬
َ،َٗٔ‫َحدود‬،َٜ٘‫َأدب‬،َٕٙ‫َطالؽ‬،َٗ٘‫َمناقبَاألنصار‬،َٖ٘‫ك َ َِم َْن ََإَِبْ َِل ََق ََل َنَػ ََع َْم َخَىبة‬
ََ َ‫فَػ ََه َْل َل‬
َ‫َؽَنكاح‬،َٔٔ ‫ َفَبيعة‬،َٗ ‫َتَوَلء‬،َٔ ‫َجهاد‬،َٕٛ‫َدَطالؽ‬،َٕٓ ،َٔٛ ‫َـَلعاف‬،َٕٔ ‫اعتصاـ‬
ٕٔٔ
َٔٔٚ،َ٘،**َٔٗ،َٖ،َٜٗٓ،ٕٖٜ،َٕٜٚ،َٕٖٖ،َٕ‫َحل‬،**٘ٛ
Berdasarkan petunjuk di atas, maka hadis tersebut dapat ditemukan

dalam riwayat al-Bukha>ri> kitab Hibah bab 35, kitab Mana>qib al-Ans}a>r bab 45,

kitab T{ala>q bab 26, kitab Adab bab 95, kitab H{udu>d bab 41, kitab I’tis}a>m bab 21.

Sahih Muslim kitab Li’a>n bab 18 dan 20. Sunan Abi> Da>ud dalam kitab T{ala>q bab
28, kitab Jiha>d bab 1. Sunan al-Tirmiz\i> dalam kitab Wala>’ bab 4. Sunan al-Nasa>’i>

dalam kitab Bai’ah bab 11, Sunan Ibn Ma>jah dalam kitab Nika>h} bab 58 yang

memuat dua hadis. Musnad Ah}mad ibn H{anbal juz 2 halaman 233, 279, 239, 409

dan juz 3 halaman 14 yang memuat dua hadis, juz 5 halaman 117.

3) Metode dengan melalui perawi hadis pertama

Metode ini dikhususkan jika seorang peneliti telah mengetahui nama

sahabat yang meriwayatkan hadis.122 Adapun petunjuk yang dapat digunakan

pada metode rawi pertama atau sanad terakhir dengan menggunakan kitab Tuh}fat

al-Asyra>f bi Ma‘rifat al-At}ra>f123.


ََ ‫َفَػ َق‬،َ‫صلَىَاهللَ ََعلََْي َِوَ ََو ََسلَ ََم‬
َ:‫اؿ‬ َّ َِ‫َلَاَلَْن‬
ََ َ‫ِب‬ َ َِ‫اءََََر َُج ٌَلَ َِم َْنََب‬
ََ ِ‫ِنَفَػََزََارَةََإ‬ َ ‫َ ََج‬:‫َ(ـَدَتَسَؽ)َحديث‬13129*
َ)َٕٖ:ٔ(َ‫اف‬ ِ ِ
َ ‫فَاَلَْل ََع‬ ِ
َ َ‫َـ‬.‫َاْلديث‬...‫َنػَ ََع َْم‬:‫اؿ‬ ِ ِ
ََ َ‫كَ َم َْنََإَبْ َل؟َق‬ ِ ََ َ‫َ ََى َْلَل‬:‫اؿ‬ ََ َ‫َق‬،‫المَاًََأَ َْس ََوَُد‬ ََ ُ‫تَ َغ‬ َ َِ‫َإِ ََّفَ َْامََرأ‬
َْ ‫تَ ََولَ ََد‬
َ‫َٔ)َعنَُممدَبن‬:ٕٛ(َ‫بَدَفَالطالؽ‬ ِ
َِ ‫ِبَ ََشَْيَبِةَ ََو ََع َْمَُرَْوَاَلَْنَ َاق َْدَََوَُزََى َِْيََبْ َُنَ ََحَْر‬
َْ َِ‫ِبََبَ َْك ٍَرََبْ َُنََأ‬
َْ َِ‫ََع َْنَقػَُتََػَْيَبَةَََوأ‬

121
A.J. Weinsinck terj. Muh}ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z}
al-H}adi>s\ al-Nabawi>, Juz. I, h. 4.
122
Syaikh Manna al-Qat}t}a>n, Pengantar Ilmu H{adi>s\ (Cet. I; Jakarta: Pustaka al-Kauts\ar,
2005 M), h. 191.
123
Kitab ini memuat sebagian dari suatu lafal hadis dan diisyaratkan pada kelanjutannya,
lalu diterangkan segala sanad hadis itu, semuanya atau sebagian besar. Banyak kitab yang
diusahakan oleh para ulama dalam bidang ini. Faedahnya, ialah: supaya dapat mengetahui
kedudukan suatu hadis ditinjau dari sedikit dan dan banyak periwatannya. Lihat, M. H{asbi> al-
S{iddiqi>, Pokok-Pokok Dirayah Hadis, Juz II (Cet.VI; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994 M), h.
327.

47
َْ ‫ال َِءَاَلْ ََعطَّا َِرَ ََو ََس َعَِْي َُدََبْ َُنَ ََعَْب َِدَاَلََْر‬
َ‫ْحَ َِن‬ َْ َ‫فَاَلََْوَََل َِءَ(واَلبةَٗ)َ ََع َْنَ ََعَْب َُد‬
ََ ‫اْلََبَّا َِرََبْ َُنَاَلْ ََع‬ َ َِ‫فَت‬ َْ َ‫ِبَ ََخل‬ َْ َِ‫ْحَ َُدََبْ َُنََأ‬ َْ َ‫َأ‬
َ‫ِبََبَ َْك ٍَر‬ َ َِ‫َٔ)َ ََع َْنَأ‬:٘ٛ(ََِ‫اىَْي َُمَؽَفَاَلَْن َكاح‬ ِ ِ ِ
َ ‫اؽََبْ َُن ََإبَْػََر‬ ِ
َ ‫ح‬ ِ
ََ ‫َٔ)َ ََع َْن ََإ َْس‬:ٗٙ(َ‫خَُزَْوَم َّيَسَفَالطالؽ‬ ِ َْ ‫اَلْ ََم‬
َ‫ َ ََع َْن‬،‫س‬ ََ ُ‫ َرواه َيَػَُْوَن‬.‫ َحسن َصحيح‬:‫ َوقاؿ َت‬.‫س ََعَت َه َْم َ ََعَْن َوُ ََب َو‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َْ ‫صَبَاحَِ ََت‬ ََ ْ‫ِب َ ََشَْيَبَة َوُممد ََبْ َُن َاَل‬ َ َِ‫َابْ َُن ََأ‬
ٕٔٗ
)َٖٔ٘ٔٔ‫تَ(ح‬ َْ َِ‫َ ََو ََسَيّْأ‬،‫ِبَ َُىََريَْػََرَة‬
َ َِ‫َ ََع َْنَأ‬،‫ِبَ ََسلَ ََم َة‬
َ َِ‫َ ََع َْنََأ‬،‫ي‬ َّ ‫اَلَُْزَْىَِر‬
َ‫ك َ َِم َْن‬ ََ َ‫َ ََى َْل َل‬:‫اؿ‬ ََ َ‫ َق‬،‫المَاً ََأَ َْس ََوَُد‬ ََ ُ‫ت َ َغ‬ َْ ‫ت َ ََولَ ََد‬ َ َِ‫ََإِ ََّف َ َْامََرَأ‬:‫اؿ‬ََ ‫ِب َفَػ َق‬ َ َِ‫الن‬
َ َ ‫ََأَتَى َََر َُج ٌَل‬:‫ َ(خ)َحديث‬13242*
َ‫ٕ)َ ََع َْن‬ٛ(َ ‫ْي‬ ِ
ََ ْ ‫ح ََارَب‬
ََ ‫ف َاَلْ ََم‬ ِ
َْ ‫َي ََبْ َُن َقَػََزََعةَ َََو‬ ََ ‫ٕ)َ ََع َْن َ ََْٗم‬ٚ(َ ‫ؽ‬ ِ
َ ‫ال‬ َََ‫ َخ َف َاَلْط‬.‫َاْلديث‬...‫َنػَ ََع َْم‬:‫اؿ‬ ََ َ‫َإَِبْ َِل؟ َق‬
َ َِ‫ َ ََع َْن َأ‬،َ‫ِب َ ََسلَ ََمة‬
َ،َ‫ِب َ َُىََريَْػََرة‬ َْ َِ‫ َ ََع َْن َأ‬،‫ي‬ َّ ‫س َ ََع َْن َاَلَُْزَْىَِر‬ ََ ُ‫َََرََو َاهَُيَػَُْوَن‬.‫ك ََبَِِو‬ ِ
َِ ‫ال َُٕمَا َ ََع َْن َ ََم َال‬ َِ َ‫َس‬
ََّ ‫اعَْي َُل ََبْ َُن َ ََعَْب َُد َاهلل َ َُك‬ َْ ِ‫َإ‬
ٕٔ٘
َ ‫ِبَ َُىََريَْػََرَة‬ َ َِ‫َ ََع َْنَأ‬،‫َ ََع َْنَ ََس َعَِْي َُد‬،‫ي‬ َّ ‫َ ََع َْنَاَلَُْزَْىَِر‬،‫اؽ‬ َِ ‫ح‬ ََ ‫تَ(حَٖٔٔ٘ٔ) (*)ُممدََبْ َُنََإِ َْس‬ َْ َِ‫ََو ََسَيّْأ‬
Simbol-simbol di atas menunjukkan bahwa hadis tersebut dapat

ditelusuri dalam riwayat Muslim, al-Tirmiz\i>, al-Nasa>’i>, dan Ibn Ma>jah. Muslim

dalam kitab al-Li’a>n juz 1 bab 23, Abu> Da>ud kitab al-T{ala>q juz 1 bab 28, al-

Tirmiz\i> dalam kitab al-Wala>’, al-Nasa>’i> dalam kitab al-T{ala>q juz 1 bab 46, Ibn

Ma>jah dalam kitab Nika>h} juz 1 bab 58. Al-Tirmiz\i> berkata ini adalah h}adi>s\

h}asan s}ah}i>h}. Al-Bukha>ri> dalam kitab al-T{ala>q bab 27, kitab al-Mah}aribi>n bab
28. Riwayat ini dari Isma>’i>l ibn ‘Abdulla>h dari Ma>lik. Riwayat Yu>nus dari al-

Zuhri> dari Abi> Salamah dari Abi> Hurairah dengan nomor hadis 15311, hadis

yang sama dari jalur Muh}ammad ibn Ish}aq> dari al-Zuhri> dari Sa’i>d dari Abi>

Hurairah.

4) Metode takhri>j berdasarkan tema hadis

Adapun petunjuk yang digunakan dengan berpedoman pada kitab Kanz

al-‘Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l.


َ‫ح َُق‬ََ ‫َيَػََْل‬:َ ‫اؿ‬ ََ ‫ َ َُثََّنَػ َف َاهََُق‬،َ ‫ت ََاَِْمََرأََتَِِو َ ََولَ ََدا ََفأَقَْػََر ََبَِِو‬
َْ ‫ي َ ََو َُسَئِ ََل َ ََع َْن َََر َُج ٍَل َ ََولَ ََد‬ َّ ‫( ََع َْن َ ََم َْع ََم َْر َ ََع َْن َاَلَُْزَْىَِر‬15343)
َ‫صَلَّىَاهلل‬ ِ
ََ َ‫تَ ََعلَىَ ََع َْه َدَََر َُس َْو َُؿَاهلل‬ َْ ‫تَ َكاَن‬ َ َِّ‫ال ََعَْنةَاَل‬ََ ‫تَاَلْ ََم‬ ِ
ََ َ‫ََإََّٔمَاَ َكاَن‬:َ‫اؿ‬ ََ ‫اش َِوَ ََوَق‬َِ ‫َبَِِوََإِ َذاََأَقَْػََرََبَِِوَ ََولَ ََدَ ََعلَىَفَػََر‬
َ َِ‫َ ََح ََّدَث‬:َ ‫اؿ‬
َ‫ِن‬ ََ ‫ي َفَػ َق‬ َِ ْ‫ي َ ََع َْن َ ََح َِدَي‬
َّ ‫ث َاَلْ َفََزاَِر‬ َّ ‫ش َة َ ََعلَْيَػ ََها َ َُثَّ ََذُ َكََِر َاَلَُْزَْىَِر‬ََ ‫اح‬ َِ ‫ت َاَلْ َف‬ ََ ْ‫ َََرَأََي‬:َ ‫اؿ‬ ََ ‫ََعلََْي َِو َ ََو ََسَلَّ ََم ََأََنََّوُ ََق‬
َ:َ ‫اؿ‬ ََ ‫صَلَّى َاهلل َ ََعلََْي َِو َ ََو ََسَلَّ ََم َفَػ َق‬ ََ َ ‫َل َََر َُس َْو َُؿ َاهلل‬ ََ ِ‫اءَ َََر َُج ٌَل ََإ‬
َ ‫َ ََج‬:َ ‫اؿ‬ ََ ‫ِب َ َُىََريَْػََرَة ََق‬ َ َِ‫ب َ ََع َْن َأ‬ َُ َّ‫سَي‬ ََ ‫ََس َعَِْي َُد ََبْ َُن َاَلْ َُم‬
َ:َ ‫صلَى َاهلل َ ََعلََْي َِو َ ََو ََسَلَّ ََم‬ ََ َ ‫اؿ َََر َُس َْو َُؿ َاهلل‬ ََ ‫ َفَػ َق‬،َ َ‫ض ََبِأَ ََّف َيَػََْن َِفَْي َو‬َُ ‫ال ًَما ََأَ َْس ََوَُد َََوَُى ََو َ ََحْيَػَنََئِ َِذ َيَػَ َْعَِر‬
ََ ُ‫ت َ َغ‬ َ َِ‫ت ََاَِْمََرأ‬
َْ ‫ََولَ ََد‬
َ‫ؽ‬ ِ ِ
َ ‫َنَػ ََع َْمََفْيَػ ََهاَ َذُ َْوَ ََدَْوََر‬:َ‫اؿ‬ ََ ‫ؽَ؟َفَػ َق‬ ِ ِ
َ ‫ََأََفْيَػ ََهاََأََْوََر‬:َ‫اؿ‬ ََ ‫ََق‬،َ‫ْحٌَُر‬ َُ َ:َ‫اؿ‬ ََ ‫َ ََماََأََلََْوانَػُ ََهاََق‬:َ‫اؿ‬ ِ
َ ‫ََق‬،َ‫َنَػ ََع َْم‬:َ‫اؿ‬ ََ ‫كََإَِبْ َِلََق‬ ََ َّ‫َأََل‬

124
Abu> al-H{ajja>j Yu>suf ibn al-Zaki> ‘Abd al-Rah}ma>n al-Mizzi>, Tuh}fat al-Asyra>f li
Ma‘rifat al-At}ra>f, Juz XI (Cet. II; Bairu>t: Al-Maktab al-Isla>mi>, 1403 H/1983 M), h. 403.
125
Abu> al-H{ajja>j Yu>suf ibn al-Zaki> ‘Abd al-Rah}ma>n al-Mizzi>, Tuh}fat al-Asyra>f li
Ma‘rifat al-At}ra>f, Juz XI, h. 426.

48
ٌَ ‫اؿَََوََى َذاَلَََعَلََّوََُأَ َْفََيَ َُك َْو َفَنَػََزََع َوََ َِعَْر‬
َ‫ؽ‬ ٌَ ‫اؿَ ََماَأََْدَِرىَلَََعَلََّوَُأَ َْفََيَ َُك َْو َفَنَػََزََع ََهاَ َِعَْر‬
ََ ‫ََق‬،َ‫ؽ‬ ََ ‫اؾَتَػََرىََق‬ََ ‫َ َِم ََّمَ َذ‬:َ‫اؿ‬
ََ ‫ََق‬،
ٕٔٙ َ
َ .)‫اءَ ََعَْن َوَُ(عب‬ ِ ِ ِ
َ ‫اَلَنَْت َف‬ َ َُِ‫صَلََو‬
َْ َ‫ف‬ َْ ‫ََوََلَْيَػََْر ََخ‬
Berbadasarkan petunjuk di atas, hadis ini juga dapat ditemukan pada

riwayat ‘Abd al-Razza>q dalam kitab Al-Ja>mi’.

b. Merujuk kepada kitab sumber

Hadis dalam penelitian ini dapat ditemukan dalam berbagai kitab rujukan

hadis. Namun demikian, peneliti memberi batasan terhadap literatur hadis yang

akan dirujuk, yaitu hadis-hadis yang terdapat dalam Kutub al-Tis’ah.

Berdasarkan petunjuk-petunjuk yang telah ditemukan di atas, setelah penelusuran

terhadap metode-metode takhri>j al-H{adi>s\, maka dapat diidentifikasi bahwa hadis

yang menjadi objek penelitian terdapat dalam Sahih al-Bukha>ri>, Sahih Muslim,

Sunan Abi> Da>ud, Sunan al-Tirmiz\i>, Sunan al-Nasa>’i>, Sunan Ibn Ma>jah, dan

Ah}mad ibn H{anbal. Adapun redaksi hadis dalam kitab-kitab tersebut, yaitu

sebagai berikut:

1) Sahih al-Bukha>ri>

Berdasarkan metode takhri>j pada lafal pertama matan hadis, menunjukkan

bahwa hadis ini terdapat dalam Sahih Al-Bukha>ri> pada juz 5 halaman 2023

nomor hadis 4999, dan juz 6 halaman 2667 nomor hadis 6774 dan halaman 2511

nomor hadis 6455.


َ‫ال‬
ًَ ‫َف َ َر ُج‬ َ ِ‫ب َ َع َْن َأ‬
ََّ ‫َِب َ ُىَريْػَرَةأ‬ َِ َّ‫يد َبْ َِن َالْ ُم َسي‬ َِ ِ‫اب َ َع َْن َ َسع‬
ٍَ ‫ك َ َع َْن َابْ َِن َ ِش َه‬ ٌَ ِ‫َي َبْ َُن َقَػَز َعةَ َ َح َّدثػَنَا َ َمال‬ ََ ‫َح َّدثػَنَا َ َْٗم‬
َ‫اؿ‬ ٍ ِ ِ
ََ َ‫ك َم َْن َإب َل َق‬ ِ ََ َ‫اؿ َ َى َْل َل‬ََ ‫َس َوَُد َفَػ َق‬ ‫ِل َغُ َال ٌَـ َأ‬ ِ ِ ِ َّ
َ َ ‫وؿ َالل َو َ ُول ََد‬ ََ ‫اؿ َيَا َ َر ُس‬ َّ ِ َّ
ََ ‫صلى َالل َوُ َ َعلَْي َو َ َو َسل ََم َفَػ َق‬ َّ ََّ ِ‫أَتَى َالن‬
َ ‫َِّب‬
ِ ْ ِ َ
َ‫اؿ‬
ََ َ‫ؽَق‬ ٌَ ‫اؿَلَ َعلََّوَُنػََز َع َوَُ ِع ْر‬
ََ َ‫كَق‬ََ ‫ََّنَ َذل‬ََّ ‫اؿَفَأ‬ ََ َ‫اؿَنػَ َع َْمَق‬
ََ َ‫ؽَق‬ ََ ‫اؿَ َى َْلَف َيهاَ ِم َْنَأ َْوَر‬
ََ َ‫اؿَْحٌَُْرَق‬ ََ َ‫اؿَ َماَأَلْ َوانػُ َهاَق‬ ََ َ‫نػَ َع َْمَق‬
ٕٔٚ
ِ
َ )‫َ(رَواهَُالْبُ َخار ْي‬ َ ُ‫كَ َى َذاَنػََز َعو‬ ََ َ‫فَػلَ َع ََّلَابْػن‬
ِ
ُ‫َِبَ ُىَريْػَرَة َ َرض ََيَاللََّوَُ َعْن َو‬ َ ِ‫ب َ َع َْنَأ‬ َِ َّ‫يدَبْ َِنَالْ ُم َسي‬ َِ ِ‫ابَ َع َْنَ َسع‬ ٍَ ‫ك َ َع َْنَابْ َِنَ ِش َه‬ ٌَ ِ‫ِن َ َمال‬َ َِ‫يلَ َح َّدث‬
َُ ‫اع‬ ِ ‫ح َّدثػَنَا َإِ َْس‬
َ َ
َ‫َس َوََد‬ ‫أ‬َ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫غ‬ َ َ
‫ت‬ ‫د‬ ‫ل‬‫و‬ َ َ
‫َت‬ِ‫أ‬‫ر‬ ‫ام‬ َ َّ
َ
‫ف‬ ِ‫إ‬َ ِ
َ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ َ َ
‫وؿ‬ ‫س‬ ‫ر‬ َ ‫ا‬ ‫ي‬ َ َ
‫اؿ‬ ‫ق‬ ‫ػ‬‫ف‬ َ َ ِ
‫اِب‬ ‫ر‬ ‫َع‬ ‫أ‬َ َ
‫ه‬ ‫اء‬ ‫ج‬ َ َ
‫م‬ َّ
‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ َ ِ
َ
‫و‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ع‬َ َ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ َ ‫ى‬ َّ
‫ل‬ ‫ص‬ َ ِ
َ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ َ َ
‫وؿ‬ ‫س‬ َّ
ْ ً ُ ْ َ َ َْ َ َ َ َ
ُ َ َ َ َ ّّ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َ َ َُ ‫أ‬
‫ر‬ َ َ
‫َف‬

126
‘Ali> al-Muttaqi> ibn H{isa>m al-Di>n al-‘Indi> al-Burha>n al-Fauri>, Kanz al-‘Umma>l fi>
Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l, Juz VI (Cet II; Bairu>t: Muassasah al-Risa>lah, 1986 M), h. 199.
127
Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, h. 53.

49
‫ََّنَ‬
‫اؿ َفَأ ََّ‬
‫اؿ َنػَ َع َْم َقَ ََ‬
‫ؽ َقَ ََ‬ ‫اؿ َ َى َْل َفِ َيها َ ِم َْن َأ َْوَر ََ‬
‫اؿ َْحٌَُْر َقَ ََ‬‫اؿ َ َما َأَلْ َوانػُ َها َقَ ََ‬
‫اؿ َنػَ َع َْم َقَ ََ‬‫ك َ ِم َْن َإِبِ ٍَل َقَ ََ‬ ‫اؿ َ َى َْل َلَ ََ‬‫فَػ َق ََ‬
‫‪ٕٔٛ‬‬
‫َ(رَواهَُالْبُ َخا ِر ْي)‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫كَ َى َذاَنػََز َع َوَُع ْر ٌؽ َ‬ ‫اؿَفَػلَ َع ََّلَابْػنَ ََ‬
‫ؽَنػََز َع َوَُقَ ََ‬ ‫اؿَأ َُر َاهَُع ْر ٌَ‬
‫كَقَ ََ‬ ‫َكا َفَ َذل ََ‬
‫َِب َ َسلَ َمةَ َبْ َِن َ َعْب َِد َ َّ‬
‫الر ْْحَ َِنَ‬ ‫اب َ َع َْن َأِ َ‬ ‫س َ َع َْن َابْ َِن َ ِش َه ٍَ‬ ‫ب َ َع َْن َيُونُ ََ‬ ‫ِن َابْ َُن َ َوْى ٍَ‬‫َصبَ َُغ َبْ َُن َالْ َفَرجَِ َ َح َّدثَِ َ‬‫َح ََّدثػَنَا َأ ْ‬
‫َس َوََدَ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬
‫َف َأ َْعَرابيِّا َأَتَى َ َر ُس ََ‬ ‫َّ‬ ‫َع َْن َأِ َ‬
‫ت َغُ َال ًما َأ ْ‬ ‫َت َ َولَ َد َْ‬
‫اؿ َإ َف َ ْامَرأ َ‬ ‫صلى َالل َوُ َ َعلَْي َو َ َو َسل ََم َفَػ َق ََ‬ ‫َ‬ ‫وؿ َالل َو َ‬ ‫َِب َ ُىَريْػَرَة َأ َ‬
‫اؿَفَ َماَأَلْ َوانػُ َهاَقَ ََ‬
‫اؿَ‬ ‫اؿَنػَ َع َْمَقَ ََ‬ ‫كَ ِم َْنَإِبِ ٍَلَقَ ََ‬‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِوَ َو َسلَّ ََمَ َى َْلَلَ ََ‬ ‫َ‬ ‫وؿَاللََِّوَ‬ ‫اؿَلََوَُ َر ُس َُ‬ ‫َوإِ َّْ‬
‫ِنَأَنْ َك ْرتَُوَُفَػ َق ََ‬
‫ؽَ‬‫وؿ َاللََِّو َ ِع ْر ٌَ‬
‫اؿ َيَا َ َر ُس ََ‬ ‫ك َ َجاءَ َىا َقَ ََ‬ ‫ِ‬
‫ََّن َتػَُرى َذَل ََ‬‫اؿ َفَأ ََّ‬ ‫ِ‬
‫اؿ َإِ ََّف َف َيها َلَ ُوْرقًا َقَ ََ‬ ‫ؽ َقَ ََ‬ ‫ِ‬
‫اؿ َ َى َْل َف َيها َ ِم َْن َأ َْوَر ََ‬ ‫ْحٌَُْر َقَ ََ‬
‫‪ٕٜٔ‬‬
‫ِ‬
‫َ(رَواهَُالْبُ َخار ْي)‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اءَمْنوُ َ‬ ‫فَاَلنْت َف َ‬ ‫صَلََوَُ َ‬ ‫ؽَنػََز َع َوَُ َوََلَْيػَُر ّْخ َْ‬
‫اؿَ َولَ َع ََّلَ َى َذاَع ْر ٌَ‬ ‫نػََز َع َهاَقَ ََ‬
‫‪2) Sahih Muslim‬‬

‫‪Petunjuk yang terdapat pada metode takhri>j salah satu lafal hadis,‬‬

‫‪mengisyaratkan bahwa hadis ini terdapat dalam Sahih Muslim kitab Li’a>n bab 18‬‬

‫‪dan 20.‬‬
‫ظ َلُِقتَػْيبَةَ َقَالُواَ‬ ‫ب َ َواللَّ ْف َُ‬ ‫َِب َ َشْيبَةَ َ َو َع ْمٌرو َالنَّاقِ َُد َ َوُزَىْيػ َُر َبْ َُن َ َح ْر ٍَ‬ ‫يد َ َوأَبُو َبَ ْك َِر َبْ َُن َأِ َ‬ ‫و َ َح َّدثػَنَاه َقػُتَػْيبََةَُبْ َُن َ َسعِ ٍَ‬
‫ِنَ‬‫اءَ َ َر ُج ٌَل َ ِم َْن َبَِ َ‬‫اؿ َج َ‬ ‫ب َ َع َْن َأِ َ‬
‫َِب َ ُىَريْػَرةَ َقَ ََ‬ ‫يد َبْ َِن َالْ ُم َسيَّ َِ‬ ‫ي َ َع َْن َ َسعِ َِ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬
‫َح َّدثػَنَا َ ُس ْفيَا َُف َبْ َُن َعُيَػْيػنَةَ َ َع َْن َ ُّ‬
‫َِّب َصلَّى َاللََّو َعلَي َوَِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬ ‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْي َِو َ َو َسل ََم َفَػ َق ََ‬
‫َّ‬ ‫فَػَز َارةَ َإِ ََ‬
‫َل َالنِ َّْ‬
‫اؿ َالن َُّ َ ِ ُ َ ْ‬ ‫َس َوََد َفَػ َق ََ‬
‫ْ‬ ‫ِ‬
‫ت َغُ َال ًما َأ‬ ‫َت َ َولَ َد َْ‬‫اؿ َإ َف َ ْامَرأ َ‬ ‫َ‬ ‫َِّب َ‬
‫اؿَإِ ََّف َف َيهاَلَ ُوْرقًاَ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫اؿَ َى َْلَف َيهاَ ِم َْنَأ َْوَر ََ‬ ‫اؿَْحٌَُْرَقَ ََ‬ ‫اؿَفَ َما َأَلْ َوانػُ َهاَقَ ََ‬ ‫اؿَنػَ َع َْمَقَ ََ‬ ‫كَ ِم َْنَإِبِ ٍَلَقَ ََ‬ ‫َو َسلَّ ََمَ َى َْلَلَ ََ‬
‫ؽ وَ َح َّدثػَنَاَ‬ ‫اؿَ َوَى َذا َ َع َسى َأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُ ِع ْر ٌَ‬ ‫اؿَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُ ِع ْر ٌَ‬ ‫ِ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ؽَقَ ََ‬
‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫كَقَ ََ‬ ‫اىاَذَل ََ‬
‫ِ‬ ‫ََّنَأَتَ َ‬
‫اؿَفَأ ََّ‬ ‫قَ ََ‬
‫َخبَػَرنَا َ َعْب َُدَ‬
‫اف َأ ِْ‬ ‫اؿ َ ْاْل َخَر َ‬ ‫اؿ َابْ َُن َ َراف ٍَع َ َح َّدثػَنَا َ َوقَ ََ‬ ‫يم َ َوُُمَ َّم َُد َبْ َُن َ َراف ٍَع َ َو َعْب َُد َبْ َُن َ ُْحَْي َد َقَ ََ‬ ‫إِ ْس َح َُق َبْ َُن َإبْػَراى ََ‬
‫ِ‬
‫ب َ ََج ًيعا َ َع َْنَ‬ ‫ِ‬
‫َِب َذئْ ٍَ‬ ‫َخبَػَرنَا َابْ َُن َأِ َ‬ ‫ك َأ‬ ‫َِب َفُ َديْ ٍَ‬ ‫ِ‬
‫ِن َابْ َُن َ َراف ٍَع َ َح َّدثػَنَا َابْ َُن َأِ َ‬ ‫َخبَػَرنَا َ َم ْع َمٌَر َح َو َ َح َّدثَِ َ‬ ‫الرز َِ‬
‫َّاؽ َأ‬ ‫َّ‬
‫ِ‬ ‫ْ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ْ‬‫ِ‬
‫تَ‬ ‫َّ‬
‫وؿ َالل َو َ َولَ َد َْ‬ ‫اؿ َيَا َ َر ُس ََ‬ ‫ٍ‬
‫يث َ َم ْع َم َر َفَػ َق ََ‬‫ف َ َحد َ‬ ‫ِ‬
‫َف َ َ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬
‫يث َابْ َن َعُيَػْيػنَةَ َ َغْيػََر َأ َ‬ ‫اد َ َْْم ََو َ َحد َ‬ ‫ِ‬
‫ي ََّٔ َذا َ ْاْل ْسنَ َ‬ ‫ِ‬
‫الزْىر َّْ‬‫ُّ‬
‫ِ‬
‫اءَمْنوَُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫فَاَلنْت َف َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صَلََوَُ َ‬ ‫يثَ َوََلَْيػَُر ّْخ َْ‬ ‫ِ‬
‫اْلَد َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫فَآخ َرَ ْ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ضَبأَ َْفَيػَْنفيََوَُ َوَز ََادَ َ‬‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َس َوََدَ َوُى ََوَحينَئ َذَيػُ َعّْر َُ‬ ‫ِ‬
‫َتَغُ َِال ًماَأ ْ‬
‫ٖٓٔ‬
‫ْامَرأ َ‬
‫َم ْسل ُم)‬ ‫(رَواهُ ُ‬ ‫َ‬
‫س َ َع َْن ابْ َِنَ‬ ‫ِن َيُونُ َُ‬ ‫َخبَػَرِ َ‬ ‫َخبَػَرَنَا َابْ َُن َ َوْى ٍَ‬ ‫ِ‬ ‫َي َ َواللَّ ْف َُ‬ ‫ِ‬
‫ِن َأَبُو َالطَّاى َِر َ َو َح ْرَملََةُ َبْ َُن َ َْٗم ََ‬ ‫و َ َح َّدثَِ َ‬
‫ِ‬ ‫ب َِأ ْ‬ ‫اَل َأ ْ‬ ‫ظ َْلَْرَملََة َقَ ََ‬
‫ِ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ‬ ‫َ‬ ‫وؿَاللََّوَ‬ ‫ِ‬
‫َفَأ َْعَرابيِّاَأَتَىَ َر ُس ََ‬ ‫الر ْْحَ َِنَ َع َْنَأِ َ‬
‫َِبَ ُىَريْػَرَة أ ََّ‬ ‫َِبَ َسلَ َم َةَبْ َِنَ َعْب َدَ َّ‬ ‫ابَ َع َْنَأِ َ‬ ‫ِش َه ٍَ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِوَ َو َسلَّ ََمَ َى َْلَ‬ ‫َ‬ ‫اؿَلََوَُالنِ َُّ‬
‫َِّبَ‬ ‫ِنَأَنْ َك ْرتَُوَُفَػ َق ََ‬‫َس َوََدَ َوإِ َّْ‬‫ْ‬ ‫تَغُ َال ًماَأ‬ ‫َتَ َولَ َد َْ‬ ‫وؿَاللََِّوَإِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬
‫اؿَيَاَ َر ُس ََ‬ ‫فَػ َق ََ‬
‫صلَّىَ‬ ‫ِ‬
‫وؿَاللََّوَ‬ ‫اؿَرس َُ‬ ‫اؿَنػَ َع َْمَقَ ََ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اؿَفَػ َه َْلَف َيهاَم َْنَأ َْوَر ََ‬ ‫اؿَْحٌَُْرَقَ ََ‬ ‫اؿَ َماَأَلْ َوانػُ َهاَقَ ََ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫كَم َْنَإب ٍَلَقَ ََ‬
‫اؿَنػَ َع َْمَقَ ََ‬ ‫ِ‬ ‫لَ ََ‬
‫َِّب ََ ُصلَّى َاللََّو َ َعلَي َوَِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫وؿ َاللََّو َيَ ُكو َُف َنػََز َع َوُ َع ْر ٌَ‬ ‫اؿ َلَ َعلََّوُ َيَا َ َر ُس ََ‬ ‫ِ‬
‫اللََّوَُ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َفَأ ََّ‬
‫ُ َْ‬ ‫اؿ َلََوُ َالنِ َُّ َ‬ ‫ؽ َلََوُ َفَػ َق ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ََّن َ ُى ََو َقَ ََ‬
‫ثَ َع َْنَعُ َقْي ٍَلَ‬ ‫ْيَ َح َّدثػَنَاَاللَّْي َُ‬ ‫ِنَ ُُمَ َّم َُدَبْ َُنَ َراف ٍَعَ َح َّدثػَنَاَ ُح َج ٌَْ‬ ‫َوَ َح َّدثَِ َ‬‫ؽَلَوُ ََ‬ ‫َو َسلَّ ََمَ َوَى َذاَلَ َعلََّوَُيَ ُكو َُفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬

‫‪128‬‬
‫‪Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz VIII,‬‬
‫‪h. 173.‬‬
‫‪129‬‬
‫‪Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz IX, h.‬‬
‫‪101.‬‬
‫‪130‬‬
‫‪Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz‬‬
‫‪II, h. 1137.‬‬

‫‪50‬‬
‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َبِنَ ْح َِوَ‬ ‫ّْث َع َن َرس َِ ِ‬
‫وؿ َاللََّو َ َ‬ ‫اؿ َبػَلَغَنَا َأ ََّ‬
‫َف َأَبَا َ ُىَريْػَرَة َ َكا َف َ ُٗمَد َُ َ ْ َ ُ‬ ‫َع َْن َابْ َِن َ ِش َه ٍَ‬
‫اب َأَن ََّو َقَ ََ‬
‫ُِ ٖٔٔ‬ ‫ِ ِِ‬
‫َم ْسل ُم) َ‬ ‫َ(رَواهُ ُ‬
‫َحديثه ْم َ‬
‫‪3) Sunan Abi> Da>ud‬‬

‫‪Metode takhri>j pertama perawi hadis menunjukkan bahwa hadis ini‬‬

‫‪terletak dalam Sunan Abi> Da>ud kitab al-T{ala>q juz 1 bab 28.‬‬
‫اءَ َ َر ُج ٌَل َإِ ََ‬
‫َل َالنِ َّْ‬
‫َِّبَ‬ ‫اؿ َج َ‬ ‫َِب َ ُىَريْػَرةَ َقَ ََ‬ ‫ي َ َع َْن َ َسعِ ٍَ‬
‫يد َ َع َْن َأِ َ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬
‫ف َ َح َّدثػَنَا َ ُس ْفيَا َُف َ َع َْن َ ُّ‬‫َِب َ َخلَ ٍَ‬ ‫َح َّدثػَنَا َابْ َُن َأِ َ‬
‫ك َ ِم َْن َإِبِ ٍَل َقَ ََ‬ ‫ٍ‬ ‫صَلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َ ِم َْن َبَِ َ‬
‫اؿَ‬ ‫اؿ َ َى َْل َلَ ََ‬ ‫ت َبَِِولَ َد َأ ْ‬
‫َس َوََد َفَػ َق ََ‬ ‫َت َ َجاءَ َْ‬‫اؿ َإِ ََّف َ ْامَرأِ َ‬
‫ِن َفَػَز َارةَ َفَػ َق ََ‬
‫ِ‬ ‫َ‬
‫اؿَ َع َسىَأَ َْفَ‬ ‫ََّنَتػَُر َاهَُقَ ََ‬ ‫اؿَإِ ََّفَف َيهاَلَ ُوْرقًاَقَ ََ‬
‫اؿَفَأ ََّ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫اؿَفَػ َه َْلَف َيهاَ ِم َْنَأ َْوَر ََ‬ ‫اؿَْحٌَُْرَقَ ََ‬ ‫اؿ َ َما َأَلْ َوانػُ َهاَقَ ََ‬ ‫نػَ َع َْمَقَ ََ‬
‫ٕٖٔ‬ ‫ِ‬ ‫يَ ُكو َفَنػََز َع َوَُ ِع ْر ٌَ‬
‫َ(رَواهَُاَِ ِْب َ‬
‫َد ُاوَد)‬ ‫اؿَ َوَى َذاَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌؽ َ‬ ‫ؽَقَ ََ‬
‫>‪4) Sunan al-Tirmiz\i‬‬

‫‪Berdasarkan petunjuk pada metode takhri>j salah salu lafal matan hadis,‬‬

‫‪menunjukkan bahwa hadis tersebut juga termuat dalam Sunan al-Tirmiz\i> kitab‬‬

‫‪Wala>’ bab 4.‬‬


‫اَل َ َح َّدثػَنَاَ‬‫وم َُّي َقَ ََ‬ ‫الر ْْح َِن َالْمخز ِ‬ ‫ِ‬
‫يد َبْ َُن َ َعْب َد َ َِّ َ َ ْ ُ‬ ‫ار َ َو َسعِ َُ‬ ‫اْلَبَّا َِر َبْ َُن َالْ َع َال َِء َبْ َِن َ َعْب َِد َ ْ‬
‫اْلَبَّا َِر َالْ َعطَّ َُ‬ ‫َح َّدثػَنَا َ َعْب َُد َ ْ‬
‫صلَّىَ‬ ‫َلَالنِ َّْ‬ ‫ِ‬ ‫اءََ َر ُج ٌَلَم َْنَبَِ َ‬ ‫بَ َع َْنَأِ َ‬ ‫ِ‬
‫يدَبْ َِنَالْ ُم َسيّْ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬
‫َِّبَ َ‬ ‫ِ‬
‫ِنَفَػَز َارَةَإ ََ‬ ‫اؿ َج َ‬ ‫َِبَ ُىَريْػَرَةَقَ ََ‬
‫ِ‬
‫يَ َع َْنَ َسع َ‬ ‫ُس ْفيَا َُفَ َع َْن ُّ‬
‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََمَ‬‫َ‬ ‫اؿ َالنِ َُّ‬
‫َِّب َ‬ ‫َس َوََد َفَػ َق ََ‬
‫ْ‬ ‫ت َغُ َال ًما َأ‬‫َت َ َولَ َد َْ‬ ‫ِ‬
‫وؿ َاللََّو َإ ََّف َ ْامَرأِ َ‬
‫اؿ َيَا َ َر ُس ََ‬ ‫اللََّوَُ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َفَػ َق ََ‬
‫اؿَنَػ َع َْمَإِ ََّفَفِ َيهاَلَ ُوْرقًاَقَ ََ‬
‫اؿَ‬ ‫ؽَقَ ََ‬‫اؿَفَػ َه َْلَفِ َيهاَأ َْوَر َُ‬ ‫اؿَْحٌَُْرَقَ ََ‬ ‫اؿَفَ َماَأَلْ َوانػُ َهاَقَ ََ‬ ‫اؿَنػَ َع َْمَقَ ََ‬ ‫كَ ِم َْن َإِبِ ٍَلَقَ ََ‬ ‫َى َْلَلَ ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫يث َ َح َس ٌَنَ‬ ‫يسى َ َى َذا َ َحد ٌَ‬ ‫اؿ َأَبُو َع َ‬ ‫اؿ َفَػ َه َذا َلَ َع ََّل َع ْرقًا َنػََز َع َوُ قَ ََ‬
‫اؿ َلَ َع ََّل َع ْرقًا َنػََز َع َها َقَ ََ‬
‫َ ِ ِ ِ ٖٖٔ‬
‫ك َقَ ََ‬ ‫اىا َ َذل َ‬ ‫ََّن َِأَتَ َ‬
‫أ ََّ‬
‫َ(رَواهَُالْ ْتمذ ْي) َ‬ ‫يح َ‬ ‫صح ٌ‬ ‫َ‬
‫>‪5) Sunan al-Nasa>’i‬‬

‫‪Sunan al-Nasa>’i> turut melansir hadis ini berdasarkan petunjuk yang‬‬

‫‪terdapat pada metode takhri>j lafal pertama matan hadis. Al-Nasa>’i> dalam kitab‬‬

‫‪Sunannya dapat dilihat pada juz 6 halaman 178 nomor hadis 3478 dan 3479.‬‬
‫َِب َ ُىَريْػَرَة أ ََّ‬
‫َفَ‬ ‫ي َ َع َْن َ َسعِ َِ‬
‫يد َبْ َِن َالْ ُم َسيَّ َِ‬
‫ب َ َع َْن َأِ َ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬
‫اؿ َأَنْػبَأَنَا َ ُس ْفيَا َُف َ َع َْن َ ُّ‬ ‫يم َقَ ََ‬ ‫َخبَػَرنَا َإِ ْس َح َُق َبْ َُن َإِبْػَر ِاى ََ‬
‫أْ‬
‫ِ‬
‫اؿ َإ ََّف َ ْامَرأِ َ‬ ‫ِ‬
‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َفَػ َق ََ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ‬
‫َس َوََد َفَػ َق ََ‬
‫ِ‬ ‫ت َغُ َال ًما َأ ْ‬‫َت َ َولَ َد َْ‬
‫ِ‬ ‫وؿ َاللََّو َ َ‬ ‫ِن َفَػَز َارَة َأَتَى َ َر ُس ََ‬
‫ِ‬
‫ال َم َْن َبَِ َ‬
‫ِ‬
‫َر ُج ًَ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َ َى َْل َلَ ََ‬
‫اؿ َفَػ َه َْل َف َيهاَ‬ ‫اؿ َفَ َما َأَلْ َوانػُ َها َقَ ََ‬
‫اؿ َْحٌَُْر َقَ ََ‬ ‫ك َم َْن َإب ٍَل َقَ ََ‬
‫اؿ َنػَ َع َْم َقَ ََ‬ ‫وؿ َاللََّو َ َ‬
‫َر ُس َُ‬
‫‪131‬‬
‫‪Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz‬‬
‫‪II, h. 1137.‬‬
‫‪132‬‬
‫‪Abu> Da>wud Sulaima>n ibn al-Asy’as\ ibn Ish}a>q ibn Basyi>r ibn Syadda>d ibn ‘Amru> al-‬‬
‫‪Azdi> al-Sijista>ni>, Sunan Abi> Da>wud, Juz II (Bairu>t: Al-Maktabah al-As}riyah, t. th), h. 278.‬‬
‫‪133‬‬
‫‪Muh}ammad ibn ‘I<sa> ibn Su>rah ibn Mu>sa> ibn al-D{ah}a>k al-Tirmiz\i> Abu> ‘I<sa>, Sunan al-‬‬
‫‪Tirmiz\i>, Juz IV (Cet. II; Mesir: Syirkah Maktabah wa Mat}bu>’ah Mus}t}afa>, 1395 H/1975 M), h.‬‬
‫‪439.‬‬

‫‪51‬‬
‫وؿَاللََِّوَ‬
‫اؿَ َر ُس َُ‬ ‫ؽَفَػ َق ََ‬ ‫اؿَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُ ِع ْر ٌَ‬ ‫كَقَ ََ‬ ‫ََّنَتَػَرىَأَتَىَ َذلِ ََ‬ ‫اؿَفَأ ََّ‬ ‫اؿَإِ ََّفَفِ َيهاَلَ ُوْرقًاَقَ ََ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫ِم َْنَأ َْوَر ََ‬
‫ِ ٖٗٔ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫(رَواهَُالْنَ َسائ ْي)‬ ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ َوَى َذاَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌؽ َ‬ ‫َ‬
‫يدَِ‬
‫يَ َع َْنَ َسعِ َ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬
‫اؿَ َح َّدثػَنَاَ َم ْع َمٌَرَ َع َْنَ ُّ‬ ‫يدَبْ َُنَ ُزَريْ ٍَعَقَ ََ‬‫اؿَ َح َّدثػَنَاَيَِز َُ‬ ‫ِ‬
‫َخبَػَرنَاَ ُُمَ َّم َُدَبْ َُنَ َعْب َدَاللََِّوَبْ َِنَبَِزي ٍَعَقَ ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫أْ‬
‫َّ‬ ‫ِ‬
‫اؿ َإ َفَ‬ ‫َّ‬ ‫َّ‬
‫صلى َالل َوُ َ َعلَْي َو َ َو َسل ََم َفَػ َق ََ‬ ‫َّ‬ ‫َِّب َ ِ َ‬‫ِ‬
‫َل َالن َّْ‬ ‫ِ‬
‫ِن َفَػَز َارةَ َإ ََ‬ ‫ِ‬
‫اءَ َ َر ُج ٌَل َم َْن َبَ َ‬‫اؿ َج َ‬ ‫َِب َ ُىَريْػَرَة َقَ ََ‬ ‫ِ‬
‫ب َ َع َْن َأ َ‬ ‫ِ‬
‫بْ َن َالْ ُم َسيَّ َ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ‬‫اؿ َ َما َأَلْ َوانػُ َهاَقَ ََ‬ ‫اؿَنػَ َع َْمَقَ ََ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫كَم َْنَإب َلَقَ ََ‬ ‫ِ‬ ‫اؿَ َى َْلَلَ ََ‬ ‫ِ‬
‫اءََمْن َوَُفَػ َق ََ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫يدَاَلنْت َف َ‬ ‫ِ‬
‫َس َوََدَ َوُى ََوَيُر َُ‬ ‫ت َغُ َال ًماَأ‬ ‫َتَ َولَ َد َْ‬ ‫ْامَرأِ َ‬
‫ِ‬ ‫ْ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ‬‫ؽَقَ ََ‬ ‫اؿَلَ َعلََّوَُأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َهاَ ِع ْر ٌَ‬ ‫اؾَتػَُرىَقَ ََ‬ ‫اؿَفَ َماَذَ ََ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫اؿَف َيهاَذَ ْوَُدَ ُوْرٍَ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫اؿَ َى َْلَف َيهاَ ِم َْنَأ َْوَر ََ‬ ‫ْحٌَُْرَقَ ََ‬
‫ِ ٖ٘ٔ‬
‫َ(رَواهَُالْنَ َسائ ْي)‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫فَػلَ َع ََّلَ َى َذاَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬
‫اءَمْنوُ َ‬ ‫فَاَلنْت َف َ‬ ‫صَلََوَُ َ‬ ‫اؿَفَػلَ َْمَيػَُر ّْخ َْ‬‫ؽَقَ ََ‬
‫َِب َْحََْزَة َ َع َْنَ‬ ‫ب َبْ َُن َأِ َ‬ ‫اؿ َ َح َّدثػَنَا َ ُش َعْي َُ‬ ‫ص َّّي َقَ ََ‬‫اؿ َح َّدثػَنَا َأَبو َحيػوَة َ ِْحْ ِ‬ ‫َْحَ َُد َبْ َُن َ ُُمَ َّم َِد َبْ َِن َالْ ُمغِ َيَِة َقَ ََ‬
‫َخبَػَرنَا َأ ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫أْ‬
‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََمَ‬ ‫ِ‬ ‫يد َبْ َِن َالْ ُم َسيَّ َِ‬
‫ِ‬ ‫وؿ َاللََّو َ َ‬ ‫اؿ بػَْيػنَ َما َ َْْم َُن َعْن ََد َ َر ُس َ‬
‫ِ‬
‫ب َ َع َْن َأِ َ‬
‫َِب َ ُىَريْػَرَة َقَ ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ي َ َع َْن َ َسع َ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬
‫ُّ‬
‫ََّنَ َكا َفَ‬ ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَفَأ ََّ‬ ‫وؿَاللََّوَ َ‬ ‫اؿَ َر ُس َُ‬ ‫َس َوَُدَفَػ َق ََ‬‫ِلَ ُغ َال ٌَـَأ ْ‬‫ِنَ ُول ََدَِ َ‬ ‫ِ‬
‫وؿَاللََّوَإ َّْ‬‫اؿَيَاَ َر ُس ََ‬ ‫قَ ََاـَ َر ُج ٌَلَفَػ َق ََ‬
‫ِ‬
‫اؿ َفَػ َه َْل ََف َيها َ ََجَ َلٌَ‬ ‫اؿ َْحٌَُْر َقَ ََ‬ ‫اؿ َفَ َما َأَلْ َوانػُ َها َقَ ََ‬
‫اؿ َنَػ َع َْم َقَ ََ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َم َْن َإب ٍَل َقَ ََ‬ ‫اؿ َفَػ َه َْل َلَ ََ‬‫اؿ َ َما َأ َْد ِري َقَ ََ‬ ‫ك َقَ ََ‬ ‫َذلِ ََ‬
‫اؿَ‬‫ؽَقَ ََ‬ ‫وؿَاللََِّوَإَََِّلَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُ ِع ْر ٌَ‬ ‫اؿَ َماَأ َْد ِريَيَاَ َر ُس ََ‬ ‫كَقَ ََ‬ ‫ََّنَ َكا َفَ َذلِ ََ‬‫اؿَفَأ ََّ‬‫ؽَقَ ََ‬ ‫اؿَفِ َيهاَإِبِ ٌَلَ ُوْر ٌَ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫أ َْوَر َُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ َى َذاََََلَ َٖمُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫وزَلَر ُج ٍَلَأَ َْفَيػَْنتَف ََيَ‬
‫ِ ‪ٖٔٙ‬‬ ‫وؿَاللََِّوَ َ‬ ‫ضىَ َر ُس َُ‬ ‫َجل َوَقَ َ‬ ‫ؽَِفَِم َْنَأ ْ‬ ‫َوَى َذاَلَ َعلََّوَُنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬
‫ِ‬ ‫ِ ٍ ِ‬
‫ِ‬
‫َ(رَواهَُالْنَ َسائ ْي)‬ ‫م َْنَ َولَ َدَ ُول ََدَ َعلَىَفَراش َوَإَََّلَأَ َْفَيػَ ْزعُ ََمَأَن ََّوَُ َرأَىَفَاح َش ًة َ‬
‫‪6) Sunan Ibn Ma>jah‬‬

‫‪Berdasarkan metode takhri>j salah satu lafal matan hadis, Ibn Ma>jah turut‬‬

‫‪meriwayatkan hadis ini dalam Sunannya, yaitu pada kitab Nika>h} bab 58 yang‬‬

‫‪memuat dua hadis.‬‬


‫اءََ َع َْنَنَافِ ٍَعَ َع َْنَ‬ ‫بَاللَّْيثِ َُّيَأَبُوَ َغ َّسا َف َ َع َْن َ ُج َويْ ِريََةَبْ َِنَأ ََْسَ َ‬ ‫اؿ َ َح َّدثػَنَا َعُبَ َادَةَُبْ َُن َ ُكلَْي ٍَ‬
‫بَقَ ََ‬ ‫َح َّدثػَنَاَأَبُو َ ُكَريْ ٍَ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫وؿ َاللََّو َإ ََّف َ ْامَرأِ َ‬
‫َتَ‬ ‫اؿ َيَا َ َر ُس ََ‬ ‫ِ‬
‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َفَػ َق ََ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ال َم َْن َأ َْى َِل َالْبَاديََة َأَتَى َالنِ ََّ‬ ‫ابْ َِن َعُ َمََر أ ََّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َِّب َ َ‬
‫ٍ‬
‫َف َ َر ُج ًَ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ِ‬
‫كَم َْنَإب ٍَلَقَ ََ‬
‫اؿَنػَ َع َْمَ‬ ‫اؿَ َى َْلَلَ ََ‬ ‫طَقَ ََ‬ ‫َس َوَُدَقَ َُّ‬
‫تَ ََلَْيَ ُك َْنَفينَاَِأ ْ‬ ‫ِ‬
‫َس َوََدَ َوإنَّاَأ َْى َُلَبػَْي َ‬
‫تَ َعلَىَفَراشيَغُ َال ًماَأ ْ‬ ‫َولَ َد َْ‬
‫كَ‬ ‫ِ‬
‫ََّن َ َكا َف َ َذل ََ‬ ‫اؿ َفَأ ََّ‬
‫اؿ َنػَ َع َْم َقَ ََ‬
‫ؽ َقَ ََ‬ ‫اؿ َف َيها َأ َْوَر َُ‬ ‫اؿ ََََل َقَ ََ‬ ‫َس َوَُد َقَ ََ‬ ‫ِ‬ ‫اؿ َفَ َما َأَلْ َوانػُ َها َقَ ََ‬
‫‪ٖٔٚ‬‬ ‫ِ‬ ‫اؿ َ َى َْل َف َيها َأ ْ‬ ‫اؿ َْحٌَُْر َقَ ََ‬
‫ِ‬
‫قَ ََ‬
‫اجوُ)‬‫(رَوهَُابْ ُن ََم َ‬ ‫كَ َى َذاَنػََز َع َوَُع ْر ٌؽَ َ‬ ‫اؿَفَػلَ َع ََّلَابْػنَ ََ‬
‫ؽَقَ ََ‬‫اؿَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬ ‫قَ ََ‬
‫ي َ َع َْنَ َسعِ َِ‬
‫يدَ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬
‫اَلَ َح َّدثػَنَا َ ُس ْفيَا َُفَبْ َُنَعُيَػْيػنَةََ َع َْنَ ُّ‬ ‫الصبَّاحََِقَ ََ‬‫َِبَ َشْيبَةََ َوُُمَ َّم َُدَبْ َُنَ َّ‬ ‫َح َّدثػَنَاَأَبُوَبَ ْك َِرَبْ َُنَأِ َ‬
‫اؿَيَاَ‬ ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِوَ َو َسلَّ ََمَفَػ َق ََ‬ ‫َ‬ ‫وؿَاللََِّوَ‬‫َلَ َر ُس َِ‬ ‫اءََ َر ُج ٌَلَ ِم َْنَبَِ َ‬
‫ِنَفَػَز َارَةَإِ ََ‬ ‫َج َ‬‫َ‬ ‫اؿ‬ ‫بَ َع َْنَأِ َ‬
‫َِبَ ُىَريْػَرَةَقَ َ‬ ‫بْ َِنَالْ ُم َسيَّ َِ‬
‫كَ ِم َْنَإِبِ ٍَلَقَ ََ‬
‫اؿَ‬ ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِوَ َو َسلَّ ََمَ َى َْلَلَ ََ‬ ‫اؿَرس َُ ِ‬
‫وؿَاللََّوَ َ‬ ‫َس َوََدَفَػ َق ََ َ ُ‬ ‫تَغُ َال ًماَأ ْ‬ ‫َتَ َولَ َد َْ‬ ‫وؿَاللََِّوَإِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬
‫َر ُس ََ‬

‫‪134‬‬
‫‪Abu> ‘Abd al-Rah}ma>n Ah}mad ibn Syu’aib ibn ‘Ali> al-Khura>sa>ni> al-Nasa>’i>, al-Sunan al-‬‬
‫‪S{agri> li al-Nasa>’i>, Juz VI (Cet. III; H{alb: Maktab al-Mat}bu>’a>t al-Isla>miyah, 1406 H/1986 M), h.‬‬
‫‪178.‬‬
‫‪135‬‬
‫‪Abu> ‘Abd al-Rah}ma>n Ah}mad ibn Syu’aib ibn ‘Ali> al-Khura>sa>ni> al-Nasa>’i>, al-Sunan al-‬‬
‫‪S{agri> li al-Nasa>’i>, Juz VI, h. 178.‬‬
‫‪136‬‬
‫‪Abu> ‘Abd al-Rah}ma>n Ah}mad ibn Syu’aib ibn ‘Ali> al-Khura>sa>ni> al-Nasa>’i>, al-Sunan al-‬‬
‫‪S{agri> li al-Nasa>’i>, Juz VI, h. 179.‬‬
‫‪137‬‬
‫‪Ibn Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Yazi>d al-Qazwi>ni>, Sunan Ibn Ma>jah, Juz I‬‬
‫‪(Da>r Ih}ya>’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t. th), h. 645.‬‬

‫‪52‬‬
‫اؿَ‬ ‫اىا َ َذلِ ََ‬
‫ك َقَ ََ‬ ‫‪َٖٔٛ‬أَتَ َ‬ ‫اؿ َإِ ََّف َفِ َيها َلَ ُوْرقًا َقَ ََ‬
‫اؿ َفَأ ََّ‬
‫ََّن‬ ‫اؿ َ َى َْل َفِ َيها َ ِم َْن َأ َْوَر ََ‬
‫ؽ َقَ ََ‬ ‫اؿ َْحٌَُْر َقَ ََ‬‫اؿ َفَ َما َأَلْ َوانػُ َها َقَ ََ‬
‫نػَ َع َْم َقَ ََ‬
‫اجوُ) َ‬ ‫ظََلبْ َِنَ َّ‬‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ َوَى َذاَلَ َع ََّلَع ْرقًاَنػََز َعوُ ََواللَّ ْف َُ‬ ‫َع َسىَ ِع ْر ٌَ‬
‫(رَوهَُابْ ُن ََم َ‬ ‫الصبَّاحََِ َ‬ ‫ؽَنػََز َع َهاَقَ ََ‬
‫‪7) Musnad Ah}mad ibn H{anbal‬‬

‫‪Berdasarkan petunjuk pada metode takhri>j lafal pertama matan hadis‬‬

‫‪mengisyaratkan bahwa dalam Musnad Ah}mad ibn H{anbal terdapat dua riwayat,‬‬

‫‪yaitu pada juz 2 halaman 409 nomor hadis 9287 dan halaman 239 dan 7263.‬‬

‫‪Sementara pada metode takhri>j salah satu lafal matan hadis juga menunjukkan 2‬‬

‫‪letak riwayat, yaitu pada juz 2 halaman 234 termuat dua hadis.‬‬
‫ِنَ‬‫ال َ ِم َْن َبَِ َ‬‫َف َ َر ُج ًَ‬ ‫ب َ َع َْن َأِ َ‬
‫َِب َ ُىَريْػَرَة أ ََّ‬ ‫يد َبْ َِن َالْ ُم َسيَّ َِ‬ ‫ي َ َع َْن َ َسعِ َِ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬
‫َح َّدثػَنَا َ َعْب َُد َ ْاأل َْعلَى َ َع َْن َ َم ْع َم ٍَر َ َع َِن َ ُّ‬
‫ضَأَ َْفَ‬ ‫َس َوََدَ َوَكأَن ََّوَُيػُ َعّْر َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ِبَاللََّوَإ ََّفَ ْامَرأَتََوَُ َولَ َد َْ‬ ‫اؿَيَاَنَِ ََّ‬ ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََمَفَػ َق ََ‬ ‫فَػَز َارَةَأَتَىَالنِ ََّ‬
‫تَغُ َال ًماَأ ْ‬ ‫َِّبَ َ‬
‫اؿَ‬‫اؿ َْحٌَُْرَقَ ََ‬ ‫اؿ َ َماَأَلْ َوانػُ َهاَقَ ََ‬ ‫اؿَنػَ َع َْمَقَ ََ‬ ‫كَإب ٌَلَقَ ََ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََم َأَلَ ََ‬ ‫َ‬
‫ِ‬
‫وؿَاللََّو َ‬ ‫اؿَلََوَُ َر ُس َُ‬ ‫يػَْنتَ ِف ََيَ ِمْن َوَُفَػ َق ََ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ‬ ‫اؿَرس َُ ِ‬
‫وؿَاللََّو َ َ‬ ‫ؽَقَ ََ َ ُ‬ ‫اؿَلَ َعلََّوَُنػََز َع َوَُ ِع ْر ٌَ‬‫اؾَقَ ََ‬ ‫اؿَ َوِِمَّاَ َذ ََ‬‫ؽَقَ ََ‬ ‫اؿَنػَ َع َْمَفِ َيها َ َذ ْوٌَدَأ َْوَر َُ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫فِ َيهاَ َذ ْوٌَدَأ َْوَر َُ‬
‫‪ٖٜٔ‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َحْنبَل)‬ ‫َ(رََوهَُاَ ْْحَ ُدَبْ ُن َ‬ ‫َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ َوَى َذاَلَ َعلََّوَُيَ ُكو َُفَنػََز َع َوَُع ْر ٌؽ َ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِوَ‬ ‫َِّبَ َ‬‫َلَالنِ َّْ‬ ‫ِنَفَػَز َارَةَإِ ََ‬ ‫اءََ َر ُج ٌَلَ ِم َْنَبَِ َ‬ ‫َِب َ ُىَريْػَرَة َج َ‬ ‫يد َ َع َْن َأِ َ‬ ‫يَ َع َْنَ َسعِ ٍَ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬
‫َح َّدثػَنَاَ ُس ْفيَا َُفَ َع َِنَ ُّ‬
‫اؿَ‬‫اؿَْحٌَُْرَقَ ََ‬ ‫اؿَفَ َماَأَلْ َوانػُ َهاَقَ ََ‬ ‫اؿَنػَ َع َْمَقَ ََ‬ ‫كَ ِم َْنَإِبِ ٍَلَقَ ََ‬ ‫اؿَ َى َْلَلَ ََ‬ ‫َس َوََدَقَ ََ‬ ‫ْ‬ ‫تَ َولَ ًداَأ‬ ‫َتَ َولَ َد َْ‬ ‫اؿَإِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬ ‫َو َسلَّ ََمَفَػ َق ََ‬
‫اؿَ َوَى َذاَ َع َسىَ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫اؿَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُ ِع ْر ٌَ‬ ‫كَقَ ََ‬ ‫ِ‬
‫ََّنَأَتَ َاهَُذَل ََ‬ ‫اؿَأ ََّ‬ ‫ِ‬
‫اؿَإِ ََّفَف َيهاَلَ ُوْرقًاَقَ ََ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫َى َْلَفِ َيهاَأ َْوَر َُ‬
‫ٓٗٔ‬ ‫ِ‬
‫َحْنبَل)‬ ‫َ(رَوهَُاَ ْْحَ ُدَبْ ُن َ‬ ‫أَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌؽ َ‬
‫اءََ َوذَ َكََرَ‬ ‫اؿ َ َج َ‬
‫َِب َ ُىَريْػَرَة َقَ ََ‬ ‫اؿ َ َع َْن َأِ َ‬ ‫ب َ َك َذا َقَ ََ‬ ‫ي َ َع َِن َابْ َِن َالْ ُم َسيَّ َِ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬ ‫الرز َِ‬
‫َّاؽ َ َع َْن َ َم ْع َم ٍَر َ َع َِن َ ُّ‬ ‫َح َّدثػَنَا َ َعْب َِد َ َّ‬
‫ضَ‬ ‫َس َوََد َ َوُى ََو َ ِحينَئِ ٍَذ َيػُ َعّْر َُ‬ ‫َت َغُ َال ًما َأ ْ‬ ‫ت َ ْامَرأِ َ‬ ‫اؿ َ َولَ َد َْ‬ ‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َفَػ َق ََ‬ ‫َ‬ ‫ي َع َْن َالنِ َّْ‬
‫َِّب َ‬ ‫َح ِد ََ‬
‫يث َالْ َفَزا ِر َّْ‬
‫اؿَ‬‫اؿ َْحٌَُْر َقَ ََ‬ ‫اؿ َ َما َأَلْ َوانػُ َها َقَ ََ‬ ‫اؿ َنػَ َع َْم َقَ ََ‬ ‫ك َإِبِ ٌَل َقَ ََ‬ ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َأَلَ ََ‬ ‫َ‬ ‫وؿ َاللََِّو َ‬ ‫اؿ َ َر ُس َُ‬‫بِأَ َْف َيػَْن ِفيََوُ َفَػ َق ََ‬
‫اؿَ‬‫ؽ َقَ ََ‬ ‫اؿ َ َما َأ َْد ِري َلَ َعلََّوَُأَ َْف َيَ ُكو َف َنػََز َع َها َ ِع ْر ٌَ‬ ‫اؾ َتَػَرى َقَ ََ‬ ‫اؿ َ ِم ََّم َ َذ ََ‬‫ؽ َقَ ََ‬ ‫اؿ َنػَ َع َْم َفِ َيها َ َذ ْوٌَد َ ُوْر ٌَ‬ ‫ؽ َقَ ََ‬ ‫أَفِ َيها َأ َْوَر َُ‬
‫ٔٗٔ‬
‫َحْنبَل)‬ ‫فَ ِاَلنْتِ َف َِ ِ‬ ‫صَلََوَُِ َ‬ ‫َوَى َذاَلَ َعلََّوَُأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُ ِع ْر ٌَ‬
‫َ(رَوهَُاَ ْْحَ ُدَبْ ُن َ‬ ‫اءَمْنوُ َ‬ ‫ؽَ َوََلَْيػَُر ّْخ َْ‬
‫َفَ‬ ‫بَ َع َْنَأِ َ‬
‫َِبَ ُىَريْػَرَة أ ََّ‬ ‫يدَبْ َِنَالْ ُم َسيَّ َِ‬ ‫يَ َع َْنَ َسعِ َِ‬ ‫الزْى ِر َّْ‬
‫سَ َع َِنَ ُّ‬ ‫كَبْ َُنَأَنَ ٍَ‬ ‫بَ َح َّدثػَنَاَ َمالِ َُ‬ ‫ص َع ٍَ‬ ‫َح َّدثػَنَاَ ُُمَ َّم َُدَبْ َُنَ ُم ْ‬
‫كَ‬ ‫اؿَ َى َْلَلَ ََ‬ ‫َس َوََدَفَػ َق ََ‬ ‫تَغُ َال ًماَأ‬ ‫َتَ َولَ َد َْ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬
‫وؿَالل َوَإ َفَ ْامَرأ َ‬‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫اؿَيَاَ َر ُس ََ‬ ‫ِ‬
‫صلَّىَالل َوَُ َعلَْي َوَ َو َسل ََمَفَػ َق ََ‬
‫َّ‬ ‫َّ‬ ‫الَأَتَىَالنِ ََّ‬
‫َِّبَ‬ ‫َر ُج ًَ‬
‫ْ‬ ‫َ‬
‫تَبِالْبَعِ َيَِ‬ ‫سَ َجاءَ َْ‬ ‫َّ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬
‫صلىَالل َوَُ َعلَْي َوَ َو َسل ََمَأ َُرِبَاَلَْي ََ‬‫َّ‬ ‫َّ‬ ‫َِّبَ َ‬ ‫ِ‬
‫اؿَالن َُّ‬ ‫كَقَ ََ‬ ‫اؿَ ُرْم ٌَ‬ ‫اؿَفَ َماَأَلْ َوانػُ َهاَقَ ََ‬ ‫اؿَنػَ َع َْمَقَ ََ‬ ‫ِم َْنَإِب َلَقَ ََ‬
‫ٍ‬ ‫ِ‬

‫‪138‬‬
‫َ‪Ibn Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Yazi>d al-Qazwi>ni>, Sunan Ibn Ma>jah, Juz I,‬‬
‫‪h. 645.‬‬
‫‪139‬‬
‫‪Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,‬‬
‫‪Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XII (Cet. I; Muassasah al-Risa>lah, 1421 H/2001 M), h.‬‬
‫‪115.‬‬
‫‪140‬‬
‫‪Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,‬‬
‫‪Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XII, h. 206.‬‬
‫‪141‬‬
‫‪Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,‬‬
‫‪Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XIII, h. 181.‬‬

‫‪53‬‬
َ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو‬ َُّ ِ‫اؿ َالن‬
َ َ ‫َِّب‬ ٌَ ‫اؿ َأ َُر َاهُ َنػََز َع َوُ َ ِع ْر‬
ََ ‫ؽ َفَػ َق‬ ََ ِ‫ََّن َتَػَرى َ َذل‬
ََ َ‫ك َق‬ ََ َ‫وؿ َاللََِّو َنػَ َع َْم َق‬
ََّ ‫اؿ َفَأ‬ ََ ‫اؿ َيَا َ َر ُس‬
ََ َ‫ؽ َق‬ َِ‫ْاأل َْوَر‬
ٕٔٗ ِ
)‫َحْنبَل‬ َ ‫َ(رَوهَُاَ ْْحَ ُدَبْ ُن‬ َ ‫َو َسلَّ ََمَ َوَى َذاَنػََز َع َوَُع ْر ٌؽ‬
c. I’tiba>r Sanad
Kajian sebelumnya penulis telah melakukan penelusuran hadis dalam

berbagai kitab sumber berdasarkan petunjuk –petunjuk yang terdapat dalam metode

takhri>j. Adapun langkah selanjutnya yang akan ditempuh ialah i’tiba>r143 Sanad144,
namun hanya difokuskan pada hadis-hadis yang terdapat dalam Kutub al-Tis’ah.

142
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,
Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XV, h. 171.
Kata al-I’tiba>r diambil dari kata ‫ عرب‬tersusun atas hurufَ‫َر‬،‫َب‬،‫ ع‬yang berarti sumber
143

suatu kesempurnaan yang menunjukkan pada waktu pelaksanaan dalam sesuatu. Lihat Ah}mad ibn
Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Maqa>yi>s al-Lugah, Juz IV, h. 207. al-
I’tiba>r (‫) اْلعتبار‬, merupakan masdar dari kata ‫ اعترب‬secara bahasa, yaitu al-I’tiba>r bermakna
peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis.
Menurut istilah ilmu hadis, al-I’tiba>r adalah menyertakan sanad-sanad lain untuk suatu hadis
tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja dan
dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat
yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang dimaksud. Dengan
dilakukannya I’tiba>r, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti,
demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-
masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-I’tiba>r adalah untuk mengetahui
kegunaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung ( Corroboration)
berupa periwayat yang berstatus muta>bi’ atau sya>hid. Lihat M. Syuhudi Ismail, Metodologi
Penelitian Hadis Nabi (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1992 M), h. 51.
144
Kata ‚sanad‛ menurut bahasa adalah ‚sandaran‛, atau sesuatu yang jadikan sandaran.
Dikatakan demikian, karena hadis bersandar kepadanya. Menurut Istilah, terdapat perbedaan
rumusan pengertian. Al-Badru ibn Jama’ah dan al-T{i>bi mengatakan bahwa sanad adalah: َ‫اْلخبارَعن‬
‫‚ طريق َاملنت‬berita tentang jalan matan‛, yang lain menyebutkan: ‫‚ سلسلة َالرجاؿ َاملوصلة َللمنت‬silsilah
orang-orang (yang meriwayatkan hadis), yang menyampaikannya kepada matan hadis‛, ada juga
yang menyebutkan: ‫‚ سلسلةَالرواةَالذينَنقلوَاملنتَعنَمصدرهَاألوؿ‬silsilah para perawi yang menukilkan
hadis dari sumbernya yang pertama. Lihat, Munzir Supatra, Ilmu Hadis (Cet. III; Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2002 M), h. 45-46. Lihat juga, Abu> H{afs Mah}mu>d ibn Ah}mad ibn
Mah}mu>d T{ah{a>n al-Na’i>mi>, Taisi>r Mus}t}alah}a>t al-H{adi>s\, Juz I (Al-T{aba’ah al-‘A>syarah, 2004 M),
h. 18. Sanad merupakan soko guru dalam menentukan status hadis, atas dasar itulah, ulama hadis
menaruh perhatian yang sangat khusus dalam berbagai ragam sanad yang menjadi transmisi
hadis, kaidah-kaidah yang berkaitan secara umum tentang ragam sanad ialah: Jauh dan dekatnya
sanad, bersambung tidaknya sanad, dan tercelah atau tidaknya rawi. Lihat, M. ‘Abd al-Rah}man,
Pergeseran Pemikiran Hadis (Cet. I; Jakarta: Paramadina, 2000 M), h. 121. Menurut Nur al-Di>n
sanad adalah mata rantai perawi hadis yang menukil hadis dari orang lain hingga hadis itu sampai
kepadanya. Lihat, Nu>r al-Di>n Muh}ammad ‘Itr al-H}ilbi>, Manhaj al-Naqd fi> ‘Ulu>m al-H}adi>s,| Juz I
(Cet. III; Su>riyah; Da>r al-Fikr, 1997 M), h. 344. Lihat juga, Ambo Asse, Ilmu Hadis Pengantar
Memahami Hadis Nabi Saw (Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2010 M), h. 17. Lihat juga,
Syuhudi Isma’il, Pengantar Ilmu Hadis (Cet. X; Bandung: Offset Angkasa, 1987 M), h. 17.

54
Sehingga selanjutnya dapat diketahui periwayat yang sya>hid145 pada tingkat sahabat

dan muta>bi’146 pada tingkat tabi>’in147. Jika melakukan penelitian148 lebih lanjut,

maka dalam hadis yang penulis teliti didapatkan 16 riwayat antara lain adalah Sahih

al-Bukha>ri> 3 riwayat, Sahih Muslim 2 riwayat, Sunan Abi> Da>ud 1 riwayat, Sunan al-

Tirmiz\i> 1 riwayat, Sunan al-Nasa>’i> 3 riwayat, Ibn Ma>jah 2 riwayat, dan Musnad

Ah}mad ibn H{anbal 4 riwayat.

145
Sya>hid menurut bahasa ialah isim fa>’il yang berarti menyaksian, sedangkan menurut
istilah adalah satu hadis yang matan sama dengan hadis lain dan biasanya sahabat yang
meriwayatkan hadis tersebut barlainan. Lihat Syaikh Manna’ al-Qat}t}a>n, Pengantar Studi Ilmu
Hadis (Cet. VII; Jakarta: Pustaka al-Kaus\ar, 2013 M), h. 180. Penegertian sya>hid (dalam istilah
ilmu hadis biasa diberi kata jamak dengan syawa>hid) ialah periwayat yang berstatus pendukung
yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat Nabi. Melalui I’tiba>r akan dapat diketahui apakah
sanad hadis yang diteliti memiliki muta>bi’ dan sya>hid ataukah tidak. Lihat M.Syuhudi Ismail,
Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 52.
146
Al-Muta>bi’ disebut juga al-Ta>bi’ menurut bahasa adalah isim fa>’il dari taba’a yang
artinya yang mengiringi atau yang mencocoki. Sedangkan menurut istilah adalah satu hadis yang
sanadnya menguatkan sanad lain dari hadis itu juga, dan sahabat yang meriwayatkan adalah satu.
Lihat Syaikh Manna’ al-Qat}t}a>n, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Cet. VII; Jakarta: Pustaka al-
Kauts\ar, 2005 M) h. 180. Yang dimaksud muta>bi’ (biasa juga disebut ta>bi’dengan jamak tawa>bi’)
ialah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi. Lihat M.
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 52.
147
Tabi>’i>n merupakan orang yang melihat sahabat berkumpul dengannya, mengambil
hadis darinya, sekalipun tidak lama masa berkumpulnya, menurut pendapat jumhur, dikatakan
oleh Ima>m al-Subki di dalam kitab T{abaqa>t, ‚Diisyaratkan bagi tabi>’i>n tentang jangka waktu
bersahabat dengan sahabat. Karena dengan hanya berkumpul tidak dianggap cukup bagi seorang
tabi>’i>n. Ada perbedaan yang sangat besar antara berkumpulnya sahabat dengan rasul sekalipun
sebentar karena telah terlimpahi hatinya dengan cahaya ketuhanan dengan berkumpulnya tabi>’i>n
dengan sahabat yang harus lama masa persahabatannya, inilah yang masuk akal. Lihat, Mah}mud
‘Ali> Fayyad, Metodologi Penetapan Kesahihan Hadis (Cet. I; Bandung: CV Pustaka Setia, 1998
M), h. 16.
148
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi pentingnya penelitian hadis, sebagian kecil
diantaranya ialah: pertama, bahwa hadis Nabi saw. merupakan sumber ajaran Islam yang kedua
setelah al-Qur’an, dan nabi Muh}ammad saw. sebagai pembawa risalah diberikan otoritas oleh
Allah swt. untuk menjelaskan pada umat manusia wahyu yang telah diterima dari Allah swt. dan
menjelaskan melalui hadisnya atau sunnah. Kedua, banyak hadis-hadis yang beredar dibeberapa
kitab hadis masih dipertanyakan keautentikannya disebabkan karena proses penghimpunan
(tadwin) hadis dalam kitab-kitab hadis memakan waktu yang cukup lama sesudah nabi
Muhammad saw. sekitar kurang lebih 90 tahun setelah wafatnya beliau. Ketiga, adanya beberapa
sekelompok orang-orang yang sengaja membuat hadis-hadis palsu, karena ketidaksenangannya
pada umat Islam, sehingga ia berusaha untuk mengaburkan berita-berita yang bersumber dari
Nabi saw. disamping itu pula adanya beberapa hadis Nabi saw. yang diriwayatkan secara makna,
dengan periwayatan secara makna mengundang perbedaan dalam memahami maksud dan tujuan
pendekatan tersebut. Lihat, Muh}ammad Sabir Maidin, Ingkar Sunnah/Hadis I dalam perspektif
Historis (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2012 M), h. 84-85.

55
Berdasarkan 16 jalur periwayatan yang penulis teliti tedapat syahi>d, karena

ditemukan periwayat pada t}abaqa>t149 sahabat lebih dari satu yaitu Abi> Hurairah dan

Ibn ‘Umar. Sedangkan pada kalangan tabi’in juga terdapat muta>bi’ yaitu Sa’i>d ibn

Musayyab, Abi> Salamah, dan Na>fi’.

149
Secara bahasa, kata t}abaqa>t berasal dari kata ‫ طبق‬yang berarti kelompok misalnya
dalam perkataan ‚t}abaqa>t min al-Na>s‛ yakni sekelompok manusia. Lihat, Muh}ammad ibn
Mukrim ibn ‘Ali> Abu> al-Fad}, Lisan al-‘Arab, Juz X, h. 210. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa t}abaqat itu adalah kelompok beberapa orang yang hidup dalam satu generasi
atau satu masa dan dalam periwayatan atau isna>d yang sama atau sama dalam periwayatan saja.
Lihat, Sitti Asiqah ‘Us\man ‘Ali>, Peranan Perempuan dalam Periwayatan Hadis Abad I-III Hijriah
(Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013 M), h. 51. Para perawi pada masa tertentu
akan berbeda dengan rawi masa berikutnya. Untuk itu, para rawi memiliki tingkatannya masing-
masing sesuai pertemuan dengan gurunya. Diadakannya pembagian tersebut berpegang pada
sabda nabi Muhammad saw. bahwa ‚Kurun yang paling baik adalah kurunku, kemudian orang-
orang yang sesudah mereka.‛ Hadis inilah yang disinyalir melatarbelakangi terbentuknya
tingkatan perawi. Dalam pembagian t}abaqa>t para rawi, para ulama hadis memiliki pendapat,
diantaranya para rawi yang tergabung dalam kelompok atau tingkatan tertentu terjadi karena
adanya pertemuan, menurut Endang Seotari, ‚perjumpaan‛ ( suhbah) atau peristiwa tertentu.
Berdasarkan perjumpaan tersebut, para perawi terbagi pada t}abaqat sahabat, tabi>’i>n, ta>bi’ al-
Ta>bi’i>n, ta>bi’ al-Ta>bi’ tabi>’i>n dan seterusnya sampai akhir ulama muh}addis\i>n mutaqaddimi>n. Jadi
penggolongannya sampai ulama hadis abad kedua dan ketiga hijriah. Selain itu, Ibn Hajar al-
Asqala>ni> membagi t}abaqa>t berdasarkan kedekatan mereka dengan sanad atau kesamaan guru-guru
dan masa mereka yang meliputi 12 t}abaqa>t. Lihat, Muh}ammad Yahya, Kaedah-Kaedah
Periwayatan Hadis (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2012 M), h. 178. Hampir
seluruh ulama sepakat bahwa t}abaqa>t adalah sekumpulan orang yang sebaya dalam usia dan
dalam menemukan guru. Lihat, Subhi al-S{alih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (Cet. I; Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1993 M), h. 306.

56
d. Skema hadis

57
e. Kritik Sanad

Metode kritik sanad sangat strategis dalam kajian hadis, ada beberapa

aspek yang tercakup di dalamnya yaitu, antara lain uji ketersambungan proses

periwayatan hadis dengan menelusuri silsilah guru-murid yang ditandai dengan

s}igah al-Tah}ammul (lambang penerimaan hadis), menguji integritas perawi (al-


‘ada>lah) dan intelegensinya (al-d}abt}) dan jaminan aman dari syuz\uz\ dan ‘illah.
Hadis yang menjadi kajian, kemudian dalam penelusuran terdapat

perbedaan penilaian ulama terhadap seorang perawi, maka perlu untuk

menerapkan kaidah-kaidah al-jarh{ wa al-ta‘di>l dengan berusaha membandingkan

penilaian tersebut kemudian menerapkan kaidah berikut:

1) ‫( اْلرحَمقدـَعلىَالتعديل‬Penilaian cacat didahulukan dari pada penilian adil)


Penilaian jarh}/cacat didahulukan dari pada penilaian ta‘di>l jika terdapat

unsur-unsur berikut:

a) Jika al-jarh} dan al-ta‘di>l sama-sama samar/tidak dijelaskan kecacatan atau

keadilan perawi dan jumlahnya sama, karena pengetahuan orang yang

menilai cacat lebih kuat dari pada orang yang menilainya adil. Di samping

itu, hadis yang menjadi sumber ajaran Islam tidak bisa didasarkan pada

hadis yang diragukan.150

b) Jika al-jarh{ dijelaskan, sedangkan al-ta‘di>l tidak dijelaskan, meskipun


jumlah al-Mu‘addil (orang yang menilainya adil) lebih banyak, karena

orang yang menilai cacat lebih banyak pengetahuannya terhadap perawi

yang dinilai dibanding orang yang menilainya adil.

c) Jika al-jarh{ dan al-Ta‘di>l sama-sama dijelaskan sebab-sebab cacat atau

keadilannya, kecuali jika al-Mu‘addil menjelaskan bahwa kecacatan

150
Abu> Luba>bah H{usain, al-Jarh} wa al-Ta‘di>l (Cet. I; al-Riya>d}: Da>r al-Liwa>’, 1399
H/1979 M), h. 138.

58
tersebut telah hilang atau belum terjadi saat hadis tersebut diriwayatkan

atau kecacatannya tidak terkait dengan hadis yang diriwayatkan.151

2) ‫( التعديلَمقدـَعلىَاْلرح‬Penilaian adil didahulukan dari pada penilian cacat)


Sebaliknya, penilaian al-Ta‘di>l didahulukan dari pada penilaian jarh}/cacat

jika terdapat unsur-unsur berikut:

a) Jika al-Ta‘di>l dijelaskan sementara al-Jarh} tidak, karena pengetahuan orang

yang menilainya adil jauh lebih kuat dari pada orang yang menilainya

cacat, meskipun al-Ja>rih/orang yang menilainya cacat lebih banyak.

b) Jika al-Jarh} dan al-Ta‘di>l sama-sama tidak dijelaskan, akan tetapi orang

yang menilainya adil lebih banyak jumlahnya, karena jumlah orang yang

menilainya adil mengindikasikan bahwa perawi tersebut adil dan jujur.152

Kedua kaidah di atas paling tidak menunjukkan sikap selektif para

kritikus hadis dalam menilai seorang perawi hadis. Namun demikian, peneliti

menempatkan dasar penilaian sanad dengan mendahulukan penilaian ta’dil dari

pada jarh} selama keduanya tidak mempunyai alasan yang menguatkan atau setara

kedudukannya. Indikator ini didasarkarkan pada kaidah yang mengatakan bahwa

sifat dasar seorang manusia adalah terpuji. Sementara s}igah ’an pada transmisi

periwayatan guru-murid tetap diterima hadisnya dengan konsekuensi kedua

perawi masing-masing dinilai s\iqah oleh kritikus hadis. Dengan demikian, untuk
melakukan kritik sanad sebagai kajian dalam penelitian ini, maka perlu

dihadirkan satu jalur sanad untuk dikupas ketersambungan dan transmisi para

151
Hal tersebut diungkapkan Muh{ammad ibn S}a>lih} al-‘Us\aimi>n, Mus}at}alah} al-H{adi>s\ (Cet.
IV; Al-Mamlakah al-‘Arabiyah al-Sa‘u>diyah: Wiza>rah al-Ta‘li>m al-‘A<li>, 1410 H), h. 34. Lihat
juga: Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi (Cet. I; Jakarta: Renaisan, 2005
M), h. 97.
152
Hal tersebut diungkapkan ‘Abd al-Mahdi> ibn ‘Abd al-Qa>dir ibn ‘Abd al-Ha>di>, ‘Ilm al-
Jarh} wa al-Ta‘di>l Qawa>‘idih wa Aimmatih (Cet. II; Mesir: Ja>mi‘ah al-Azhar, 1419 H/1998 M), h.
89.

59
perawi. Adapun sanad yang peneliti pilih dalam kritik sanad ini yaitu jalur dari

Al-Tirmiz\i>.
َ‫اَل َ َح َّدثػَنَا‬ََ َ‫وم َُّي َق‬ ِ ‫الر ْْح َِن َالْمخز‬ ِ
ُ ْ َ َ َِّ َ ‫يد َبْ َُن َ َعْب َد‬ َُ ِ‫ار َ ََو َسع‬ ْ َ ‫اْلَبَّا َِر َبْ َُن َالْ َع َال َِء َبْ َِن َ َعْب َِد‬
َُ َّ‫اْلَبَّا َِر َالْ َعط‬ ْ َ ‫َح َّدثػَنَا َ َعَْب َُد‬
َ‫صلَّى‬ َّْ ِ‫َلَالن‬ ِ َ َِ‫اءََ َر ُج ٌَلَم َْنَب‬ َ ِ‫بَ َع َْنَأ‬ ِ
َ ّْ‫يدَبْ َِنَالْ ُم َسي‬ ِ ِ َّْ ‫الزْى ِر‬
َ َ‫َِّب‬ ِ
ََ ‫ِنَفَػَز َارَةَإ‬ َ ‫اؿ َج‬ ََ َ‫َِبَ ُىَريْػَرَةَق‬
ِ
َ ‫يَ َع َْنَ َسع‬ ُّ ‫ُس ْفيَا َُفَ َع َْن‬
َ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم‬َ َُّ ِ‫اؿ َالن‬
َ ‫َِّب‬ ََ ‫َس َوََد َفَػ َق‬
ْ ‫ت َغُ َال ًما َأ‬َْ ‫َت َ َولَ َد‬ ِ
َ ِ‫وؿ َاللََّو َإ ََّف َ ْامَرأ‬
ََ ‫اؿ َيَا َ َر ُس‬ ََ ‫اللََّوَُ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َفَػ َق‬
ََ َ‫اؿَنَػ َع َْمَإِ ََّفَفِ َيهاَلَ ُوْرقًاَق‬
َ‫اؿ‬ ََ َ‫ؽَق‬َُ ‫اؿَفَػ َه َْلَفِ َيهاَأ َْوَر‬ ََ َ‫اؿَْحٌَُْرَق‬ ََ َ‫اؿَفَ َماَأَلْ َوانػُ َهاَق‬ ََ َ‫اؿَنػَ َع َْمَق‬ ََ َ‫كَ ِم َْن َإِبِ ٍَلَق‬ ََ َ‫َى َْلَل‬
ِ ِ ِ ِ ِ
َ‫يث َ َح َس ٌَن‬ ٌَ ‫يسى َ َى َذا َ َحد‬ َ ‫اؿ َأَبُو َع‬ ََ َ‫اؿ َفَػ َه َذا َلَ َع ََّل َع ْرقًا َنػََز َع َوُ ق‬
ََ َ‫اؿ َلَ َع ََّل َع ْرقًا َنػََز َع َها َق‬ ََ َ‫ك َق‬
ِ ِ ِ
ََ ‫اىا َ َذل‬ َ َ‫ََّن َِأَت‬
ََّ ‫أ‬
)‫َ(رَواهَُالْ ْتمذ ْي‬ َ ‫يح‬ ٌ ‫صح‬ َ
1) Al-Tirmiz\i>

Nama lengkapanya ialah Abu ‘Isa> Muh}ammad ibn ‘I<sa> ibn Su>rah ibn
153
Mu>sa> ibn al-D{ahak al-Salami> al-Bu>ghi> al-Tirmiz\i> paling tidak al-Tirmi>z{i

memiliki empat nama yang populer, yaitu al-Bughi>, al-Dari>r (sibuta), Al-Sulama>’

dan al- Tirmi>z{i. Dilahirkan di kota Turmuz\, sebuah kota kecil dipinggir utara

sungai Amuderiya, sebelah utara Iran, pada bulan Dzulhijjah 200 H atau tepatnya

824 M.154 Ia datang ke Bukha>ra> dan menyampaikan hadis di sana. Beliau

meninggalkan kampung halamannya untuk menuntut ilmu ke Khurasa>n, Irak, dan

Hijaz.155 Beliau banyak meriwayatkan hadis dari ulama hadis pada masanya,

diantara gurunya: ‘Abd al-Jabba>r ibn al-‘Ala>’ ibn ‘Abd al-Jabba>r al-‘At}t}a>r, Sa’i>d

ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Mukhru>mi>, Al-Bukha>ri, Muslim, Isma>’il ibn Musa Al-

Sudi.156 Beliau adalah seorang Ima>m, penghafal hadis157 dan sekaligus menjadi

salah seorang kritikus hadis.

153
Muhammad Alwi> al-Maliki, Ilmu Ushul al-Hadis (Cet. PUSTAKA PELAJAR, t. th),
h. 280. Lihat juga, Muhammad ibn ‘Alwi> al Maliki, al-Manhal al-Lati>f fi> Us}u>l al-H{adi>s\
(Surabaya: Da>r al-Rahmah, t. th), h. 132.
154
Sedangkan Muh}ammad Mus}t}a>fa> A’z}ami dan Mus}t}a>fa> al-S}iba>’i> menuliskan kelahiran
al-Tirmidzi tahun 209 H. Lihat juga, Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Cet. VI; Jakarta: Rajawali
Pres, 2010 M), h. 246.
155
Subhi al-S{a>lih}, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993
M), h. 350.
156
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis edisi ke II (Jakarta; Amzah, 2012 M), h. 262.
157
Mahmud Ali Fayyad, Metodologi Penetapan Kesahihan Hadis (Cet. I; Bandung: CV
Pustaka Setia, 1998 M), h. 149-150.

60
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi

dan tukar pikiran serta mengarang, pada akhir kehidupannya beliau mendapat

musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra dan

dalam keadaan seperti inilah akhirnya Ima>m Al-Tirmi>z{i meninggal dunia. Ia

wafat di Tirmi>z\i pada malam senin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.158

2) ‘Abd al-Jabba>r ibn al-‘Ala>’ ibn ‘Abd al-Jabba>r al-‘At}t}a>r

Nama lengkapnya ialah ‘Abd al-Jabba>r ibn al-‘Ala>’ ibn ‘Abd al-Jabba>r al-

‘At}t}a>r Abu> Bakrin al-Bas}ri>, seorang mantan budak al-Ans}a>r yang menetap di

Mekah tetapi dia adalah orang yang berasal dari Bas}rah ayahnya menetap di

Mekah ketika ia masih kanak-kanak.159 Ada beberapa gelar terpuji yang ia

sandang, yaitu al-Ima>m, al-Muh}addis\, dan al-S{iqah.160 Ia melakukan perjalanan

mencari hadis ke beberapa ahli hadis, diantara gurunya yaitu Ibn ‘Uyainah,

Mahdi>, dan ayahnya sendiri. Sedangkan diantara muridnya yaitu al-Tirmiz\i>,

Muslim, dan al-Nasa>’i>. Penilaian kritikus hadis terhadapnya menunjukkan tren

positif, yaitu diantaranya Abu> H{a>tim mengatakan s}alih} al-H{adi>s\, al-Nasa>’i>

mengatakan ia seorang yang s}iqah dan al-‘Ijli> mengatakan ia seorang penduduk

Mekah yang s}iqah. Muh}ammad ibn Ish}a>q al-Sira>j mengatakan ia wafat di Mekah

pada awal tahun 248 H.161

Biografi singkat di atas menunjukkan bahwa sanad al-Tirmiz\i> (200-279


H) dari ‘Abd al-Jabba>r ibn al-‘Ala>’ ibn ‘Abd al-Jabba>r al-‘At}t}a>r (w. 248 H) jika

melihat selisih usia, maka al-Tirmiz\i> hidup selama 48 tahun sebelum gurunya

158
Suyu>t}i> ‘Abd Manas Isma>’i>l ‘Abdulla>h, Mana>hij al-Muh}addisi>n (Malaysia: al-Jami>’ah
al-Islamiyah al ‘Alamiyah, t. th), h. 85.
159
Muh}ammad ibn H{ibba>n ibn Ah}mad ibn H{ibba>n ibn Mu’a>z \ ibn Ma’bad, al-S|iqa>t, Juz
VIII (Cet. I; Da>irah al-Ma’a>rif al-‘Us\maniyah, 1973 M), h. 418.
160
Syamsu al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar ‘Ala>m al-
Nubala>’, Juz XI (Khairo: Da>r al-H{adi>s\, 2006 M), h. 401.
161
Abu> al-Fad} Ah}mad ibn ‘Ali> ibn Muha}mmad ibn Ah}mad ibn H{ajar al-Asqala>ni>, Tahz\i>b
al-Tahz\i>b, Juz VI (Cet. I; Makt}abah Da’irah al-Ma’a>rif al-Naz}amiyah, 1326 H), h. 104.

61
wafat. Bukti lain yang dapat menguatkan ketersambungan sanad ini ialah kedua

perawi masing-masing terdaftar sebagai guru-murid dalam kitab-kitab tara>jum.

Sementara jika merujuk pada penilaian ulama kritikus hadis mayoritas penilaian

kedua perawi terpuji. Dengan demikian, hadis al-Tirmiz\i> dari ‘Abd al-Jabba>r ibn

al-‘Ala>’ ibn ‘Abd al-Jabba>r al-‘At}t}a>r dengan s}igah h}addas\ana> dengan segala

literatur yang ditemukan dapat dinilai tersambung.

3) Sa’i>d ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Mukhru>mi>

Nama lengkapnya ialah Sa’i>d ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Mukhru>mi> Abu>

‘Ubaidilla>h al-Makki> bersahabat dengan Ibn ‘Uyainah.162 Ia melakukan

pengembaraan dalam menuntut ilmu dan pencarian hadis keberbagai ulama besar,

diantara gurunya yaitu Sufya>n ibn ‘Uyainah163, al-Zuhri>, al-S|auri>. Sementara

ulama yang berguru dan meriwayatkan hadis darinya, yaitu antara lain al-

Tirmiz\i>, H{usain ibn Zaid ibn ‘Ali>, ‘Abdulla>h ibn al-Wali>d164 dan al-Nasa>’i>.165

Ayahnya mengatakan ia seorang yang s\iqah. Ibn H{ibba>n mengatakan bahwa ia

wafat pada tahun 247 H.166

Berdasarkan biodata perawi di atas dapat diidentifikasi bahwa hadis al-

Tirmiz\i> (200-279 H) dari Sa’i>d ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Mukhru>mi> (w. 247 H) jika

melihat selisih usia hidup keduanya, maka al-Tirmiz\i> hidup selama 47 tahun

162
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, al-Muqtani> fi> Sard
al-Kunni>, Juz I (Cet. I; Al-Majlis al-‘Ilmi> bi al-Ja>mi’ah al-Isla>miyah, 1408 H), h. 380.
163
Abu> Muh}ammad ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad ibn Idri>s ibn Munz\ir al-Tami>mi>
al-H{inz}ili> al-Ra>zi>, ibn Abi> H{a>tim, al-Jarh} wa al-Ta’di>l, Juz IV (Cet. I; Bairu>t: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s\
al-‘Arabi>, 1271 H/1952 M), h. 42.
164
Abu> Muh}ammad ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad ibn Idri>s ibn Munz\ir al-Tami>mi>
al-H{inz}ili> al-Ra>zi>, ibn Abi> H{a>tim, al-Jarh} wa al-Ta’di>l, Juz IV, h. 42.
165
Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r al-Qurasyi> al-Bas}ri>, al-Takmi>l fi> al-Jarh} wa
al-Ta’di>l wa Ma’rifah al-S|iqa>t wa al-D{u’afa>’ wa al-Maja>hil, Juz III (Cet. I; Al-Yama>n: Markaz al-
Nu’ma>n li al-Bah}u>s\ wa al-Dira>sa>t al-Isla>miyah, 1432 H/2011 M), h. 295.
166
Ibra>hi>m ibn Ibra>hi>m H{asan al-Liqa>ni> Abu> al-Imda>d, Bahjah al-Mah}a>fil wa Ajma>l al-
Wasa>’il bi al-Ta’ri>f bi Rawa>h al-Syama>’il, Juz I (Cet. I; Yama>n: Markaz al-Nu’ma>n li al-Bah}u>s\
wa al-Dira>sa>t al-Isla>miyah, 1432 H/2011 M), h. 382.

62
sebelum gurunya wafat. Bukti konkrit lainnya yaitu kedua perawi masing-masing

terdaftar dalam dokumen guru-murid dan penilaian para kritikus hadis untuk

kedua perawi mayoritas menilai terpuji. Dengan demikian, hadis al-Tirmiz\i> dari

Sa’i>d ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Mukhru>mi> dengan s}igah h}addas\ana> dengan segala

sumber data yang diperoleh dinilai tersambung.

4) Sufya>n

Nama lengkap ialah Sufya>n ibn ‘Uyainah ibn Abi> ‘Imra>n Maimu>n al-

Hila>li> Abu> Muh}ammad al-Ku>fi>, Al-Madini> berkata bahwa ia lahir pada tahun 107

H. Ia seorang penduduk Mekah yang wara’, ada yang mengatakan bahwa ayah

Sufya>n adalah seorang penduduk asli Mekah. Diantara gelar-gelar yang melekat

baginya ialah al-Ima>m al-Kabi>r, H{a>fiz} al-‘As}r, dan Syaikh al-Isla>m.167

melakukan perjalanan menuntut ilmu ke berbagai ulama hadis antara lain, yaitu

al-Zuhri>, ‘Amru> ibn Dina>r, dan Ja’far al-S{a>diq. Diantara muridnya yaitu ‘Abd al-

Jabba>r ibn al-‘Ala>’ ibn ‘Abd al-Jabba>r al-‘At}t}a>r, Sa’i>d ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-

Mukhru>mi>, dan Sulaima>n ibn Mans}u>r.168 Ibn H{ibba>n menilainya s}iqah juga

seorang yang h}afiz} dan Yah}ya> ibn Ma’i>n menilainya as\bat. Sufya>n wafat pada

tahun 198 H169 ada pula yang mengatakan ia wafat 197 H.

Sanad hadis dalam riwayat ‘Abd al-Jabba>r ibn al-‘Ala>’ ibn ‘Abd al-Jabba>r

al-‘At}t}a>r (w. 248 H) dan Sa’i>d ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Mukhru>mi> (w. 147 H) dari
Sufya>n (107-197 H) jika menghitung usia wafat masing-masing perawi, maka

diperoleh lebih kurang 49 tahun. Literatur lain yang menguatkan ketersambungan

sanad ini ialah para perawi terdaftar dalam dokumen guru-murid dan jika

167
Syamsu al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar ‘Ala>m al-
Nubala>’, h. 455.
168
Yusu>f ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Yusu>f Abu> al-H{ajja>j Jama>l al-Di>n ibn al-Zaki>, Taz\hi>b
al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, Juz XI (Cet. I; Bairu>t Muassasah al-Risa>lah, 1980 M), h. 184-185.
169
Abu> al-Fad} Ah}mad ibn ‘Ali> ibn Muha}mmad ibn Ah}mad ibn H{ajar al-Asqala>ni>, Tahz\i>b
al-Tahz\i>b, Juz IV, h. 122.

63
merujuk pada penilaian kritikus hadis mayoritas ulama memberikan pujian.

Berdasarkan biodata di atas, maka dapat disimpulkan dengan mengacu pada

literatur yang ditemukan bahwa hadis ‘Abd al-Jabba>r ibn al-‘Ala>’ ibn ‘Abd al-

Jabba>r al-‘At}t}a>r dan Sa’i>d ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Mukhru>mi> meriwayatkan dari

Sufya>n dengan s}igah h}addas\ana> adalah tersambung.

5) Al-Zuhri>

Nama lengkapnya ialah Abu> Bakar Muh}ammad ibn Muslim ibn ‘Abdilla>h

ibn Syiha>b ibn ‘Abdulla>h ibn al-H{a>ris\ ibn Zuhrah ibn Kila>b ibn Murrah al-

Quraisyi> al-Zuhri> al-Madani>.170 Menurut pendapat yang paling kuat, al-Zuhri>

dilahirkan pada tahun 50 H pada masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi> Sufya>n.

Al-Zuhri> populer sebagai seorang ulama yang terkemuka. Kemasyhurannya

sampai keseluruh kawasan saat itu, ia menjadi pusat perhatian dan rujukan bagi

masyarakat Syam dan Hijaz. Ia merupakan tokoh ilmu sunnah, syair, nasab, dan

sejarah. Al-Lais\ ibn Sa’ad berkata, ‚aku sama sekali tidak melihat orang yang

berilmu lebih komprehensif dibandingkan Ibn Syihab al-Zuhri>‛. Ia merupakan

orang yang pertama kali mengumpulkan hadis secara resmi dan massal.171

Ima>m Ma>lik menyatakan, ‚jika al-Zuhri> datang ke Madinah, aku

menjumpai sejumlah guru penuntut ilmu yang berusia tujuh puluh dan delapan

puluh tahun, mereka tidak mendapatkan perhatian, sedangkan al-Zuhri>


mendapatkan perhatian lebih dari mereka.‛ Adapun diantara guru-gurunya, yaitu

Sa’i>d ibn Musayya>b, Anas ibn Ma>lik, dan ‘Abdulla>h ibn ‘Umar. Sementara

orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya, antara lain yaitu Sufya>n, ‘Umar

170
Abu> al-H{asan Ah}mad ibn ‘Abdilla>h ibn Sa>lih} al-‘Ijli> al-Ku>fi>, Ta>rikh al-S|iqa>t, Juz I
(Cet. I; Da>r al-Ba>z, 1405 H/1984 M), h. 412.
171
Khair al-Di>n ibn Mah}mu>d ibn Muh}ammad ibn ‘Ali> ibn Fa>ris, al-‘Ala>m, Juz VII (Cet.
XV; Da>r al-‘Ilm al-Mala>yyi>n, 2002 M), h. 97.

64
ibn ‘Abd al-‘Azi>z, dan Ma>lik ibn Anas.172 Setelah menjalani kehidupan ilmiah

selama tujuh puluh tahun, Ibn Syiha>b al-Zuhri> akhirnya dipanggil Allah swt. pada

malam Selasa di bulan Ramadhan tahun 124 H.

Biodata perawi di atas menunjukkan bahwa hadis Sufya>n (107-197 H)

dari al-Zuhri> (50-124 H) jika merujuk pada selisih usia kedua perawi, maka

diperoleh usia hidup Sufya>n 17 tahun sebelum al-Zuhri> wafat. Sementara bukti

lain ialah masing-masing perawi terdaftar dalam dokumen guru-murid dan

penilaian ulama kritikus hadis untuk kedua perawi mayoritas terpuji.

Berdasarkan data yang ditemukan, maka dapat dinilai bahwa hadis Sufya>n dari

al-Zuhri> dengan s}igah ‘an adalah tersambung.

6) Sa’i>d ibn al-Musayya>b

Nama lengkapnya ialah Abu> Muh}ammad sa’i>d ibn al-Musayya>b ibn Hazn

ibn Wahab al-Quraisyi> al-Makhzu>mi> al-Madani>173 lahir pada tahun 15 H. Sa’i>d

ibn Musayya>b adalah orang ‘alim, banyak ilmunya. Hal itu diakui oleh para

tokoh dan ulama dari kalangan sahabat maupun tabi’in. Ibn ‘Umar berkata

mengenai Sa’i>d ibn Musayya>b, ‚seandainya Rasulullah melihat ini niscaya beliau

bergembira.‛ Qatadah, al-Zuhri>, Makhu>l, dan selainnya berkata, ‚kami tidak

melihat seorang yang berilmu dibandingkan Ibn al-Musayya>b.‛ sementara itu,

Ibn al-Madini mengatakan, kami tidak mengetahui dari kalangan tabi’in yang
lebih luas ilmunya dibanding Sa’i>d ibn al-Musayya>b. Dia menuntut ilmu dan

menerima hadis dari sahabat-sahabat, diantaranya yaitu Abi> Hurairah, ‘Us\ma>n

172
‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> Bakr Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Isfa>’ al-Mubt}a’ bi Rija>l al-
Muwat}t}a’, Juz I (Mesir: Maktabah al-Taja>riyahal-Kabri>, t. th), h. 26.
173
Abu> al-Fad} Ah}mad ibn ‘Ali> ibn Muha}mmad ibn Ah}mad ibn H{ajar al-Asqala>ni>, Tahz\i>b
al-Tahz\i>b, Juz IV, h. 84.

65
ibn ‘Affa>n, dan ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b. Sementara yang meriwayatkan hadis

darinya, antara lain al-Zuhri>, Muh}ammad ibn Ba>qir, dan Qatadah.174

Ibn Musayya>b termasuk di antara tabi’in yang paling hafal putusan-

putusan Rasulullah dan Khulafa>’ al-Ra>syidi>n. ia pun sering memberi fatwa ketika

para sahabat masih hidup dan mengungguli para ahli fikih pada masanya. Sa’i>d

ibn Musayya>b adalah pakar fikih dan fatwa di Madinah, sehingga ia pun disebut

faqih al-Fuqaha>’. Bahkan ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Azi>z pun menaruh hormat pada
Sa’i>d ibn Musayaa>b. Tabi’in ini meninggal pada tahun 93 H, dan ada yang

mengatakan meninggal pada tahun 94 H. sa’i>d ibn Musayya>b telah banyak

berjasa dalam bidang hadis dan merupakan salah satu tokoh dan ulama besar dari

kalangan tabi’in di bidang ini.175

Berdasarkan biodata perawi di atas, maka hadis al-Zuhri> (50-124 H) dari

Sa’i>d ibn Musayya>b (15-94 H) jika merujuk pada usia hidup, maka al-Zuhri> hidup

dalam usia 44 tahun sebelum Sa’i>d ibn Musayya>b wafat. Bukti lain yang

menguatkan ketersambungan hadis ini ialah kedua perawi masing-masing

terdaftar dalam dokumen guru-murid. Sementara penilaian kritikus hadis

terhadap kedua perawi, mayoritas ulama memberikan pujian. Dengan segala data

dan bukti yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa hadis Al-Zuhri> dari

Sa’i>d ibn Musayya>b dengan s}igah ‘an adalah tersambung.


7) Abi> Hurairah

Abu> Hurairah al-Dawsi> al-Yama>n, mengenai nama aslinya sangat banyak

pendapat yaitu; ‘Abd al-Rah}ma>n ibn S{akhr, ‘Abd al-Rah}man ibn Ganam,

174
Syamsu al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar ‘Ala>m al-
Nubala>’, Juz V, h. 124.
175
Yusu>f ibn ‘Abdu al-Rah}ma>n ibn Yusu>f Abu> al-H{ajja>j Jama>l al-Di>n ibn al-Zaki>, Taz\hi>b
al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, Juz XI, h. 66. Lihat juga, Syams al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad
ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar ‘Ala>m al-Nubala>’, Juz IV, h. 217. Lihat juga, Abu> al-Fad} Ah}mad ibn
‘Ali> ibn Muha}mmad ibn Ah}mad ibn H{ajar al-Asqala>ni>, Tahz\i>b al-Tahz\i>b, Juz IV, h. 84.

66
‘Abdulla>h ibn ‘A<’id, ‘Abdulla>h ibn ‘A<mir, ‘Abdulla>h ibn ‘Amru>, Sikki>n ibn

Wazmah, Sikki>n ibn Ha>ni>, Sikki>n ibn Milla, Sikki>n ibn S{akhr, ‘A<mir ibn ‘Abd

Syams, ‘A<mir ibn ‘Umair, Bari>r ibn ‘Asyraqah, ‘Abd Anahum, Syams, Ganam,

‘Ubaid ibn Ganam, ‘Amru> ibn Ganam, ‘Amru> ibn ‘A<mir, Sa‘i>d ibn al-H{a>ris\.

Hisya>m ibn Muh}ammad al-Kulbi>, ‘Umair ibn ‘A<mir ibn Z|i> al-Syari> ibn T{uraif ibn

‘Ayya>n ibn Abi> S|a‘bi ibn Haniyyah ibn Sa‘ad ibn S|a‘labah ibn Sali>m ibn Fahm

ibn Ganam ibn Daws ibn ‘Ads\a>n ibn ‘Abdulla>h ibn Zahra>n ibn ibn Ka‘ab ibn al-

H{a>ris\ ibn Ka‘ab ibn ‘Abdulla>h ibn Ma>lik ibn Nas}r ibn al-Azad. Pendapat lain

mengatakan bahwa namanya pada saat masih Jahiliyyah adalah ‘Abd Syams dan

Kunniyanya adalah Abu> al-Aswad, lalu Rasulullah memberinya nama dan

kunniyanya adalah Abu> Hurairah. Nama ibunya adalah Maimu>nah binti S}abi>h}.176

Dia bertempat tinggal di Madinah, dan baru mengucapkan dua kalimat

syahadat pada bulan Muh}arram tahun ke-7 H. Kemudian wafat di Madinah pada

tahun 57 H bersama ‘A<isyah, ada yang mengatakan pada tahun 58, dan sebagian

yang lain mengatakan 59 Hijriyyah.177 Diantara gurunya adalah Rasulullah, al-

Kas\i>r al-T{aibi, Abi> ibn Ka‘ab, Usa>mah ibn Zaid, ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b, Al-Fad}l

Ibn al-‘Abba>s, Ka‘ab al-Ah{ba>r, Abu> Bakr al-S}id}d}i>q, ‘A<isyah, dan Bas}rah ibn Abi>

Bas}rah al-Gifa>ri>. Sementara muridnya sangat banyak, diantaranya ialah; Sa’i>d

ibn al-Musayya>b, Anas ibn Ma>lik, Ibn ‘Umru>, ibn ‘Abba>s, dan lain-lain.
Penilaian ulama terhadap dirinya; Abu ‘Abdulla>h al-‘Abasi> berkata; Ka>na

Abu> Hurairah r.a. Man Ah}faz} min As}h}ab> i Muh}ammad S}allallahu ‘Alaih wa

Sallam wa lam Yakun bi Afd}alihim.178 Abu> Hurairah Jara>biy al-‘Ilmi> fi> al-Z}ah> ir

176
Yusu>f ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Yusu>f Abu> al-H{ajja>j Jama>l al-Di>n ibn al-Zaki>, Tahz\i>b
al-Kama>l fi> Asma>’I al-Rija>l, Juz XXXVIII, h. 367.
177
Muh}ammad ibn Isma>‘i>l ibn Ibra>hi>m ibn al-Mugi>rah al-Bukha>ri> Abu> ‘Abdilla>h, al-
Ta>ri>kh al-Kabi>r, Juz IV (al-Dukn; Da>’irah al-Ma‘a>rif al-‘Us\ma>niyyah, t.th), h. 132.
178
Muh}ammad ibn Isma>‘i>l ibn Ibra>hi>m ibn al-Mugi>rah al-Buk\a>ri> Abu> ‘Abdillah, al-Ta>ri>k\
al-Kabi>r, Juz IV, h. 133.

67
wa al-Ba>t}in, Riwayah al-Isla>m, al-Ima>m, al-Faqi>h, al-Mujtahid, al-H}a>fiz}, Sayyid
Al-H}a>fiz} al-As\ba>t.179
Biodata di atas menunjukkan bahwa hadis Sa’i>d ibn Musayya>b (15-194

H) dari Abu> Hurairah (w. 59 H) setelah melihat selisih usia hidup kedua perawi

maka diperoleh usia Sa’i>d 44 tahun sebelum Abu> Hurairah wafat. Literatur lain

yang membuktikan ketersambungan sanad ini ialah masing-masing perawi

terdaftar dalam dokumen guru-murid dan penilaian ulama kritikus hadis terhadap

kedua perawi mayoritas menilai terpuji. Berdasarkan data yang diperoleh maka

dapat disimpulkan bahwa hadis Sa’i>d ibn Musayya>b dari Abu> Hurairah dengan

S}igah ‘an adalah tersambung.


f. Kritik Matan

Jalur sanad yang telah dikaji penulis dengan menimbang beberapa

indikator telah memenuhi syarat untuk dinilai sebagai sanad tersambung,

sehingga penelitian ini dapat dilanjutkan pada kritik matan. Pada tahap kritik

matan, ada beberapa hal yang mesti dilewati untuk sampai kepada kesimpulan

sahih atau tidaknya matan hadis tersebut, yaitu apakah matan tersebut terhindar

179
Abu> al-H{asan Ah}mad ibn ‘Abdulla>h ibn S{a>lih al-‘Ijli> al-Ku>fi>, Ta>ri>kh al-S|iqah, Juz I
(Cet. I; Da>r al-Ba>z,1405 H/1984 M), h. 513.

68
dari sya>z\180 dan illah. Adapun karakteristik untuk mengetahui sya>z\ yang terdapat

dalam sebuah hadis yaitu sebagai berikut.181

1) Sanad hadis bersangkutan menyendiri.

2) Matan hadis bersangkutan bertentangan dengan matan hadis yang sanadnya

lebih kuat.

3) Matan hadis bersangkutan bertentangan dengan al-Qur’an.

4) Matan hadis bersangkutan bertentangan dengan akal.

5) Matan hadis bersangkutan bertentangan dengan fakta sejarah.

Sedangkan karakteristik untuk mengetahui illah yang terdapat dalam

sebuah matan hadis adalah sebagai berikut.

1) Sisipan/idra>j yang dilakukan oleh perawi s\iqah pada matan.

2) Penggabungan matan hadis, baik sebagian atau seluruhnya pada matan

hadis yang lain oleh perawi s\iqah.

3) Ziya>dah yaitu penambahan satu lafal atau kalimat yang bukan bagian dari

hadis yang dilakukan oleh perawi s\iqah.

4) Pembalikan lafal-lafal pada matan hadis/inqila>b.

5) Perubahan huruf atau syakal pada matan hadis (al-Tah}ri>f atau al-Tas}h{i>f),

180
Sya>z\ ialah satu hadis yang diriwayatkan oleh rawi kepercayaan, tetapi matannya atau
sanadnya menyalahi riwayat orang yang lebih patut (kuat) dari padanya. Lihat, A. Qadir hasan,
Ilmu Mustalah Hadis (Bandung: Diponegoro, 2007 M), h. 188. Ulama berbeda pendapat tentang
pengertian sya>z\. Secara umum ada tiga pendapat yang yang menonjol. Al-Sya>fi‘i> berpandangan
bahwa sya>z\ adalah suatu hadis yang diriwayatkan seorang s\iqah tetapi bertentangan dengan hadis
yang diriwayatkan orang yang lebih s\iqah atau banyak periwayat s\iqah. Al-H{a>kim mengatakan
bahwa sya>z\ adalah hadis yang diriwayatkan orang s\iqah dan tidak ada periwayat s\iqah lain yang
meriwayatkannya, sedangkan Abu> Ya‘la> al-Khali>li> berpendapat bahwa sya>z\ adalah hadis yang
sanadnya hanya satu macam, baik periwayatnya bersifat s\iqah maupun tidak. Lihat, Syuhudi
Ismail, Kaedah Kesahihan Hadis, h. 140. Menurut Ima>m Sya>fi’i> syaz\ adalah hadis yang
diriwayatkan oleh orang s\iqah, tetapi orang-orang yang s\iqah lainnya tidak meriwayatkan hadis
itu. Lihat, Abu> ‘Abdilla>h al-H{a>kim Muh}ammad ibn ‘Abdilla>h Muh}ammad H{amdu>yah ibn Nu’i>m
ibn al-H{akim, Ma’rifah ‘Ulu>m al-H{adis\, Juz I (Cet. II; Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyah, 1977
M), h. 119.
181
Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi (Cet. I; Jakarta: Renaisan,
2005 M.), h. 117. Bandingkan dengan Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode
Kritik Hadis (Cet. I; Jakarta: Hikmah, 2009 M), h. 58

69
6) Kesalahan lafal dalam periwayatan hadis secara makna.

a) Kualitas sanad

Berdasarkan kritik sanad yang lalu penulis telah didapatkan simpulkan

bahwa sanad hadis yang diteliti sahih dengan indikator yaitu, ketersambungan

sanad (ittis}a>l al-sanad), keadilan para perawi (‘ada>lah al-ruwa>t) dan sempurnanya

hafalan rawi (ta>m al-d}abt}). Dengan demikian penelitian dapat dilanjutkan pada

kritik matan.

b) Meneliti susunan lafal matan

Penelusuran lafal matan hadis, peneliti mengacu pada kaidah mayor

kesahihan hadis yaitu terhindar dari ‘illah182 yang mana kaidah minornya adalah

terhindar dari ziya>dah (tambahan), inqila>b (pembalikan lafal), idraj (sisipan),

naqi>s (pengurangan) dan al-Tahri>f/al-Tas}h}i>f (perubahan huruf/syakalnya).


Adapun untuk mempermudah dalam mengetahui ‘illah yang telah disebutkan

pembagiannya di atas, maka peneliti melakukan pemotongan lafal disetiap matan

hadis, dan pemotongan lafal hadisnya adalah sebagai berikut:

Ima>m al-Bukha>ri> riwayat ke-1

َ‫َس َو ُد‬
ْ ‫ِلَغُ َالٌَِـَأ‬ َ َِ‫ُولِ ََد‬
ََ ‫ََّنَ َذل‬
‫ك‬ ََّ ‫اؿَفَأ‬ ََ َ‫ق‬
ِ َّ
ٌَ ‫اؿَلَ َعَل َوَُنػََز َع َوَُع ْر‬
‫ؽ‬ ََ َ‫ق‬
ُ‫كَ َى َذاَنػََز َع َو‬ ََ َ‫اؿَفَػلَ َع ََّلَابْػن‬
ََ َ‫ق‬
Ima>m al-Bukha>ri> riwayat ke-2

َ‫َس َوَد‬
ْ ‫تَِغُ َال ًماَأ‬ َْ ‫َتَ َولَ َد‬َ ِ‫إِ ََّفَ ْامَرأ‬
ََ ‫ََّنَ َكا َفَ َذل‬
‫ك‬ ََّ ‫اؿَفَأ‬ََ َ‫ق‬
ِ
ِ ُ‫ؽَنػََز َع َو‬
ٌَ ‫اؿَأ َُر َاهَُع ْر‬
ََ َ‫ق‬
ٌَ ‫كَ َى َذاَنػََز َع َوَُع ْر‬
‫ؽ‬ ََ َ‫اؿَفَػلَ َع ََّلَابْػن‬
ََ َ‫ق‬
Ima>m al-Bukha>ri> riwayat ke-3

182
Illah ialah suatu penyakit yang samar-samar, yang dapat menodai kesahihan suatu
hadis. Lihat Facthur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadis (Cet. X; Bandung: PT. al-Ma’arif, 1979
M), h. 122.

70
‫َس َوَدَ‬
‫تَِغُ َال ًماَأ ْ‬ ‫إِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬
‫َتَ َولَ َد َْ‬
‫ََّنَتُػَرىَ َذل ََ‬
‫ك‬ ‫اؿَفَأ ََّ‬‫قَ ََ‬
‫ؽَنػََز َع َها‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫وؿَاللََّوَع ْر ٌَ‬
‫اؿَيَاَ َر ُس ََ‬ ‫قَ ََ‬
‫ِ‬
‫ؽَنػََز َع َوُ‬
‫اؿَ َولَ َع ََّلَ َى َذاَع ْر ٌَ‬
‫قَ ََ‬
‫‪Ima>m Muslim riwayat ke-1‬‬

‫َس َوَدَ‬
‫تَِغُ َال ًماَأ ْ‬ ‫إِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬
‫َتَ َولَ َد َْ‬
‫ِ‬
‫اىاَذَل ََ‬
‫ك‬ ‫ََّنَأَتَ َ‬
‫اؿَفَأ ََّ‬
‫قَ ََ‬
‫اؿَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬
‫ؽ‬ ‫قَ ََ‬
‫ِ‬
‫اؿَ َوَى َذاَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬
‫ؽ‬ ‫ؽَقَ ََ‬ ‫ِع ْر ٌَ‬
‫‪Ima>m Muslim riwayat ke-2‬‬

‫َس َوََد‬
‫تَِغُ َال ًماَأ ْ‬ ‫ْامَرأِ َ‬
‫َتَ َولَ َد َْ‬
‫ِ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَفَأ ََّ‬
‫ََّنَ ُى ََو‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫وؿَاللََّوَ َ‬ ‫اؿَ َر ُس َُ‬‫قَ ََ‬
‫ؽَلََوُ‬‫وؿَاللََّوَيَ ُكو َُفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬ ‫اؿَلَ َعلََّوَُيَاَ َر ُس ََ‬
‫قَ ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ َوَى َذاَلَ َعلََّوَُيَ ُكو َُفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬
‫ؽ‬ ‫اؿَلََوَُالنِ َُّ‬
‫َِّبَ َ‬ ‫فَػ َق ََ‬
‫‪Riwayat Ima>m Abi> Da>ud‬‬
‫َتَجاء َ ٍ‬
‫تَبَِولَ َدَأ ْ‬
‫َس َوَدَ‬ ‫إِ ََّفَ ْامَرأِ َ َ َ ْ‬
‫ِ‬ ‫ََّنَتػَُر َاهُ‬
‫اؿَفَأ ََّ‬
‫قَ ََ‬
‫اؿَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬
‫ؽ‬ ‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ َوَى َذاَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬ ‫قَ ََ‬
‫>‪Riwayat Ima>m Al-Tirmiz\i‬‬

‫َس َوَدَ‬
‫تَِغُ َال ًماَأ ْ‬ ‫َتَ َولَ َد َْ‬‫إِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬
‫اىاَ َذل ََ‬
‫ك‬ ‫ََّنَأَتَِ َ‬
‫اؿَأ ََّ‬
‫قَ ََ‬
‫اؿَلَ َع ََّلَع ْرقًاَنػََز َع َها‬
‫قَ ََ‬
‫ِ‬
‫اؿَفَػ َه َذاَلَ َع ََّلَع ْرقًاَنػََز َع َوُ‬
‫قَ ََ‬
‫‪Ima>m al-Nasa>’i> riwayat ke-1‬‬

‫َس َوَدَ‬
‫تَغُ َالًِماَأ ْ‬ ‫إِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬
‫َتَ َولَ َد َْ‬
‫ََّنَتَػَرىَأَتَىَذَل ََ‬
‫ك‬ ‫اؿَفَأ ََّ‬
‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬ ‫قَ ََ‬
‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬
‫صلىَالل َوَُ َعلَْي َوَ َو َسل ََمَ َوَى َذاَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬
‫ؽ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬
‫وؿَالل َوَ َ‬‫اؿَ َر ُس َُ‬
‫فَػ َق ََ‬
‫‪Ima>m al-Nasa>’i> riwayat ke-2‬‬

‫َس َوَدَ‬
‫تَغُ َال ًماَأ ْ‬ ‫إِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬
‫َتَ َولَ َد َْ‬
‫اؾَتػَُرى‬
‫اؿَفَ َماَ َذ ََ‬ ‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬
‫اؿَلَ َعلََّوَُأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َهاَع ْر ٌَ‬
‫قَ ََ‬

‫‪71‬‬
‫اؿَفَػلَ َع ََّلَ َى َذاَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُ ِع ْر ٌؽَ‬
‫قَ ََ‬
‫‪Ima>m al-Nasa>’i> riwayat ke-3‬‬

‫َس َو ُدَ‬
‫ِلَغُ َال ٌَـَِأ ْ‬ ‫ِنَ ُولِ ََدَِ َ‬
‫إِ َّْ‬
‫ََّنَ َكا َفَذَل ََ‬
‫ك‬ ‫اؿَفَأ ََّ‬‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬
‫وؿَالل َوَإ ََلَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ َماَأ َْدريَيَاَ َر ُس ََ‬ ‫قَ ََ‬
‫ِ‬ ‫َّ‬
‫اؿَ َوَى َذاَلَ َعل َوَُنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬
‫ؽ‬ ‫قَ ََ‬
‫‪Ima>m Ibn Ma>jah riwayat ke-1‬‬

‫َس َوَدَ‬ ‫ِ ِ‬ ‫إِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬


‫تَِ َعلَىَفَراشيَ ُغ َال ًماَأ ْ‬ ‫َتَ َولَ َد َْ‬
‫ََّنَ َكا َفَ َذل ََ‬
‫ك‬ ‫اؿَفَأ ََّ‬‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬ ‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬
‫كَ َى َذاَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬‫اؿَفَػلَ َع ََّلَابْػنَ ََ‬
‫قَ ََ‬
‫‪Ima>m Ibn Ma>jah riwayat ke-2‬‬

‫َس َوَدَ‬
‫تَِغُ َال ًماَأ ْ‬ ‫َتَ َولَ َد َْ‬ ‫إِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬
‫اىاَذَل ََ‬
‫ك‬ ‫ََّنَأَتَ َِ‬
‫اؿَفَأ ََّ‬‫قَ ََ‬
‫ؽَنػََز َع َها‬‫اؿَ َع َسىَع ْر ٌَ‬ ‫قَ ََ‬
‫ِ‬
‫اؿَ َوَى َذاَلَ َع ََّلَع ْرقًاَنػََز َع َوُ‬‫قَ ََ‬
‫‪Ima>m Ah}mad ibn H{anbal riwayat ke-1‬‬

‫َس َوَدَ‬
‫تَغُ َال ًماَأ ْ‬ ‫إِ ََّفَ ْامَرأَتََوَُ َولَ َد َْ‬
‫اؿَ َوِِمَّاَ َذ ََ‬
‫اؾ‬ ‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬
‫اؿَلَ َعلََّوَُنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬
‫قَ ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ َوَى َذاَلَ َعلََّوَُيَ ُكو َُفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬ ‫ِ‬
‫ؽ‬ ‫وؿَاللََّوَ َ‬ ‫اؿَ َر ُس َُ‬ ‫قَ ََ‬
‫‪Ima>m Ah}mad ibn H{anbal riwayat ke-2‬‬

‫َس َوَدَ‬
‫تَ َولَ ًداَأ ْ‬
‫َتَ َولَ َد َْ‬‫إِ ََّفَ ْامَرأِ َ‬
‫ك‬ ‫ِ‬
‫ََّنَأَتَ َاهَُ َذل ََ‬
‫اؿَأ ََّ‬‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬ ‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ َوَى َذاَ َع َسىَأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬ ‫قَ ََ‬
‫‪Ima>m Ah}mad ibn H{anbal riwayat ke-3‬‬

‫َس َوَدَ‬
‫َتَغُ َال ًماَأ ْ‬‫تَ ْامَرأِ َ‬ ‫َولَ َد َْ‬
‫اؾَتَػَرى‬ ‫اؿَ ِم ََّمَ َذ ََ‬
‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ َماَأ َْد ِريَلَ َعلََّوَُأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َهاَع ْر ٌَ‬ ‫قَ ََ‬
‫ؽ‬ ‫ِ‬
‫اؿَ َوَى َذاَلَ َعلََّوَُأَ َْفَيَ ُكو َفَنػََز َع َوَُع ْر ٌَ‬
‫قَ ََ‬
‫‪Ima>m Ah}mad ibn H{anbal riwayat ke-4‬‬

‫‪72‬‬
َ‫َس َوَد‬
ْ ‫تَِغُ َال ًماَأ‬ َْ ‫َتَ َولَ َد‬ َ ِ‫إِ ََّفَ ْامَرأ‬
ََ ‫ََّنَتَػَرىَ َذل‬
‫ك‬ ََّ ‫اؿَفَأ‬ ََ َ‫ق‬
‫ؽ‬ ِ
ٌَ ‫اؿَأ َُر َاهَُنػََز َع َوَُع ْر‬
ََ َ‫ق‬
ِ ِ
ٌَ ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ َوَى َذاَنػََز َع َوَُع ْر‬
‫ؽ‬ َُّ ِ‫اؿَالن‬
َ َ‫َِّب‬ ََ ‫فَػ َق‬
Setelah melakukan perbandingan terhadap kumpulan matan hadis dalam

Kutub al-Tis’ah yang memuat 16 riwayat maka ditemukan beberapa perbedaan.


Asumsi kuat peneliti bahwa perbedaan matan hadis secara umum disebabkan

karena konteks hadis dalam bentuk dialog. Adapun perbedaan lafal matan dalam

kitab kanonik yang dapat diidentifikasi, yaitu

a) Teks awal matan hadis terdapat tujuh macam redaksi yaitu:


َ َِ‫َولِ ََد‬،
َ‫ِل‬ ُ ‫ت‬ َ ِ‫َإِ ََّفَ ْامَرأ‬،‫ِنَ ُولِ ََدَِِل‬
ْ َ‫َتَ َجاء‬ َّْ ِ‫َإ‬،‫ت‬ ْ ‫َإِ ََّفَ ْامَرأَتََوَُ َولَ َد‬،‫ت‬ َ ِ‫َإِ ََّفَ ْامَرأ‬،‫تَ ْامَرأَِت‬
ْ ‫َتَ َولَ َد‬ ِ ِ
َ ‫إ ََّفَ ْامَرأَت‬
َْ ‫َولَ َد‬،
‫َس َوَُد‬
ْ ‫غُ َال ٌَـَأ‬
b) Terdapat kata ‫جاء َىا‬
َ َ pada hadis Ima>m Muslim riwayat ke-3, kata ‫ ذَ ْوٌَد‬dalam
hadis Ima>m Ah}mad riwayat ke-1 dan kata ‫ك‬ ٌَ ‫ ُرْم‬pada riwayat ke-4.
c) Terdapat kalimat ُ‫ك ْرتَُو‬ َّْ ِ‫ َوإ‬dalam hadis Ima>m al-Bukha>ri> riwayat ke-3 dan
َ ْ‫ِن َأَن‬
Ima>m Muslim riwayat ke-2. kalimat‫ي‬ َِ ِ‫ت َبِالْبَع‬
َْ َ‫ َ َجاء‬dalam hadis Ima>m Ah}mad
riwayat ke-4.

d) Ima>m al-Bukha>ri> riwayat ke-3 dan Ima>m Ah}mad riwayat ke-3 terdapat
ِ َِ ‫ف َ ِاَلنْتِ َف‬
َ َِ ُ‫ص َلََو‬
kalimat ُ‫اء َمْن َو‬ َْ ‫َوََلْ َيػَُر ّْخ‬ kalimat yang sama dalam riwayat ke-2

Ima>m al-Nasa>’i> hanya saja beliau menggunakan kata ‫م‬ َْ َ‫فَػل‬


e) Riwayat ke-3 Ima>m al-Nasa>’i> terdapat kalimat َ‫صلَّى‬ ِ َُ ‫َف ِم َنَأَجلَِِوَقَضىَرس‬
َ َ‫وؿَاللََّو‬ َُ َ ْ ْ
َ‫وز َلَِر ُج ٍَل َأَ َْف َيػَْنتَ ِف ََي َ ِم َْن َ َولَ ٍَد َ ُولِ ََد َ َعلَى َفَِر ِاش َِو َإَََِّل َأَ َْف َيػَ ْز ُع ََم َأَن ََّوُ َ َرأَى‬
َُ ُ‫اللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َ َى َذا ََََل َ َٖم‬
ً‫اح َش َة‬ ِ َ‫ف‬
f) Riwayat ke-2 Ima>m Ibn Ma>jah terdapat kalimat َ‫ظ‬ َُ ‫اؿَ َوَى َذاَلَ َع ََّلَ ِع ْرقًاَنػََز َعوُ ََواللَّ ْف‬ََ َ‫ق‬
َّ َ‫َلبْ َِن‬
َِ‫الصبَّاح‬ ِ
Selanjutnya untuk membuktikan apakah matan hadis tersebut tehindar

dari ‘illah atau tidak, maka dibutuhkan langkah-langkah yang dikenal dengan

kaidah minor terhindar dari ‘illah, yaitu sebagai berikut:

a) Tidak terjadi inqila>b. Inqila>b ialah terjadinya pemutar balikan lafal matan

seperti mengakhirkan lafal yang seharusnya diawal. Pada hadis yang

73
penulis teliti terjadi inqila>b yaitu diakhir redaksi hadis terdapat kalimatَ‫َ ِع ْرقًا‬

‫نػََز َع َها‬pada hadis Ima>m al-Tirmiz\i> dan Ima>m Ibn Ma>jah riwayat ke-2, kalimat
ُ‫ؽ نػََز َع َو‬ٌَ ‫ ِع ْر‬riwayat ke-2 Ima>m al-Bukha>ri> sedangkan pada riwayat yang lain
menggunakan kalimat ‫ؽ‬ ٌَ ‫ نػََز َع َوَُ ِع ْر‬yakni riwayat ke-3 Ima>m al-Bukha>ri>, Ima>m
Muslim riwayat 1 dan 2, riwayat Ima>m Abi> Da>ud, Ima>m al-Nasa>’i> riwayat

1, 2, dan 3, sementara Ima>m Ah}mad ibn H{anbal riwayat 1, 2, 3, dan 4.

b) Tidak terdapat idra>j. Idra>j ialah adanya sisipan dalam matan hadis yang

biasanya terdapat dipertengahan matan hadis, baik itu perkataan perawi

atau hadis lain, yang bersambung dengan matan hadis tanpa ada keterangan

sehingga tidak dapat dipisahkan. Tambahan seperti itu dapat merusak

kualitas matan hadis. Riwayat ke-1 Ima>m Ibn Ma>jah terdapat kalimat َ ‫َوإِنَّا‬
ُّ َ‫َسوَُد َق‬
َ‫ط‬ ِ ٍَ ‫ أ َْى َُل َبػََْي‬tetapi sisipan ini tidak sampai mempengaruhi
َ ْ ‫ت َ ََلْ َيَ ُك َْن َفينَا َأ‬
makna matan hadis.

c) Tidak ada ziya>dah. Ziya>dah adalah tambahan dari perkataan perawi s\iqah

yang biasanya terletak di akhir matan. Tambahan itu berpengaruh terhadap

kualitas matan jika dapat merusak makna matan. Diakhir matan hadis

Ima>m al-Bukha>ri> riwayat ke-3, Ima>m Ah}mad riwayat ke-3, riwayat ke-2

Ima>m al-Nasa>’i>, riwayat ke-3 Ima>m al-Nasa>’i>, dan riwayat ke-2 Ima>m Ibn

Ma>jah terdapat Ziya>dah namun tidak merusak makna hadis.


d) tidak ada Musahhaf/Muharraf, yaitu perubahan huruf atau syakal pada

matan hadis. Ima>m al-Nasa>’i> pada riwayat ke-2 menggunakan kalimat َ ‫فَػلَ َْم‬
َ‫ص‬
َْ ‫يػَُر ّْخ‬ sementara Ima>m al-Bukha>ri> riwayat ke-3 dan Ima>m Ah}mad juga

pada riwayat ke-3 menggunakan kalimat َ‫ص‬


ْ ‫َوََلْ َيػَُر ّْخ‬ sementara Ima>m al-

Tirmiz\i> dan Ima>m Ibn Ma>jah pada riwayat ke-2 menggunakan kata َ ‫ِع ْرقًا‬
yang berbeda dengan riwayat-riwayat lainnya. Namun demikian, semua

74
perubahan baik huruf maupun syakal dalam rentetan matan hadis tidak

mempengaruhi makna hadis tersebut.

e) Nuqs}an, yaitu pengurangan lafal matan hadis, sehingga dapat berpengaruh

pada makna hadis. hal ini tidak didapatkan dalam kumpulan matan hadis

yang diteliti.

3) Meneliti kandungan matan hadis.

Di dunia ini tidak ada dua orang yang persis sama. Bahkan orang yang

kembar identik pun yang memiliki komposisi genetik yang sama, masih terdapat

sisi perbedaan. Keunikan tersebut sebagian disebabkan oleh gen, yaitu suatu set

intruksi yang tersandi di dalam tubuh manusia. Gen diwariskan dari kedua

orangtua, separuh dari ibu dan separuh dari ayah.183 Namun demikian, gen tidak

hanya menghubungkan resep genetik dengan kerabat terdekat (orangtua, dan

kakek-nenek), tetapi semua gen dari garis keturunan tercatat dalam diri manusia.

Adapun penelitian kandungan matan hadis bertujuan untuk mengetahui

apakah dalam hadis tersebut terdapat Syaz\ atau tidak. Sehingga diperlukan

langkah-langkah yang dikenal dengan kaidah minor terhindar dari syuz\u>z\ yaitu

sebagai berikut:

a) Tidak bertentangan dengan al-Qur’an

Ada beberapa istilah yang menunjukkan term keturunan dalam Al-Qur’an,


yaitu nasl,184 z\urriyyah,185 nasab,186 dan walad.187

Kata nasl disebutkan dalam QS Al-Sajadah/32: 8.

183
Martin Brookes, Get a Grip on Genetics, terj. Anggia Prasetyoputri, Bengkel Genetika
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005 M), h. 6.
184
Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-Was}i>t}, Juz I (Mesir: Da>ral-Ma’a>rif, 1393
H/1973 M), h. 919.
185
Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-Was}i>t}, Juz I, h. 310.
186
Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-Was}i>t}, Juz II, h. 916.
187
Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-Was}i>t}, Juz I, h. 1056.

75
ٍَ ‫َس َاللٍَة َِم ْن ََم ٍاء ََم ِه‬
َ ‫ْي‬ ِ
ُ ‫َج َع َلَنَ ْسلَوَُم ْن‬
َ َّ‫ُث‬
Terjemahnya:
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.188
Kata z\urriyyah disebutkan antara lain dalam QS A<li ‘Imra>n/3: 38.
َِ ‫ُّع‬
َ ‫اء‬ َ ‫يعَالد‬
َِ ‫َّك‬
ُ ‫ََس‬ َ ْ‫ب َِِل َِم ْنَلَ ُدن‬
َ ‫كَذُّْريَّةًَطَيّْبَةًَإِن‬ ْ ‫َى‬
َ‫ب‬ ّْ ‫اؿ ََر‬ َ َّ‫َد َعاَ َزَك ِري‬
َ َ‫اَربَّوَُق‬ َ‫ك‬
ِ
َ ‫ُىنَال‬
Terjemahnya:
Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.189
Kata nasab disebutkan antara lain dalam QS Al-Furqa>n/25: 54.
َ ‫كَقَ ِد ًيرا‬
َ ُّ‫اَوَكا َف ََرب‬ ِ ‫وى َوَالَّ ِذيَخلَق َِمنَالْم ِاءَب َشراَفَجعلَوَنَسب‬
Terjemahnya:
َ ‫اَوص ْهًر‬
َ ًَ ُ َ َ ً َ َ َ َ َ ََُ
Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia
itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha
Kuasa.190
Kata walad disebutkan anatara lain dalam QS A<li ‘Imra>n/3: 47.
ُ ‫ضىَأ ََْمًراَفَِإَّٔمَاَيػَ ُق‬
َ‫وؿ‬ َ َ‫َ٘مْلُ ُق ََماَيَ َشاءَُإِذَاَق‬ ِ ِ‫اؿَ َك َذل‬
َ ُ‫كَاللَّو‬ َ َ‫مَْ َس ْس ِِنَبَ َشٌرَق‬َْٙ‫ََّنَيَ ُكو ُف َِِل ََولَ ٌد ََوََل‬
َّ ‫بَأ‬
ّْ ‫ت ََر‬ ْ َ‫قَال‬
َ ‫لَوَُ ُك ْنَفَػيَ ُكو َُف‬
Terjemahnya:
Maryam berkata: Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak,
padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun. Allah
berfirman (dengan perantaraan Jibril): Demikianlah Allah menciptakan apa
yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu,
maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: ‚Jadilah‛, lalu jadilah dia.191
Kata nasl, z\urriyyah, dan nasab semuanya berarti keturunan. Demikian

pula halnya kata walad, walaupun berarti anak, namun anak juga merupakan

keturunan. Dari semua istilah yang telah disebutkan, yang banyak digunakan

adalah kata nasab. Menurut hukum Islam, garis keturunan seorang anak

dinasabkan kepada ayahnya, sebagaimana ditunjukkan dalam QS Al-Ah}za>b/33: 5.

188
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 96.
189
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 68.
190
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 509.
191
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 70.

76
Salah satu bentuk hubungan yang dapat membawa manusia kepada

martabat kemuliaan adalah hubungan keturunan (nasab), yaitu suatu hubungan

yang harus dijaga dan dihormati oleh setiap orang. Hal ini disebutkan karena

hubungan tersebut akan membawa kemuliaan bagi yang bersangkutan.192

b) Tidak bertentangan dengan hadis sahih

Hadis yang menjadi kajian dalam penelitian ini tidak mengandung

pertentangan dengan redaksi hadis lainnya. Adapun hadis lain yang temukan

justru mendukung kredibilitas hadis yang dikaji sebagaimana yang diriwayatkan

oleh Ima>m Al-Bukha>ri> dan Ima>m Al-Tirmiz\i>.


َُ‫َِب َعُثْ َما َف َ َع َْن َ َس ْع ٍَد َ َر ِض ََي َاللََّوَُ َعْن َو‬ َ ِ‫َّد َ َح َّدثػَنَا َ َخالِ ٌَد َ ُى ََو َابْ َُن َ َعْب َِد َاللََِّو َ َح َّدثػَنَا َ َخالِ ٌَد َ َع َْن َأ‬
ٌَ ‫َح ََّدثػَنَا َ ُم َسد‬
َُ‫اْلَنََّة‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ‫َل َ َغ َْي َأَب َيو َ َوُى ََو َيَػ ْعلَ َُم َأَن ََّوُ َ َغْيػ َُر َأَب َيو َف‬ ِ
ََ ‫وؿ َ َم َْن َ َّاد َعى َإ‬ ِ
َُ ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َيػَ ُق‬ ََّ ِ‫ت َالن‬
َ ‫َِّب‬ َُ ‫اؿ ََِس ْع‬ ََ َ‫ق‬
ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ ِ
َ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ َم‬ َ َ‫وؿَاللََّو‬ َ ‫ِبَم َْنَ َر ُس‬ َ ِ‫ايَ َوَو َع َاهَُقَػ ْل‬
ََ َ‫اؿَ َوأَنَاَ ََس َعْت َوَُأُذُن‬ ََ ‫َِبَبَكَْرَةَفَػ َق‬ َ ِ‫َعلَْي َوَ َحَر ٌَاـ فَ َذ َك ْرتَُوَُأل‬
ٜٖٔ
)‫ي‬ ُّ ‫(رَوهَُاَلَْبُ َخا ِر‬
َ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada
kami Kha>lid yaitu Ibn ‘Abdulla>h, telah menceritakan kepada kami Kha>lid
dari Abu> ‘Us\ma>n dari Sa’d r.a. mengatakan, aku mendengar Nabi saw.
bersabda; ‚Barangsiapa menasabkan diri kepada selain ayahnya padahal ia
tahu bukan ayahnya maka surga haram baginya.‛ Maka aku sampaikan
hadis ini kepada Abu Bakrah dan ia berkata; ‚Aku mendengarnya dengan
kedua telingaku ini dan hatiku juga mencermati betul dari Rasulullah saw.‛
ََ‫اء‬
َ ‫وؿ َج‬ َُ ‫كَيػَ ُق‬ ٍَ ِ‫سَبْ ََنَ َمال‬ ََ َ‫تَأَن‬ َُ ‫ِبَقَاؿَ ََِس ْع‬ ٍَّ ِ‫يَ َح َّدثػَنَاَعُبَػْي َُدَبْ َُنَ َواقِ ٍَدَ َع َْنَ َزْر‬ َُّ ‫ص ِر‬ْ ‫وؽَالْب‬
َ ٍَ ‫َح َّدثػَنَاَ ُُمَ َّم َُدَبْ َُنَ َم ْرُز‬
َ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِوَ َو َسَلَّ ََم‬
َ َ‫َِّب‬َُّ ِ‫اؿَالن‬ ََ ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِوَ َو َسلَّ ََمَفَأَبْطَأََالْ َق ْوَُـَ َعْن َوَُأَ َْفَيػُ َو ّْسعُواَلََوَُفَػ َق‬ َ َُ ‫َشْي ٌَخَيُِر‬
ََّ ِ‫يدَالن‬
َ‫َِّب‬
َ‫َِب َ ُىَريْػَرةَ َ َوابْ َِن‬ ِ
َ ِ‫ف َالْبَاب َ َع َْن َ َعْب َد َاللََِّو َبْ َِن َ َع ْم ٍرو َ َوأ‬ ََ َ‫صغِ َينَا َ َويػُ َوقّْػ َْر َ َكبِ َينَا ق‬
َ ِ‫اؿ َ َو‬ َ ‫س َ ِمنَّا َ َم َْن َ ََلَْيػَ ْر َح َْم‬
ََ ‫لَْي‬
ٍ ِ ِ ِ ِ ِ َ
َ‫ك‬ ِ
َ ‫س َبْ َن َ َمال‬ ِ
َ َ‫يث َ َمنَاك َُي َ َع َْن َأَن‬ َُ ‫َحاد‬ َ ‫ِب َلََوَُأ‬ ِ
َّّ ‫يب َ َوَزْر‬ ِ
ٌَ ‫يث َ َغر‬ ٌَ ‫يسى َ َى َذا َ َحد‬ ِ ٍ
َ ‫َٔبُو َع‬ٜٗ ‫اؿ َأ‬
ََ َ‫َِب َأ َُم َامةَ َق‬
ِ ِ ِ
َ ‫اس َ َوأ‬ َ َّ‫َعب‬
ِِ
)‫َ(رَوهَُالْ ْتمذ ْي‬ َ ‫َو َغ ْيه‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Muh}ammad ibn Marzu>q al-Bas}ari>, telah
menceritakan kepada kami ‘Ubaid ibn Wa>qid dari Zarbi> ia berkata, saya

192
Kementrian Agama RI, Maqa>s}id al-Syari>’ah Memahami Tujuan Utama Syari>’ah (Cet.
I; Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010 M), h. 116-118.
193
Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz V, h.
156.
194
Muh}ammad ibn I<sa> ibn Su>rah ibn Mu>sa> ibn al-D{uh}a>k al-Tirmiz\i> Abu> ‘I<sa>, Sunan al-
Tirmiz\i>, Juz IV, h. 321.

77
mendengar Anas ibn Ma>lik berkata; Seorang lelaki tua datang kepada Nabi
saw. lantas orang-orang memperlambat untuk memperluas jalan untuknya,
maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ‚Bukan termasuk dari
golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak
menghormati orang tua (orang dewasa) kami.‛ Hadis semakna
diriwayatkan dari ‘Abdulla>h ibn ‘Amr, Abu> Hurairah, Ibn ‘Abba>s dan Abu>
Uma>mah. Berkata Abu> ‘I<sa>: Ini merupakan hadis gharib dan Zarbi> memiliki
hadis-hadis munkar dari Anas ibn Ma>lik dan selainnya.
c) Tidak bertentangan dengan akal sehat

Anak oleh Al-Qur’an diakui sebagai salah satu ‚hiasan hidup‛ serta

‚sumber harapan‛, tetapi di samping itu ditegaskan bahwa di antara mereka ada

yang dapat menjadi ‚musuh orang tuanya‛ (QS Al-Taga>bun/64: 14). Semua

orangtua mendambakan kesehatan lahir dan batin anak keturunannya serta

mengharapkan mereka menjadi ‚buah matanya‛. Orangtua sering lalai dan

melupakan bahwa ada dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih

dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.

Ilmuan dan agamawan mengatakan bahwa orangtua berpotensi

mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmaniah dan rohaniah melalui gen

yang mereka miliki. Dalam istilah hadis, Nabi saw. menamai gen dengan ‘irq.

Beliau berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk

menaburkan benih yang mengandung gen karena al-‘irq dassa>s, (gen itu

sedemikian kecil dan tersembunyi namun memberi pengaruh pada keturunan).

Inilah yang merupakan salah satu sebab mengapa al-Qur’an melarang seorang

muslim yang baik untuk kawin dengan orang musyrik atau seorang pezina (lihat,

QS Al-Nu>r/24: 3), dan ini pula latar belakang peringatan Nabi saw. tersebut.195

d) Tidak bertentangan dengan fakta sejarah

Suatu ketika dalam peperangan Jamal, Muhammad al-H{anafiyah putra

Sayyidina Ali r.a. dari istri beliau yang bernama Khaulah terlihat ragu terjun

195
M. Quraish Shihab, Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan (Cet. IV; Bandung:
Mizan, 1995 M), h. 261.

78
dalam kecamuk perang. Sayyidina Ali menegurnya dengan berkata: ‚Irq ibumu

mempengaruhimu‛. Ini, karena pengaruh hereditas yang menurun kepada kedua


saudaranya Sayyidina al-H{asan dan Sayyidina al-H{usain putra Sayyidina Ali dari

Fatimah r.a. (putri Rasulullah saw.) tidak sama dengan yang menurun dari

Khaulah r.a.

Sejarah lain yang diduga kuat ada korelasi dengan pembacaan gen terjadi

pada kisah nabi Musa a.s. berguru ilmu kepada nabi Khidir a.s. dalam surah al-

Kahfi sangat menarik dibahas karena mengandung nilai-nilai tidak normal. Di

sana diceritakan bahwa nabi Khidir a.s. meminta agar nabi Musa a.s. tidak

mengkritik, ketika dia tiba-tiba membunuh seorang anak yang tidak berdosa.

Nabi Musa a.s. bertanya, ‚mengapa engkau bunuh anak yang suci, padahal anak

itu tidak melakukan pembunuhan sehingga harus dibalan bunuh?. Akhirnya di

waktu berpisah nabi Khidir a.s. menjelaskan alasannya membunuh si anak, ‚dan

adapun anak itu, maka ibu-bapaknya adalah mukmin. Maka kami khawatir bahwa

dia akan menjerumuskan keduanya kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami

menghendaki agar Tuhan mereka mengganti dengan anak lain yang lebih suci dan

sayang pada mereka.‛ (QS Al-Kahfi/18: 80-81)

Rupanya nabi Khidir a.s. memiliki info mengenai masa depan anak itu

yang kelak akan menjadi orang jahat dan mengancam orang tuanya menjadi sesat
dan kafir. Logika nabi Khidir a.s. yang ganjil tadi sempat merepotkan para ahli

tafsir Al-Qur’an. Ada yang mengatakan bahwa tindakan itu hanya khusus

pengecualian untuk nabi Khidir a.s. saja karena punya ilmu rahasia. Pengetahuan

nabi Khidir a.s. tentang masa depan si anak kelak kalau sudah dewasa, bisa jadi

berhubungan dengan kode genetika. Setiap makhluk hidup, termasuk manusia,

punya gen pembawa faktor keturunan yang tertulis dalam rantai molekul DNA.

79
Segala hal sudah ‚ditulis‛ disitu, batas pertumbuhan kuku, warna kulit, rambut,

tinggi badan, sampai kelemahan dan bakat penyakit setiap orang.196

Tulisan ‚kafir‛ di darah si anak mungkin saja adalah kode genetika yang

diketahui oleh nabi Khidir a.s. Saat ini sudah dikembangkan genetic engineering

atau rekayasa genetika, suatu ilmu teknologi yang mendalami upaya mengotak-

atik kode genetika dalam molekul DNA pembawa gen, dalam rangka

memodifikasi karakter makhluk. Kalau sifat fisik tubuh manusia terbukti sudah

tertulis takdirnya, barangkali tidak mustahil kelak akan ditemukan bahwa sifat-

sifat rohaniah pun sudah ada kode genetiknya.

3. Aplikasi takhri>j al-H{adi>s\ terhadap hadis penentuan kemiripan anak

a. Metode-metode takhri>j al-H{adi>s\

1) Metode dengan menggunakan lafal pertama matan hadis

Petunjuk yang dapat digunakan dalam metode ini adalah dengan

menggunakan kitab Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syari>f.


ٜٔٚ
َُّ ‫خاَِر‬
ٖٔ٘ٔ‫صَٕٔٔٔح‬/ٖ‫ج‬:‫ي‬ َِ ‫ص‬
ََ ُ‫حَْي َُحَاَلَْب‬ ََ
Berdasarkan keterangan di atas maka hadis tersebut dapat ditemukan

dalam kitab Sahih al-Bukha>ri> juz 3 halaman 1211 dengan nomor hadis 3151.

2) Metode dengan menggunakan salah satu lafal matan

Adapun petunjuk yang digunakan dalam metode ini dengan berpedoman


pada kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s\ al-Nabawi>.
َ ‫سبق‬
ِ َ ‫الر ُج َِل َ َم‬
َ‫َـ‬،،َٙ،َٖ‫َتفسيَسورة‬،**َٔ‫َأنبياء‬،َ٘ٔ‫خَمناقبَاألنصار‬...‫اءَ َالْ َم ْرأََة‬ َ ‫فَِإ َذا َ َسبَ ََق َ َم‬
َّ َ ُ‫اء‬
ٜٔٛ
َ َٖٖٛ،َٖٚٔ،َٜٜٔ،َٜٔٛ،َٖٔٔ،َٔٓٛ،َٕ‫َحم‬،،َٕٖٔ‫َفَطهارة‬،،َٕ‫حيض‬

196
H. Bambang Pranggono, Mukjizat Sains dalam Al-Qur’an (Cet. IV; Ide Islami:
Bandung, 2007 M), h. 170.
197
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I (Libano>n: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, t. th), h. 111318.
198
A.J. Weinsinck terj. Muh}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z}
al-H}adi>s\ al-Nabawi>, Juz II, h. 401.

80
َ ‫شبو‬
ْ ‫الر ُج َِلَأَ ْشبََوََأ‬
**َٜٖ،َٙ‫َحم‬،،َٔٓٛ‫َجوَطهارة‬،َٕٕ‫َخ َوالََوَُـَحيض‬ َّ ََ‫اء‬
َ ‫الَ َم ُاؤَىاَ َم‬ ََ ‫إِ َذاَ َع‬
ٜٜٔ
َٖٔٔ،َٕ‫الَأَ ْشبَػ َه َوَُالْ َولَ َُدَحم‬
ََ ‫فَأَيػُّ ُه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع‬
Berdasarkan petunjuk di atas, hadis ini dapat dirujuk kepada beberapa

kitab sumber, yaitu: Sahih al-Bukha>ri> pada kitab Mana>qib al-Ans}a>r bab 51 dan

al-Anbiya>’ bab 1, Sahih Muslim bab 22, Sunan al-Nasa>’i> bab 132, Sunan Ibn
Ma>jah kitab taha>rah bab 108 dan Musnad Ah}mad ibn H{anbal juz 3 halaman 108,

121, 189, 199, 271, 282 dan juz 6 halaman 93.

b. Merujuk kepada kitab sumber

1) Sahih al-Bukha>ri>

Berdasarkan metode takhri>j al-H{adi>s\ lafal pertama matan hadis,

ditemukan bahwa hadis ini termuat dalam Sahih Al-Bukha>ri> juz 3 halaman 1211

dengan nomor hadis 3151.


َُ‫َف َ َعْب ََد َاللََِّو َبْ ََن َ َس َالٍَـ َبػَلَغََو‬
ََّ ‫س َأ‬ ٌَ َ‫َّل َ َح َّدثػَنَا َ ُْحَْي ٌَد َ َح َّدثػَنَا َأَن‬َِ ‫ِن َ َح ِام َُد َبْ َُن َ ُع َمََر َ َع َْن َبِ ْش َِر َبْ َِن َالْ ُم َفض‬ َ َِ‫َح َّدث‬
َ‫ث ََََل‬ ٍ
َ ‫ك َ َع َْن َثََال‬ ََ ُ‫ِن َ َسائِل‬ َّْ ِ‫اؿ َإ‬
ََ ‫اءَ َفَػ َق‬ ِ
َ َ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َالْ َمدينَةَ َفَأَتَ َاهُ َيَ ْسأَلَُوُ َ َع َْن َأَ ْشي‬ َّْ ِ‫َم ْق َد َُـ َالن‬
ِ ِ َ َ ‫َِّب‬
ََ‫اء‬
َ ‫اءُ َالْ َم ْرأََة َ َم‬َ ‫ع َالْ َولَ ََد َ َوإِذَا َ َسبَ ََق َ َم‬ َ ‫الر ُج َِل َ َم‬
ََ ‫اءَ َالْ َم ْرأََة َنػََز‬ َ ‫ َوأ ََّما َالْ َولَ َُد َفَِإذَا َ َسبَ ََق َ َم‬...َ ‫ِب‬
َّ َ ُ‫اء‬ َّّ َِ‫يػَ ْعلَ ُم ُه ََّن َإَََِّل َن‬
ٕٓٓ
َ )‫(رَواهَُالْبُ َخا ِري‬ َ ‫تَالْ َولَ ََد‬َْ ‫الر ُج َِلَنػََز َع‬ َّ
َ‫اؿَبػَلَ ََغَ َعْب ََدَاللََِّوَبْ ََنَ َس َالٍَـ‬ ََ َ‫سَ َر ِض ََيَاللََّوَُ َعْن َوَُق‬ ٍَ َ‫يَ َع َْنَ ُْحَْي ٍَدَ َع َْنَأَن‬ َُّ ‫َخبَػَرنَاَالْ َفَزا ِر‬ ْ ‫َح َّدثػَنَاَ ُُمَ َّم َُدَبْ َُنَ َس َالٍَـَأ‬
ٍَ ‫ك َ َع َْن َثََال‬
َ‫ث ََََل َيػَ ْعلَ ُم ُه ََّن َإَََِّل‬ ََ ُ‫ِن َ َسائِل‬ َّْ ِ‫اؿ َإ‬ ََ ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َالْ َم ِدينََة َفَأَتَ َاهُ َفَػ َق‬ َ َ ‫وؿ َاللََِّو‬
َِ ‫َم ْق َد َُـ َ َر ُس‬
َ‫الر ُج ََل َإِ َذا َ َغ ِش ََي َالْ َم ْرأََة َفَ َسبَػ َق َها َ َم ُاؤَهَُ َكا َف َالشَّبََوَُلََوَُ َوإِ َذا َ َسبَ ََق َ َم ُاؤَىا‬ َ ‫ف َالْ َولَ َِد َفَِإ ََّف‬
َّ ٕٓٔ َ َُِ‫ َوأ ََّما َالشَّبََو‬...‫ِب‬ َّّ َِ‫ن‬
َ )‫(رَواهَُالْبُ َخا ِري‬ َ ‫َكا َفَالشَّبََوَُ ََلَا‬
2) Sahih Muslim

Berdasarkan metode salah satu lafal matan, hadis ini termuat pula dalam

kitab Sahih Muslim bab 22.

199
A.J. Weinsinck terj. Muh}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z}
al-H}adi>s\ al-Nabawi>, Juz III, h. 61.
200
Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz V, h.
69.
201
Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz IV, h.
132.

81
‫اؿَ َس ْه ٌَلَ َح َّدثػَنَاَ‬ ‫بَقَ ََ‬ ‫َِبَ ُكَريْ ٍَ‬ ‫ظَِألِ َ‬ ‫يَ َو َس ْه َُلَبْ َُنَعُثْ َما َفَ َوأَبُوَ ُكَريْ ٍَ‬
‫بَ َواللَّ ْف َُ‬ ‫الرا ِز َُّ‬
‫وسىَ َّ‬ ‫َ‬ ‫َح َّدثػَنَاَإِبْػَر ِاى َُ‬
‫يمَبْ َُنَ ُم‬
‫بَبْ َِنَ َشْيبََةَ َع َْنَ ُم َسافِ َِعَبْ َِنَ َعْب َِدَاللََِّوَ َع َْنَعُ ْرَوَةَ‬ ‫ص َع َِ‬ ‫ْ‬ ‫َِبَ َزائِ َدَةَ َع َْنَأَبِ َِيوَ َع َْنَ ُم‬
‫َخبَػَرنَاَابْ َُنَأِ َ‬‫ْ‬ ‫اؿَ ْاْل َخَر َِ‬
‫افَأ‬ ‫وَقَ ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ َى َْلَتَػ ْغتَس َلَالْمرأََةَُإ َذاَ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الزبػَ َِْيَ َع َْنَ َعائ َش َة أ ََّ‬
‫تَ‬ ‫احتَػلَ َم َْ‬
‫وؿَُاللَََِّوَْصلَّىَالْلََّوَعلَيَوَِ‬ ‫ِ‬ ‫وؿَاللََّوَ َ‬ ‫تَلَر ُس َ‬
‫ِ‬
‫َفَ ْامَرأًََةَقَالَ َْ‬ ‫بْ َِنَ ُّ‬
‫ُ َْ‬ ‫َ‬ ‫اؿَ َر ُس َُ‬ ‫تَفَػ َق ََ‬
‫تَقَالَ َْ‬ ‫َّ‬
‫اؾَ َوأُل َْ‬
‫تَيَ َد َ‬ ‫تَ ََلَاَ َعائ َش َةَُتَ ِربَ َْ‬ ‫اؿَنػَ َع َْمَفَػ َقالَ َْ‬‫اءََفَػ َق ََ‬
‫تَالْ َم َ‬ ‫صَر َْ‬ ‫َوأَبْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َو َسلَّ ََم َ َدع َيها َ َوَى َْل َيَ ُكو َُف َالشَّبََوُ َإَََّل َم َن َقب َِل َ َذل َ‬
‫الر ُج َِل َأَ ْشبََوَ َالْ َولَ َُد َأ ْ‬
‫َخ َوالََوُ َ َوإ َذاَ‬ ‫اءَ َ َّ‬
‫ال َ َم ُاؤَىا َ َم َ‬
‫ك َإ َذا َ َع ََ‬
‫ْ َ ِ ٕٕٓ‬
‫َم ْسلم) َ‬ ‫(رَواهُ ُ‬‫الر ُج َِلَ َماءَ َىاَأَ ْشبََوََأ َْع َم َام َوُ َ‬
‫اءَُ َّ‬ ‫الَ َم َ‬‫َع ََ‬
‫>‪3) Sunan al-Nasa>’i‬‬

‫‪Hadis ini dapat ditemukan dalam Sunan al-Nasa>’i> bab 132 sebagaimana‬‬

‫‪petunjuk pada metode takhri>j salah satu lafal matan.‬‬


‫وؿَاللََِّوَ‬
‫اؿَ َر ُس َُ‬ ‫اؿ قَ ََ‬
‫سَقَ ََ‬ ‫اؿَ َح َّدثػَنَاَ َسعِي ٌَدَ َع َْنَقَػتَ َادَةَ َع َْنَأَنَ ٍَ‬ ‫اؿَأَنْػبَأَنَاَ َعْب َدَةَُقَ ََ‬ ‫َخبَػَرنَاَإِ ْس َح َُقَبْ َُنَإِبْػَر ِاى ََ‬
‫يمَقَ ََ‬ ‫أْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الر ُج َِل َ َغلي ٌَ‬ ‫ِ‬
‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َ َم َ‬
‫(رَواهَُ‬‫َص َف َُر َفَأَيػُّ ُه َما َ َسبَ ََق َ َكا َف َالشَّبََوُ َ‬
‫يق َأ ْ‬
‫اءَُالْ َم ْرأََة َ َرق ٌَ‬ ‫ظ َأَبْػيَ َُ‬
‫ض َ َوَم َ‬ ‫اءَُ َّ‬ ‫َ ِ ٖٕٓ‬
‫س َائى)‬ ‫الَنَّ ََ‬
‫‪4) Sunan Ibn Ma>jah‬‬

‫‪Ibn Ma>jah turut melansir hadis ini dalam Sunannya pada kitab taha>rah‬‬

‫‪bab 108‬‬
‫َِب َ َع ُروبَةَ َ َع َْن َقَػتَ َادةَ َ َع َْنَ‬ ‫ي َ َو َعْب َُد َ ْاأل َْعلَى َ َع َْن َ َسعِ َِ‬
‫يد َبْ َِن َأِ َ‬ ‫َِب َ َع ِد ٍَّ‬
‫ّن َ َح َّدثػَنَا َابْ َُن َأِ َ‬‫َح َّدثػَنَا َ ُُمَ َّم َُد َبْ َُن َالْ ُمثَػ ََّ‬
‫الر ُج َُلَ‬ ‫ِ‬
‫ف َ َمنَام َها َ َما َيػََرى َ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬
‫صلى َالل َوَُ َعلَْي َو َ َو َسل ََم َ َع َْن َالْ َم ْرأََة َتَػَرى َ َ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫َف َأ ََُّـ َ ُسلَْي ٍَم َ َسأَلَ َْ‬ ‫س أ ََّ‬ ‫أَنَ ٍَ‬
‫ِ‬ ‫وؿ َِالل َو َ َ‬‫ت َ َر ُس ََ‬
‫اؿ َرس َُ ِ‬
‫ت َأ َُُّـ َ َسلَ َمةَ َيَاَ‬ ‫ك َفَأَنْػَزلَ َْ‬
‫ت َفَػ َعلَْيػ َها َالْغُ ْس َُل َفَػ َقالَ َْ‬ ‫َت َذَل ََ‬ ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َإِذَا َ َرأ َْ‬ ‫وؿ َاللََّو َ َ‬ ‫فَػ َق ََ َ ُ‬
‫الَ‬‫َص َف َُرَفَأَيػُّ ُه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع ََ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ظَأَبْػيَ َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬
‫يقَأ ْ‬‫اءَُالْ َم ْرأََةَ َرق ٌَ‬
‫ضَ َوَم َ‬ ‫الر ُج َلَ َغلي ٌَ‬ ‫اءَُ َّ‬
‫اؿَنػَ َع َْمَ َم َ‬
‫ٕٗٓ‬
‫وؿَالل َوَأَيَ ُكو َُفَ َى َذاَقَ ََ‬ ‫َر ُس ََ‬
‫اجوُ)‬ ‫َابنَم َ‬
‫(رَواهُ َ‬ ‫أَ ْشبَػ َه َوَُالْ َولَ َُد َ‬
‫‪5) Musnad Ahmad ibn H{anbal‬‬

‫‪Berdasarkan metode takhri>j salah satu lafal matan menunjukkan bahwa‬‬

‫‪hadis ini dapat ditemukan dalam Musnad Ah}mad ibn H{anbal juz 3 halaman 108,‬‬

‫‪121, 189, 199, 271, 282 dan juz 6 halaman 93.‬‬


‫ك أ ََّ‬
‫َف َأ ََُّـَ‬ ‫س َبْ َِن َ َمالِ ٍَ‬ ‫اؿ َ َح َّدثػَنَا َ َسعِي ٌَد َالْ َم ْع ََ‬
‫ّن َ َع َْن َقَػتَ َادَة َ َع َْن َأَنَ َِ‬ ‫َخبَػَرنَا َ َسعِي ٌَد َ َوابْ َُن َ َج ْع َف ٍَر َقَ ََ‬
‫يد َأ ْ‬ ‫َح َّدثػَنَا َيَِز َُ‬
‫صلَّىَ‬ ‫اؿ َالنِ َُّ‬
‫َِّب َ‬ ‫الر ُج َُل َفَػ َق ََ‬ ‫ِ‬
‫ف َ َمنَام َها َ َما َيَػَرى َ َّ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َ َع َْن َ ْامَرأََة َتَػَرى َِ َ‬ ‫ت َالنِ ََّ‬ ‫ُسلَْي ٍَم َ َسأَلَ َْ‬
‫وؿََاللََّوَِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َِّب َ َ‬
‫كَيَاَ َر ُس ََ‬ ‫تَأ َُُّـَ َسلَ َم َةَأ َََوَيَ ُكو َُفَ َذل ََ‬‫تَفَػ ْلتَػ ْغتَس َْلَقَالَ َْ‬ ‫كَمْن ُك ََّنَفَأَنْػَزلَ َْ‬ ‫َتَ َذل ََ‬ ‫اللََّوَُ َعلَْي َِوَ َو َسلَّ ََمَ َم َْنَ َرأ َْ‬
‫‪202‬‬
‫‪Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz I,‬‬
‫‪h. 251.‬‬
‫‪203‬‬
‫‪Abu> ‘Abd al-Rah}ma>n Ah}mad ibn Syu’aib ibn ‘Ali> al-Khura>sa>ni> al-Nasa>’i>, al-Sunan al-‬‬
‫‪S{agri> li al-Nasa>’i>, Juz I, h. 115.‬‬
‫‪204‬‬
‫َ‪Ibnu Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Yazi>d al-Qazwi>ni>, Sunan Ibn Ma>jah, Juz I,‬‬
‫‪h. 197.‬‬

‫‪82‬‬
‫(رَواهَُ‬ ‫ال َأَ ْشبَػ َه َوُ َالْ َولَ َُد َ‬ ‫يق َفَأَيػُّ ُه َما َ َسبَ ََق َأ ََْو َ َع ََ‬ ‫ص َف َُر َ َرقِ ٌَ‬ ‫ض َوم َ ِ‬
‫اءُ َالْ َم ْرأََة ََأَ ْ‬ ‫ظ َأَبْػيَ َُ َ َ‬ ‫الر ُج َِل َ َغلِي ٌَ‬ ‫اءُ َ َّ‬‫اؿ َنػَ َع َْم َ َم َ‬ ‫قَ ََ‬
‫ٕ٘ٓ‬
‫َْحَ ُد)‬ ‫أْ‬
‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََمَ‬ ‫َ‬ ‫َف َ َعْب ََد َاللََِّو َبْ ََن َ َس َالٍَـ َبػَلَغََوَُ َم ْق َد َُـ َالنِ َّْ‬
‫َِّب َ‬ ‫س أ ََّ‬ ‫يل َ َح َّدثػَنَا َ ُْحَْي ٌَد َ َع َْن َأَنَ ٍَ‬ ‫اع َُ‬ ‫ح َّدثػَنَا َإِ َْس ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫اطَ‬‫اؿ َ َما َأ ََّو َُؿ َأَ ْشَر َِ‬ ‫ِب َقَ ََ‬ ‫اءَ ََََل َيَػ ْعلَ ُم َها َإَََِّل َنَِ َّّ‬ ‫ك َ َع َْن َأَ ْشيَ َ‬ ‫ِن َ َسائِلُ ََ‬ ‫اؿ َإِ َّْ‬
‫اءَ َقَ ََ‬ ‫الْ َم ِدينَةَ َفَأَتَ َاهُ َفَ َسأَلََوُ َ َع َْن َأَ ْشيَ َ‬
‫ِنَ‬‫َخبَػَرِ َ‬
‫اؿ َأِ ْ‬ ‫َل َأ ُّْم َِو َقَ ََ‬‫عُ َإِ ََ‬‫َل َأَبِ َِيو َ َوالْ َولَ َِد َيػََْن ِز َ‬ ‫اؿ َالْ َولَ َِد َيػَْن ِز َ‬
‫عُ َإِ ََ‬ ‫اْلَن ََِّة َ َوَما َبَ َُ‬
‫اع َِة َ َوَما َأ ََّو َُؿ َطَ َع ٍَاـ َيَأْ ُكلَُوَُأ َْى َُل َ ْ‬ ‫الس َ‬ ‫َّ‬
‫ارَ‬‫اع َة َفَػنَ ٌَ‬ ‫ِ‬
‫اؿ َأ ََّما َأ ََّو َُؿ َأَ ْشَر َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ِِّٔ ََّن َج ْرب َُ‬
‫ِ‬
‫الس َ‬ ‫اط َ َّ‬
‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫ود َم َْن َالْ َم َالئ َك َة َقَ ََ‬ ‫ك َ َع ُد َُّو َالْيَػ ُه َ‬ ‫اؿ َابْ َُن َ َس َال َـ َفَ َذل ََ‬ ‫يل َآن ًفا َقَ ََ‬
‫وتَ َوأ ََّماَالْ َولَ َُدَفَِإذَاَ َسبَ ََقَ‬ ‫اْلَن ََِّةَ ِزيَ َادَةَُ َكبِ َدَ ُح َ‬ ‫بَ َوأ ََّو َُؿَطَ َع ٍَاـَيَأْ ُكلَُوَُأ َْى َُلَ ْ‬ ‫َلَالْ َم ْغ ِر َِ‬ ‫ؽَإِ ََ‬ ‫ََْت ُش ُرُى َْمَ ِم َْنَالْ َم ْش ِرَِ‬
‫‪ٕٓٙ‬‬
‫َْحَ ُد)‬‫(رَواهَُأ ْ‬ ‫الر ُج َِلَنػََز َع َْ‬ ‫ِ‬ ‫عَالْ َولَ ََدَ َوإِذَاَ َسبَ ََقَ َم َ‬ ‫اءََالْ َم ْرأََةَِنػََز ََ‬ ‫الر ُج َِلَ َم َ‬
‫تَالْ َولَ ََد َ‬ ‫اءََ َّ‬ ‫اءَُالْ َم ْرأََةَ َم َ‬ ‫اءَُ َّ‬ ‫َم َ‬
‫صلَّى َاللََّوَُ‬ ‫ت َالنِ ََّ‬
‫َِّب َ َ‬ ‫َف َأ ََُّـ َ ُسلَْي ٍَم َ َسأَلَ َْ‬ ‫ك أ ََّ‬ ‫س َبْ َِن َ َمالِ ٍَ‬ ‫َح َّدثػَنَا َ َعْب َُد َ ْاأل َْعلَى َ َح َّدثػَنَا َ َسعِي ٌَد َ َع َْن َقَػتَ َادَة َ َع َْن َأَنَ َِ‬
‫َتَ‬‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِوَ َو َسلَّ ََم َإِ َذاَ َرأ َْ‬ ‫َ‬ ‫ِبَاللََِّوَ‬ ‫فَ َمنَ ِام َهاَفَػ َق ََ‬
‫اؿ َنَِ َُّ‬ ‫الر ُج َُل َِ َ‬ ‫تَتَػَرىَالْ َم ْرأََةَُ َماَيػََرىَ َّ‬ ‫َعلَْي َِوَ َو َسلَّ ََمَقَالَ َْ‬
‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َنػَ َع َْمَ‬ ‫َ‬ ‫اؿ َالنِ َُّ‬
‫َِّب َ‬ ‫ت َأ َُُّـ َ َسلَ َم َة َأ ََويَ ُكو َُف َفَػ َق ََ‬ ‫اءَ َفَػ ْلتَػ ْغتَ ِس َْل َقَالَ َْ‬‫ِن َالْ َم َ‬ ‫الر ُج َُل َيػَ ْع ِ َ‬ ‫َما َيػََرى َ َّ‬
‫ِ‬
‫ال قَا ََؿَ َسعي ٌَدَ َْْم َُنَنَ ُشكََُّيَ ُكو َُفَ‬ ‫ِ‬
‫َص َف َُرَفَم َْنَأَيّْه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع ََ‬‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ظَأَبْػيَ َُ‬ ‫ِ‬
‫الر ُج َِلَ َغلي ٌَ‬
‫يقَأ ْ‬ ‫اءَُالْ َم ْرأََةَ َرق ٌَ‬
‫ضَ َوَم َ‬
‫‪ٕٓٚ‬‬
‫اءَُ َّ‬ ‫َم َ‬
‫َْحَ ُد)‬‫(رَواهَُأ ْ‬ ‫الشَّبََوُ َ‬
‫صلَّىَاللََّوَُ‬ ‫اؿ لَ َّماَقَ ِد َـَرس َُ ِ‬ ‫سَبْ َِنَ َمالِ ٍَ‬ ‫َخبَػَرنَاَثَابِ ٌَ‬
‫وؿَِاللََّو َ َ‬ ‫َِ َ ُ‬ ‫كَقَ ََ‬
‫ِ‬
‫تَ َو ُْحَْي ٌَدَ َع َْنَأَنَ َِ‬ ‫ادَأ ْ‬ ‫َح َّدثػَنَاَ َعفَّا َُفَ َح َّدثػَنَاَ َْحَّ ٌَ‬
‫ك َ َع َْن َأَ ْشيَ َ‬
‫اءََ‬ ‫ِن َ َسائلُ ََ‬ ‫اؿ َإ َّْ‬ ‫ِ‬
‫ف َ َٓمْل َو َفَأَتَ َاهَُفَػ َق ََ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫ُخِ ََرب َ َعْب َُد َالل َو َبْ َُن َ َس َال َـ َب ُق ُدوم َو َ َوُى ََو َ َ‬
‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬ ‫َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َالْ َم ِدينَةََأ‬
‫اؿَفَ َسأَلََوَُ َع َْنَ‬ ‫ِبَقَ ََ‬ ‫تَبِنَِ ٍَّ‬‫َّكَلَ ْس ََ‬ ‫تَأَن ََ‬ ‫كَ َوإِ َْفَ ََلَْتَػ ْعلَ ْم ُه ََّنَ َعَرفْ َُ‬ ‫تَبِ ََ‬ ‫ِنَ َِّٔاَ َآمْن َُ‬ ‫َخبَػ ْرتَِ َ‬‫ْ‬ ‫ِبَفَِإ َْفَأ‬ ‫َََلَيػَ ْعلَ ُم َهاَإَََِّلَنَِ َّّ‬
‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْيَِوَ‬ ‫اؿ َرس َُ ِ‬ ‫ٍ‬
‫اْلَن ََِّة َ َو َع َْن َأ ََّوَِؿ َ َش ْي َء َ َْٗم ُش َُر َالن ََ‬ ‫ٍ‬
‫الشَّبََِو َ َو َع َْن َأ ََّوَِؿ َ َش ْي َء َيَأْ ُكلَُوَُأ َْى َُل َ ْ‬
‫وؿ َاللََّو َ َ‬ ‫َّاس َِقَ ََ َ ُ‬
‫اء َالْمرأََةَِ‬
‫الر ُج َِل َ َم ََ َ ْ‬ ‫اءُ َ َّ‬ ‫اؿ َأ ََّما َالشَّبََوُ َإذَا َ َسبَ ََق َ َم َ‬ ‫ود َقَ ََ‬ ‫ِ‬
‫اؾ َ َع ُد َُّو َالْيَػ ُه َ‬ ‫اؿ َذَ ََ‬‫يل َآنًِفا َقَ ََ‬ ‫ِن َِِّٔ ََّن َ ِج ِْرب َُ‬ ‫َخبَػَرِ َ‬‫ْ‬ ‫َو َسلَّ ََم َأ‬
‫‪ٕٓٛ‬‬
‫َْحَ ُد)‬ ‫(رَواهَُأ ْ‬ ‫الرج َِلَذَىب َ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫بَبِالشَّبََِوَ َوإِذَاَ َسبَ ََقَ َم َ‬
‫تَبالشَّبََو َ‬ ‫اءََ َّ ُ َ َ ْ‬ ‫اءَُالْ َم ْرأََةَ َم َ‬ ‫ذَ َى ََ‬
‫وؿَاللََِّوَ‬
‫تَ َر ُس ََ‬ ‫َفَأ َُّم َوَُأ ََُّـَ ُسلَْي ٍَمَ َسأَلَ َْ‬ ‫ك أ ََّ‬ ‫سَبْ َِنَ َمالِ ٍَ‬ ‫َح َّدثػَنَاَ ُُمَ َّم َُدَبْ َُنَ َج ْع َف ٍَرَ َح َّدثػَنَاَ َسعِي ٌَدَ َع َْنَقَػتَ َادَةَ َع َْنَأَنَ َِ‬
‫ف َ َمنَ ِام َهاَ‬ ‫ك َِ َ‬ ‫َت َ َذلِ ََ‬ ‫اؿ َإِ َذا َ َرأ َْ‬ ‫الر ُج َُل َفَػ َق ََ‬ ‫ف َ َمنَ ِام َها َ َما َيػََرى َ َّ‬ ‫ت َالْ َم ْرأََةُ َتَػَرى َِ َ‬ ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َقَالَ َْ‬ ‫َ‬
‫اؿَ‬‫وؿَاللََِّوَقَ ََ‬ ‫تَأ ََويَ ُكو َُفَ َى َذاَيَاَ َر ُس ََ‬ ‫استَ ْحيَ َْ‬ ‫و‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫م‬ ‫َّ‬
‫ل‬ ‫س‬
‫ُ َِ ْ َ َ َ َ ْ‬ ‫و‬ ‫َ‬ ‫َِّبَصلَّىَاللََّوَعلَي ِ‬
‫َ‬
‫و‬ ‫ِ‬
‫فَػ ْلَ َْ ِ ْ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ ّْ َ‬
‫َ‬ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ج‬ ‫و‬ ‫ز‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ة‬ ‫م‬ ‫ل‬
‫َ‬ ‫س‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ُـ‬
‫ُّ‬ ‫أ‬‫َ‬ ‫َ‬
‫ت‬ ‫َ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ق‬ ‫ػ‬ ‫ف‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ل‬ ‫ِ‬
‫س‬ ‫ت‬ ‫غ‬ ‫ػ‬‫ت‬
‫الَ‬ ‫ِ‬
‫يقَفَم َْن َأَيّْه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع ََ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َص َف َُر َ َرق ٌَ‬ ‫ِ‬ ‫الر ُج َِلَأَبْػيَ َُ‬
‫اءَُالْ َم ْرأََةَأ ْ‬ ‫ظَ َوَم َ‬ ‫ضَ َغلي ٌَ‬ ‫اءَُ َّ‬‫نػَ َع َْمَفَم َْن َأَيْ ََنَيَ ُكو َُفَالشَّبََوَُ َم َ‬
‫‪ٕٜٓ‬‬
‫َْحَ ُد)‬ ‫(رَواهَُأ ْ‬ ‫يَ ُكو َُفَالشَّبََوُ َ‬
‫ودَ‬‫صابََةٌَ ِم َْنَالْيَػ ُه َِ‬ ‫ت َع َ‬
‫اس حضر َ ِ‬
‫اؿَابْ َُنَ َعِبَّ ٍَ َ َ َ ْ‬ ‫يدَ َح َّدثػَنَاَ َش ْهٌَرَقَ ََ‬ ‫اْلَ ِم َِ‬‫اس َِمَ َح َّدثػَنَاَ َعْب َُدَ ْ‬ ‫اش َمَب َنَالْ َق ِ‬ ‫ح َّدثػَنَاَى ِ‬
‫اس َِمَ َح ّْدثْػنَاَ َع َْنَخ َال ٍَؿَنَ ْسأَلُ ََ‬ ‫ِبَاللََِّوََصلَّىَاللََّوَعلَي َِوَوسلَّ َمَيػوماَفَػ َقالُواَياَأَباَالْ َق ِ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫كَ َعْنػ ُه ََّنََََلَيػَ ْعلَ ُم ُه ََّنَ‬ ‫َ َ‬ ‫ُ َ ْ َ َ َ َْ ً‬ ‫َ‬ ‫نَِ َّ‬
‫َ‬

‫‪205‬‬
‫‪Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,‬‬
‫‪Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XIX, h. 253.‬‬
‫‪206‬‬
‫‪Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,‬‬
‫‪Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XX, h. 287.‬‬
‫‪207‬‬
‫‪Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,‬‬
‫‪Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XX, h. 348.‬‬
‫‪208‬‬
‫‪Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,‬‬
‫‪Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XXI, h. 349.‬‬
‫‪209‬‬
‫‪Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,‬‬
‫‪Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XXI, h. 415.‬‬

‫‪83‬‬
َ‫الَ َكا َف‬ ٌَ ِ‫َص َف َُرَ َرق‬
ََ ‫يقَفَأَيػُّ ُه َما َ َع‬ ِ َ ‫َف َم‬
ْ ‫اءََالْ َم ْرأََة َأ‬ َ ََّ ‫ظَ َوأ‬ٌَ ‫ضَ َغلِي‬ َُ َ‫الر ُج َِلَأَبْػي‬ َّ َ‫اء‬َ ‫َفَم‬ ََّ ‫ َى َْلَتَػ ْعلَ ُمو َف َأ‬...‫اؿ‬ ََ َ‫ِبَق‬ َّّ َِ‫إَََِّلَن‬
ٕٔٓ َ َ ِ ِ ِِ
)‫َْحَ ُد‬
ْ ‫(رَواهَُأ‬ َ ‫لََوَُالْ َولَ َُدَ َوالشَّبََوَُبإ ْذ َفَاللََّو‬
ْ َ‫بَبْ َِنَ َشْيبَةََ َع َْنَ ُم َسافِ َِعَبْ َِنَ َعْب َِدَاللََِّو‬
َّْ ِ‫اْلَ َج‬
َ‫ِبَ َع َْن‬ َِ ‫ص َع‬ْ ‫َيَبْ َُنَ َزَك ِريَّاَ َع َْنَأَبِ َِيوَ َع َْنَ ُم‬
ََ ‫َح َّدثػَنَاَقػُتَػْيبََةَُ َح َّدثػَنَاَ َْٗم‬
ِ ِ َّ ِ َّ َّ ِ ِ َ ‫الزبػَ َِْيَ َع َْنَ َعائِ َشةََأ‬
َّ ُّ َ‫عُ ْرَوةََبْ َِن‬
َ‫ت‬َْ ‫احتَػلَ َم‬ْ َِ‫صلىَ ِالل َوَُ َعلَْي َوَ َو َسل ََمَ َى َْلَتَػ ْغتَس َُلَِالْ َم ْرأََةَُإذَا‬ َ َ‫َِّب‬
َّْ ‫تَللن‬ َْ َ‫َفَ ْامَرأًََةَقَال‬
َ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ َدع َيهاَ َوَى َْل‬ َُّ ِ‫اؿَالن‬
َ َ‫َِّب‬ ََ ‫اؾَفَػ َق‬
َ ‫تَيَ َد‬ َْ َ‫تَ ََلَاَ َعائِ َش َةَُتَ ِرب‬َْ َ‫اؿَنػَ َع َْمَفَػ َقال‬ ََ ‫اءََفَػ َق‬َ ‫تَالْ َم‬ َْ ‫صَر‬ َ ْ‫َوأَب‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َِّ
َ‫الر ُج َل َ َماءَ َىا‬َّ َ ُ‫اء‬
َ ‫ال َ َم‬ ْ ‫الر ُج َل َأَ ْشبََوَ َأ‬
ََ ‫َخ َوالََوُ َ َوإذَا َ َع‬ َّ َ َ‫اء‬
َ ‫ال َ َم ُاؤَىا َ َم‬ ََ ‫ك َإذَا َ َع‬ ََ ‫يَ ُكو َُف َالشَّبََوُ َإ ََل َم َْن َقبَ َل َذَل‬
َ ٕٔٔ)‫َْحَ ُد‬ ْ ‫(رَواهَُأ‬َ ُ‫أَ ْشبَػ َه َو‬
c. I’tiba>r Sanad

Pada tahap selanjutnya akan dilakukan i’tiba>r sanad untuk mengetahui

kegunaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya pendukung

(Corroboration) berupa periwayat yang berstatus muta>bi’ atau sya>hid. Setelah


melalui kodifikasi hadis pada beberapa kitab sumber rujukan, maka didapatkan

hadis yang mempunyai hubungan baik secara lafal maupun dengan makna

sebanyak 12 periwayatan yang terbagi ke dalam 5 kitab sumber, yaitu Sahih al-

Bukha>ri> 2 riwayat, Sahih Muslim 1 riwayat, Sunan al-Nasa>’i> 1 riwayat, Sunan

Ibn Ma>jah 1 riwayat, dan Musnad Ah}mad ibn H{anbal 7 riwayat.


Berdasarkan 12 jalur periwayatan yang penulis teliti ditemukan beberapa

sahabat yang meriwayatkan hadis ini, yaitu Anas ibn Ma>lik, Aisyah, dan Ibn ‘Abba>s.
sedangkan pada tingkatan tabi’in juga tedapat beberapa periwayat yang turut

melansir hadis ini, yaitu Qata>dah, ‘Urwah ibn al-Zubair, H{umaid, Syahr, dan S|a>bit.

210
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,
Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz IV, h. 310.
211
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,
Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XXXXI, h. 156.

84
d. Skema hadis

85
e. Kritik sanad

Urgensi kritik sanad dalam penelitian hadis berfungsi sebagai uji

ketersambungan periwayatan. Adapun sanad yang menjadi objek kajian pada

penelitian ini adalah jalur riwayat Ibn Ma>jah.


َ‫َِب َ َع ُروبََة َ َع َْن َقَػتَ َادَة َ َع َْن‬ َِ ِ‫ي َ ََو َعْب َُد َ ْاأل َْعلَى َ َع َْن َ َسع‬
َ ِ‫يد َبْ َِن َأ‬ ٍَّ ‫َِب َ َع ِد‬
َ ِ‫ّن َ َح َّدثػَنَا َابْ َُن َأ‬ ََّ ‫َح َّدثػَنَا َ ُُمَ َّم َُد َبْ َُن َالْ ُمثَػ‬
ِ ِ ِ
َ َِ ‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َ َع َْن َالْ َم ْرأََة َتَػَرى‬ ِ
َ‫الر ُج َُل‬
َّ َ ‫ف َ َمنَام َها َ َما َيػََرى‬
ِ َ َ ‫وؿ َِاللََّو‬ ََ ‫ت َ َر ُس‬ َْ َ‫َف َأ ََُّـ َ ُسلَْي ٍَم َ َسأَل‬
ِ
ََّ ‫س أ‬ٍَ َ‫أَن‬
َ‫ت َأ َُُّـ َ َسلَ َم َة َيَا‬ َْ َ‫ك َفَأَنْػَزل‬
َْ َ‫ت َفَػ َعلَْيػ َها َالْغُ ْس َُل َفَػ َقال‬ ََ ‫َت َ َذل‬ ِ
َْ ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َإ َذا َ َرأ‬ َ َ ‫وؿ َاللََّو‬ َُ ‫اؿ َ َر ُس‬ ََ ‫فَػ َق‬
َ‫ال‬ََ ‫َص َف َُرَفَأَيػُّ ُه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع‬ ِ ِ َُ َ‫ظَأَبْػي‬ ِ
ٌَ ‫الر ُج َِلَ َغلي‬ ََ َ‫وؿَاللََّوَأَيَ ُكو َُفَ َى َذاَق‬ ِ
ْ ‫يقَأ‬ٌَ ‫اءَُالْ َم ْرأََةَ َرق‬
َ ‫ضَ َوَم‬ َّ َُ‫اء‬َ ‫اؿَنػَ َع َْمَ َم‬ ََ ‫َر ُس‬
‫أَ ْشبَػ َه َوَُالْ َولَ َُد‬
1) Ibn Ma>jah

Ibn Ma>jah bernama lengkap Muhammad ibn Yazi>d al-Rabi’i> maula>hum

al-Qazwaini> Abu> ‘Abdulla>h ibn Ma>jah al-H{a>fiz{.212 Ia dilahirkan di Qazwin pada

hari selasa tepatnya di bulan Ramadan tahun 209 H213. Beliau berusia sekitar 64

tahun dan wafat pada tahun 273 H214. Beliau pernah menuntut ilmu di Khura>sa>n,

Ku>fah, ‘Ira>q, H{ija>z, Mesir, Sya>m215, Bas{rah, dan Bagda>d216.

Adapun nama-nama gurunya antara lain: Muh{ammad ibn S{abba>h{ al-

Jarjara>iy, ‘Ali> ibn Muh{ammad al-T{ana>fisiy al-H{a>fiz\, Jaba>rah ibn Muglis, Mus{‘ab

ibn ‘Abdulla>h al-Zabi>riy, Suwaid ibn Sa’i>d, ‘Abdulla>h Mu’a>wiyah al-Jamh{i>,

212
Jama>l al-Di>n Abi> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizzi>, Tahz{i>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija<l, Juz
XXVII, h. 40. Lihat juga, Abu> al-Fad} Ah}mad ibn ‘Ali> ibn Muha}mmad ibn Ah}mad ibn H{ajar al-
Asqala>ni>, Tahz\i>b al-Tahz\i>b, Juz II, h. 514. Lihat juga, Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad
ibn Ah}mad ibn Utsma>n, Siar A’la>m al-Nubala>’, Juz XIII, h. 277. Lihat juga, Abi> ‘Abba>s Syams
al-Di>n Ah{mad ibn Muh{mmad ibn Abi> Khalka>n, Wafiya>t al-A’ya>n, Juz IV, h. 279. Lihat juga,
‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> Bakr Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i>, T{abaqa>t al-H{uffa>z{, Juz I, h. 54. Lihat juga,
Abu> Abdulla>h Syams al-Di>n al-Z|ahabi>, Taz\kirah al-Huffa>z}, Juz II, h. 636. Lihat juga, Ibnu Kas\i>r,
al-Bidayah wa al-Nihaya, Juz II (Bairu>t: Maktabat al-Ma’rif, 2008 M), h. 230
213
Jama>l al-Di>n Abi> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizzi>, Tahz{i>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, Juz
XXVII, h. 40.
214
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar A’la>m al-
Nubala>’, Juz XIII, h. 279
215
Abu> al-Fad} Ah}mad ibn ‘Ali> ibn Muha}mmad ibn Ah}mad ibn H{ajar al-Asqala>ni>,
Tahz\i>b al-Tahz\i>b, Juz IX, h. 468.
216
Khair al-Di>n al-Zarkali>, al-A’la>m li al-Zarkali>, Juz VII (Bairu>t: Da>r al-‘Ilm, 1980 M), h.
144.

86
Muh{amma>d ibn Ramh{, Muh{amma>d ibn ‘Abdulla>h ibn Numair, Muh}ammad ibn

Mus\anna> dan lain-lain, dan adapun nama murid-muridnya antara lain:

Nama murid-muridnya adalah Ibra>him ibn Di>nar al-Hausyayiyyu al-

Hamzaniyyu, Ah}mad ibn Ibra>him al-Qazawainiyyu jaddu al-H{a>fiz} Abi> Ya’la al-

Khali>li> Abu> al-T{ayyib Ah}mad ibn Rauha al-Baqda>di> al-Sya’ra>ni>. Al-Khali>li>

berkata bahwa para ulama sepakat atas kes\iqahan beliau. Ia adalah seorang yang

memahami dan menghafal hadis.217 Beliau juga mempunyai karya seperti dalam

Sunan, Tafsi>r al-Qur’a>n dan Ta>ri>kh Qawaini>. Namun Syams al-Di>n ibn ‘Ali> al-
H{usaini> berkata bahwa ia pernah mendengar syaikh al-H{a>fiz{ Abu> al-H{ajja>j al-

Mazzi> berkata bahwa setiap hadis yang diriwayatkannya menyendiri adalah daif

yaitu ketika Ima>m Ibn Ma>jah meriwayatkan hadis menyendiri dari Ima>m yang

lima (al-Bukha>ri>, Musli>m, Abu> Da>ud, al-Timiz{i>, al-Nasa>’i>). Meskipun ada ulama

yang menilainya daif tetapi itu hanya berlaku ketika periwayatannya menyendiri

dan juga dikuatkan kesepakatan ulama yang menilainya s\iqah sehingga kapasitas

dan kualitasnya tidak lagi diragukan.

2) Muh{ammad ibn al-Mus\anna>

Nama lengkap Muh{ammad ibn al-Mus\anna> ibn ‘Ubaid ibn Qais ibn Di>na>r

al-‘Anazi> Abu> Mu>sa> al-Bas}ri> yang dikenal al-Zaman.218 Dia lahir tahun 167 H

dan wafat pada bulan Z|ulqa’idah 252 H. Diantara gurunya adalah Abu>
Mu‘a>wiyah, Ru<h} ibn ‘Iba>dah, Sa’ad al-Qat}t}a>n, ‘Abd al-‘Ala> dan Ibn Abi> ‘Adi>.

Sedangkan muridnya antara lain Ah}mad ibn H{anbal, Abu> Zur‘ah, Abu> H{a>tim, Ibn

Ma>jah, Abu> Ya‘la>. Ibn Ma‘i>n menilainya s\iqah. Abu> H{a>tim menganggapnya s}a>lih}

al-H{adi>s\ s}adu>q. Al-Nasa>’i> menilainya la> ba’s bih ka>na yugayyir fi> kita>bih. al-

217
‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> Bakr Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i>, T{abaqa>t al-H{uffa>z{, Juz I, h. 54.
218
Yusu>f ibn ‘Abdu al-Rah}ma>n ibn Yusu>f Abu> al-H{ajja>j Jama>l al-Di>n ibn al-Zaki>, Taz\hi>b
al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, Juz XXVI, h. 359. Lihat juga, Syamsu al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h
Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar ‘Ala>m al-Nubala>’, Juz XII, h. 123.

87
Khat}i>b menganggapnya s\iqah s\abit ih}tajja sa>ir al-aimmah bi h}adi>s\ih. al-Z|ahabi>

h}ujjah.219
Keterangan di atas menunjukkan bahwa hadis Ah}mad ibn H{anbal (209-

273 H) dari Muh}ammad ibn Mus\anna> (167-252 H) diperoleh usia hidup Ah}mad

ibn H{anbal sebelum Ibn Mus\anna> wafat, yaitu 53 tahun. Sementara dari sisi

periwayatan hadis, kedua perawi masing-masing terdaftar dalam dokumen guru-

murid. Dari segi penilaian ulama kritikus hadis kedua perawi mayoritas dinilai

terpuji. Dengan demikian berdasarkan keterangan yang menerangkan kedua

perawi, maka hadis Ah}mad ibn H{anbal dari Ibn Mus\anna> dengan s}igah h}addas\ana>

dapat dinilai tersambung.

3) ‘Abd al-‘Ala>

Nama lengkapnya ialah ‘Abd al-‘Ala> ibn ‘Abd al-‘Ala> ibn ‘Abdilla>h ibn

Syara>h}il al-Sya>mi> Abu> Muh}ammad laqabnya Abu> Hamma>m220 pernah

berdomisili di Basrah dari bani samah ibn Lu’ai ibn Ga>lib kunniyahnya Abu>

Muh}ammad, berguru kebeberapa ulama antara lain, yaitu Sa’i>d ibn Abi> ‘Aru>bah,

‘Ubaidilla>h ibn ‘Umar, dan Sa’i>d al-Jari>ri>.221 Sedangkan diantara muridnya ,

yaitu Muh}ammad ibn Mus\anna>, ‘Amru> ibn ‘Ali>, dan Yu>suf ibn Hamma>d.222

Penilaian ulama kritikus hadis, Abu> Zar’ah al-Ra>zi> dan Yah}ya> ibn Ma’i>n

219
Abu> ‘Abdilla>h H{amma>d ibn Ah}mad al-Z|ahabi> al-Dimasyqi>, al-Ka>syif fi> Ma‘rifah Man
lahu Riwa>yah fi> al-Kutub al-Sittah, Juz XII (Jeddah: Da>r al-Qiblah li al-S|aqa>fah al-Isla>miyah,
1413 H/1992 M), h. 123. Lihat, Abu> H{a>tim Muh}ammad ibn H{ibba>n ibn Ah}mad al-Tami>mi>, al-
S|iqa>t, Juz IX, h. 111. Abu> al-Hajja>j Yu>suf ibn al-Zaki< al-Mizzi<, Tahz\i<b al-Kama>l, Juz V, h. 359.
Abu> al-Fad}l Ah}mad ibn Hajar al-‘Asqala>ni>, Tahzi>b al-Tahzi>b, Juz II, h. 377.
220
Muh}ammad ibn H{ibba>n ibn Ah}mad ibn H{ibba>n ibn Mu’az\ ibn Ma’bal, al-S|iqa>t, Juz
VII, h. 130. Lihat, Abu> H{afs} ‘Umar ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n ibn Ah}mad ibn Muh}ammad ibn
Ayyu>b ibn Azda>z\i al-Bagda>di> al-Ma’ru>f, Ta>rikh Asma>’ al-S|iqa>h, Juz I (Cet. I; al-Kauyat: al-Da>r
al-Salafiyah, 1404 H/1984 M), h. 169.
221
Ah}mad ibn Muh}ammad ibn al-H{asan ibn al-H{asan Abu> Nas}r al-Bukha>ri> al-Kala>ba>zi>,
al-Hida>yah wa al-Irsya>d, Juz II (Cet. I; Bairu>t; Da>r al-Ma’rifah, 1407 H), h. 485.
222
Ah}mad ibn ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn Ibra>hi>m Abu> Bakr ibn Manju>yah, Rija>l S{ah}i>h}
Muslim, Juz I (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, 1407 H), h. 445.

88
mengatakan ia orang s\iqah, al-Bukha>ri> menilainya fayagd}ab, al-Nasa>’i>

menilainya laisa bihi ba’sa dan Abu> Ha>tim mengatakan s}a>lih} al-H{adi>s\.223 Beliau

wafat pada tahun 189 H.

Biodata perawi di atas menunjukkan bahwa hadis Muh}ammad ibn

Mus\anna> (167-252 H) dari ‘Abd al-‘Ala> (w. 189) jika melihat selisih usia hidup,

maka Ibn Mus\anna> hidup selama 22 tahun sebelum ‘Abd al-‘Ala> wafat. Dokumen

guru-murid turut memperkuat ketersambungan perawi ini, disisi lain penilaian

ulama hadis mayoritas menunjukkan penilaian terpuji. Dengan demikian, hadis

Ibn Mus\anna> dari ‘Abd al-‘Ala> dengan s}igah h}addas\ana> ialah terambung.

4) Ibn Abi> ‘Adi>

Nama lengkapnya ialah Muh{ammad ibn Ibra>hi>m ibn ‘Adi> al-Salami> Abu>

‘Amru>224 perawi hadis yang berdomisili di Basrah. Lahir pada tahun 110 H.225

Diantara gurunya ialah Syu’bah, Muh}ammad ibn Ish}aq> , H{usain ibn Mu’allim,

dan Sa’i>d ibn Abi> ‘Aru>bah.226 Sementara diantara muridnya, yaitu Ah}mad ibn

H{anbal, al-H{asan ibn Mu’az\, dan Muh}ammad ibn Mus\anna>. Al-Nasa>’i> dan Ibn

Abi> H{a>tim menilainya s\iqah. Wafat pada tahun 194 H.

Hadis Muh}ammad ibn Mus\anna> (167-252 H) dari Ibn Abi> ‘Adi> (110-194

H) jika melihat selisih usia hidup kedua perawi, maka Ibn Mus\anna> hidup selama

27 tahun sebelum Ibn Abi> ‘Adi> wafat. Dari segi periwayatan hadis, kedua perawi

223
Abu> al-Wali>d Sulaima>n ibn Khalf ibn Sa’d ibn Ayyu>b ibn Wa>ris al-Taji>bi> al-Qurt}ubi>
al-Ba>ji> al-Andalusi>, al-Ta’di>l wa al-Tajri>h}, Juz II (Cet. I; al-Riya>d}: Da>r li al-Liwa>’ li al-Nasyir wa
al-Tauzi>’, 1406 H/1986 M), h. 913.
224
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, al-Ka>syif, Juz II
(Cet. I; Jeddah: Da>r al-Qiblah li al-S|aqa>fah al-Isla>miyah, 1413 H/1992 M), h. 154.
225
Syamsu al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar ‘Ala>m al-
Nubala>’, Juz VIII, h. 11.
226
Yusu>f ibn ‘Abdu al-Rah}ma>n ibn Yusu>f Abu> al-H{ajja>j Jama>l al-Di>n ibn al-Zaki>, Tahz\i>b
al-Kama>l fi> Asma>’i al-Rija>l, Juz XXIV, h. 322. Lihat, Muslim ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-
Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, al-Kunni> wa al-Asma>’, Juz I (Cet. I; Madinah al-Munawwarah, 1404
H/1984 M), h. 570.

89
masing-masing terdaftar dalam dokumen guru-murid, sementara penilaian

kritikus hadis mayoritas memberikan pujian. Berdasarkan data yang diperoleh di

atas, maka hadis Ibn Mus\anna dari Ibn Abi> ‘Adi> dengan s}igah h}addas\ana> dapat

dinialai tersambung.

5) Sa’i>d ibn Abi> ‘Aru>bah

Nama lengkapnya ialah Sa’i>d ibn Abi> ‘A<ru>bah Mahra>n Abu> Na>d}ir al-

Yasykari>.227 Seorang ulama yang berdomisili di Bas}rah ada beberapa gelar yang

melekat padanya, yaitu al-Ima>m, al-H{a>fiz}, dan ‘A<lim.228 Menuntut ilmu

keberbagai ulama diantaranya, yaitu Qata>dah, al-H{asan, dan Muh}ammad.

Sedangkan murid-muridnya, antara lain yaitu Gundar, Qat}t}a>n, dan Syu’bah.

Penilaian ulama hadis terhadapnya, yaitu Ibn Ma’i>n menilainya as\bat, sementara

Abu> H{a>tim mengatakan sebelum ia meninggal sempat hafalannya terganggu.

Sa’i>d wafat pada tahun 156 H.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa hadis Ibn Abi> ‘Adi> (110-194 H)

dari Sa’i>d (w. 156 H) setelah melihat selisih usia hidup kedua perawi, akan

diperoleh bahwa Ibn Abi> ‘Adi> hidup selama 46 tahun sebelum Sa’i>d wafat.

Ketersambungan sanad ini juga diperkuat karena masing-masing perawi terdaftar

dalam dokumen guru-murid sementara jika merujuk pada penilaian ulama

kritikus hadis, maka mayoritas ulama memberikan penilaian terpuji. Berdasarkan


keterangan yang diperoleh di atas, dapat disimpulkan bahwa hadis Ibn Abi> ‘Adi>

dari Sa’i>d dengan s}igah h}addas\ana> adalah tersambung.

227
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, al-Ka>syif, Juz I, h.
441.
228
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Taz\kirah al-Hifa>z},
Juz I, h. 133. Lihat juga, Syamsu al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar
‘Ala>m al-Nubala>’, Juz VI, h. 415.

90
6) Qata>dah

Nama lengkapnya ialah Qata>dah ibn Di’a>mah ibn Qata>dah ibn ‘Azi>z ada

pula yang mengatakan namanya yaitu Qata>dah ibn Di’a>mah ibn ‘Uka>bah ibn

‘Azi>z ibn ‘Amru> ibn Rabi>’ah. Sebagian yang lain mengatakan Ibn ‘Azi>z ibn

Kari>m ibn ‘Amru> ibn H{aris\ ibn Sudu>s ibn Syaiba>n ibn Z|ahl ibn S|a’labah.229

Seorang tabi>’i>n yang lahir pada tahun 60 H230 menetap di Bas}rah dan sempat

bertemu dengan Anas ibn Ma>lik sahabat nabi Muhammad saw. yang menjadi

gurunya. Sedangkan muridnya, yaitu antara lain Ibn Abi> ‘Aru<bah, Ma’mar ibn

Ra>syid, dan al-Auza’i>. Sementara dari segi penilaian kritikus hadis, Muh}ammad

ibn Siri>n mengatakan ah}faz} al-Na>s. Ibn Hibba>n menilainya s\iqah, Yah}ya> ibn

Ma’i>n menilainya s\iqah beliau juga digelar al-Hafiz{231 Muh}ammad ibn Sa’i>d

menyebut s\iqah ma’mu>n hujjah fi> al-Hadis\, Abi> Ra>fi’ mengatakan beliau adalah

al-H{a>fiz}232 penilaian yang lain beliau adalah hafiz{ s\iqah sa>bit233, dan para ulama
juga telah bersepakat atas keagungan, kes\iqahan, kekuatan hafalan, kemahiran

dan keutamaan beliau.234 Kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat tentang

tahun wafatnya ada yang mengatakan tahun 117 H dan 118 H.235

229
Abu> Muh}ammad ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad ibn Idri>s ibn Munz\ir al-Tami>mi>
al-H{inz}ili> al-Ra>zi>, ibn Abi> H{a>tim, al-Jarh} wa al-Ta’di>l, Juz VII, h. 133.
230
Abu> al-‘Abba>s Syams al-Di>n Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Ibra>hi>m ibn Abi> Bakr,
Waffaya> al-‘Aya>n, Juz IV (Cet. VI; Bairu>t: Da>r al-S{adr, 1900 M), h. 85.
231
Khair al-Di>n al-Zarkali>, al-I’la>m Qa>mu>s Tara>jim li Asyhar wa al-Nisa>’ Min al-‘Arbi
wa al-Musta’ribi>n wa al-Mustasyriqi>n, Juz V (Cet. V; t.tp: Da>r al-Ilmi, 2002 M), h. 189.
232
Syams al-Di>n al-Husaini>, Taz\kir al-Huffa>z{, Juz I (Cet. I; t.tp: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 1998 M), h. 123.
233
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>, Miza>n al-I’tida>l fi>
Naqd al-Rija>l, Juz III, h. 385.
234
Abu> Zakariya Muh{y al-Di>n al-Nawawi>, Tahz\ib al-Asma>’ wa al-Lugah, Juz II (Bairu>t:
Da>r al-Kutub al-Ilmiah, t.th), h. 57.
235
Abu> ‘Abdulla>h ibn Muh}ammad ibn Sa’i>d, Tabaqa>t al-Kubra>, Juz VII (Cet. I; Madinah:
al-Ulu>m wa al-Hukm, 1408 H), h. 229.

91
Untuk mengidentifikasi ketersambungan sanad Sa’i>d (w. 156 H) dari

Qata>dah (60-118 H) jika melihat selisih usia wafat keduanya, maka diperoleh

perbedaan wafat guru-murid selama 38 tahun. Ketersambungan jalur ini turut

diperkuat oleh dokumen guru-murid yang terdapat dalam beberapa kitab rija>l al-

H{adi>s\. Bukti kuat lainnya, yaitu penilaian positif dari ulama kritikus hadis
terhadap kedua perawi. Dengan demikian, jalur hadis Sa’i>d dari Qata>dah dengan

s}igah ‘an berdasarkan literatur yang diperoleh dapat dinilai tersambung.


7) Anas ibn Ma>lik

Nama lengkapnya adalah Anas ibn Ma>lik ibn al-Nad}ar ibn D{amd}am al-

Ans}ari> al-Khazraji> al-Najjari>.236 Ia terkenal dengan sebutan Abu> Hamzah al-

Ans}ari>. Sahabat ini seorang Ima>m, mufti, ahli qira’ah, ahli hadis, dan seorang

penyebar Islam.237 Sebagai pembantu Nabi saw. Anas tinggal di rumah kenabian.

Hidupnya dipersembahkan untuk melayani Nabi saw. ia mengetahui betul

bagaimana kehidupan Nabi saw. beserta akhlak beliau. Mengenai hal tersebut

Anas mengatakan, ‚saya mengabdi kepada Rasulullah selama sepuluh tahun,

tidak satu pun perintah beliau kepadaku yang saya segang melakukannya atau

saya melakukan sesuatu kemudian beliau mencelaku.‛

Anas ibn Ma>lik adalah orang yang banyak beribadah dan sedikit bicara.

Mengenai hal ini Abu> Hurairah berkata, ‚saya tidak melihat seseorang yang
salatnya lebih menyerupai Rasulullah dibandingkan putra Ummu Sulaim, yakni

Anas ibn Ma>lik.‛ Setelah hidup cukup lama, mulai dari mengabdikan dirinya

sebagai pelayan Nabi saw. hingga masa setelahnya dengan meriwayatkan dan

mengajarkan hadis-hadis beliau, diantara muridnya yaitu Qata>dah. Akhirnya

236
Yusu>f ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Yusu>f Abu> al-H{ajja>j Jama>l al-Di>n ibn al-Zaki>, Tahz\i>b
al-Kama>l fi> Asma>’i al-Rija>l, Juz III, h. 353.
237
Syamsu al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar ‘Ala>m al-
Nubala>’, Juz III, h. 396.

92
Anas ibn Ma>lik menghembuskan nafas terakhirnya di kota Bas}rah pada tahun 93

H.238 Anas ibn Ma>lik adalah sahabat Nabi yang meninggal paling akhir.

Berdasarkan keterangan biografi perawi di atas dapat diketahui bahwa

sanad hadis Qata>dah (60-118 H) dari Anas ibn Ma>lik (w. 93 H) setelah melihat

selisih usia hidup kedua perawi, maka diperoleh usia hidup Qata>dah selama 25

tahun sebelum Anas wafat. Keterangan lain dari beberapa kitab rija>l al-H{adi>s\

bahwa kadua perawi masing-masing terdaftar dalam dokumen guru-murid.

Dengan demikian, sanad hadis Qata>dah dari Anas ibn Ma>lik dengan s}igah ‘an

dapat dinilai tersambung.

f. Kritik matan

1) Kualitas sanad

Transmisi periwayatan hadis yang menjadi objek kajian berdasarkan

beberapa indikator dapat dinilai sahih. Ketersambungan jalur ini paling tidak

dapat dipertanggungjawabkan dengan melihat selisih usia perawi dan penilaian

para kritikus hadis.

2) Meneliti susunan lafal matan

Untuk mengidentifikasi adanya perbedaan lafal matan hadis diperlukan

klasifikasi setiap redaksi hadis. Dengan demikian, perlu dilakukan pemotongan

lafal-lafal hadis, yaitu sebagai berikut.


Ima>m Al-Bukha>ri> riwayat ke-1
ََ ‫اءََالْ َم ْرأََِةَنػََز‬
َ‫عَالْ َولَ َد‬ َ ‫الر ُج َِلَ َم‬ َ ‫َوأ ََّماَالْ َولَ َُدَفَِإذَاَ َسبَ ََقَ َم‬
َّ َُ‫اء‬
‫تَالْ َولَ ََد‬َْ ‫الر ُج َِلَنػََز َع‬ َ ‫اءَُالْ َم ْرأََِةَ َم‬
َّ ََ‫اء‬ َ ‫َوإِ َذاَ َسبَ ََقَ َم‬
Ima>m Al-Bukha>ri> riwayat ke-2

َّ َ‫فَالْ َولَ َِدَفَِإ ََّف‬


َ‫الر ُج ََلَإِ َذاَ َغ ِش ََيَالْ َم ْرأََة‬ َ َُِ‫َوأ ََّماَالشَّبََو‬
‫فَ َسبَػ َق َهاَ َم ُاؤَهَُ َكا َفَالشَّبََوَُلََوَُ َوإِ َذاَ َسبَ ََقَ َم ُاؤَىاَ َكا َفَالشَّبََوَُ ََلَا‬
238
Abu> Amr Yu>suf ibn Abdullah ibn Muhammad Abd al-Ba>r, al-Isti>’ab fi> Ma’rifah al-
Asha>b, Juz. I (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-Jai>l, 1992 M), h. 35.

93
‫‪Riwayat Ima>m Muslim‬‬

‫الر ُج َِلَأَ ْشبََوََالْ َولَ َُدَأ ْ‬


‫َخ َوالََوُ‬ ‫اءََ َّ‬ ‫إِذَاَ َع ََ‬
‫الَ َم ُاؤَىاَ َم َ‬
‫الر ُج َِلَ َماءَ َىاَأَ ْشبََوََأ َْع َم َام َوُ َ‬
‫اءَُ َّ‬ ‫َ َوإِ َذاَ َع ََ‬
‫الَ َم َ‬
‫>‪Riwayat Ima>m al-Nasa>’i‬‬
‫َص َف ُرَ‬ ‫اءَُالْ َم ْرأََِةَ َرقِ ٌَ‬
‫يقَأ ْ‬ ‫ضَ َوَم َ‬ ‫الر ُج َِلَ َغلِي ٌَ‬
‫ظَأَبْػيَ َُ‬ ‫اءَُ َّ‬
‫َم َ‬
‫فَأَيػُّ ُه َماَ َسبَ ََقَ َكا َفَالشَّبََوُ‬
‫‪Riwayat Ima>m Ibn Ma>jah‬‬
‫َص َف َُرَ‬ ‫اءَُالْ َم ْرأََِةَ َرقِ ٌَ‬
‫يقَأ ْ‬ ‫ضَ َوَم َ‬ ‫الر ُج َِلَ َغلِي ٌَ‬
‫ظَأَبْػيَ َُ‬ ‫اءَُ َّ‬
‫َم َ‬
‫الَأَ ْشبَػ َه َوَُالْ َولَ َُد‬
‫فَأَيػُّ ُه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع ََ‬
‫‪Ima>m Ah}mad riwayat ke-1‬‬
‫ِ‬ ‫ضَوم َ ِ‬ ‫الر ُج َِلَ َغلِي ٌَ‬
‫يقَ‬
‫َص َف َُرَ َرق ٌ‬
‫اءَُالْ َم ْرأََةَأ ْ‬ ‫ظَأَبْػيَ َُ َ َ‬ ‫اءَُ َّ‬
‫َم َ‬
‫الَأَ ْشبَػ َه َوَُالْ َولَ َُد‬
‫فَأَيػُّ ُه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع ََ‬
‫‪Ima>m Ah}mad riwayat ke-2‬‬
‫اءََالْ َم ْرأََِةَنػََز ََ‬
‫عَالْ َولَ َدَ‬ ‫الر ُج َِلَ َم َ‬ ‫َوأ ََّماَالْ َولَ َُدَفَِإذَاَ َسبَ ََقَ َم َ‬
‫اءَُ َّ‬
‫تَالْ َولَ ََد‬‫الر ُج َِلَنػََز َع َْ‬ ‫اءَُالْ َم ْرأََِةَ َم َ‬
‫اءََ َّ‬ ‫َوإِ َذاَ َسبَ ََقَ َم َ‬
‫‪Ima>m Ah}mad riwayat ke-3‬‬
‫َص َف ُرَ‬ ‫اءَُالْ َم ْرأََِةَ َرقِ ٌَ‬
‫يقَأ ْ‬ ‫ظَأَبْػيَ َُ‬
‫ضَ َوَم َ‬ ‫الر ُج َِلَ َغلِي ٌَ‬
‫اءَُ َّ‬‫َم َ‬
‫فَ ِم َْنَأَيّْه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع ََ‬
‫ال‬ ‫ِ‬
‫‪Ima>m Ah}mad riwayat ke-4‬‬
‫اءََالْ َم ْرأََِةَ َذ َى ََ‬
‫بَبِالشَّبََِوَ‬ ‫الر ُج َِلَ َم َ‬ ‫أ ََّماَالشَّبََوَُإِ َذاَ َسبَ ََقَ َم َ‬
‫اءَُ َّ‬
‫تَبِالشَّبََِو‬‫الر ُج َِلَ َذ َىبَ َْ‬ ‫اءَُالْ َم ْرأََِةَ َم َ‬
‫اءََ َّ‬ ‫َوإِ َذاَ َسبَ ََقَ َم َ‬
‫‪Ima>m Ah}mad riwayat ke-5‬‬
‫يقَ‬‫ِ‬ ‫ظَوم َ ِ‬ ‫الرج َِلَأَبػي َ ِ‬
‫َص َف َُرَ َرق ٌ‬
‫اءَُالْ َم ْرأََةَأ ْ‬ ‫ضَ َغلي ٌَ َ َ‬ ‫اءَُ َّ ُ َْ ُ‬ ‫َم َ‬
‫الَيَ ُكو َُفَالشَّبََوُ‬‫فَ ِم َْنَأَيّْه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع ََ‬
‫ِ‬
‫‪Ima>m Ah}mad riwayat ke-6‬‬
‫يقَ‬‫ِ‬ ‫َفَم َ ِ‬ ‫ظَ َوأ ََّ‬‫ضَ َغلِي ٌَ‬ ‫الر ُج َِلَأَبْػيَ َُ‬
‫َص َف َُرَ َرق ٌ‬
‫اءََالْ َم ْرأََِةَأ ِْ‬ ‫َ‬ ‫اءََ َّ‬
‫َم َ‬
‫ِ‬‫ِ‬
‫الَ َكا َفَلََوَُالْ َولَ َُدَ َوالشَّبََوَُبإ ْذ َفَاللََّو‬‫فَأَيػُّ ُه َماَ َع ََ‬

‫‪94‬‬
Ima>m Ah}mad riwayat ke-7

ْ ‫الر ُج َِلَأَ ْشبََوََأ‬


َُ‫َخ َوالََو‬ َّ ََ‫اء‬ ََ ‫إِذَاَ َع‬
َ ‫الَ َم ُاؤَىاَ َم‬
ُ‫الر ُج َِلَ َماءَ َىاَأَ ْشبَػ َه َو‬
َّ َُ‫اء‬ ََ ‫َوإِذَاَ َع‬
َ ‫الَ َم‬
Setalah merujuk kepada kitab sumber hadis, maka didapatkan beberapa

redaksi yang berbeda, yaitu:

a) Teks awal matan hadis terdapat enam macam redaksi yaitu:

َ ُ‫َََ َى َْلَيَ ُكو َُفَالشَّبََو‬،‫َ َى َْلَتَػ ْعلَ ُمو َف‬،‫الر ُج َِل‬ َ ‫َ َم‬،ُ‫َ َى َْلَتَػ ْغتَ ِس َُلَالْ َم ْرأََة‬،ُ‫َ َوأ ََّماَالشَّبََو‬،‫َوأ ََّماَالْ َولَ َُد‬
َّ َُ‫اء‬
b) Terdapat kata َ‫ت َالْ َولَ َد‬
َْ ‫نػََز َع‬ pada hadis Ima>m al-Bukha>ri> riwayat ke-2 dan

Ima>m Ah}mad ibn H{anbal riwayat ke-2. Kata َ‫ت‬


ْ َ‫ذَ َىب‬ pada hadis Ima>m

Ah}mad ibn H{anbal riwayat ke-4. Riwayat Ima>m Muslim terdapat kata

ُ‫َخ َوالََو‬
ْ‫أ‬
Selanjutnya untuk membuktikan apakah matan hadis tersebut tehindar

dari ‘illah atau tidak, maka dibutuhkan langkah-langkah yang dikenal dengan

kaidah minor terhindar dari ‘illah, yaitu sebagai berikut:

a) Tidak terjadi inqila>b. Inqila>b ialah terjadinya pemutar balikan lafal matan

seperti mengakhirkan lafal yang seharusnya diawal. Pada hadis yang

penulis teliti terjadi inqila>b yaitu pada riwayat Ima>m al-Nasa>’i>, yakni

kalimat َ‫ض‬ ٌَ ‫ َغلِي‬terjadi pemutarbalikan lafal jika dibandingkan hadis Ima>m


ُ َ‫ظ َأَبْػي‬
Ah}mad ibn H{anbal riwayat 1 dan 2, yakni ‫ظ‬ ٌَ ‫ض َ َغلِي‬
َُ َ‫أَبْػي‬. Namun demikian
inqila>b yang terdapat dalam hadis di atas tidak sampai mempengaruhi
makna hadis.

b) Tidak ada idra>j. Pada hadis Ima>m Ah}mad riwayat ke-4 terdapat kata َ‫ب‬
َ ‫ذَ َى‬
dan riwayat ke-6 dengan kata َ‫بِِإ ْذ َِف َاللَّ ِو‬ dan Ima>m Muslim riwayat ke-2

dengan kata َ‫إِذَا َ َغ ِش َي‬. Namun, sisipan ini tidak sampai mempengaruhi

makna hadis.

95
c) Tidak ada ziya>dah. Hadis Ima>m Ah}mad riwayat ke-3 terdapat tambahan

dari perawi, yaitu kalimat ُ‫ َْْم َُن َنَ ُشكَُّ َيَ ُكو َُف َالشَّبََو‬akan tetapi tidak merusak

makna hadis.

1) Meneliti kandungan matan hadis.

Keanekaragaman rupa merupakan fenomena normal pada manusia.

Kemiripan seseorang dengan anggota keluarganya disebabkan karena adanya gen

yang sama dari garis keturunan, namun tidak sedikit pula dari garis keturunan

yang sama memiliki bentuk rupa yang berbeda. Demikian disebabkan karena

adanya gen yang dominan (aktif) dan resesif (pasif) pada setiap manusia. Awal

mula kemiripan seorang anak dapat diketahui ketika terjadi pertemuan antara sel

kelamin laki-laki dan perempuan sebagaimana redaksi hadis yang menjadi objek

kajian peneliti. Adapun uji kandungan matan hadis untuk mengetahui ada

tidaknya syaz\, yaitu sebagai berikut:

a) Tidak bertentangan dengan al-Qur’an

Hadis yang menjadi objek penelitian tidak mengandung pertentangan

dengan ayat Al-Qur’an bahkan mempunyai keterkaitan meskipun tidak secara

langsung. Allah swt. berfirman dalam QS Ali> ‘Imra>n/3: 38.


َِ ‫ُّع‬
َ ‫اء‬ َ ‫يعَالد‬
َِ ‫َّك‬
ُ ‫ََس‬ َ ْ‫ب َِِل َِم ْنَلَ ُدن‬
َ ‫كَذُّْريَّةًَطَيّْبَةًَإِن‬ ْ ‫َى‬
َ‫ب‬ ّْ ‫اؿ ََر‬ َ َّ‫َد َعاَ َزَك ِري‬
َ َ‫اَربَّوَُق‬ َ‫ك‬
ِ
َ ‫ُىنَال‬
Terjemahnya:
Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: ‚Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa‛239
b) Tidak bertentangan dengan hadis sahih

Hadis yang peneliti kaji mempunyai korelasi dengan hadis sahih lainnya.

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ima>m Muslim


َ‫َف‬ ٍَ ِ‫س َبْ ََن َ َمال‬
ََّ ‫ك َ َح َّدثػَ ُه َْم َأ‬ ََ َ‫َف َأَن‬ََّ ‫يد َبْ َُن َ ُزَريْ ٍَع َ َح َّدثػَنَا َ َسعِي ٌَد َ َع َْن َقَػتَ َادَة َأ‬ َِ ِ‫اس َبْ َُن َالْ َول‬
َُ ‫يد َ َح َّدثػَنَا َيَِز‬ َُ َّ‫َح َّدثػَنَا َ َعب‬
ِ ِ ِ
َ َِ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ َع َْنَالْ َم ْرأََةَتَػَرى‬ ِ
َ‫الر ُج َُل‬َّ َ‫فَ َمنَام َهاَ َماَيَػَرى‬
ِ ِ ِ َ َ‫ِبَاللََّو‬ ََّ َِ‫تَن‬
ِ
َْ َ‫تَأَنػ ََّهاَ َسأَل‬ َْ َ‫أ ََُّـَ ُسلَْي ٍَمَ َح َّدث‬
ِ َُ ‫اؿ َرس‬
َ‫ت‬ َُ ‫استَ ْحيَػْي‬ ْ ‫ت َأ َُُّـ َ ُسلَْي ٍَم َ َو‬
َْ َ‫ك َالْ َم ْرأََةُ َفَػ ْلتَػ ْغتَس َْل َفَػ َقال‬
َ ‫َت َ َذل‬ ِ
َْ ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َإ َذا َ َرأ‬َ َ ‫وؿ َاللََّو‬ ُ َ ََ ‫فَػ َق‬
239
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 68.

96
َ‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َنػَ َع َْم َفَ ِم َْن َأَيْ ََن َيَ ُكو َُف َالشَّبََوَُإِ ََّف‬
َ َ ‫ِب َاللََِّو‬
َُّ َِ‫اؿ َن‬
ََ ‫ت َ َوَى َْل َيَ ُكو َُف َ َى َذا َفَػ َق‬
َْ َ‫ك َقَال‬ََ ِ‫ِم َْن َ َذل‬
ََ ُ‫ال َأ ََْو َ َسبَ ََق َيَ ُكو َُف َ ِمْن َوُ َالشَّبََو‬
َُ‫(رََو َاه‬ ََ ‫َص َف َُر َفَ ِم َْن َأَيّْ ِه َما َ َع‬
ْ ‫يق َأ‬ ٌَ ِ‫اءَ َالْ َم ْرأََةِ َ َرق‬ َُ َ‫ظ َأَبْػي‬
َ ‫ض َ َوَم‬ ٌَ ‫الر ُج َِل َ َغلِي‬
َّ َ ‫اء‬
َ‫م‬
ٕٗٓ َِ َ
َ )‫سَل َُم‬ َْ ‫َُم‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami ‘Abba>s ibn al-Wali>d telah menceritakan
kepada kami Yazi>d ibn Zura>’ telah menceritakan kepada kami Sa’i>d dari
Qata>dah bahwa Anas ibn Ma>lik telah menceritakan kepada mereka bahwa
Ummu Sulaim pernah bercerita bahwa dia bertanya kepada Nabi saw.
tentang wanita yang bermimpi (bersenggama) sebagaimana yang terjadi
pada seorang lelaki. Maka Rasulullah saw. bersabda, ‚Apabila perempuan
tersebut bermimpi keluar mani, maka dia wajib mandi hadas.‛ Ummu
Sulaim berkata, ‚Aku malu untuk bertanya perkara tersebut‛. Ummu
Sulaim bertanya, ‚Apakah perkara ini berlaku pada perempuan?‛ Nabi saw.
bersabda, ‚Ya (wanita juga keluar mani, kalau dia tidak keluar) maka dari
mana terjadi kemiripan?. Ketahuilah bahwa mani lelaki itu kental dan
berwarna putih, sedangkan mani perempuan itu encer dan berwarna kuning.
Manapun mani dari salah seorang mereka yang lebih mendominasi atau
menang, niscaya kemiripan terjadi karenanya.‛
2) Tidak bertentangan dengan akal sehat

Anak adalah anugerah Allah yang merupakan amanat. Dia adalah anggota

keluarga yang menjadi tanggungan dalam batas usia tertentu, sebagaimana anak

juga merupakan salah satu anggota masyarakat yang wajib mendapat pelayanan

dan perlindungan. Tentu saja setiap orangtua wajib, bahkan sangat ingin,

memberikan yang terbaik bagi putra-putrinya.241 Anak sebagai pelanjut generasi

orangtua bukan saja sebagai pewaris sifat fisik dan psikis tetapi juga pelanjut

garis keturunan. Telah umum diterima oleh masyarakat, kadangkala seorang anak

berbeda watak maupun karakter fisik dengan orang tuanya, demikian diketahui

karena dalam diri seorang anak bukan saja membawa karakter dari orangtua

namun juga dari keturunan sebelumnya.

240
Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz I,
h. 250.
241
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama al-Qur’an, ed. II (Cet. I;
Bandung: Mizan, 1434 H/2013 M), h. 100.

97
3) Tidak bertentangan dengan fakta sejarah

Naluri kepemilikan anak adalah naluri manusia, tidak terkecuali para

nabi. Ingatlah kisah nabi Zakariyah a.s. tatkala ia menyeru Tuhannya, ‚Ya

Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri, dan Engkaulah

Waris yang paling baik.‛ Begitu firman Allah swt. dalam QS Al-Anbiya>’/21: 89.

Harapan beliau kepada Allah tidak pupus, walau telah mencapai usia lanjut, dan

bahkan istrinya pun demikian, bahkan mandul. Dambaan itu menjadikan

orangtua tidak putus-putusnya mendoakan anaknya, bahkan sejak masih dalam

kandungan.

4. Aplikasi takhri>j al-H{adi>s\ terhadap hadis pengaturan jenis kelamin anak

a. Metode takhri>j al-H{adi>s\

1) Metode dengan menggunakan lafal pertama matan hadis

Adapun petunjuk yang digunakan dalam metode ini adalah dengan

menggunakan kitab Jam’u al-Jawa>mi’, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-

Syari>f dan al-Kabi>r fi> D{amm al-Ziya>dah Ila> Jami>’ al-S{agi>r.


َ‫ِنَالْ َم ْرأ َِةََأَذْ َكَراَبِِإ ْذ ِفَاللَّ ِو ََوإِذَا‬
َّ ِ ‫َالر ُج ِل ََم‬
َّ ‫ِن‬ ْ َ‫َص َف ُر َِفَِإذ‬
ُّ ِ ‫اَاجتَ َم َعاَفَػ َع َال ََم‬
ِ
ُ َ‫َالر ُج ِلَِأَبْػي‬
ْ ِ ‫ض ََوَماءَُالْ َم ْرأَة َأ‬ َّ ُ‫ َماء‬2)
َ‫َوابنَحباف‬،َ‫َوأبوَعوانة‬،َ‫مة‬ٙ‫َوابنَخز‬،َ‫َوالنسائى‬،َ‫َالر ُجلَآنػَثَاَبإ ْذفَالل َوَ(مسلم‬ َّ ِِ ِ َّ ‫ِن‬ ِ ُّ ِ ‫َع َال ََم‬
َّ ‫ِنَالْ َم ْرأَة ََم‬
َ)َٜٖٓٚ‫َرقم‬،َٖٖٚ/٘(َ‫َوالنسائى‬،َ)َٖٔ٘‫َرقم‬،َٕٕ٘/ٔ(َ‫َوالطرباَّنَعنَثوباف)َأخرجوَمسلم‬،
َ‫ َوابن َحباف‬،َ )َٖٛٗ ‫ َرقم‬،َ ٗٗٙ/ٔ(َ ‫ َوأبو َعوانة‬،َ )َٕٖٕ ‫ َرقم‬،َ ٔٔٙ/ٔ(َ ‫مة‬ٙ‫ َوابن َخز‬،
ٕٕٗ
)َٔٗٔٗ‫َرقم‬،َٜٖ/ٕ(َ‫َوالطرباَّن‬،َ)َٕٕٚٗ‫َرقم‬،َٗٗٓ/ٔٙ(
Berdasarkan kode di atas, maka dapat ditelusuri bahwa hadis tersebut

terdapat dalam Sahih Muslim juz 1 halaman 252 nomor hadis 315, Sunan al-

Nasa>’i> juz 5 halaman 337 nomor hadis 9073, Ibn Khuzaimah juz 1 halaman 116

nomor hadis 232, Abu> ’Awa>nah juz 1 halaman 446 nomor hadis 843, Ibn H{ibba>n

242
Jala>l Muh}ammad al-Di>n al-Suyu>t}i>, Jam’u al-Jawa>mi’, Juz I (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-
Si’a>dah li al-T{aba’>ah, 2005 M), h. 20149.

98
juz 16 halaman 440 nomor hadis 7422, al-T{abra>ni> juz 2 halaman 93 nomor hadis

1414.
َ‫كراَبِِإ ْذ َِف‬ ِ َ ِ ‫الرج َِل َم‬ َ ‫َص َف َُرَفَِإ َذاَاجتمعاَفَػع‬
َُّ ِ ‫ال َ َم‬ ِ َ ‫ض َو‬
َ ْ‫ِنَاملَْرأََةَأَذ‬
ّ َ ُ َّ َ‫ِن‬ ٕٖٗ َ َ َ َ ْ ْ ‫ماءَُاملَْرأََِة َأ‬
ِِ َ َُ َ‫الر ُج َِلَأَبْػي‬
َّ َُ‫اء‬
ِ
َ ‫(ٔٔٗٓٔ)َ(( ََم‬
َ .‫الر ُج َِلَأَنػَّثَاَبإ ْذ َفَاهلل))َ(من)َ َعنَثػَ ْوبَاف‬ َّ َ‫ِن‬ ََّ ِ ‫ِنَامل ْرأََةَ َم‬ َ ‫اهللَ َوإِ َذاَ َع‬
َُّ ِ ‫الَ َم‬
َ‫ماء َالرجل َأبيض َ َوماء َاملرأة َأصفر َفإذا َاجتمعا َفعال َمِن َالرجل َمِن َاملرأة َأذكرا َباذف َاهلل َوإذا َعال‬
َ‫َ(ـ َ(أخرجو َمسلم َكتاب َاْليض َباب َبياف َصفة َمِن َالرجل‬#.‫مِن َاملرأة َمِن َالرجل َآنثا َبإذف َاهلل‬
ٕٗٗ
.)‫َص)َعنَثوباف‬.َٖٛ٘‫رقم‬
ٕٗ٘
َ ٕٔٗٓٗ‫َٕح‬ٕٛ‫ص‬/ٖ‫ج‬:‫مسندَأْحد‬
َ ٕٕٗٙ٘ٔٗ‫َٕح‬ٚٛ‫ص‬/ٔ‫ج‬:‫مسندَأْحد‬
ٕٗٚ
ٖٔ٘‫صَٕٕ٘ح‬/ٔ‫ج‬:‫صحيحَمسلم‬
Berdasarkan petunjuk yang terdapat di atas, maka hadis tersebut dapat

ditemukan dalam Sahih Muslim kitab al-H{aid} bab baya>n nomor hadis 385 yang

diriwayatkan dari S|auba>n. Hadis yang sama juga dapat ditemukan dalam Sahih

Muslim Juz 1 halaman 252 nomor hadis 315. Hadis tersebut juga termuat dalam

Musnad Ah}mad ibn H{anbal juz 1 halaman 278 nomor hadis 2514 dan juz 3

halaman 282 nomor hadis 14042.

2) Metode dengan menggunakan salah satu lafal matan

Adapun petunjuk yang digunakan dalam metode ini dengan berpedoman

pada kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s\ al-Nabawi>.248

243
Jala>l al-Di>n Muh}ammad al-Suyu>t}i>, Fath} al-Kabi>r fi> D{amm al-Ziya>dah Ila> Jami>’ al-
S{agi>r, Juz III (Bairu>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, t. th), h. 70.
244
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h. 253637.
245
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h. 101913.
246
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h. 124887.
247
‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n al-Bandari>, Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syarf, Juz
I, h. 218396.
248
Kegiatan takhri>j dapat dilakukan melalui kitab ini dengan mengetahui salah satu lafal
hadis, sama halnya dari kata pertama, yang terakhir, atau yang tengah. Sama halnya apakah lafal
tersebut gahrib atau tidak. Akan tetapi sebaiknya jika ingin men takhrij melalui kitab ini, yaitu
dengan mengambil sebuah lafal gharib (asing) yang jarang diucapkan. Karena pada umumnya
hadis-hadis yang mengandung kata-kata tersebut sedikit jumlahnya. Lihat, Burhanuddin Darwis,
Metodologi Takhrij Hadis (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013 M), h. 52.

99
َ ‫ذكر‬
ٕٜٗ
َٖٗ‫َمِنَاملرأةَأذكراَ(وروىَذكر)َـَحيض‬
َّ ‫َالرجل‬ ُّ ِ
ِ ‫فعالَمِن‬...
Berdasarkan kode di atas hadis tersebut dapat ditemukan dalam Sahih

Muslim kitab H{aid} bab 34.

3) Metode Takhri>j berdasarkan status hadis

Adapun petunjuk yang digunakan dalam metode ini adalah dengan

memakai kitab al-Ja>mi’ al-S{agi>r wa Ziya>dah dan Jami>’ al-Ah}a>di>s\250


َ‫ماءَالرجل َأبيضَو َماءَاملرأة َأصفرَفإذاَاجتمعاَفعالَمِنَالرجلَمِنَاملرأة َأذكراَبإذفَاهلل‬10437 -
َ)َ‫َ(َصحيح‬:َ‫ قاؿَالشيخَاأللباِن‬. ‫وَإذاَعالَمِنَاملرأة َمِنَالرجلَأنثاَبإذفَاهلل ( ـَف َ)َعنَثوباف‬
َ ٕ٘ٔ‫ََٓٓ٘٘فَصحيحَاْلامع‬:َ‫انظرَحديثَرقم‬
Berdasarkan petunjuk di atas maka dapat ditelusuri bahwa hadis tersebut

termuat dalam Sahih Muslim dan Sunan al-Nasa>’i> yang diriwayatkan dari

S|auba>n. Al-Ba>ni> menilai hadis ini sahih, selanjutnya hadis ini dapat dilihat dalam

kitab Sahih al-Ja>mi’ nomor hadis 5500.

4) Metode Takhri>j berdasarkan tema hadis

Adapun petunjuk yang digunakan dengan berpedoman pada kitab Kanz

al-‘Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l.


َ‫َفإذاَاجتمعاَفعالَمِنَالرجلَمِنَاملرأةَأذكراَباذف‬،َ‫َوماءَاملرأةَأصفر‬،َ‫(ماءَالرجلَأبيض‬45563 -)
ٕٕ٘
)‫اهللَوإذاَعالَمِنَاملرأةَمِنَالرجلَآنثاَبإذفَاهللَ(ـَ(ٔ)َعنَثوباف‬
249
A.J. Weinsinck terj. Muh}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z}
al-H}adi>s\ al-Nabawi>, Juz. II, h. 180.
250
Kitab al-Ja>mi’ al-S{agi>r ini dikategorikan sebagai kitab Jami’ karena berisi kumpulan
hadis-hadis, kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Jam’ul al-Jawa>mi’ atau disebut juga
dengan kitab al-Ja>mi’ al-Kabi>r. Adapun sumber-sumber kitab yang menjadi rujukan dalam kitab
ini antara lain: al-Bukha>ri> dalam kitab al-Adab dan al-Ta>rikh, Ibn Hi{bba>n, Abu> Daud, Al-T{irmiz\i>,
Al-Nasa>’i, Ibn Ma>jah, Ah}mad ibn Hanbal, Al-H{a>kim, Al-T{abra>ni> dalam Al-Kabi> al-Ausath, dan
Al-S{agi>r. Sa’i>d ibn Mans{u>r dalam sunannya, Ibn Abi> Syaibah, Ibn ‘Abdilla>h dalam kitab al-
Zawa>id, ‘Abd al-Ra>zak dalam al-Ja>mi’, Abu> Ya’la> dalam Musnadnya, Dar al-qut}ni>, al-Dailami>
dalam Musnad al-Firdaus, Abu> Na’i>m dalam al-Hilyah, al-Baihaqi> dalam Sya’b al-Ima>m dan
sunan, Ibn ‘Adi> dalam al-Ka>mil, al-‘Uqaili> al-D{u’afa>. Lihat, Baso Midong, Metode Muhaddisin
dalam Menyusun Kitab-Kitab Takhrij (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013 M), h.
132.
251
Muh}ammad Nas}ir al-Di>n li al-Ba>ni>, al-Ja>mi’ al-S{agi>r Wa Ziya>dah, Juz I (Cet. I;
Bairu>t: al-Maktabah al-Isla>mi>, 1988 M), h. 1044.
252
‘Ali> al-Muttaqi> ibn H{isa>m al-Di>n al-‘Indi> al-Burha>n al-Fauri>, Kanz al-‘Umma>l fi>
Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l, Juz XVI (Cet II; Bairu>t: Muassasah al-Risa>lah,1986 M),h. 483.

100
Berdasarkan petunjuk di atas, maka hadis dapat ditemukan dalam riwayat

Ima>m Muslim yang diriwayatkan dari S|auba>n.

b. Merujuk kepada kitab sumber

1) Sahih Muslim

Berdasarkan metode takhri>j lafal pertama matan hadis menunjukkan

bahwa hadis ini dapat ditemukan dalam Sahih Muslim juz 1 halaman 252 nomor

hadis 315 dan metode salah satu lafal matan menunjukkan letak hadis ini pada

kitab H{aid} bab 34.


َ‫َس َّالٍـ‬ ِ ْ ‫َعلِ ٍّي‬
َ ِ‫اَم َعا َِويَةَُيَػَ ْع ِِِن َابْ َن‬
ُ َ‫َح َّدثػَن‬
َ ‫يع َبْ ُن َنَاف ٍع‬ ُ ِ‫َالرب‬
َّ ‫َح َّدثػَنَاَأَبُوَتَػ ْوبَةَ ََوُى َو‬َ ُّ‫َاْلُْل َوِاِن‬ َ ‫َاْلَ َس ُن َبْ ُن‬ْ ‫َح َّدثَِِن‬
َ‫َصلَّى‬ َ ‫َل ََر ُِسوؿ َِاللَّو‬ َّ ‫ِب َأ‬
ََ‫َف َثػَ ْوبَا َف ََم ْو‬ ُّ َّ َ‫َح َّدثَِِن َأَبُوَأ ََْسَاء‬
ِ‫َالر َح‬ َ ‫اؿ‬ ٍ
َ َ‫اَس َّالـ َق‬
َ َ
َِ ُ‫َخاهُ َأَنَّو‬
‫ََس َع َأَب‬ َ ‫َع ْن ََزيْ ٍد َيػَ ْع ِِن َأ‬
َ‫َحبَا ِر‬ ِ ‫َصلَّىَاللَّو‬ ََ ‫وؿ َاللَّ ِو‬ ِ ‫اَعْن َد َرس‬ ِ ‫اؿ َ ُكْنت َقَائِم‬ ‫َعلَْي ِو ََو َسلَّ َم‬
ْ ‫َعلَْيِو ََو َسلَّ َم َفَ َجاءَ َحْبػٌر َم ْن َأ‬ َ ُ ُ َ ً ُ َ َ‫َح َّدثَوَُق‬ َ َ ُ‫اللَّو‬
ِ
ُّ ِ ‫اَاجتَ َم َعاَِفَػ َع َالََٖٕ٘م‬
َ‫ِن‬ ِ
ْ ‫َص َف ُِر َفَإ َذ‬ْ ِ‫ض ََوَماءَُالْ َم ْرأَة َأ‬ ُ َ‫َالر ُج ِلَِأَبْػي‬َّ ُ‫َماء‬...
ِِ َ ‫اَُمَ َّمَُِد‬ ُ َ‫ك َي‬
ِ ِ
َ ‫َعلَْي‬
ِِ
َ ‫َالس َال ُـ‬
َّ ‫اؿ‬
ِ
َ ‫الْيَػ ُهود َفَػ َق‬
َ )‫َم ْسل ُم‬ َ َ...‫َالر ُج ِلَآنػَثَاَبإ ْذفَاللَّو‬
ُ ُ‫(رَواه‬ َّ ‫ِن‬ َّ ِ ‫ِنَالْ َم ْرأَة ََم‬ َ ‫ِنَالْ َم ْرأَةَأَذْ َكَراَبإ ْذ َفَاللَّو ََوإ َذ‬
ُّ ِ ‫اَع َال ََم‬ َّ ِ ‫الر ُج ِل ََم‬
َّ
2) Sunan al-Nasa>’i>

Hadis ini juga termuat dalam Sunan al-Nasa>’i> juz 5 halaman 337 nomor

hadis 9073 berdasarkan dengan petunjuk dalam metode takhrij lafal pertama

matan hadis.
َ‫صلَّى‬ ِ َُ ‫اؿَرس‬
َ َ‫وؿَاللََّو‬ ُ َ ََ َ‫اؿ ق‬ ََ َ‫سَق‬ٍَ َ‫اؿَ َح َّدثػَنَاَ َسعِي ٌَدَ َع َْنَقَػتَ َادَةَ َع َْنَأَن‬
ََ َ‫اؿَأَنْػبَأَنَاَ َعْب َدَةَُق‬ ََ ‫َخَبػَرنَاَإِ ْس َح َُقَبْ َُنَإِبْػَر ِاى‬
ََ َ‫يمَق‬ ْ‫أ‬
ِ ِ ِ ِ َّ ِ
‫اللََّوُ َ َعلَْيَو َ َو‬
َ ُ‫َص َفَُر َفَأَيػُّ ُه َما َ َسبَ ََق َ َكا َف َالشَّبََو‬
َُ‫(رَواه‬ ْ ‫يق َأ‬ َُ َ‫ظ َأَبْػي‬
ٌَ ‫ض َ َوَم َاءُ َالْ َمْرأََة ََرق‬ ٌَ ‫الر ُج َل َ َغلي‬َّ َ ُ‫َٕٗ٘سل ََم َ َم َاء‬
)‫الْنَ َسائِ ْي‬
3) Musnad Ah}mad ibn H{anbal

Ah}mad ibn H{anbal dalam Musnadnya melansir hadis ini sebanyak dua

kali, yaitu juz 1 halaman 278 nomor hadis 2514 dan juz 3 halaman 282 nomor

hadis 14042.
َِ ‫صابََةٌَ ِم َْنَالْيَػ ُه‬
َ‫ود‬ ‫تَ ِع‬َْ ‫ضَر‬
َ ٍَ َّ‫اؿَابْ َُنَ َعب‬
‫اس َح‬ َِ ‫اْلَ ِم‬
ََ َ‫يدَ َح َّدثػَنَاَ َش ْهٌَرَق‬ ِ ‫اش َمَب َنَالْ َق‬
ْ َ‫اس َِمَ َح َّدثػَنَاَ َعْب َُد‬ ِ ‫ح َّدثػَنَاَى‬
ِ ِ َ
َّ ِ ِ َّ َّ ِ ‫ِب َاللََِّو ََصلَّى َاللََّو َعلَي‬
ُ ْ ُ َ
َ‫يق‬ ‫ق‬
‫َر‬ ‫ر‬ ‫ف‬
َ ‫َص‬
ٌ َ ُ ْ َْ َ َ َ ‫أ‬ َ ‫َة‬‫أ‬
‫ر‬ ‫م‬‫ل‬
ْ ‫َا‬ ‫اء‬‫َم‬ ‫َف‬ ‫أ‬
‫َو‬ ‫ظ‬
ٌ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫غ‬
َ َ ‫ض‬ ‫ي‬ ‫ػ‬
ُ َْ ُ َ َ‫ب‬َ‫أ‬َ ‫ل‬ ‫ج‬ ‫َالر‬
َّ ‫اء‬ ‫َم‬ ‫َف‬ ‫أ‬َ ‫ف‬
َ ‫و‬ ‫م‬ ‫ل‬
َ ‫ع‬‫ػ‬‫ت‬
َ َ ‫ل‬ ‫ى‬
ُ ْ ْ َ َ ََ َْ ُ
… َ
‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ َ َ
‫و‬ َ َّ َِ‫ن‬
َ
253
Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz I,
h. 252.
254
Abu> ‘Abd al-Rah}ma>n Ah}mad ibn Syu’aib ibn ‘Ali> al-Khura>sa>ni> al-Nasa>’i>, al-Sunan al-
S{agri> li al-Nasa>’i>, Juz I, h. 115.

101
َ‫ىَم ِاء َالْ َم ْرأَةِ َ َكا َف َذَ َكًراَبِِإ ْذ ِف َاللَّ ِو‬ َ َ‫َعل‬
َ ‫َالر ُج ِل‬
َّ ‫َع َال ََماء‬
ُ َ ‫اَع َال َ َكا َف َلَوُ َالْ َولَ ُد ََوالشَّبَوُ َبِِإ ْذ ِف َاللَّ ِو َإِ ْف‬َ ‫فَأَيػُّ ُه َم‬
ِ ِ ِِ ِ ِ
َ ‫َالر ُج ِلَ َكا َفَأُنْػثَىَبإ ْذفَاللََّو‬ َ ‫َوإِ َْفَ َع َال ََماءَُالْ َم ْرأَة‬
ٕ٘٘
)‫َحْنبَل‬ َ ‫(رَوهَُاَ ْْحَ ُدَبْ ُن‬ َّ ‫ىَماء‬ َ َ‫َعل‬
َ‫وؿَاللََِّو‬
ََ ‫تَ َر ُس‬ َْ َ‫َفَأ َُّم َوَُأ ََُّـَ ُسلَْي ٍَمَ َسأَل‬
ََّ ‫ك أ‬ٍَ ِ‫سَبْ َِنَ َمال‬ َِ َ‫َح َّدثػَنَاَ ُُمَ َّم َُدَبْ َُنَ َج ْع َف ٍَرَ َح َّدثػَنَاَ َسعِي ٌَدَ َع َْنَقَػتَ َادةََ َع َْنَأَن‬
َ‫ف َ َمنَ ِام َها‬ َ َِ ‫ك‬ ِ
ََ ‫َت َذَل‬ َْ ‫اؿ َإِذَا َ َرأ‬ ََ ‫الر ُج َُل َفَػ َق‬ َّ َ ‫ف َ َمنَ ِام َها َ َما َيػََرى‬ َ َِ ‫ت َالْ َم ْرأََةُ َتَػَرى‬ َْ َ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َقَال‬
ََ َ‫وؿَاللََِّوَق‬
َ‫اؿ‬ ََ ‫تَأ َََويَ ُكو َُفَ َى َذاَيَاَ َر ُس‬ َْ َ‫استَ ْحي‬ ‫و‬ َ َ
‫م‬ َّ
‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ َ ِ ‫َِّبَصلَّىَاللََّوَعلَي‬
َ
‫و‬ َ ِ ‫ن‬ ‫ال‬ َ َ
‫ج‬ ‫و‬‫ز‬ َ ‫ة‬
َ ‫م‬ ‫ل‬
َ ‫س‬ َ َ
‫ُـ‬
ُّ ‫أ‬َ َ
‫ت‬ َ‫ل‬‫ا‬ ‫ق‬َ ‫ػ‬
َ‫ف‬ َ َ
‫ل‬ ‫س‬ِ َ‫فَػ ْلَتَػ ْغت‬
ِْ‫اءََالْ َمرأ‬ َ َ ْ َِ ُ َ ّْ ُ ْ َ َ َ ْ ِْ
ََ ‫يقَفَ ِم َْن َأَيّْ ِه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع‬
َ‫ال‬ ٌَ ِ‫َص َف َُر َ َرق‬ ‫أ‬َ َ
‫َة‬
ْ َْ ُ ََ َ ‫م‬ ‫و‬ َ َ
‫ظ‬
ٌ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫غ‬
َ َ َ
‫ض‬
ُ َْ ٕ٘ٙ‫ي‬ ‫ػ‬‫ب‬َ‫أ‬َ َ
‫ل‬ِ ‫ج‬ ‫الر‬
َّ
ُ ُ َ ََُ َ
‫اء‬ ‫م‬ َ َ
‫و‬ ‫َّب‬
‫الش‬ َ َ
‫ف‬
ُ ‫و‬ ‫ك‬
ُ َ َ ْ ْ ‫نػَ َع َْمَفَم‬
‫ي‬ َ َ
‫ن‬ ‫َي‬‫أ‬ َ َ
‫ن‬
)‫َحْنبَل‬َ ‫َ(رَوهَُاَ ْْحَ ُدَبْ ُن‬ َ ُ‫يَ ُكو َُفَالشَّبَو‬
c. I’tiba>r Sanad
Pada tahap sebelumnya penulis telah melakukan penelusuran hadis dalam

berbagai kitab sumber berdasarkan petunjuk –petunjuk yang terdapat dalam metode

takhri>j. Adapun langkah selanjutnya yang akan ditempuh ialah i’tiba>r Sanad, namun
hanya difokuskan pada hadis-hadis yang terdapat dalam Kutub al-Tis’ah. Sehingga

selanjutnya dapat diketahui periwayat yang sya>hid pada tingkat sahabat dan muta>bi

pada tingkat tabi>’i>n. Jika melakukan penelitian lebih lanjut, maka dalam hadis yang

penulis kaji didapatkan 4 riwayat antara lain adalah Sahih Muslim 1 riwayat, Sunan

Al-Nasa>’i> 1 riwayat dan Musnad Ah}mad ibn H{anbal 2 riwayat.


Berdasarkan 4 jalur periwayatan yang penulis teliti tedapat sya>hid, karena

ditemukan periwayat pada T{abaqa>t sahabat lebih dari satu yaitu S|auba>n, Ibn ‘Abba>s,
Ummu Sulaim, dan Anas ibn Ma>lik. Sedangkan pada kalangan tabi>’i>n juga terdapat

muta>bi’ yaitu Abu> Asma’ al-Rah}abi>, Syahr, dan Qata>dah.

255
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn H{anbal ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l Asad al-
Saiba>ni>, Musnad Ah}mad ibn H{anbal, Juz, h. 311.
256
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,
Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XXI, h. 415.

102
d. Skema hadis
e.

103
f. Kritik Sanad
Metode kritik sanad mencakup beberapa aspek, antara lain uji

ketersambungan proses periwayatan hadis dengan mencermati silsilah guru-

murid yang ditandai dengan s}igah al-Tah}ammul (lambang penerimaan hadis),

menguji integritas perawi (al-‘ada>lah) dan intelegensianya (al-d}abt}) dan jaminan

aman dari syuz\uz\ dan ‘illah. Jika terjadi kontradiksi penilaian ulama terhadap

seorang perawi, peneliti kemudian menerapkan kaidah-kaidah al-jarh{ wa al-ta‘di>l

dengan berusaha membandingkan penilaian tersebut.

Jumlah keseluruhan hadis dalam kajian ini setelah dibatasi pada Kutub al-

Tis’ah sebanyak 4 jalur periwayatan. Untuk pengaplikasian metode kritik sanad,


maka perlu dipilih satu jalur untuk dikaji ketersambungannya. Adapun jalur

sanad yang dipilih untuk diteliti ketersambungannya, yaitu hadis dari jalur

Ah}mad ibn H{anbal.


َ‫وؿَاللََِّو‬
ََ ‫تَ َر ُس‬ َْ َ‫َفَأ َُّم َوَُأ ََُّـَ ُسلَْي ٍَمَ َسأَل‬ ٍَ ِ‫سَبْ َِنَ َمال‬
ََّ ‫ك أ‬ َِ َ‫َح َّدثػَنَاَ ُُمَ َّم َُدَبْ َُنَ َج ْع َف ٍَرَ َح َّدثػَنَاَ َسعِي ٌَدَ َع َْنَقَػتَ َادةََ َع َْنَأَن‬
َ‫ف َ َمنَ ِام َها‬
َ َِ ‫ك‬ ِ
ََ ‫َت َذَل‬َْ ‫اؿ َإِذَا َ َرأ‬ ََ ‫الر ُج َُل َفَػ َق‬ َّ َ ‫ف َ َمنَ ِام َها َ َما َيػََرى‬ َْ َ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َقَال‬
َ َِ ‫ت َالْ َم ْرأََةُ َتَػَرى‬
ََ َ‫وؿَاللََِّوَق‬
َ‫اؿ‬ ََ ‫تَأ ََويَ ُكو َُفَ َى َذاَيَاَ َر ُس‬ َْ َ‫استَ ْحي‬ ‫و‬ َ َ
‫م‬ َّ
‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ َ ِ ‫َِّبَصلَّىَاللََّوَعلَي‬
َ
‫و‬ َ ِ‫ن‬ ‫ال‬ َ َ
‫ج‬ ‫و‬‫ز‬ َ ‫ة‬
َ ‫م‬ ‫ل‬
َ ‫س‬ َ َ
‫ُـ‬
ُّ ‫أ‬َ َ
‫ت‬ ‫ل‬
َ ‫ا‬ ‫ق‬
َ ‫ػ‬
َ‫ف‬ َ َ
‫ل‬ ‫س‬ِ َ‫فَػ ْلَتَػ ْغت‬
ِْ‫اءََالْ َمرأ‬ َ َ ْ َِ ُ َ ّْ ُ ْ َ َ َ ْ ِْ
َ‫ال‬ ٌَ ِ‫َص َف َُر َ َرق‬
ََ ‫يقَفَ ِم َْن َأَيّْ ِه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع‬ ‫أ‬َ َ
‫َة‬
ْ َْ ُ ََ َ ‫م‬‫و‬ َ َ
‫ظ‬
ٌ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫غ‬
َ َ َ
‫ض‬ ‫ي‬
ُ َْ ٕ٘ٚ‫ػ‬‫ب‬َ‫أ‬َ َ
‫ل‬ِ ‫ج‬ ‫الر‬
َّ َ
ُ ُ َ َُ َ
‫اء‬ ‫م‬ َ َ
‫و‬ ‫َّب‬
‫الش‬ َ َ
‫ف‬ُ ‫و‬ ‫ك‬
ُ َ َ ْ ْ ‫نػَ َع َْمَفَ َم‬
‫ي‬ َ َ
‫ن‬ ‫َي‬‫أ‬ َ َ
‫ن‬
)‫َحْنبَل‬َ ‫َ(رَوهَُاَ ْْحَ ُدَبْ ُن‬ َ ُ‫يَ ُكو َُفَالشَّبَو‬
1) Ah}mad ibn H{anbal

Ah{mad ibn H{anbal bernama lengkap Ah{mad ibn Muh{ammad ibn H{anbal

ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni Abu> ‘Abdillah al-Marwazi>.258 Lahir di Baghda>d

pada tahun 164 H dan wafat di Baghda>d juga pada hari Jum’at bulan Rajab tahun

241 H.259 Dia adalah salah satu Muh}addisi>n dizamannya yang menyusun kitab

257
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad al-Syaiba>ni>,
Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Juz XXI, h. 415.
258
Yusu>f ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Yusu>f Abu> al-H{ajja>j Jama>l al-Di>n ibn al-Zaki>, Tahz\i>b
al-Kama>l fi> Asma>’i al-Rija>l, Juz XV, h. 162. Di dalam kitab ini juga menyebutkan nama gurunya
dan muridnya.
259
Abu> Ish{a>q Ibra>hi>m ibn ‘Ali> al-Syaira>zi>, T{abaqa>t al-Fuqaha>’, Juz I (Cet. I; Bairu>t: Da>r
al-Ra>id al-‘Arabi>, 1970 M), h. 91. Lihat juga, Muh}ammad ibn Isma> ‘i>l ibn Ibra>hi>m ibn al-Mugi>rah

104
Musnad Ah}mad, dan di dalamnya terkumpul hadis-hadis yang tidak disepakati

selain dirinya. Ia mulai belajar hadis pada tahun 177 H260, kemudian melakukan

Rih}lah ‘Ilmiyyah ke berbagai tempat, yaitu ; Ku>fah, Bas}rah, Makkah, Madi>nah,


Yaman, Sya>m, dan Al-Jazair.261
Dia juga pernah berguru kepada Ima>m Sya>fi‘i>.262Dia mempunyai banyak

guru diantaranya, Muh}ammad ibn Ja’far, H{ajja>j ibn Muh}ammad al-Mus}ays}i>,

Sufya>n ibn ‘Uyainah,َ Hawz\ah ibn K|ali>fah, Waki>‘ ibn al-Jara>h}, Yazi>d ibn Ha>ru>n.

Adapun muridnya yang juga sangat banyak, diantaranya, al-Bukha>ri>, Muslim,

Abu> Da>wud dan lain-lain.

Penilaian Ulama terhadapnya, ‘Abd al-Razza>q berkata; Ma> ra’aytu afqah

minhu wa la> Awra‘, Abu> ‘A<s}im berkata; Ma Ja>’ana> min s\ammah ah}ad gayrihi
yahsin al-Fiqh, Yah}ya ibn A<dam berkata; Ah}mad ima>mana>, Ima>m al-Sya>fi‘i>
berkata; Ma> khalaftu biha> afqah wa la> azhad wa la> awra‘ wa la> a‘lam min Ah}mad

ibn H{anbal, ‘Abdulla>h al-Khari>bi> berkata; Ka>na afd}al aama>nih, al-‘Abba>s al-

‘Anbari> berkata; H{ujjah, Qutaibah berkata: Ah{mad ima>m al-Dunya>, al-‘Ijli>

mengatakan: Ah}mad s\iqah s\abit fi> al-H{adi>s\, Abu> Zur‘ah mengatakan bahwa

Ah{mad menghafal 1 juta hadis, Ibn Sa‘ad mengatakan Ah{mad s\iqah s\abit s}adu>q

kas\i>r al-H}adi>s\.263

al-Buk\a>ri>, Abu> ‘Abdilla>h, Al-Ta>ri>kh al-Kabi>r, Juz II, h. 5. Lihat juga, S}a>lih} ibn al-Ima>m Ah}mad
ibn Muh}ammad ibn H}anbal, Si>rah al-Ima>m Ah}mad ibn Hanbal, Juz I (Cet. II; Al-Askandariyyah:
Da>r al-Da‘wah, 1404 H), h. 30. Di dalam kitab ini juga menyebutkan nasab Ima>m Ah}mad sampai
kepada nabi Ibra>hi>m.
260
Isma>‘i>l ibn Muh}ammad ibn al-Fad}l ibn ‘Ali> al-Quraisyi>, Siar al-Salf al-S}a>lihi>n, Juz I,
h. 1053.
261
Abu> Bakr Ah}mad ibn ‘Ali> ibn S|a>bit ibn Ah}mad ibn Mahdi> al-Khat}i>b al-Bagda>di>,
Ta>ri>kh Bagda>d, Juz IV (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-Garab al-Isla<mi>, 1422 H/2002 M), h. 90.
262
Abu> al-‘Abba>s Syams al-Di>n Ah}mad ibn Muh{ammad ibn Ibra>hi>m ibn Abi> Bakar ibn
Khalka>n, Wafaya>t al-A‘ya>n wa Abna>’ Abna>’ al-Zama>n, Juz, h. 63
263
Abu> al-Fad}l Ah{mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Tahz\i>b al-Tahz\i>b, Juz I, h. 74.
Selanjutnya disebut al-‘Asqala>ni>, Tahz\i>b. Abu> al-Wali>d Sulaima>n ibn Khalaf ibn Sa‘ad al-Ba>ji>,
al-Ta‘di>l wa al-Tajri>h}, Juz I (Cet. I; al-Riya>d}: Da>r al-Liwa>’, 1406 H/1986 M), h. 320. Selanjutnya
disebut al-Ba>ji>. Abu> H}a>tim Muh}ammad ibn H{ibba>n ibn Ah}mad al-Tami>mi>, al-S|iqa>t, Juz VIII

105
2) Muh}ammad ibn Ja’far

Nama lengkapnya adalah Muh}ammad ibn Ja’far al-Haz\ali> Abu> ‘Abdulla>h,

laqabnya ialah Gundar.264 Ia seorang ulama hadis yang menetap di Bas}rah punya
beberapa gelar, antara lain al-H{a>fiz}, al-Mujawwid, dan al-S|abut,265 ia gemar

menuntut ilmu terutama hadis keberbagai ulama. Diantara guru-gurunya yaitu

Sa’i>d ibn Abi> Aru>bah, Sufya>n al-S|auri>, dan Sufya>n ibn ‘Uyainah.266 Sedangkan

diantara muridnya yaitu Ah}mad ibn H{anbal, ‘Ali> ibn al-Madini>, dan ‘Amru> ibn

‘Ali>. Ulama-ulama kritikus hadis member penilaian positif, Abu> H{a>tim al-Ra>zi>

menilainya as\bat, dan ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> H{a>tim mengatakan ia seorang

yang s\iqah. Muh}ammad ibn Ja’far wafat di Bas}rah pada tahun 193 H

Berdasarkan biografi perawi hadis di atas, maka dapat diidentifikasi

ketersambungan sanad Ah}mad ibn H{anbal (164-241 H) dari Muh}ammad ibn

Ja’far (w. 193 H) jika dikalkulasi usia hidup antara guru dan murid, maka Ah}mad

ibn H{anbal hidup selama 29 tahun sebelum Ibn Ja’far wafat. Ketersambungan

sanad ini diduga kuat dengan melihat perjalanan keilmuan Ah}mad ibn H{anbal

yang pernah mengadakan rihlah ke kampung sang guru yang berada di Bas}rah.

Sementara dokumen guru-murid masing-masing perawi terdaftar dalam kitab-

kitab ri>jal al-H{adi>s\. Dengan demikian, hadis Ah}mad ibn H{anbal dari Muh}ammad

ibn Ja’far dengan s}igah h}addas\ana> berdasarkan data yang di peroleh maka dinilai
tersambung.

(Cet. I; Bairu>t: Da>r al-Fikr, 1395 H/1975 M), h. 18. Selanjutnya disebut Ibn H{ibba>n, al-S|iqa>t.
‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> H{a>tim al-Ra>ziy al-Tami>mi>, al-Jarh{ wa al-Ta‘di>l, Juz II (Cet. I; Bairu>t:
Da>r Ih{ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, 1271 H/1952 M), h. 68.
264
Yusu>f ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Yusu>f Abu> a;-H{ajja>j Jama>l al-Di>n ibn al-Zaki>, Taz\hi>b
al-Kama>l Fi> Asma>’ al-Rija>l, Juz XXV, h. 5.
265
Syamsu al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar ‘Ala>m al-
Nubala>’, Juz IX, h. 98.
266
Abu> al-Fad}l Ah}mad ibn ‘Ali> ibn Muha}mmad ibn Ah}mad ibn H{ajar al-Asqala>ni>, Tahz\i>b
al-Tahz\i>b, Juz VI, h. 96.

106
3) Sa’i>d

Nama lengkapnya ialah Sa’i>d ibn Abi> ‘A<ru>bah Mahra>n Abu> Na>d}ir al-

Yasykari>.267 Seorang ulama yang berdomisili di Bas}rah ada beberapa gelar yang

melekat padanya, yaitu al-Ima>m, al-H{a>fiz}, dan ‘A<lim.268 Menuntut ilmu

keberbagai ulama diantaranya Qata>dah, al-H{asan, dan Muh}ammad. Sedangkan

murid-muridnya, antara lain yaitu Gundar, Qat}t}a>n, dan Syu’bah. Penilaian ulama

hadis terhadapnya, yaitu Ibn Ma’i>n menilainya as\bat, sementara Abu> H{a>tim

mengatakan sebelum ia meninggal sempat hafalannya terganggu. Sa’i>d wafat

pada tahun 156 H.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa hadis Muh}ammad ibn Ja’far (w.

193 H) dari Sa’i>d (w. 156 H) setelah melihat selisih usia wafat kedua perawi,

akan diperoleh bahwa Sa’i>d sudah wafat selama 37 tahun sebelum Ibn Ja’far.

Ketersambungan sanad ini juga diperkuat karena masing-masing perawi terdaftar

dalam dokumen guru-murid sementara jika merujuk pada penilaian ulama

kritikus hadis, maka mayoritas ulama memberikan penilaian terpuji. Berdasarkan

keterangan yang diperoleh di atas, dapat disimpulkan bahwa hadis Muh}ammad

ibn Ja’far dari Sa’i>d dengan s}igah h}addas\ana> adalah tersambung.

4) Qata>dah

Nama lengkapnya ialah Qata>dah ibn Di’a>mah ibn Qata>dah ibn ‘Azi>z ada
pula yang mengatakan namanya yaitu Qata>dah ibn Di’a>mah ibn ‘Uka>bah ibn

‘Azi>z ibn ‘Amru> ibn Rabi>’ah. Sebagian yang lain mengatakan Ibn ‘Azi>z ibn

Kari>m ibn ‘Amru> ibn H{aris\ ibn Sudu>s ibn Syaiba>n ibn Z|ahl ibn S|a’labah.269
267
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, al-Ka>syif, Juz I
(Cet. I; Da>r al-Qiblah li al-S|aqa>fah al-Isla>miyah, 1413 H/1992 M), h. 441.
268
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Taz\kirah al-Hifa>z},
Juz I (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H/1998 M), h. 133. Lihat juga, Syams al-Di>n
Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar ‘Ala>m al-Nubala>’, Juz VI, h. 415.
269
Abu> Muh}ammad ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad ibn Idri>s ibn Munz\ir al-Tami>mi>
al-H{inz}ili> al-Ra>zi>, ibn Abi> H{a>tim, al-Jarh} wa al-Ta’di>l, Juz VII, h. 133.

107
Seorang tabi>’i>n yang lahir pada tahun 60 H270 menetap di Bas}rah dan sempat

bertemu dengan Anas ibn Ma>lik sahabat nabi Muhammad saw. yang menjadi

gurunya. Sedangkan muridnya, yaitu antara lain Ibn Abi> ‘Aru<bah, Ma’mar ibn

Ra>syid, dan al-Auza’i>. Sementara dari segi penilaian kritikus hadis, Muh}ammad

ibn Siri>n mengatakan ah}faz} al-Na>s. Ibn Hibba>n menilainya s\iqah, Yah}ya> ibn

Ma’i>n menilainya s\iqah beliau juga digelar al-Hafiz{271 Muh}ammad ibn Sa’i>d

menyebut s\iqah ma’mu>n hujjah fi> al-Hadis\, Abi> Ra>fi’ mengatakan beliau adalah

al-Hafiz}272 penilaian yang lain beliau adalah hafiz{ s\iqah sa>bit273, dan para ulama
juga telah bersepakat atas keagungan, kes\iqahan, kekuatan hafalan, kemahiran

dan keutamaan beliau.274 Walaupun terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama

tentang tahun wafatnya ada yang mengatakan tahun 117 H dan 118 H.275

Untuk mengidentifikasi ketersambungan sanad Sa’i>d (w. 156 H) dari

Qata>dah (60-118 H) jika melihat selisih usia wafat keduanya, maka diperoleh

perbedaan wafat guru-murid selama 38 tahun. Ketersambungan jalur ini turut

diperkuat oleh dokumen guru-murid yang terdapat dalam beberapa kitab rija>l al-

H{adi>s\. Bukti kuat lainnya, yaitu penilaian positif dari ulama kritikus hadis
terhadap kedua perawi. Dengan demikian, jalur hadis Sa’i>d dari Qata>dah dengan

s}igah ‘an berdasarkan literatur yang diperoleh, maka dapat dinilai tersambung.

270
Abu> al-‘Abba>s Syams al-Di>n Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Ibra>hi>m ibn Abi> Bakr,
Waffaya> al-‘Aya>n, Juz IV (Cet. VI; Bairu>t: Da>r al-S{adr, 1900 M), h. 85.
271
Khair al-Di>n al-Zarkali>, al-I’la>m Qa>mu>s Tara>jim li Asyhar wa al-Nisa>’ Min al-‘Arbi
wa al-Musta’ribi>n wa al-Mustasyriqi>n, Juz V (Cet. V; t.tp: Da>r al-Ilmi, 2002 M), h. 189.
272
Syams al-Di>n al-Husaini>, Taz\kir al-Huffa>z{, Juz I (Cet. I; t.tp: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 1998 M), h. 123.
273
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>, Miza>n al-I’tida>l fi>
Naqd al-Rija>l, Juz III, h. 385.
274
Abu> Zakariya Muh{y al-Di>n al-Nawawi>, Tahz\ib al-Asma>’ wa al-Lugah, Juz. II ( Bairu>t:
Da>r al-Kutub al-Ilmiah, t.th), h. 57.
275
Abu> ‘Abdulla>h ibn Muh}ammad ibn Sa’i>d, Tabaqa>t al-Kubra>, Juz VII (Cet. I; Madinah:
al-Ulu>m wa al-Hukm, 1408 H), h. 229.

108
5) Anas ibn Ma>lik

Nama lengkapnya adalah Anas ibn Ma>lik ibn al-Nad}ar ibn D{amd}am al-

Ans}ari> al-Khazraji> al-Najjari>.276 Ia terkenal dengan sebutan Abu> Hamzah al-

Ans}ari>. Sahabat ini seorang Ima>m, mufti, ahli qira’ah, ahli hadis, dan seorang

penyebar Islam.277 Sebagai pembantu Nabi saw. Anas tinggal di rumah kenabian.

Hidupnya dipersembahkan untuk melayani Nabi, ia mengetahui betul bagaimana

kehidupan Sang Nabi beserta akhlak beliau. Mengenai hal tersebut Anas

mengatakan, ‚saya mengabdi kepada Rasulullah selama sepuluh tahun, tidak satu

pun perintah beliau kepadaku yang saya segang melakukannya atau saya

melakukan sesuatu kemudian beliau mencelaku.‛

Anas ibn Ma>lik adalah orang yang banyak beribadah dan sedikit bicara.

Mengenai hal ini Abu> Hurairah berkata, ‚saya tidak melihat seseorang yang

salatnya lebih menyerupai Rasulullah dibandingkan putra Ummu Sulaim, yakni

Anas ibn Ma>lik.‛ Setelah hidup cukup lama, mulai dari mengabdikan dirinya

sebagai pelayan Nabi hingga masa setelahnya dengan meriwayatkan dan

mengajarkan hadis-hadis beliau, akhirnya Anas ibn Ma>lik menghembuskan nafas

terakhirnya di kota Bas}rah pada tahun 93 H.278 Anas ibn Ma>lik adalah sahabat

Nabi yang meninggal paling akhir.

Berdasarkan keterangan biografi perawi di atas dapat diketahui bahwa


sanad hadis Qata>dah (60-118 H) dari Anas ibn Ma>lik (w. 93 H) setelah melihat

selisih usia hidup kedua perawi, maka diperoleh usia hidup Qata>dah selama 25

tahun sebelum Anas wafat. Keterangan lain dari beberapa kitab rija>l al-H{adi>s\

276
Yusu>f ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Yusu>f Abu> al-H{ajja>j Jama>l al-Di>n ibn al-Zaki>, Tahz\i>b
al-Kama>l fi> Asma>’i al-Rija>l, Juz III, h. 353.
277
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n, Siar ‘Ala>m al-
Nubala>’, Juz III, h. 396.
278
Abu> Amr Yu>suf ibn Abdullah ibn Muhammad Abd al-Ba>r, al-Isti’ab fi> Ma’rifah al-
Asha>b, Juz. I (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-Jai>l, 1992 M), h. 35.

109
bahwa kadua perawi masing-masing terdaftar dalam dokumen guru-murid.

Dengan demikian, sanad hadis Qata>dah dari Anas ibn Ma>lik dengan sigat ‘an

dapat dinilai tersambung.

g. Kritik matan

1) Kualitas sanad

Setelah melakukan observasi terhadap sanad hadis yang menjadi objek

kajian, ditemukan bahwa sanad tersebut dapat dinilai sahih. Bukti konkrit dari

penilaian ulama kritikus hadis terhadap masing-masing perawi mayoritas

memberikan penilaian positif. Alasan lain karena perawi-perawi yang ada dalam

sanad di atas masing-masing terdaftar dalam dokumen guru-murid.

2) Penelitian lafal-lafal yang semakna

Berdasarkan penelusuran terhadap hadis yang menjadi objek kajian

ditemukan varian-varian lafalnya sebagai berikut:

Riwayat Ima>m Muslim


َ‫َص َف ُر‬
ْ ‫ض ََوَماءَُالْ َم ْرأ َِةَأ‬ ُ َ‫َالر ُج ِلَأَبْػي‬ َّ ُ‫َماء‬
ِ‫َالرج ِلَم ِِنَالْمرأ َِةَأَذْ َكراَبِِإ ْذ ِفَاللََّو‬
َِ َّ ِ َِِْ َّ َ ُ َّ ‫ِن‬ ُّ ِ ‫َم‬ ْ ‫فَِإ َذ‬
َِ ‫اَاجتَ َم َعاَفَػ َع َال‬
‫َالر ُج ِلَآنػَثَاَبإ ْذفَالل َو‬ َّ ‫ِن‬ َّ ِ ‫ِنَالْ َم ْرأَة ََم‬ َ ‫َوإِ َذ‬
ُّ ِ ‫اَع َال ََم‬
Riwayat Ima>m al-Nasa>’i>
َ‫َص َفُر‬ ٌَ ِ‫ضَ َوَم َاءَُالْ َمْرأََِةََرق‬
ْ ‫يقَأ‬ ٌَ ‫الر ُج َِلَ َغلِي‬
َُ َ‫ظَأَبْػي‬ َّ َُ‫َم َاء‬
ُ‫فَأَيػُّ ُه َماَ َسبَ ََقَ َكا َفَالشَّبََو‬
Ima>m Ah}mad ibn H{anbal riwayat ke-1
ِ ‫َفَماءَالْمرأَةَِأ‬ ٌ ‫ضَ َغلِي‬
َ‫يق‬ ِْ ِْ َ َ َ َّ ‫ظ ََوأ‬
ٌ ‫َص َف ُرَرق‬ ُ َ‫َالر ُج ِلَأَبْػي‬
َّ َ‫َماء‬
ِِ
‫اَع َالَ َكا َفَلَوَُالْ َولَ ُد ََوالشَّبَوَُبإ ْذفَاللََّو‬
َ ‫فَأَيػُّ ُه َم‬
Ima>m Ah}mad ibn H{anbal riwayat ke-2
‫فَ ِم َْنَأَيْ ََنَيَ ُكو َُفَالشَّبََو‬
ُ
ٌَ ِ‫َص َف َُرَ َرق‬
‫يق‬ ِ َ ‫ظَوم‬
ْ ‫اءَُالْ َم ْرأََةَأ‬
ِ َ ‫الرج َِلَأَبػي‬
َ َ ٌَ ‫ضَ َغلي‬ ُ َْ ُ َّ َُ‫اء‬ َ ‫َم‬
ُ‫الَيَ ُكو َُفَالشَّبََو‬ََ ‫فَ ِم َْنَأَيّْه َماَ َسبَ ََقَأ ََْوَ َع‬
ِ
Setelah melakukan perbandingan matan hadis dalam Kutub al-Tis’ah

yang memuat 4 riwayat maka ditemukan beberapa perbedaan. Perbedaan matan

hadis ini disebabkan karena konteks hadis dalam bentuk dialog Nabi saw. dengan

110
orang Yahudi. Redaksi hadis ini secara umum cukup panjang, oleh karena itu

peneliti akan membatasi redaksi hadis khusus berorientasi pada penentuan jenis

kelamin anak. Adapun perbedaan lafal matan dalam kitab kanonik yang dapat

diidentifikasi, yaitu:

a) Teks awal matan hadis terdapat dua macam redaksi yaitu:

ََ َّ َ‫َ َماء‬،ُ‫فَ ِم َْنَأَيْ ََنَيَ ُكو َُفَالشَّبَو‬


َ‫َالر ُج َِل‬
َّ ِ ‫ َم‬pada hadis riwayat Ima>m Muslim sementara pada
b) Terdapat kata َ‫ آنػَثَا‬dan َ‫ِن‬

َُ َ‫ الْول‬dan ‫فَأَيػُّ ُه َما‬


hadis Ima>m Ah}mad riwayat ke-1 terdapat kata ‫د‬
َ
َُ ‫فَ ِم َْنَأَيْ ََنَيَ ُكو‬
c) Riwayat ke-2 Ima>m Ah}mad ibn H{anbal terdapat kalimatُ‫فَالشَّبََو‬

Selanjutnya untuk membuktikan apakah matan hadis tersebut tehindar

dari ‘illah atau tidak, maka dibutuhkan langkah-langkah yang dikenal dengan

kaidah minor terhindar dari ‘illah, yaitu sebagai berikut:

a) Tidak terjadi inqila>b. Inqila>b ialah terjadinya pemutar balikan lafal matan

seperti mengakhirkan lafal yang seharusnya diawal. Pada hadis yang penulis

teliti terjadi inqila>b yaitu pada riwayat Ima>m al-Nasa>’i>, yakni kalimat ٌَ ‫َغلِي‬
َ‫ظ‬
ُ َ‫أَبْػي‬
َ‫ض‬ terjadi pemutarbalikan lafal jika dibandingkan hadis Ima>m Ah}mad ibn

H{anbal riwayat 1 dan 2, yakni ٌ ‫ض َ َغلِي‬


َ‫ظ‬ َُ َ‫أَبْػي‬. Namun demikian inqila>b yang

terdapat dalam hadis di atas tidak sampai mempengaruhi makna hadis.

b) Tidak ada idra>j. Idra>j ialah adanya sisipan dalam matan hadis yang biasanya
terdapat dipertengahan matan hadis, baik itu perkataan perawi atau hadis

lain, yang bersambung dengan matan hadis tanpa ada keterangan sehingga

tidak dapat dipisahkan. Tambahan seperti itu dapat merusak kualitas matan

hadis.279 Namun demikian, dalam hadis tersebut peneliti tidak menemukan

idra>j.

279
‘Abd al-Rah}i>m ibn al-H{usain al-‘Ira>qi>, al-Taqyi>d wa al-I<d}a>h} Syarh} Muqaddamah Ibn
al-S{ala>h} (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-Fikr, 1970 M), h. 127. Lihat juga, Muh}ammad ibn ‘Abd al-
Rah}ma>n al-Sakha>>wi>, al-Taud}i>h} al-Abhar li Taz\kirah Ibn al-Malaqqan fi> ‘Ilm al-As\ar (al-

111
c) Tidak ada ziya>dah. Ziya>dah adalah tambahan dari perkataan perawi s\iqah

yang biasanya terletak di akhir matan. Tambahan itu berpengaruh terhadap

kualitas matan jika dapat merusak makna matan.280 Pada hadis di atas tidak

ditemukan adanya ziya>dah.

d) Pada hadis di atas tidak ditemukan Musahhaf/Muharraf, yaitu perubahan

huruf atau syakal pada matan hadis.

e) Naqis (mengurangi dari lafal matan hadis sebenarnya), nuqsan yang dapat

diidentifikasi pada hadis di atas, yaitu riwayat Ima>m al-Nasa>’i> dan Ima>m

Ah}mad H{anbal riwayat ke-2 tidak menggunakan kalimat ‫بِِإ ْذ ِفَاللََِّو‬

3) Meneliti kandungan matan hadis.

Dewan Hukum Islam yang berbasis di Arab Saudi membolehkan memilih

jenis kelamin bayi dengan alasan kesehatan. Demikian salah satu hasil pertemuan

ke-19 Dewan Hukum Islam di Mekah yang berlangsung selama enam hari dan

dihadiri sekitar 70 tokoh ulama dan cendikiawan muslim. Kantor berita Arab

Saudi SPA melaporkan, pertemuan tersebut berhasil membuat keputusan

berbagai persoalan yang selama ini masih menjadi perdebatan di kalangan umat

Islam. Menurut Dewan tersebut, memilih jenis kelamin sebelum dilahirkan

dibolehkan, jika ada penyakit tertentu yang berpotensi mempengaruhi kesehatan

anak jika anaknya laki-laki dan bukan perempuan, atau sebaliknya.281


Adapun penelitian kandungan matan hadis bertujuan untuk mengetahui

apakah dalam hadis tersebut terdapat Syaz\ atau tidak. Sehingga diperlukan

Sa‘u>diyyah: Maktabah Us}u>l al-Salaf, 1418 H), h. 56. Lihat juga, Ibra>hi>m ibn Mu>sa> al-Abna>si>, al-
Sya>z\z\ al-Fiya>h} min ‘Ulu>m Ibn al-S{ala>h} (Riya>d}: Maktabah al-Rusyd, 1998 M), h. 216.
280
H{amzah ibn ‘Abdilla>h al-Maliba>ri>, Ziya>dah al-S|iqah fi> Mus}t}alah} al-H{adi>s\ (t.d), h. 17.
Lihat juga, ‘Abd al-Qa>dir ibn Mus}t}afa> al-Muh}ammadi>, al-Sya>z\z\ wa al-Munkar wa Ziya>dah al-
S|iqah (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005 M), h. 382. Lihat juga, Yu>suf ibn Ha>syi>m
al-Lih}ya>ni>, al-Khabr al-S|a>bit, (t. d.), h. 35.
281
https://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/dewan-hukum-islam-saudi-bolehkan-
quot-pilih-quot-jenis-kelamin-bayi-dengan-alasan-kesehatan.htm#.WFl2wuYhHDc.

112
langkah-langkah yang dikenal dengan kaidah minor terhindar dari syuz\u>z\ yaitu

sebagai berikut:

a) Tidak bertentangan dengan al-Qur’an

Walaupun tidak ada ayat Al-Qur’an yang terkait secara langsung dengan

hadis yang diteliti. Namun kandungan hadis di atas, sama sekali tidak ditemukan

adanya pertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah

dalam QS Al-Nisa>’/4: 1.
َ‫ث َِمْنػ ُه ََماَ ِر َج ًاَلَ َكثِ ًيا‬
َّ َ‫اَوب‬ ِ ٍ ِ ٍ ‫ياَأَيػُّهاَالنَّاسَاتػَّ ُقواَربَّ ُكمَالَّ ِذيَخلَ َق ُكم َِمنَنػَ ْف‬
َ ‫اَزْو َج َه‬
َ ‫س ََواح َدة ََو َخلَ َقَمْنػَِه‬
ِ ْ ْ َِِ ُ َِ َّ َّ ُ َ َِ
َ ‫َعلَْي ُك ْم ََرقيبًا‬‫ف‬ ‫ا‬‫ك‬
َ َ َََ‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫َال‬‫ف‬َّ ‫إ‬ َ‫اـ‬ ‫ح‬‫َر‬
‫األ‬
ْ ‫و‬ َ‫و‬
َ َْ َ َ َ ََ‫ب‬ َ‫ف‬‫و‬ُ‫ل‬‫اء‬‫س‬ ‫ت‬ َ‫ي‬‫ذ‬‫ل‬ ‫َا‬ َّ
َ ُ َ ً ‫َون َس‬
‫و‬ ‫ل‬ ‫اَال‬
‫و‬ ‫ق‬‫ػ‬‫ت‬ ‫ا‬
‫َو‬‫اء‬
Terjemahnya:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.282
QS Asy-Syu>ra>/42: 49-50.
ُّ ‫َ٘مْلُ ُق ََماَيَ َشاء َيػَ َهب َلِم ْن َيَ َشاء َإِنَاثًاَويػَ َهب َلِم ْن َيَ َشاء‬
َ‫ َأ َْو‬،‫َالذ ُكَوََر‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َالسماو‬
ِ ‫ات ََو ْاأل َْر‬ ِِ
ُ ‫للَّو‬
ُ َ ُ َ ُ ِ َ ُِ ُِ ِ َِ َ َّ ‫ك‬ ُ ‫َم ْل‬
ٌَ ‫يمَقَد‬
‫ير‬ ٌ ‫َعل‬
َ ُ‫يماَإنَّو‬
ً ‫َعق‬َ ُ‫اَوَْٖم َع ُل ََم ْنَيَ َشاء‬
َ ً‫اَوإنَاث‬
َ ً‫يػَُزّْو ُج ُه ْمَذُ ْكَران‬
Terjemahnya:
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang
Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang
Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia
kehendaki. atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan
(kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa
yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa.283
b) Tidak bertentangan dengan hadis sahih

Hadis tentang penentuan jenis kelamin anak dari berbagai literatur tidak

didapatkan pertentangan baik secara lafal maupun makna dengan hadis sahih

lainnya. Bahkan hadis ini sejalan dengan redaksi hadis sahih yang lain.
َ‫صوَِرَبْ َِن‬ ٍَ ِ‫اؿَأَنْػبَأَنَاَالْ ُم ْستَلِ َُمَبْ َُنَ َسع‬
ُ ‫يدَ َع َْنَ َمْن‬ ََ َ‫يدَبْ َُنَ َى ُارو َفَق‬ ََ َ‫الر ْْحَ َِنَبْ َُنَ َخالِ ٍَدَق‬
َُ ‫اؿَ َح َّدثػَنَاَيَِز‬ َّ َ‫َخبَػَرنَاَ َعْب َُد‬
ْ‫أ‬
282
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 99.
283
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 708.

113
َ‫صلَّى َاللََّوُ َ َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم‬ َ َ ‫وؿ َاللََِّو‬َِ ‫َل َ َر ُس‬ََ ِ‫اءَ َ َر ُج ٌَل َإ‬
َ ‫َج‬َ ‫اؿ‬َ َ‫َزا َذا َف َ َع َْن َ ُم َعا ِويََة َبْ َِن َقُػَّرَة َ َع َْن َ َم ْع ِق َِل َبْ َِن َيَ َسا ٍَر َق‬
ََّ‫بَإَََِّلَأَنػ ََّهاََََلَتَلِ َُدَأَفَأَتَػَزَّو ُج َهاَفَػنَػ َه َاهَُ َُثََّأَتَ َاهَُالثَّانِيََةَفَػنَػ َه َاهَُ َُث‬ٍَ ‫ص‬ِ ‫بَومْن‬
َ َ ٍَ ‫اتَ َح َس‬ ََ ‫تَ ْامَرأًََةَ َذ‬ َُ ‫َصْب‬َ ‫ِنَأ‬ َّْ ِ‫اؿَإ‬
ََ ‫فَػ َق‬
ٕٛٗ
َ )‫َّسائي‬ ِ ِ ِ ِ
ََ ‫أَتَ َاهَُالثَّالثََةَفَػنَػ َه َاهَُفَػ َق‬
Artinya:
َ ‫(رَواهَُالن‬ َ ‫ِنَ ُم َكاثٌَرَب ُك َْم‬ َّْ ‫ودَفَإ‬
ََ ‫ودَالْ َو ُد‬
ََ ُ‫اؿَتَػَزَّو ُجواَالْ َول‬
Telah menceritakan kepada kami ‘Abd al-Rah}man ibn Kha>lid, ia berkata;
telah menceritakan kepada kami Yazi>d ibn Ha>ru>n, ia berkata; telah
memberitakan kepada kami Al-Mustalim ibn Sa’i>d dari Mans}u>r ibn Za>z\>an
dari Mu’a>wiyah ibn Qurrah dari Ma’qil ibn Yasa>r, ia berkata; telah datang
seorang laki-laki kepada Rasulullah saw. dan berkata sesungguhnya aku
mendapati seorang wanita yang memiliki kedudukan dan harta hanya saja
ia mandul, apakah aku boleh menikahinya? Maka beliau melarangnya,
kemudian ia mendatangi beliau untuk kedua kalinya dan beliau
melarangnya, kemudian ia mendatangi beliau ketiga kalinya, lalu beliau
melarangnya dan bersabda: ‚Nikahilah wanita yang subur dan pengasih,
karena aku bangga dengan banyak anak kalian.‛
c) Tidak bertentangan dengan akal sehat

Para ilmuam berkata, ‚gejolak jiwa yang dialami oleh seorang pria dan

wanita ketika melakukan hubungan seks, dapat mempengaruhi jiwa anak yang

sedang dibuahkannya.‛ Ini pulalah sebabnya sehingga agama memerintahkan

agar suasana keagamaan serta ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk

diwujudkan menjelang dan pada saat ‚berhubungan‛, antara lain dengan anjuran

membaca doa-doa khusus.285

d) Tidak bertentangan dengan fakta sejarah

Cinta orangtua kepada anak melebihi cinta anak kepada orang tua. Kisah

nabi Nuh a.s. yang merupakan salah seorang dari lima nabi yang paling utama.

Betapapun anaknya durhaka kepada Allah swt. dan membangkan orangtuanya,

cintanya tidak luntur. Sampai detik-detik terakhir, beliau masih mengajak anak

kandung beliau untuk menumpang ke perahu di tengah gelombang yang laksana

gunung. Setelah anaknya tenggelam pun, setelah air bah surut dan nabi Nuh a.s.

bersama kaum yang beriman selamat sampai kedarat, cinta sang ayah belum juga

284
Abu> ‘Abd al-Rah}ma>n Ah}mad ibn Syu’aib ibn ‘Ali> al-Khura>sa>ni> al-Nasa>’i>, al-Sunan al-
S{agri> li al-Nasa>’i>, Juz VI, h. 65.
285
M. Quraish Shihab, Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan, h. 261.

114
pupus. Cinta ayah kepada anak juga dilukiskan al-Qur’an dalam kisah nabi

Ya’qu>b a.s. dengan putranya, Yusuf. Begitu kuatnya cinta ayah terhadap anak

sampai membutakan mata orangtua, dan begitu hebatnya pula cinta sampai

mengembalikan penglihatan ayah yang buta.286

B. Interpretasi Pemahaman Hadis


4. Interpretasi pemahaman hadis tentang genetika

a. Interpretasi tekstual

Interpretasi tekstual adalah interpretasi atau pemahaman terhadap matan

hadis berdasarkan teksnya semata, baik yang diriwayatkan secara lafal maupun

yang diriwayatkan secara makna dan/atau memperhatikan bentuk dan cakupan

makna. Teknik interpretasi tekstual cenderung mengabaikan pertimbangan latar

belakang peristiwa (wuru>d) hadis dan dalil-dalil lainnya.

Dasar penggunaan teknik ini adalah bahwa setiap ucapan dan perilaku

nabi Muh}ammad saw. tidak terlepas dari konteks kewahyuan bahwa segala

sesuatu yang disandarkan kepada Rasululla>h saw. merupakan wahyu. Hal ini

didasarkan pada firman Allah swt. dalam QS Al-Najm/53: 3-4.


ِ ُ ‫َإِ ْف‬،‫َع ِنَا َْلَوى‬ ِ
َ ُ‫َى َوَإََّل ََو ْح ٌيَي‬
َ ‫وحى‬ َ َ ‫َوَماَيػَْنط ُق‬
Terjemahnya:
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya).287
Pendekatan yang dapat digunakan untuk teknik interpretasi tekstual,

antara lain adalah pendekatan linguistik (lughawi>), teologi-normatif, dan teologis

(kaidah-kaidah ushul fiqh). Dengan demikian, teknik interpretasi tekstual

286
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama al-Qur’an, ed. II (Cet. I;
Bandung: Mizan, 2013 M), h. 107-109.
287
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 763.

115
melahirkan makna formal sekaligus makna substansial, sedangkan aplikasinya

bersifat universal.288

1) Syarah kosa kata

َ‫َعَر َؽ‬
Kata ini tersusun atas huruf ‘ain, ra, dan qaf. Kata ‫ؽ‬
ََ ‫ َعر‬mempunyai makna
َ
289
dasar sesuatu yang timbul atau lahir dari sesuatu. Sementara penggunaan

kata ini dalam hadis memberi makna asal-usul keturunan.

َ‫ع‬
َ ‫نػََز‬
Kata yang tersusun atas huruf nun, za, dan ‘ain yang mempunyai makna

dasar mencabut atau mencungkil sesuatu.290 Kata ini dapat dipahami menurut

penggunaannya dalam hadis yang bermakna faktor-faktor keturunan.

2) Bahasa perbandingan (analogi)

Salah satu gaya bahasa yang digunakan untuk menjelaskan sesuatu agar

mudah dipahami oleh audiens adalah dengan menggunakan bahasa perbandingan

yang logis atau analogi. Yakni, membandingkan sesuatu dengan yang lain secara

logis. Gaya bahasa perbandingan, antara lain digunakan untuk menjelaskan kasus

atau peristiwa yang memiliki hubungan yang logis. Secara tekstual, matan hadis

dalam bentuk ungkapan analogi tersebut menyatakan bahwa ada kesamaan antara

ras yang diturunkan oleh manusia dan unta. Terjadinya perubahan warna kulit
antara anak dan ayah dapat disebutkan oleh warna kulit yang berasal dari nenek

moyang bagi anak tersebut. Ketentuan demikian itu, bersifat universal.

Ungkapan analogi dalam kasus ini dikuatkan pula oleh kalangan medis.

288
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-H{adi>s\, h. 19.
289
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz IV, h. 283.
290
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz V, h. 415.

116
b. Interpretasi intertekstual

Secara bahasa, interteks terbentuk dari kata inter dan teks. Inter berarti

jaringan atau hubungan sedangkan teks berarti bacaan, lektur, dan pustaka.

Interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks lain.

Produksi makna terjadi dalam interteks, yaitu melalui proses oposisi, permutasi,

dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan hubungan-

hubungan bermakna di antara dua teks atau lebih. Hubungan yang dimaksud

tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga sebaliknya sebagai

pertentangan, baik sebagai parody maupun negasi.

1) Hadis sebagai bayan al-Qur’an

Keberadaan hadis Nabi saw. sebagai sumber ajaran Islam adalah sebuah

kemestian. Hal itu didasarkan pada sebuah pertimbangan bahwa al-Qur’an

hanyalah terdiri dari jumlah ayat yang sangat terbatas, sedang disisi lain ia

dituntut untuk menjadi petunjuk bagi manusia diberbagai belahan dunia

sepanjang zaman. Penjelasan Nabi saw. terhadap ayat-ayat al-Qur’an oleh ulama

disepakati kehujjahannya selama penjelasan itu bersifat bayan ta’ki>d


(menguatkan) dan bayan tafsi>r (menjelaskan).

Keanekaragaman makhluk hidup adalah sebuah keniscayaan, demikian

manifestasi pesan al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS Fa>t}ir/35:


28.
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫َوِم َن َالن‬
َ َ‫اَ٘مْ َشىَاللَّوَ َم ْن َعبَاده َالْ َعُلَ َماءُ َإِ َّف َاللَّو‬
َ‫َع ِز ٌيز‬ َ َ‫ك َإَِّٔم‬ ٌ ‫اب ََو ْاألَنْػ َع ِاـ َُمُْتَل‬
َ ‫ف َأَلْ َوانُوُ َ َك َذل‬ ّْ ‫َّو‬
َ ‫َّاس ََوالد‬
َ ‫ور‬
ٌَ ‫َغ ُف‬
Terjemahnya:
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-
Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.291
291
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 620.

117
Informasi Al-Qur’an ini bersifat umum untuk mengetahui faktor

penyebab keragaman setiap makhluk hidup. Sehingga pemahaman terhadap dalil

Al-Qur’an perlu didukung oleh eksistensi hadis sebagai penjelas dari Al-Qur’an

itu sendiri. Secara tekstual Al-Qur’an mengakui ragamnya jenis dan warna

makhluk hidup, sementara faktor yang mempengaruhi perbedaan makhluk hidup

dinamai oleh hadis dengan kata ‘irq, yang bermakna asal sesuatu atau sifat-sifat

orangtua menurun kepada anaknya. Dengan demikian, keanekaragaman makhluk

di dalam Al-Qur’an, dijelaskan oleh hadis bahwa penyebabnya ialah faktor-faktor

keturunan yang ada dalam diri setiap makluk hidup.

2) Keserasian kandungan hadis

Baik Al-Qur’an maupun hadis diyakini oleh umat Islam berasal dari

sumber yang sama. Oleh karena itu sebagai sumber yang autentik seyogianya

salin terkait antara satu dengan yang lainnya. Objek kajian dalam penelitian ini

ialah hadis tentang pengaruh gen leluhur, saking kuatnya pengaruh yang dibawa

dari garis keturunan sehingga Rasululla>h saw. menganjurkan umatnya untuk

pandai-pandai memilih pasangan hidupnya. Rasululla>h saw. bersabda

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ima>m Ibn Ma>jah.


َ‫يَ َع َْنَ ِى َش َِاـَبْ َِنَعُ ْرَوَةَ َع َْنَأَبِ َِيوَ َع َْنَ َعائِ َش َة‬ ْ َ‫ثَبْ َُنَ ِع ْمَرا َف‬
َُّ ‫اْلَ ْع َف ِر‬ َُ ‫اْلَا ِر‬
ْ َ‫يدَ َح َّدثػَنَا‬ٍَ ِ‫َح َّدثػَنَاَ َعْب َُدَاللََِّوَبْ َُنَ ََسع‬
َ‫(رََو َاهَُ َابْ َُن‬ َ ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِوَ َو َسلَّ ََمَ َختَيَّػ ُرواَلِنُطَِف ُك َْمَ َوانْ ِك ُحواَ ْاألَ ْك َف‬
ََ ‫اءََ َوأَنْ ِك ُحواَإِلَْي ِه ْم‬ ِ َُ ‫اؿَرس‬
َ َ‫وؿَاللََّو‬ ََ َ‫ت ق‬
ُ َ ٕٜٕ َْ َ‫قَال‬
َ )ُ‫اج َو‬ ََ ‫ََم‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdulla>h ibn Sa’i>d berkata, telah
menceritakan kepada kami al-H{a>ris\ ibn ‘Imra>n al-Ja’fari> dari Hisya>m ibn
‘Urwah dari bapaknya dari ‘A<isyah ia berkata, Rasululla>h saw. bersabda:
‚Pandai-pandailah memilih untuk tempat sperma kalian. Nikahilah wanita-
wanita yang setara, dan nikahkanlah mereka.‛
Anak merupakan buah hati dan cerminan dari orangtua, sehingga tidak

keliru pepatah yang mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Sifat-sifat
292
Ibn Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Yazi>d al-Qazwi>ni>, Sunan Ibn Ma>jah, Juz I,َ
h. 633.

118
orangtua yang diwariskan kepada keturunannya menjadi keniscayaan dalam

kehidupan, oleh karenanya Nabi saw. sudah mengingatkan untuk memilih

pasangan yang berkualitas dengan harapan mendapatkan keturunan yang baik.

Demikian tujuan keberagamaan dalam ajaran Islam salah satu pilarnya untuk

tetap menjaga dan memelihara keturunan.

c. Interpretasi kontekstual

Interpretasi kontekstual berarti cara menginterpretasikan atau memahami

terhadap matan hadis dengan memperhatikan asba>b al-Wuru>d al-H{adi>s\ (konteks

di masa Rasul: pelaku sejarah, peristiwa sejarah, waktu, tempat, dan/atau bentuk

peristiwa) dan konteks kekinian (konteks masa kini). Dasar penggunaan teknik

ini adalah bahwa Nabi saw. adalah teladan yang baik, sebagaimana dinyatakan di

dalam QS Al-Ahza>b/33: 21.

1) Perbedaan kapasitas intelektual

Pemahaman terhadap hadis Nabi saw. hal urgen yang harus mendapatkan

perhatian adalah kapasitas intelektual audience/lawan bicara Nabi saw. hal

tersebut penting karena Nabi saw. akan berbicara dengan mereka sesuai dengan

kapasitasnya intelektualnya. Ketika seorang laki-laki datang kepada Rasululla>h

saw. dengan mengadukan anaknya yang berkulit hitam berbeda dengan dia dan

istrinya. Rupanya lelaki ini telah terbawa pikiran bahwa anak itu bukan berasal
darinya dan menyangka bahwa istrinya telah berbagi ranjang dengan pria lain.

Namun demikian, Rasululla>h saw. memberikan jawaban yang dapat diterima oleh

akal pikiran laki-laki itu dengan memberikan perumpamaan bahwa perbedaan

warna kulit bisa saja disebabkan oleh keturunan sebelumnya.

2) Muh}ammad sebagai Nabi dan rasul Allah swt.

Ada banyak hadis Nabi saw. bahkan kalangan umat Islam berpendapat
bahwa hadis Nabi saw. adalah berkaitan dengan kedudukan Nabi saw. sebagai

119
rasul. Gagasan Nabi saw. tentang genetika dalam sebuah hadis membuktikan

otoritasnya sebagai utusan Tuhan. Bukankah perkembangan genetika baru

dimulai dalam dua abad terakhir, sementara eksistensi hadis sudah jauh 15 abad

yang lalu. Hal ini membuktikan bahwa hadis jauh melampaui imu pengetahuan

apapun karena otoritas Muh}ammad sebagai rasul seru sekalian alam.

5. Interpretasi pemahaman hadis tentang penentuan kemiripan anak

a. Interpretasi tekstual

1) Syarah kosa kata

ُ‫الشَّبََو‬
Kata ini tersusun atas huruf sya, ba, dan ha, yang mempunyai makna

menyerupai sesuatu dan warna yang serupa.293 Dalam redaksi hadis penggunaan

kata ini bermakna kecenderungan menyerupai.

َ‫الْ َولَ ِد‬


‫ الول‬bermakna ‫الصب‬
Kata ini dalam kitab Lisa>n al-Arab dijelaskan bahwa

‫( حني يول‬anak kecil ketika dilahirkan), ‫ َال‬bermakna ‫( الب‬bapak), dan ‫الوالة‬


bermakna ‫( الم‬ibu).294

َ‫الر ُج َل‬
َّ
Kata yang tersusun atas huruf ra, ja, dan lam, dapat diartikan laki-laki,

lawan perempuan dari jenis perempuan dari jenis manusia. Kata al-Rajul
umumnya digunakan untuk laki-laki yang sudah dewasa.295

293
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz III, h. 243.
294
Muh}ammad ibn Mukarram ibn ‘Ali>, Abu> al-Fad}l, Lisa>n al-‘Arab, Juz III (Cet. III,
Bairut ; Da>r S}a>dr, thn. 1414 H), hal. 467.
295
Muh}ammad ibn Mukrim ibn ‘Ali> Abu> al-Fad} Jama>l al-Di>n ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab,
Juz XI (Cet. III; Bairu>t: Da>r S{ad}r, 1414 H), h. 265.

120
َ‫َغ ِش َي‬
Kata yang tersusun atas huruf ga, sya, dan huruf al-Mu’tal, yang

bermakna tertutupnya sesuatu dengan sesuatu.296 Sehingga dalam perkembangan

maknanya kata ini dapat pula dipahami antara lain menyatunya sel kelamin laki-

laki dan perempuan yang saling menutupi satu sama lain.

َ‫الْ َم ْرأَة‬
Kata tersebut terambil dari akar kata َ‫ َمَرأ‬-ُ‫مََْرَأ‬ٙ-ُ‫م ْرَء‬/‫أة‬
َ ‫إمر‬/‫َة‬
ْ ‫ َم ْرأ‬bermakna dasar
‚baik, bermanfaat, segar, nyaman‛.297 Dalam penggunaannya, kata tersebut

berlaku umum, yang berarti seseorang (laki-laki dan perempuan). Akan tetapi

kata ini secara khusus dipakai dalam arti istri.

َ‫َسبَ َق‬
Kata yang tersusun atas huruf sa, ba dan qaf, yang mempunyai makna hal

yang mendahulukan.298

َ‫َع َال‬
Kata yang tersusun atas huruf ‘ain, lam dan huruf mu’tal mempunyai

makna antara lain kemuliaan, kebesaran, dan keunggulan.299 Penggunaan kata ini

dalam redaksi hadis bermakna dominan antara sel kelamin laki-laki atau

perempuan.

َ‫َم ُاؤ‬
Kata ma>’ adalah bentuk mufrad, bentuk jamaknya adalah amwa>h (ُ‫اه‬
َ ‫)أ َْمو‬ َ
dan miya>h (‫ ) ِميَاه‬yang berarti ‚air dan zat cair‛.

296
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s
al-Lu>gah, Juz IV, h. 425.
297
Al-‘Alla>mah al-Ra>ghib al-As}faha>ni>, Mu’jam Mufradat Alfa>z} al-Qur’a>n (Bairu>t-
Libano>n: Da>r al-Fikr, t. th), h. 485.
298
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz III, h. 129.
299
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz IV, h. 112.

121
2) Bahasa percakapan

Nabi Muhammad saw. sebagai manusia biasa yang juga hidup di tengah-

tengah masyarakat menjadikan hadis-hadis yang lahir terkadang dalam bentuk

interaksi sosial. Hal tersebut terjadi dalam hadis yang menjadi objek penelitian,

suatu ketika ‘Abdulla>h ibn Sala>m mendengar berita kedatangan Rasulullah saw.

ke Madinah maka dia menemui beliau dan berkata; Aku akan bertanya tiga

perkata yang tidak akan dapat diketahui kecuali oleh seorang Nabi. Dia bertanya;

‚Apakah tanda-tanda pertama hari kiamat?, dan apakah makanan pertama

penghuni surga dan bagaimana seorang anak bisa mirip dengan ayahnya dan

bagaimana bisa mirip dengan ibunya.‛ Demikian hadis tersebut lahir dari

interaksi sosial Nabi saw. dengan masyarakat.

b. Interpretasi intertekstual

1) Keserasian bahasa

Keterkaitan redaksi hadis dapat dilihat dari hadis yang diriwayatkan oleh

Ima>m Muslim mengenai pengaturan jenis kelamin anak.


ِ ِ ِ ِ
َ ‫ِنَالْ َم ْرأَةَأَذْ َكَراَبِِإ ْذفَاللَّو ََوإِ َذ‬
َ‫اَع َال‬ َّ ِ ‫َالر ُج ِل ََم‬
ََّ ‫ِن‬ ْ ‫َص َف ُِرَفَِإ َذ‬
ُّ ِ ‫اَاجتَ َم َعاَفَػ َع َال ََم‬ ْ ِ‫ض ََوَماءَُالْ َم ْرأَةَأ‬ ُ َ‫َالر ُج ِِلَأَبْػي‬
َّ ُ‫َماء‬
ِِ
‫َالر ُج ِلَآنػَثَاَبإ ْذفَاللََّو‬ َّ ِ ‫ِنَالْ َم ْرأَة ََم‬
َّ ‫ِن‬ ُّ ِ ‫َم‬
Artinya:
Air mani seorang lelaki berwarna putih dan air mani seorang wanita
berwarna kuning, jika keduanya menyatu lalu air mani si lelaki lebih
dominan atas air mani wanita maka janin itu akan berkelamin laki-laki
dengan izin Allah. Namun jika air mani wanita lebih dominan atas air mani
si lelaki maka janin itu akan berkelamin wanita dengan izin Allah.
Hadis di atas secara teks dapat dipahami bahwa antara sel kelamin laki-

laki atau betina yang dominan itulah yang menentukan jenis kelamin anak yang

lahir. Kata al-‘Alu> dalam konteks hadis di atas mengandung makna dominan atau

banyak, pemakaian term ini juga dijumpai dalam hadis tentang penentuan

kemiripan anak yang juga menjadi tolak ukur kemiripan ketika salah satu dari sel

kelamin laki-laki atau betina yang lebih dominan.

122
2) Tanawwu’ fi> al-H{adi>s\

Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam memahami hadis adalah

adanya tanawwu’ fi> al-H{adi>s\, hadis dalam satu tema namun memiliki perbedaan

peristiwa. Paling tidak dalam konteks hadis yang menjadi objek kajian ini

terdapat dua bentuk peristiwa berbeda yang sehingga muncul dua hadis serupa.

Hadis yang diriwayatkan oleh Ima>m Muslim berawal dari pertanyaan yang

diajukan ‘Abdulla>h ibn Sala>m yang mendengar berita kedatangan Rasulullah

saw. ke Madinah maka dia menemui beliau dan berkata; ‚Aku akan bertanya tiga

perkata yang tidak akan dapat diketahui kecuali oleh seorang Nabi. Dia bertanya;

‚Apakah tanda-tanda pertama hari kiamat?, dan apakah makanan pertama

penghuni surga dan bagaimana seorang anak bisa mirip dengan ayahnya dan

bagaimana bisa mirip dengan ibunya. Sementara hadis yang diriwayatkan oleh

Ima>m Ah}mad lahir karena pertanyaan yang diajukan oleh seorang perempuan

kepada Nabi saw. tentang apakah seorang wanita wajib mandi jika mimpi basah

dan melihat air mani.

Adanya perbedaan latar belakang lahirnya hadis ini, tidak berdampak

signifikan terhadap pemahaman yang akan ditimbulkan karena masing-masing

hadis hanya menjelaskan faktor penyebab kemiripan seorang anak dan ini pun

telah dibuktikan dalam dunia saintifik.


c. Interpretasi kontekstual

1) Didahului oleh sebuah pertanyaan

Tidak sedikit hadis-hadis yang lahir dilatar belakangi oleh sebuah

pertanyaan yang diajukan kepada nabi Muhammad saw. hadis yang menjelaskan

tentang faktor penyebab kemiripan anak walaupun terjadi tanawwu’ fi> al-H{adi>s\

namun sebab lahirnya hadis-hadis tersebut didahului oleh sebuah pertanyaan.


Ketika seorang mantan Yahudi datang dengan mengajukan beberapa pertanyaan

123
salah satunya bagaimana seorang anak bisa mirip dengan ayahnya dan bagaimana

bisa mirip dengan ibunya, kemudian Nabi saw. menjelaskan sebagaimana hadis

tersebut. Namun demikian pertanyaan tersebut dijawab oleh Nabi saw. paling

tidak harus proporsional sesuai dengan kebutuhan penanya dan tetap menjaga

otoritas hadis Nabi saw.

2) Hadis dilihat dari kemajuan zaman

Salah satu uji orisinalitas sebuah hadis dapat dilihat apakah hadis tersebut

tidak bertentangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang telah mapan.

Mengenai hadis di atas dunia saintifik menjelaskan bahwa manusia (janin) mulai

terbentuk dari penyatuan sel kelamin laki-laki dan perempuan yang berlangsung

sukses dan menghasilkan pembuahan yang terwujud dalam bentuk zigot.

Sehingga ikut tercampur pula di dalamnya kode genetik yang ada di dalam

sperma suami dengan kode genetik ovum, janin yang dihasilkan pun memiliki

tingkat kemiripan dan perbedaan dengan kedua orangtua dan pendahulu mereka.

Demikian relevansi dengan hadis Nabi saw. yang menjelaskan jika sel kelamin

laki-laki lebih dominan maka anak yang lahir akan mirip bapaknya begitu pula

sebaliknya.

6. Interpretasi pemahaman hadis tentang pengaturan jenis kelamin anak

a. Interpretasi tekstual
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memahami hadis Nabi

saw. dari segi teksnya, antara lain: teknik periwayatan, gaya bahasa, dan

kandungan hadis.

1) Syarah kosa kata

ُ‫اء‬
َ ‫َم‬
Kata ma>’ adalah bentuk mufrad, bentuk jamaknya adalah amwa>h (ُ‫اه‬
َ ‫)أ َْمو‬
َ
dan miya>h (‫ ) ِميَاه‬yang berarti ‚air dan zat cair‛. Kata ma>’ tidak seluruhnya

124
dimaksudkan air yang terdiri atas unsur oksigen dan unsur-unsur hidrogen.300

Sedangkan unsur hidrogen yang dimaksud dalam hadis di atas ialah sel kelamin

pada manusia.

َ‫الر ُج ِل‬
َّ
Kata al-Rajul berasal dari akar kata ra, ja, dan lam yang derivasinya

membentuk beberapa kata, seperti rajalan (mengikat), rajila (berjalan kaki), al-

Rijl (telapak kaki), al-Rijlah (tumbuh-tumbuhan), dan al-Rajul berarti laki-laki


dewasa.301 Dalam Lisa>n al-‘Arab, kata al-Rajul diartikan dengan laki-laki, lawan

perempuan dari jenis manusia. Kata al-Rajul umumnya digunakan untuk laki-laki

yang sudah dewasa.302

ُ َ‫أَبْػي‬
َ‫ض‬
Kata ini merupakan bentuk jamak dari kata yang tersusun atas huruf ba,

ya, dan d{a, mempunyai makna dasar yang dipersamakan, diserupai, dan tidak
jelas.303

َ‫الْ َم ْرأ َِة‬


Makna dasar dari kata adalah ‚kesegaran dan kenyamanan‛. Kata tersebut

terambil dari akar kata َ‫ َمَرأ‬-ُ‫مََْرَأ‬ٙ-ُ‫م ْرَء‬/‫أة‬


َ ‫إمر‬/‫َة‬
ْ ‫َم ْرأ‬ bermakna dasar ‚baik, bermanfaat,

segar, nyaman‛.304 Dalam penggunaannya, kata tersebut berlaku umum, yang

300
M. Quraish Shihab, dkk., Ensiklopedia Al-Qur’an, Juz II (Cet. I; Jakarta: Lentera Hati,
2007 M), h. 536.
301
Muh}ammad S{a>lih} al-Munjid, al-Munjid (Bairu>t: Da>r al-Masyriq, 1968 M), h. 477.
Lihat juga, Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir (Yogyakarta: Pustaka Proggresif,
1984 M), h. 513-514.
302
Muh}ammad ibn Mukrim ibn ‘Ali> Abu> al-Fad} Jama>l al-Di>n ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab,
Juz XI (Cet. III; Bairu>t: Da>r S{ad}r, 1414 H), h. 265.
303
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz I, h. 326.
304
Al-‘Alla>mah al-Ra>ghib al-As}faha>ni>, Mu’jam Mufradat Alfa>z} al-Qur’a>n (Bairu>t-
Libano>n: Da>r al-Fikr, t. th), h. 485.

125
berarti seseorang (laki-laki dan perempuan). Akan tetapi kata ini secara khusus

dipakai dalam arti istri.

َ‫َص َف ُر‬
ْ‫أ‬
Merupakan bentuk jamak dari kata yang tersusun atats huruf s{a, fa, dan ra

yang mempunyai makna antara lain, yaitu warna dari berbagai warna dan sesuatu

yang kosong.305

ُّ ِ ‫َم‬
َ‫ِن‬
Kata ini tersusun atas huruf mim, nun dan ya yang dapat bermakna

ukuran atau kadar sesuatu.306 sementara penggunaan term mani> dalam hadis di

atas mempunyai makna air mani.

‫آنػَثَا‬
Kata ‫آنػَثَا‬ adalah bentuk jamak dari kata ‫أُنْػثَى‬ yang secara etimologi

bermakna ‚lemah lembut‛. Ini memberikan kesan konotasi kualitas psikis

perempuan.307 Pada sisi lain dapat dipahami bahwa kelembutan kaum perempuan

pertanda mereka memerlukan perlindungan dari kaum lelaki sebagai suatu hal

yang fit}ra>wi>.

‫أَذْ َكَرا‬
Kata az\kara> merupakan bentuk jamak dari kata yang tersusun atas huruf

z\a, ka, dan ra yang secara harfiah berarti ‚mengisi, menuangkan‛, seperti kata
ِْ ‫( ذَ َكر‬mengisi bejana).308 Dalam kamus al-Munjid disebutkan berasal dari
‫َاْلنَاء‬ َ
kata ‫ك َر‬
َ َ َ‫ ذ‬berarti (menyebut, mengingat). Dari akar kata ini terbentuk beberapa
305
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz III, h. 294.
306
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz V, h. 276.
307
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz VI, h. 67.
308
Muh}ammad ibn Mukrim ibn ‘Ali> Abu> al-Fad} Jama>l al-Di>n ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab,
Juz IV, h. 326.

126
kata seperti ‫( ذَاكَِرة‬mempelajari), ‫( ِذ ْك َُر‬mengingat, mengebutkan), dan ‫الْ ِذ ْك َُر‬
jamaknya ‫كراف‬
َ َ ‫الْ َذ‬, ‫الْ ُذ ُك ْوَرة‬, ‫ الْ ُذ ُكور‬dan artinya ‚laki-laki‛ atau ‚jantan‛. Kata al-
309

Z|akar lebih berkonotasi kepada persoalan biologis (sex).310


2) Keragaman lafal hadis

Pada prinsipnya periwayatan secara lafal lebih kuat daripada periwayatan

hadis secara makna. Namun, periwayatan hadis secara lafal untuk seluruh hadis

Nabi saw. tidak mungkin dilaksanakan karena hadis di samping ada yang berupa

sabda ada pula yang berupa perbuatan. Dari keempat jalur periwayatan hadis

yang diteliti sama sekali tidak terdapat hadis yang persis sama redaksinya. Hal

tersebut menunjukkan bahwa diantara hadis-hadis tersebut ada yang

diriwayatkan secara makna. Namun demikian, interpretasi tekstual seluruh hadis

masing-masing merujuk pada penentuan jenis kelamin anak.

b. Interpretasi intertekstual

Sumber hukum Islam yaitu al-Qur’an dan hadis diyakini sebagai pedoman

yang saling terikat satu sama lain (terpadu). Betapa pun hadis banyak mendapat

gugatan terkait kredibilitasnya, namun eksistensinya sebagai hukum Islam yang

juga memiliki keterpaduan satu sama lain. Proses untuk mendapatkan

pemahaman yang sempurna terhadap satu dalil keagamaan seringkali harus

melibatkan bentuk teks lain untuk mengungkap makna secara utuh.


1) Keserasian bahasa

Salah satu gaya bahasa yang sering digunakan dalam hadis Nabi saw.

adalah bahasa simbolik. Karena itu, struktur bahasa di dalam matan hadis Nabi

pun harus menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan, termasuk dalam

309
Muh}ammad S{a>lih} al-Munjid, al-Munjid, h. 460. Lihat juga, Ahmad Warson al-
Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 483.
310
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an (Cet. II; Jakarta:
Dian Rakyat, 1999 M), h. 147.

127
kaitannya dengan hubungan gaya bahasa dalam satu kalimat atau frase dengan

kalimat atau frase lainnya. Hadis Nabi tentang rekayasa penentuan jenis kelamin

anak yang dapat digaris bahawi dalam redaksi hadis tersebut ialah kata dominan

antara sel jantan atau betina.

Secara tekstual, hadis ini dapat dipahami bahwa jika kadar sel jantan

lebih banyak dari sel betina, maka anak yang akan lahir adalah laki-laki demikian

sebaliknya. Namun, dalam konteks lain term dominan dapat diartikan sebagai

bahasa simbolik saja, yang bisa jadi mencakup berbagai makna, diantaranya

dominan pengaruhnya, paling dominan dalam hubungan seksual, atau dapat pula

kata ini menunjukkan waktu. Dengan demikian kandungan hadis di atas dapat

diinterpretasikan dalam banyak istilah yang tidak lepas dari kemajuan ilmu

pengetahuan.

2) Keserasian kandungan hadis

Berlandaskan bahwa dalil keagamaan adalah satu kesatuan maka tidak

menutup kemungkinan dalam proses interpretasi masing-masing saling

melengkapi. Redaksi hadis yang berbunyi jika sel kelamin laki-laki lebih dominan

dari sel kelamin perempuan maka anak yang akan lahir adalah laki-laki dengan

izin Allah begitupun sebaliknya. Teks hadis ini mempunyai korelasi dengan ayat

Al-Qur’an bahwa Allah swt. memberi anak laki-laki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya begitu pula sebaliknya. Sebagaimana firman-Nya dalam QS

Asy-Syu>ra>/42: 49-50.
َ‫ َأ َْو‬،‫ور‬ ُّ ‫َ٘مْلُ ُق ََماَيَ َشاء َيػَ َهب َلِم ْن َيَ َشاء َإِنَاثًاَويَػَ َهب َلِم ْن َيَ َشاء‬
ََ ‫َالذ ُك‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َالسماو‬
ِ ‫ات ََو ْاأل َْر‬ ِِ
ُ ‫للَّو‬
ُ َ ُ َ ُ ِ َ ُِ ُِ ِ َِ َ َّ ‫ك‬ ُ ‫َم ْل‬
َ ‫ير‬
ٌَ ‫يمَقَد‬
ٌ ‫َعل‬
َ ُ‫يماَإنَّو‬
ً ‫َعق‬َ ُ‫اَوَْٖم َع ُل ََم ْنَيَ َشاء‬
َ ً‫اَوإنَاث‬
َ ً‫يػَُزّْو ُج ُه ْمَذُ ْكَران‬
Terjemahnya:
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang
Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang
Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia
kehendaki. atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan
(kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa

128
yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa.311
Dia mencipta apa yang Dia kehendaki merupakan satu redaksi singkat
yang bertujuan mendorong pendengarnya untuk berpikir tentang hikmah di balik

kehendak-Nya itu. Ayat ini seakan menyatakan: hendaklah kamu memperhatikan

dan mencari hikmah dibalik peringkat dan keanekaragaman makhluk-makhluk

Allah dan mengapa Allah menciptakannya demikian.312

c. Interpretasi kontekstual

Pengembangan makna terhadap suatu teks atau menggali lebih dalam

pesan dibalik sebuah teks dengan mempertimbangkan asbab al-Wurud dapat


disebut sebabai interpretasi kontekstual. Interpretasi ini tidak dapat dipisahkan

dari lima hal penting yaitu, subjek, objek, tempat, waktu, dan bentuk peristiwa.

Pendekatan ini cenderung tidak kaku dan eksklusif terhadap pemahaman dalil-

dalil keagamaan. Penggunaan interpretasi ini akan membuka wacana keilmuan

baru karena dalam penerapannya selalu mempertimbangkan faktor eksternal dari

sebuah teks.

1) Hadis dilihat dari segi saba>b al-Wuru>d

Sebuah peristiwa sangat terkait dengan lima hal, yaitu pelaku atau

subyek, obyek, waktu, tempat dan bentuk peristiwa. Perbedaan salah satu atau

sebagian dan atau keseluruhan kelima hal tersebut sangat mempengaruhi ucapan

dan sikap Nabi saw. Pemahaman hadis yang mengabaikan peranan saba>b al-

Wuru>d akan cenderung bersifat kaku, literalis-skripturalis, bahkan kadang kurang


akomodatif terhadap perkembangan zaman.

Hadis di atas jika dilihat dari segi saba>b al-Wuru>dnya menunjukkan

adanya interaksi antara nabi Muhammad saw. dengan salah seorang rahib Yahudi

311
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 700.
312
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Kerserasian al-Qur’an, Juz XII
(Cet. III; Jakarta: Lentera Hati, 2005 M), h. 523.

129
yang berawal dari ucapan selamat sejahtera kepada Nabi saw. kemudian

dilanjutkan dengan beberapa pertanyaan tentang keberadaan manusia sebelum

bumi ini diciptakan, makanan bagi penghuni surga dan bagaimana menentukan

jenis kelamin anak. Namun, rupanya pertanyaan-pertanyaan Yahudi tersebut

sangat sulit dijawab oleh Nabi saw. dalam konteks ini Rasululla>h saw. bersabda,

sungguh aku pernah ditanya seseorang tentang pertanyaan yang dia juga

menanyakannya kepadaku, dan aku sama sekali tidak tahu jawabannya sampai

Allah memberitahukannya kepadaku.

2) Mempertimbangkan perkembangan peradaban

Hadis Nabi saw. sebagai baya>n terhadap al-Qur’an yang bersifat sya>mil

dan ka>mil (menyangkut seluruh kehidupan dan sempurna) serta bersifat universal

sekalipun aplikasinya bersifat temporal dan lokal, tentunya menyifati al-Qur’an

itu sendiri. Oleh karena itu, hadis-hadis Rasulullah saw. yang pemahaman

kandungannya berkembang hendaknya mampu mengantisipasi perkembangan

tersebut. Kemukjizatan hadis Nabi saw. tentang pengaturan jenis kelamin anak

juga turut diperkuat dengan temuan-temuan saintis. Perkembangan saintifik

terkhusus dalam bidang genetika menjelaskan simbol sel kelamin laki-laki

dengan Y, sedangkan perempuan dengan simbol X. Sementara untuk mengetahui

jenis kelamin anak, maka cukup dengan mengetahui simbol yang dominan dari
keduanya. Demikian hal ini sejalan dengan hadis nabawi yang telah hadir dalam

15 abad yang lalu.

130
BAB IV
KONVERGENSI REKAYASA GENETIKA MANUSIA
PERSPEKTIF HADIS DAN SAINS

Keterkaitan Agama, sains dan kearifan perennial dalam Islam secara

ringkas dapat ditemukan dari pernyataan Ima>m al-Gaza>li>, ‚nalar (rasio) tidak

dapat berkembang tanpa ajaran yang berdasarkan pendengaran, seperti juga

ajaran yag berdasarkan pendengaran tidak dapat berkembang tanpa nalar. Barang

siapa mendorong untuk menerima kepatuhan membuta kepada ajaran yang

memberikan dan untuk secara mutlak mengesampingkan nalar kepada yang tidak

menggunakan akalnya, barangsiapa puas hanya dengan nalar dan

mengesampingkan pencerahan dari al-Qur’an dan dari Sunnah adalah korban

ilusi.313 Agama dan sains merupakan akumulasi dari hasil nalar manusia

merupakan kunci kokohnya suatu agama dalam membentuk dan menopang

peradaban yang dibangunnya di atas dunia ini. Sementara konsep kearifan

perennial adalah pola kesadaran yang dimiliki oleh umat Islam itu sendiri dalam

mengimplementasikan antara keduanya secara seimbang.314

Ibn Taimiyah dalam kitabnya Al-Jawa>b al-Sah}i>h} Lima>n Badda al-Di>n A-

Masih} (sebagaimana yang dikutip oleh Nurcholis Majid dalam bukunya Islam
Doktrin Peradaban), memberikan gambaran sederhana tentang kesadaran

keunggulan kaum muslim zaman klasik pramodern dalam hal sains dan

tendensinya atas bangsa-bangsa lain: ‚kaum muslimin mengembangkan berbagai

ilmu pengetahuan, baik bersifat kenabian (agama/wahyu) maupun rasional, yang

juga pernah dikembangkan oleh umat-umat lain sebelumnya. Tapi mereka orang-

orang muslim itu memiliki keunggulan dengan ilmu pengetahuan yang tidak

313
Muh}ammad ibn Muh}ammad al-Gaza>li> Abu> H{a>mid, Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, Juz III
(Bairu>t:Da>r al-Ma’rifah, t. th), h. 15.
314
Ni’matul Masfufah, Islam Kosmologi Baru dan Agama Baru (Garudawata, t. th), h. 7.

131
dimiliki oleh umat lain. Ilmu pengetahuan rasional dari umat-umat lain yang

sampai ke tangan-tangan orang muslim kemudian dikembangkan, baik

pengungkapannya maupun isinya, sehingga menjadi lebih baik daipada yang ada

pada umat-umat lain, kemudian dibersihkan dari patokan-patokan yang palsu,

dan ditambahkan dari patokan-patokan yang palsu, dan ditambahkan kepadanya

unsur-unsur kebenaran sehingga orang-orang muslim itu menjadi lebih unggul

daripada orang-orang lain.‛ Dengan demikian kesadaran terhadap ilmu

pengetahuan yang ada pada pribadi muslim selalu dipandu dengan unsur

kebenaran yang oleh al-Gaza>li> dikatakan bermuara pada al-Qur’an dan Sunnah.

Perkembangan sains dan teknologi menjadi sebuah keniscayaan, karena

manusia pada hakikatnya senantiasa dituntut untuk lebih kreatif dan produktif

dalam segala hal sehingga pada gilirannya mampu melahirkan karya-karya sosial

fundamental seiring dengan perkembangan dan tuntutan zaman.315 Agama tanpa

ilmu lumpuh sedangkan ilmu tanpa agama buta. Rasulullah saw. sendiri dalam

sabdanya menganjurkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu. Sebagaimana

dalam riwayat Ibn Ma>jah Rasulullah saw. bersabda.


ََ ‫ص َبْ َُن َ ُسلَْي َما َف َ َح َّدثػَنَا َ َكثِ َيَُبْ َُن َ ِشْن ِظ ٍَي َ َع َْن َ ُُمَ َّم َِد َبْ َِن َ ِس ِي‬
َ‫ين َ َع َْن‬ َُ ‫َح َّدثػَنَا َ ِى َش َُاـ َبْ َُن َ َع َّما ٍَر َ َح َّدثػَنَا َ َح ْف‬
ِ ‫بَالْعِْل َِمَفَ ِريض َةٌَعلَىَ ُك َّْلَمسلِ ٍَمَوو‬ َُ َ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َِوَ َو َسلَّ ََمَطَل‬ ِ َُ ‫اؿَرس‬ ٍَ ِ‫سَبْ َِنَ َمال‬
َ‫اض َُع‬ ََ ْ ُ َ َ َ َ‫وؿَاللََّو‬ ُِ َ ََ َ‫اؿَِق‬ َ َ‫كَق‬
ِ
َِ َ‫أَن‬
ْ َ‫الْعِْل َِمَعْن ََدَ َغ َِْيَأ َْىل َوَ َك ُم َقلّْ َد‬
ِ
ٖٔٙ
َ )ُ‫اج َو‬ ََ ‫َ(رََو َاهَُ َابْ َُنَ ََم‬
ََ ‫ب‬ َّ ُّ
َ ‫اْلَ ْوَىََرَ َوالل ْؤلََُؤَ َوالذ َى‬ ْ َ‫اْلَنَا ِزي َِر‬
Arti nya:
Telah menceritakan kepada kami Hisya>m ibn ‘Amma>r berkata, telah
menceritakan kepada kami H{afs} ibn Sulaima>n berkata, telah menceritakan
kepada kami Kas\i>r ibn Syinz}i>r dari Muh}ammad ibn Si>ri>n dari Anas ibn
Ma>lik ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: ‚Menuntut ilmu adalah
kewajiban bagi setiap muslim. Dan orang yang meletakkan ilmu bukan
pada ahlinya, seperti seorang yang mengalungkan mutiara, intan dan emas
ke leher babi.‛

315
Abdul Hamid Mursi, SDM yang Produktif Pendekatan al-Quran & Sains, ed. 4
(Jakarta: Gema Insan Press, 1999 M), h. ii–vi.
316
Ibn Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Yazi>d al-Qazwi>ni>, Sunan Ibn Ma>jah, Juz I
(Da>r Ih}ya>’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t. th), h. 81.

132
Bahkan Allah dalam firman-Nya, Allah swt. akan mengangkat derajat

orang-orang yang berilmu. Sebagaimana dalam QS Al-Muja>dilah/58: 11.


ٍَ ‫َد َر َج‬
َ ‫ات‬ ِ ِ َّ ِ ِ َّ َّ
َ ‫ينَأُوتُواَالْع ْل َم‬
َ ‫َآمنُواَمْن ُك ْم ََوالذ‬
َ ‫ين‬َ ‫يػَ ْرفَ ِعَاللوَُالذ‬
Terjemahnya:
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.317
Demikianlah begitu sinerginya antara agama dan ilmu di dalam Islam.

Pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat seiring dengan perjalanan

waktu sidikit banyaknya memberikan dampak yang amat besar terhadap

kehidupan manusia. Ibarat sebuah dialektika, ilmu pengetahuan telah menjadi

alat transformasi peradaban maupun kebudayaan manusia, baik yang memberi

manfaat maupun mudharat.318 Kemajuan dalam kajian hereditas merupakan

bentuk aplikasi dari ilmu biologi lebih rinci pada bidang kegenetikaan.

A. Interpretasi Kandungan Hadis dan Sains


Kemajuan disiplin ilmu bergantung pada tersedianya teknik dan metode

yang memperluas jangkauan dari kesempurnaan observasi yang akan

dilaksanakan. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam 30 tahun terakhir telah

ditunjukkan dengan jalan yang spektakuler oleh kemunculan teknik rekayasa

genetik. Ada beberapa bentuk lain yang biasa dipakai untuk mendeskripsikan

teknologi tersebut, meliputi manipulasi gen, kloning gen, teknologi rekombinasi

DNA dan modifikasi genetik begitupun dengan pengaturan jenis kelamin anak.

Dasar pada teknologi tersebut berdasarkan informasi genetiknya, dikode oleh

DNA dan diatur dalam bentuk gen.

317
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 793.
318
Bila berpijak pada nilai-nilai Islam, sains dan teknologi mampu mengambil nilai-nilai
positif sebagaimana prinsip-prinsip petunjuk Islam dan dengan menetukan prioritas penelitiannya
serta implementasi proyek atas dasar nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, sains Islam lebih
bersifat universal dan tidak sempit. Karena polanya yang telah berhasil menghindari terjadinya
pertentangan antar wahyu dan akal. Lihat, The Liang Gie, Pengantar Filsafat Teknologi
(Yogyakarta: Andi Offset, 1996), h. 75.

133
Teknik pengaturan jenis kelamin anak sebagai salah satu bentuk

kemajuan rekayasa genetik yang cukup urgen. Temuan ini cukup mempengaruhi

wacana keilmuan terkhusus dalam Islam, dahulu orang hanya menganggap bahwa

jenis kelamin yang ada dalam rahim perempuan itu semata-mata hanya diketahui

oleh Allah swt. Sebagaimana dalam QS Al-Lukma>n/31: 34.

َِ ‫فَ ْاأل َْر َح‬


َ ‫اـ‬ َ َِ‫َويػَ ْعلَ َُمَ َما‬
Terjemahnya:
Dan Allah swt. yang Maha Mengetahui apa yang ada dalam rahim.319
Dahulu dipahami banyak ulama dalam arti mengetahui jenis kelaminnya.

Tetapi kini, ulama memahaminya lebih luas dari itu. ini karena kata )‫(ما‬
َ ma> dapat
mengcakup segala sesuatu. dalam konteksnya ayat ini adalah yang berkaitan

dengan janin, misalnya proses pertumbuhan janin, berat badan dan bentuknya,

keindahan dan keburukannya, usia dan rezkinya, masa kini dan masa depannya,

dan lain-lain.320 Perkembangan kajian saintifik telah membuat penafsiran ayat-

ayat yang berkaitan dengan sains juga mengalami pergeseran. Ketika pasangan

suami istri yang dahulunya menyerahkan sepenuhnya pada takdir (tanpa

pengetahuan) dalam memilih karakter anak seiring dengan kemajuan ilmu, paling

tidak manusia sedikit punya wewenang dalam persoalan ini.

1. Hadis dan sains tentang genetika manusia


َّ ‫َىَريْػَرَة أ‬ ‫َع ْن َأَِِب‬ ِ َّ‫يد َبْ ِن َالْمسي‬ ِ ِ‫اب َعن َسع‬ ٍ ‫َشه‬ ِ ‫ك َعن َاب ِن‬ ٌ ِ‫اَمال‬
َ‫َف ََر ُج ًال‬
ِ ِ ِ ُ َ ‫ب‬ َ ُ َ ْ َِ ِ َ ْ ْ َ َ َ‫َحَِّدثػَن‬ َْ َ‫َح َّدثػَن‬
َ َ‫اَٗم ََي َبْ ُن َقَػَز َعة‬
َ‫اؿ‬ ٍ
ََ َ‫ك َم ْن َإبل َق‬ َ َ‫َى ْل َل‬
َ ‫اؿ‬
َ ‫َس َو ُد َفَػ َق‬
ْ ِ
‫َول َد َِل َغُ َال ٌـ َأ‬ ُ َّ
‫وؿ َاللو‬ َ ‫اَر ُس‬
َ ‫اؿ َي‬
َ َّ
َ ‫َعلَْيو ََو َسل َم َفَػ َق‬
َ َّ
‫َصلىَاللو‬
ُ َّ َ ِ‫أَتَىَالن‬
‫َِّب‬
َّ
َ‫اؿ‬
َ َ‫َع ْر ٌؽَق‬ ِ ‫اؿَلَعلََّوَنػَزعو‬ ِ ِ
ِ ‫اؿَىلَفيه‬ َ َ‫اؿ ََماَأَلْ َوانػُ َهاَق‬
ُ َ َ ُ َ َ َ‫كَق‬ َ ‫ََّنَ َذل‬ َّ ‫اؿَفَأ‬َ َ‫اؿَنػَ َع ْمَق‬َ َ‫اَم ْنَأ َْوَر َؽَق‬ َ ْ َ َ َ‫اؿَْحٌُْرَق‬
ٖٕٔ
َ َ‫نػَ َع ْمَق‬
)‫ي‬ ِ
ّ ‫(رَواهَُالْبُ َخار‬ َ َُ‫َى َذاَنػََز َع َو‬
َ‫ك‬ َ َ‫فَػلَ َع َّلَابْػن‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Yah}ya> bin Quza’ah telah menceritakan
kepada kami Ma>lik dari Ibnu Syiha>b dari Sa’i>d bin al-Musayyab dari Abu>

319
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 585.
320
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Edisi
Baru (Cet. V; Ciputat: Lentera Hati, 2012 M), h. 343.
321
Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz VII,
h. 53.

134
Hurairah bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi saw. dan berkata,
‚Wahai Rasulullah, istriku telah melahirkan anak yang berkulit hitam.‛
Beliau bertanya: ‚Apakah kamu memiliki beberapa ekor unta?‛, laki-laki
itu menjawab ‚ya‛ beliau melanjutkan bertanya: ‚Lalu apa saja warna
kulitnya?‛. Ia menjawab ‚Merah‛ beliau bertanya lagi: ‚Apakah di antara
unta itu ada yang berkulit keabu-abuan?,‛ laki-laki itu menjawab, ‚ya‛.
Beliau bertanya: ‚Kenapa bisa seperti itu?,‛ laki-laki itu menjawab,
‚mungkin itu berasal karena faktor keturunan.‛ Beliau bersabda: ‚mungkin
juga anakmu seperti itu (karena faktor keturunan).‛
a. Kandungan hadis

Hadis di atas menunjukkan bahwa problematika genetika (gen) telah ada

sejak masa Rasulullah saw. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh
al-Bukha>ri>. Diceritakan bahwa seorang laki-laki datang menghadap Nabi saw.

untuk menceritakan tentang anaknya yang lahir berkulit hitam, tidak sama

seperti dirinya. Perbedaan karakter fisik nampaknya membuat dia tidak mau

mengakui anak tersebut sebagai anaknya. Kemudian terjadilah dialog di antara

Nabi saw. dengan laki-laki tersebut. Nabi saw. bersabda bahwa warna hitam

tersebut dipengaruhi gen nenek moyangnya.

Ibn H{ajar al-As}qala>ni> menambahkan keterangan dalam Fath} al-Ba>ri>’

bahwa pada waktu itu melakukan investigasi atas berita laki-laki tersebut dan

mereka menemukan bahwa salah satu nenek si anak yang baru lahir ternyata

berkulit hitam.322 Berkenaan dengan hadis di atas, Muh}ammad ibn S{a>lih} al-

‘Us\aimi>n berkata;
ِٖٕٖ ِ
َِ ‫س‬
َْ ِ‫افَََو‬
‫فَ ََخَْل َقَت َو‬ َْ ِ ً‫َأَ ََّفََلَِْلَِوََراَثََةََتَأَْثَِْيا‬...‫فَ ََى َذا‬
َِْ َ‫َفَ ََخَْل َِق‬
ََ ْ‫اْلَن‬ ََ ْ‫اَعَلىَأَ ََّفََلَِْلَِوََراَثََةََتَأَْثَِْياً َََوَََل َََرَي‬
َْ َِ‫ب‬ ََ ‫َف ََد ََّؿَ ََى َذ‬
Artinya:
Hadis di atas menunjukkan bahwa faktor genetika itu mempengaruhi
keturunan dan hal ini adalah hal yang tidak diragukan lagi…faktor genetika
itu memiliki pengaruh pada akhlak dan kondisi fisik keturunan.

322
Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar Abu> al-Fad}l al-‘Asqala>ni> al-Sya>fi’i>, Fath} al-Ba>ri> Syarah}
S{ah}i>h} Al-Bukha>ri>, Juz IX (Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, 1379 H), h. 443.
323
Muh}ammab ibn Sa>lih} ibn Muh}ammad al-‘Us\aimi>n, Fata>wa> Nu>r ‘ala> al-Darb, Juz II, h.
19.

135
Kata al-‘Irq dalam redaksi hadis secara bahasa berarti asal sesuatu.324

dalam kamus al-Munjid misalnya, sabda Nabi saw. ini dijelaskan dengan

menyatakan sifat-sifat orangtua menurun kepada anaknya.325 Ima>m al-Nawawi>

dalam Syarah Muslim menjelaskan, ‚di dalam hadis ini terdapat penjelasan

bahwa anak itu tetap dinisbahkan kepada sang suami meskipun warna kulitnya

berbeda. Sampai-sampai walau bapaknya putih dan anaknya hitam atau

sebaliknya. Tidak boleh bagi sang bapak menolak sang anak hanya karena

perbedaan warna kulit, meskipun suami dan juga istri kulitnya putih, tapi anak

yang dilahirkannya berkulit hitam, atau sebaliknya. Hal ini dikarenakan si anak

mewarisi gen dari leluhur-leluhur bapak dan ibu‛.326

Ibn Fa>ris menjelaskan dalam Maqa>yis al-Lu>gah bahwa kata َ‫ع‬


َ ‫نػََز‬ dalam

hadis ini mempunyai makna dasar mencabut atau mencungkil sesuatu.327 Segala

sesuatu yang dicabut akan kehilangan kedudukan atau jati dirinya. Anak yang

lahir merupakan َ‫ع‬


َ ‫نػََز‬ dari orangtuanya. Jika dijelaskan lebih rinci, seorang anak

bagaikan tajalli> (manifestasi) atau cerminan yang meliputi karakter orangtuanya.

Hadis ini mempunyai keterkaitan dengan ilmu genetika yang belum

diketahui sebelumnya. Memang, keberadaan janin yang memperoleh dan

mewarisi sifat-sifat kedua orangtuanya yang berbagai sumbangsi dalam sifat

tersebut dengan presentase yang berlainan merupakan fakta yang dapat


disaksikan bersama (empirik).

324
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz IV, h. 283.
325
Muh}ammad S{a>lih} al-Munjid, Duru>s li al-Syaikh Muh}ammad al-Munjid.
326
Abu> Zakariyah Muh}yi> al-Di>n Yah}ya> ibn Syarif al-Nawawi>, Al-Manha>j Syarh} S{ah}i>h}
Muslim ibn al-H{ajja>j, Juz X (Cet. II; Bairu>t: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi> 1392 H), h. 133.
327
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz V, h. 415.

136
Pembawaan kecenderungan, cita rasa, temperamen, warna kulit, tinggi

badan, golongan darah, dan sifat-sifat lainnya yang ada dalam diri seseorang,

semuanya adalah warisan turun-temurun dari geneologi kakek-buyutnya, baik

dari garis ayah maupun dari garis ibu. Sebagian sifat ini ada yang tersembunyi

dan ada yang dominan. Terkadang sifat yang tersembunyi ini muncul pada satu

generasi tertentu.

Dari sini jelaslah kemukjizatan hadis Nabi saw. barangkali ia dipengaruhi

gen (moyangnya). Ini merupakan fakta ilmiah yang belum diketahui sepenuhnya,
kecuali baru pada dekade awal abad 20 dan itu pun baru mengkristal pada akhir

abad ke 20. Sehingga ungkapan Nabi saw. terkait dengan penjelasan ini termasuk

bukti otoratif kenabian dan risalahnya.328

b. Analisis saintifik

Gen merupakan bahan transformasi keturunan atau bagian dari molekul

DNA yang mengamandoi pembaruan molekul-molekul proteinik sebagai unit

tekecil bahan sifat menurun, gen diperkenalkan pertama kali oleh W. Johansen

pada tahun 1909.329 Aktivitas biokimia di dalam gen mengubah sifat molekul

suatu sel, dengan demikian memengaruhi cara berfungsinya serta pembuatan

struktur tertentu yang memungkinkan sel-sel tersebut memainkan peran yang

jelas. Dari sudut pandang ini, dapat dikatakan bahwa gen adalah bagian paling
kecil dari molekul DNA, yang mampu melahirkan suatu ciri khas yang

permanen.330

Dari segi penemuan ilmiah pada mulanya orang menganggap bahwa

faktor pembawa sifat-sifat orangtua kepada anaknya adalah kromosom. Ia adalah


328
Zaghlul al-Najjar, Al-‘Ija>z al-‘Ilmi> fi> al-Sunnah al-Nabawiyah, terj. Zidni Ilham
Faylasufa, dkk., Sains dalam Hadis Mengungkap Fakta Ilmiah dari Kemukjizatan Hadis Nabi, h.
474-476.
329
Azmi Elvita, Genetika Dasar (University of Riau, 2008 M), h. 6.
330
Maurice Bucaille, Dari Mana Manusia Berasal (Mizania, t. th), h. 121.

137
sesuatu yang sangat halus berbentuk batang panjang lurus atau bengkok, tersusun

atas zat yang mudah mengikat zat warna, karena itu ia dinamai kromosom.

Kromo berarti warna dan soma berarti badan. Ukuran kromosom beragam.
Panjangnya berkisar antara 0.2 sampai dengan 0.5 mikrosind.

Penemuan mutakhir membuktikan bahwa faktor pewarisan sifat-sifat itu

bukan kromosom yang demikian kecil, tetapi gen yang terdapat didalamnya.

Bahkan, lebih tepat dikatakan yang menyampaikan informasi genetik adalah

senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. DNA (Deoxyribonucleic Acid)

atau Asam Deoksiribosanukleat merupakan tempat penyimpanan informasi

genetik itu. Sebuah molekul DNA manusia menyimpan informasi yang demikian

banyak dan rumit. Ia mengendalikan ribuan kejadian yang berlangsung di dalam

sel tubuh dan dalam menfungsikan sistem-sistemnya, termasuk sifat-sifat fisik,

seperti kitinggian badan, warna rambut dan mata, bahkan tekanan darah.

Informasi yang tersimpan dalam DNA seseorang bila ditulis dalam

halaman buku, maka ia memerlukan sekitar seribu buku ensiklopedia. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ia mengandung lima milyar potongan informasi

yang berbeda. Jika satu potong informasi yang ada dalam gen manusia dibaca

setiap detik tanpa henti, maka dibutuhkan seratus tahun sebelum proses

pembacaan itu selesai. Jika informasi dalam DNA itu dijadikan buku-buku, lalu
ditumpuk, maka tingginya akan mencapai tujuh puluh meter. Jika ia ditulis di

atas kertas, maka kertas itu akan membentang dari Kutub Utara hingga Ekuador.

Demikian antara lain tulis Harun Yahya dalam bukunya The Miracel of Creation

in DNA dan yang dialihbahasakan oleh Halfino Berry dengan judul Rahasia
DNA. 331

331
M. Quraish Shihab, Dia di Mana-mana ‚Tangan‛ Tuhan di Balik setiap Fenomena
(Cet. VIII; Jakarta: Lentera Hati, 1434 H/ 2003 M), h. 144.

138
Seperti diketahui, sel berkembang biak dengan membelah diri. Manusia

asalnya terdiri dari satu sel tunggal, lalu ia membelah dengan kelipatan 2-4-8-16-

32. Sel yang baru terbentuk itu, membutuhkan juga DNA. Untuk itu, segera

sebelum proses pembelahan berakhir, DNA membuat salinan dirinya lalu

memindahkannya ke sel yang baru. Molekul DNA yang baru ini diperiksa

berkali-kali oleh enzim pemeriksa, lalu memperbaiki apa yang keliru dan

membuang nukleotida yang cacat. Pemeblahan satu sel berlangsung antara 20

sampai 80 menit. Dengan kata lain, ia mengkopi seribu jilid buku atau satu juta

halaman dalam waktu yang sangat singkat itu.

2. Hadis dan sains tentang rekayasa penentuan kemiripan anak


َ‫اؿَ َس ْه ٌَلَ َح َّدثػَنَا‬ََ َ‫بَق‬ ٍَ ْ‫َِبَ ُكَري‬ َ ِ‫ظَِأل‬ ٍَ ْ‫يَ َو َس ْه َُلَبْ َُنَعُثْ َما َفَ َوأَبُوَ ُكَري‬
َُ ‫بَ َواللَّ ْف‬ َُّ ‫الرا ِز‬
َّ َ‫وسى‬ َ َُ ‫َح َّدثػَنَاَإِبْػَر ِاى‬
‫يمَبْ َُنَ ُم‬
ََ‫بَبْ َِنَ َشْيبَةََ َع َْنَ ُم َسافِ َِعَبْ َِنَ َعْب َِدَاللََِّوَ َع َْنَعُ ْرَوة‬ َِ ‫ص َع‬ْ ‫َِبَ َزائِ َدةََ َع َْنَأَبِ َِيوَ َع َْنَ ُم‬
َ ِ‫َخبَػَرنَاَابْ َُنَأ‬
ْ َِ ‫اؿَ ْاْل َخَر‬
‫افَأ‬ ََ َ‫وَق‬
َ‫ت‬َْ ‫احتَػلَ َم‬ ِ ِ َّ ِ َّ
َ‫صلىَالل َوَُ َعلَْي َوَ َو َسل ََمَ َى َْلَتَػ ْغتَس َُلَالْ َم ْرأََةَُإذَا‬ َّ ِ َّ
َ‫وؿَالل َو‬ ِ
َ ‫تَلَر ُس‬ ِ َْ َ‫َفَ ْامَرأًََةَقَال‬ َّ ِ ِ ُّ َ‫بْ َِن‬
َ ‫الزبػَ َْيَ َع َْنَ َعائ َشةَ أ‬
ْ َ
َ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْيَِو‬ ِ َُ ‫اؿَرس‬
َ َ‫وؿَاللََّو‬ ُ َ ََ ‫تَفَػ َق‬
َْ َ‫تَقَال‬ َِ ‫تَيَ َد‬
َْ َّ‫اؾَ َوأُل‬ َْ َ‫تَ ََلَاَ َعائِ َش َةَُتَ ِرب‬َْ َ‫اؿَنػَ َع َْمَفَػ َقال‬
ََ ‫اءََفَػ َق‬
َ ‫تَالْ َم‬ َْ ‫صَر‬ َ ْ‫َوأَب‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َِّ ِ
َ ‫َو َسلَّ ََم َ َدع َيها َ َوَى َْل َيَ ُكو َُف َالشَّبََوُ َإ ََل َم َن َقب َل َذَل‬
ْ ‫الر ُج َل َأَ ْشبََوَ َالْ َولَ َُد َأ‬
َ‫َخ َوالََوُ َ َوإذَا‬ َّ َ َ‫اء‬
َ ‫ال َ َم ُاؤَىا َ َم‬
ََ ‫ك َإذَا َ َع‬
ٖٖٕ ِ َ ْ
َ )‫َم ْسلم‬ ُ ُ‫(رَواه‬َ ُ‫الر ُج َِلَ َماءَ َىاَأَ ْشبََوََأ َْع َم َام َو‬
َّ َُ‫اء‬ َ ‫الَ َم‬ََ ‫َع‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Ibra>hi>m ibn Mu>sa> al-Ra>zi> dan Sahl ibn
‘Us\ma>n serta Abu> Kuraib dan lafal tersebut milik Abu> Kuraib, Sahl berkata,
telah menceritakan kepada kami, sedangkan dua orang yang lainnya berkata,
telah mengabarkan kepada kami Ibn Abi> Zaidah dari bapaknya dari Mus}’ab
ibn Syaibah dari Musa>fi’ ibn ‘Abdulla>h dari ‘Urwah ibn al-Zubair dari
‘A<isyah bahwa seorang wanita berkata kepada Rasulullah saw. ‚Apakah
seorang wanita harus mandi apabila bermimpi dan melihat air mani?‛ Beliau
menjawab, ‚Ya.‛ Maka ‘A<isyah berkata kepadanya, ‚Serius kamu akan
bertanya?.‛ Aisyah berkata, ‚Maka Rasulullah saw. bersabda, ‚Biarkanlah
dia (bertanya). Tidaklah kemiripan gen terjadi melainkan dari sisi tersebut.
Apabila air mani wanita tersebut mengalahkan air mani suaminya maka
anaknya mirip dengan garis keturunan ibunya. Dan apabila air mani
suaminya mengalahkan air maninya maka anaknya mirip dengan garis
keturunan bapaknya.‛

332
Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz I,
h. 251.

139
a. Kandungan hadis

Ibn Fa>ris menjelaskan bahwa kata َ‫َعال‬ mempunyai makna antara lain

kemuliaan, kebesaran, dan keunggulan.333 Makna dasar ini, antara lain

menunjukkan sifat yang unggul dari salah satu karakter kedua orangtua kepada

anaknya. Sifat dan karakter orangtua dibawah oleh sel kelamin (tersimpan dalam

DNA) pada prinsipnya tidak semuanya akan nampak kelihatan pada diri seorang

anak. Perpaduan karakter orangtua menjadikan adanya karakter yang aktif

(kelihatan pada seorang anak) ada pula yang pasif (tersembunyi) sehingga sifat

unggul dalam makna hadis dapat pula mencakup istilah ini.

Ibn H{ajar berkata bahwa term َ‫ َعال‬dalam hadis di atas bermakna al-Sabaq

(mendahului), karena setiap yang mendahului berarti ia telah mengungguli atau

mengalahkan dalam arti maknawi. Pada mulanya kata al-Sabaq menurut Ibn

Fa>ris mempunyai makna dasar ‚hal yang mendahulukan‛.334 Hadis tentang

penentuan kemiripan anak terdapat hal yang sulit dipahami (musykil), karena

apabila sel kelamin laki-laki mendahului, maka hal tersebut berkonsekuensi anak

yang akan lahir menyerupai keluarga suami demikian pula sebaliknya. Sementara

kenyataan yang ada, kadang kala anak laki-laki mirip dengan keluarga ibu, bukan

dari pihak keluarga ayah demikian pula sebaliknya. Berdasarkan keterangan di

atas, al-Qurtubi> berkata, bahwa maksud dari kata al-‘Alu> dalam hadis pengaturan
jenis kelamin anak adalah al-Sabaq (mendahului).335 Ibn H{ajar berkata, makna al-

333
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz IV, h. 112.
334
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz III, h. 129.
335
Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn Abi> Bakr ibn Farh} al-Ans}a>ri> al-Khazraji>
Syams al-Di>n al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ al-Ah}ka>m Al-Qur’a>n, Juz XVI (Cet. II; Khairo: Da>r al-Kutub
al-Mis}riyah, 1384 H/1964 M), h. 50.

140
‘Alu> yang tercantum dalam hadis penentuan kemiripan anak dapat dipahami
dominan.336

Dengan demikian, al-Sabaq dapat berarti mendahului ketika kata ini

dipahami dalam hadis pengaturan jenis kelamin baik laki-laki maupun

perempuan. Sementara al-Sabaq tidak lagi bermakna mendahului akan tetapi

bermakna mendominasi atau mengalahkan.

b. Analisis saintifik

Setiap sel hidup memiliki jism (jism markazi) yang disebut ‚inti sel‛

(nucleus), kecuali beberapa jenis sel, misalnya sel-sel darah merah. Inti sel

berposisi sebagai otak pemikir bagi sel, sekaligus sebagai pusat kontrol yang

membawa setiap karakter genetiknya dan tubuh yang ditempati. Ia mengatur

segala aktivitas sel, seperti proses pertumbuhan, pembelahan, dan lain-lain. Jika

inti sel mati maka sel pun akan mati.

Inti sel memuat kode genetik yang mengandung kromosom dalam jumlah

tertentu. Satu molekul DNA terdiri atas gulungan-gulungan yang sangat kecil

dan tersusun, berbentuk dua rantai yang saling menempel di tengah-tengah,

terdiri dari unsur-unsur utama nitrogen (nitrogenous bases), dan molekul-molekul

gula dan fosfat.

Unsur-unsur utama nitrogen hanya berjumlah empat saja, namun yang


mencengangkan ternyata kode-kode genetik seluruh anak cucu Adam ditulis

dengan mengacu pada pola selang-seling keempat unsur tersebut, mulai dari

miliaran yang memenuhi pelosok bumi sekarang ini hingga miliaran yang hidup

sebelumnya dan telah meninggal dunia, ditambah miliaran lagi yang akan datang

hingga hari kiamat. Sementara setiap individu tersebut memiliki karakter-

336
Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar Abu> al-Fad}l al-‘Asqala>ni> al-Sya>fi’i>, Fath} al-Ba>ri>’, Juz VII
(Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, 1379 H), h. 273.

141
karakter genetiknya masing-masing yang membedakannya dengan individu

lainnya.

Setiap unsur utama nitrogen memiliki kode mini, dan masing-masing

kode mini bertanggungjawab mengeluarkan intruksi untuk menyiapkan asam

amino tertentu di dalam sel hidup. Asam-asam amino yang berjumlah 20 jenis ini

merupakan kerangka penyusun bangunan molekul-molekul protein yang

mendasari tubuh manusia dan hewan.

Allah swt. telah memberi kemampuan pada setiap sel tubuh manusia yang

mengandung kode genetik untuk memproduksi lebih dari 200 ribu ragam jenis

protein dan unsur-unsur utama nitrogen dalam sebuah molekul asam nukleat

yang tersusun berpasang-pasangan dengan jumlah lebih dari 3 miliar pasang

(tepatnya 3,1 pasang), tersebar di lebih dari 1 miliar kode-mini, dan membawa

antara 30.000 hingga 35.000 gen.

Rangkaian nukleotida di dalam gen menentukan rangkaian asam amino

yang membentuk molekul protein dan menghubungkannya satu sama lain.

Dengan demikian, protein yang dibutuhkan tubuh diproduksi dengan arahan dari

gen-gen. suatu hal yang memakjubkan, karena bahan penyusun tubuh seluruh

organisme ternyata sama, yaitu dua puluh jenis asam amino yang terbentuk

dengan intruksi dari gen-gen di dalam 200.000 jenis lebih protein yang berbeda-
beda.337

3. Hadis dan sains tentang pengaturan jenis kelamin anak


َ‫َس َّالٍـ‬ ِ ْ ‫َعلِ ٍّي‬
َ ِ‫اَم َعا َِويَةُ َيػَ ْع ِِِن َابْ َن‬
ُ َ‫َح َّدثػَن‬
َ ‫يع َبْ ُن َنَاف ٍع‬ ُ ِ‫َالرب‬
َّ ‫َح َّدثػَنَاَأَبُوَتَػ ْوبَةَ ََوُى َو‬
َ ُّ‫َاْلُْل َوِاِن‬ َ ْ ‫َح َّدثَِِن‬
‫َاْلَ َس ُن َبْ ُن‬
َِ ‫عن َزي ٍد َيػع ِِن َأَخاه َأَنَّو‬
َ‫َصلَّى‬َ ‫َفَِثػَ ْوبَا َف ََم ْوََل ََر ُِسوؿ َِاللَّو‬ َّ ‫ِب َأ‬ َّ َ‫َح َّدثَِِن َأَبُوَأ ََْسَاء‬
َُّ ِ‫َالر َح‬ َ َ َ‫اَس َّالٍـ َق‬
‫اؿ‬ َ َ‫ََس َع َأَب‬ ُ ُ َ ْ َ ِ َْ ْ َ
َ‫َحبَا ِر‬ َّ َّ َّ ِ َّ‫وؿ َالل‬
ِ ِ ‫اؿ َ ُكْنت َقَائِم‬
‫أ‬َ ‫ن‬ ‫َم‬ ‫ر‬ ‫ػ‬‫ب‬ َ
‫َح‬
ْ ْ ٌْ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ‫اء‬ ‫ج‬ ‫ف‬
َ َ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫َو‬ ‫و‬ ‫ي‬ ‫ل‬
َ ‫َع‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ىَال‬ ‫ل‬ ‫َص‬
َ ‫و‬ ‫س‬
َُ ‫َر‬ ‫د‬
َ ‫ن‬
ْ ‫اَع‬ ً ُ َ ‫ق‬
َ َ َ ‫َعلَْيو ََو َسلَّ َم‬
ُ‫َح َّدثَو‬ َ ُ‫اللَّو‬

337
Zaghlul al-Najjar, Al-‘Ija>z al-‘Ilmi> fi> al-Sunnah al-Nabawiyah, terj. Zidni Ilham
Faylasufa, dkk., Sains dalam Hadis Mengungkap Fakta Ilmiah dari Kemukjizatan Hadis Nabi, h.
426.

142
ِ ِ ‫الْيػه‬
َ‫ِن‬ ْ ‫َص َف ُِر َفَِإ َذ‬
ُّ ِ ‫ََٖٖم‬ٛ‫اَاجتَ َم َعاَِفَػ َع َال‬ ْ ِ‫ض ََوَماءَُالْ َم ْرأَة َأ‬ُ َ‫الر ُج ِلَِأَبْػي‬
َّ َُ‫اء‬
َ ‫َم‬...
َ ‫اَُمَ َّم َُد‬
ُ َ‫ك َي‬
ِ ِ
َ ‫َعلَْي‬
َ ‫َالس َال ُـ‬
َّ ‫اؿ‬
ِ
َ ‫ود َفَػ َق‬ َُ
)‫َم ْسل ُم‬ ‫اه‬‫و‬‫(ر‬ َ... ‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ َ‫ف‬‫ذ‬ ِ
‫إ‬ ِ
‫ب‬ َ‫ا‬ ‫ث‬ ‫ػ‬‫ن‬ ‫َآ‬‫ل‬ِ ‫ج‬ ‫َالر‬ ِ
‫ِن‬ ‫َم‬ ‫َة‬‫أ‬
‫ر‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫َا‬ ِ
‫ِن‬ ‫َم‬ ‫ال‬ ‫اَع‬ ‫ذ‬ ِ
‫إ‬‫َو‬ ‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫َال‬‫ف‬ ‫ذ‬ ِ
‫إ‬ِ
‫ب‬ َ‫ا‬‫ر‬ َ ِ ِ
ُ ُ ََ ْ ََ ُ َّ َّ َ ْ َ ُّ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َّ َ ُ ‫الر‬
‫ك‬ ‫ذ‬
ْ ‫أ‬ َ ‫َة‬‫أ‬
‫ر‬ ‫م‬‫ل‬
ْ ‫َا‬‫ِن‬ ‫َم‬ ‫ل‬ ‫ج‬َّ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami al-H{asan ibn ‘Ali> al-Hulwa>ni> telah
menceritakan kepada kami Abu> Taubah, yaitu al-Ra>bi’ ibn Na>fi’ telah
menceritakan kepada kami Mua>’wiyah, yaitu Ibn Salla>m dari Zaid, yaitu
saudaranya bahwa dia mendengar Abu> Salla>m berkata, telah menceritakan
kepada kami Abu> Asma’ al-Rahabi> bahwa S|auba>n, budak Rasulullah saw.
bercerita kepadanya, dia berkata, ‚Aku pernah berdiri di dekat Rasulullah
saw. tiba-tiba datanglah salah seorang rahib dari orang-orang Yahudi
seraya berkata, semoga keselamatan tercurah atasmu wahai
Muhammad…Air mani seorang lelaki berwarna putih dan air mani seorang
wanita berwarna kuning, jika keduanya menyatu lalu air mani si lelaki lebih
dominan atas air mani wanita maka janin itu akan berkelamin laki-laki
dengan izin Allah. Namun jika air mani wanita lebih dominan atas air mani
si lelaki maka janin itu akan berkelamin wanita dengan izin Allah.
a. Kandungan hadis

Hadis Nabi saw. tentang penentuan jenis kelamin anak merupakan

penjelasan atas firman Allah swt. QS al-Najm/53: 45-46.


َ ‫ُخَرى‬ ْ َ‫َعلَْي ِوَالنَّ ْشأَة‬
ْ ‫َاأل‬ َ ‫َف‬ ََ ُْ‫ِم ْنَنُطْ َف ٍةَإِذَاَُت‬
َّ ‫َ َوأ‬،‫ّن‬
Terjemahnya:
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan
wanita dari air mani, apabila dipancarkan.339
Al-Qur’an menyebut bersatunya kedua sel reproduksi pria dan wanita

dengan istilah nuthfah amsya>j (sperma yang bercampur). Sebagaimana firman

Allah dalam QS Al-Insa>n/76: 2.


ِ
ِ ‫ََسيعاَب‬ ِ ِ ٍ ‫اَاْلنْسا َف َِمنَنُطْ َف ٍةَأَم َش‬
َ ‫ص ًيا‬ َ ً َ ُ‫اجَنػَْبتَليوَفَ َج َع ْلنَاه‬ ْ َ ‫إِن‬
ْ َ ِْ َ‫َّاَخلَ ْقن‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan),
karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.340

338
Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz I,
h. 252.
339
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 766.
340
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 856.

143
Sepintas ayat di atas terlihat tidak sejalan dengan kaidah kebahasaan.

Karena kata (‫ )نطفة‬nutfah/setetes mani berbentuk tunggal, sedang (‫)أمشاج‬

amsya>j/yang bercampur berbentuk jamak, padahal dalam kaidah bahasa Arab,


ajektif harus disesuaikan dengan objek yang disifatinya. Jadi, seyogianya bukan

(‫ )أمشاج‬amsya>j tetapi (‫ )مشاج‬masya>j. Namun demikian, ayat di atas tidak keliru

karena ada makna yang hendak ditekankannya di sini.341

Kata َ‫ َعال‬seperti telah disebutkan diawal mempunyai makna unggul atau


mendahului. Pada konteks hadis ini dapat dipahami keunggulan atau dominan

dari salah satu sel kelamin. Keunggulan dari salah satunya dapat terjadi apabila

telah mencapai ‫إِ ْجتَ َم َعا‬ berdasarkan teks dalam hadis. Kata ini bermakna dasar

diantaranya percampuran atau tidak ada yang menyerupainya.342 Derivasi makna

ini melahirkan beberapa penjelasan bahwa keunggulan tidak akan terjadi kecuali

setelah pertemuan sel kelamin, hal ini dalam konteks ‫إِ ْجتَ َم َعا‬ yang bermakna

percampuran. Kata ‫إِ ْجتَ َم َعا‬ dalam makna tidak ada yang menyerupai dapat

dijelaskan bahwa karakter dari gabungan kedua orangtua akan melahirkan

individu baru yang sama tapi tidak serupa dari karakter orangtuanya.

Pakar-pakar bahasa menyatakan bahwa jika sifat dari satu hal yang

berbentuk tunggal mengambil bentuk jamak (seperti pada kasus ayat ini) maka

itu mengisyaratkan bahwa sifat tersebut mencakup seluruh bagian-bagian kecil


dari yang disifatinya. Dalam hal nuthfah (setetes mani), maka sifat amsya>j

(bercampur) bukan sekedar bercampurnya dua hal sehingga menyatu atau terlihat

menyatu, tetapi percampuran itu demikian mantap sehingga mencakup seluruh

bagian-bagian dari nuthfah. Nuthfah amsya>j itu sendiri adalah hasil percampuran

341
M. Quraish Shihab, Dia di Mana-mana ‚Tangan‛ Tuhan di Balik setiap Fenomena,
(Cet. VIII; Jakarta: Lentera Hati, 1434 H/ 2003 M), h. 144.
342
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi> Abu> al-H{asan, Mu’jam Maqa>yi>s al-
Lu>gah, Juz V, h. 273.

144
sperma dan ovum yang masing-masing memiliki empat puluh enam kromosom.

Penamaan ini merupakan istilah ilmiah pertama yang akurat untuk menyebut

proses terbentuknya janin dengan bersatunya sperma jantan dan perempuan.

Pengertian ini semakin dikuatkan lagi dengan hadis Nabi saw.

b. Analisis saintifik

Pada prinsipnya semua manusia memiliki 23 pasang kromosom di dalam

setiap selnya. Tiap kromosom serupa dengan pasangannya dalam hal ukuran,

bentuk, dan susunan genetiknya, tetapi ada satu pengecualian penting.

Pengecualian tersebut adalah pasangan kromosom seks. Kombinasi kromosom

seks menentukan apakah individu yang dilahirkan laki-laki atau perempuan.

Cara penentuan jenis kelamin pada manusia juga umum ditemukan di

berbagai spesies lain, namun hal itu tidak selalu berlaku untuk semua spesies

yang ada di dunia. Pada laki-laki, kromosom seks terdiri dari satu kromosom

besar yang dinamakan kromosom X, dan satu kromosom berukuran jauh lebih

kecil dan tampak membulat yang dinamakan kromosom Y.343 Sebaliknya

perempuan memiliki dua kromosom X. karena laki-laki memiliki dua kromosom

seks yang berbeda, mereka menghasilkan dua jenis gamet yang berbeda. Separuh

dari sel-sel sperma yang dihasilkan membawa kromosom X, dan seperuhnya lagi

membawa kromosom Y.
Sel sperma yang membawa kromosom Y mempunyai kepala dan volume

yang lebih kecil dibanding sel sperma X sehingga sel sperma Y lebih mudah

menembus leher rahim. Selain itu sel sperma Y berenang lebih gesit dibanding

sel sperma X sehingga lebih cepat masuk ke dalam rahim hingga saluran telur

untuk kemudian membuahi telur. Sel sperma Y umurnya lebih pendek (1 hingga

2 hari), sedangkan sel sperma X lebih lama hingga 3 hari. Sel sperma Y lebih
343
Martin Brookes, Get a Grip on Genetics, terj., Anggia Prasetyoputri, dkk., Bengkel
Ilmu Genetika (Jakarta: Erlangga, 2005 M), h. 34.

145
peka tehadap asam, misalnya lender servik sehingga lebih mudah mati saat

melewati lender tersebut. Untungnya jumlah sperma dalam sekali ejakulasi

mencapai puluhan juta sel.344

Selain jenis kelamin yang ditentukan melalui proses menyatunya

kromosom-kromosom itu, pembuahan juga merupakan masa yang ikut

menentukan desain umum bentuk janin di masa mendatang.345

B. Analisis Konvergensi Hadis dan Sains


Hubungan hadis dan sains merupakan sesuatu yang diterima umum.

Sebagian besar saintis sekarang telah mengakui bahwa adanya supreme

mathematical talent yang menciptakan dan mengatur alam semesta. Adanya


suatu kekuatan misterius yang mengatur alam ini juga telah dibuktikan dalam

bidang-bidang ilmu lainnya, misalnya biokimia.346

1. Konvergensi hadis dan sains tentang genetika manusia


َّ ‫َىَريْػَرَة أ‬ ‫َع ْن َأَِِب‬ ِ َّ‫يد َبْ ِن َالْمسي‬ ِ ِ‫اب َعن َسع‬ ٍ ‫َشه‬ ِ ‫ك َعن َاب ِن‬ ِ‫اَٗمَي َبن َقَػزعةَ َح َّدثػَناَمال‬
َ‫َف ََر ُج ًال‬
ِ ِ ِ ُ َ ‫ب‬ َ ُ َ ْ َِ ِ َ ْ ْ َ ٌ َ َ ِ َ َ َ ُ ْ َ َْ َ‫َح َّدثػَن‬
َ‫اؿ‬ ٍ
َ َ‫ك َم ْن َإبل َق‬ َ َ‫َى ْل َل‬ َ ‫اؿ‬
َ ‫َس َو ُد َفَػ َق‬
ْ ِ
‫َول َد َِل َغُ َال ٌـ َأ‬ ُ َّ
‫وؿ َاللو‬ َ ‫اَر ُس‬
َ ‫اؿ َي‬
َ َ ‫َعلَْيو ََو َسلَّ َم َفَػ َق‬
َ ‫َصلَّىَاللَّو‬
ُ َ ِ‫أَتَىَالن‬
‫َِّب‬
َّ
َ‫اؿ‬
َ َ‫َع ْر ٌؽَق‬ َِ ُ‫اؿَلَ َعلََّوَُنػََز َعو‬
َ َ‫كَق‬ ِ ِ
ِ ‫اؿَىلَفيه‬ َ َ‫اؿ ََماَأَلْ َوانػُ َهاَق‬
َ ‫ََّنَ َذل‬ َّ ‫اؿَفَأ‬َ َ‫اؿَنػَ َع ْمَق‬َ َ‫اَم ْنَأ َْوَر َؽَق‬ َ ْ َ َ َ‫اؿَْحٌُْرَق‬
ٖٗٚ
َ َ‫نػَ َع ْمَق‬
)‫ي‬ ِ
ّ ‫(رَواهَُالْبُ َخار‬ َ َُ‫َى َذاَنػََز َع َو‬َ‫ك‬ َ َ‫فَػلَ َع َّلَابْػن‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Yah}ya> bin Quza’ah telah menceritakan
kepada kami Ma>lik dari Ibnu Syiha>b dari Sa’i>d bin al-Musayyab dari Abu>
Hurairah bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi saw. dan berkata,
‚Wahai Rasulullah, istriku telah melahirkan anak yang berkulit hitam.‛
Beliau bertanya: ‚Apakah kamu memiliki beberapa ekor unta?‛, laki-laki
itu menjawab ‚ya‛ beliau melanjutkan bertanya: ‚Lalu apa saja warna
kulitnya?‛. Ia menjawab ‚Merah‛ beliau bertanya lagi: ‚Apakah di antara

344
Adi Sucahyono, Merencanakan Jenis Kelamin Anak (Cet. II; Jakarta: PT Gramedia,
2009 M), h. 55.
345
Muh}ammad Izzuddin Taufiq, Dali>l al-Anfus baina Al-Qur’an wa al-‘Ilm al-H{adi>s\,
terj., Muh}ammad Arifin, dkk., Dalil Anfus al-Qur’an dan Embriologi Ayat-ayat tentang
Penciptaan Manusia (Cet. I; Solo: Tiga Serangkai), h. 52.
346
Nu’matul Masfufah, ed., Islam, Kosmologi Baru dan Agama Baru (Garudawacana
Digital Book and POD, t. th), h. 56.
347
Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz VII,
h. 53.

146
unta itu ada yang berkulit keabu-abuan?,‛ laki-laki itu menjawab, ‚ya‛.
Beliau bertanya: ‚Kenapa bisa seperti itu?,‛ laki-laki itu menjawab,
‚mungkin itu berasal karena faktor keturunan.‛ Beliau bersabda: ‚mungkin
juga anakmu seperti itu (karena faktor keturunan).‛
Salah satu term dalam al-Qur’an maupun hadis untuk menyebut sel

reproduksi manusia dengan menggunakan kata nuthfah (air mani). Sedang

maksud firman Allah swt. ‚apabila dipancarkan‛ adalah apabila ia dibuahi oleh

spermatozoa saja, dari pembuahan inilah lahir zigot yang selanjutnya malakukan

pembelahan diri menjadi beberapa sel yang masih kecil, lalu yang lebih kecil lagi,

yang disebut blastomeres, kemudian yang terakhir berubah menjadi gumpalan

bundar berupa sel-sel yang disebut morula.

Hadis Nabi saw. dalam bahasan ini menyebutkan َ ‫لَ َعلَّوُ َنػََز‬
َ‫ع َعُ ْر ٌؽ‬ kata َ‫ع‬
َ‫نػََز‬
sebagaimana bahasan yang lalu disebutkan mempunyai makna dasar mencabut

sesuatu dan kata َ‫ ِع ْر ٌؽ‬bermakna asal usul sesuatu. Sehingga makna utuh yang
lahir dari kalimat ‫ؽ‬
ٌَ ‫عَعُ ْر‬ َ ‫ نػََز‬yaitu, segala sesuatu yang berkaitan dengan penurunan
sifat orangtua. Sesuatu yang tercabut paling tidak dapat dikatakan telah

kehilangan asal-usulnya sedang asal-usul sesuatu sebagai gambaran yang jelas

akan keberadaannya.

Asal-usul dan keberadaan manusia yang mempunyai kedekatan karakter

dengan orangtuanya dalam penjelasan sains disebabkan oleh sel-sel reproduksi

mengandung separuh jumlah kromosom yang dikandung sel tubuh dan ditentukan

baginya, keberadaan hukum pasang-pasangan merupakan salah satu tanda

kebesaran Allah swt. dalam menciptakan makhluk-Nya. Hal itu, karena dengan

bersatunya kedua sel reproduksi pria dan wanita untuk membentuk zigot, maka

genaplah jumlah kromosom yang ditentukan bagi spesies manusia, sehingga

terciptalah keanekaragaman karakter antara kedua orangtua dan anak yang

semakin memperkaya khazanah hidup dan menjadikannya lebih hidup. Rasulllah

saw. bersabda.

147
ِ ‫لَعلَّوَنػَزعو‬
ُ‫َى َذاَنػََز َع َو‬
َ‫ك‬ َ َ‫اؿَفَػلَ َع َّلَابْػن‬
َ َ‫َع ْر ٌؽَق‬ََُ ُ َ
Artinya:
Mungkin itu berasal karena faktor keturunan.‛ Rasulullah bersabda:
‚mungkin juga anakmu seperti itu (karena faktor keturunan).‛
Penjelasan sains dalam konteks hadis ini, sebagai letak titik temu, karena

setiap sel manusia tubuh mengandung 46 kromosom yang tersusun dalam 23

pasang yang mirip dari segi bentuk, namun berbeda dari segi struktur dan gen

yang dibawah oleh setiap kromosom. Jumlah ini berkarakter baku (tetap) pada

sel-sel jantan maupun perempuan, kendati ada perbedaan pada kromosom-

kromosom yang ditentukan untuk jenis kelamin.

Sel tubuh laki-laki mengandung 44 kromosom, ditambah dua kromosom

penentu jenis kelamin yang tidak serupa, sebab salah satunya berlabel maskulin

(Y) dan yang lain berlabel feminine (X) dengan komposisi yang sama, sel tubuh

wanita mengandung 44 kromosom, disamping dua kromosom penentuan jenis

kelamin, namun keduanya sama-sama feminin (X,X).

Gabungan dari 23 kromosom bapak dengan 23 kromosom ibu, terdapat

gen yang dominan (aktif) dan tersembunyi yang diwariskan dari garis keturunan.

Sehingga sering kali sebuah gen tidak aktif pada seorang bapak, namun pada

keturunan berikutnya gen tersebut aktif. Kasus seperti ini yang dapat

menimbulkan banyak ciri perbedaan antara arangtua dan anaknya, begitu pula

yang terjadi di zaman Nabi saw. ketika seorang lelaki mengadu dan tidak ingin
mengakui anaknya. Sehingga Nabi saw. bersabda.

2. Konvergensi hadis dan sains tentang rekayasa penentuan kemiripan anak


َ‫اؿَ َس ْه ٌَلَ َح َّدثػَنَا‬ََ َ‫بَق‬ ٍَ ْ‫َِبَ ُكَري‬َ ِ‫ظَِأل‬ ٍَ ْ‫يَ َو َس ْه َُلَبْ َُنَعُثْ َما َفَ َوأَبُوَ ُكَري‬
َُ ‫بَ َواللَّ ْف‬ َُّ ‫الرا ِز‬
َّ َ‫وسى‬ َ َُ ‫َح َّدثػَنَاَإِبْػَر ِاى‬
‫يمَبْ َُنَ ُم‬
َ‫بَبْ َِنَ َشْيبََةَ َع َْنَ ُم َسافِ َِعَبْ َِنَ َعْب َِدَاللََِّوَ َع َْنَعُ ْرَوَة‬ َِ ‫ص َع‬
ْ ‫َِبَ َزائِ َدَةَ َع َْنَأَبِ َِيوَ َع َْنَ ُم‬
َ ِ‫َخبَػَرنَاَابْ َُنَأ‬
ْ َِ ‫اؿَ ْاْل َخَر‬
‫افَأ‬ ََ َ‫وَق‬
ِ ِ ِ
َ‫صلَّىَاللََّوَُ َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَ َى َْلَتَػ ْغتَس َلَالْمرأََةَُإ َذا‬ ِ ِ ِ ِ
ََّ ‫الزبػَ َِْيَ ََع َْنَ َعائ َش َة أ‬
َ‫ت‬ َْ ‫احتَػلَ َم‬
َِ‫وؿَُاللَََِّوَْصلَّىَالْلََّوَعلَيَو‬ ِ َ َ‫وؿَاللََّو‬ َ ‫تَلَر ُس‬
ِ
َْ َ‫َفَ ْامَرأًََةَقَال‬ ُّ َ‫بْ َِن‬
َْ ُ َ َُ ‫اؿَ َر ُس‬ ََ ‫تَفَػ َق‬َْ َ‫تَقَال‬ َْ َّ‫اؾَ َوأُل‬
َ ‫تَيَ َد‬َْ َ‫تَ ََلَاَ َعائ َش َةَُتَ ِرب‬ َْ َ‫اؿَنػَ َع َْمَفَػ َقال‬
ََ ‫اءََفَػ َق‬
َ ‫تَالْ َم‬ َْ ‫صَر‬ َ ْ‫َوأَب‬

148
َ‫َخ َوالََوُ َ َوإِ َذا‬
ْ ‫الر ُج َِل َأَ ْشبََوَ َالْ َولَ َُد َأ‬
َّ َ َ‫اء‬
َ ‫ال َ َم ُاؤَىا َ َم‬ َِ ِ‫َو َسلَّ ََم َ َد ِع َيها َ َوَى َْل َيَ ُكو َُف َالشَّبََوُ َإَََِّل َ ِم َن َقِب َِل َ َذل‬
ََ ‫ك َإِ َذا َ َع‬
ٖٗٛ ِ َ ْ
َ )‫َم ْسلم‬ َ ُ‫الر ُج َِلَ َماءَ َىاَأَ ْشبََوََأ َْع َم َام َو‬
ُ ُ‫(رَواه‬ َّ َُ‫اء‬ َ ‫الَ َم‬ ََ ‫َع‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Ibra>hi>m ibn Mu>sa> al-Ra>zi> dan Sahl ibn
‘Us\ma>n serta Abu> Kuraib dan lafal tersebut milik Abu> Kuraib, Sahl
berkata, telah menceritakan kepada kami, sedangkan dua orang yang
lainnya berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibn Abi> Zaidah dari
bapaknya dari Mus}’ab ibn Syaibah dari Musa>fi’ ibn ‘Abdulla>h dari ‘Urwah
ibn al-Zubair dari ‘A<isyah bahwa seorang wanita berkata kepada Rasulullah
saw. ‚Apakah seorang wanita harus mandi apabila bermimpi dan melihat
air mani?‛ Beliau menjawab, ‚Ya.‛ Maka ‘A<isyah berkata kepadanya,
‚Serius kamu akan bertanya?.‛ Aisyah berkata, ‚Maka Rasulullah saw.
bersabda, ‚Biarkanlah dia (bertanya). Tidaklah kemiripan gen terjadi
melainkan dari sisi tersebut. Apabila air mani wanita tersebut mengalahkan
air mani suaminya maka anaknya mirip dengan garis keturunan ibunya.
Dan apabila air mani suaminya mengalahkan air maninya maka anaknya
mirip dengan garis keturunan bapaknya.‛
Ibn Fa>ris dalam Maqa>yi>s al-Lu>gah menjelaskan kata َ‫َشبََو‬ mempunyai

makna dasar, menyerupai sesuatu atau warna yang serupa. Sedangkan kata َ ‫َع‬
‫ال‬
sebagaimana bahasan sebelumnya bermakna unggul. Dua kata kunci dalam

konteks hadis ini mempunyai keterkaitan erat karena gen-gen ayah dan ibu

adalah faktor wira>s\ah, terkadang bisa terjadi sel-sel pria mendominasi wanita

atau sebaliknya. Sehingga seorang anak mewarisi akhlak dan/atau sifat-sifat dari

ayah atau ibunya. Ima>m Hasan berkata, ‚jika hubungan intim dan pembentukan

nut}fah dilakukan dengan ketenangan hati serta tanpa guncangan dan


kekhawatiran, maka anak akan memiliki kemiripan yang sempurna dengan ayah

dan ibunya‛.349

Hipocrates berpendapat bahwa sel kelamin itu mengalir dari seluruh

anggota tubuh. Jika anggota tubuh sehat, sel kelaminnya pun sehat, tetapi jika

348
Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz I,
h. 251.
349
S. Syihab al-Di>n al-‘Uz\ari, Mala>mih al-Manhaj al-Tarbawi> ‘inda Ahl Bait ‘Alaih al-
Sala>m , terj., M. Ilya>s dan Ali ibn Umar, Dalam Buaian Nabi Merajut Kebahagiaan Si Kecil (Cet.
I; Jakarta: Zahrah, 2005), h. 36.

149
sakit, sel kelaminnya pun sakit. Sel kelamin laki-laki lebih panas dan lebih kuat

sehingga berwarna putih pekat, sedangkan sel kelamin perempuan lebih tipis dan

lemah sehingga berwarna kuning. Kemiripan anak akan condong kepada siapa

yang pertama kali mengeluarkan dan lebih banyak sel kelaminnya serta siapa

yang sahwatnya lebih normal.350

Kata al-‘Alu> dalam konteks hadis ini mempunyai makna mendahului

sehingga letak konvergensi hadis dengan sains dalam rekayasa kemiripan anak,

yaitu sebagai berikut.

a) Sel kelamin laki-laki masuk lebih dahulu dan lebih banyak, maka anaknya

laki-laki dan mirip keluarga bapaknya.

b) Sel kelamin perempuan masuk lebih dahulu dan lebih banyak, maka anaknya

perempuan dan mirip keluarga ibunya.

c) Sel kelamin laki-laki lebih dahulu, tetapi sel kelamin perempuan lebih

banyak, maka anaknya laki-laki mirip keluarga ibunya.

d) Sel kelamin perempuan masuk lebih dahulu, tetapi sel kelamin laki-laki lebih

banyak, maka anaknya perempuan mirip keluarga bapaknya.

e) Sel kelamin laki-laki masuk lebih dahulu dan jumlahnya sama banyak

dengan Sel kelamin perempuan, maka anak akan mirip bapaknya tetapi jenis

kelamin tidak tentu.


f) Sel kelamin perempuan masuk lebih dahulu dan jumlahnya sama banyak

dengan sel kelamin laki-laki, maka anak akan mirip ibunya tetapi jenis

kelamin tidak tentu.351

350
Abdul Basith Muhammad Sayyid, Al-T}ib al-Wiqa>’i> min Al-Qur’a>n wa Al-Sunnah,
terj., M. Masnur Hamzah, dkk., Rasulullah Sang Dokter (Cet. II; Solo: Tiga Serangkai, 2006 M),
h. 21.
351
Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah, Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan (Cet. I; Ayda al-
Zahra: Yogyakarta, 2015 M), h. 5190.

150
3. Konvergensi hadis dan sains tentang rekayasa pengaturan jenis kelamin

anak
َ‫َس َّالٍـ‬ ِ ْ ‫َعلِ ٍّي‬
َ ِ‫اَم َعا َِويَةُ َيػَ ْع ِِِن َابْ َن‬
ُ َ‫َح َّدثػَن‬
َ ‫يع َبْ ُن َنَاف ٍع‬ ُ ِ‫َالرب‬
َّ ‫َح َّدثػَنَاَأَبُوَتَػ ْوبَةَ ََوُى َو‬ َ ُّ‫َاْلُْل َوِاِن‬ َ ْ ‫َح َّدثَِِن‬
‫َاْلَ َس ُن َبْ ُن‬
َِ ‫ع َن َزي ٍد َيػع ِِن َأَخاه َأَنَّو‬
َ‫َصلَّى‬ َ ‫َفَِثػَ ْوبَا َف ََم ْوََل َََر ُِسوؿ َِاللَّو‬ َّ ‫ِب َأ‬ َّ َ‫َح َّدثَِِن َأَبُوَأ ََْسَاء‬
ُّ ِ‫َالر َح‬ َ َ َ‫اَس َّالٍـ َق‬
‫اؿ‬ َ َ ‫ََس َع َأَب‬ ُ ُ َ ْ َ ِ َْ ْ َ
َ‫َحبَا ِر‬ َّ َّ َّ ِ َّ‫وؿ َالل‬
ِ ِ ‫اؿ َ ُكْنت َقَائِم‬ ‫َعلَْيو ََو َسلَّ َم‬
‫أ‬ َ ‫ن‬ ‫َم‬ ‫ر‬ ‫ػ‬‫ب‬ ‫َح‬
ْ ْ ٌ ْ َ َ َ َ َ ِْ َ ُ ‫اء‬ ‫ج‬ ‫ف‬
َ َ ‫م‬ ‫ل‬ َ
‫س‬ ‫َو‬ ‫و‬ ‫ي‬ ‫ل‬
َ ‫َع‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ىَال‬ ‫ل‬ ‫َص‬
َ ‫و‬ ‫س‬ُ ‫َر‬
َ ‫د‬َ ‫ن‬
ْ ‫اَع‬ ً ُ َ ‫ق‬
َ َ ُ‫َح َّدثَو‬
َ َ ُ‫اللَّو‬
ِ
َ‫ِن‬ ْ َ‫َص َف ُِر َفَِإذ‬
ُّ ِ ‫اَاجتَ َم َعاَِفَػ َع َالََٕٖ٘م‬ ْ ِ‫ض ََوَماءَُالْ َم ْرأَة َأ‬ ُ َ‫َالر ُج ِلَِأَبْػي‬
َّ ُ‫َماء‬...َ ‫اَُمَ َّمَُِد‬ ُ َ‫ك َي‬
ِ ِ
َ ‫َعلَْي‬
َ ‫َالس َال ُـ‬َّ ‫اؿ‬
ِ
َ ‫الْيَػ ُهود َفَػ َق‬
)‫َم ْسل ُم‬ َّ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِِ
َ َ‫ِنَالْ َم ْرأَةَأَذْ َكَراَبإ ْذفَاللو ََوإذ‬ َّ ِ ‫الر ُج ِل ََم‬
ُ ُ‫(رَواه‬
َ َ...‫َالر ُجلَآنػَثَاَبإ ْذفَاللو‬ َّ ‫ِن‬ َّ ‫ِنَالْ َم ْرأَة ََم‬
ُّ ‫َم‬ََ ‫اَع َال‬ َّ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami al-H{asan ibn ‘Ali> al-Hulwa>ni> telah
menceritakan kepada kami Abu> Taubah, yaitu al-Ra>bi’ ibn Na>fi’ telah
menceritakan kepada kami Mua>’wiyah, yaitu Ibn Salla>m dari Zaid, yaitu
saudaranya bahwa dia mendengar Abu> Salla>m berkata, telah menceritakan
kepada kami Abu> Asma’ al-Rahabi> bahwa S|auba>n, budak Rasulullah saw.
bercerita kepadanya, dia berkata, ‚Aku pernah berdiri di dekat Rasulullah
saw. tiba-tiba datanglah salah seorang rahib dari orang-orang Yahudi
seraya berkata, semoga keselamatan tercurah atasmu wahai
Muhammad…Air mani seorang lelaki berwarna putih dan air mani seorang
wanita berwarna kuning, jika keduanya menyatu lalu air mani si lelaki lebih
dominan atas air mani wanita maka janin itu akan berkelamin laki-laki
dengan izin Allah. Namun jika air mani wanita lebih dominan atas air mani
si lelaki maka janin itu akan berkelamin wanita dengan izin Allah.
Pertanyaan besar yang muncul, apakah hadis ini perlu pemahaman

tekstual atau kontekstual bahkan mungkin diintertekstualkan. Konsekuensinya

harus tetap berada pada jalur konvergensi antara hadis dan sains. Redaksi hadis

menggunakan istilah fa’ala> mani> al-Rajuli mani> al-Mar’ati az\kara> bi iz\nilla>h

begitupun sebaliknya. Sehingga tolak ukur pemahaman konvergensi merujuk

pada term al-‘Alu> yang bermakna dominan (secara tekstual; antara sel laki-laki

atau perempuan). Adapun beberapa interpretasi sebagai entitas konvergensi hadis

dan sains, yaitu sebagai berikut:

352
Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz I,
h. 252.

151
a. Spermatozoa berkarakter X dan Y

Mengenai kelahiran anak Allah swt. berfirman dalam QS Asy-Syu>ra’/42:

49-50.
َ‫ َأ َْو‬،‫ور‬ ُّ ‫َ٘مْلُ ُق ََماَيَ َشاء َيػَ َهب َلِم ْن َيَ َشاء َإِنَاثًاَويَػَ َهب َلِم ْن َيَ َشاء‬
ََ ‫َالذ ُك‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َالسماو‬
ِ ‫ات ََو ْاأل َْر‬ ِِ
ُ ‫للَّو‬
ُ َ ُ َ ُ ِ َ ُِ ُِ ِ َِ َ َّ ‫ك‬ ُ ‫َم ْل‬
َ ‫ير‬
ٌَ ‫يمَقَد‬
ٌ ‫َعل‬
َ ُ‫يماَإنَّو‬
ً ‫َعق‬َ ُ‫اَوَْٖم َع ُل ََم ْنَيَ َشاء‬
َ ً‫اَوإنَاث‬
َ ً‫يػَُزّْو ُج ُه ْمَذُ ْكَران‬
Terjemahnya:
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang
Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang
Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia
kehendaki. atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan
(kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa
yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa.353
Secara ilmiah, kemungkinan mendapatkan jenis kelamin anak memang

bisa dijelaskan. Teori tentang kromosom X (penentu seks perempuan) dan

kromosom Y (penentu seks laki-laki). Pada perempuan, hal itu tidak berakibat

apa-apa karena baik sel yang akan menjadi ovum maupun sel yang akan hancur,

kedua-duanya mengandung salah satu dari kromosom XX. Artinya, sel

reproduksi perempuan atau ovum hanya mengandung kromosom X, sedangkan

pada laki-laki, pasangan kromosom yang bertanggung jawab dalam membentuk

jenis kelamin tidak sama, yaitu kromosom X dan Y. Oleh karena itu, nut}fah yang

dihasilkan setelah pembelahan reduksi tidak sama ada yang hanya mengandung

kromosom X dan ada pula yang hanya mengandung kromosom Y.

Ketika terjadi pembuahan, salah satu dari kromosom X dan Y itu akan

membuahi ovum. Jika yang akan membuahi ovum itu kromosom Y, sel yang

akan dilahirkan akan mirip dengan sel laki-laki karena pada saat penyatuan,

kromosom Y pergi menemui kromosom X yang terdapat pada ovum. Dengan

demikian, pasangan kromosom yang bertanggung jawab membentuk jenis

353
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 700.

152
kelamin adalah kromosom X dan Y (XY). Kromosom itulah yang terdapat pada

setiap sel tubuh laki-laki.

Jika kromosom yang terdapat di dalam spermatozoa adalah kromosom X,

pada saat penyatuan dengan ovum akan bertemu dengan kromosom X pula yang

terdapat di dalam ovum sehingga pasangan yang akan terbentuk adalah dua

kromosom X (XX). Kromosom itulah yang terdapat pada setiap sel tubuh

wanita.354

Salah satu makna kata dominan pada hadis Nabi saw. dengan melihat sel

kelamin laki-laki yang berkarakter Y lebih berpengaruh dalam pembuahan maka

anak yang akan lahir berjenis kelamin laki-laki, begitu pula sebaliknya jika sel

kelamin berkarakter X lebih tinggi pengaruhnya besar kemungkinan anak yang

lahir perempuan. Selain jenis kelamin yang dapat diketahui melalui pembacaan

kromosom X dan Y, hadis Nabi saw. menjelaskan konstruksi hidup manusia

sudah tercatat sebelum ia lahir. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ima>m

al-Bukha>ri>.
َُ‫صلَّى َاللََّو‬ َّْ ِ‫ك َ َع َْن َالن‬
َ َ ‫َِّب‬ ٍَ ِ‫س َبْ َِن َ َمال‬ َ ِ‫اد َ َع َْن َعُبَػْي َِد َاللََِّو َبْ َِن َأ‬
َِ َ‫َِب َبَ ْك ٍَر َ َع َْن َأَن‬ ٌَ َّ‫اؿ َ َح َّدثػَنَا َ َْح‬ ٌَ ‫َح َّدثػَنَا َ ُم َسد‬
ََ َ‫َّد َق‬
ٌَ‫ضغََة‬ ْ ‫ب َ ُم‬َّْ ‫ب َ َعلَ َق َةٌَيَا َ َر‬
َّْ ‫ب َنُطْ َف َةٌَيَا َ َر‬َّْ ‫وؿ َيَا َ َر‬ ِ ِ
َُ ‫الرح َم َ َملَ ًكا َيػَ ُق‬ ِ َّ َّ َّ ِ
َّ ‫اؿ َإ َف َالل ََو َ َعََّز َ َو َج ََّل َ َوك ََل َب‬ََ َ‫َعلَْي َِو َ َو َسلَّ ََم َق‬
َ‫ف َبَطْ َِنَأ ُّْم َِو‬
َ َِ‫ب‬ َُ َ‫َج َُلَفَػيُكْت‬ ِ
ّْ َ‫اؿَأَذَ َكٌَر َأ ََْـَأُنْػثَىَ َشق َّّيَأ ََْـَ َسعِي ٌَد َفَ َما‬ ِ ‫فَِإذَاَأَر َادَأَ َْفَيػ ْق‬
َ ‫ؽَ َو ْاأل‬ َُ ‫الرْز‬ ََ َ‫ض ََيَ َخ ْل َق َوَُق‬
ٖ٘٘ َ ََ
َ )‫ي‬ ُّ ‫(رَوهَُالْبُ َخا ِر‬ َ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan
kepada kami Hamma>d dari ‘Ubaidulla>h ibn Abu Bakar dari Anas ibn Ma>lik
dari Nabi saw, beliau bersabda: ‚Sesungguhnya Allah Ta’ala menugaskan
satu Malaikat dalam rahim seseorang. Malaikat itu berkata, ‚Ya Rabb,
(sekarang baru) sperma. Ya Rabb, segumpal darah!, Ya Rabb, segumpal
daging!‛ Maka apabila Allah berkehendak menetapkan ciptaan-Nya,
Malaikat itu bertanya, ‚Apakah laki-laki atau wanita, celaka atau bahagia,

354
Muhammad Izzuddin Taufiq, Dali>l Al-Anfus baina Al-Qur’an Al-Ilm Al-Hadi>s\, Terj.,
Muhammad Arifin, dkk., Dalil Anfus Al-Qur’an dan Embriologi (Ayat-Ayat tentang Penciptaan
Manusia) (Cet. I; Solo: Tiga Serangkai, 2006 M), h. 50-51.
355
Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz I, h.
70.

153
bagaimana dengan rizki dan ajalnya?‛ Maka ditetapkanlah ketentuan
takdirnya selagi berada dalam perut ibunya.

b. Frekuensi asam basa

Proses perencanaan anak laki-laki dilakukan, yaitu antara lain sebelum

melakukan hubungan suami istri membilas vagina dengan dengan campuran 250

cc larutan air soda kue. Cara membuatnya, 250 cc air dicampur dengan 2 sendok

makan soda kue. Sedagkan untuk mendapatkan anak perempuan, sebelum

melakukan hubungan suami istri dianjurkan seorang istri mencuci vagina dengan

larutan air cuka asam dengan perbandingan 250 cc dicampur dengan dua sendok

makan cuka. Asam cuka yang dipakai adalah cuka makan yang ada di dapur.

Pencucian vagina dengan larutan asam cuka ini berguna agar tercipta

lingkungan asam yang dapat menghilangkan sperma kromosom Y yang akan

menjadi anak laki-laki. Orgasme istri sebainya dihindarkan, sebab orgasme istri

akan derajat basa vagina, sementara yang dibutuhkan membuat vagina bereaksi

asam. 356 Sehingga titik temu hadis dan sains pada kata ‫ال‬
َ ‫ َع‬yang bermakna unggul
sebagai intensitas asam basa karakter sel kelamin laki-laki (Y) akan mudah

menembus sel kelamin betina (ovum) jika suasana vagina berstatus basa, begitu

pula sebaliknya jika kondisi vagina asam akan mengakibatkan sel kelamin laki-

laki mudah mati. Sehingga term dominan dalam konvergensi ini, lebih menitik

beratkan pada suasana asam dan basa vagina perempuan.


c. Waktu senggama

Pemuasan kebutuhan biologis yang dibarengi nilai-nilai ruhani berbeda

dengan pemenuhannya tanpa nilai-nilai tersebut, karena itu yang memerhatikan

356
Adi Sucahyono, Merencanakan Jenis Kelamin Anak (Cet. II; Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2009), h. 116-118.

154
nilai-nilai itu, merasakan kenikmatan berganda, jasmani dan ruhani.357 Rasulullah

saw. bersabda.
ََ‫َم ْوََل َأَِِب َعُيَػْيػنَة‬ ِ ‫وف َح َّدثػَنَاَو‬
ََ ‫اص ٌل‬ َ َ
ٍ ‫ي َبن َميم‬
ُ ْ َ ُ ْ ُّ ‫اَم ْه ِد‬
َ ‫َح َّدثػَن‬
َ َ ‫ََسَاءََالضُّبَعِ ُّي‬ ْ ‫َُمَ َّم ِد َبْ ِن َأ‬
ُ ‫اَعْب ُد َاللَّ ِو َبْ ُن‬
َ َ‫َح َّدثػَن‬
ِ ِ ِ ِ
ّْ ِ‫َص َحابَالن‬
َ‫َِّب‬ ْ ‫اساَم ْنَِأ‬ َّ ‫َع ْنَأَِِبَ َذ ٍَّرَأ‬
ً َ‫َفَن‬ ِ َ ‫َس َودَالدّْيل ّْي‬ْ ‫َاأل‬ْ ‫َع ْنَأَِِب‬
ِ َ ‫َٗم ََيَِبْ ِنَيػَ ْع َمَر‬
َْ ‫َع ْن‬ َ ‫َٗم ََيَبْ ِنَعُِ َقْي ٍل‬ َْ ‫َع ْن‬
َُ‫(رَواه‬َ ٌ‫ص َدقََة‬َ َ‫َحد ُك َْم‬َ ‫ض َِعَأ‬
ْ ُ‫فَب‬َ ِ‫َ َو‬...‫وؿَاللََّو‬ َ َ‫َعلَْيو ََو َسلَّ َمَي‬
َ ‫اَر ُس‬ َ ُ‫َصلَّىَاللَّو‬ َ ‫َِّب‬ ّْ ِ‫َعلَْيو ََو َسلَّ َمَقَالُواَللن‬ َ ُٖ٘ٛ‫صلَِّىَاللَّو‬
َ
َ )‫سل ُم‬ َْ ‫ُم‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Asma` Adl
Dluba'i Telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun Telah
menceritakan kepada kami Washil maula Abu Uyainah, dari Yahya bin
Uqail dari Yahya bin Ya'mar dari Abul Aswad Ad Dili dari Abu Dzar
bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bertanya kepada beliau, Rasulullah saw. bersabda: hubungan seks kalian
adalah sedekah.
Hubungan seks salah satu tujuan utamanya untuk melanjutkan keturunan.

Berbagai cara yang dapat ditempuh pasangasan suami istri untuk menghasilkan

keturunan yang berkualitas, begitupula dalam memilih jenis kelamin anak.

Misalnya, pada saat bersenggama untuk mendapatkan anak laki-laki, yaitu pada

masa haid dan ovulasi sama sekali tidak boleh melakukan hubungan suami istri.

Sebagai contoh, jika siklus haidnya 28 hari, maka sejak haidnya pertama sampai

14 hari berikutnya jangan melakukan hubungan suami istri. Dianjurkan

melakukan hubungan suami istri menjelang atau saat ovulasi

Sementara untuk mendapatkan anak perempuan sebaiknya dilakukan

hubungan suami istri 3-4 hari sebelum ovulasi. Setelah itu, kapanpun suami istri

melakukan hubungan suami istri tidak masalah. Sebab untuk mendapatkan anak-

anak perempuan hanya membutuhkan sperma kromosom X bertemu dengan sel

telur istri. Sehingga term َ‫َعال‬ unggul dalam hadis Nabi saw. juga dimaknai
sebagai waktu-waktu yang tepat dalam hubungan suami istri. Dalam tuntunan

357
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an (Cet. IX; Lentera Hati: Ciputat, 1434 H/2013
M), h. 71.
358
Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz
II, h. 697.

155
hadis dijelaskan tentang hubungan suami-istri sebagaimana dalam riwayat Ima>m

Ibn Ma>jah.
َ‫صَبْ َُنَ َح ِكي ٍَمَ َع َْن‬
َُ ‫َح َو‬
ْ َ ِ ‫اس َِمَا َْلَْم َد‬
‫اِنَُّ َح َّدثػَنَاَ ْاأل‬ ِ ‫يدَب َنَالْ َق‬
ُ ْ َُ ِ‫بَالْ َو ِاس ِط َُّيَ َح َّدثػَنَاَالْ َول‬ ٍَ ‫َح َّدثػَنَاَإِ ْس َح َُقَبْ َُنَ َوْى‬
َُ‫صلَّىَاللََّو‬ ِ َُ ‫اؿَرس‬ ََ َ‫السلَ ِم َّْيَق‬ ٍ ٍَّ ‫أَبِ َِيوَ َوَر ِاش َُدَبْ َُنَ َس ْع ٍَدَ َو َعْب َُدَ ْاأل َْعلَىَبْ َُنَ َعد‬
ِ
َ َ‫وؿَاللََّو‬ َُٖٜ٘ ََ َ‫اؿ ق‬ ُّ َ‫يَ َع َْنَعُْتبَةََبْ َِنَ َعْب َد‬
ِ ِ
ِ
)ُ‫اجو‬
َ ‫(رَوهَُابْ ُن ََم‬ َ ‫َعلَْي َوَ َو َسلَّ ََمَإذَاَأَتَىَأ‬
َ َ‫َح ُد ُك َْمَأ َْىلََوَُفَػ ْليَ ْستَ َْتَ َوَََلَيػَتَ َجَّرَْدَ ََتَُّرََدَالْ َعْيػَريْ َِن‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Ish}a>q ibn Wahb al-Wa>sit} berkata, telah
menceritakan kepada kami al-Wali>d ibn al-Qa>sim al-Hamda>ni> berkata, telah
menceritakan kepada kami al-Ah}was} ibn H{aki>m dari bapaknya dan Rasyi>d ibn
Sa’d dan ‘Abd al-A’la> ibn ‘Adi> dari ‘Utbah ibn ‘Abd al-Sulami> ia berkata,
‚Rasulullah saw: Jika salah seorang dari kalian mendatangi isterinya
hendaklah dengan penutup, dan jangan telanjang bulat.‛
d. Metode penetrasi

Proses mendapatkan anak laki-laki dianjurkan untuk melakukan penetrasi

yang dalam oleh suami pada waktu senggama. Hal itu disebabkan karena

karakter spermatozoa X ialah pelari marathon (jarak jauh) dengan stamina yang

tinggi (kuat), sedangkan spermatozoa Y berkarakter pelari sprinter (cepat)

dengan stamina yang loyo (lemah). Jadi, dengan penetrasi yang dalam,

kemungkinan untuk spermatozoa Y mencapai tujuan akan lebih bisa. Sedangkan

untuk mendapatkan anak perempuan suami harus menghindari penetrasi yang

dalam pada saat melakukan senggama. Kata َ ‫َع‬


‫ال‬ unggul sebagai letak
konvergensi, yaitu unggul dari segi tinggi rendahnya penetrasi ketika

bersenggama.

e. Intensitas orgasme
َ ِ‫َل َأ‬
َ‫َِب َعُيَػْيػنََة‬ ََ‫اص ٌَل َ َم ْو‬ِ ‫وف َح َّدثػَنَا َو‬
َ َ ٍَ ‫ي َبْ َُن َ َمْي ُم‬َُّ ‫اءََالضُّبَعِ َُّي َ َح َّدثػَنَا َ َم ْه ِد‬
َ َ‫ََس‬ْ ‫َح َّدثػَنَا َ َعْب َُد َاللََِّو َبْ َُن َ ُُمَ َّم َِد َبْ َِن َأ‬
َِ ‫َص َح‬
َّْ ِ‫ابَالن‬
َ‫َِّب‬ ْ ‫اساَم َْنَأ‬
ِ َ‫َفَن‬ َ ِ‫َس َوَِدَالدّْيلِ َّْيَ َع َْنَأ‬
ً ََّ ‫َِبَِ َذ ٍَّر أ‬ ْ ‫َِبَ ْاأل‬َ ِ‫َيَبْ َِنَيػَ ْع َمََرَ َع َْنَأ‬
ََ ‫َيَبْ َِنَعُ َقْي ٍَلَ َع َْنَ َْٗم‬ ََ ‫َع َْنَ َْٗم‬
َُ‫َح ُدنَا َ ََش ْه َوتََوَُ َويَ ُكو َُف َلََو‬ َ ِ َ‫وؿ َاللََّو َأَي‬ ِ ِ
َ ِ‫صلَّى َاللََّوَُ َعلَْي َو َ َو َسلَّ ََم َ… َو‬
َ ‫أت َأ‬ ََ ‫ص َدقََةٌَقَالُوا َيَا َ َر ُس‬ َ َ ‫َحد ُك َْم‬ َ ‫ض َِع َأ‬
ْ ُ‫ف َب‬ َ

359
Ibn Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Yazi>d al-Qazwi>ni>, Sunan Ibnu Ma>jah, Juz I,َ
h. 618.

156
َُ‫اْلَ َال َِؿَ َكا َفَلََو‬
ْ َ‫ف‬ ََ ِ‫فَ َحَرٍَاـَأَ َكا َفَ َعلَْي َِوَفِ َيهاَ ِوْزٌَرَفَ َك َذل‬
َ ‫كَإِ َذاَ َو‬
َ َِ‫ض َع َها‬ َ َِ‫ض َع َها‬ ‫اؿَأ ََرأَيْػتُ َْم‬
َ ‫َٖلَ َْوَ َو‬ٙٓ ََ َ‫َجٌَرَق‬
ْ ‫فِ َيهاَأ‬
)‫َم ْسلِ ُم‬ُ ُ‫(رَوه‬
َ َ‫َجًرا‬
ْ‫أ‬

َ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdulla>h ibn Muh}ammad ibn Asma> al-
D{uba’i> telah menceritakan kepada kami Mahdi> ibn Maimu>n telah
menceritakan kepada kami Was}i>l maula> Abu> ‘Uyainah, dari Yah}ya> ibn
‘Uqail dari Yah}ya> ibn Ya’mar dari Abu> al-Aswad al-Di>li> dari Abu> Z|ar
bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi saw. … bahkan pada kemaluan
seorang dari kalian pun terdapat sedekah.‛ Mereka bertanya, "Wahai
Rasulullah, jika salah seorang diantara kami menyalurkan nafsu
syahwatnya, apakah akan mendapatkan pahala?‛ beliau menjawab:
‚Bagaimana sekiranya kalian meletakkannya pada sesuatu yang haram,
bukankah kalian berdosa? Begitu pun sebaliknya, bila kalian
meletakkannya pada tempat yang halal, maka kalian akan mendapatkan
pahala.‛
Merencanakan anak laki-laki, istri harus mencapai orgasme lebih dahulu.

Cairan yang dihasilkan saat wanita mengalami orgasme akan lebih mendukung

pergerakan sperma Y untuk lebih cepat sampai ke sel telur. Semakin cepat

sampai akan semakin baik mengingat usia sperma Y lebih pendek. Sementara

untuk mendapatkan anak perempuan, hindari orgasme, usahakan terjadi ejakulasi

sebelum istri mencapai orgasme. Karena skresi alkalis (pengeluaran substansi

yang membuat daerah vagina bersufat basa) tidak terjadi dan ini akan membuat

sperma Y mati sehingga menguntungkan sperma X yang daya lebih baik terhadap

asam. Dengan demikian, term َ‫ َعال‬unggul dapat bermakna kemampuan pasangan

suami istri untuk membangkitkan gairah orgasme pasangannya.

f. Menentukan posisi bersenggama

Berbeda-beda definisi pernikahan dalam pandangan ulama-ulama mazhab,

tetapi kesemuanya dapat dikembalikan kepada satu makna, yaitu:


َ ُٖٙٔ‫ثَالتََّػَْل َِذ َذ‬ َِ َ‫الزَْو ََج َِةَ ََو ََس َائَِِرََبَ ََد َِن‬
َُ ‫اَم َْنَ ََحَْي‬ َْ ُ‫الزَْوجَََِبَِب‬
ََّ َ‫ض َِع‬ َِ ‫بَ ََعلََْي َِوَاَنَْتِ َف‬
ََّ َ‫اع‬ َُ ‫الشاَِر‬
َُ َ‫عَلَيََػَْرت‬ ََّ َُ‫ض ََع َو‬
ََ ‫َعُ َْق ََدَالَنّْ َكاحََِ ََو‬
360
Muh}ammad ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz
II, h 697.

157
Artinya:
Akad pernikahan ditetapkan oleh Allah swt. dan Rasul-Nya agar suami
memiliki hak untuk memanfaatkan alat kelamin istri dan seluruh badannya
dalam rangka memperoleh kelezatan.
Ungkapan ini berarti bahwa cara apa pun yang digunakan oleh suami atau

istri dalam rangka hubungan seks dapat dibenarkan dari segi hukum, walau

tentunya boleh jadi dalam pandangan budaya suatu masyarakat tidak

dibenarkan.362

Menentukan jenis kelamin anak yang bakal lahir sesuai dengan yang

diinginkan, pihak orangtua dapat mengupayakannya melalui lakuan-lakuan

seksual tertentu, khususnya ketika melakukan persetubuhan.363 Perlakuan seksual

untuk mendapatkan anak laki-laki, yaitu suami mendatangi istri dari belakang,

posisi ini dapat membuat sperma Y meluncur cepat melalui liang vagina, rahim

dan sampai ke sel telur, yaitu posisi knee-chest (genu pektoral). Ada pula yang

berpandangan bahwa merencanakan anak laki-laki seorang suami berada di atas

istri ketika melakukan hubungan.

Sedangkan untuk mendapatkan anak perempuan, maka posisi yang

dianjurkan, yaitu posisi bertemu muka, posisi saling berhadapan (misionaris)

membuat sperma tidak bisa langsung menerobos ke mulut serviks (leher rahim).

Dengan begitu waktu yang dibutuhkan sperma pun akan lebih lama dan hal ini

lebih menguntungkan sperma X. menyangkut soal posisi ini, ada pandangan jika

istri berada di atas suami ketika melakukan hubungan, maka anak yang akan lahir

kemungkinan besar perempuan. Sehingga term َ‫ َعال‬unggul dalam hadis Nabi saw.

dapat diartikan ‚paling aktif‛ pada saat bersenggama.

361
‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad ibn ‘Awwad}al-Jazi>ri>, Al-Fiqh al-Maz\a>hib al-
Arba’ah, Juz IV (Cet. II; Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1424 H/2003 M), h. 7.
362
M. Quraish Shihab, Perempuan (Cet. IX; Ciputat: Lentera Hati, 2014 M), h. 424.
363
Muhlis Hadrawi, Assikalabineng Kitab Persetubuhan Bugis (Cet. IV; Makassar:
Ininnawa, 2010 M), h. 167.

158
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadis yang dikaji dalam penelitian ini mempunyai kualitas yang sahih

berdasarkan penerapan kaidah-kaidah kesahihan hadis. Penelitian ini meliputi

hadis-hadis tentang genetika manusia, rekayasa kemiripan anak dan rekayasa

penentuan jenis kelamin anak. Sementara dari segi kandungan hadis, tidak

ditemukan pertentangan dengan ayat al-Qur’an maupun hadis sahih, dari

penkajian ini pula ditemukan relevansi dengan ilmu genetika modern.

Istilah genetika atau dikenal dengan pewarisan sifat dalam redaksi hadis

menggunakan kata al-‘Irq, dalam kamus al-Munji>d secara bahasa bermakna asal

sesuatu, dari term ini melahirkan makna sifat-sifat orangtua yang menurun
kepada anaknya. Rekayasa genetika dalam penelitian ini meliputi rekayasa

penentuan kemiripan anak dan rekayasa pengaturan jenis kelamin anak, dalam

tinjauan hadis menggunakan term al-‘Alu> yang menurut Ibn Fa>ris mempunyai

makna antara lain, kemuliaan, kebesaran dan keunggulan. Sehingga rekayasa


kemiripan dan jenis kelamin terjadi jika salah satu dari sel kelamin laki-laki atau

perempuan lebih unggul dalam proses pembuahan. Demikian karena replika

separuh gen bapak dan ibu diturunkan kepada generasi berikutnya atau sering

disimbolkan dengan 23 kromosom dari bapak dan 23 kromosom dari ibu.

Konvergensi dalam penelitian ini tidak ingin menvonis mana yang paling

tepat salah satu dari beberapa titik temu hadis dan sains yang telah dibahas pada

bab sebelumnya karena pada hakikatnya semua mengandung kebenaran

berdasarkan penelitian ilmiah. Kata al-‘Irq atau pembawa sifat menurun yang

dikenal dalam istilah sains dengan gen atau lebih tepat dikatakan yang

menyampaikan informasi genetik adalah senyawa kimia yang terkandung di

159
dalamnya, DNA (Deoxyribonucleic Acid) sebagai pengendali kejadian yang

berlangsung di dalam sel tubuh dan dalam menfungsikan sistem-sistemnya.

Demikian halnya dalam rekayasa kemiripan dan jenis kelamin anak istilah al-

‘Alu> yang berarti dominasi atau mendahului juga mempunyai beberapa varian
makna. Sehingga istilah َ‫ َعال‬dapat diinterpretasikan dalam berbagai pemahaman

konvergensi seperti spermatozoa X dan Y, frekuensi asam basa, waktu senggama,

metode penetrasi, intensitas orgasme, dan posisi senggama.

Demikian konvergensi antara hadis dan sains yang pada akhirnya

menunjukkan luasnya wawasan hadis dan membuktikan kemukjizatan nabi

Muhammad saw. wallahu ‘alam.

B. Implikasi
Pemahaman keagamaan yang cenderung mempersepsikan bahwa agama

Islam dengan formulasi al-Qur’an dan hadis sebagai agama normatif-teologis

semata, dan tidak mengkontruksikan kemajuan zaman. Urgensi penelitian ini

sedikit banyaknya memberikan pemahaman bagi masyarakat umum mengenai

luasnya ilmu dalam Islam terkhusus pada bidan genetika manusia sehingga secara

moril dapat membangkitkan ghirah keberagamaan.

Salah satu tujuan utama ditegakkannya syariat Islam ialah untuk menjaga

keturunan (h}ifz} al-Nas}l) yang sangat erat kaitannya dengan genetika manusia.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi jembatan informasi bagi masyarakat

umum tentang bagaimana langkah-langkah ilmiah dalam menentukan kualitas

dan perencanaan keturunan. Pengetahuan tentang genetika sedikit banyaknya

menjadi khazanah untuk menghindari penyakit-penyakit yang timbul dari

kedekatan gen. Melalui tulisan sederhana ini dapat diketahui pula bahwa DNA

yang ada dalam diri manusia mempunyai peran besar dalam menentukan kualitas
hidupnya.

160
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’a>n al-Kari>m.
‘Abd al-Ba>r, Abu> Amr Yu>suf ibn Abdullah ibn Muhammad. Al-Isti>ab fi> Ma’rifah
al-Asha>b. Cet. I. Bairu>t: Da>r al-Jai>l, 1992 M.
‘Abd al-Ha>di>, Abu> Muh}ammad ‘Abd al-Mahdi> ibn ‘Abd al-Qadir. T{uru>q al-
Takhri>j al-H{adi>s\ Rasululla>h saw. Terj. S. Agil Husin Munawwar dan
Ah}mad Rifqi> Muchtar. Cet. I. Semarang: Dina Utama, 1994 M.
‘Abd al-Qa>dir, Muh}ammad al-Ami>n ibn Muh}ammad al-Mukhta>r. Ud}u> al-Baya>n fi>
Id}a>h al-Qur’a>n bi al-Qur’a>n. Liba>non-Bairu>t: Da>r al-Fikr li al-T{aba’ah wa
al-Nasyir wa al-Tauzi>’, 1415 H/1995 M.
‘Abdulla>h, Suyu>t}i> ‘Abd Manas Isma>’i>l. Mana>hij al-Muh}addisi>n. Malaysia: Al
Jami>’ah al-Islamiyah al ‘Alamiyah.
A. Syahraeni. Kritik Sanad dalam Perspektif Sejarah. Cet. I. Makassar: Alauddin
Press, 2011 M.
Abd al-Ba>r, Abu> Amr Yu>suf ibn Abdullah ibn Muhammad. Al-Isti>ab fi> Ma’rifah
al-Asha>b. Cet. I. Bairu>t: Da>r al-Jai>l, 1992 M.
Abu> ‘Abdilla>h, Muh}ammad ibn Isma>‘i>l ibn Ibra>hi>m ibn al-Mugi>rah al-Bukha>ri>.
Al-Ta>ri>kh al-Kabi>r. Al-Dukn. Da>’irah al-Ma‘a>rif al-‘Us\ma>niyyah, t.th.
Abu> ‘Abdilla>h, Muh}ammad ibn Isma>‘i>l ibn Ibra>hi>m ibn al-Mugi>rah al-Buk\a>ri>.
Al-Ta>ri>kh al-Kabi>r. Cet. Al-Dukn. Da>’irah al-Ma‘a>rif al-‘Us\ma>niyyah,
t.th.
Abu> ‘I<sa>, Muh}ammad ibn ‘I<sa> ibn Su>rah ibn Mu>sa> ibn al-D{ah}ak> al-Tirmiz\i>.
Sunan al-Tirmiz\i>. Cet. II. Mesir: Syirkah Maktabah wa Mat}bu>’ah
Mus}t}afa>, 1395 H/1975 M.
Abu> al-Fad}, Mah}mud ibn Mikrim ibn ‘Ali>. Lisan al-‘Arab. Bairu>t: Da>r S{a>dir,
1414 H.
Abu> al-Fad}l, Muh}ammad ibn Mukarram ibn ‘Ali>. Lisa>n al-‘Arab. Cet. III, Bairut .
Da>r S}a>dr, 1414 H.
Abu> al-H{asan, Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi>. Mu’jam
Maqa>yi>s al-Lu>gah. Juz IV. Da>r al-Fikr, 1399 H/1979 M.
Abu> al-Imda>d, Ibra>hi>m ibn Ibra>hi>m H{asan al-Liqa>ni>. Bahjah al-Mah}af> il wa Ajma>l
al-Wasa>’il bi al-Ta’ri>f bi Rawa>h al-Syama>’il. Cet. I. Yama>n: Markaz al-
Nu’ma>n li al-Bah}u>s\ wa al-Dira>sa>t al-Isla>miyah, 1432 H/2011 M.
Abu> Zahrah, Muhammad. al-Sya>fi’i> H{aya>tuhu wa ‘As}ruh}u: Ara’uhu wa Fiqhuhu.
Da>r al-Fikr, t. th.
Al-‘Ira>qi>, ‘Abd al-Rah}i>m ibn al-H{usain. Al-Taqyi>d wa al-I<da} >h} Syarh}
Muqaddamah Ibn al-S{ala>h}. Cet. I. Bairu>t: Da>r al-Fikr, 1970 M.
Al-‘Uka>yalah, H}amzah ‘Abdulla>h al-Mali>ba>ri> dan Sult}a>n. Kaif Nadrus ‘Ilmu al-
Takhri>j. Cet. I ‘Amma>n. Da>r al-Ra>zi>,1998 M.
Al-‘Us\aimi>n, Muh{ammad ibn S}a>lih}. Mus}at}alah} al-H{adi>s\. Cet. IV. al-Mamlakah
al-‘Arabiyah al-Sa‘u>diyah: Wiza>rah al-Ta‘li>m al-‘A<li>, 1410 H.

161
Al-‘Uz\ari, S. Syihab al-Di>n. Mala>mih al-Manhaj al-Tarbawi> ‘inda Ahl Bait
‘Alaih al-Sala>m. Terj. M. Ilya>s dan Ali ibn Umar, Dalam Buaian Nabi
Merajut Kebahagiaan Si Kecil. Cet. I. Jakarta: Zahrah, 2005 M.
Al-Abna>si>, Ibra>hi>m ibn Mu>sa>. Al-Sya>z\z\ al-Fiya>h} min ‘Ulu>m Ibn al-S{ala>h}. Riya>d}:
Maktabah al-Rusyd, 1998 M.
Al-Alu>si>, Syiha>b al-Di>n Muh}ammad ibn ‘Abdilla>h al-H{usaini>. Ru>h} al-Ma’a>ni> fi>
Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m wa al-Saba’u al-Mas\a>ni>. Bairu>t: Da>r Ih}ya>’al-
Tura>s\ al-‘Arabi>, t. th.
Al-Andalusi>, Abu> al-Wali>d Sulaima>n ibn Khalf ibn Sa’d ibn Ayyu>b ibn Wa>ris al-
Taji>bi> al-Qurt}ubi> al-Ba>ji>. Al-Ta’di>l wa al-Tajri>h. Cet. I. al-Riya>d}: Da>r li
al-Liwa>’ li al-Nasyir wa al-Tauzi>’, 1406 H/1986 M.
Al-Andalusi>, Abu> H{ayya>n Muh}ammad ibn Yu>suf ibn ‘Ali> ibn Yu>suf ibn H{ayya>n
ibn As\i>r al-Di>n. al-Bah}r al-Muh}i>t} al-Tafsi>r. Bairu>t: Da>r al-Fikr, 1420 H
Al-As}faha>ni>, Al-‘Alla>mah al-Ra>ghib. Mu’jam Mufradat Alfa>z} al-Qur’a>n. Bairu>t-
Libano>n: Da>r al-Fikr, t. th.
Al-Asqala>ni>, Abu> al-Fad} Ah}mad ibn ‘Ali> ibn Muha}mmad ibn Ah}mad ibn H{ajar.
Tahz\i>b al-Tahz\i>b. Cet. I. Makt}abah Dairah al-Ma’a>rif al-Naz}amiyah, 1326
H.
Al-Ba>ji>, Abu> al-Wali>d Sulaima>n ibn Khalaf ibn Sa‘ad. al-Ta‘di>l wa al-Tajri>h}.
Cet. I. al-Riya>d}: Da>r al-Liwa>’, 1406 H/1986 M.
Al-Ba>ni>, Muh}ammad Nas}ir al-Di>n al-Ja>mi’. al-S{agi>r Wa Ziya>dah. Cet. I. Bairu>t:
Al-Maktabah al-Isla>mi>, 1988 M.
Al-Bagda>di>, Abu> Bakr Ah}mad ibn ‘Ali> ibn S|a>bit ibn Ah}mad ibn Mahdi> al-
Khat}i>b. Ta>ri>kh Bagda>d. Cet. I. Bairu>t: Da>r al-Garab al-Isla<mi>, 1422
H/2002 M.
Al-Bandari>, ‘Abd al-Gaffa>r Sulaima>n. Mausu>’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-
Syari>f. Libano>n: Da>r al-Kutub al-‘Almiyah, t. th.
Al-Bas}ri>, Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r al-Qurasyi>. Tafsi>r al-Qur’a>n
al-‘Az}i>m. Cet. I. Bairu>t: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyah, 1419 H.
Al-Bas}ri>, Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r al-Qurasyi>. Al-Takmi>l fi> al-
Jarh} wa al-Ta’di>l wa Ma’rifah al-S|iqa>t wa al-D{u’afa>’ wa al-Maja>hil. Cet.
I. al-Yama>n: Markaz al-Nu’ma>n li al-Bah}u>s\ wa al-Dira>sa>t al-Isla>miyah,
1432 H/2011 M.
Al-Damsyiqi>, Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r al-Qurasyi> al-Bas}ri>.
Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m. Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyah, 1419 H.
Al-Dimasyqi>, Abu> ‘Abdillah H{amma>d ibn Ah}mad al-Z|ahabi>. Al-Ka>syif fi>
Ma‘rifah Man lahu Riwa>yah fi> al-Kutub al-Sittah. Jeddah: Da>r al-Qiblah
li al-S|aqa>fah al-Isla>miyah, 1413 H/1992 M.
Al-Fauri>, ‘Ali> al-Muttaqi> ibn H{isa>m al-Di>n al-‘Indi> al-Burha>n. Kanz al-‘Umma>l
fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l. Cet II. Bairu>t: Muassasah al-Risa>lah,1986
M.
Al-H{adda>di>, Zain al-Di>n Muh}ammad al-Mudi’u> bi’Abd al-Rau>f ibn Ta>j al-‘A<rifi>n
ibn ‘Ali> ibn Zain al-‘A<bidi>n. Faid} al-Qadi>r Syarah} Ja>mi’ al-S{agi>r. Cet. I.
Mesir: al-Maktabah al-Tija>riyah al-Kabri>, 1356 H.

162
Al-H{anafi>, Syiha>b al-Di>n Ah}mad ibn Muh{ammad ibn ‘Umar al-Khufa>ji> al-Mis}ri>.
H{a>syiah al-Syiha>b ‘ala> Tafsi>r al-Baid}a>wi>. Bairu>t: Da>r al-S{adr, t. th.
Al-H{anbali>, Isma>’i>l H{aqi> ibn Mus}t}afa> al-Ista>nbu>li>. Ruh} al-Baya>n. Bairu>t: Da>r al-
Fikr, t. th.
Al-Husaini>, Syams al-Di>n. Taz\kir al-Huffa>z. Cet. I. t.tp: Da>r al-Kutub al-
’Ilmiyah, 1998 M.
Al-Husaini>, Syams al-Di>n. Taz\kir al-Huffa>z. Cet. I. t.tp: Da>r al-Kutub al-
’Ilmiyah, 1998 M.
Ahmad, Arifuddin. Metodologi Pemahaman Hadis Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis.
Cet. II. Makassar: Alauddin University Press, 2013 M.
Ahmad, Arifuddin. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Cet. I: Jakarta:
Renaisan, 2005 M.
Al-Jazi>ri>, Al ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad ibn ‘Awwad}. Fiqh al-Maz\a>hib al-
Arba’ah. Cet. II. Bairu>t: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyah, 1424 H/2003 M.
Al-Ju’fi>, Muh}ammad ibn Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri>. S{ah}i>h} Al-Bukha>ri>.
Cet. I. Da>r Tauq al-Naja>h, 1422 H.
Al-Jundi>, ‘Abd al-Karim. Al-Ima>m al-Sya>fi’i>. Kairo: Da>r al-Kutub al-‘Arabi>,
1967 M.
Al-Kala>ba>zi>, Ah}mad ibn Muh}ammad ibn al-H{asan ibn al-H{asan Abu> Nas}r al-
Bukha>ri>. Al-Hida>yah wa al-Irsya>d. Cet. I. Bairu>t. Da>r al-Ma’rifah, 1407
H.
Al-Khat}i>b, Abd’ al-Kari>m. Us}ul> al-H{adi>s\: ‘Ulu>muh wa Mus}t}alahuh. Bairu>t: Da>r
al-Fikr, 1975 M.
Al-Ku>fi>, Abu> al-H{asan Ah}mad ibn ‘Abdilla>h ibn Sa>lih} al-‘Ijli>. Ta>rikh al-S|iqa>t.
Cet. I. Da>r al-Ba>z, 1405 H/1984 M.
Al-Ku>fi>, Abu> al-H{asan Ah}mad ibn ‘Abdulla>h ibn S{a>lih al-‘Ijli>. Ta>ri>k\ al-S|iqah.
Cet. I. Da>r al-Ba>z,1405 H/1984 M.
Al-Makki>, al-Sya>fi’i> Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Idri>s ibn ‘Abba>s ibn ‘Us\ma>n
ibn Sya>fi’ ibn ‘Abd al-Mut}t}alib ibn ‘Abd Mana>f al-Mut}labi> al-Qurasyi>. al-
Umm. Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, 1395 H/1975 M.
Al-Mali>ba>ri>, H{amzah ‘Abdulla>h. Kaifa Nadrus ‘Ulum Takhri>j al-H{adi>s\. Cet. I.
‘Ama>n: Da>r al-Ra>zi> li al-T{aba>’ah wa al-Nasyir wa al-Tauzi>’, 1998 M.
Al-Mali>ba>ri>, H{amzah ‘Abdulla>h. Kaifa Nadrus ‘Ulum Takhri>j al-H{adi>s. Cet. I.
‘Ama>n: Da>r al-Ra>zi> li al-T{aba>’ah wa al-Nasyir wa al-Tauzi>’, 1998 M.
Al-Maliki, Muhammad ibn ‘Alwi>. Al-Manhal al-Lati>f fi> Us}ul> al-H{adi>s\. Surabaya:
Da>r al-Rahmah, t. th.
Al-Mara>gi>, Ah}mad ibn Mus}t}afa>. Tafsi>r al-Mara>gi>. Cet. I: Syirkah Maktabah wa
Mat}bu>’ah Mus}t}afa> al-Ba>bi> al-H{alibi> wa Aula>duh bi Mesir, 1365 H/1946
M.
Al-Mizzi>, Abu> al-H{ajja>j Yu>suf ibn al-Zaki> ‘Abd al-Rah}ma>n. Tuh}fat al-Asyra>f li
Ma‘rifat al-At}ra>f. Cet. II. Bairu>t: Al-Maktab al-Isla>mi>, 1403 H/1983 M.
Al-Mizzi>, Jama>l al-Di>n Abi> al-H{ajja>j Yu>suf. Tahz{i>b al-Kama>l. Cet. II: Bairu>t:
Muassasah al-Risa>lah, 1996 M.

163
Al-Muh}ammadi>, ‘Abd al-Qa>dir ibn Mus}t}afa>. al-Sya>z\z\ wa al-Munkar wa Ziya>dah
al-S|iqah. Cet. I. Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005 M.
Al-Munawwir Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir. Yogyakarta: Pustaka
Proggresif, 1984 M.
Al-Munjid, Muh}ammad S{a>lih}. Al-Munjid. Bairu>t: Da>r al-Masyriq, 1968 M.
al-Naisa>bu>ri>, Abu> ‘Abdilla>h al-H{a>kim Muh}ammad ibn ‘Abdilla>h ibn Muh}ammad
ibn H{amdu>yah ibn Nu’aim ibn H{akim al-D{abi>. Mustadrak ‘ala> al-
S{ah}i>h}ain. Cet. I. Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1411 H/1990 M.
Al-Naisa>bu>ri>, Abu> al-H{usain Muslim ibn al-H{ajja>j ibn Muslim al-Qusyairi>. S{ah}i>h}
Muslim. Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1992 M.
Al-Naisa>bu>ri>, Muslim ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi>. Al-Kunni> wa al-
Asma>’. Cet. I. Madinah al-Munawwarah, 1404 H/1984 M.
Al-Najjar, Zaghlul. Al-‘Ija>z al-‘Ilmi> fi> al-Sunnah al-Nabawiyah. Terj. Zidni Ilham
Faylasufa, Pembuktian Sains dalam Sunnah. Cet. I. Jakarta: Amzah, 2007
M.
Al-Nasa>’i>, Abu> ‘Abd al-Rah}ma>n Ah}mad ibn Syu’aib ibn ‘Ali> al-Khura>sa>ni>. Al-
Sunan al-S{agri> li al-Nasa>’i>. Cet. III. H{alb: Maktab al-Mat}bu>’a>t al-
Isla>miyah, 1406 H/ 1986 M.
Al-Nawawi>, Abu> Zakariya Muh{y al-Di>n. Tahz\ib al-Asma>’ wa al-Lugah. Bairu>t:
Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th.
Al-Nawawi>, Abu> Zakariyah Muh}yi> al-Di>n. Yah}ya> ibn Syarif. Al-Manha>j Syarh}
S{ah}i>h} Muslim ibn al-H{ajja>j. Cet. II. Bairu>t: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>
1392 H.
Al-Qa>simi>, Muh}ammad Jama>l al-Di>n. Qawa>id al-Tah}di>s\. Beiru>t: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyah, t.th.
Al-Qat}t}a>n, Syaikh Manna. Pengantar Ilmu Hadis. Cet. I. Jakarta: Pustaka al-
Kauts\ar, 2005 M.
Al-Qazwi>ni>, Ibn Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Yazi>d. Sunan ibn Ma>jah.
Da>r Ih}ya>’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t. th.
Al-Quraisy>, Isma>‘i>l ibn Muh}ammad ibn al-Fad}l ibn ‘Ali>. Siar al-Salf al-S}a>lihi>n.
Da>r al-Ra>yah li al-Nas}r wa al-Tawzi>‘, al-Riya>d}, t.th.
Al-Qurt}ubi>, Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Abi> Bakrin Farh} al-Ans}a>ri>
al-Khuzraji> Syamsu al-Di>n. Al-Ja>mi’ al-Ah}ka>m al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-
Kutub al-‘Arabi>, 1387 H/1967 M.
Al-S{a>lih}, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Cet. I. Jakarta: Pustaka Firdaus,
1993 M.
Al-S{iddiqi>, M. H{asbi>. Pokok-Pokok Dirayah Hadis. Cet.VI. Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1994 M.
Al-Sakha>>wi>, Muh}ammad ibn ‘Abd al-Rah}ma>n. Al-Taud}i>h} al-Abhar li Taz\kirah
Ibn al-Malaqqan fi> ‘Ilm al-As\ar. Al-Sa‘u>diyyah: Maktabah Us}ul> al-Salaf,
1418 H.
Al-Shiddi>qi>, Hasbi. Peradilan dan Hukum Acara Islam. Bandung: Al-Ma’a>rif, t.t.
al-Siddiqi>, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis.
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009 M.

164
Al-Sijista>ni>, Abu> Da>wud Sulaima>n ibn al-Asy’as\ ibn Ish}aq> ibn Basyi>r ibn
Syadda>d ibn ‘Amru> al-Azdi>. Sunan Abi> Da>wud. Bairu>t: Al-Maktabah al-
As}riyah, t. th.
Al-Suyu>t{i>, ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> Bakr Jala>l al-Di>n. T{abaqa>t al-H{uffa>z. Bairu>t:
Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1403 H.
Al-Suyu>t}i>, ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> Bakr Jala>l al-Di>n. Isfa>’ al-Mubt}a’ bi Rija>l
al-Muwat}t}a’. Mesir: Maktabah al-Taja>riyahal-Kabri>, t. th.
Al-Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n Muh}ammad. Fath} al-Kabi>r fi> D{amm al-Ziya>dah Ila> Jami>’
al-S{agi>r. Bairu>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, t. th.
Al-Suyu>t}i>, Jala>l Muh}ammad al-Di>n. Jam’u al-Jawa>mi’. Cet. I. Bairu>t: Da>r al-
Si’a>dah li al-T{aba’>ah, 2005 M.
Al-Sya>fi’i>, Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar Abu> al-Fad}l al-‘Asqala>ni>. Fath} al-Ba>ri>
Syarah} S{ah}i>h} al-Bukha>ri>. Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, 1379 H.
Al-Sya>ribi>, Sayyid Qut}b Ibra>hi>m H{usain. Fi> Zila>l al-Qur’a>n. Cet. XVII. Kairo-
Bairu>t: Da>r al-Syuru>q, 1412 H.
Al-Syaiba>ni>, Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn
Asad. Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{anbal. Cet. I. Muassasah al-Risa>lah,
1421 H/2001 M.
Al-Syaira>zi>, Abu> Ish{a>q Ibra>hi>m ibn ‘Ali>. T{abaqa>t al-Fuqaha>’. Cet. I, Bairu>t: Da>r
al-Ra>id al-‘Arabi>, 1970 M.
Al-T{aha>n, Mah}mud. Us}ul> al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>nid. Cet. III. Bairu>t: Da>r
al-Qur’a>n al-Kari>m, 1981 M.
Al-T{aha>n, Mah}mud. Us}ul> al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>nid. Cet. III. Bairu>t>: Da>r
al-Qur’an al-Karim, 1981 M.
Al-T{ant}a>wi>, Muh}ammad Sayyid. Tafsi>r al-Wasi>t} li al-Qur’a>n al-Kari>m. Cet. I.
Kairo: Da>r Nahd}ah Mesir li al-T{aba’ah wa al-Nasyir wa al-Tauzi>’, 1997
M.
Al-T{u>si>, Abu> H{a>mid Muh}ammad ibn Muh}ammad al-Ghaza>li>. Al-Munqiz\ min al-
D{ala>l. Mesir: Da>r al-Kutub al-H{adi>s\ah, 1964 M.
Al-Tami>mi>, ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> H{a>tim al-Ra>zi>. Al-Jarh{ wa al-Ta‘di>l. Cet. I.
Bairu>t: Da>r Ih{ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, 1271 H/1952 M.
Al-Tami>mi>, Abu> H{a>tim Muh}ammad ibn H{ibba>n ibn Ah}mad. Al-S|iqa>t. Cet. I.
Bairu>t: Da>r al-Fikr, 1395 H/1975 M.
Alwi, Zulfahmi. Studi Hadis dalam Tafsir al-Mara>gi>. Cet. I. Makassar: Alauddin
Uneversity Press, 2012 M.
Alwi, Zulfahmi. Studi Hadis Dalam Tafsir al-Maragi. Cet. I. Makassar: Alauddin
Uneversity Press, 2012 M.
Al-Yamani>, Muh}ammad ibn ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn ‘Abdilla>h al-Syauka>ni>. Fath}
al-Qadi>r. Bairu>t: Da>r al-Fikr, 1393 H/1973 M.
Al-Z|ahabi>, Abu> Abdulla>h Syams al-Di>n. Taz}kirah al-Huffa>z}. Cet I. Bairu>t-
Libanon: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H/1998 M.
Al-Zamakhsyari>, Abu> al-Qasim Mah}mud ibn ‘Umar ibn Muh}ammad ibn Ah}mad
ibn ‘Umar al-Khawarizmi>. Al-Kasysyaf ‘an H{aqa>iq Ghawa>mid} al-Tanzi>l

165
wa ‘Uyu>n al-Aqa>wil fi> Wuju>h al-Ta’wi>l. Mesir: Mus}t}afa> al-Ba>b al-H{alb
wa Aula>duh, t. th.
Al-Zarkali>, Khair al-Di>n. Al-A’la>m li al-Zarkali>. Bairu>t: Da>r al-‘Ilm, 1980 M.
Al-Zarkali>, Khair al-Di>n. Al-I’la>m Qa>mu>s Tara>jim li Asyhar wa al-Nisa>’ Min al-
‘Arbi wa al-Musta’ribi>n wa al-Mustasyriqi>n. Cet. V. t.tp: Da>r al-Ilmi,
2002 M.
Amin, Kamaruddin. Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis. Cet. I.
Jakarta: Hikmah, 2009 M.
Anshoruddin. Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum
Positif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 M.
Assegaf, Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. II. Jakarta: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011 M.
Avise, J.C. Molecular Markes, Natural History and Evolution. New York:
Chapman & Hall, 1994 M.
Avise, John L. The Genetic Gods: Evolution and Belief in Human Affairs. Terj.
Leinovar Bahfein, Tuhan-Tuhan Genetis Kuasa Gen atas Takdir Manusia.
Cet. II. PT Serambi Ilmu Semesta: Jakarta, 2007 M.
Azami, Muh}ammad Mus}t}afa>. Dira>sah fi> al-H{adi>s\ al-Nabawi> wa Ta>rikh Tadwi>nih.
Ja>mi’ah al-Riya>d},1396 H.
Baha>’ al-Di>n, Muh}ammad Rasyi>d ibn ‘Ali> Rid}a> ibn Muh}ammad Syamsu al-Di>n
ibn Muh}ammad. Tafsi>r al-Qur’a>n al-H{aki>m. Bairu>t: Da>r al-Ma’a>rif, 1388
H/1973 M.
Baiquni, Ahmad. Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Yogyakarta:
Dana Bhakti Wakaf, 1995 M.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Cet. IX. Ed. Revisi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2009 M.
Brookes, Martin. Get a Grip on Genetics. Terj., Anggia Prasetyoputri, Bengkel
Genetika. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005 M.
Brown W.M, Polymorphism in Mitochondrial DNA of Human as by Restiction
Endonuclease Analysis. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 77, 1980 M.
Bucaille, Maurice Dari Mana Manusia Berasal. Mizania, t. th.
Campbell, Neil A. International Student Edition Biology. Addison Wesley
Longman, Singapore, 2000 M.
Cann, R.L. The Myth of Eve: Molecular Biology and Human Origins. Science
270, 1995 M.
Darwis, Burhanuddin. Metodologi Takhri>j Hadis. Cet. I. Makassar: Alauddin
University Press, 2013 M.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. IV.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008 M.
Elvita, Azmi. Genetika Dasar. University of Riau, 2008 M.
Fayyad, Mahmud Ali. Metodologi Penetapan Kesahihan Hadis. Cet. I. Bandung:
CV Pustaka Setia, 1998 M.
Gayatri, Arum. Kamus Kedokteran. Jakarta: Arcan, 1990 M.

166
Girindra, Aisjah. Biokimia I. Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993 M.
Goodenough, Ursula. Genetics, Third Edition. Terj. Soenartono Adisoemarto.
Jakarta: Erlangga, 1988 M.
H{umaid, Al-Syaikh Sa’ad Ibn ‘Abdulla>h ‘A<li. Turuqu Takhrij@ al-H{adi>s\. Cet. I. al-
Riya>d: Da>r ‘Ulu>m al-Sunnah Linnasyir, 2000 M.
H{usain, Abu> Luba>bah. Al-Jarh} wa al-Ta‘di>l. Cet. I. al-Riya>d}: Da>r al-Liwa>’, 1399
H/1979 M.
H{usain, Abu> Luba>bah. Mauqi>f al-Mu’tazilah min al-Sunnah al-Nabawiyah.
Riya>d}: Da>r al-Liwa>’, 1399 H/1979 M.
Hadrawi, Muhlis. Assikalaibneng Kitab Persetubuhan Bugis. Cet. IV. Makassar:
Ininnawa, 2010 M.
Hamadah. Al-Sunnah al-Nabawiyah wa Makanatuha fi> Tasyri>’. Kairo: Da>r al-
Qaumiyah, t. th.
Hamid, Andi Tahir. Beberapa Hal Baru tentang Peradilan Agama dan Bidangnya.
Jakarta: Sinar Grafika, 1996 M.
Ibn ‘Abd al-Ha>di>, ‘Abd al-Mahdi> ibn ‘Abd al-Qa>dir. ‘Ilm al-Jarh} wa al-Ta‘di>l
Qawa>‘idih wa Aimmatih. Cet. II: Mesir: Ja>mi‘ah al-Azhar, 1419 H/1998
M.
Ibn ‘Us\ma>n, Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad. Al-Muqtani> fi>
Sard al-Kunni>. Cet. I. al-Majlis al-‘Ilmi> bi al-Ja>mi’ah al-Isla>miyah, 1408
H.
Ibn ‘Us\ma>n, Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad. Al-Ka>syif.
Cet. I. Jeddah: Da>r al-Qiblah li al-S|aqa>fah al-Isla>miyah, 1413 H/1992 M.
Ibn ‘Us\ma>n, Syams al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad. Taz\kirah al-
Hifa>z. Cet. I. Bairu>t: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyah, 1419 H/1998 M.
Ibn ‘Us\ma>n, Syamsu al-Di>n Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad ibn Ah}mad. Siar ‘Ala>m
al-Nubala>’. Khairo: Da>r al-H{adi>s\, 2006 M.
Ibn Abi> Bakr, Abu> al-‘Abba>s Syams al-Di>n Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Ibra>hi>m.
Waffaya> al-‘Aya>n. Cet. VI. Bairu>t: Da>r al-S{adr, 1900 M..
Ibn Abi> H{a>tim, Abu> Muh}ammad ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad ibn Idri>s
ibn Munz\ir al-Tami>mi> al-H{inz}ili> al-Ra>zi>. Al-Jarh} wa al-Ta’di>l. Cet. I.
Bairu>t: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, 1271 H/1952 M.
Ibn Abi> Khalka>n, Abi> ‘Abba>s Syams al-Di>n Ah{mad ibn Muh{mmad.Wafiya>t al-
A’ya>n. Bairu>t: Da>r S{a>dr, 1971 M.
Ibn al-Zaki>, Yusu>f ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Yusu>f Abu> al-H{ajja>j Jama>luddi>n.
Taz\hi>b al-Kama>l Fi> Asma>’ al-Rija>l. Cet. I. Bairu>t Muassasah al-Risa>lah,
1980 M.
Ibn Fa>ris, Khair al-Di>n ibn Mah}mu>d ibn Muh}ammad ibn ‘Ali> Al-‘Ala>m. Cet. XV.
Da>r al-‘Ilm al-Mala>yyi>n, 2002 M.
Ibn H}anbal, S}a>lih} ibn al-Ima>m Ah}mad ibn Muh}ammad Si>rah al-Ima>m Ah}mad ibn
Hanbal. Cet. II. Al-Askandariyyah. Da>r al-Da‘wah, 1404 H.
Ibn Katsir. Al-Bidayah wa al-Nihayah. Bairut: Maktabat al-Ma’a>rif, 2008 M.

167
Ibn Manju>yah, Ah}mad ibn ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn Ibra>hi>m Abu> Bakr. Rija>l
S{ah}i>h} Muslim. Cet. I. Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, 1407 H.
Ibn S{iddi>q, Abi> al-Faid} Ah}mad ibn Muh}ammad. Al-Hida>yah fi> Takhri>j Aha>di>s\ al-
Bida>yah. Cet. I. Bairu>t: ‘A>lim al-Kutub, 1987 M.
Ibn Sa’i>d, Abu> ‘Abdulla>h ibn Muh}ammad. Tabaqa>t al-Kubra>. Cet. I. Madinah: al-
Ulu>m wa al-Hukm, 1408 H.
Ibn Ya’qu>b Majid al-Di>n Abu> T{ah> ir Mah}mud. Al-Qamu>s al-Muh}i>t. Muassasah
al-Risa>lah li al-T}aba>’ah, t. th.
Idri. Studi Hadis. Cet. I. Jakarta: Kencana, 2010 M.
Ismail, M. Syuhudi, Cara Praktis Mencari Hadis. Cet. II; Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1999 M.
, M. Syuhudi. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. Cet. II. Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1415 H/1995 M.
, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Cet. I. Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1992 M.
, M. Syuhudi. Sunnah Menurut Para Pengingkarnya dan Upaya pelestarian
Sunnah oleh Para Pembelanya. Ujung Pandang: YAKIS Fakultas Syariah,
1991 M.
James D. Watson, dkk. Recomibnant DNA. Terj. Wisnu Gunarso, DNA
Rekomibnan. Jakarta: Erlangga, 1988 M.
Kementrian Agama RI. Maqa>s}id al-Syari>’ah Memahami Tujuan Utama Syari>’ah.
Cet. I. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2010 M.
Khon, ‘Abd Majid. Ulumul Hadis. Cet. IV. Jakarta: Amzah, 2010 M.
L. Elford, Susan dan William D Stansfield. Outlines of Theory and Prolems of.
Terj. Damaring Tyas W, Genetika edisi Keempat. Jakarta: Erlangga, 2006
M.
Lewin, R. Human Evolution. Boston Mass: Blackwell, 1993 M.
Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah. Al-Mu’jam al-Was}i>t. Mesir: Da>ral-Ma’a>rif, 1393
H/1973 M.
Majmu>’ah min ‘Ulama>’ bi Isyra>f Majma>’ al-Buh}u>s\ al-Isla>miyah bi al-Azhar.
Tafsi>r al-Wasi>t} li al-Qur’a>n al-Kari>m. Cet. I: Al-Hai’ah al-‘Ulama>’ li
Sya’an al-Mut}a>bi’ah al-Ami>riyyah, 1393 H/1973 M.
Martin, S. Jones, R. & D. Pilbeam. The Cambridge Encyclopedia of Human
Evolution. Cambridge: Cambridge University Press, 1992 M.
Mazhar, Armedi. Integrasi Sains dan Agama Model dan Metodologi. Cet. I.
Bandung: Mizan, 2005 M.
Midong, Baso. Metode Muhaddisin dalam Menyusun Kitab-Kitab Takhrij. Cet. I.
Makassar: Alauddin University Press, 2013 M.
Muh}ammad ibn ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn ‘Abdulla>h al-Syauka>ni> al-Yamani>. Fath}
al-Qadir. Cet. I. Bairu>t. Da>r Ibn Kas\i>r, 1414 H.
Mursi, Abdul Hamid. SDM yang Produktif Pendekatan al-Qur’an & Sains. ed. 4.
Jakarta: Gema Insan Press, 1999 M.

168
Mustami, Muh. Khalifah. Genetika. Cet. I. Makassar: Alauddin University Press,
2013 M.
Muthiadin, Cut Dasar-Dasar Genetika. Cet. I. Makassar: Alauddin University
Press, 2013 M.
Nata, Abuddin, dkk. Pengantar Studi Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2012 M.
Nei, M. & N. Takezaki. The Root of the Phylogenetic Tree of Human
Populations. Molec. Biol. Evol. 13, 1996 M.
Nusantari, Elya. Genetika, Belajar Genetika dengan Mudah & Komprehensif. ed.
Revisi. Cet. II. Yogyakarta: Deepublish, 2015 M.
Nusantari, Elya. Genetika: Belajar Genetika dengan Mudah & Komprehensif.
Cet. I. CV Budi Utama: Yogyakarta, 2014 M.
Peters, Ted dan Gaymon Bennett. Bridging Science and Religion. Terj. Jessica
Chiristiana Pattinasarany, Menjembatani Sains dan Agama. Cet. II.
Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2006 M.
Pranggono, H. Bambang. Mukjizat Sains dalam al-Qur’an. Cet. IV. Ide Islami:
Bandung, 2007 M.
Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah. Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan. Cet. I. Ayda
al-Zahra: Yogyakarta, 2015 M.
Puyu, Darsul S. Metode Takhrij al-Hadis. Cet. I. Makassar: Aluddin Press, 2012
M.
Radji, Maksum. Rekayasa Genetika Pengantar untuk Profesi Kesehatan. Cet. Ke-
I. Jakarta: Sagung Seto, 2011 M.
Rahman, Facthur. Ikhtisar Musthalahul Hadis. Cet. X. Bandung: PT. Al-Ma’a>rif,
1979 M.
Ribkahwati, dkk. Ilmu Kealaman Dasar. Cet. I. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012 M.
Salam, Abdul. Keanekaragaman Genetik. Cet. I. Andi Offset: Jakarta, 1994 M.
Salim, ‘Abd Muin, dkk. Metodologi Penelitian Tafsi>r Maud}u>’i>. Makassar:
Pustaka al-Zikra, 2011 M.
Satori, Djam’am dan Aan Komariah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. III;
Bandung: Alfabeta, 2011 M.
Sayyid, Abdul Basith Muhammad. Al-T}ib al-Wiqa>’i> min al-Qur’a>n wa Al-
Sunnah. Terj. M. Masnur Hamzah, dkk. Rasulullah Sang Dokter. Cet. II.
Solo: Tiga Serangkai, 2006 M.
Shihab, M. Quraish, dkk. Ensiklopedia al-Qur’an. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati,
2007 M.
, M. Quraish. Dia di Mana-mana ‚Tangan‛ Tuhan di Balik setiap
Fenomena. Cet. VIII. Jakarta: Lentera Hati, 1434 H/2003 M.
, M. Quraish. Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan. Cet. IV.
Bandung: Mizan, 1995 M.
, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Cet. I. Bandung: Mizan, 2013 M.
, M. Quraish. Pengantin Al-Qur’an. Cet. IX. Lentera Hati: Ciputat, 1434
H/2013 M.

169
, M. Quraish. Perempuan. Cet. IX. Ciputat: Lentera Hati, 2014 M.
, M. Quraish. Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur’an. ed. II. Cet.
I. Bandung: Mizan, 1434 H/2013 M.
, M. Quraish. Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur’an. ed. II. Cet.
I. Bandung: Mizan, 2013 M.
, M. Quraish. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Kerserasian al-Qur’an.
Cet. III. Jakarta: Lentera Hati, 2005 M.
, M. Quraish. Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan
Umat. Cet. Ke-II. Bandung: Mizan, 2014 M.
Siddi>q, Abi al-Faid} Ah}mad Ibn Muh}ammad. Al-Hi>dayah fi> Takhri>j Aha>di>s\ al-
Bida>yah. Cet. I. Beiru>t: ‘A>lim al-Kutub, 1987 M.
Siswosuharjo, Suwignyo. Cara Mudah Merencanakan Jenis Kelamin Anak.
Penebar Plus, t. th.
Stringer, P. Mellors Scrta C. The Human Revolution. Edinburgh: University
Press, 1998 M.
Sucahyono, Adi. Merencanakan Jenis Kelamin Anak. Cet. II. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2009 M.
Sudarmojo, Agus Haryo. DNA Muhammad Aktivasi Gen Positif dengan Salawat.
Cet. I. Yogyakarta: Buyan, 2013 M.
Suhartono dan Totok Chamidy. Al-Qur’an dalam Biometric. Cet. I. Malang:
UIN-Malang Press, 2007 M.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Cet. VI. Jakarta: Rajawali Pres, 2010 M.
Suryo. Genetika Manusia. Cet. VII. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2003 M.
Suryo. Genetika. Cet. VIII. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005 M.
Susanto, Agus Hery. Genetika. Cet. I. Yogyakarta: Graha, 2011 M.
Syalt}u>t}, Mah}mud & M. Ali Al-Sayis. Perbandingan Madzhab dalam Masalah
Fiqih. Terj. Ismuha. Cet. ke-VII. Jakarta: Bulan Bintang, 1973 M.
T. A. Mc Cahill Bsc Diped Mibiol. Collins Gen. Terj. Nawangsari Sugiry, Kamus
Saku Biologi. Jakarta: Erlangga, 1994 M.
Takahata, N. A Genetic Perpective on the Origin and of Humans. Annu. Rev.
Ecol. Syst. 26, 1995 M.
Taufiq, Muhammad Izzuddin. Dali>l Al-Anfus baina al-Qur’an al-‘Ilm al-Hadi>s\.
Terj. Muhammad Arifin, dkk. Dalil Anfus al-Qur’an dan Embriologi,
Ayat-Ayat tentang Penciptaan Manusia. Cet. I. Solo: Tiga Serangkai,
2006 M.
The Liang Gie. Pengantar Filsafat Teknologi. Yogyakarta: Andi Offset, 1996 M.
Tishkoff, S. A. Global Patterns of Linkage Disequilibrium at the CD4 Locus and
Modern Human Origins. Science 271, 1996 M.
‘Umar, Ah}mad Mukhta>r ‘Abd al-H{ami>d. Mu’jam al-Lugah al’Arabiyah al-
Mu’a>sirah. Cet. I: ‘A>lim al-Kutub, 2008 M.

170
Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an. Cet. II.
Jakarta: Dian Rakyat, 1999 M.
Umar, Nasaruddin. Deradikalisasi pemahaman al-Qur’an dan Hadis. Cet. I.
Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2014 M
Weinsinck, A.J. al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s\ al-Nabawi>. Terj.
Muh}ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>. Laiden: Maktabah Brill, 1936 M.
Wello, Abdul Malik. Filsafat Ilmu dan Sains Perspektif Islam. Makassar:
Alauddin University Press, 2013 M.
Ya’qu>b, Majid al-Di>n Abu> T{ah> ir Mah}mud. al-Qamu>s al-Muh}i>t}. Muassasah al-
Risa>lah li al-T}aba>’ah, t. th.

171

Anda mungkin juga menyukai