PENDAHULUAN
dimulai dari sejak dalam kandungan sampai mati semuanya sudah diatur oleh
Republik Indonesia Tahun 1945 telah jelas menegaskan bahwa Negara Indonesia
adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa Indonesia harus menjunjung tinggi
hukum serta dalam tindakannya harus didasarkan pada hukum atau peraturan
yang diciptakan untuk mengatur warga negaranya dan juga tatanan di dalam
pemerintahan.
yang sifatnya universal dan bahkan cukup fundamental, seperti pengakuan dan
tindakan negara atau pemerintah dalam arti tindakan aparatur negara tersebut
Djoko Prakoso, 1984, Upaya Hukum yang di atur dalam KUHAP, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1
hlm. 51
1
Hukum pidana bertujuan untuk melindungi dan menyelamatkan individu
atas adanya kejahatan dalam masyarakat, sehingga tujuan tersebut harus di jaga
penyidikan atau mungkin sebaliknya tidak ada kejahatan yang oleh karena cara
penyidikan yang keliru menyebabkan orang yang tidak bersalah menderita dan
dihukum tanpa salah karena dicap sebagai penjahat. Maka para ahli hukum
dan penjaminan atas hak asasi manusia. Dengan menunjukkan adanya persamaan
prinsip dan ide hak asasi manusia, dapat digambarkan bahwa antara negara
hukum dan penegakan hak asasi manusia merupakan satu mata uang dengan sisi
yang berbeda.3 Sehingga upaya perlindungan hak asasi tersebut perlu adanya
2
Soedjono Dirdjosisworo, 1984, Filsafat Peradilan Pidana dan Perbandingan Hukum,
CV.Armico, Bandung, hlm.17
3
H.A.Mansyur Efendi, 1993, Hak asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Hukum
Internasional, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 33
2
korban kejahatan dalam sistem hukum nasional sepertinya belum mendapatkan
berorientasi pada perlindungan bagi pelaku (offender orientied). Hal ini terlihat
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
Dalam hal ini negara berkomitmen bahwa setiap warga negara harus
diperlakukan baik dan adil, sama kedudukannya didalam hukum sesuai dengan
asas equality be for the law, juga dalam pengertian apakah ia seorang tersangka
atau korban suatu tindak pidana, perikemanusiaan sebagai sendi nilai falsafah
bawahnya.4
Salah satu masalah yang terjadi dalam Sistem Peradilan Pidana adalah
terjadinya pelanggaran hak pada salah satu atau seluruh tingkat pemeriksaan.
4
Leden Marpaung, 1996, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 81.
3
Pelanggaran tersebut dapat berupa pelanggaran prosedural, pelanggaran
perolehannya atas dasar tekanan atau paksaan yang berakibat penderitaan secara
psikis dan fisik dan menimbulkan rasa takut. Perolehan keterangan sebagai alat
bukti tersebut harus dinyatakan tidak sah karena bisa saja berisi suatu pengakuan
yang terekayasa.6
korban tindak pidana yang masih terjadi saat ini, dipandang sebagai akibat
menentukan pelakunya atau yang sering disebut dengan salah tangkap. Salah
tangkap atau yang biasa dikenal dengan sebutan error in persona ini bermula
dari human eror atau kesalahan dari penyidikan yang dilakukan oleh pihak
cukup besar karena kekeliruan tersebut bila tidak segera diperbaiki akan terus
ini sebelum perkaranya diputus oleh pengadilan maka tersangka atau keluarganya
5
O.C.Kaligis, 2006, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan
Terpidana, PT.Alumni, Bandung, hlm. 233
6
Djoko Prakoso, Op.cit, hlm.116
4
dapat mengajukan praperadilan tentang ketidaksahan dari proses penangkapan
tersebut, sekaligus dapat menuntut ganti kerugian. Namun apabila kesalahan dari
tersebut, maka terpidana atau terhukum bisa melakukan suatu upaya hukum luar
biasa setelah putusan hakim tersebut meskipun telah berkekuatan hukum tetap
setelah diputus bersalah oleh suatu pengadilan tidaklah seketika tertutup jalan
keadilan baginya, keadilan dalam konteks apapun merupakan suatu hak bagi
Indonesia. Tidak hanya bagi yang merasa dirugikan sebagai korban atas suatu
kejahatan tetapi juga bagi yang diputus bersalah oleh pengadilan atas suatu
kejahatan.
Contoh kasus salah tangkap sudah cukup banyak terjadi dan yang paling
mudah diingat dan dilihat adalah kasus salah tangkap yang terjadi di Cipulir
Jakarta Selatan tahun 2013. Kasus ini merupakan kasus tindak pidana
pembunuhan yang diduga telah dilakukan oleh para terdakwa (Fikri, Pau, Fata
dan Ucok) serta dua (2) orang lainnya yaitu Nurdin Priyanto dan Andro
7
Anton Tabah, 1991, Menetap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, hlm 21
5
perbuatan terdakwa dilakukan karena ketidaksukaannya kepada korban yang
tidak menunjukan rasa hormat sebagai pengamen baru di wilayah Cipulir, akibat
Benges dan Andro disertai aksi pemukulan oleh para terdakwa, akibat penusukan
kepolisian Polda Metro Jaya, dengan tujuan agar para tedakwa mengakui
pebuatan yang tidak pernah mereka lakukan sama sekali. Setelah kurang lebih 3
bulan lamanya mereka mendekam dibalik jeruji besi Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau
Ucok dan Pau diputus bersalah dengan hukuman Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau
8
Diakses dari http://mappifhui.org/wp-content/uploads/2015/10/anotasi_cipulir_daw.pdf,
Tanggal 14 Februari 2020, Pukul 21.00 WITA
6
Pau, melakukan upaya hukum tingkat kasasi pada Mahkamah Agung dengan
diterima karena sudah melewati batas waktu yang ditentukan yakni 14 hari dari
adanya putusan bahwa permohonan yang diajukan oleh Fikri, Fattah, Ucok, dan
Pau tidak diterima, keluaraga Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau menemukan bukti
baru yaitu pelaku pembunuhan yang sebenarnya dengan dibantu oleh Lembaga
Pelaku pembunhan Dicky maulana diketahui oleh salah satu saksi yang
bernama Iyan pribadi yang merupakan teman/sahabat Dicky maulana yang mana
Chaerudin Hamzah alias Brengos dan Jubai alias jubai, iyan mengakui bahwa
merampas sepeda motor milik Dicky tetapi yang membunuh Dicky adalah jubai.
Oleh karena buktibaru yang mereka temukan Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau
Dalam Pasal 95 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan
7
diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan Undang-
undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.”
Selanjutnya tentang rehabilitasi dijelaskan dalan Pasal 97 ayat (1) sebagai berikut
atau lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai
bersalah, bahkan lebih dari sekedar penangkapan, orang yang tidak bersalah
tersebut terkadang mau tidak mau harus merasakan pahitnya penahanan dengan
kurungan, menghadapi hukuman yang sama sekali tidak diperbuat oleh korban.
Hal ini sudah pasti mengalami mental dan fisik yang negatif pula bagi si korban,
Polri dalam melakukan tugasnya sebagai penegak hukum, tetapi hanya dengan
membebaskan atau meminta maaf kepada korban salah tangkap tanpa melihat
bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuat oleh Polri sebagai penyidik.
Setelah adanya putusan yang menyatakan bahwa Fikri, Pau, Ucok Dan
Fattah tidak bersalah pada upaya hukum Peninjauan kembali, lalu terpidana
menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi pada pengadilan Negeri Jakarta Selatan
8
lain dengan menolak ganti kerugian yang diajukan oleh 4 orang pengamen
pada pokoknya jangka waktu pengajuan Ganti kerugian dan Rehabilitasi adalah 3
(Tiga) bulan setelah adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
melakukan penelitian lebih lanjut yang berjudul Ganti Kerugian Dan Rehabilitasi
B. Rumusan Masalah
maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah yang
76/Pid.Pra/2019/PN.Jkt.Sel ?
C. Tujuan Penulisan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang
9
menjadi pertimbangan hakim dalam menolak ganti kerugian dan rehabilitasi
D. Manfaat Penelitian
ilmu hukum pada umunya dan hukum acara pidana pada khususnya
hukum apa saja yang dapat ditempuh seorang terpidana untuk mencari
Polri.
b. Sebagai bahan masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang
terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi para pihak yang
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Serikat oleh pakar hukum pidana dan para ahli dalam criminal justice science,
mekanisme kerja aparatur penegak hukum dan institusi penegakan hukum yang
suatu open system, open system merupakan suatu sistem yang di dalam gerakan
maka sistem peradlian pidana dalam geraknya akan selalu mengalami interface
11
1. Pengertian Dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana
diantaranya:
a. Mardjono Reksodiputro
sebagai suatu kesadaran bahwa kejahatan akan tetap ada selama masih
b. Muladi
10
Mardjono Reksodiputro, 1993, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kepada
Kejahatan Dan Penegakan Hukum Dalam Batas-Batas Toleransi), Fakultas Hukum Unversitas
Indonesia, Depok, hlm. 1.
11
Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) Perspektif
Eksistensialisme Dan Abolisionalisme,Penerbit Bina Cipta, Jakarta, hlm. 15.
12
Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network)
dilihat dalam kerangka atau konteks sosial. Sifatnya yang terlalu formal
12
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang, hlm. 18.
13
Ibid, Hlm. 4.
14
Romli Atmasmita, op. cit, hlm. 14.
15
Ibid, hlm. 15.
13
a. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
Dari dahulu, sejak adanya HIR, sudah tersirat asas ini dengan
Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan yang dianut didalam
merupakan bagian dari hak asaasi manusia. Begitu pula dalam peradilan
tersebut.
1). Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), Pasal 26 ayat (4), Pasal 27 ayat
16
Andi Hamzah, 2010, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 12.
14
2). Pasal 50 mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa untuk segera
pemeriksaan.
3). Pasal 102 ayat (1) menyatakan penyidik yang menerima laporan atau
diperlukan.
4). Pasal 106 menyatakan hal yang sama di atas bagi penyidik.
5). Pasal 10 ayat (3) menyatakan bahwa dalam hal tindak pidana selesai
disidk oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b, segera
7). Pasal 110 mengatur tentang hubungan penuntut umum dan penyidik
yang semuanya disertau dengan kata segera. Begitu pula Pasal 138.
8). Pasal 140 ayat(1) menyatakan bahwa :”dalam hal penuntut umum
15
pada Pasal 8 ayat (1) Undang–Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan
c. Asas oportunitas
penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa
kepentingan umum.”
17
Ibid, hlm. 14
18
Ibid, hlm. 20
16
Pada kepala sub paragraf ini telah tegas tertulis “pemeriksaan
praperadilan terbuka untuk umum. Dalam hal ini dapat diperhatikan pula
Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : 19
“Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan
Pada penjelasan ayat (3) dinyatakan cukup jelas, dan untuk ayat
(4) lebih dipertegas lagi, yaitu : “Jaminan yang diatur dalam ayat (3) di
Undang Nomor 48 tahun 2009 dan penjelasan umum angka (3) huruf a
19
Ibid, hlm. 20
20
Lilik Mulyadi, 2012, Hukum Acara Pidana Indonesia Suatu Tinjauan Khusus Terhadap:
Surat Dakwaan, Eksepsi, Dan Putusan Peradilan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 17.
17
KUHAP yaitu “pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang”.
yang sangta luas, Kebebasan itu antar lain sebagai berikut :21
1). Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau
ditahan.
4). Pembicaraan antar penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh
keamanan negara.
tersangka/terdakwa.
18
saksi serta dilaksanakan dengan secara lisan dalam bahasa indonesia.
luas dapat dilihat dari penjelasan umum angka (3) huruf h, Pasal 153,
a. Kepolisian
22
Ibid, hlm. 18
23
Romli Atmasasmita, op,cit, hlm. 24
19
yang terjadi dalam masyarakat. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
kepolisian sebagai hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga
kepada masyarakat.”
b. Kejaksaan
c. Pengadilan
20
tinggi, dan mahkamah agung. Selain itu pengadilan berkewajiban pula
d. Lembaga Pemasyarakatan
berperan dalam proses peradilan pidana. Sebagai tahapan akhir dari proses
dari sistem peradilan pidana yang diantaranya berusaha agar pelaku tindak
e. Advokat
juga menjadi bagian (subsistem) dari sistem peradilan pidana, hal ini
21
dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-
undangan.”
hukum pidana formil, yakni dalam Bagian XII tentang Ganti kerugian
Pidana. Karena itu, ketentuan ini tidak ditemui dalam hukum pidana
dunia hukum acara pidana dan hukum perdata, telah didefinisikan secara
24
Indonesia, loc. cit, ps. 1 butir 22.
22
dimaksud dengan “kerugian karena dikenakan tindakan lain” adalah
penyitaan yang tidak sah menurut hukum. Termasuk penahanan tanpa alasan
Ganti rugi sebagai salah satu lembaga dalam sistematika hukum acara
hukum. Dalam perundang- undangan negara lain dan juga dalam literatur
mengenai orangnya atau salah dalam menerapkan hukum. Hal ini sama
b. Ganti kerugian kepada pihak ketiga atau korban (victim of crime atau
25
Martiman Prodjohamidjojo, op. cit., hlm. 21.
23
beledigde partij). Hal ini sama dengan ketentuan dalam Bab XIII
kerugian;
(Herziening).
satu hal yang menonjol menyangkut masalah pemberian ganti rugi ini adalah
secara tidak sah, tindakan lain yang dilakukan tanpa alasan undang-undang,
atau penuntutan.
26
Djoko Prakoso, op. cit., hlm. 98.
27
Yahya Harahap, op. cit., hlm 567-574.
24
Alasan yang dinyatakan oleh pemohon peninjauan kembali ini
penting karena hal ini banyak digunakan sebagai satu indikator pelanggaran
hak-hak asasi manusia yang terjadi dalam satu tindak pidana atau dengan
kata lain dengan adanya alasan ini, maka hakim, sebagai pihak yang akan
memutus gugatan ganti kerugian yang diajukan oleh pemohon akan dapat
menilai apakah permohonan yang diajukan dapat diproses lebih lanjut lagi
atau tidak.
Dalam bidang hukum acara pidana, yaitu dalam Pasal 82 ayat (4)
yang memuat mengenai hukum acara yang ada di Indonesia, yang dalam hal
25
asas yang penting seperti Asas Praduga Tidak Bersalah. Oleh karena itu,
dalam dunia hukum acara pidana di Indonesia, sama seperti ganti rugi. Akan
tetapi, berbeda dengan ganti rugi yang telah lama dikenal dalam dunia
lembaga yang murni dibentuk dan baru dikenal dalam dunia hukum acara di
28
Indonesia, op. cit, ps. 17.
29
Leden Marpaung, op. cit., hlm 119.
26
Perbaikan individu, pasien Rumah sakit atau korban bencana supaya menjadi
dalam mana perkara terdakwa diputus bebas atau lepas daris segala tuntuan
hukum dan Putusan mana telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
27
hukum tetap, tetapi dalam Pasal 97 ayat (2) KUHAP dinyatakan bahwa
hanya atas alasan penangkapan atau penahanan yang tidak sah, yang
Atas alasan yang disebutkan dalam Pasal 97 ayat (1) KUHAP, yakni
atas putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum tidak disinggung
pasal ini adalah setiap putusan pengadilan yang berupa pembebasan atau
rehabilitasi dalam putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum,
31
M. Hanafi Asmawie, 1990, Ganti Rugi dan Rehabilitasi menurut KUHAP, Pradnya Paramita
Cet II, hlm 45.
28
Sedangkan berdasarkan rumusan Pasal 97 KUHAP tersebut, yang berhak
bebas dan yang diputus lepas dari segala tuntutan hukum, yang putusannya
telah berkekuatan hukum tetap, sementara berdasarkan ayat (3) yaitu yang
diterapkan.
tetapi juga bisa sekelompok orang, masyarakat, atau juga badan hukum.
Bahkan pada kejahatan tertentu, korban bisa juga berasal dari bentuk
kehidupan lainnya. Korban semacam ini lazimnya kita temui dalam tindak
korban menurut beberapa para ahli atau yang bersumber dari konvensi
lain bisa dilihat dari pengertian mengenai korban dari para ahli.
32
Indonesia, op. cit, ps. 97.
29
Menurut Arief Gosita, sebagaiman korban yang menderita jasmani
dan rohani yang diakibatkan dari tindakan orang lain yang mencari
dengan korban adalah “orang yang telah mendapat penderitaan fisik atau
pidana dan lainnya”. Disini jelas yang dimaksud “orang yang mendapat
penderitaan fisik dan seterusnya” itu adalah korban dari pelanggaran atau
bahwa korban di atas dapat dilihat bahwa korban pada dasarnya tidak hanya
33
Arief Gosita, 1993, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Presindo, Jakarta, hlm. 63
34
Bambang Waluyo, op.cit, hlm.9.
35
Muladi, 2005, Ham dalam Persepektif Sistem Peradilan Pidana, Refika Aditama, Bandung,
hlm. 108
30
perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian penderitaan bagi dirinya
keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban dan orang-orang yang
berasal dari kerugian karena menjadi korban kejahatan, tetapi kerugian atas
untuk lebih melihat posisi korban juga memilih-milih jenis korban hingga
tindak pidana.
31
Korban salah tangkap dapat diartikan sebagai orang-orang yang
secara individu maupun kolektif yang menderita secara fisik maupun mental
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang maupun pejabat
ganti kerugian sesuai yang telah dicantumkan pada Pasal 95 ayat (1)
menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau
penuntutan dan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang
Indonesia.
32
Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimuat dalam Pasal I butir 10
tentang:
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan
ke pengadilan.
penuntutan.
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
Andi Hamzah, 2011, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang
36
33
penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang
berikut:
sahnya penyidikan atau penuntutan yang ada pada benda yang disita
d. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri,
jika untuk itu diajukan permintaan baru. Putusan hakim dalam acara
34
pemeriksaan praperadilan mengenai hal-hal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81, harus memuat dengan jelas
membebaskan tersangka.
35
tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.
1. Pengertian Praperadilan
dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang:37
tersangka.
hukumdan keadilan.
diajukan ke pengadilan.
37
M. Yahya Harahap, 2003, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika, Jakarta,
hal. 1.
36
kerugian dan rehabilitasi.
Pidana.
38
Ratna Nurul Alfiah, 1986, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, CV. Akademika Presindo,
Jakarta, hlm 75.
37
(RIB) dengan produk indonesia merdeka. HIR atau RIB itu dinilai sudah
ditengah masyarakat serta tidak melindungi hak asasi manusia, karena tidak
hak tersangka.
perhatian dan tempat yang khusus, karena tanpa suatu pengawasan yang ketat
tidak mustahil hak asasi manusia akan ditindas oleh kekuasaan. Selama hal ini
39
Darwan Prinst S.H., 1993, Praperadilan dan Perkembangannya di dalam praktik, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm 2.
38
oleh Hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dibantu oleh
KUHAP).
(Pasal 80 KUHAP).
(Pasal 81 KUHAP).
dari instansi yang sejajar dan tidak hierarkis dalam jajarannya. Dengan
penegak hukum yang berperan dalam proses bekerjanya secara pidana. Oleh
39
bukan pula wasit yang mengadili sengketa hukum. Hakim dalam Praperadilan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
40
tertentu, menganalisis hubungan antara peraturan menjelaskan daerah kesulitan
doktrinal yang disebut juga sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen
primer maupun bahan hukum sekunder.42 Data yang digunakan dalam penelitian
B. Pendekatan Penelitian
41
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
hlm 32
42
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung,
hlm. 97.
43
Peter Mahmud Marzuki.Op.cit,hlm. 93
41
kasus (case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dan menjadi
primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tertier. Dalam penelitian ini,
undangan dan putusan hakim, dalam penelitian ini bahan hukum primer yang
42
c. Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
penjelasan bahan hukum primer, Bahan hukum sekunder yang utama adalah
buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu
kualifikasi tinggi.45 dalam hal ini yaitu terdiri dari : Literature ilmu hukum,
skunder, dalam hal ini terdiri dari : Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus
45
Ibid.,hlm.142
43
Hukum, Pendapat para ahli dalam berbagai literatur/buku, Dokumentasi,
mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penelitian ini adalah studi dokumen
(studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum
pemerintah maupun dari bahan hukum sekunder berupa penjelasan bahan hukum
primer, dilakukan dengan cara mencatat dan mengutip buku dan literatur yang
suatu cara berfikir yang di dasarkan pada realitas yang bersifat khusus yang
kemudian disimpulkan secara umum, yang kemudian di bantu dengan hasil studi
46
Ibid.,hlm.21
44
kepustakaan. Analisis dilakukan dengan melakukan telaah terhadap kasus-kasus
yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan
BAB IV
76/Pid.Pra/2019/PN.Jkt.Sel.
aparat penegak hukum pidana mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan,
45
kepolisian, kejaksaan, kehakiman, hingga diakhiri lembaga pemasyarakatan.
Crime) baik jangka pendek, yaitu resosialisasi kejahatan, jangka panjang, yaitu
yang nantinya akan diajukan sebagai alat bukti, apabila tidak cukup bukti atau
bukti telah terpenuhi dan peristiwa tersebut merupakan tindak pidana maka
umum.
berikut : tahap penyidikan oleh aparat kepolisan, tahap penuntutan oleh jaksa
salah tangkap terjadi di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis mengambil salah
satu kasus salah tangkap atau eror in persona yang terjadi di Jakarta selatan,
dengan terdakwanya adalah para pengamen Cipulir Jakarta selatan yang diduga
46
telah melakukan pembunuhan kepada Dicky Maulana alias Dicky di bawah
1. Kasus Posisi
Jakarta Selatan, yang bernama Fattahilah alias Fattah, Arga Putra Samosir
alias Ucok, Fikri Pribadi alias Fikri, Bagus Firdaus alias Fikri, dan Andro
Suprianto alias Andro serta Nurdin Prianto alias Nurdin. Fattah, Fikri, Ucok,
dan Pau adalah pengamen yang masih dibawah umur sementara Andro dan
Andro dan Nurdin dipisah. Fattah, Fikri, Ucok, dan Pau dituduh telah
Kasus ini bermula pada tanggal 30 Juni 2013 sekitar pukul 08.00 WIB, yang
mana Fattah, Fikri, Ucok, Pau, dan Andro serta Benges menemukan mayat di
satpam yang sedang berjaga didekat jembatan layang Cipulir Jakarta Selatan,
saat itu satpam pun segera melapor ke polsek terdekat di wilayah Cipulir
tersebut. Saat polisi datang ke tempat mayat ditemukan, Fattah, Fikri, Ucok,
dan Pau diminta untuk ikut ke polsek untuk memberikan keterangan sebagai
47
sebenarnya Fattah, Fikri, Ucok, dan Pau dipaksa oleh pihak kepolisian untuk
perilaku kasar oleh pihak kepolisian, mereka disiksa di dalam ruangan gelap
kembali pada saat mereka menemukan mayat Dicky Maulana. Ketika mereka
Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau dibawah ke Polda Metro Jaya Jakarta
didampingi oleh pengacara dan dipaksa untuk mendekam dibalik jeruji besi
selama 3 bulan. Setelah berapa lama mereka mendekam dibalik jeruji besi
Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau dipangil untuk mengikuti sidang pertama mereka
48
diputus bersalah dengan hukuman Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau masing-
Ucok, dan Pau, melakukan upaya hukum tingkat kasasi pada Mahkamah
melewati batas waktu yang ditentukan yakni 14 hari dari pengumuman hasil
Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau tidak diterima, keluaraga Fikri, Fattah, Ucok, dan
dengan dibantu oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta pada tanggal 5 Maret
2014. Pelaku pembunuhan Dicky Maulana diketahui oleh salah satu saksi
adalah Chaerudin Hamzah alias Brengos dan Jubai alias Jubai, Iyan mengakui
49
dengan merampas sepeda motor milik Dicky tetapi yang membunuh Dicky
adalah Jubai.
Oleh karena bukti baru yang mereka temukan pada tanggal 6 April
2015 Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau mengajukan kembali upaya hukum tingkat
telah diterima oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta sebagai pengacara dari
Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau pada tanggal 11 Maret 2016, dan salinan putusan
Pada tanggal 19 Januari 2016 Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau akhirnya
Ucok, dan Pau menggugat Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta pada tanggal 21 Juni 2019, untuk permohonan ganti kerugian atas
diajukan oleh Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau ditolak oleh hakim Pengadilan
alasan bahwa permohonan yang diajukan oleh Fikri, Fattah, Ucok, dan Pau
Maret 2016.
2. Alasan Permohonan
50
Berdasarkan pokok perkara yang telah penulis uaraikan di atas
maka yang menjadi alasan permohonan dalam pengajuan ganti kerugian dan
dalam Pasal 95 ayat (1)47 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Saat
polisi yang mengitimidasi dan memaksa baik dengan ancaman verbal maupun
kekerasan fisik, dengan cara menendang para pemohon dan memukul dengan
stik golf untuk megakui perbuatan pembunuhan terhadap Dicky Maulana yang
mana tidak pernah mereka lakukan. Selain itu juga terdapat oknum polisi
Polda Metro Jaya yang menyetrum buah zakar alat kelamin para pemohon
Undang Hukum Acara Pidana dan Pasal 13 ayat (1) 49 huruf a dan e Peraturan
Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak
47
Pasal 95 ayat (1) KUHAP : tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti
kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan
yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan
48
Pasal 52 KUHAP: Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan,
tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim
49
Pasal 13 ayat (1) huruf a dan e Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian:
Dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang: a. melakukan intimidasi,
ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau
pengakuan dan huruf e. merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan
kebenaran.
51
tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian telah bertentangan dengan hukum
dan Hak Asasi Manusia. Para pemohon sudah di hukum sejak tingkat
Fikri, dan Pau masing-masing selama 2 (Dua) Tahun 7 (Tujuh) bulan penjara,
oleh karena itu para pemohon merupakan korban salah tangkap atau eror in
persona dan telah melalui segala proses peradilan yang sesat, maka para
berdasarkan suatu fakta baru, yang baru saja ditemukan menunjukan secara
orang yang telah menderita hukuman sebagai akibat dari keputusan tersebut
harus diberi ganti rugi menurut hukum kecuali jika dibuktikan bahwa tidak
dirinya sendiri.
52
Sebelum penulis menguraikan pertimbangan hakim dalam menolak
ganti kerugian dan rehabilitasi yang diajukan oleh para pemohon dalam
menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, diuntut, dan diadili atau
Namun dalam KUHAP tidak diatur secara jelas dan rinci mengenai batas
dan rehabilitasi, sehingga untuk melihat batas waktu yang dapat diajukan
Hukum Acara Pidana pada Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut :
hanya dapat diajukan dalam paling lama 3 (Tiga) bulan terhitung sejak
53
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
yang pada pokoknya para pemohon tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
kerugian dan rehabilitasi pada Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
Pidana, dimana jangka waktu tersebut dihitung dari yang terlebih dahulu
penasehat hukum Para Pemohon pada tanggal 19 Januari 2016 dan salinan
54
putusan baru diterima oleh penasihat hukum Para Pemohon tanggal 25 Maret
permohonan, dilihat sejak tanggal 11 Maret 2016 dan lebih dahulu dari
(Tiga) bulan yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah
diajukan pada tanggal 21 Juni 2019 sudah terhitung 3 (Tiga) tahun dan telah
melebihi batas waktu 3 (Tiga) bulan sebagai mana ditentukan dalam Pssal 7
4. Penetapan Hakim
55
1. Menyatakan Hak Menuntut Ganti Kerugian Para Pemohon Gugur Karena
Kadaluwarsa.
5. Analisis Penulis
cukup mempunyai alasan yang objektif atau tidak, serta mencantumkan pasal-
perkara yang diputus atau berdasarkan hukum tidak tertulis, yurisprudensi dan
masyarakat.
menolak ganti kerugian dan rehabilitasi para pemohon Fatah, Ucok, Fikri, dan
hukum acara pidana yang berlaku, sehinga tidak ada permasalahan dari
56
ketentuan formil mengenai penahanan terhadap para pemohon, namun
Dicky Maulana, yang mana tidak pernah mereka lakukan. Tidak hanya
oknum Polisi Polda Metro Jaya menyetrum buah zakar para pemohon
dengan tujuan agar para pemohon mengaku. Dari perbuatan tersebut sudah
dan Pasal 13 ayat (1) huruf a dan e Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009
dengan rasa takut, oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau
tekanan terhadap tersangka atau terdakwa” Pasal 1 ayat (1) Perkap 8/2009
57
Selain itu Indonesia sudah meratikasi Convention Agains Tourture (CAT)
bukti bahwa pernyataan itu telah dibuat. Oleh karena itu tindakan yang
memeriksa perkara ini, selain itu juga terdapat saksi Verba Lisan untuk
jika alat bukti sekurang-kurangnya “dua alat bukti yang sah” dan keyakinan
58
yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (27) KUHAP.50 Namun kedudukan
adalah orang yang benar-benar diberikan secara bebas, netral, objektif, dan
Perkara ini pula seharusnya dari awal ketika jaksa peneliti mendapatkan
dari saksi yang di ajukan oleh Penyidik tidak mempunyai kekuatan sebagai
alat bukti karena dari semua keterangan yang diberikan oleh saksi Penyidik
50
Pasal 1 ayat (27) KUHAP : Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara
pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan
59
c. Berdasarkan hasil penelitian penulis, dalam pokok perkara ini yang mana
telah terjadinya salah tangkap atau yang dikenal dengan sebutan eror in
ganti kerugian terhadap korban salah tangkap dapat dilihat dalam Pasal 95
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang pada pokoknya
Jika dilihat dari penjelasan pasal tersebut bahwa para Pemohon dalam
perkara ini berhak untuk meminta ganti kerugian karena para Pemohon
telah ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili tanpa alasan yang berdasarkan
yang dapat diajukan oleh para Pemohon untuk meminta ganti kerugian,
waktu paling lama 3 (Tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau
60
salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
diterima”. Dalam kasus ini para Pemohon telah menerima Petikan Putusan
Undang Hukum Acara Pidana telah melebihi jangka waktu yang telah
kerugian pada tanggal 21 Juni 2019. Oleh karena alasan itu hakim menolak
ganti kerugian yang diajukan oleh para Pemohon dengan alasan bahwa
waktu yang ditentukan atau telah kadaluwarsa, namun jika kembali dilihat
belum melebihi jangka waktu atau telah kadaluwarsa jika terhitung dari
diterima oleh para Pemohon pada tanggal 25 Maret 2019 sampai dengan
diajukanya ganti kerugian oleh para Pemohon pada tanggal 21 Juni 2019
jangka waktu yang di tetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Acara Pidana terdapat farasa kata “atau” yang bersifat Alternatif, yang
61
mengacu baik pada tanggal petikan putusan diterima maupun salinan
menafsirkan tata bahasa atau makna yang begitu sempit yang terkandung
hukum oleh hakim dalam proses peradilan haruslah dilakukan atas prinsip-
hal-hal yang dihadapi secara konkrit. Dalam perkara ini seharusnya hakim
62
bisa menafsirkan maksud dari undang-undang secara luas dengan
sudah baku.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tuntutan dan Putusan hukum
yang lebih diutamakan didalam ganti kerugian dan rehabilitasi, bukan besaran
nilai yang diajukan, tetapi kepastian hukum bahwa itu benar dan pasti diberikan
kepada orang yang menuntut sebagai korban miscarriage of justice, dan nilai
utama yang sesungguhnya dari ganti kerugian adalah bahwa yang memperoleh
benar bukan orang yang bersalah lalu dasar serta alasan bentuk dalam hal apa
(HAM) tentang perlindungan dari kekerasan (Pasal 28 ayat (2) UUD RI Tahun
1945 dan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
63
Perumusan perlindungan terhadap korban salah tangkap dimuat dalam
Acara Pidana (KUHAP) Pasal I butir 10, bab X bagian kesatu, Pasal 77 sampai
dengan Pasal 83 dan Pasal 95 sampai dengan Pasal 100 KUHAP. Penyelesaian
hukum terhadap korban salah tangkap atau kesalahan dalam penyidikan yang
diatur dalam KUHAP adalah dengan pemberian ganti kerugian dan rehabilitasi.
penahanan yang tidak sah diatur dalam Pasal 95 KUHAP. Hal yang sama untuk
KUHAP tentang ganti kerugian, belum mengatur secara lengkap baik mengenai
Undang Hukum Acara Pidana Pasal 7 sampai Pasal 11. Ketentuan tentang
Rehabilitasi di dalam KUHAP yaitu dalam Pasal 97 ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3), sebelum pasal itu definisi tentang Rehabilitasi terdapat dalam dalam Pasal 1
penafsiran hukum secara luas, sehingga hakim tidak melihat apa yang dimaksud
oleh undang-undang sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa.
64
Pertimbangan hakim yang menolak ganti kerugian dan rehabilitasi yang diajukan
oleh para Pemohon yang merupakan korban salah tangkap atau eror in persona,
waktu yang ditentukan oleh undang-undang yaitu 3 bulan sesuai apa yang telah
Hukum Acara Pidana Pasal 7 ayat (1). Pada hal jika kita melihat kembali dalam
pasal tersebut terdapat farasa kata “atau” yang bermakna alternative yang artinya
bisa memilih salah satunya. Sehingga jika hakim dalam pertimbangan nya
kadaluwarsa atau melewati batas waktu jika dihitung dari penerimaan Salinan
tanggal 21 Juni 2019 masih terhitung 3 bulan sesuai dengan apa yang dimaksud
dalam papsal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis dalam skripsi ini yaitu :
65
1. Perlu diberlakukan sanksi hukum yang tegas, baik berupa sanski etik profesi
ataupun Negara.
3. Dalam hal ketentuan mengenai prosedur dan tata cara pelaksanaan ganti
dan tata cara pelaksanaan pemberian ganti kerugian karena tata cara
66
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Anton Tabah, 1991, Menetap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Arief Gosita, 1993, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Presindo, Jakarta.
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum,Mandar Maju,
Bandung.
Djoko Prakoso, 1984, Upaya Hukum yang di atur dalam KUHAP, Ghalia
Indonesia,Jakarta.
Didik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom, 2007, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatn Antara Norma Dan Realita, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hanafi Asmawie,M, 1990, Ganti Rugi dan Rehabilitasi menurut KUHAP, Pradnya
Paramita Cet II, Malang.
Kaligis,O.C, 2006, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan
Terpidana, PT.Alumni, Bandung.
67
Leden Marpaung, 1996, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya,
Sinar Grafika, Jakarta.
Lilik Mulyadi, 2012, Hukum Acara Pidana Indonesia Suatu Tinjauan Khusus
Terhadap: Surat Dakwaan, Eksepsi, Dan Putusan Peradilan, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Mansyur Efendi,H.A, 1993, Hak asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Hukum
Internasional, Ghalia Indonesia, Bogor.
Mardjono Reksodiputro, 1993, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kepada
Kejahatan Dan Penegakan Hukum Dalam Batas-Batas Toleransi), Fakultas
Hukum Unversitas Indonesia, Depok.
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Bagi Rakyat DiIndonesia, PT.Bina Ilmu,
Surabaya.
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.
Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)
Perspektif Eksistensialisme Dan Abolisionalisme, Bina Cipta, Jakarta.
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Soedjono Dirdjosisworo, 1984, Filsafat Peradilan Pidana dan Perbandingan Hukum,
CV.Armico, Bandung.
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia,
Jakarta.
Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
68
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo.Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958
Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 74).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Hak Asasi Manusia (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4671).
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209).
Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 Tentang Perubahan kedua Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 290).
Literatur Dan Sumber Lainya :
http://mappifhui.org/wp-content/uploads/2015/10/anotasi_cipulir_daw.pdf(Diakses
pada tanggal 14 Februari 2020)
http://raypratama.blogspot.co.id/teori-perlindungan-hukum.html. (Diakses pada
tanggal 25 Februari 2020)
69