Anda di halaman 1dari 25

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Keperawatan


2.1.1. Pengertian Pelayanan Keperawatan
Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah baik dipusat, maupun di daerah dalam bentuk barang
maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai
peraturan UU yang berlaku (Kemenpan 81/93). Sedangkan keperawatan
adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spritual yang komprehensif,
ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik sakit maupun sehat
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Asmuji, 2013:13).

Dalam Sabarguna (2010) Pelayanan keperawatan adalah kinerja pelayanan


keperawatan dengan penampilan dari hasil karya atau jasa yang telah
diberikan kepada individu atau kelompok. Penampilan adalah proses, cara,
perbuatan, tindakan dan gambaran dari sesuatu atau individu, selain itu
pengertian penampilan meliputi banyak hal, tidak hanya masalah busana,
kebersihan, kerapian, ekspresi : senyum, cemberut, ramah dan terampil
(Sabarguna, 2010).

Menurut Azwar (2009) kualitas pelayanan kesehatan adalah yang


menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam
menimbulkan rasa puas pada diri pasien. Makin sempurna kepuasan
tersebut, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit,
tidak terlepas dari profesi keperawatan yang berperan penting.
Berdasarkan standar tentang evaluasi dan pengendalian kualitas dijelaskan
bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang
berkualitas tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program
pengendalian kualitas di rumah sakit.
9

Perawat adalah seseorang yang memberikan pelayanan kesehatan secara


profesional dimana pelayanan tersebut berbentuk pelayanan biologis,
psikologis sosial, spiritual yang ditunjukkan kepada individu, keluarga dan
masyarakat. Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan
fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertian
pasien akan kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri. Kegiatan
itu dilakukan dalam upaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan
setiap individu mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif (Aditama,
2011).

Sedangkan menurut Nikmatur (2012) proses keperawatan adalah


serangkaian tindakan sistemik berkesinambungan, yang meliputi tindakan
untuk mengidentifikasi masalah kesehatan individu atau kelompok, baik
yang aktual maupun potensial kemudian merencanakan tindakan untuk
menyelesaikan, mengurangi atau mencegah terjadinya masalah baru dan
melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan
tindakan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang
dikerjakan (Nikmatur, 2012).

Pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien meliputi asuhan


keperawatan. Asuhan keperawatan terdiri dari beberapa aspek yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan (intervensi), pelaksanaan
(implementasi) dan evaluasi. Asuhan Keperawatan adalah segala bentuk
tindakan atau kegiatan pada praktek keperawatan yang diberikan kepada
klien yang sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) (Carpenito,
2009).

Pemberi asuhan keperawatan adalah tugas perawat pelaksana. Perawat


pelaksana bertugas memberikan asuhan keperawatan, membantu
penyembuhan, membantu memecahkan masalah pasien dibawah
pengawasan dokter atau kepala ruangan (Pratiwi & Utami, 2010).
10

Dari batasan-batasan mengenai pengertian tersebut, maka dapat


disimpulkan pengertian kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap
profesional perawat yang memberikan perasaan nyaman, terlindung pada
diri setiap pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana
sikap itu merupakan kompensasi sebagai pemberi pelayanan dan
diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.

2.1.2. Kualitas Pelayanan / Service Quality (Servqual)


Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir
dengan kepuasan pasien. Menurut Parasuraman, et al (1988) dalam
Bustami (2011) menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan adalah
tingkat keunggulan yang memenuhi setiap pemakai jasa pelayanan
kesehatan yaitu expected service atau layanan yang diharapkan dan
perceived service atau pelayanan yang diterima.

Parasuraman, Zeithaml dan Barry (1988) dalam Supranto (2011) membagi


lima dimensi (ukuran) kualitas jasa pelayanan, yaitu :
1) Bukti Fisik atau Bukti Langsung (Tangible)
Yaitu berkaitan dengan kemampuan menunjukkan eksistensinya
kepada pihak eksternal. Dalam memberikan pelayanan keperawatan,
bukti fisik pelayanan yang dapat terlihat salah satunya adalah sikap
dan penampilan tenaga keperawatan itu sendiri. Hal yang perlu
disadari oleh pihak rumah sakit bahwa mutu pelayanan keperawatan
tergantung pada pemenuhan kebutuhan pasien (Supranto, 2011).

Suatu organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit harus


memiliki ruangan pelayanan dan kondisi lingkungan yang nyaman,
teratur serta bersih agar bisa memberikan kepuasan pada pasien.
Umumnya pasien yang dirawat juga akan merasa puas bila pihak
pemberi layanan sudah menyiapkan alat pemeriksaan dan pengobatan
yang lengkap sesuai kebutuhan pasien (Supranto, 2011).
11

2) Kehandalan (Reliability)
Kehandalan (Reliability) adalah kemampuan fasilitas kesehatan untuk
memberikan pelayanan dengan segera, tepat (akurat) dan memuaskan.
Secara umum dimensi reliabilitas merefleksikan konsistensi dan
kehandalan (dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan) dari
penyedia pelayanan. Dengan kata lain fasilitas kesehatan memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan. Untuk meningkatkan reliability
dibidang pelayanan kesehatan, pihak manajemen perlu membangun
budaya kerja yang bermutu. Reliabilitas berkaitan dengan kemampuan
menyampaikan layanan yang dijanjikan (Supranto, 2011).

Menurut Lee, 1995 dalam jurnal AKK Unair, salah satu landasan
kepuasan pelanggan adalah mengenai sikap, tindakan dan latihan
untuk para petugas, sedangkan menurut pendapat Tener dan De Tore
(1992) yang menyebutkan bahwa nilai kualitas yang paling mudah
dipahami dari suatu barang atau jasa pelayanan adalah cepat dalam
artian bagaimana suatu sarana atau jasa pelayanan dapat diperoleh
secara cepat, mudah dan menyenangkan.

3) Jaminan (Assurance)
Jaminan kepastian (Assurance) yaitu mencakup pengetahuan,
kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki petugas kesehatan,
bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Asuransi diartikan
sebagai salah satu kegiatan menjaga kepastian atau menjamin keadaan
dari apa yang dijamin atau suatu indikasi menimbulkan rasa
kepercayaan. Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan,
kesopanan dan sifat petugas yang dipercaya pelanggan. Dimensi ini
meliputi faktor keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan
(Supranto, 2011).
12

4) Empati (Emphaty)
Empati (Emphaty) merupakan kemudahan dalam melakukan
hubungan komunikasi yang baik atau petugas rumah sakit dapat
menempatkan dirinya untuk memahami kebutuhan pasien. Kriteria ini
terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada setiap
pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan
kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin
memperoleh bantuannya. Menurut Hamid (1996) mengemukakan
bahwa perawat yang memiliki sikap empati dalam berkomunikasi,
menanggapi dan memperhatikan keluhan pasien akan mudah menjalin
hubungan rasa percaya dengan pasien, sehingga memberikan
kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan
meningkatkan citra profesi keperawatan (Supranto, 2011).

5) Daya Tanggap (Responsiveness)


Ketanggapan (Responsiveness) adalah suatu kemampuan untuk
membantu dan memberikan pelayanan yang tanggap pada pasien,
dengan menyampaikan informasi yang jelas, jangan membiarkan
pasien menunggu tanpa adanya suatu alasan akan menyebabkan
persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan (Supranto, 2011).

Menurut Robert dan Prevost (1987) dalam (Supranto, 2011)


menyatakan bahwa bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan (health
costumer) kualitas pelayanan lebih terkait dengan ketanggapan
petugas memenuhi kebutuhan pasien dan kelancaran komunikasi
antara petugas dengan pasien, dimana dalam hal ini kebutuhan pasien
adalah menjadi lebih sesuai atau sembuh dari keluhan/penyakit yang
dideritanya (Supranto, 2011).
13

2.1.3. Aspek Dasar Pelayanan Keperawatan


Depkes RI (2008) telah menetapkan bahwa pelayanan keperawatan
dikatakan berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan
kepada pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawat. Aspek dasar
tersebut meliputi aspek perhatian, penerimaan, tanggung jawab,
komunikasi dan kerjasama. Masing – masing aspek dijelaskan sebagai
berikut :
1. Aspek Penerimaan
Aspek penerimaan merupakan sikap perawat yang selalu ramah dan
ceria saat bersama pasien, selalu tersenyum dan menyapa semua pasien.
Perawat harus menunjukkan rasa penerimaan yang baik terhadap pasien
dan keluarga pasien, menerima pasien tanpa membedakan agama, status
sosial ekonomi dan budaya, golongan dan pangkat, serta suku sehingga
perawat menerima pasien sebagai pribadi yang utuh (Videbeck, 2008).

Penerimaan ialah sikap yang tidak menghakimi individu, bagaimanapun


dan apapun perilaku individu tersebut. Perawat menunjukkan sikap
tegas dan jelas, tetapi tanpa amarah atau menghakimi sehingga perawat
membuat pasien menjadi utuh. Perawat tidak kecewa atau tidak
berespon negatif terhadap amarah yang meluap-luap atau perilaku
buruk pasien menunjukkan penerimaan terhadap pasien (Marini, 2010).

2. Aspek Perhatian
Aspek perhatian merupakan sikap seorang perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan harus sabar, bersedia memberikan pertolongan
kepada pasien, perawat harus peka terhadap setiap perubahan pasien
dan keluhan pasien, memahami dan mengerti terhadap kecemasan dan
ketakutan pasien (Wahyuni, 2012).
14

Perawat memperlakukan pasien dengan baik dan tulus dalam


pemenuhan kebutuhannya. Perhatian yang tulus seorang perawat pada
pasien harus selalu dipertahankan, seperti bersikap jujur dan terbuka
serta menunjukkan perilaku yang sesuai (Videbeck, 2008).

3. Aspek Komunikasi
Aspek komunikasi merupakan sikap perawat yang harus mampu
melakukan komunikasi sebaik mungkin dengan pasien dan keluarga
pasien. Interaksi antara perawat dengan pasien atau interaksi antara
perawat dengan keluarga pasien akan terjalin melalui komunikasi yang
baik. Perawat menggunakan komunikasi dari awal penerimaan pasien
untuk menyatu dengan pasien dan keluarga pasien. Komunikasi
digunakan untuk menentukan apa yang pasien inginkan berkaitan
dengan cara melakukan tindakan keperawatan. Perawat juga melakukan
komunikasi dengan pasien pada akhir pelayanan keperawatan untuk
menilai kemajuan dan hasil akhir dari pelayanan keperawatan yang
telah diberikan. Kesimpulannya bahwa selama melakukan layanan
keperawatan, perawat menggunakan keterampilan komunikasi pada
pasien, keluarga pasien dan petugas kesehatan lain (Marini, 2010).

4. Aspek Kerjasama
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan
kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. Perawat harus
mampu mengupayakan agar pasien mampu bersikap kooperatif.
Perawat bekerja sama secara kolaborasi dengan pasien dan keluarga
dalam menganalisis situasi yang kemudian bersama-sama mengenali,
memperjelas dan menentukan masalah yang ada. Setelah masalah
selesai diketahui, diambil keputusan bersama untuk menentukan jenis
bantuan apa yang dapat dibutuhkan oleh pasien. Perawat juga bekerja
sama secara kolaborasi dengan ahli kesehatan lain sesuai dengan
kebutuhan pasien (Purwanto, 2007).
15

5. Aspek Tanggung Jawab


Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu
mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta
tepat dalam bertindak. Perawat mempunyai tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan keperawatan pada pasien selama 24 jam sehari,
dari penerimaan sampai pemulangan pasien. Perawat harus tahu
bagaimana menjaga keselamatan pasien, jalin dan pertahankan
hubungan saling percaya yang baik dengan pasien, pertahankan agar
pasien dan keluarga tetap mengetahui tentang diagnosis dan rencana
tindakan pencatatan semua tindakan harus dilakukan secara akurat
untuk melindungi kesejahteraan pasien (Marini, 2010).

Sedangkan Soegiarto (1999) dalam Marini (2010) menyebutkan lima


aspek yang harus dimiliki industri jasa pelayanan, yaitu :
a) Cepat, waktu yang digunakan dalam melayani tamu minimal sama
dengan batas waktu standar. Merupakan batas waktu kunjung dirumah
sakit yang sudah ditentukan waktunya.
b) Tepat, kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin
kepuasan konsumen. Bagaimana perawat dalam memberikan pelayanan
kepada pasien yaitu tepat memberikan bantuan dengan keluhan-keluhan
dari pasien
c) Aman, rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama
pengkonsumsian suatu poduk atau memperhatikan keamanan pasien
dan memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pasien sehingga
memberikan rasa aman kepada pasien.
d) Ramah tamah, menghargai dan menghormati konsumen, bahkan pada
saat pelanggan menyampaikan keluhan. Perawat selalu ramah dalam
menerima keluhan tanpa emosi yang tinggi.
e) Nyaman, rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa
adanya. Pasien yang membutuhkan kenyaman baik dari ruang rawat
inap maupun situasi dan kondisi yang nyaman sehingga pasien akan
merasakan kenyamanan dalam proses penyembuhannya.
16

2.2. Kepuasan Pasien


2.2.1. Pengertian Kepuasan Pasien
Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari
perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas suatu produk dengan
harapannya. Menurut Kotler yang dikutip dari Nursalam kepuasan adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil
suatu produk dan harapan-harapannya (Nursalam, 2014).

Menurut Oliver (1980) dikutip oleh Supranto (2011) menyatakan bahwa


kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang (pelanggan) setelah
membandingan antara kinerja atau hasil yang dirasakan (pelayanan yang
diterima dan dirasakan) dengan harapannya. Sedangkan Wexley dan Yuki
(1988) dikutip dalam Pasolong (2012) menyatakan kepuasan pada
hakikatnya berkaitan dengan faktor kebutuhan seseorang (pelanggan).
Artinya, jika kebutuhan seseorang terpenuhi maka orang tersebut merasa
puas, demikian dengan sebaliknya (Pasolong, 2012).

Pendapat diatas, dipertegas oleh Schnaars dalam Pasolong (2012) bahwa


terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat,
diantaranya : hubungan antara pelanggan dengan instansi menjadi
harmonis, memberikan dasar yang baik pemakai ulang, terciptanya
loyalitas dari pelanggan serta terbentuknya rekomendasi dari mulut ke
mulut yang kesemuanya menguntungkan perusahaan. Kotler, dikutip
dalam Marini (2010) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang
atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara
persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya.
17

Kepuasan pasien ialah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Pasien baru akan
merasa puas apabila kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya sama
atau melebihi dari apa yang menjadi harapannya dan sebaliknya,
ketidakpuasan akan timbul atau perasaan kecewa pasien akan terjadi
apabila kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai
dengan harapannya (Nursalam, 2014).

Menurut Pohan (2012) kepuasan pasien ialah keluaran (outcome) layanan


kesehatan. Dengan demikian kepuasan pasien merupakan salah satu tujuan
dari peningkatan mutu layanan kesehatan. Kepuasan pasien ialah suatu
tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa
yang diharapkannya (Pohan, 2012).

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian


kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau
hasil yang dirasakan atau dapat di gambar seperti gambar 2.1

Tujuan Kebutuhan dan


Keinginan

Produk

Nilai Produk bagi Harapan


Pelanggan Pelanggan

Tingkat
Kepuasan
Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan (Pohan, 2012)
18

Dalam pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang paling sering


dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas rumah
sakit, antara lain keterlambatan pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit
ditemui, dokter yang kurang komunikatif dan informatif, lamanya proses
masuk rawat, serta ketertiban dan kebersihan lingkungan rumah sakit.
Sikap, perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas serta kemudahan
mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi
dalam persepsi kepuasan pasien rumah sakit. Tidak jarang walaupun
pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai dengan harapannya merasa
cukup puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan dan
martabatnya (Pohan, 2012).

2.2.2. Tingkat Kepuasan Pasien


Tingkat kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan
harapan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima
pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan
diharapkan. Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini
pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien
yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien
puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya
(Nursalam, 2014). Menurut Sugiyono (2011), untuk mengetahui tingkat
kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan
sebagai berikut :
a. Sangat Puas
Sangat puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian perasaan
pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau
sangat baik sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat
bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan
dokter atau perawat) atau sangat cepat (untuk proses administrasi)
yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas yang paling tinggi
(Sugiyono, 2011).
19

b. Puas
Puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian
sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti tidak terlalu bersih
(untuk sarana), agak kurang cepat (untuk proses administrasi) atau
kurang ramah, yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas yang
kategori sedang (Sugiyono, 2011).
c. Kurang Puas
Kurang puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian perasaan
pasien rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai
kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana),
agak lambat (dalam proses administrasi) atau tidak ramah (Sugiyono,
2011).
d. Tidak Puas
Tidak puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian perasaan
pasien yang rendah yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak
sesuai kebutuhan atau keinginan, seperti tidak bersih (untuk sarana),
lambat (proses administrasi) dan tidak ramah yang seluruhnya
menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah
(Sugiyono, 2011).

2.2.3. Cara Mengukur Kepuasan Pasien


Mereka yang membeli atau menggunakan produk atau jasa pelayanan
kesehatan disebut pelanggan atau customer (Muninjaya, 2013). Lebih
lanjut menurut Kotler dalam Nursalam (2014) ada beberapa cara
mengukur kepuasan pelanggan atau pasien, antara lain :
a. Sistem Keluhan dan Saran
Seperti kotak saran di lokasi-lokasi strategis, kartu pos berprangko,
saluran telepon bebas pulsa, website, email dan lain-lain.
20

b. Survey Kepuasan Pelanggan


Baik via pos, telepon, email, maupun tatap muka langsung. Lembaga
riset independen melakukan penelitian dengan menggunakan metode
survei kepuasan pelanggan.
c. Ghost Shopping
Salah satu bentuk observasi yang memakai jasa orang yang menyamar
sebagai pelanggan atau pesaing untuk mengamati aspek-aspek
pelayanan dan kualitas produk.
d. Lost Costumer Analysis
Yaitu menghubungi atau mewawancarai pelanggan yang telah beralih
dalam rangka memahami penyebab dengan melakukan perbaikan
pelayanan.

Pohan (2012) mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengukur


kepuasan pasien adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang
paling sering digunakan adalah kuesioner dengan format tertentu atau self-
completed questionnaire. Keuntungan penggunaan kuesioner antara lain
yaitu administrasi dan prosesnya mudah dan murah, menghasilkan data
yang telah distandarisasikan dan terhindar dari pewawancara. Sedangkan
kerugiannya yaitu klarifikasi terhadap jawaban di kuesioner tidak mungkin
dilakukan, tingkat pengembalian kuesioner rendah, baik terhadap
keseluruhan pertanyaan ataupun terhadap pertanyaan yang penting dan
kurang mendapat tanggapan dan kepedulian responden.

Teknik mengukur kepuasan masyarakat dengan menggunakan dimensi


mutu tercermin dalam daftar pertanyaan, memungkinkan pelanggan
mengekspresikan tingkat pendapat mereka dalam pelayanan (produk) yang
mereka terima, lebih mendekati kenyataan sebenarnya (Pasolong, 2012).
21

2.2.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien


Suryawati (2008) dikutip dalam Marini (2010), menyatakan banyak
variabel non medik ikut menentukan kepuasan pasien antara lain : tingkat
pendidikan, usia, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik,
pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien. Kepuasan pasien
dipengaruhi oleh karakteristik individu pasien yaitu : umur, pendidikan,
pekerjaan, etnis, sosial ekonomi dan diagnosis penyakit (Marini, 2010).

Besarnya pengaruh karakteristik individu pasien pada aspek kualitas


pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dapat menimbulkan perasaan
puas atau tidak puas, menyebabkan berbagai konsepsi kualitas pelayanan
kesehatan menurut penilaian pasien yang telah dirumuskan para ahli di
berbagai daerah, belum tentu dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai
input manajemen untuk memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan di
rumah sakit pada negara lainnya (Marini, 2010).

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa berbagai kegiatan dan


prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang mencerminkan kualitas
rumah sakit merupakan determinan utama dari kepuasan pasien. Pasien
akan memberikan penilaian (reaksi afeksi) terhadap berbagai kegiatan
pelayanan kesehatan yang diterimanya maupun terhadap sarana dan
prasarana kesehatan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi rumah sakit (mutu baik atau
buruk) merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya berdasarkan
pengalaman subjektif individu pasien. Hasil penilaian ini cenderung
merupakan faktor penentu terjadinya tingkat kepuasan pasien (Marini,
2010).
22

Menurut Sangadji dan Sopiah (2013) adapun faktor-faktor yang


mempengaruhi kepuasan pasien antara lain :
a. Karakteristik Pasien
Faktor penentu tingkat pasien atau konsumen oleh karakteristik dari
pasien tersebut yang merupakan ciri-ciri seseorang atau kekhasan
seseorang yang membedakan orang yang satu dengan orang yang lain.
Karakteristik tersebut berupa nama, umur, jenis kelamin, latar
belakang pendidikan, suku bangsa, agama, pekerjaan dan lain-lain.
Kategori umur menurut Depkes RI (2008) : Masa Balita = 0 – 5 tahun,
masa kanak-kanak = 6-11 tahun, masa remaja 12-25 tahun, masa
dewasa 26-45 tahun, masa lansia 46-65 tahun dan masa manula > 65
tahun.
b. Sarana Fisik
Berupa bukti fisik yang dapat dilihat meliputi gedung, perlengkapan,
seragam pegawai dan sarana komunikasi.
c. Jaminan
Pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki perawat.
d. Kepedulian
Kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
cepat, tepat, akurat dan memuaskan.

2.2.5. Indikator Kepuasan Pasien


Salah satu satu indikator keberhasilan pelayanan keperawatan adalah
kepuasan pasien. Nursalam (2014) mengatakan model kepuasan yang
komprehensif dengan fokus utama pada pelayanan barang dan jasa
meliputi lima dimensi penilaian sebagai berikut :
a. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan perawat
memberikan pelayanan kepada pasien dengan cepat. Dalam pelayanan
keperawatan adalah waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar
sampai mendapat pelayanan dari tenaga kesehatan (perawat).
23

b. Reability (kehandalan), yaitu kemampuan perawat memberikan


pelayanan kepada pasien dengan tepat. Dalam pelayanan keperawatan
adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan
khususnya perawat.
c. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan perawat memberikan
pelayanan kepada pasien sehingga dipercaya. Dalam pelayanan
keperawatan adalah kejelasan dalam memberikan informasi tentang
penyakit dan obatnya kepada pasien.
d. Emphaty (empati), yaitu kemampuan perawat membina hubungan,
perhatian, dan memahami kebutuhan pasien. Dalam pelayanan
keperawatan adalah meningkatkan komunikasi terapeutik dalam
menyapa dan berbicara, keikutsertaan pasien dalam mengambil
keputusan pengobatan dan kebebasan pasien memilih tempat berobat
dan tenaga kesehatan, serta kemudahan pasien rawat inap mendapat
kunjungan keluarga.
e. Tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik
yang dapat langsung dirasakan oleh pasien. Dalam pelayanan
keperawatan adalah keberhasilan dalam memberikan asuhan selama
pasien dirawat dan kecepatan perawat saat pasien membutuhkan
(Nursalam, 2014).

Menurut Khatima (2010) indikator kepuasan pasien terhadap suatu


pelayanan keperawatan dapat dilihat dari beberapa hal yaitu: dilihat dari
fasilitas fisik, perawat berpakaian rapi, harmonis, hubungan komunikasi
yang baik dan memahami kebutuhan pasien, penuh perhatian, melayani
pasien dengan ramah dan dengan menarik, memahami aspirasi pasien,
berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh simpati.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat peneliti simpulkan, bahwa kepuasan


pasien dalam menggunakan pelayanan keperawatan dapat dilihat 5 hal
yaitu: dari aspek penerimaan, perhatian, komunikasi, kerjasama dan
tanggung jawab.
24

2.2.6. Faktor Ketidakpuasan Pasien


Menurut Nursalam (2014) faktor yang mempengaruhi seseorang tidak
merasakan puas terhadap suatu layanan keperawatan adalah :
a. Pasien merasa mutu pelayanan keperawatan tidak sesuai yang
diharapkan. Pasien akan cenderung menilai lebih teliti kepada setiap
tindakan keperawatan, karena perawat menjadi tim medis yang paling
sering ditemui oleh pasien.
b. Pelayanan selama proses penikmatan jasa tidak dirasakan oleh pasien.
Pasien merasa tidak puas terhadap mutu yang dilakukan oleh
keperawatan itu sendiri.
c. Perilaku personil yang kurang memuaskan. Pasien menganggap asuhan
yang diberikan oleh perawat tidak sesuai harapan. Dilihat dari
bagaimana prilaku keseharian perawat terhadap perawatan kepada
pasien.
d. Dari segi lingkungan dan kondisi fisik juga mempengaruhi pasien tidak
merasakan puas. Pasien cenderung pasrah dan tidak ingin memikirkan
diluar masalah internal dari pasien.
e. Biaya yang terlalu tinggi juga sangat mempengaruhi. Pasien dari
kalangan menengah ke bawah akan merasakan puas dari kriteria biaya
yang terjangkau.
Ketidakpuasan pasien menurut Oroh dkk (2014) dipengaruhi oleh
beberapa karakteristik dari pasien tersebut. Bagaimana seorang pasien
membedakan antara pelayanan perawat satu dengan yang lainnya.
Karakteristik tersebut berupa dari segi umur, jenis kelamin, latar belakang
pendidikan, suku bangsa, agama dan pekerjaan dari pasien itu sendiri.
25

2.2.7. Manfaat Feedback Kepuasan Pasien


Menurut Wijono (2011) manfaat feedback dalam penilaian kepuasan
pasien dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya :
a. Untuk mengetahui, tidak menebak atau mengira-ngira, tingkatan
kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan. Sehingga
diperlukan evaluasi dalam meningkatkan kinerja keperawatan dari
hasil penilaian pasien.
b. Memonitor kepuasan sepanjang waktu dan memberikan peluang untuk
memperbaiki apabila terjadi penurunan kepuasan pasien dalam semua
tindakan keperawatan.
c. Mengidentifikasi aspek masalah dalam keperawatan dalam
meningkatkan kepuasan pasien, sehingga untuk kedepannya menjadi
semangat tersendiri dalam pemenuhan kebutuhan pasien.
d. Mempersempit aspek yang paling berpengaruh terhadap kepuasan
pasien dan mengetahui aspek yang tidak memuaskan, sehingga dapat
dilakukan perbaikan.
e. Meningkatkan pertanggungjawaban perawat terhadap kepuasan
pasien, keluarga dan diri sendiri pada perawat. Sehingga tercapainya
pelayanan mutu keperawatan yang optimal.
f. Mengukur hasil inovasi dan perubahan yang dilakukan, apakah pasien
dapat merasakan kepuasan setelah diadakan perbaikan. Perubahan
dilakukan bertahap sampai tingkat kepuasan pasien menjadi baik dan
tidak adanya keluhan yang didapatkan pasien.

Manfaat feedback kepuasan pasien adalah rumah sakit dapat menyusun


program survei kepuasan pasien secara berkala sehingga dapat
mengevaluasi kinerja pelayanan perawat dengan melakukan perbaikan
serta meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan keperawatan
dengan memaksimalkan pelayanan yang diberikan kepada pasien (Wijono,
2011).
26

2.3. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


2.3.1. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Jaminan kesehatan merupakan salah satu komponen dari sub sistem
pendanaan kesehatan. Sub sistem pendanaan kesehatan merupakan bagian
dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) (Kemenkes, 2013). Jaminan
kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. BPJS
(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah badan hukum publik yang
dibentuk untuk melenggarakan program jaminan sosial terdri dari BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

2.3.2. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional


Kepesertaan JKN merupakan setiap orang termasuk warga asing yang
bekerja paling singkat selama enam bulan di Indonesia yang telah
membayar iuran (Kemenkes RI, 2013). Peserta JKN meliputi penerima
bantuan iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai
berikut :
a. Kepesertaan dalam Jaminan Kesehatan Nasional, meliputi :
1. Peserta PBI jaminan kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir
miskin dan orang tidak mampu.
2. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin
dan orang tidak mampu yang terdiri atas :
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu :
a) Pegawai Negeri Sipil (PNS)
b) Anggota TNI
c) Anggota Polri
d) Pejabat Negara
e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
f) Pegawai Swasta
g) Pekerja yang tidak termasuk sampai f yang menerima upah.
27

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu :


a) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerjaan mandiri
b) Pekerja yang termasuk huruf a yang bukan menerima upah
c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b
termasuk Warga Negara Asing yang bekerja di Indonesia
paling singkat 6 bulan.
3) Bukan Peserta dan anggota keluarga, terdiri atas :
a) Investor
b) Pemberi kerja
c) Penerima pensiun
d) Veteran
e) Perintis kemerdekaan
f) Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai e yang
mampu membayar iuran.
4) Penerima pensiun, terdiri atas :
a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension
b) Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak
pensiun
c) Pejabat Negara yang berhentu dengan hak pension
d) Penerima pensiun selain huruf a , b dan c
e) Janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pension
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai denga huruf d
yang mendapat hak pensiun.
5) WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi peserta WNI yang bekerja di luar negeri
diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri
(Kemenkes RI, 2013).

b. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi :


1. Istri atau suami yang sah dari peserta
2. Anak kandung, anak tiri atau anak angkat yang sah dari peserta,
dengan kriteria sebagai berikut :
28

a) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai


penghasilan sendiri
b) Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih
melanjutkan pendidikan formal (Kemenkes RI, 2013).

c. Sedangkan peserta bukan PBI JKN juga dapat mengikutsertakan


anggota keluarga yang lain. Pendaftaran peserta dapat dilakukan di
kantor BPJS Kesehatan wilayah setempat atau terdekat (Kemenkes RI,
2013).

2.4. Pelayanan Kesehatan Rawat Inap


Menurut Crosby (1997) dalam Nursalam (2014), Rawat inap adalah kegiatan
penderita yang berkelanjutan ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang berlangsung lebih dari 24 jam, secara khusus pelayanan rawat
inap untuk penderita atau pasien yang memerlukan asuhan keperawatan secara
terus menerus (Continous Nursing Care) sehingga terjadi penyembuhan
(Nursalam, 2014).

Khusus pelayanan rawat inap ini adalah adanya tempat tidur (Hospital bed).
Tempat tidur ini dikelompokkan menjadi ruang perawatan (nursing units) yang
merupakan inti dari sebuah rumah sakit. Pengelolaan ruangan perawatan ini secara
umum diserahkan kepada seseorang perawat (nurse) yang juga bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pelayanan medis serta instruksi dari dokter yang ditujukan
pada penderita, misalnya penggunaan alat bantu pernafasan, alat pacu jantung dan
sebagainya (Nursalam, 2014).

Dengan kualitas pelayanan rawat inap yang memuaskan, akan mendorong pasien
untuk tetap memilih rumah sakit tersebut apabila membutuhkan lagi fasilitas
pelayanan kesehatan. Pelayanan rawat inap merupakan pusat kegiatan yang paling
banyak terjadi interaksi antara perawat dengan pasien. Karena unit ini banyak
memberikan pelayanan dibandingkan dengan yang lainnya (Nursalam, 2014).
29

2.5. Modifikasi Skala Likert Empat Skala


Pada tabel tiga dibawah ini, merupakan contoh kuesioner (angket) model
modifikasi skala Likert empat skala penilaian dengan menggunakan indikator
kompetensi pegawai (Hertanto, 2017).
Keterangan:
STS : Sangat Tidak Setuju (1)
TS : Tidak Setuju (2)
S : Setuju (3)
SS : Sangat Setuju (4)

Penggunaan instrumen kuesioner yang menggunakan skala Likert dengan empat


skala memiliki kelebihan dapat menjaring data penelitian lebih akurat dikarenakan
kategori jawaban Undeciden yang mempunyai arti ganda atau bisa diartikan
responden belum dapat memutuskan atau memberi jawaban, tidak digunakan di
dalam kuesioner dikarenakan dapat menimbulkan (central tendency effect) yang
dapat menghilangkan banyak data penelitian sehingga mengurangi banyaknya
informasi yang dapat dijaring dari para responden (Hertanto, 2017).

Sedangkan kelemahan instrumen kuesioner skala Likert dengan empat skala


adalah responden tidak memiliki alternatif jawaban berupa netral atau ragu-ragu.
Bagi peneliti pilihan menggunakan instrumen kuesioner lima skala atau empat
skala disesuaikan berdasarkan kebutuhan penelitian (Hertanto, 2017).

\
30

2.6. Penelitian Terkait


Tabel 2.2 Penelitian Terkait
No. Judul Nama Tahun dan Rancangan Variabel Hasil Penelitian
Penelitian Peneliti Tempat Penelitian Penelitian
Penelitian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Hubungan Agung 2017 Comparative Variabel bebas : Hasil penelitian menunjukkan
Kualitas Anggara RSUD Study dengan kualitas pelayanan adanya hubungan antara kualitas
Pelayanan Lukmenda Bengkayang menggunakan rumah sakit : pelayanan kesehatan dengan
Kesehatan Kalimantan metode survei 1. Tangibility tingkat kepuasan pasien. Dari 5
dengan Tingkat Barat pendekatan 2. Reliability dimensi yang dominan yaitu
Kepuasan cross 3. Responsiveness reliability dan assurance
Pasien sectional 4. Assurance menunjukkan kualitas pelayanan
Pengguna BPJS 5. Emphaty rumah sakit yang baik sebanyak
di Ruang Rawat (64,7%) dan yang dominan
Inap RSUD Variable terikat : dikeluhkan kurang baik yaitu
Bengkayang Tingkat Kepuasan dimensi emphaty sebanyak
Pasien (49,4%),
2. Hubungan Fhijie C. 2013 Survei Variabel bebas : Hasil penelitian menunjukkan
antara Faisal RSUP Prof. Analitik dimensi mutu adanya hubungan antara dimensi
Pelayanan DR. R. D. dengan pelayanan : ketanggapan dan kepedulian
Perawat dengan Kandou menggunakan 1. Ketanggapan dengan kepuasan pasien dan
Kepuasan Kota metode survei 2. Kehandalan tidak terdapat hubungan antara
Pasien di Manado pendekatan 3. Jaminan dimensi kehandalan, jaminan
Instalasi Rawat cross 4. Kepedulian dan bukti langsung dengan
Inap RSUP sectional 5. Bukti langsung kepuasan pasien.
Prof. DR. R. D.
Kandou Kota Variabel terikat :
Manado Kepuasan Pasien
3. Faktor – Faktor Merryani 2014 Penelitian ini Variabel bebas : Hasil penelitian didapatkan
yang E. Oroh RSUD menggunakan karakteristik bahwa responden dengan hasil
Berhubungan Noongan desain responden. tertinggi adalah pasien berjenis
dengan Tingkat Sulawesi penelitian kelamin perempuan (53%),
Kepuasan Utara cross Variabel terikat : umur > 40 tahun (73%), lama
Pasien Rawat sectional Kepuasan Pasien perawatan 2-6 hari (78%), dan
Inap terhadap sebagian besar responden puas
Pelayanan terhadap pelayanan keperawatan
Keperawatan di (73%).
Ruang Interna Terdapat hubungan antara jenis
RSUD Noongan kelamin dengan tingkat
kepuasan pasien dan ada
hubungan antara lama
perawatan dengan tingkat
kepuasan pasien.
4. Hubungan Nofiati 2015 Penelitian ini Variabel bebas : Hasil penelitian didapatkan
Layanan Wulandari RSUD menggunakan aspek perhatian, adanya hubungan layanan
Keperawatan Ungaran metode penerimaan, keperawatan (Aspek perhatian,
dengan Tingkat Kabupaten komunikasi, penerimaan, komunikasi,
eksplanatory
Kepuasan Semarang kerjasama dan kerjasama dan tanggung jawab)
Pasien Rawat dengan tanggung jawab dengan kepuasan pasien rawat
Inap di RSUD pendekatan inap.
Ungaran cross Variabel terikat :
Kabupaten sectional Kepuasan Pasien
Semarang
31

2.7. Kerangka Teori


Kerangka konseptual pada penelitian ini mengacu pada konsep teoritis kepuasan
pasien menurut Depkes RI (2008) dan Parasuraman, Zeithaml dan Barry (1988)
dalam Bustami (2011).
Input Proses Output

Pasien Jaminan Pelayanan Kepuasan


Kesehatan Keperawatan Pasien
Nasional

Aspek Penerimaan
Aspek Perhatian
Aspek Komunikasi
Aspek Kerjasama
Aspek Tanggung jawab

Gambar 2.2
Skema Kerangka Teori
Modifikasi dari Depkes (2008), Parasuraman, Zeithaml dan Barry (1988) dalam Bustami 2011

2.8. Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan
dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi
masalahnya (Azwar, 2009). Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan
pelayanan keperawatan terhadap kepuasan pasien rawat inap peserta JKN, dimana
variabel independen yang diteliti pelayanan keperawatan dan variabel dependen
yaitu tingkat kepuasan pasien rawat inap peserta JKN.

Dari berbagai aspek teoritis yang disajikan dalam tinjauan pustaka, maka dapat
digambarkan kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen

Pelayanan Keperawatan :
Aspek Penerimaan
Aspek Perhatian Kepuasan Pasien Rawat Inap
Aspek Komunikasi
Peserta JKN
Aspek Kerja sama
Aspek Tanggung Jawab

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian


32

2.9. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan proposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau merupakan


suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Soekidjo Notoatmojo (2010 :
107) mendefinisikan bahwa hipotesis dalah sebuah pernyataan tentang sesuatu
yang diduga atau hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang
dapat diuji secara empiris, biasanya hipotesis terdiri dari pertanyaan terhadap
adanya atau tidak adanya hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas
(independent variables) dan variabel terikat (dependent variables). Hipotesis
dalam penelitian ini adalah :
1. Adanya hubungan antara pelayanan keperawatan pada aspek penerimaan
dengan kepuasan pasien rawat inap peserta JKN di RS Graha Husada.
2. Adanya hubungan antara pelayanan keperawatan pada aspek perhatian
dengan kepuasan pasien rawat inap peserta JKN di RS Graha Husada.
3. Adanya hubungan antara pelayanan keperawatan pada aspek komunikasi
dengan kepuasan pasien rawat inap peserta JKN di RS Graha Husada.
4. Adanya hubungan antara pelayanan keperawatan pada aspek kerjasama
dengan kepuasan pasien rawat inap peserta JKN di RS Graha Husada.
5. Adanya hubungan antara pelayanan keperawatan pada aspek tanggung jawab
dengan kepuasan pasien rawat inap peserta JKN di RS Graha Husada.

Anda mungkin juga menyukai