Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang


dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-
obatan serta bahan-bahan kimia yang disertai nekrosis dan klinis, biokimia
serta seluler yang khas (Putri, 2015).
Hepatitis merupakan peradangan luas pada jaringan hati yang
menyebabkan nekrosis dan degenarasi sel yang mengenai parenkim, sel-sel
kuffer, duktus empedu, dan pembuluh darah (Prastika, 2016).

2. Patofisiologi

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh


infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan
kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik
karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya
inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan
terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis
dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang
menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan
oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien
yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal. Inflamasi
pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan
dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan
adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati (Putri, 2015).
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun
jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati
tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu
intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut
didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.
Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,
karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada
duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun
bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus
yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin. Tinja mengandung sedikit
sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin
konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih,
sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-
garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada
ikterus (Putri, 2015)
3. Pathway

Pengaruh alkohol,
virus hepatitis, dan
toksin
Inflamasi pada hepar

Gangguan sel-sel Hipertermi Peregangan kapsula


darah normal pada hati
sel hepar Perasaan tidak Hepatomegal
nyaman di kuadran i
kanan atas Anoreksia
Nyeri akut
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

Gangguan metabolisme Obstruksi


karboidrat lemak dan Kerusakan konjugasi
protein
Gangguan ekskresi
empedu Bilirubin tidak sempurna
Glikogene glukoneogen dikeluarkan melalui duktus
sis esis menurun Retensi
hepatikus
menurun bilirubin
Regurgitasi pada Bilirubin direk
Glikogen dalam
duktuli empedu meningkat
hepar berkurang
intra hepatik Icterus
Glikogenolisis Bilirubin direk
menurun meningkat Larut dalam air
Peningkatan garam
Glukosa dalam darah empedu dalam darah
berkurang
Prusitus
Cepat lelah Risiko
ketidakstabil Perubahan Ekskresi kedalam
Intoleransi an kadar kenyamanan kemih
aktivitas glukosa Resiko Bilirubin dan kemih
darah gangguan berwarna gelap
fungsi hati
4. Etiologi

Menurut Putri (2015) etiologi hepatitis yaitu :

2.1 Infeksi Virus

Type A Type B Type C Type D Type E


Metode Fekal-oral Parenteral, Parenteral, Parenteral, Fekal oral
transmisi melalui seksual, seksual perinatal,
orang lain perinatal jarang, memelukan
orang ke koinfeksi
orang, dengan type B
perinatal
Keparahan Tak ikterik Parah Menyebar Peningkatan Peningkatan
dan luas, dapat insiden kronis insiden kronis
asimtomatik berkembang dan gagal dan gagal
sampai hepar akut hepar akut
kronis
Sumber Darah, Darah, Terutama Melalui darah Darah, feses,
Virus feses, saliva saliva, melalui saliva
semen, darah
sekresi
vagina

Reaksi toksik terhadap obat-obatan: menyebabkan toksik untuk


hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut
Alkohol: menyebabkan alcohol hepatitis dan selanjutnya menjadi
alcohol sirosis
Bahan-bahan kimia
5. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis hepatitis menurut Prastika (2016) terdiri dari:

a. Masa tunas
1) Virus A: 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
2) Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
3) Virus non A dan non B: 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
b. Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan
infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun
(pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati)
dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang,
bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan
meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri
persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.
c. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat,
penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit
dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap
dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai
gatal-gatal pada seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan
selama 1-2 minggu.
d. Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual,
rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata
14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak
normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan
lekas capai.

6. Klasifikasi
a. Hepatitis Virus
1) Hepatitis A
Penyebabnya adalah virus hepatitis A, dan merupakan
penyakit endemis di beberapa negara berkembang. Selain itu
hepatitis A merupakan hepatits yang ringan, bersifat akut,
sembuh spontan/sempurna tanpa gejala sisa dan tidak
menyebabkan infeksi kronik. Penularan penyakit ini melalui
fekal oral. Sumber penularannya umumnya terjadi karena
pencemaran air minum, makanan yang tidak dimasak, makanan
yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan personal hygiene yang
rendah. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya IgM
antibody serum penderita. Gejalanya bersifat akut, tidak khas
bisa berupa demam, sakit kepala, mual dan muntah, sampai
icterus, bahkan sampai menyebabkan pembengkakan hati. Tidak
ada pengobatan khusus untuk penyakit ini tetapi hanya
pengobatan pendukung dan menjaga keseimbangan nutrisi.
Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan lingkungan, terutama terhadap makanan dan
minuman serta melakukan PHBS.
2) Hepatitis B Akut
Penyebab penyakit hepatitis B ini adalah HBV yaitu virus
hepatitis B dari golongan virus DNA. Masa inkubasinya 60-90
hari. Penularannya vertical terjadi pada masa perinatal dan 5%
intra uterine. Penularan horizontal melalui transfuse darah, jarum
suntik tercemar, pisau cukur, tattoo, dan transplantasi organ.
Gejala hepatitis B akut tidak khas, seperti rasa terlalu lesu, nafsu
makan berkurang, demam ringan, nyeri abdomen sebelah kanan,
dapat timbul icterus, dan air kencing warna teh. Diagnosis
diteggakkan dengan tes fungsi hati serum transaminase (ALT
meningkat), serologi HBsAg dan IgM anti HBC dalam serum.
Pengobatan tidak diperlukan antiviral, pengobatan umumnya
bersifat simtomasis. Pencegahannya : telah dilakukan penapisan
darah sejak tahun1992 terhadap bank darah melalui PMI,
Imunisasi yang sudah masuk dalam program nasional : HBO
(<12 jam), DPT/HB1 (2 bulan), DPT/HB2 (3 bulan) DPT/HB3
(4 bulan), dan menghindari faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya penularan.
3) Hepatitis B kronik
Hepatitis B kronik berkembang dari Hepatitis B akut. Usia
saat terjadinya ifeksi mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila
penularan terjadi saat bayi maka 95% akan menjadi hepatitis B
kronik. Sedangkan bila penularan terjadi pada usia balita, maka
20-30% menjadi hepatitis B kronik dan bila penularan saat
dewasa maka hanya 5% yang menjadi penderita hepatitis B
kronik. Hepatitis B kronik ditandai dengan HBsAG (Hepatitis B
surface antigen) positif (> 6 bulan). Selain HBsAG, perlu
diperiksa HBeAG (hepatitis B E-Antigen, anti-HBe dalam
serum, kadar ALT (Alanin Amino Transferase), HBV-DNA
(hepatitis B virus-Deoxyribunukleic Acid) serta biopsy hati.
Biasanya tanpa gejala. Sedangkan untuk pengobatannya saat ini
telah tersedia 7 macam obat untuk hepatitis B. prinsip
pengobatan tidak perlu terburu buru tapi jangan terlambat.
Adapun tujuan pengobatan memperpanjang harapan hidup,
menurunkan kemungkinan terjadinya sirosis hepatis atau
hepatoma
4) Hepatitis C
Penyebab utamanya adalah sirosis dan kanker hati. Etiologi
virus hepatitis C termasuk golongan virus RNA (ribo nucleic
acid). Masa inkubasi 2-24 minggu. Penularan hepatitis C melalui
darah dan cairan tubuh, penularan masa perinatal sangat kecil
melalui jarum suntik (IDUs, tattoo) transpaltasi organ,
kecelakaan kerja (petugas kesehatan), hubungan seks dapat
menularkan tetapi sangat kecil. Kronisitasnya 80% penderita
akan menjadi kronik. Pengobatan hepatitis C: kombinasi
pegylated interferon dan ribavirin. Pencegahan hepatitis C
dengan menghindari faktor resiko karena sampai saat ini belum
tersedianya vaksin untuk hepatitis C.
5) Hepatitis D
Virus hepatitis D paling jarang ditemukan tapi paling
berbahaya. Hepatitis D juga disebut virus delta, virus ini
memerlukan virus hepatitis B untuk berkembang biak sehingga
hanya ditemukan pada orang yang telah terinfeksi virus hepatitis
B. tidak ada vaksin tetapi secara otomatis orang akan terlindungi
jika telah diberikan imunisasi hepatitis B.
6) Hepatitis E
Dahulu dikenal sebagai hepatitis non A-non B. etiologi
virus hepatitis E termasuk virus RNA. Masa inkubasi 2-9
minggu. Penularan melalui fecal oral seperti hepatitis A.
diagnosis dengan didapatkannya IgM dan IgG antiHEV pada
penderita yang terinfeksi. Gejalanya ringan menyerupai gejala
flu, sampai icterus. Pengobatannya belum ada pengobatan
antivirus. Pencegahannya dengan menjaga kebersihan
lingkungan, terutama kebersihan makanan dan minuman.
Vaksinasi hepatitis E belum tersedia.
7) Kemungkinan hepatitis F dan G
Masih terdapat perdebatan dalam penelitian hepatitis
mengenai kemungkinan adanya virus hepatitis F. Sedangkan
virus hepatitis G adalah suatu flavivirus RNA yang mungkin
menyebabkan hepatitis fulminant. HGV ditularkan terutama
melalui air namun juga dapat ditularkan melalui hubungan
seksual. Kelompok yang beresiko adalah individu yang telah
menjalani transfuse darah, tertusuk jarum suntik secara tidak
sengaja, pengguna obat melalui intravena, atau pasien
hemodialisis. Beberapa peneliti meyakini bahwa HGV tidak
menyebabkan hepatitis yang bermakna secara klinis sehingga
mereka tidak lagi mempertimbangkan virus ini sebagai virus
hepatitis.
b. Hepatitis Kronik
Jika penyakit pasien menetap tidak sembuh secara klinik
labolatorik atau gambaran patologik anatomi dalam waktu 4 bulan.
Dikatakan hepatitis kronik jika kelainan menetap lebih dari 6 bulan.
Ada 2 jenis hepatitis kronik, yaitu:
a. Hepatitis kronik persisten biasa yang akan sembuh sempurna
b. Hepatitis kronik aktif yang umumnya berakhir menjadi sirosis
hepatis
c. Hepatitis Fulminan
Hepatitis yang perjalanan penyakitnya berjalan dengan cepat,
icterus menjadi hebat, kuning seluruh tubuh, timbul gejala
neurologi/ensefalopati dan masuk ke dalam keadaan koma dan
kegagalan hati dan ditemukan tanda-tanda perdarahan. Biasanya
penderita meninggal 1 minggu sampai 10 hari.

7. Komplikasi
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan
oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut
ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan
menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada
alkoholik (Prastika, 2016).
Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan
sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.
Komplikasi yang sering adalah serosis, pada serosis kerusakan sel hati akan
diganti oleh jaringan parut (sikatrik) semakin parah kerusakan, semakin
besar jaringan parut yang terbentuk dan semakin berkurang jumlah sel hati
yang sehat (Putri, 2015).

8. Pemeriksaan penunjang

Menurut Prastika (2016), pemerikasaan penunjang yang dapat dilakukan


pada pasien dengan hepatitis adalah:
a. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum
ikterik kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim-
enzim intra seluler yang terutama berada di jantung, hati dan
jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak, meningkat pada
kerusakan sel hati
b. Darah Lengkap (DL)
Eritrosit menurun sehubungan dengan penurunan hidup
eritrosit (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
c. Leukopeni: trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
d. Diferensia darah lengkap: leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal
dan sel plasma.
e. Feses: warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
f. Albumin Serum
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein
serum disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada
berbagai gangguan hati.
g. Anti HAVIgM: positif pada tipe A
h. HbsAG: dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
i. Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati
atau berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk
sintesis protombin.
j. Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk,
mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
k. Biopsi hati: menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
l. Scan hati: membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin
hati.
m. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin. Gangguan eksresi bilirubin
mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Karena bilirubin
terkonjugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin menimbulkan
bilirubinuria.

9. Penatalaksanaan

a. Medis
1) Pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup istirahat.
Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan
tetapi banyak pasien akan merasakan lebih baik dengan pembatas
aktivitas fisik, kecuali diberikan pada mereka dengan umur orang
tua dan keadaan umum yang buruk
2) Obat-obatan
1) Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat
penurunan bilirubin darah. Pemberian bila untuk
menyelamatkan nyawa dimana ada reaksi imun yang
berlebihan.
2) Berikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati.
a. Contoh obat: Asam glukoronat/ asam asetat, Becompion,
kortikosteroid.
3) Vitamin K pada kasus dengan kecenderungan perdarahan.
Obat-obatan yang memetabolisme hati hendaknya dihindari.
4) Antibiotik, misalnya Neomycin 4 x 1000 mg / hr peroral.
5) Lactose 3 x (30-50) ml peroral.
6) Interferon α, Lamivudin, dan Ribavirin
7) Glukonal kalsikus 10% 10 cc intavena (jika ada
hipokalsemia)
8) Infus glukosa 10% 2 lt / hr.
9) Jika penderita tidak nafsu makan atau muntah-muntah
sebaiknya di berikan infus glukosa. Jika nafsu makan telah
kembali diberikan makanan yang cukup
10) Bila penderita dalam keadaan prekoma atau koma, berikan
obat-obatan yang mengubah susunan feora usus, misalnya
neomisin atau kanamycin sampai dosis total 4-6 mg / hr.
Laktosa dapat diberikan peroral, dengan pegangan bahwa
harus sedemikian banyak sehingga Ph feces berubah menjadi
asam.
b. Non Medis
a. Istirahat, pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup
istirahat.
b. Karena terbatasnya pengobatan terhadap hepatitis maka
penekanan lebih dialirkan pada pencegahan hepatitis, termasuk
penyediaan makanan dan air bersih dan aman. Higien umum,
pembuangan kemih dan feses dari pasien yang terinfeksi secara
aman, pemakaian kateter, jarum suntik dan spuit sekali pakai
akan menghilangkan sumber infeksi. Semua donor darah perlu
disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima
menjadi panel donor.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajiaan

a. Riwayat keperawatan
1) Data demografi: apakah pasien tinggal/bekerja di lingkungan
yang terpapar dengan infeksi virus dan bahan-bahan kimia ?
2) Riwayat kesehatan sekarang: pasien bisa datang dengan keluhan
demam, sakit kepala, nyeri pada kuadran kanan atas, mual,
muntah, ikterik, lemah, letih, lesu, dan anoreksia
3) Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit apa yang pernah diderita pasien ?
2) Apakah pasien memiliki kebiasaan minum alkohol ?
3) Apakah pasien pernah menjalani operasi batu empedu ?
4) Riwayat kesehatan keluarga: apakah ada keluarga pasien yang
menderita penyakit hepatitis dan penyakit infeksi lain ?
(Prastika, 2016)
b. Pemeriksaan Fisik
1) B1(Pernafasan)
- Inspeksi : bentuk dada simetris,tidak menggunakan alat
bantu nafas,irama nafas teratur, tidak ada nyeri dada,
sianosis tidak ada
- Palapsi : gerakan dada saat bernafas normal dan seimbang
antara kiri dan kanan.
- Perkusi : terdengar bunyi sonor Auskultasi : terdapat bunyi
nafas tambahan ( ronkhi)
2) B2(Kardiovaskuler)
- Inspeksi :tidak ada nyeri dada, sianosis tidak ada.
- Palpasi : irama jantung teratur, tekanan darah bisa
meningkat atau menurun.
- Perkusi : pekak
- Auskultasi : suara jantung S1 S2 tunggal
3) B3(Persyarafan)
- Inpeksi : kesadaran compomentis, orientasi baik, kejang (-),
kaku kuduk (-), brudinzky (-), nyeri kepala (-), pusing (-),
kelainan nervous cranialis (-)
4) B4(Perkemihan)
- Inspeksi : urine berwarna gelap atau kuning pekat seperti teh
karena perubahan fungsi hati, menggunakan kateter
- Palpasi : tidak ada kelainan pada perkemihan
5) B5 (Pencernaan)
- Inspeksi : anoreksia, berat badan menurun, mual dan
muntah, asites, mukosa bibir kering
- Palpasi : nyeri tekan pada kuadran kanan,BAB warna tanah
liat,tidak ada kram abdomen dan gatal
- Perkusi : nyeri ketuk pada kuadran kanan atas Auskultasi :
mungkin terjadi peningkatan perilstatik,penambahan suara
pekak pada region kuadran kanan atas,terjadi distensi
abdomen,feses pucat,dan penurunan berat badan
6) B6 (Muskuluskelektal & integumen)
- Inspeksi : akral hangat, oedema (+), kemampuan gerakan
terbatas,warna kulit kering
- Palpasi : turgor elastis, CRT < 3 detik, kekuatan otot 3,3,5,5
7) B7 Pengindraan
- Inspeksi : sklera mata tampak ikterik,konjungtiva merah
muda,tidak terdapat ptosis pertumbuhan rambut bulu mata
baik, reaksi pupil terhadap cahaya isokor,ketajasman
penglihatan baik,alat bantu yang digunakan tidak ada.
- Hidung : normal ,mukosa hidung lembab,tidak ada sekret,
ketajaman penciuman normal
- Telinga : bentuk kanan dan kiri simeris,tidak ada keluhan,
ketajaman pendengaran normal, tidak ada alat bantu
- Perasa : normal tidak ada masalah Peraba : baik tidak ada
masalah
8) B8 Endokrin
- Inspeksi : gangrene (-), pus (-), bau (-)
- Palpasi : pembeseran kelenjar tyroid (-), pembesaran
kelenjar parotis tidak ada (Prawirohardjo, 2010).
9) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan kaji pasien
mengenai:
1) Apakah pasien menjaga kesehatan kebersihan diri dan
lingkungannya ?
2) Apakah pasien mengetahui tentang penyakit hepatitis ?
3) Bagaimana cara pasien menjaga kesehatanya selama sakit ?
10) Pola nutrisi
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola nutrisi
kaji pasien mengenai:
1) Apakah pasien mengalami kehilangan nafsu makan
(anoreksia) ?
2) Apakah pasien mengalami penurunan atau peningkatan berat
badan ?
3) Apakah pasien mangalami mual muntah ?
4) Apakah terjadi penimbunan cairan di perut pasien ?
11) Pola eliminasi
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola
eliminasi kaji pasien mengenai:
1) Apakah urine pasien berwarna gelap ?
2) Apakah pasien mengalami konstipasi atau diare ?
3) Bagaimana konsistensi dari feses pasien ?
4) Apakah feses pasien berwarna seperti tanah liat ?

12) Aktivitas dan Latihan


Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola
aktivitas dan latihan kaji pasien mengenai:
Aktivitas sehari-hari:
1) Bagaimanakah pasien beraktifitas dalam pekerjaannya?
2) Apakah tanda gejala dari penyakit hepatitisnya mengganggu
aktifitasnya ?
3) Apakah pasien mengalami kelemahan, kelelahan dan malaise
umum selama beraktifitas ?
Olah raga:
1) Apakah pasien bisa melakukan kegiatan olah raga?
2) Jika iya, jenis olah raga apa yang dilakukan pasien?
13) Tidur dan Istirahat

Dalam pola ini kaji pasien mengenai :


1) Apakah penyakit hepatitisnya mengganggu pola tidurnya ?

2) Apakah selama sakit pasien cenderung ingin tidur ?

14) Sensori, Presepsi dan Kognitif

Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola ini kaji
pasien mengenai:
1) Bagaimanakah tingkat ansietas pasien selama sakit hepatitis?

2) Apakah pasien mengalami nyeri?

Jika iya, lakukan pengkajian dengan menggunakan:


a) P (provoking atau pemacu): faktor yang memperparah
atau meringankan nyeri
b) Q (quality atau kualitas): kualitas nyeri (misalnya,
tumpul, tajam, merobek)
c) R (region atau daerah): daerah penjalaran nyeri
d) S (severity atau keganasan): intensitasnya
e) T (time atau waktu): serangan, lamanya, frekuensi, dan
sebab
15) Konsep diri
16) Pola Peran Hubungan
Pada pola peran hubungan kaji pasien mengenai:
1) Apakah pekerjaan pasien?
2) Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien Selama sakit ?
3) Bagaimanakah pasien berhubungan dengan orang lain selama
sakit?
17) Manajemen Koping Setress
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian, pada pola ini kaji
pasien mengenai:
1) Apakah pasien mengalami stres sejak selama hepatitis ?
2) Bagaimana pasien menghadapi stres yang dimilikinya ?
18) Sistem Nilai Dan Keyakinan
Pola ini tidak menjadi fokus pengkajian, pola ini
menggambarkan bagaimana keyakinan serta spiritual pasien
terhadap penyakitnya
19) Seksual dan Repruduksi
Pola ini tidak menjadi fokus pengkajian

2. Diagnosis yang mungkin muncul

a. Nyeri akut b/d Inflamasi pada hepar (D.0077)

 Pengertian

pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintegritas ringan hingga berat

dan konstan yang berlangsung kurang dari 3 bulan

 Batasan karakteristik

Subjektif : mengeluh nyeri

Objektif : tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,

frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah

meningkat, pola napas berubah, nafu makan berubah, proses


berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,

diaforesis

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan kegagalan masukan untuk

memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual, muntah

(D.0019)

 Pengertian

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme

 Batasan karakteristik

Subjektif : cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri

abdomen, nafsu makan menurun

Objektif : berat badan menurun minimal 10% dibawah

rentang ideal, bisisng usus hiperaktif, otot pengunyah lemah,

otot menelan lemah, membrane mukosa pucat, sariawan,

serum albumin menurun, diare

c. Hipertermia berhungan dengan proses penyakit (risiko infeksi)

(D.0130)

 Pengertian

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh

 Batasan karakteristik
Objektif : suhu tubuh diatas rentang normal, kulit merah,

kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat

d. Ansietas b/d kurang terpapar informasi (D.0080)

 Pengertian

Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek

yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang

memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi

ancaman.

 Batasan karakteristik

Subjektif : Merasa bingung, Merasa khawatir dengan akibat

dari kondisi yang dihadapi, Mengeluh pusing, Anoreksia,

Palpitasi, Merasa tidak berdaya, Sulit berkomunikasi

Objektif : Tampak gelisah, Tampak tegang, Sulit tidur,

Frekuensi nafas meningkat, Frekuensi nadi meningkat,

Diaforesis, Tremor, Muka tampak pucat, Suara bergetar,

Kontak mata buruk, Sering berkemih, Berorientasi pada masa

lalu

e. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan (D.0056)

 Pengertian

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari

 Batasan karakteristik
Subjektif : Mengeluh lelah, Dispnea saat/setelah

aktivitas, ,Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, Merasa

lemah

Objektif: frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi

sehat, Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,

gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas,

gambaran EKG menunjukan iskemia, sianosis


3. tervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Utama Rasional


keperawatan Hasil
1 Defisit nutrisi L.03030 - mengetahui rentang status nutrisi
berhubungan Setelah dilakukan asuhan I.03119
Manajemen Nutrisi pasien apakah normal atau tidak
dengan keperawatan selama 3x24 1. Observasi - mengetahui jenis alergi yag
kegagalan jam, diharapkan
dialami pasien terhadap makanan
masukan Keadekuatan asupan nutrisi - Identifikasi status nutrisi
untuk untuk memenuhin kebutuhan - mengetahui kebbutuhan dan
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan kecukupan nutrient bagi tubuh
memenuhi metabolisme membaik
kebutuhan dengan - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis pasien sesuai kondisina
metabolik Kriteria Hasil : nutrient - jika pasien mengalami kesulitan
karena - Porsi makan yang - Identifikasi perlunya penggunaan selang menelan, maka pemasakan NGT
anoreksia, diahbiskan meningkat (5) nasogastrik diperlukan
mual, muntah - Monitor asupan makanan
(D.0019) - mengetahui kemampuan pasien
- Serum albumin meningkat - Monitor berat badan dalam menghabikan makanan
(5) - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium - mengetahui status perubahan BB
- Perasaan cepat kenyang sebelum dan saat sakit
2. Terapeutik
menurun (5) - mengetahui status hematologi dan
kimia karbohidrat pasien
- Sajikan makanan secara
- Nyeri abdomen menurun - agar nafsu makan pasin membaik
menarik dan suhu yang sesuai
(5) - Serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makan tinggi serat
- Kalori dan protein sebagai tenaga
- IMT membaik (5) - Berikan makanan tinggi kalori
untuk pasien
dan tinggi protein
- Agar pasien tidak tersedak saat
- Frekuensi makan - Berikan suplemen makanan,
makan
membaik (5) jika perlu
- Antiemetic mencegah terjadinya
- Nafsu makan membaik Edukasi mual dan muntah pada pasien
(5) - Anjurkan posisi duduk, jika perlu - Menentukan kebutuhan nutrisi
yang sesuai dengan kondisi pasien
- Bising usus membaik (5) - Ajarkan diet yang diprogramkan
- Mengetahui kemampu menelan
Kolaborasi pasien
- Membrane mukosa
- Cuci tangan sebelum makan
membaik (5) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
- mencegah penyaberan
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika mikroorganisme masuk ke mulut
perlu - Agar pasien tidak teredak saat
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk makan
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient - Makanana hangat untuk menaikan
yang dibutuhkan, jika perlu nafsu makan dan mencegah mual
pada pasien
I.03125
Pemberian makanan - Membantu pasien tetap menjaga
asupan nutrisi
1. Observasi - Analgesic untuk mengurangi nyeri
secara farmakologi
- identifikasi makanan yang diprogramkan
- Antiemetic untuk mengurai rasa
- identifikasi kemampuan menelan
mual secara farmakologi
2. Terapeutik

- lakukan kebersihan tangan dan


mulut sebelum makan
- berikan posisi duduk atau semi
fowler selama makan
- berikan makanan hangat, jika
memungkinkan
- cuci muka dan tangan setelah
makan

3. Edukasi
- anjurkan orangtua atau keluarga
membantu memberi makan kepada pasien

4. Kolaborasi

- kolaborasi pemberian analgesik yang


adekuat sebelum makan, jika perlu
- kolaborasi pemberian antiemetik sebelum
makan, jika perlu

2 Nyeri akut L. 08063 I.08238 - Untuk mengertahui penyebab


b/d Inflamasi
pada hepar Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri nyeri, karakteristik, lokasi,
(D.0077) keperawatan selama 3x24
jam, diharapkan nyeri 1. Observasi freuensi, dan kulaitas nyeri
berkurang/ hilang dengan - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, - Mengetahui tingkat nyeri yang
kriteria hasil:
frekuensi, kualitas intensitas nyeri dirasakan pasien
1. Melaporkan nyeri
- Identifikasi skala nyeri - Tingkat ansietas dapat
terkontrol (5
meningkat) mempengaruhi persepsi / reaksi
- Observasi reaksi non verbal dan
terhadap nyeri
2. Kemampuan mengenali ketidaknyamanan
onset nyeri (5 - Mengetahui faktor yang dapat
- Identifiksi faktor yang memperberat dan
meningkat) memperburuk nyeri pasien
memperingan nyeri
- Memfokuskan kembali perhatian,
3. Kemampuan mengenali
2. Terapeutik meningkatkan kontrol dan
penyebab nyeri (5
meningkat) - Berikan teknik non farmakologis untuk meningkatkan harga diri dan
mengurangi rasa nyeri kemampuan koping
4. Kemampuan
menggunakan teknik - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa - Membantu memenuhi kebutuhan
non- farmakologis (5 nyeri istirahat tidur pasien
meningkat) - Agar klien nyaman
- Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Keluhan nyeri (5 - Analgetik dapat mengurangi
3. Edukasi
Menurun pengikatan mediator kimiawi nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
pada reseptor nyeri sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
3 Hipertermia - Untuk mengetahui intervensi
L.14134 I.14507
berhungan
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia selanjutnya akan dilakukan
dengan
proses keperawatan selama 3x24 jam, 1. Observasi - Untuk mengetahui suhu tubuh
penyakit
diharapkan pengaturan suhu tubuh - Identifikasi penyebab hipertermia (misal. pasien
(risiko
infeksi) agar tetap berada pada rentang Dihidrasi, terpapar lingkungan panas, - Mengetahui kedaan pasien secara
(D.0130) normal dengan kriteria hasil: penggunaan incubator) objektif
1. Suhu tubuh membaik (5) Monitor suhu tubuh
- - Untuk mengetahui intervensi
2. Suhu kulit membaik (5) 2. Terapeutik selanjutnya yang akan dilakukan
3. Ventilasi membaik (5)
- Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
- Lakukan pendinginan eksternal (kompres
hangat pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila) - Mempermudah pengeluarah suhu
- Berikan oksigen, jika perlu panas yang ada di dalam tubuh
3. Kolaborasi - Agar tidak terjadi dehidrasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, - Meminimalisir pertumbuhan
jika perlu mikroorganisme
- Mengurangi demam pasien secara
non farmakologi

- Mengurangi sesak yang dirasakan


pasien
- Mengatasi demam secara
farmakologi

4 Ansietas b/d L. 09093 I.09314


kurang Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (SIKI:)
terpapar
informasi keperawatan diharapkan selama 3 1. Observasi
(D.0080) x 24 jam diharapkan kondisi emosi - Observasi tanda-tanda vital
dan pengalaman subyektif terhadap - Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
objek yang tidak jelas dan spesifik 2. Terapeutik
akibat antisipasi bahaya yang - Ciptakan suasana terapeutik (tenang dan tanpa
memungkinkan individu gangguan) untuk menumbuhkan kepercayaan
melakukan tindakan untuk - Lakukan pendekatan terapeutik
menghadapi ancaman, dengan - Dengarkan dengan penuh perhatian
kriteria hasil: 3. Edukasi
1. Verbalisasi khawatir akibat - Informasikan secara faktual mengenai dignosis,
kondisi yang dihadapi pengobatan dan prognosis
menurun (5) - Anjurkan keluarga tetap berada disisi pasien, jika
2. Perilaku gelisah menurun (5) perlu
3. Perilaku tegang menurun (5) - Anjurkan mengungkapkan perasaan dan presepsi
4. Tekanan darah menurun (5) - Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
5. Frekuensi nadi menurun (5) ketegangan
6. Frekuensi nafas menurun(5) - Latih teknik relaksaksi
5 Intoleransi L.05047 I.05178
aktivitas b/d
kelemahan Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Energi
(D.0056) keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan respon fisiologis 1. Observasi
terhadap aktivitas yang - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
membutuhkan tenaga meningkat mengakibatkan kelelahan
dengan kriteria hasil: - Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Frekuensi nadi meningkat
- Monitor pola dan jam tidur
(5)
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
2. Saturasi oksigen
meningkat (5) melakukan aktivitas
3. Keluhan lelah menurun (5) 2. Terapeutik
4. Dyspnea saat/setelah - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
aktivitas menurun (5) stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
5. Perasaan lemah menurun - Lakukan latihan rentang gerak pasin dan/atau
(5) aktif
6. Tekanan darah membaik - Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
(5)
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
7. Frekuensi napas membaik
dapat berpindah atau berjalan
(5)
3. Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukkan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
4. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat dari proses

keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana

keperawatan. Tindakan dilakukan sesuai dengan yang telah

direncanakan, mencakup kegiatan mandiri dan kolaborasi. Dengan

rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat,

intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan

untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien (Padila,

2012).

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan proses kontinu yang terjadi saat

perawat melakukan kontak dengan pasien. Setelah melaksanakan

intervensi, kumpulkan data subjektif dan objektif dari klien, keluarga.

Selain itu tinjau ulang pengetahuan tentang status terbari dari kondisi,

terapi, sumber daya, pemulihan, dan hasil yang diharapkan. Jika hasil

telah terpenuhi, bandingkan perilaku dan respon klien sebelum dan

setelah dilakukan asuhan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai