Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENGANTAR MANAJEMEN KEBENCANAAN

DAMAGE ASSESSMENT TERHADAP KERUSAKAN BANGUNAN DI


HUNIAN TETAP KUWANG

KELOMPOK VII ( KELAS C ):

1. Ilham Fiqri (17511106)


2. Bachtiar Effendi (17511107)
3. Desy Asni S (17511108)
4. Arkhan Afif Maisan (17511109)
5. Esha Muhammady (17511110)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke-hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Damage
Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan di Hunian Tetap Kuwang” yang disusun untuk
melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Manajemen Kebencanaan Semester 2.

Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan berbagai
pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1) Dosen pembimbing, Sri Aminatun ST.,MT.


2) Orang tua yang telah mendukung kegiatan kami
3) Informan-informan yang telah membantu memberikan keterangan yang
kami perlukan, dan
4) Semua pihak yang telah membantu penulisan karya ini
Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu
penulis akan menerima dengan senang hati atas saran dan kritik dari semua pihak yang
bersifat membangun. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 29 November 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN KASUS………………………………………………………….. 1

KATA PENGANTAR………………………………………………………… 2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 4

I. Latar Belakang………………………………………………………… 4

BAB II ANALISIS MASALAH……………………………………………….. 5

BAB III PENUTUP…………………………………………………………….. 8

LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 9

BAB I

PENDAHULUAN

3
I. Latar Belakang

Peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010 silam


men-imbulkan dampak korban, trauma yang mendalam bagi korban dan
kerusakan lahan serta in-frastruktur yang sangat parah disebagian daerah sekitar
Merapi. Usaha pemerintah dan masyarakat dari pra bencana, tanggap darurat
hingga pasca bencana telah dilakukan dengan melakukan berbagai antisipasi,
komunikasi, relokasi dan rekonstruksi dengan mendatangkan balai bantuan dan
tim SAR untuk menangani masalah ini. Salah satu dari usaha pemerintah dalam
penanggulangan bencana Merapi pasca meletus adalah membangun Huntap
(Hunian Tetap). Huntap adalah salah satu program pemerintah dengan
merelokasi (memindahkan) para korban dan warga yang tinggal di lereng dan
daerah sekitar Merapi ke daerah yang aman dari dampak bahaya Merapi.
Program ini dibantu oleh beberapa lembaga swadaya kemasyara-katan, seperti
oleh tim Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman berbasis
komunitas. Dana yang didapatkan untuk pembangunan ini dari berbagai
sumber, selain dari pemerintah juga berasal dari pendonor baik dari dalam
maupun dari luar negeri.
Proyek Huntap ini merupakan proyek yang membutuhkan biaya besar dan
tidak mu-dah memindahkan ribuan masyarakat Merapi ke Huntap, sehingga
butuh rehabilitasi dan rekonstruksi yang matang. Huntap ini yang nantinya
menjadi tempat tinggal baru bagi para korban Merapi yang selamat. Meskipun
Huntap memberikan tempat tinggal baru bagi warga Merapi serta
infrastrukturnya yang hampir memadai, tetapi disisi lain banyak warga Huntap
yang kehilangan mata pencahariaannya karena berprofesi sebagai petani dan
peternak di seki-tar lereng Merapi. Salah satu Huntap yang kami datangi
bernama Huntap Kuwang. Huntap ini berada di daerah Kuwang berdekatan
dengan Huntap Randusari. Huntap Kuwang dihuni oleh warga dari berbagai
dusun yang berada di daerah sekitar lereng Merapi, tetapi ke-banyakan dihuni
oleh warga dari Dusun Bakalan. Huntap Kuwang sendiri merupakan Huntap
yang masih aktif dengan berbagai kegiatan siaga bencana. Kejadian peristiwa
yang dihadapi warganya pra hingga pasca bencana Merapi menjadi keinginan
tahuan kami untuk mensurvei tempat tersebut. Dari masalah kelayakan Huntap,
kerusakan infrastruktur pasca bencana dan dampak lainnya serta kebijakan apa
saja yang dilakukan pemerintah bagi warga korban bencana meletusnya
Gunung Merapi tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

4
Merapi kembali meletus dahsyat pada 2010, diawali pembongkaran sumbat
lava dan terus terjadi letusan tanpa membentuk kubah lava. Peningkatan status
dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010
direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi
Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada
tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB.
Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena
aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi
gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25
Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung
Merapi menjadi "awas". Gempa bumi terus-menerus terjadi menjelang letusan
besar pada 3 dan 5 November, menciptakan awan panas yang meluncur hingga
15 kilometer melalui Kali Gendol. Material yang dimuntahkan mencapai 150
juta meter kubik. Semua penghuni wilayah dalam radius 15 km dari puncak
harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.
Warga Hunian Tetap Kuwang adalah warga yang terkena imbas dari merapi
2010 itu. Dahulu mereka tinggal di Dusun Bakalan yang berjarak 15 km dari
merapi. Mereka diungsikan oleh pemerintah di tempat yang aman, dan
dilakukan tahap Need Assessment.
Huntap (Hunian Tetap) merupakan salah satu program pemerintah dalam
menanggapi penanggulangan resiko bencana pasca erupsi dan letusan Merapi,
dengan cara merelokasi (memindahkan) para korban dan warga yang tinggal di
lereng dan daerah zona merah sekitar Merapi ke daerah yang aman dari dampak
bahaya Merapi. Program ini dibantu oleh beberapa lembaga swadaya
kemasyarakatan. Dana yang didapatkan untuk pembangunan ini dari berbagai
sumber, selain dari pemerintah juga berasal dari pendonor baik dari dalam
maupun dari luar negeri.
Dusun Bakalan terletak di Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Secara
geografis Dusun Bakalan merupakan dataran tinggi yang berada diketinggian
kurang lebih 400 m di atas permukaan laut. Dusun ini juga masih berada di
bawah dusun-dusun lain disekitar lereng Merapi. Jumlah Kepala Keluarga
sebelum erupsi dan lahar dingin melanda adalah 87 KK. Mata pencaharian
warga aslinya adalah sebagai petani, peternak dan gali pasir. Hasil dari
pertanian adalah padi dan hasil dari peternakan adalah sapi, kambing, domba
dan unggas.
Pada sehari sebelum Merapi meletus warga di Dusun Bakalan sudah
dihimbau untuk segera mengungsi ke tempat aman karena aktivitas Gunung
Merapi yang saat itu sudah berstatus awas. Telah dihimbau bahwa segera
kosongkan 15 kilometer dari Merapi karena akan ter-jadi letusan dan banjir
lahar panas. Merapi meletus dan mengeluarkan awan yang berbau belerang
5
serta lahar panas, tetapi kebetulan pada malam itu turun hujan lebat sehingga
lahar yang awalnya panas kemudian bercampur air hujan menjadi dingin dan
tidak meluluh-lantahkan seluruh kecamatan Cangkringan. Di sisi lain, ketika
warga Bakalan sedang menuju ke bawah, warga yang berada di bawah Dusun
Bakalan seperti di Daerah Suruh dan Gading tidak menghiraukan dan seba-gian
tidak tahu informasi akan himbauan untuk mengungsi. Akibatnya banyak sekali
korban di Dusun tersebut dibandingkan dengan korban dari warga Bakalan
yang hanya berjumlah 3 orang (2 laki-laki, 1 perempuan) korban meninggal.
Hal ini dikarenakan ketiganya sulit sekali untuk dihimbau turun karena lebih
mementingkan hewan ternaknya dibandingkan nyawanya, begitupun dengan
warga di dusun lainnya. Alasannya adalah karena peristiwa Merapi ini
berdekatan dengan Hari Raya Qurban, sehingga warga tidak rela kehilangan
hewan ternak-nya.
Dusun yang dulu nyaman dan tentram itu sekarang sudah menyatu dengan
tanah. Mereka hanya disisakan puing puing bangunan dan perabotan rumah
yang mungkin masih bisa di pakai. Rata – rata rumah penduduk Dusun Bakalan
sudah rata dengan tanah, kini hanya ada sekitar 4 sampai 6 rumah yang pondasi
dan dindingan masih ada tetapi rangka atapnya sudah hilang. Rumah tersebut
termasuk dalam golongan rusak berat, dan diharuskan direnofasi total jika
masih ingin digunakan. Dari puluhan rumah yang sudah hancur, beberapa
rumah tersebut itu masih ada mungkin dikarenakan letak yang paling jauh dari
Gunung Merapi daripada perumahan lain.
Setelah peristiwa itu warga Bakalan mengungsi selama 3 hari di Kelurahan
Tirtomar-tani, Kalasan. Kemudian pindah menjadi pengungsi mandiri karena
bantuan yang ditujukan bagi warga Bakalan tidak sampai tujuan. Warga
Bakalan mengungsi 100 meter ke SMK Turi/ SMK pelayaran selama 2 bulan.
Kemudian pada tanggal 27 Desember 2010 pindah ke Shelter yang
bangunannya berupa bambu yang tiangnya diikat oleh tali dan beratapkan seng.
Di shelter tersebut baru tersedia 50 rumah, padahal terdapat 87 Kepala Keluarga
Dusun Bakalan, sehingga oleh Dukuh Bakalan mau tidak mau beberapa rumah
diisi oleh lebih dari 1 Kepala Keluarga. Shelter inilah yang kemudian dibangun
Huntap Kuwang yang akan ditempati oleh warga Dusun Bakalan dan warga
dari dusun lainnya. Pasca peristiwa letusan Merapi tersebut banyak warga
Bakalan yang ke-hilangan mata pencahariannya karena umumnya warganya
bekerja sebagai petani dan peter-nak, sehingga beberapa warga ada yang bolak-
balik Huntap ke Wilayah Bakalan hanya sekedar mencari rumput dan beberapa
lahan disana sudah ada yang mulai dibentuk kembali dan ditanami beberapa
palawija.
Setelah melakukan wawancara terhadap warga Huntap Kuwang, mereka
mengakui mereka lebih nyaman dan aman tinggal di Huntap dibangdingkan
dengan desa yang dahulu. Mereka mendapatkan fasilitas yang mencukupi untuk
keperluannya, seperti masjid dan balai desa. Tetapi mereka sempat
6
mendapatkan masalah setelah tinggal disana, yaitu rumah mereka teraliri air
yang kuning dan terdapat kotoran didalamnya. Akhirnya mereka membuat mata
air baru yang sebelumnya diambil dari sungai.
Warga Bakalan yang tinggal di Huntap sekarang mulai melakukan usaha
mandiri dengan membangun mata pencahariannya sendiri. Warga yang awalnya
berprofesi sebagai petani dan peternak sekarang ada yang berpindah profesi
menjadi penjual nasi, sayur dan kebutuhan dapur serta rumah tangga. Selain
usaha mandiri, berbagai bantuan untuk pengembangan pemulihan perekonomian
warga Bakalan juga datang dari berbagai LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat),
diantaranya adalah bantuan berupa sapi, dimana warga Bakalan dibagi menjadi
beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri 10-11 Kepala Keluarga untuk
menerima 3 ekor sapi ( 2 betina, 1 jantan). Bantuan lagi dari FAO (Food and
Agriculture Organization) berupa 53 ekor sapi dan kandang komunal sehingga
warga Bakalan hampir menerima 100 lebih ekor sapi.

BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan

7
Dusun Bakalan merupakan dusun yang memiliki banyak potensi baik dari
sumber daya manusia dan alamnya. Sehingga sumber daya di dusun ini perlu
dihidupkan kembali guna memberikan tempat bagi warga asli untuk kembali
kepada mata pencahariaannya dan menjadikan dusun ini sebagai objek wisata yang
asri. Tapi disisi lain melihat kehidupan warga Dusun Bakalan sekarang kita bisa
mengambil banyak hikmah dan potensi yang dimiliki oleh warganya. Sejak
kejadian meletusnya Merapi hingga sekarang, warga Bakalan tidak lepas dari usaha
yang didasari atas dasar kebersamaan dan gotong royong. Karena memang asalnya
mereka tinggal dirumah yang selalu berdekatan, sehingga sering terjadi interaksi
dan komunikasi antar warganya, maka tidak heran jika Dusun Bakalan menjadi
dusun yang maju dengan potensi yang ada, bahkan korban yang meninggal saat
Merapi meletus hanya berjumlah 3 orang dari 250 orang.

Saat kini warga Dusun Bakalan sedang membangun kembali infrastruktur-


infrastruktur yang rusak di Daerah Bakalan akibat bencana Merapi 2010. Warga
Bakalan berharap sekali bisa kembali ke tanahnya karena sumber daya alam disana
merupakan mata pencaharian mereka dan sudah menjadi perekonomian mereka
disana. Tetapi untuk saat ini warga Bakalan harus menerima kenyataan bahwa
sangat tidak memungkinkan sekali untuk kembali ke tempat asalnya, karena
wilayah tersebut sudah memasuki zona merah disekitar Merapi sewaktu-waktu
meletus kembali. Sehingga pemerintah harus merelokasikannya ke Huntap hingga
waktu yang tidak pasti.

LAMPIRAN FOTO

8
9
10
11
12
13

Anda mungkin juga menyukai