Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH:

REUMATOID ARTHRITIS (RA)

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 5

1. MELANIA SYAHFITRI (170204015)


2. SUCI WIDARI (170204134)
3. SALMA SAFITRI (170204072)
4. MEYLANI (170204046)

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN 2020
KATA PENGANTAR

Kelompok panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah “ASUHAN
KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH: RA” dengan baik. Selesainya
penyusunan ini berkat bantuan, bimbingan, pengarahan, petunjuk, dorongan dari
berbagai pihak.

Pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu:


1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba,M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Taruli Rohana Sinaga SP.M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
5. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Dosen Pengajar yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan saran kepada kelompok dalam menyelesaikan makalah ini.

Kelompok menyadari bahwa penyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari isi maupun susunannya, untuk itu kelompok membuka diri terhadap kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak dami kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dari pembaca dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khusunya dibidang keperawatan. Akhir kata penulis mengucapkan
terimaksih.

Medan, 20 Mei 2020


Penulis

Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................
1.2 Tujuan........................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS..................................................................
2.1 Teotitis Medis............................................................................
2.2 Teoritis Keperawatan ................................................................
2.3 Teoritis Keluarga .......................................................................
BAB III PEMBAHASAN ...........................................................................
3.1 Pengkajian .................................................................................

3.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................

3.3 Intervensi ...................................................................................


3.4 Implementasi Dan Evaluasi ......................................................
BAB IV PENUTUP ...................................................................................
4.1 Kesimpulan .................................................................................
4.2 Saran............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga adalah suatu arena berlangsungnya interaksi kepribadian atau
sebagai sosial terkecil yang terdiri dari seperangkat komponen yang sangat
tergantung dan dipengartuhi oleh struktur internal dan sistem-sistem lainnya
Padila (2012).
Arthritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat
progresif, yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan
lunak. Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana, secara simetris
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan sehingga
menyebabkan terjadinya pembengkakan, nyeri, dan sering kali menyebabkan
kerusakan pada bagian dalam sendi. Karakteristik artritis rheumatoid adalah
radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten, biasanya menyerang
sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris (Junaidi, 2013)
Penderita artritis reumatoid di seluruh dunia telah mencapai angka 355 juta
jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita artritis reumatoid. Organisasi
kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia terserang
penyakit artritis reumatoid. Dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20
tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun. (Junaidi,2013)
Prevalensi penyakit sendi atau Rematik di Indonesia berdasar diagnosis
sebesar 11,9% dan berdasar diagnosis atau gejala sebesar 24,7%. Prevalensi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi berada di Bali yaitu berjumlah
19,3% dan terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 5,6%.
Sedangkan prevalensi penyakit sendi di provinsi Sumatera Selatan berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 8,4% dan berdasarkan diagnosis atau gejala
sebesar 15,6% (Riskesdas, 2013).
Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan artritis reumatoid tentu
saja akan berdampak pada ekonomi keluarga tersebut karena kronisitas serta
resiko kecacatan yang dialami penderita menyebabkan banyaknya pengeluaran
yang akan digunakan untuk meminimalisir tingkat keparahan penyakit. Selain
itu, karena artritis reumatoid dapat menimbulkan kelemahan yang disebabkan
oleh serangan nyeri yang terus menerus, maka hal ini mengakibatkan penderita
tidak mampu untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Hal
tersebut tentu saja menyebabkan penderita akan sangat bergantung pada
keluarga untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, berjalan,
buang air kecil dan lain sebagainya (Lukman, 2009)

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi RA.
2. Untuk mengetahui etiologi RA
3. Untuk mengetahui patofisiologi RA
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala RA
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic RA
6. Untuk mengetahui penatalaksanan RA
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan keluarga pada pasien RA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Teoritis Medis
2.1.1 Defenisi
Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan
lebih banyak terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun.
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi,
hal. 165 )
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering
ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun,
lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini
menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi
besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan.  (Muttaqin, 2006)
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti
radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun
dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).

2.1.2 Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun
banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum
dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai
faktor termasuk kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun.
Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi (Price,
1995), keturunan (Price, 1995; Noer S, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan,
tetapi jelas ada interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan
Feldmann, 1998: Blab et al, 1999). Namun faktor predisposisinya adalah
mekanisme imunitas (antigen – antibodi), factor metabolik dan infeksi virus
(Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

2.1.3 Pathway

2.1.4 Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,
kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari
kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan
tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan
subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial
bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai
dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada
orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang
lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (gangguan
rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis
rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta
sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang
hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis reumatoid mono-artikular.
(Chairuddin, 2003).
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian
dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam
sebelum perbaikan maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau
persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang
(hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan
dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi
criteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan,
siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan
satu persendian tangan seperti tertera di atas.
4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak
bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyartritis
simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang
dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid
serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari
5% kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar
rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus
menunjukkkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang  yang berlokalisasi pada
sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4


dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6
minggu. (Mansjoer, 2001).

2.1.6 Tanda dan gejala


1. Tanda dan gejala setempat
a) Sakit persendian disertai kaku dan gerakan terbatas
b) Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
c) Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku,
rahang dan bahu
2. Tanda dan gejala sistemik
a) Lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia (Mansjoer, 2001)

2.1.7 Komplikasi
1. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease
modifying antirheumatoid drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab
mordibitas dan mortalitas utama pada artitis reumatoid.
2. Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi
sistem vaskuler) dapat menyebabkan trombosis dan infark.
3. Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau
pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat
terganggu. Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran
keluar cairan okular terbentuk pada mata.
4. Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari ,
depresi, dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin,
2009).
5. Osteoporosis
6. Nekrosis sendi panggul.
7. Deformitaas sendi.
8. Kontraktur jaringan lunak.
9. Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis
reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien
lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues,
endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
2. Protein C-reaktif biasanya positif.
3. LED meningkat.
4. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
6. Trombosit meningkaT
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering
adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka
jugasering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan
demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi
dan erosi. (Mansjoer, 2001).

2.1.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi
inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan
kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk
mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi,
pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan
imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting
untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan
pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi
progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan
gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan
relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres
dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet
yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak
ikan. Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan
buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi
inflamasi.Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari
minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-
kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan kembangkol karena
dapat menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.
5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat
dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA, 2013).
6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada
sendi. Adapun syarat–syarat diet atritis rheumatoid adalah protein cukup,
lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine
yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata asupan cairan yang dianjurkan adalah
2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari
kebutuhan energi total.
7. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap
akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan
sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.

2.2 Tinjauan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Menurut Mubarak (2012), pengkajian adalah tahapan seorang perawat
mengumpulkan informasi secara terus-menerus terhadap anggota keluarga
yang dibinanya. Secara garis besar data dasar yang dipergunakan mengkaji
status keluarga adalah:
1. Struktur dan karakteristik keluarga
2. Sosial, ekonomi, dan budaya
3. Faktor lingkungan
4. Riwayat kesehatan dan medis dari setiap anggota keluarga
5. Psikososial keluarga
Pengkajian data pada asuhan keperawatan keluarga berdasarkan format
pengkajian keluarga meliputi :
1. Data Umum
a. Nama kepala keluarga, usia, pendidikan, pekerjaan, dan alamat kepala
keluarga, komposisi anggota keluarga yang terdiri atas nama atau inisial, jenis
kelamin, tanggal lahir, atau umur, hubungan dengan kepala keluarga, status
imunisasi dari masing-masing anggota keluarga, dan genogram (genogram
keluarga dalam tiga generasi).

Bagan 2.2

b. Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah
yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
c. Suku bangsa atau latar belakang budaya (etnik), mengkaji asal suku bangsa
keluarga tersebut, serta mengidentifikasi budaya suku bangsa terkait dengan
kesehatan.
d. Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang
dapat mempengaruhi kesehatan.
e. Status sosial ekonomi keluarga, ditentukan oleh pendapatan, baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu, status sosial ekonomi
keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh
keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.
f. Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga tidak hanya
dilihat kapan keluarga pergi bersamasama untuk mengunjungi tempat
rekreasi, namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga
merupakan aktivitas rekreasi, selain itu perlu dikaji pula penggunaan waktu
luang atau senggang keluarga. (Mubarak, 2012)

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Data ini ditentukan oleh anak tertua dalam keluarga.
b. Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi
Data ini menjelaskan mengenai tugas dalam tahap perkembangan keluarga
saat ini yang belum terpenuhi dan alasan mengapa hal tersebut belum
terpenuhi.
c. Riwayat Keluarga Inti
Data ini menjelaskan mengenai penyakit keturunan, riwayat kesehatan
masing-masing anggota keluarga, status imunisasi, sumber kesehatan yang
biasa digunakan serta pengalaman menggunakan pelayanan kesehatan.
d. Riwayat Keluarga Sebelumnya
Data ini menjelaska riwayat kesehatan dari pihak suami dan istri.

3. Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Data ini menjelaskan mengenai luas rumah, tipe, jumlah ruangan, jumlah
jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan perabot rumah tangga, jenis WC,
serta jarak WC ke sumber air. Data karakteristik rumah disertai juga dalam
bentuk denah.
b. Karakteristik Tetangga dan Komunitas Setempat Data ini menjelaskan
mengenai lingkungan fisik setempat, kebiasaan dan budaya yang
mempengaruhi kesehatan.
c. Mobilitas Geografis Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berpindah tempat.
d. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat Data ini
menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berkumpul, sejauh mana
keterlibatan keluarga dalam pertemuan dengan masyarakat. (Widyanto, 2014)

4. Struktur Keluarga
a. Sitem Pendukung Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas
keluarga, dukungan keluarga dan masyarakat sekitar terkait dengan kesehatan
dan lain sebagainya.
b. Pola Komunikasi Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai cara komunikasi dengan keluarga serta
frekuensinya.
c. Struktur Peran
Data ini menjelaskan mengenai peran anggota keluarga dan masyarakat yang
terbagi menjadi peran formal dan informal.
d. Nilai/Norma Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai nilai atau norma yang dianut keluarga terkait
dengan kesehatan.

5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota
keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai
b. Fungsi Sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta perilaku.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
1) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan,
sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan
yang meliputi pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala serta yang
mempengaruhi keluarga terhadap masalah.
2) Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan
mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Kemampuan keluarga yang
tepat akan mendukung proses perawatan.
3) Untuk mengetahui sejauh mana keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit. Yang perlu dikaji sejauh mana keluarga mengetahui keadaaan
penyakit anggota keluarganya dan cara merawat anggota keluarga yang
sakit.
4) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji bagaimana keluarga
mengetahui manfaat atau keuntungan pemeliharaan lingkungan.
Kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan akan dapat
mencegah resiko cedera.
5) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan
fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung terhadap kesehatan dan
proses perawatan.

6. Fungsi reproduksi
Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota keluarga, serta
metode apa yang digunakan keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota
keluarga.

7. Fungsi ekonomi
Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan
papan. Bagaimana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat guna
meningkatkan status kesehatan.

8. Stres dan koping keluarga


a. Stresor jangka pendek, yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu 6 bulan
b. Stresor jangka panjang, yaitu stresor yang saat ini dialami yang memerlukan
penyelesaian lebih dari 6 bulan
c. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stressor
d. Strategi koping yang digunakan, strategi koping apa yang digunakan keluarga
bila menghadapi permasalahan
e. Strategi fungsional, menjelaskan adaptasi disfungsional yang digunakan
keluarga bila menghadapi permasalahan.

9. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. metode yang
digunakan pada pemeriksaan ini tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di
klinik. Pada pemeriksaan fisik kita juga bisa menanyakan mengenai status
kesehatan dari klien.
Pada klien dengan Artritis Reumatoid, kita dapat mengkaji mengenai nyeri yang
dialami klien, yaitu :
a. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu
b. Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu
c. Keluhan utama : Jika nyeri, tanyakan mengenai PQRST,
1) Provokative/pemicu nyeri
2) Quality/kualitas nyeri
3) Region/daerah nyeri
4) Severity Scale/skala nyeri (0-10)
5) Timing/waktu terjadi nyeri (pagi, siang, malam hari)

10. Harapan keluarga


Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas
kesehehatan yang ada. ( Padila, 2012)

11. Perumusan Diagnosis keperawatan keluarga

Mubarak (2012) merumuskan diagnosis keperawatan keluarga berdasarkan data


yang didapatkan pada pengkajian. Komponen diagnosis keperawatan meliputi problem
atau masalah, etiology atau penyebab, dan sign atau tanda yang selanjutnya dikenal
dengan PES.
1. Problem atau masalah (P)
Masalah yang mungkin muncul pada penderita artritis
rheumatoid.
2.Etiology atau penyebab (E)
Penyebab dari diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan keluarga berfokus
pada 5 tugas kesehatan keluarga yang meliputi:
a. Mengenal masalah kesehatan.
b. Mengambil keputusan yang tepat.
c. Merawat anggota keluarga yang sakit.
d. Memodifikasi lingkungan.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Sign atau tanda (S)
Tanda atau gejala yang didapatkan dari hasil pengkajian.

12.Menentukan prioritas masalah

Menurut Mubarak (2012), tipologi dari diagnosis keperawatan yaitu:


1. Diagnosis aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan)
Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan gejala dari
gangguan kesehatan, dimana masalah kesehatan yang dialami oleh keluarga
memerlukan bantuan untuk segera ditangani dengan cepat.
2. Diagnosis resiko tinggi (ancaman kesehatan)
Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan, tetapi tanda
tersebut dapat menjadi masalah aktual apabila tidak segera mendapatkan
bantuan pemecahan dari tim kesehatan atau keperawatan.
3. Diagnosis potensial (keadaan sejahtera atau wellness)
Suatu keadaan jika keluarga dalam keadaan sejahtera, kesehatan keluarga dapat
ditingkatkan.
Setelah data dianalisis, kemungkinan perawat menemukan lebih dari satu masalah.
Mengingat keterbatasan kondisi dan sumber daya yang dimiliki oleh keluarga maupun
perawat, maka masalah-masalah tersebut tidak dapat ditangani sekaligus. Oleh karena
itu, perawat bersama keluarga dapat menyusun dan menentukan prioritas masalah
kesehatan keluarga dengan menggunakan skala perhitungan

Penentuan prioritas menggunakan seckoring.

No Kriteria Skor Bobot Skoring


1 Sifat masalah :
- Tidak/kurang sehat 3
- Ancaman kesehatan 2 1
2
- Krisis atau keadaan
sejahtera
2 Kemungkinan masalah
dapat diubah :
- Dengan Mudah 2
- Hanya sebagian 1 2
- Tidak dapat diubah 0
3 Potensial Masalah
dapat dicegah :

- Tinggi 3
- Cukup 2 1
- Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
- Masalah berat, harus segara 2 1
di tangani

- Ada masalah, tetapi tidak 1

perlu segera di tangani


0
- Masalah tidak
dirasakan

13. Intervensi
Perencanaan keperawatan keluarga merupakan kumpulan tindakan di tentukan oleh
perawat bersama-sama sasaran, yaitu keluarga untuk dilaksanakan sehingga masalah
kesehatan dan masalah keperawatan yang telah diidentifikasi dapat diselesaikan.
Setelah menentukan prioritas diagnosa keperawatan keluarga maka perlu dibuat
perencanaan intervensi keperawatan. Tujuan intervensi keperawatan adalah untuk
menghilangkan, mengurangi dan mencegah masalah keperawatan klien. Perencanaan
keperawatan keluarga pasien Stroke dengan menggunakan Modul Panduan
Dokumentasi Askep Komunitas (Individu, Keluarga Kelompok/Komunitas) Dengan
Pendekatan NANDA, ICPN, NOC, NIC (PPNI, Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas
Indonesia 2015).

14. Implementasi
a Fase Perkenalan/Orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan.
Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang
telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil
tindakan yang telah lalu.
b Fase Kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik
karea didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien
untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa
respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan
oleh klien.
c Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi
dibagi menjadi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi
sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini
dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang
berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama.
Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan
seluruh proses keperawatan.

15. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan
mengevaluasi selama proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien
disebut evaluasi proses dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang
diharapkan disebut evaluasi hasil. Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi formatif
dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan. Evaluasi
formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplememtasi rencana
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanankan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang
dikenal dengan istilah SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif
(data hasil pemeriksaan), Analisis data (perbandingan data dengan teori) dan
Perencanaan sedangakan evaluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif bertujuan
untuk memonitor dan menilai kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.

2.3 Teoritis Keluarga


2.3.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu
untuk saling berbagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2010).
Berbeda halnya dengan Padila (2012), keluarga adalah suatu arena
berlangsungnya interaksi kepribadian atau sebagai sosial terkecil yang terdiri dari
seperangkat komponen yang sangat tergantung dan dipengartuhi oleh struktur
internal dan sistemsistem lainnya.
Keluarga merupakan suatu arena berlangsungnya interaksi kepribadian atau
sebagai sosial terkecil yang terdiri dari seperangkat komponen yang sangat
tergantung dan dipengaruhi oleh struktur internal dan sistem-sistem lain (Padila,
2012).

2.3.2 Bentuk-bentuk Keluarga


Berbagai bentuk keluarga digolongkan sebagai keluarga tradisional dan non
tradisional adalah sebagai berikut :
a. Keluarga tradisional
1) Keluarga inti
Keluarga inti terdiri dari seorang ayah yang mencari nafkah, ibu
yang mengurusi rumah tangga dan anak (Friedman, 2010).
Sedangkan menurut Padila (2012), keluarga inti adalah keluarga
yang melakukan perkawinan pertama atau keluarga dengan orang
tua campuran atau orang tua tiri.
2) Keluarga adopsi
Adopsi merupakan sebuah cara lain untuk membentuk keluarga.
Dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai orang tua
adopsi, biasanya menimbulkan keadaan saling menguntungkan
baik bagi orang tua maupun anak. Di satu pihak orang tua adopsi
mampu memberi asuhan dan kasih sayangnya pada anak
adopsinya, sementara anak adopsi diberi sebuah keluarga yang
sangat menginginkan mereka (Friedman, 2010).
3) Keluarga besar (Extended Family)
Keluarga dengan pasangan yang berbagi pengaturan rumah tangga
dan pengeluaran keuangan dengan orang tua, kakak/adik, dan
keluarga dekat lainnya. Anak-anak kemudian dibesarkan oleh
generasi dan memiliki pilihan model pola perilaku yang akan
membentuk pola perilaku mereka (Friedman, 2010). Sedangkan
menurut Padila (2012), keluarga besar terdiri dari keluarga inti dan
orang-orang yang berhubungan.
4) Keluarga orang tua tunggal
Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga dengan ibu atau ayah
sebagai kepala keluarga. Keluarga orang tua tunggal tradisional
adalah keluarga dengan kepala rumah tangga duda/janda yang
bercerai, ditelantarkan, atau berpisah. Keluarga orang tua tunggal
nontradisional adalah keluarga yang kepala keluarganya tidak
menikah (Friedman, 2010).
5) Dewasa lajang yang tinggal sendiri
Kebanyakan individu yang tinggal sendiri adalah bagian dari
beberapa bentuk jaringan keluarga yang longgar. Jika jaringan ini
tidak terdiri atas kerabat, jaringan ini dapat terdiri atas teman-
teman. Hewan peliharaan juga dapat menjadi anggota keluarga
yang penting (Friedman, 2010).
6) Keluarga orang tua tiri
Keluarga yang pada awalnya mengalami proses penyatuan yang
kompleks dan penuh dengan stress. Banyak penyesuaian yang
perlu dilakukan dan sering kali individu yang berbeda atau
subkelompok keluarga yang baru terbentuk ini beradaptasi dengan
kecepatan yang tidak sama (Friedman, 2010).
7) Keluarga Binuklir
Keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu anak merupakan
anggota dari sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua rumah
tangga inti, maternal dan paternal dengan keragaman dalam hal
tingkat kerjasama dan waktu yang dihabiskan dalam setiap rumah
tangga (Friedman, 2010).

2.3.3Model Friedman dalam Keperawatan Keluarga


Teori keperawatan keluarga terus berkembang sejalan dengan penelitian dan
praktik keperawatan, dan para peneliti keperawatan terus berdebat tentang
perkembangan teori keperawatan di semua area keperawatan. Banyak debat
yang berfokus pada konseptualisasi baru konsep metaparadigma
keperawatan dan merefleksikan pengaruh perspektif pascamoderenisasi dan
neomoderenisasi (Friedman, 2010).
Model pengkajian keluarga Friedman merupakan pendekatan terpadu
dengan menggunakan teori sistem umum, teori perkembangan keluarga,
teori struktural-fungsional, dan teori lintas budaya sebagai landasan teoritis
primer model dan alat pengkajian keluarga. Teori pertengahan lainnya juga
dipadukan kedalam berbagai dimensi struktural dan fungsional yang dikaji,
seperti teori komunikasi, teori peran, dan teori stress keluarga. Diagnosis
keperawatan keluarga dan strategi intervensinya juga dibahas terkait dengan
setiap data yang diidentifikasi, sosiokultural, perkembangan, struktural,
fungsional, dan bidang kajian stress serta kopingnya (Friedman, 2010).

2.3.4Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2010), lima fungsi keluarga menjadi saling
berhubungan erat pada saat mengkaji dan melakukan intervensi dengan
keluarga. Lima fungsi itu adalah :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan
maupun berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif
merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling penting. Saat ini,
ketika tugas sosial dilaksanakan di luar unit keluarga, sebagian besar
upaya keluarga difokuskan pada pemenuhan kebutuhan anggota
keluarga akan kasih sayang dan pengertian. Manfaat fungsi afektif di
dalam anggota keluarga dijumpai paling kuat di antara keluarga kelas
menengah dan kelas atas, karena pada keluarga tersebut mempunyai
lebih banyak pilihan. Sedangkan pada keluarga kelas bawah, fungsi
afektif sering terhiraukan. Balita yang seharusnya mendapatkan
perhatian dan kasih sayang yang cukup, pada keluarga kelas bawah hal
tersebut tidak didapatkan balita terutama pada pola makan balita.
Sehingga dapat menyebabkan gizi kurang pada balita tersebut
(Friedman, 2010).
b. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial
Sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang universal dan lintas
budaya yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup masyarakat
menurut Lislie dan Korman (1989 dalam Friedman, 2010). Sosialisasi
merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam
keluarga yang ditujukan untuk mendidik anak-anak tentang cara
menjalankan fungsi dan memikul peran sosial orang dewasa seperti
peran yang dipikul suami-ayah dan istri-ibu.
Karena fungsi ini semakin banyak diberikan di sekolah, fasilitas
rekreasi dan perawatan anak, serta lembaga lain di luar keluarga, peran
sosialisasi yang dimainkan keluarga menjadi berkurang, tetapi tetap
penting. Orang tua tetap menyediakan pondasi dan menurunkan
warisan budayanya ke anak-anak mereka. Dengan kemauan untuk
bersosialisasi dengan orang lain, keluarga bisa mendapatkan informasi
tentang pentingnya asupan gizi, penyakit yang ditimbulkan dan
pencegahan terjadinya gizi kurang untuk anak khususnya balita
(Friedman, 2010).
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan
makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan
perlindungan terhadap bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan (yang
mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga secara individual)
adalah fungsi keluarga yang paling relevan bagi perawat keluarga.
Kurangnya kemampuan keluarga untuk memfasilitasi kebutuhan balita
terutama pada asupan makanan dapat menyebabkan balita mengalami
gizi kurang (Friedman, 2010).
d. Fungsi Reproduksi
Salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas
antar-generasi keluarga masyarakat yaitu : menyediakan anggota baru
untuk masyarakat menurut Lislie dan Korman (1989 dalam Friedman,
2010). Banyaknya jumlah anak dalam suatu keluarga menyebabkan
kebutuhan keluarga juga meningkat terutama pada kebutuhan makan
anak. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan makanan anak
mengakibatkan anak mengalami gizi kurang (Friedman, 2010).
e. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya
yang cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai
melalui proses pengambilan keputusan. Pendapatan keluarga yang
terlalu rendah menyebabkan keluarga tidak mampu membeli kebutuhan
gizi anak, sehingga anak mengalami gizi kurang (Friedman, 2010).

2.3.5 Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap I : Keluarga Pasangan Baru (beginning family)
Pembentukan pasangan menandakan permulaan suatu keluarga baru
dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai ke hubungan
intim yang baru. Tahap ini juga disebut tahap pernikahan. Tugas
perkembangan keluarga tahap I adalah membentuk pernikahan yang
memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis dengan
jaringan kekerabatan dan merencanakan sebuah keluarga (Friedman,
2010)
b. Tahap II : Keluarga Kelahiran Anak Pertama (childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi berusia
30 bulan. Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci
dalam siklus kehidupan keluarga. Tugas perkembangan keluarga disini
adalah setelah hadirnya anak pertama, keluarga memiliki beberapa tugas
perkembangan penting. Suami, istri, dan anak harus memepelajari peran
barunya, sementara unit keluarga inti mengalami pengembangan fungsi
dan tanggung jawab (Friedman, 2010).
c. Tahap III : Keluarga dengan Anak Prasekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama berusia 2,5 tahun dan diakhiri
ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini dapat terdiri dari tiga
sampai lima orang, dengan posisi pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-
saudara laki-laki, dan putri-saudara perempuan. Tugas perkembangan
keluarga saat ini berkembang baik secara jumlah maupun kompleksitas.
Kebutuhan anak prasekolah dan anak kecil lainnya untuk mengekplorasi
dunia di sekitar mereka, dan kebutuhan orang tua akan privasi diri,
membuat rumah dan jarak yang adekuat menjadi masalah utama.
Peralatan dan fasilitas juga harus aman untuk anak-anak (Friedman,
2010).
d. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Sekolah (families with school
children)
Tahap ini dimulai pada saat tertua memasuki sekolah dalam waktu
penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai
pubertas, sekitar usia 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah
anggota keluarga yang maksimal dan hubungan akhir tahap ini juga
maksimal menurut Duvall dan Miller (1985 dalam Friedman, 2010).
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah keluarga dapat
mensosialisasikan anak-anak, dapat meningkatkan prestasi sekolah dan
mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan (Friedman,
2010).
e. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja (families with teenagers)
Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau tujuh tahun, dari 19
atau 20 tahun. Anak lainnya yang tinggal dirumah biasanya anak usia
sekolah. Tujuan keluarga pada tahap ini adalah melonggarkan ikatan
keluarga untuk memberikan tanggung jawab dan kebebasan remaja yang
lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa muda
menurut Duvall dan Miller (1985 dalam Friedman, 2010). Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggung jawab seiring dengan kematangan remaja
dan semakin meningkatnya otonomi (Friedman, 2010).
f. Tahap VI : Keluarga Melepaskan Anak Dewasa Muda (launching
center families)
Tahap ini dimulai pada saat perginya anak pertama dari rumah orang tua
dan berakhir dengan “kosongnya rumah”, ketika anak terakhir juga telah
meninggalkan rumah. Tahap ini dapat cukup singkat atau cukup lama,
bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belum
menikah tetap tinggal di rumah setelah mereka menyelesaikan SMU atau
kuliahnya. Tahap perkembangan keluarga disini adalah keluarga
membantu anak tertua untuk terjun ke duania luar, orang tua juga terlibat
dengan anak terkecilnya, yaitu membantu mereka menjadi mandiri
(Friedman, 2010).
g. Tahap VII : Orang Tua Paruh Baya (middle age families)
Tahapan ini dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir dengan pensiunan atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini
dimulai ketika orang tua berusia sekitar 45 tahun sampai 55 tahun dan
berakhir dengan persiunannya pasangan, biasanya 16 sampai 18 tahun
kemudian. Tahap perkembangan keluarga pada tahap ini adalah wanita
memprogramkan kembali energi mereka dan bersiap-siap untuk hidup
dalam kesepian dan sebagai pendorong anak mereka yang sedang
berkembang untuk lebih mandiri (Friedman, 2010).

h. Tahap VIII : Keluarga Lanjut Usia dan Pensiunan


Tahap terakhir perkembangan keluarga ini adalah dimulai pada saat
pensiunan salah satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai kehilangan
salah satu pasangan, dan berakhir dengan kematian pasangan yang lain
menurut Duvall dan Miller (1985 dalam Friedman, 2010). Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mempertahankan
penataan kehidupan yang memuaskan. Kembali ke rumah setelah
individu pensiun/berhenti bekerja dapat menjadi problematik (Friedman,
2010).

2.3.6 Tingkat Kemandirian Keluarga


Keberhasilan asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan perawat
keluarga dapat dinilai seberapa tingkat kemandirian keluarga dengan
mengetahui kriteria atau ciri-ciri yang menjadi ketentuan tingkatan mulai
dari tingkat kemandirian I sampai tingkat kemandirian IV menurut Depkes
(2006 dalam Achjar, 2012), adalah sebagai berikut :
a. Tingkat kemandirian I (keluarga mandiri tingkat I / KM-I)
1) Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan

b. Tingkat kemandirian II (keluarga mandiri tingkat II / KM-II)


1) Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
4) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif

c. Tingkat Kemandirian III (keluarga mandiri tingkat III / KM-III)


1) Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
4) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
6) Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
d. Tingkat kemandirian IV (keluarga mandiri tingkat IV / KM-IV)
1) Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
4) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
6) Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran 7) Melakukan
tindakan promotif secara aktif.

2.3.7 Peran Perawat Keluarga


Dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga, perawat keluarga perlu
memperhatikan prinsip-prinsip berikut :
a. Melakukan kerja bersama keluarga secara kolektif,
b. Memulai pekerjaan dari hal yang sesuai dengan kemampuan keluarga,
c. Menyesuaikan rencana asuhan keperawatan dengan tahap perkembangan
keluarga,
d. Menerima dan mengakui struktur keluarga,
e. Menekankan pada kemampuan keluarga.
(Sudiharto, 2007)
Peran perawat keluarga menurut Sudiharto (2007), adalah sebagai berikut.
a. Sebagai Pendidik
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga. Terutama pada
keluarga dengan gizi kurang, perawat memberikan pendidikan tentang
pengertian gizi kurang, penyebab, tanda dan gejala, akibat yang
ditimbulkan dan cara mendeteksi dini balita agar tidak terjadi gizi
kurang.
b. Sebagai Koordinator Pelaksana Pelayanan Keperawatan
Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pelayanan keperawatan yang berkesinambungan di
berikan untuk menghindari kesenjangan. Kemampuan mengkoordinir
pelaksana pelayanan kesehatan dengan baik mengakibatkan keluarga
dapat terintervensi dengan baik sehingga angka gizi kurang berkurang.
c. Sebagai Pelaksana Pelayanan Perawatan
Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak
pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah
kesehatan. Dengan demikian, anggota keluarga yang sakit dapat
menjadi “entry point” bagi perawat untuk memberikan asuhan
keperawatan keluarga secara komprehensif. Memberikan pelayanan
yang maksimal untuk keluarga dengan gizi kurang sehingga dapat
mengurangi angka kejadian gizi kurang.
d. Sebagai Supervisor Pelayanan Keperawatan
Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap keluarga
melalui kunjungan rumah secara literatur, baik terhadap keluarga
malalui kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga
berisiko tinggi maupun yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat
direncanakan terlebih dahulu atau secara mendadak. Terutama pada
keluarga yang mempunyai balita dengan gizi kurang karena banyak
orang tua yang tidak mau membawa anaknya ke posyandu untuk
penimbangan BB tiap bulan.
e. Sebagai Pembela (Advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hak-hak
keluarga sebagai klien. Perawat diharapkan mampu mengetahui
harapan serta memodifikasi sistem pada perawatan yang diberikan
untuk memenuhi hak dan kebutuhan keluarga. Pemahaman yang baik
oleh keluarga terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai klien
mempermudah perawat untuk memandirikan keluarga. Hak bagi
keluarga dengan gizi kurang adalah mendapatkan pelayanan yang baik
dari tenaga kesehatan sedangkan kewajiban dari keluarga dengan gizi
kurang adalah mendeteksi dini tumbuh kembang anak ke tenaga
kesehatan
f. Sebagai Fasilitator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga, dan
masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan
yang mereka hadapi sehari-hari serta dapat membantu memberikan
jalan keluar dalam mengatasi masalah. Keluarga dengan gizi kurang
dapat bertanya pada perawat tentang perkembangan balitanya.
g. Sebagai Peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah-
masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga. Masalah
kesehatan yang muncul di dalam keluarga biasanya terjadi menurut
siklus atau budaya yang dipraktikkan keluarga. Begitu juga dengan
keluarga dengan gizi kurang, karena kebiasaan atau budaya keluarga
tidak pernah memperhatikan pola makan anak sehingga anak tidak
terpantau asupan gizi yang dikonsumsinya setiap hari dan anak jatuh
pada gizi kurang.

2.3.8 Tujuan Keperawatan Keluarga


Kerangka tingkat pencegahan ini digunakan untuk menjelaskan tujuan
keperawatan keluarga. Tingkat pencegahan mencakup keseluruhan
spektrum isu sehat dan sakit, serta tujuan yang sesuai untuk setiap tingkatan.
Menurut Friedman (2010), ketiga tingkatan itu adalah :
a. Pencegahan primer, yang melibatkan promosi kesehatan dan tindakan
pencegahan spesifik atau tindakan perlindungan kesehatan yang
dirancang untuk menjaga individu bebas dari penyakit atau cedera.
Tindakan pencegahan spesifik atau perilaku yang melindungi kesehatan
juga disebut pemeliharaan kesehatan. Pencegahan primer pada keluarga
dengan gizi kurang adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan
tentang penting gizi bagi balita.
b. Pencegahan sekunder, yang terdiri atas deteksi dini, diagnosis dan
terapi. Pada keluarga dengan gizi kurang pencegahan sekunder yang
dilakukan adalah mendeteksi dini tumbuh kembang balita.
c. Pencegahan tersier, yang mencakup tahap pemulihan dan rehabilitasi,
dirancang untuk meminimalkan disabilitas klien dan memaksimalkan
tingkat fungsi dirinya. Pencegahan tersier pada keluarga dengan gizi
kurang adalah memberi kesempatan pada balita untuk pemulihan
terhadap kondisi fisik yang lalu.
Tiga tingkat pencegahan ini merupakan tujuan keperawatan keluarga.
Tujuan keperawatan keluarga terdiri atas promosi dan pemeliharaan
kesehatan (pencegahan primer), deteksi dan terapi, dan pemulihan
kesehatan. Promosi kesehatan merupakan sebuah tujuan utama dalam
keperawatan keluarga. Akan tetapi, tentu saja deteksi dini, diagnosis, dan
terapi (pencegahan sekunder) juga merupakan tujuan yang penting. Selain
itu, dengan mempertimbangkan perkembangan pelayanan kesehatan di
rumah dan prevalensi penyakit kronik serta disabilitas yang terjadi
dikalangan populasi lansia yang jumlahnya meningkat dengan cepat,
pecegahan tersier atau rehabilitasi dan pemulihan kesehatan juga merupakan
tujuan penting dari keperawatan keluarga saat ini (Friedman, 2010).

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengkajian (Tanggal 9 Mei 2020)

1. Identitas Kepala Keluarga


Nama KK : Tn. A
Umur : 69 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jln. Sawo No.16, Bandarsenembah, Binjai.
Agama : Islam

2. Komposisi Keluarga

No Nama L/P Umur Hub.Kel Pend Pekerjaan Status Kes


.
1. Ahmad Sarpingi L 69 Th KK SD Buruh sehat
2. Rosmala Dewi P 68 Th Istri SD Buruh Sakit Rematik
3. Rizal L 44 Th Anak SMP Swasta Sehat
4. Hamdan L 40 Th Anak SMP Swasta Sehat
5. Nurul P 35 Th Anak SMP Swasta Sehat

3. Genogram

Keterangan : : Laki-laki : Meninggal Perempuan

: Perempuan : Tinggal Serumah

: Anggota Keluarga yang sakit

: Meninggal Laki-laki

4. Tipe Keluarga
a. Tipe keluarga : Nuclear Family yang terdiri dari ayah dan ibu
b. Kewarganegaraan /suku bangsa :
Tn. A berasal dari suku Jawa dan merupakan penduduk asli di wilayah
Jln.sawo kelurahan Bandar senembah, Kec.Binjai Barat , sedangkan Ibu
bersal dari riau.
c. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia.
d. Penduduk di lingkungan tempat tinggal umumnya berasal dari kota medan
juga dan masih ada hubungan keluarga. Namun, ada juga pendatang lain
yang mempunyai latar belakang budaya hampir sama sehingga tidak ada
kendala dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar
e. Agama : Islam, Kedua orangtua rajin beribadah. Tn. A selalu mengikuti
kegiatan pengajian yang ada di mushola dan menjadi anggota suatu
perkumpulan pengajian dimushola tersebut
f. Status social ekonomi keluarga
- Anggota keluarga yang mencari nafkah : Suami
- Penghasilan : Rp. 40.000 ribu/ hari, itupun tak tentu
- Penghasilan didapatkan dari pekerjaan sebagai buruh bangunan dan
itupun hampir sama dengan pengeluaran yang dibutuhkan untuk
mencukupi kehidupannya
- Pada hari sabtu dan minggu, ia membantu cucu nya untuk berjualan
sayur di pasar sikambing
g. Aktifitas rekreasi Keluarga
Keluarga tidak pernah melakukan rekreasi ke tempat hiburan. Rekreasi
hanya berkumpul dengan keluarga. Menurut Tn. A dan Ny. R, keluarganya
bila selesai mengurus rumah biasanya mengobrol-ngobrol dan bercerita
dengan tetangga karena hal tersebut dapat membuat mereka merasa senang
dan dapat menghilangkan kebosanan.
5. Riwayat Perkembangan Keluarga
a. Tahapan Perkembangan Keluarga :
- Mensosialisasikan anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan
mengembangkan hubungan dengan teman sebaya. Hal tersebut sudah
dipenuhi oleh keluarga, yaitu dengan memberi kesempatan anak belajar
bersama teman-temannya.
- Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan. Tidak ada
masalah dalam intensitas pertemuan dengan anggota keluarga lain.
- Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga. Keluarga
berusaha memenuhi kebutuhan kesehatan anggotanya. Bila ada yang
sakit, biasanya mereka membeli obat di warung/apotik. Bila tidak
kunjung sembuh baru anggota keluarga yang sakit langsung dibawa ke
pelayanan kesehatan Puskesmas binjai barat atau pergi ke Bidan terdekat.

b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi


Semua tahap perkembangan keluarga sudah terpenuhi, tinggal memenuhi
kebutuhan perkembangan individu sesuai usianya.

c. Riwayat keluarga inti


Tn. A adalah orang Jawa, Sedangkan Ny. R tinggal di riau. Mereka bertemu
saat sama-sama bekerja di medan. Mereka berpacaran selama dua tahun
sebelum akhirnya menikah. Ketiga anak merupakan anggota keluarga yang
direncanakan dan mereka menyayanginya.

d. Riwayat keluarga sebelumnya


Hubungan antara keluarga pihak Tn. A dan Ny. R saat ini baik, Adik Ipar
Suami tinggal sebelah rumah. Tidak ada konflik dalam berhubungan,
sedangkan kedua orang tua Ny. R tinggal di Riau, mereka berkunjung
sesekali bila hari libur lebaran

6. Keadaan Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Rumah yang ditempati adalah milik sendiri. Rumah itu berukuran 8 x 12 m
yang terdiri dari satu ruang tamu, satu kamar tidur, satu dapur, satu WC dan
satu ruang keluarga. Lantai rumah tampak bersih, Hal ini terlihat dari tidak
adanya kotoran pada lantai, perabotan rumah tertata dengan rapi. Lantai
rumah terbuat dari kayu , rumah berbentuk pangung. Dinding rumah terbuat
dari kayu, jendela hanya ada pada bagian ruang tamu. Plafon tidak ada
sehingga saat siang hari terasa sangat panas. Kamar tidur tidak ada jendela.
Pencahayaan hanya dari ventilasi dekat ruang tamu. Atap rumah dari seng.
Halaman rumah bersih jika tidak ada hujan. Bila musim hujan, halaman
rumah tampak becek. Kondisi air minum bening, tidak berbau, tidak berasa,
dan tidak bewarna. Keluarga mempunyai kebiasaan merawat rumah dengan
menyapu setiap hari dan kadang-kadang dipel pada pagi hari.
Keterangan : Posisi ruangan rumah dapat dilihat pada denah rumah
dihalaman ini.

DAPUR

RUANG KELUARGA
WC

TETANGGA K. TIDUR

RUANG TAMU

JALAN

b. Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW


Lingkungan tetangga umumnya berasal dari medan juga dan masih ada
hubungan keluarga. Ada beberapa warga berasal dari jawa sudah cukup lama
menetap di binjai dan mempunyai adat dan kebiasaan yang sama. Keluarga
sering terlihat duduk bersama-sama di waktu sore hari. Tempat berbelanja
kebutuhan dapur sekitar 20 m dari rumah. Sekolah , Tempat ibadah, dan
Posyandu tidak jauh dari rumah. Untuk pergi ke Posyandu biasanya mereka
mendapat pengumuman lewat masjid.
c. Mobilitas Geografis Keluarga
Keluarga Tn. A sudah menempati rumah yang ditempatinya sejak berumah
tangga dari tahun 1965 sampai sekarang, tempat tinggalnya berdampingan
dengan saudara yang lainnya.
d. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat
Keluarga termasuk anggota masyarakat yang aktif dalam mengikuti kegiatan
masyarakat, dengan keluarga dilingkungan nya seperti pengajian dan yang
lainnya tampak saling berinteraksi dengan baik. Istri Tn. A yang menderita
RA juga seorang yang aktif.
e. Sistem Pendukung Keluarga
Adik Ipar Tn. A tinggal disebelah rumah dan dapat membantu. Keluarga
tidak mempunyai tabungan asuransi, namun sudah terdaftar di JPS . Fasilitas
penunjang kesehatan dari JAMSOSKES

7. Struktur Keluarga

a. Pola Komunikasi Keluarga


Antar anggota keluarga terbina hubungan yang harmonis, dalam menghadapi
masalah, biasanya dilakukan musyawarah keluarga sebelum memutuskan
suatu permasalahan. Komunikasi dilakukan dengan sangat terbuka.

b. Struktur Kekuatan Keluarga


Keluarga merupakan keluarga inti yang terdiri dari suami istri dan 3 orang
anak dan saling perhatian

c. Struktur peran keluarga


- Tn. A sebgai kepala keluarga bertanggung jawab dalam mengatur rumah
tangganya dan sebagai pengambil keputusan
- Ny. R sebagai istri bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga
- Usman dan Ilham sebagai anak pertama dan kedua telah bekerja di Jawa
dan Ina kelas 2 SMA dan sekarang juga ada di Jawa bersama keluarga
yang lain.

d. Nilai dan Norma Keluarga


Fungsi nilai budaya yang dianut keluarga adalah saling menghormati antara
anggota keluarga satu dengan lainnya dan menghormati yang lebih tua. Hal
ini terlihat pada cucu yang setiap perawat berkunjung ke rumahnya selalu
menyalami. Nilai yang ada di keluarga merupakan gambaran nilai agama
yang dianutnya (Islam), tidak terlihat adanya konflik dalam nilai, dan tidak
ada yang memengaruhi status kesehatan keluarga dalam menggunakan nilai
yang di yakini oleh keluarga.

8. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Keluarga cukup rukun dan perhatian dalam membina rumah tangga
b. Fungsi Sosial
Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan perilaku social yang baik.
Keluarga juga cukup aktif bermasyarakat dengan mengikuti kegiatan yang
ada di masyarakat.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga kurang mampu mengenal masalah kesehatan tentang penyakit RA
hal ini ditunjukkan dengan keluarga kurang menyadari dampak masalah
kesehatan akibat penyakit RA. Keluarga juga tidak tahu bahwa penyakitnya
bisa kambuh lagi dan harus mendapat pengobatan jangka panjang lagi.
Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan juga terbatas karena
keluarga tidak mengetahui secara luas tentang masalah yang terjadi pada
penyakit RA. Keluarga tidak mengetahui langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam mencegah dan menangani penyakitnya. Keluarga tidak
mengamankan hal-hal yang bisa menimbulkan penyakit tersebut.

d. Fungsi Reproduksi
Tn. A berusia 69 Tahun dan Tn. 68 Tahun merupakan usia yang tidak lagi
produktif.
e. Fungsi ekonomi
Tn. A bekerja buruh dan membantu cucu nya berjualan sayur pada hari sabtu
dan minggu disela-sela hari liburnya dan Tn. R sendiri bekerja sebagai Ibu
Rumah Tangga
9. Stress dan Koping Keluarga
a. Stressor yang dimiliki
Stressor yang dimiliki oleh keluarga Tn. A adalah Penyakit RA yang diderita
oleh Istrinya
b. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Keluarga sudah dapat beradaptasi dengan penyakit yang diderita oleh
istrinya karena terkadang sudah berobat ke Puskesmas dan pasrah kepada
Tuhan terhadap situasi sakitnya
c. Strategi koping yang digunakan
Dalam menghadapi masalahnya biasanya keluarga berdiskusi
d. Strategi adaptasi disfungsional
Tn. R sejak timbul penyakit RA dan didiagnosis Puskesmas binjai barat
merasakan penyakitnya tidak sembuh-sembuh

10. Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum Ny. R Nampak masih kuat, tetapi daya keseimbangannya
kurang, makan dan minum masih dalam batas normal
Tanda-tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu : 36,5 ºC
TB : 155 cm dan BB : 60 Kg
b. Pemeriksaan Fisik Khusus
- Kepala dan Leher
Pada pemeriksaan kepala, tidak ditemukan kelainan, bentuk kepala
normal
- Leher
Pada leher tidak nampak adanya peningkatan tekanan vena Jugularis dan
Arteri carotis, tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid (Struma)
- Mata
Konjungtiva tidak terlihat anemis, tidak ada katarak, penglihatan masih
baik
- Telinga
Pendengaran berkurang
- Hidung
Tidak ada kelainan yang ditemukan
- Mulut
Tidak ada kelainan
- Dada
Pergerakan dada terlihat simetris
- Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan adanya pembesaran hepar,
tidak kembung, pergerakan peristaltic usus baik, tidak ada bekas luka
operasi
- Ekstremitas
Pada Ekstremitas atas dan bawah tidak terdapat udema, ekstremitas pada
kaki sedikit terganggu akibat penyakitnya dan sedkit sulit digerakkan.

11. Harapan Keluarga


Keluarga Tn. A berharap istrinya sembuh dari penyakitnya dapat melakukan
aktifitas sehari-hari dengan nyaman.
B. Analisa Data

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1. Data Subyektif
1. Tn. A mengatakan Ibu R sudah lama mengalami Kurangnya pengetahuan Resiko terjadinya trauma
asam urat dan dikatakan menderita RA setelah keluarga tentang pencegahan
berobat ke Puskesmas Binjai Barat penyakit RA
2. Ny. R mengatakan orang tua (Bapak) pernah
mengalami penyakit ini sebelumnya

Data Objektif
1. Usia 68 Tahun
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan
TD : 120/80 mmHg
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu : 36,5 ºC
TB : 155 cm dan BB : 60 Kg
Ektremitas bawah : terbatas pergerakannya
3. Ruangan rumah dan kamar tidur gelap dan bertingkat
(panggung)

2. Data Subyektif
1. Tn. A mengatakan Ibu R sudah lama mengalami Kurang pengetahuan tentang Ketidakmampuan keluarga
asam urat dan berobat ke Puskesmas binjai perawatan RA mengambil keputusan dalam
dinyatakan menderita RA sejak tanggal 25 maret merawat anggota keluarga yang
2019 sakit
2. Keluarga memilih ke Puskesmas karena dipikir
obatnya murah dan tidak mahal dibanding dengan
obat di RS serta Biaya pengobatan yang terlalu
besar.
3. Selain dibawa ke Puskesmas, Ny. R juga diobati
dengan cara diurut oleh dukun pijat.

Data Obyektif
1. Usia 68 Tahun
2. Pendidikan Bapak dan Ibu SD
3. Saat ini keluarga berobat di Puskesmas
C. Rumusan Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya trauma berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang pencegahan penyakit RA
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perawatan RA

D. Skoring Prioritas Masalah


1. Resiko terjadinya trauma berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang pencegahan penyakit RA

No Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran


1. a. Sifat Masalah : 2 1 2/3x1 = 2/3 Keluarga tidak tahu penyakitnya
Ancaman Kesehatan mudah mengakibatkan resiko
trauma

b. Kemungkinan masalah 1 2 1/2x2 = 1 Kondisi klien pada usia tersebut


dapat diubah : Hanya mempengaruhi penyerapan
sebagian informasi

c. Potensial masalah 3 1 3/3x1 = 1 Keluarga mau diajak kerjasama


untuk dicegah : Cukup (Kooperatif)
d. Menonjolnya 2 1 2/2x1 = 1 Bila tidak segera ditangani
masalah : Masalah memungkinkan penyembuhan lama
berat, harus segera dan terjadi resiko trauma kepada
ditangani anggota keluarga tersebut
Total 3 2/3

2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perawatan RA

No Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran


1. a. Sifat Masalah : 2 1 2/3x1 = 2/3 Rematik adalah penyakit yang
Ancaman Kesehatan terjadi akibat penurunan kondisi
tubuh dan dipengaruhi oleh factor
umur

b. Kemungkinan masalah 1 2 1/2x2 = 1 Klien tidak tahu kalau penyakitnya


dapat diubah : Hanya dapat menyebabkan resiko trauma
sebagian

c. Potensial masalah 3 1 3/3x1 = 1 Penderita kooperatif dalam


untuk dicegah : Cukup penyuluhan dan penatalaksanaan

d. Menonjolnya 0 1 0/2x1 = 1 Keluarga tidak tahu penyakit RA


masalah : Masalah nya perlu pengobatan rutin dan
berat, harus segera lama. Keluarga merasa perlu berobat
ditangani ke dokter yang lebih manjur
Total 2 2/3

Berdasarkan rumusan prioritas diatas, maka dapat diketahui prioritas permasalahan pada Keluarga Tn. A adalah sebagai berikut :

1. Resiko terjadinya trauma berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang pencegahan penyakit RA
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perawatan RA

E. Rencana, Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan Keluarga

No Tujuan Kriteria Evaluasi


Umum Khusus Kriteria Standar Intervensi
Dx
1. Setelah dilakukan Klien mampu : Verbal 1. Klien dan keluarga 1. Kaji pengetahuan keluarga
penyuluhan 1. Dapat menjelaskan akibat dapat menjelaskan 2. Kaji kemampuan keluarga yang
keluarga penyakit rematik akibat penyakit RA telah dilakukan pada Ny. R
mengenal dan terhadap kondisi pasien 2. Klien dan keluarga utnuk menghindari resiko
mampu sendiri dan keluarganya dapat menyebutka trauma
mencegah 2. Dapat menyebutkan sumber penyebab 3. Diskusikan dengan keluarga
terjadinya resiko sumber yang dapat penyakit RA tentang akibat penyakit rematik
trauma pada menyebabkan penyakit 3. Klien dan keluarga terhadap diri sendiri
penyakit RA rematik dapat menyebutkan 4. Diskusikan alterrnatif yang
pada anggota 3. Dapat menyebutkan upaya untuk mencegah dapat dilakukan untuk
keluarganya upaya untuk mencegah terjadinya trauma mencegah terjadinya trauma
terjadinya trauma 5. Evaluasi secara singkat
terhadap topik yang
didiskusikan dengan keluarga
6. Berika pujian terhadap
ungkapan keluarga yang
mendukung upaya pencegahan.

2. Setelah dilakukan Keluarga mampu : Verbal 1. Keluarga dapat 1. Kaji pengetahuan keluarga
penyuluhan 1. Menyebutkan pengertian pengetahuan menyebutkan tanda- tentang penyakit rematik,
keluarga mampu RA tanda dan gejala penyebab, gejala dan cara
mengambil 2. Menybutkan tanda dan penyakit RA penanganannya
keputusan untuk gejala RA 2. Keluarga dapat 2. Berikan penyuluhan keluarga
berobat secara 3. Menyebutkan factor mengidentifikasi cara cara mengidentifikasi serangan
teratur dan benar resiko yang menybabkan pengobatan dan ulang
RA perawatan 3. Anjurkan berobat kembali ke
4. Menyebutkan 3. Keluarga dapat Puskesmas/RS setelah
pengobatan dan memutuskan tindakan mendapatkan serangan berulang
perawatan RA yang harus dilakukan 4. Berikan kesempatan keluarga
5. Mampu mengambil bila obat habis menentukan sikap dan rencana
keputusan dalam selanjutnya dalam pengobatan
pengobatan 5. Berikan pujian terhadap
kemampuan ide/sikap yang
positif yang diungkapkan
keluarga dalam menyikapi
kekambuhan penyakitnya.

No Dx Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Evaluasi


1. Resiko terjadinya trauma 10 Mei 2020 Memberi penyuluhan 1. Struktur
berhubungan dengan pencegahan terjadinya trauma a. Keluarga Tn. A dapat bekerjasama
kurangnya pengetahuan dengan mahasiswa
keluarga tentang b. Keluarga khususnya klien Ny. R
pencegahan penyakit mengerti maksud dan tujuan
rematik kunjungan hari ini
2. Proses
a. Keluarga dapat terlihat aktif dalam
diskusi
b. Keluarga menunjukkan minat
terhadap kegiatan atau tindakan yang
dapat dilakukan
c. Keluarga memberikan respon verbal
dan non verbal yang baik
d. Keluarga kooperatif selama kegiatan
berlangsung
3. Hasil
a. Keluarga dapat menjelaskan akibat
rematik bagi diri sendiri dan keluarga
lainnya
b. Menyebutkan bagian tubuh yang
rawan terjadi RA
c. Menyebutkan upaya untuk mencegah
terjadinya trauma

2. Ketidakmampuan keluarga 10 Mei 2020 Penyuluhan tentang : 1. Struktur


mengambil keputusan 1. Pengertian RA a. Keluarga Tn. A dapat bekerjasama
dalam merawat anggota 2. Penyebab RA dengan mahasiswa
keluarga yang sakit 3. Tanda dan gejala RA b. Keluarga khususnya klien Ny. R
berhubungan dengan 4. Penatalaksanaan RA mengerti maksud dan tujuan
kurang pengetahuan tentang kunjungan hari ini
perawatan RA 2. Proses
a. Keluarga dapat terlihat aktif dalam
diskusi
b. Keluarga menunjukkan minat
terhadap kegiatan atau tindakan yang
dpat dilakukan
c. Keluarga dapat memberikan respon
verbal dan non verbal yang baik
d. Keluarga kooperatif selam kegiatan
berlangsung
e. Keluarga bersedia konsul ke
Puskesmas ataupun RS
3. Hasil
a. Keluarga dapat menyebutkan
pengertian r RA
b. Menyebutkan tanda dan gejala RA
c. Menyebutkan factor resiko yang
menyebabkan RA
d. Menyebutkan akibat rematik bila tidak
dirawat
e. Klien telah berobat dan mendapat obat
RA
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kata arthritis berasal dari kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti
radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian (sendi tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Penyebab pasti rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,
diperkirakan merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan,
hormonal dan faktor sistem reproduksi. Ada beberapa gambaran klinis
yang ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini
tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena
penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
Nyeri,persendian Bengkak (Reumatoid nodule), Kekakuan pada sendi
terutama setelah bangun tidur pada pagi hari, Terbatasnya pergerakan
Sendi-sendi.

4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah di berikan, dan
dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan
dalam praktik, khususnya pada klien yang menagalami gangguan sistem
muskuloskeletal, Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Rheumatoid Arthritis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mubarok, I, dkk, 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : Sagung


Seto
2. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta:
EGC.
3. Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC.
4. Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta:
Media hardy.
5. Lukman dan Nurna Ningsih. 2009.    Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.
6. Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
aesculapius.
7. Muttaqin, arif. 2006. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.
8. Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai