Askep Keluarga Dengan Ra Kel 5
Askep Keluarga Dengan Ra Kel 5
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 5
Kelompok panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah “ASUHAN
KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH: RA” dengan baik. Selesainya
penyusunan ini berkat bantuan, bimbingan, pengarahan, petunjuk, dorongan dari
berbagai pihak.
Kelompok menyadari bahwa penyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari isi maupun susunannya, untuk itu kelompok membuka diri terhadap kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak dami kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dari pembaca dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khusunya dibidang keperawatan. Akhir kata penulis mengucapkan
terimaksih.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................
1.2 Tujuan........................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS..................................................................
2.1 Teotitis Medis............................................................................
2.2 Teoritis Keperawatan ................................................................
2.3 Teoritis Keluarga .......................................................................
BAB III PEMBAHASAN ...........................................................................
3.1 Pengkajian .................................................................................
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi RA.
2. Untuk mengetahui etiologi RA
3. Untuk mengetahui patofisiologi RA
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala RA
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic RA
6. Untuk mengetahui penatalaksanan RA
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan keluarga pada pasien RA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Teoritis Medis
2.1.1 Defenisi
Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan
lebih banyak terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun.
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi,
hal. 165 )
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering
ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun,
lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini
menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi
besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan. (Muttaqin, 2006)
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti
radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun
dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
2.1.2 Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun
banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum
dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai
faktor termasuk kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun.
Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi (Price,
1995), keturunan (Price, 1995; Noer S, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan,
tetapi jelas ada interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan
Feldmann, 1998: Blab et al, 1999). Namun faktor predisposisinya adalah
mekanisme imunitas (antigen – antibodi), factor metabolik dan infeksi virus
(Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
2.1.3 Pathway
2.1.4 Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,
kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari
kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan
tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan
subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial
bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai
dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada
orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang
lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (gangguan
rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
2.1.7 Komplikasi
1. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease
modifying antirheumatoid drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab
mordibitas dan mortalitas utama pada artitis reumatoid.
2. Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi
sistem vaskuler) dapat menyebabkan trombosis dan infark.
3. Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau
pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat
terganggu. Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran
keluar cairan okular terbentuk pada mata.
4. Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari ,
depresi, dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin,
2009).
5. Osteoporosis
6. Nekrosis sendi panggul.
7. Deformitaas sendi.
8. Kontraktur jaringan lunak.
9. Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).
2.1.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi
inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan
kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk
mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi,
pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan
imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting
untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan
pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi
progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan
gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan
relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres
dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet
yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak
ikan. Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan
buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi
inflamasi.Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari
minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-
kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan kembangkol karena
dapat menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.
5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat
dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA, 2013).
6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada
sendi. Adapun syarat–syarat diet atritis rheumatoid adalah protein cukup,
lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine
yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata asupan cairan yang dianjurkan adalah
2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari
kebutuhan energi total.
7. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap
akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan
sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.
Bagan 2.2
b. Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah
yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
c. Suku bangsa atau latar belakang budaya (etnik), mengkaji asal suku bangsa
keluarga tersebut, serta mengidentifikasi budaya suku bangsa terkait dengan
kesehatan.
d. Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang
dapat mempengaruhi kesehatan.
e. Status sosial ekonomi keluarga, ditentukan oleh pendapatan, baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu, status sosial ekonomi
keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh
keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.
f. Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga tidak hanya
dilihat kapan keluarga pergi bersamasama untuk mengunjungi tempat
rekreasi, namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga
merupakan aktivitas rekreasi, selain itu perlu dikaji pula penggunaan waktu
luang atau senggang keluarga. (Mubarak, 2012)
3. Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Data ini menjelaskan mengenai luas rumah, tipe, jumlah ruangan, jumlah
jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan perabot rumah tangga, jenis WC,
serta jarak WC ke sumber air. Data karakteristik rumah disertai juga dalam
bentuk denah.
b. Karakteristik Tetangga dan Komunitas Setempat Data ini menjelaskan
mengenai lingkungan fisik setempat, kebiasaan dan budaya yang
mempengaruhi kesehatan.
c. Mobilitas Geografis Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berpindah tempat.
d. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat Data ini
menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berkumpul, sejauh mana
keterlibatan keluarga dalam pertemuan dengan masyarakat. (Widyanto, 2014)
4. Struktur Keluarga
a. Sitem Pendukung Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas
keluarga, dukungan keluarga dan masyarakat sekitar terkait dengan kesehatan
dan lain sebagainya.
b. Pola Komunikasi Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai cara komunikasi dengan keluarga serta
frekuensinya.
c. Struktur Peran
Data ini menjelaskan mengenai peran anggota keluarga dan masyarakat yang
terbagi menjadi peran formal dan informal.
d. Nilai/Norma Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai nilai atau norma yang dianut keluarga terkait
dengan kesehatan.
5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota
keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai
b. Fungsi Sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta perilaku.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
1) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan,
sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan
yang meliputi pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala serta yang
mempengaruhi keluarga terhadap masalah.
2) Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan
mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Kemampuan keluarga yang
tepat akan mendukung proses perawatan.
3) Untuk mengetahui sejauh mana keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit. Yang perlu dikaji sejauh mana keluarga mengetahui keadaaan
penyakit anggota keluarganya dan cara merawat anggota keluarga yang
sakit.
4) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji bagaimana keluarga
mengetahui manfaat atau keuntungan pemeliharaan lingkungan.
Kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan akan dapat
mencegah resiko cedera.
5) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan
fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung terhadap kesehatan dan
proses perawatan.
6. Fungsi reproduksi
Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota keluarga, serta
metode apa yang digunakan keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota
keluarga.
7. Fungsi ekonomi
Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan
papan. Bagaimana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat guna
meningkatkan status kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. metode yang
digunakan pada pemeriksaan ini tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di
klinik. Pada pemeriksaan fisik kita juga bisa menanyakan mengenai status
kesehatan dari klien.
Pada klien dengan Artritis Reumatoid, kita dapat mengkaji mengenai nyeri yang
dialami klien, yaitu :
a. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu
b. Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu
c. Keluhan utama : Jika nyeri, tanyakan mengenai PQRST,
1) Provokative/pemicu nyeri
2) Quality/kualitas nyeri
3) Region/daerah nyeri
4) Severity Scale/skala nyeri (0-10)
5) Timing/waktu terjadi nyeri (pagi, siang, malam hari)
- Tinggi 3
- Cukup 2 1
- Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
- Masalah berat, harus segara 2 1
di tangani
13. Intervensi
Perencanaan keperawatan keluarga merupakan kumpulan tindakan di tentukan oleh
perawat bersama-sama sasaran, yaitu keluarga untuk dilaksanakan sehingga masalah
kesehatan dan masalah keperawatan yang telah diidentifikasi dapat diselesaikan.
Setelah menentukan prioritas diagnosa keperawatan keluarga maka perlu dibuat
perencanaan intervensi keperawatan. Tujuan intervensi keperawatan adalah untuk
menghilangkan, mengurangi dan mencegah masalah keperawatan klien. Perencanaan
keperawatan keluarga pasien Stroke dengan menggunakan Modul Panduan
Dokumentasi Askep Komunitas (Individu, Keluarga Kelompok/Komunitas) Dengan
Pendekatan NANDA, ICPN, NOC, NIC (PPNI, Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas
Indonesia 2015).
14. Implementasi
a Fase Perkenalan/Orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan.
Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang
telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil
tindakan yang telah lalu.
b Fase Kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik
karea didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien
untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa
respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan
oleh klien.
c Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi
dibagi menjadi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi
sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini
dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang
berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama.
Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan
seluruh proses keperawatan.
15. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan
mengevaluasi selama proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien
disebut evaluasi proses dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang
diharapkan disebut evaluasi hasil. Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi formatif
dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan. Evaluasi
formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplememtasi rencana
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanankan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang
dikenal dengan istilah SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif
(data hasil pemeriksaan), Analisis data (perbandingan data dengan teori) dan
Perencanaan sedangakan evaluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif bertujuan
untuk memonitor dan menilai kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.
2.3.4Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2010), lima fungsi keluarga menjadi saling
berhubungan erat pada saat mengkaji dan melakukan intervensi dengan
keluarga. Lima fungsi itu adalah :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan
maupun berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif
merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling penting. Saat ini,
ketika tugas sosial dilaksanakan di luar unit keluarga, sebagian besar
upaya keluarga difokuskan pada pemenuhan kebutuhan anggota
keluarga akan kasih sayang dan pengertian. Manfaat fungsi afektif di
dalam anggota keluarga dijumpai paling kuat di antara keluarga kelas
menengah dan kelas atas, karena pada keluarga tersebut mempunyai
lebih banyak pilihan. Sedangkan pada keluarga kelas bawah, fungsi
afektif sering terhiraukan. Balita yang seharusnya mendapatkan
perhatian dan kasih sayang yang cukup, pada keluarga kelas bawah hal
tersebut tidak didapatkan balita terutama pada pola makan balita.
Sehingga dapat menyebabkan gizi kurang pada balita tersebut
(Friedman, 2010).
b. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial
Sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang universal dan lintas
budaya yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup masyarakat
menurut Lislie dan Korman (1989 dalam Friedman, 2010). Sosialisasi
merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam
keluarga yang ditujukan untuk mendidik anak-anak tentang cara
menjalankan fungsi dan memikul peran sosial orang dewasa seperti
peran yang dipikul suami-ayah dan istri-ibu.
Karena fungsi ini semakin banyak diberikan di sekolah, fasilitas
rekreasi dan perawatan anak, serta lembaga lain di luar keluarga, peran
sosialisasi yang dimainkan keluarga menjadi berkurang, tetapi tetap
penting. Orang tua tetap menyediakan pondasi dan menurunkan
warisan budayanya ke anak-anak mereka. Dengan kemauan untuk
bersosialisasi dengan orang lain, keluarga bisa mendapatkan informasi
tentang pentingnya asupan gizi, penyakit yang ditimbulkan dan
pencegahan terjadinya gizi kurang untuk anak khususnya balita
(Friedman, 2010).
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan
makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan
perlindungan terhadap bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan (yang
mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga secara individual)
adalah fungsi keluarga yang paling relevan bagi perawat keluarga.
Kurangnya kemampuan keluarga untuk memfasilitasi kebutuhan balita
terutama pada asupan makanan dapat menyebabkan balita mengalami
gizi kurang (Friedman, 2010).
d. Fungsi Reproduksi
Salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas
antar-generasi keluarga masyarakat yaitu : menyediakan anggota baru
untuk masyarakat menurut Lislie dan Korman (1989 dalam Friedman,
2010). Banyaknya jumlah anak dalam suatu keluarga menyebabkan
kebutuhan keluarga juga meningkat terutama pada kebutuhan makan
anak. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan makanan anak
mengakibatkan anak mengalami gizi kurang (Friedman, 2010).
e. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya
yang cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai
melalui proses pengambilan keputusan. Pendapatan keluarga yang
terlalu rendah menyebabkan keluarga tidak mampu membeli kebutuhan
gizi anak, sehingga anak mengalami gizi kurang (Friedman, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN
2. Komposisi Keluarga
3. Genogram
: Meninggal Laki-laki
4. Tipe Keluarga
a. Tipe keluarga : Nuclear Family yang terdiri dari ayah dan ibu
b. Kewarganegaraan /suku bangsa :
Tn. A berasal dari suku Jawa dan merupakan penduduk asli di wilayah
Jln.sawo kelurahan Bandar senembah, Kec.Binjai Barat , sedangkan Ibu
bersal dari riau.
c. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia.
d. Penduduk di lingkungan tempat tinggal umumnya berasal dari kota medan
juga dan masih ada hubungan keluarga. Namun, ada juga pendatang lain
yang mempunyai latar belakang budaya hampir sama sehingga tidak ada
kendala dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar
e. Agama : Islam, Kedua orangtua rajin beribadah. Tn. A selalu mengikuti
kegiatan pengajian yang ada di mushola dan menjadi anggota suatu
perkumpulan pengajian dimushola tersebut
f. Status social ekonomi keluarga
- Anggota keluarga yang mencari nafkah : Suami
- Penghasilan : Rp. 40.000 ribu/ hari, itupun tak tentu
- Penghasilan didapatkan dari pekerjaan sebagai buruh bangunan dan
itupun hampir sama dengan pengeluaran yang dibutuhkan untuk
mencukupi kehidupannya
- Pada hari sabtu dan minggu, ia membantu cucu nya untuk berjualan
sayur di pasar sikambing
g. Aktifitas rekreasi Keluarga
Keluarga tidak pernah melakukan rekreasi ke tempat hiburan. Rekreasi
hanya berkumpul dengan keluarga. Menurut Tn. A dan Ny. R, keluarganya
bila selesai mengurus rumah biasanya mengobrol-ngobrol dan bercerita
dengan tetangga karena hal tersebut dapat membuat mereka merasa senang
dan dapat menghilangkan kebosanan.
5. Riwayat Perkembangan Keluarga
a. Tahapan Perkembangan Keluarga :
- Mensosialisasikan anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan
mengembangkan hubungan dengan teman sebaya. Hal tersebut sudah
dipenuhi oleh keluarga, yaitu dengan memberi kesempatan anak belajar
bersama teman-temannya.
- Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan. Tidak ada
masalah dalam intensitas pertemuan dengan anggota keluarga lain.
- Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga. Keluarga
berusaha memenuhi kebutuhan kesehatan anggotanya. Bila ada yang
sakit, biasanya mereka membeli obat di warung/apotik. Bila tidak
kunjung sembuh baru anggota keluarga yang sakit langsung dibawa ke
pelayanan kesehatan Puskesmas binjai barat atau pergi ke Bidan terdekat.
6. Keadaan Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Rumah yang ditempati adalah milik sendiri. Rumah itu berukuran 8 x 12 m
yang terdiri dari satu ruang tamu, satu kamar tidur, satu dapur, satu WC dan
satu ruang keluarga. Lantai rumah tampak bersih, Hal ini terlihat dari tidak
adanya kotoran pada lantai, perabotan rumah tertata dengan rapi. Lantai
rumah terbuat dari kayu , rumah berbentuk pangung. Dinding rumah terbuat
dari kayu, jendela hanya ada pada bagian ruang tamu. Plafon tidak ada
sehingga saat siang hari terasa sangat panas. Kamar tidur tidak ada jendela.
Pencahayaan hanya dari ventilasi dekat ruang tamu. Atap rumah dari seng.
Halaman rumah bersih jika tidak ada hujan. Bila musim hujan, halaman
rumah tampak becek. Kondisi air minum bening, tidak berbau, tidak berasa,
dan tidak bewarna. Keluarga mempunyai kebiasaan merawat rumah dengan
menyapu setiap hari dan kadang-kadang dipel pada pagi hari.
Keterangan : Posisi ruangan rumah dapat dilihat pada denah rumah
dihalaman ini.
DAPUR
RUANG KELUARGA
WC
TETANGGA K. TIDUR
RUANG TAMU
JALAN
7. Struktur Keluarga
8. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Keluarga cukup rukun dan perhatian dalam membina rumah tangga
b. Fungsi Sosial
Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan perilaku social yang baik.
Keluarga juga cukup aktif bermasyarakat dengan mengikuti kegiatan yang
ada di masyarakat.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga kurang mampu mengenal masalah kesehatan tentang penyakit RA
hal ini ditunjukkan dengan keluarga kurang menyadari dampak masalah
kesehatan akibat penyakit RA. Keluarga juga tidak tahu bahwa penyakitnya
bisa kambuh lagi dan harus mendapat pengobatan jangka panjang lagi.
Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan juga terbatas karena
keluarga tidak mengetahui secara luas tentang masalah yang terjadi pada
penyakit RA. Keluarga tidak mengetahui langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam mencegah dan menangani penyakitnya. Keluarga tidak
mengamankan hal-hal yang bisa menimbulkan penyakit tersebut.
d. Fungsi Reproduksi
Tn. A berusia 69 Tahun dan Tn. 68 Tahun merupakan usia yang tidak lagi
produktif.
e. Fungsi ekonomi
Tn. A bekerja buruh dan membantu cucu nya berjualan sayur pada hari sabtu
dan minggu disela-sela hari liburnya dan Tn. R sendiri bekerja sebagai Ibu
Rumah Tangga
9. Stress dan Koping Keluarga
a. Stressor yang dimiliki
Stressor yang dimiliki oleh keluarga Tn. A adalah Penyakit RA yang diderita
oleh Istrinya
b. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Keluarga sudah dapat beradaptasi dengan penyakit yang diderita oleh
istrinya karena terkadang sudah berobat ke Puskesmas dan pasrah kepada
Tuhan terhadap situasi sakitnya
c. Strategi koping yang digunakan
Dalam menghadapi masalahnya biasanya keluarga berdiskusi
d. Strategi adaptasi disfungsional
Tn. R sejak timbul penyakit RA dan didiagnosis Puskesmas binjai barat
merasakan penyakitnya tidak sembuh-sembuh
Data Objektif
1. Usia 68 Tahun
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan
TD : 120/80 mmHg
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu : 36,5 ºC
TB : 155 cm dan BB : 60 Kg
Ektremitas bawah : terbatas pergerakannya
3. Ruangan rumah dan kamar tidur gelap dan bertingkat
(panggung)
2. Data Subyektif
1. Tn. A mengatakan Ibu R sudah lama mengalami Kurang pengetahuan tentang Ketidakmampuan keluarga
asam urat dan berobat ke Puskesmas binjai perawatan RA mengambil keputusan dalam
dinyatakan menderita RA sejak tanggal 25 maret merawat anggota keluarga yang
2019 sakit
2. Keluarga memilih ke Puskesmas karena dipikir
obatnya murah dan tidak mahal dibanding dengan
obat di RS serta Biaya pengobatan yang terlalu
besar.
3. Selain dibawa ke Puskesmas, Ny. R juga diobati
dengan cara diurut oleh dukun pijat.
Data Obyektif
1. Usia 68 Tahun
2. Pendidikan Bapak dan Ibu SD
3. Saat ini keluarga berobat di Puskesmas
C. Rumusan Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya trauma berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang pencegahan penyakit RA
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perawatan RA
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perawatan RA
Berdasarkan rumusan prioritas diatas, maka dapat diketahui prioritas permasalahan pada Keluarga Tn. A adalah sebagai berikut :
1. Resiko terjadinya trauma berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang pencegahan penyakit RA
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perawatan RA
2. Setelah dilakukan Keluarga mampu : Verbal 1. Keluarga dapat 1. Kaji pengetahuan keluarga
penyuluhan 1. Menyebutkan pengertian pengetahuan menyebutkan tanda- tentang penyakit rematik,
keluarga mampu RA tanda dan gejala penyebab, gejala dan cara
mengambil 2. Menybutkan tanda dan penyakit RA penanganannya
keputusan untuk gejala RA 2. Keluarga dapat 2. Berikan penyuluhan keluarga
berobat secara 3. Menyebutkan factor mengidentifikasi cara cara mengidentifikasi serangan
teratur dan benar resiko yang menybabkan pengobatan dan ulang
RA perawatan 3. Anjurkan berobat kembali ke
4. Menyebutkan 3. Keluarga dapat Puskesmas/RS setelah
pengobatan dan memutuskan tindakan mendapatkan serangan berulang
perawatan RA yang harus dilakukan 4. Berikan kesempatan keluarga
5. Mampu mengambil bila obat habis menentukan sikap dan rencana
keputusan dalam selanjutnya dalam pengobatan
pengobatan 5. Berikan pujian terhadap
kemampuan ide/sikap yang
positif yang diungkapkan
keluarga dalam menyikapi
kekambuhan penyakitnya.
4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah di berikan, dan
dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan
dalam praktik, khususnya pada klien yang menagalami gangguan sistem
muskuloskeletal, Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Rheumatoid Arthritis.
DAFTAR PUSTAKA