Anda di halaman 1dari 30

 

 
BAB II
 
TINJAUAN PUSTAKA
 
2.1 Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM)
  Definisi dan karakterisitik usaha kecil dan mikro di setiap negara berbeda-
  beda. Salavou et al. (2004) dalam Horst (2016), mengemukakan, “The role of
SMEs has been recognised by policymakers in all countries.” Dari segi
 
operasionalnya ada banyak pembeda antara usaha mikro, kecil dan juga
 
menengah. Di negara dengan industri yang sudah maju, entitas legal usaha mikro
sudah
  diatur melalui undang-undang. Namun di beberapa negara berkembang

  bahkan entitas legalnya tidak diatur.


2.1.1 Pengertian Usaha Mikro Kecil & Menengah
Berdasarkan UU No 20 tahun 2008, tentang UMKM dijelaskan bahwa
pemerintah sangat mendorong terciptanya usaha-usaha tersebut. Pemerintah
melakukan pemberdayaan terhadap usaha usaha ini dengan upaya penciptaan
iklim usaha yang kondusif, dukungan, perlidungan hukum, bantuan, sehingga
dapat menyokong usaha-usaha ini dalam kontribusinya untuk memakjukan
perekonomian negara. Usaha-usaha yang ada di masyarakat dapat dikelompokkan
menurut UU No 20 tahun 2008 ini ke dalam usaha mikro, kecil, menengah, dan
besar serta kesemuanya disebut sebagai dunia usaha.
Definisi dan karakteristik dari berbagai usaha dilihat dari kekayaan bersih
dan hasil penjualan tahunan sesuai dengan UU No 20 tahun 2008 sebagai berikut :
1. Usaha mikro merupakan usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan uang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp50.0000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha. Hasil penjualan tahunan usaha mikro paling banyak
Rp300.000.000.
2. Usaha kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
dilakukan orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
mejadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar. Kriteria usaha kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari

 
  10

 
Rp50.000.0000-Rp500.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
 
usaha. Usaha kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih besar dari
  Rp300.000.000-Rp2.500.000.000.
 3. Usaha menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri

  sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang yang dimiliki, dikuasai, atau
 
menjadi bagian langsung, maupun tidak lagsung degan usaha kecil atau
 
besar. Jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000-
  Rp10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Hasil

  penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000-paling banyak


Rp50.000.000.000.
 
Sementara itu, menurut Badan Pusat Statistik, batasan usaha mikro, kecil
dan menengah merujuk pada jumlah pekerja yang terdapat di usaha tersebut
sebagai berikut :
1. Usaha mikro adalah yang memiliki pekerja kurang dari 5 orang,
termasuk tambahan anggota keluarga yang tidak dibayar.
2. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 5 – 19 orang.
3. Usaha menengah adalah usaha yang memiliki pekerja 19-99 orang.
Pett dan Wolff (2012) juga mendefinisikan usaha kecil dan mikro sebagai
usaha yang memiliki orientasi kewirausahaan yang terbatas, orientasi belajar yang
harus besar utuk dapat bersaing, namun lebih cenderung ke bentuk pengadaptasian
dari usaha menengah atau besar; serta kompetensi pengelolaan teknologi
informasi yang masih sangat terbatas. Inovasi dalam UMKM sangat penting
karena di satu sisi, inovasi di UMKM mendorong margin keuntungan, siklus
hidup produk, model bisnis, keuntungan jangka pendek, kualitas, pendanaan,
tenaga kerja yang berkualitas dan sumber eksternal (Horst, 2016).
Inovasi dalam UMKM merupakan sumber kehidupan pertumbuhan
ekonomi. Kekuatan sumber kehidupan ini bergantung pada tingkat bahwa UMKM
menganggap inovasi sebagai strategi operasional utama mereka untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif dibandingkan perusahaan besar (Nowacki &
Staniewski, 2012). Ini berarti inovasi tidak boleh diabaikan dalam proses
pengelolaan UMKM (Nowacki & Staniewski, 2012).

 
  11

 
2.2 Industri Kreatif
 
Menurut visi pemerintah, industri kreatif adalah “Industri-industri yang
  mengandalkan kreatifitas individu, keterampilan serta talenta yang memiliki
kemampuan
  meningkatkan taraf hidup dan penciptaaan tenaga kerja melalui
penciptaan
  (gagasan) dan eksploitasi HKI.”
Definisi industri kreatif sendiri menurut Departemen Perdagangan pada
 
studi pemetaan industri kreatif tahun 2008 adalah “Industri yang berasal dari
 
pemanfataan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan
  serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya
kreasi
  dan daya cipta individu tersebut.”
Industri kreatif dapat dikelompokkan menjadi 14 subsektor. Menurut
 
Departemen Perdagangan Republik Indonesia dalam buku Pengembangan Industri
Kreatif Menuju Visi Ekonomi Kreatif 2025, ke 14 subsektor industri kreatif
Indonesia adalah :
1. Periklanan (advertising)
Definisi periklanan menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut:
Kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan
menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan
distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: perencanaan komunikasi iklan,
iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik,
tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan
radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet,
edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery advertising materials
atau samples, serta penyewaan kolom untuk iklan.
2. Arsitektur
Arsitektur adalah jasa konsultasi arsitek, yaitu mencakup usaha seperti:
desain bangunan, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, dan sebagainya.
Selain itu sub-sektor Arsitektur yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
desain bangunan secara menyeluruh baik dari level makro (town planning, urban
design, landscape architecture) sampai level mikro (detail konstruksi). Misalnya
arsitektur taman, perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi

 
  12

 
bangunan warisan, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, konsultasi kegiatan
 
teknik dan rekayasa seperti bangunan sipil dan rekayasa mekanika dan elektrikal.
  3. Pasar Barang Seni
  Merupakan kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-
barang
  asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui
lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, meliputi barang-barang musik,
 
percetakan, kerajinan, dan film.
 
4. Kerajinan (craft)
  Industri kreatif subsektor kerajinan adalah kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan
  kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh
tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses
 
penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari:
batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas,
perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan
kapur.
Berdasarkan bahan baku (raw material), produk kerajinan dikategorikan menjadi:
1. Ceramic (seperti tanah liat, erathen ware, pottery, stoneware, porcelain)
2. Logam (seperti emas, perak, perunggu, besi, tembaga)
3. Natural fiber, serat alam (bambu, akar-akaran, rotan)
4. Batu-batuan (seperti batu mulia, semi precious stone, jade)
5. Tekstil (seperti cotton, sutra, linen)
6. Kayu (termasuk kertas dan lacquer ware)
5. Desain
Merupakan kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis,
desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan
jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan.
6. Fesyen (fashion)
Industri Kreatif Subsektor fesyen/mode adalah kegiatan kreatif yang
terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode
lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnysa, konsultansi lini produk fesyen,
serta distribusi produk fesyen.

 
  13

 
7. Video, Film dan Fotografi
 
Industri kreatif Subsektor film, video, dan fotografi adalah kegiatan kreatif
  yang terkait dengan kreasi, produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi
rekaman
  video, film dan hasil fotografi. Termasuk di dalamnya
penulisan
  skrip, dubbing film, sinematografi, dan sinetron.
8. Permainan Interaktif (game)
 
Industri Kreatif sub sektor permainan interaktif adalah kegiatan kreatif
 
yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan
video
  yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Sub sektor permainan
interaktif
  bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat
bantu pembelajaran atau edukasi. Menurut beberapa sumber, industri permainan
 
interaktif didefinisikan sebagai permainan yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Berbasis elektronik baik berupa aplikasi software pada komputer (online
maupun stand alone), console(Playstation, XBOX, Nitendo dll), mobile handset.
b. Bersifat menyenangkan (fun) dan memiliki unsur kompetisi (competition)
c. Memberikan feedback/interaksi kepada pemain, baik antar pemain
atau pemain dengan alat (device)
d. Memiliki tujuan atau dapat membawa satu atau lebih konten atau muatan.
Pesan yang disampaikan bervariasi misalnya unsur edukasi, entertainment,
promosi produk (advertisement) sampai kepada pesan yang destruktif.
9. Musik
Industri kreatif sub sektor musik adalah kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan kreasi/komposisi, pertunjukan musik, reproduksi, dan distribusi dari
rekaman suara. Seiring dengan perkembangan industri musik ini yang tumbuh
sedemikian pesatnya, maka Klasifikasi Baku Lapangan Indonesia 2005 (KBLI)
perlu dikaji ulang, yaitu terkait dengan pemisahan lapangan usaha distribusi
reproduksi media rekaman, manajemen-representasi-promosi (agensi) musik, jasa
komposer, jasa pencipta lagu dan jasa penyanyi menjadi suatu
kelompok lapangan usaha sendiri.
10. Seni Pertunjukan (showbiz)
Industri kreatif kelompok seni pertunjukan meliputi kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan usaha yang berkaitan dengan pengembangan konten, produksi

 
  14

 
pertunjukan, pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama,
 
musik-tradisional, musik-teater, opera, termasuk tur musik etnik, desain dan
  pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan.
11.  Penerbitan dan Percetakan

  Industri kreatif subsektor penerbitan dan percetakan meliputi kegiatan


kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran,
 
majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita.
 
12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak (software)
  Industri kreatif sub sektor layanan komputer dan piranti lunak meliputi
kegiatan
  kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk
jasa layanan komputer, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan
 
analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan
piranti keras, serta desain portal.
13. Televisi & Radio (broadcasting)
Industri kreatif kelompok televisi dan radio meliputi kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan, penyiaran, dan
transmisi televisi dan radio.
14. Riset dan Pengembangan (R&D)
Industri kreatif subsektor riset dan pengembangan meliputi kegiatan
kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan
teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk
dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan
teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar.
Terdapat pula beberapa penjelasan mengenai industri kreatif menurut para
ahli. Industri kreatif digambarkan sebagai, “Vital and multifaceted sector that
makes a major contribution to the innovation and business development climate”
(Amsterdamse Innovatie Monitor, 2011). Sementara itu, De Voldere, Maenhout,
Onkelinx, & Sleuwaegen (2006) dalam Nauwelaerts (2008) mengidentifikasi
sektor kreatif inti di Flanders dan Brussels untuk periode 1995 - 2003 sebagai
berikut: industri audiovisual; Industri musik; Industri fashion; Arsitektur dan
desain; Media cetak dan sektor penerbitan.

 
  15

 
Nauwelaerts & Franck (2008) mengidentifikasi kelemahan kewirausahaan
 
yang paling kritikal dalam industri kreatif adalah kurangnya uang tunai.
  Fleksibilitas keuangan yang tidak mencukupi dalam semua tahap pertumbuhan
dan  pengetahuan manajerial yang tidak mencukupi, terutama di bidang ekonomi
bisnis,
  keuangan dan hukum.
2.3 Inovasi
 
Inti dari sebuah kegiatan inovasi adalah bagaimana melakukan sebuah
 
kegiatan yang bisa menaingkatkan nilai (added value) dan keunggulan dari
kondisi
  saat ini. Cara-cara yang bisa dilakukan antara lain dengan cara
menciptakan
  pengembangan yang berbeda dari produk atau jasa yang sudah ada di
pasar saat ini, atau menciptakan produk atau jasa yang sekiranya dapat
 
menciptakan potensi pasar yang baru (Datta, et.al,2011 dalam Dhewanto, et
al.,2015).
Sandvik (2003) berpendapat bahwa inovasi adalah salah satu senjata
kompetitif yang paling penting dan umumnya dilihat sebagai kemampuan nilai
inti perusahaan. Inovasi memainkan peran penting tidak hanya bagi perusahaan
besar, tapi juga untuk UKM (Jong dan Vermeulen, 2006; Anderson, 2009).
Beaver (2002) juga percaya bahwa inovasi merupakan elemen penting bagi
kemajuan ekonomi suatu negara dan daya saing suatu industri.
2.3.1 Pengertian Inovasi
Teori inovasi adalah satu teori yang berlandaskan sesuatu yang tidak
mungkin untuk diwujudkan menjadi mungkin. Sebagian besar peneliti atau
penemu mengacu pada konsep Innovation Theory, yang berpikir bahwa “Sesuatu
yang tidak mungkin, tidak terpecahkan, dan tidak bisa terselesaikan akan menjadi
mungkin bagi mereka, namun disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh”
(Hendro, 2011). “Innovation is also seen as a process of idea creation, a
development of an invention and ultimately the introduction of a new product,
process or service to the market” (Thornhill, 2006 dalam Rosli & Sidek, 2013).
Selain itu, Pearce & Robinson (2013) juga berpendapat inovasi merupakan
komersialisasi awal penemuan dengan menghasilkan dan menjual suatu produk,
jasa, atau proses baru. Sementara itu Vontana dalam Reniati (2013:24)
menerangkan inovasi adalah :

 
  16

 
“Kesuksesan ekonomi dan sosial berkat diperkenalkannya cara baru atau
 
kombinasi baru dari cara-cara lama dalam mentransformasi input menjadi
  output yang menciptakan perubahan besar dalam hubungan antar nilai guna
dan harga yang ditawarkan kepada konsumen dan/atau pengguna komunitas,
  sosietas, dan lingkungan.”

  Menurut Sukmadi (2016:30), inovasi berarti suatu ide, produk, informasi


teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktik-praktik baru yang belum
 
banyak diketahui, diterima, dan digunakan atau diterapkan oleh sebagian besar
 
warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau
mendorong
  terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan
masyarakat.
 

 
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan inovasi merupakan suatu proses
penemuan ide, produk, jasa atau praktik-praktik yang baru yang belum banyak
diketahui dan diterima guna menciptakan perubahan yang besar dalam aspek
kehidupan masyarakat dan lingkungan.
2.3.2 Jenis-jenis Inovasi
Robert (1999) menyatakan inovasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara radikal dan incremental. Inovasi secara radikal berarti menciptakan produk
yang benar-benar baru, yang umumnya dilakukan dengan adanya dorongan
teknologi (technology push) sedangkan inovasi yang dilakukan secara incremental
dilakukan melalui perbaikan atau menyempurnakan produk yang sudah ada pada
waktu sebelumnya, yang biasanya dikaitkan dengan tarikan pasar (market pull).
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Pearce & Robinson (2013),
bahwa jenis inovasi terdiri dari inovasi incremental dan inovasi terobosan. Inovasi
incremental diartikan sebagai perubahan atau penyesuaian sederhana dalam
produk, jasa, atau proses yang ada. Sedangkan inovasi terobosan merupakan
inovasi dalam hal produk, proses, teknologi, atau biaya terkait hal ini yang
menunjukkan lompatan kuantum ke arah perbaikan pada satu atau lebih cara-cara
tersebut. Jenis inovasi terobosan ini sama dengan inovasi radikal, hanya istilahnya
saja yang berbeda.
Sementara itu, Hendro (2011) menerangkan jenis-jenis inovasi terdiri dari
inovasi produk, inovasi pemasaran, inovasi proses, inovasi teknikal, dan inovasi
administrasi. Inovasi produk menjelaskan mengenai produk yakni bagaimana isi

 
  17

 
produk tersebut, seperti apa rasanya, kualitasnya, dan yang lainnya. Inovasi
 
produk juga melihat bagaimana kemasan dari produk tersebut, seperti apa
  pembungkusnya, tulisan, warna, sistem untuk membuka tutup, bentuknya, dan
lain  sebagainya. Selanjutnya, inovasi pemasaran membahas mengenai bagaimana
cara  seorang pengusaha dalam menjual produknya, seperti bagaimana ia
mendistribusikannya, memasarkannya, mengiklankannya, dan bagaimana cara
 
menciptakan permintaan. Kemudian selanjutnya adalah inovasi proses. Dapat
 
dilihat dari bagaimana proses pengusaha menciptakan produk, proses produksi,
proses
  teknologi pengemasannya, riset dan pengembangan, menciptakan mesin
baru,
  dan lain lain. Inovasi teknikal terdiri dari teknik desain, teknik pengawasan,
dan teknik pengerjaannya. Yang terakhir, inovasi administrasi berisi mengenai
 
bagaimana seorang pengusaha menyimpan data, membuat dan mengumpulkan
data.
Oslo Manual (2005) juga mengidentifikasi dan membedakan empat jenis
utama dari inovasi, yaitu : produk, proses, pemasaran, dan organisasi. Dimana
inovasi pada produk dan proses terkait erat dengan inovasi teknologi. Sementara
cakupan inovasi pada pemasaran dan organisasi lebih luas lagi, berhubungan
dengan berbagai inovasi yang tidak berbasis teknologi. Gambar 2.1
memperlihatkan struktur ke empat jenis inovasi tersebut.

Inovasi Teknologi Inovasi Non-Teknologi

Inovasi Produk Inovasi Organisasi

Inovasi Proses Inovasi Pemasaran

Gambar 2.1 Jenis Inovasi (Sumber : Bigliardi et al., 2011)


2.3.3 Strategi Inovasi
Strategi inovasi mengacu pada adanya strategi yang berorientasi pada
inovasi; Perumusan dan pencapaian tujuan inovasi; Orientasi menuju menciptakan

 
  18

 
keunggulan kompetitif; Adanya rencana pengembangan, dll (D.Little, 2012).
 
Menurut Hittmar, Varmus, & Lendel (2014),“The innovative strategy is the basic
  tool that determines the innovation direction of the business. Innovation strategy
is based
  on business strategy and strategic goals.”

  Kemudian Kazinguvu (2016) juga berpendapat,”Strategic innovations are


the creation of growth strategies, new technology, new services, new ways of
 
doing things or business models that change the game and generate significant
 
new value for consumers, customers and a SME.” Selain itu, menurut E. Johnston
& Douglas
  (2003), strategi inovasi adalah proses menerapkan pemikiran inovatif
ke seluruh
  model bisnis sebuah perusahaan, namun tidak hanya untuk produk atau
penemuannya saja
 
Strategi inovasi dibutuhkan dalam UMKM karena dalam banyak
industri, akan semakin berisiko jika perusahaan tidak berinovasi. Baik konsumen
maupun industri telah mengalami perubahan dan perbaikan berkala terhadap
produk yang ditawarkan. Akibatnya, beberapa perusahaan merasa beruntung bisa
melakukan inovasi strategi (Kazinguvu, 2016). Selain itu, menurut Tidd et al.
(2005) strategi inovasi membantu memahami apa, mengapa dan kapan melakukan
kegiatan inovasi.
Strategi inovasi juga membantu bisnis menemukan tantangan baru bagi
perkembangan dan pertumbuhan mereka. Strategi inovasi merupakan konsep
manajemen, terdiri dari banyak kegiatan internal dan eksternal yang
meningkatkan potensi inovasi bisnis. Hal ini diperlukan untuk menekankan
pentingnya dan peranan yang mempengaruhi pembentukan strategi inovasi.
Peranan tersebut berasal dari karyawan bisnis, manajer, dan juga pelanggan.
(Hittmar et al., 2014)
2.3.4 Dimensi Strategi Inovasi
Menurut E. Johnston & Douglas (2003) strategi inovasi dapat dilakukan di
perusahaan secara ad hoc satu kali. Apakah akan dilakukan secara ad hoc atau
berkelanjutan, strategi inovasi di setiap perusahaan harus terdiri dari empat
elemen berikut :

 
  19

 
1. Mandat Manajemen
 
Karyawan pada umumnya akan menetapkan komitmen waktu mereka
  untuk konsisten dengan komitmen yang dirasakan dari tim manajemen mereka.
Oleh
  karena itu, semakin kuat mandat manajemen untuk inovasi strategi, semakin
cepat
  kualitas yang lebih tinggi akan tercapai. Bagi perusahaan yang ingin
membangun strategi inovasi sebagai kapabilitas inti, mandat ini harus dibangun ke
 
dalam sistem bisnisnya.
 
2. Infrastruktur Perusahaan
  Persyaratan infrastruktur untuk strategi inovasi bisa sangat sederhana, yaitu
terdiri
  dari tim orang dan beberapa dana. Untuk perusahaan yang lebih besar, tim
harus memiliki tim lintas fungsional yang beragam dari delapan sampai dua belas
 
orang di manajemen menengah ke atas yang akan memiliki beberapa tanggung
jawab untuk menerapkan inisiatif strategis baru di perusahaan. Perusahaan yang
lebih kecil akan menargetkan tim beranggotakan empat sampai enam orang dan
melibatkan orang-orang yang terlibat langsung dengan keputusan strategis di
perusahaan.
3. Proses Inovasi
Tim yang baik membutuhkan proses yang baik untuk menentukan
bagaimana menciptakan peluang bisnis baru yang mengarah pada inovasi strategi.
Proses penemuan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan itu.
4. Budaya Perusahaan
Jika inisiatif strategi inovasi dilakukan secara ad hoc, tim dapat
menciptakan sendiri jenis lingkungan kreatif atau kolaboratif, dan kewirausahaan
yang diperlukan untuk kesuksesannya. Namun, jika sebuah perusahaan ingin
mengembangkan kemampuan inovasi strategi formal, mungkin perlu penyesuaian
budaya perusahaan agar memungkinkan untuk berkembang.
Inovasi merupakan suatu konsep multi dimensional yang terdiri dari empat
dimensi (Zahra & Das, 1939; Ellitan dan Anatan, 2009; Mukti, Lestari, & Laksmi,
2015; Perwiranegara, 2015). Konsep mutidimensi inovasi di atas akan
menghasilkan pengukuran yang lebih baik dibandingkan dengan hanya pada satu
dimensi saja (Hadjimonalis, 2000). Damanpour dalam Hadjimanolis (2000)
menyatakan tingkat inovasi perusahaan akan secara akurat dijelaskan dengan

 
  20

 
inovasi yang komprehensif berbagai dimensi (strategi inovasi) dibandingkan
 
konsep inovasi tunggal (single innovation).
  Berikut masing-masing dimensi strategi inovasi menurut Zahra & Das
(1993)
  dalam Ellitan & Anatan (2009) :
1. Orientasi
  Kepemimpinan
Dimensi pertama yaitu orientasi kepemimpinan menunjukkan posisi
 
perusahaan dalam pasar apakah perusahaan sebagai first-to-the-market,
 
perusahaan sebagai pemain kedua second-to-the-market. Orientasi kepemimpinan
pasar
  menurut Maidique & Patch (1988) dalam Perwiranegara (2015)
menunjukkan
  bahwa kepemimpinan pasar dapat dilihat dari orientasi perusahaan
dalam rangka memasuki pasar, yaitu (Alstermark & Hegefjärd: 38–40, 2006):
 
Perusahaan yang mengadopsi a first-to market biasanya menggunakan inovasi
produk dan proses sebagai ujung tombak operasionalnya yang bertujuan untuk
melestarikan dan meningkatkan pangsa pasar. Second-to-market atau strategi
follower cepat adalah strategi dimana perusahaan masuk awal dalam tahap
pertumbuhan siklus hidup produk dan dengan cepat meniru inovasi perusahaan
perintis. Perusahaan yang mengadopsi second-to-market biasanya memonitor
inovasi-inovasi yang diperkenalkan oleh pesaing-pesaing yang terkenal, dan
secara cepat meniru inovasi tersebut.
Imitator posture (bersikap peniru) dalam kegiatan inovasi, berarti suatu
perusahaan commitment untuk meniru para pesaingnya yang sukses dalam merek,
produk-produk, atau modelnya, dan menyumbangkan hasil tiruan yang tidak
mahal pada konsumen. Strategi ini disebut juga strategi biaya minimal bertujuan
mencapai keuntungan biaya atas pesaing melalui pengendalian biaya operasional.
Pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Tidd et al. (2005:121):
1. Inovasi 'leadership', yaitu inovasi di mana perusahaan bertujuan menjadi yang
pertama ke pasar, berdasarkan kepemimpinan teknologi. Hal ini membutuhkan
komitmen perusahaan yang kuat terhadap kreativitas dan pengambilan risiko, dan
keterkaitan erat dengan sumber utama pengetahuan baru yang relevan, dan
kebutuhan dan tanggapan pelanggan.
2. Inovasi 'followership' – yaitu di mana perusahaan terlambat masuk ke pasar,
berdasarkan meniru (belajar) dari pengalaman para pesaing yang sudah

 
  21

 
memimpin. Ini memerlukan komitmen yang kuat terhadap analisis dan intelijen
 
pesaing, untuk membalikkan rekayasa (yaitu menguji, mengevaluasi dan
  mengurangi produk pesaing, untuk memahami bagaimana kinerjanya, bagaimana
penggunaannya,
  dan mengapa mereka mengajukan banding kepada pelanggan),
dan  biaya pemotongan dan pembelajaran di bidang manufaktur.
Selanjutnya Zahra dan Das (1993) juga menyatakan bahwa orientasi
 
kepemimpinan secara langsung akan menentukan kinerja perusahaan. David et al.
 
(2006) dalam Soleh (2008) ada tiga aktivitas awal pada orientasi kepemimpinan
dalam
  menetapkan konteks perubahan dalam inovasi, yaitu :

  a. Kepemimpinan harus menggambarkan strategi inovasi (arah inovasi


dan keputusan) dan menghubungkannya kepada strategi bisnis.
 
b. Inovasi harus dibariskan dengan strategi bisnis perusahaan, mencakup
pemilihan strategi inovasi
c. Kepemimpinan harus menggambarkan siapa yang akan menerima
manfaat bagi dari ditingkatkanya inovasi.
2. Tipe Inovasi
Dimensi kedua yaitu tipe inovasi mewakili kombinasi inovasi manufaktur
yaitu proses yang dilakukan dan produk yang dihasilkan perusahaan. Tipe inovasi
ini terbagi menjadi dua, yaitu inovasi proses dan inovasi produk (Ellitan &
Anatan, 2009). Langley et al. (2005) dalam Rosli & Sidek (2013)
menyebutkan,“Product innovation can be defined as the creation of a new
product from new materials (totally new product) or the alteration of existing
products to meet customer satisfaction (improved version of existing products).”
Hal ini juga mengacu pada pengenalan produk atau layanan baru untuk
menciptakan pasar baru atau pelanggan, atau memenuhi pasar atau pelanggan saat
ini (Wang dan Ahmed, 2004; Wan et al., 2005). Inovasi produk merupakan salah
satu sumber penting keunggulan kompetitif bagi perusahaan (Camison dan Lopez,
2010 dalam Rosli & Sidek, 2013). Menurut Hult et al. (2004), inovasi produk
menawarkan perlindungan potensial terhadap perusahaan dari ancaman pasar dan
pesaing.
Dhewanto, et al. (2015: 105) menerangkan, inovasi produk bukan hanya
merupakan bentuk dari penciptaan produk baru yang dihasilkan perusahaan,

 
  22

 
namun dapat diartikan pula sebagai peningkatan mutu (bagi dari segi bahan baku,
 
bentuk fisik atau pun kemampuan) barang yang sebelumnya sudah pernah
  dipasarkan. Briones (2014) juga menyebutkan bahwa inovasi produk bukan hanya
sekedar
  menemukan hal atau produk yang baru, namun hal baru tersebut harus
berpotongan
  dengan added value atau nilai tambah dalam barang. Jadi jika
tercipta produk baru atau penemuam baru yang tidak menawarkan nilai tambah di
 
dalamnya, maka belum bisa disebut inovasi produk. Value merupakan ukuran
 
yang terdiri dari dua aspek. Aspek yang pertama adalah keinginan atau
desirability,
  dan aspek yang kedua adalah functionality. Inovasi produk
merupakan
  hasil dari penciptaan dan pengenalan produk secara radikal atau
modifikasi produk yang telah ada (Ellitan & Anatan, 2009).
 
Oke et al. (2007) dalam Rosli & Sidek (2013), “Process innovation
concerns with the creation of or improvement in techniques and the development
in process or system.” Sementara itu menurut OECD Oslo Manual (2010), sebuah
proses inovasi adalah implementasi yang baru atau secara signifikan ditingkatkan
produksi atau metode pengiriman. Ini termasuk perubahan teknik, peralatan yang
signifikan dan / atau perangkat lunak. Inovasi proses dapat dimaksudkan untuk
mengurangi biaya produksi unit atau pengiriman, untuk meningkatkan kualitas,
atau menghasilkan atau mengirimkan produk baru atau meningkat secara
signifikan. Menurut Elitan & Anatan (2009) inovasi proses menekankan pada
metode-metode baru dalam pengoperasian dengan cara membuat teknologi baru
atau mengembangkan teknologi yang telah ada.
3. Sumber Inovasi
Dimensi ketiga yaitu sumber inovasi yang menjelaskan pelaksanaan
aktivitas inovasi, apakah ide inovasi berasal dari internal perusahaan, eksternal
perusahaan atau keduanya (Ellitan & Anatan, 2009).
Sumber inovasi internal memliki makna bahwa perusahaan
mempercayakan untuk melakukan inovasi baik pada proses atau produk pada
usaha bagian riset dan pengembangan. Sedangkan sumber inovasi eksternal
memliki makna perusahaan akan melakukan inovasi dengan cara membeli,
persetujuan lisensi, akuisisi perusahaan lain atau kerjasama dengan suplier,
pelanggan atau perusahaan lain.

 
  23

 
Rambat (2004) menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi sumber
 
inovasi, yang pertama adalah kejadian yang tidak diharapkan. Artinya, dalam
  menjalankan kehidupan, tentu selalu ada kesuksesan dan kegagalan yang lahir
begitu
  saja tanpa bisa kita antisipasi dan diramalkan, hal ini akan menjadi dasar
yang
  kuat bagi perusahaan untuk melakkan inovasi. Selanjutnya adalah
ketidakharmonisan. Ketidakharmonisan yang terjadi dapat mendorong perusahaan
 
untuk melaukan solusi tertentu yang melahirkan perubahan dan inovasi. Sumber
 
yang lainnya adalah proses yang sesuai dengan kebutuhan. Hal ini bila terjadi
permintaan
  khusus terhadap para wirausaha untuk menciptakan inovasi tertentu
karena
  ada kebutuhan khusus.
Kemudian perubahan pada industri dan pasar juga menjadi salah satu
 
sumber inovasi. Pasar dan industri selalu berkembang dan berubah-ubah secara
struktur, desain, dan definisi. Seorang wirausaha harus peka mengantisipasi hal ini
untuk menarik kesempatan yang mungkin akan muncul. Selanjutnya adalah
perubahan demografi. Inovasi ini muncul karena adanya perubahan pada
masyarakat akan jumlah penduduk, umur, pengetahuan, pekerjaan, lokasi geografi
dan faktor-faktor lainnya.
Kemudian, sumber yang selanjutnya adalah perubahan persepsi.
Perubahan ini timbul karena adanya perubahan intrepretasi yang terjadi di
masyrakat akan fakta yang ada dan konsep yang berlaku. Yang terakhir adalah
konsep pengetahuan dasar. Ada beberapa prinsip yang mendasari kreasi atau
pengembangan suatu hal baru. Invensi merupakan salah satu konsep pengetahuan
dasar, karena hal tersebut merupakan produk dari pemikiran baru, metode baru
dan pengetahuan baru.
Selanjutnya, menurut Hendro (2011), ada beberapa sumber yang bisa
mendorong terjadinya inovasi. Sumber yang pertama adalah perbedaan (gap)
antara permintaan (demand) dan penawaran (supply). Dalam sebuah
wilayah/negara yang memiliki kebudayaan tertentu, biasanya penawaran produk
yang tidak sesuai dengan permintaann yang ada akan memunculkan sebuah
inovasi. Kemudian sumber selanjunya adalah penciptaan permintaan karena
kecenderungan (trend). Adanya kecenderungan pola hidup masyarakat Indonesia

 
  24

 
yang menyukai produk yang instan, maka munculah produk-produk lain yang
 
mengikuti tren tersebut.
  Sumber yang lainnya adalah perubahan (change). Setiap perubahan pasti
diikuti
  oleh orang-orang tertentu untuk dimanfaatkan. Perubahan-perubahan itu
seperti
  perubahan ekonomi, perubahan teknologi, perubahan sosial, dan lain lain.
Perubahan itu merupakan hasil dari berbagai inovasi yang secara terus menerus
 
dilakukan oleh produsen sehingga inovasi tersebut bukan sekedar produk inovatif
 
baru tetapi juga berubah menjadi sebuah tradisi. Kemudian yang selanjutnya
adalah
  masalah yang belum terpecahkan dalam jangka waktu lama. Terkadang
masalah
  dalam jangka waktu yang lama belum tentu dapat terselesaikan dengan
cara pemecahan masalah kreatif. Sumber inovasi yang terakhir adalah inovasi
 
yang ditujukan untuk mengganti inovasi produknya sendiri. Hampir sebagian
besar industri berteknologi menggunakan prinsip ini agar produknya bisa diganti
dengan produk yang baru diluncurkan sehingga masih bisa menjadi pimpinan
pasar.
Menurut Dhewanto, et al. (2015), ada lima sumber inovasi yang bisa
digunakan dalam organisasi, yaitu :
1. Teknologi
2. Buku, jurnal, artikel, koran, majalah
3. Biografi, autobiografi seseorang/perusahaan yang inovatif
4. Every single moment of truth (Setiap momen yang terjadi dalam
kehidupan)
4. Tingkat Investasi
Dimensi keempat yaitu tingkat inovasi mencakup investasi baik dalam hal
investasi keuangan, teknologi maupun investasi sumber daya manusia. Investasi
keuangan meliputi pengeluaran untuk proyek riset dan pengembangan, dan
pembelian satu inovasi pada produk yang telah dikembangkan di tempat lain.
Investasi teknologi adalah pengeluaran untuk peralatan, infrastruktur, fasilitas
dasar yang dibutuhkan untuk melakukan inovasi. Investasi di bidang sumber daya
manusia termasuk diantaranya gaji, pelatihan, dan biaya-biaya lain yang
berhubungan dengan pengembangan staf. (Ellitan & Anatan, 2009).

 
  25

 
Dalam penelitian Hadjimonalis (2000) pegeluaran untuk kegiatan
 
penelitian dan pengembangan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
  tingkat inovasi yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu, informasi teknologi
merupakan
  faktor yang penting dalam perencanaan inovasi dan pelaksanannya.

  Inovasi dan investasi terhadap pengambangan Sumber Daya Manusia


(SDM) dinilai menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi persaingan di era
 
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). (Cakti,2015). Yudi, (2017) juga
 
berpendapat investasi pada teknologi informasi menjadi kunci untuk perusahaan
mengembangkan
  merek, baik produk maupun jasa yang dihasilkannya.
2.3.5
  Faktor-faktor Pendukung Keberhasilan Inovasi
Quinn dalam Hendro (2011) menjelaskan faktor-faktor pendukung untuk
 
tercapainya keberhasilan penerapan kemampuan inovatif yang pertama adalah
harus berorientasi pasar. Banyak inovasi yang dilakukan hanya sekedar
memecahkan masalah kreatif tetapi tidak bersifat dan mempunyai keunggulan
bersaing di pasar. Hubungan inovasi dengan pasar yang didalamnya ada 5C, yaitu
Competitior (pesaing), Competition (persaingan), Change of Competition
(perubahan persaingan), Change Driver (penentu arah perubahan), dan Customer
Behavior (perilaku konsumen). Selanjutnya adalah mampu meningkatkan nilai
tambah perusahaan. Adanya nilai tambah (value added) bisa menjadi
pendongkrak pertumbuhan dan perkembangan perusahaan.
Kemudian selanjutnya adalah memiliki unsur efisiensi dan efektivitas.
Tanpa 2E yaitu faktor efisiensi dan faktor efektivitas dari sebuah inovasi yang
ditemukan maka inovasi tersebut tidak mempunyai arti atau dampak yang berarti
bagi kemajuan perusahaan. Faktor yang lain adalah harus sejalan dengan visi dan
misi perusahaan. Inovasi harus sejalan dengan visi dan misi perusahaan agar tidak
menyimpang dari arah pertumbuhan usaha. Lalu yang terakhir adalah perusahaan
harus bisa meningkatkan inovasi terus menerus. Produk baru yang dibuat perlu
diperkenalkan kepada pasar agar produk tersebut diterima dan dipakai secara
meluas. Proses mulai dikenalkan hingga digunakan oleh masyarakat secara luas
inilah yang disebut proses difusi. Inovasi harus bisa diinovasikan lagi sehingga
terjadi inovasi yang berkelanjutan hingga menumbuhkan perusahaan menjadi
lebih baik dan lebih berkembang.

 
  26

 
Selanjutnya, Nnanna (2009), mengemukakan tujuh aturan untuk
 
dijadikan panduan untuk berhasil meningkatkan inovasi :
  1) Mengerahkan kepemimpinan yang kuat yang mendefinisikan strategi inovasi
dan  merancang portofolio inovasi.
2) Mencocokkan
  inovasi dengan strategi bisnis perusahaan termasuk pemilihan
inovasi.
 
3) Menjadikan inovasi sebagai bagian integral dari mentalitas bisnis perusahaan,
 
dan memastikan proses dan organisasi menunjang budaya inovasi.
4)   Menyalurkan kreativitas dan nilai tangkapan sehingga perusahaan
menghasilkan
  ide baru yang sukses dan dapatkan hasil investasi maksimal.
5) Menetralisir kondisi organisasi yang cenderung menjauhkan ide bagus karena
 
berbeda dari norma.
6) Menciptakan jaringan inovasi di dalam dan di luar organisasi.
7) Melaksanakan metrik dan insentif yang benar untuk membuat inovasi dapat
dikelola dan menghasilkan perilaku yang benar.
2.4 Kinerja Bisnis
Kinerja bisnis dalam bentuk umum dapat digambarkan sebagai esensi
eksistensi keseluruhan perusahaan. Kinerja bisnis terkait erat dengan pilihan
indikator. Indikator harus melibatkan ukuran kuantitatif dan kualitatif dalam
perusahaan. Setiap organisasi harus memantau dan menganalisa indikator untuk
memahami kinerjanya dan mengidentifikasi peluang untuk perbaikan dan
pengembangan. Beberapa indikator dapat digunakan untuk membandingkan
dengan pesaing atau kebutuhan pasar (Rylková,2015). Arshad et al. (2014) juga
memaparkan kinerja bisnis, inovasi, proaktif, pengambilan risiko, agresivitas
kompetitif dan otonomi merupakan faktor penting untuk memastikan keberhasilan
bisnis.
2.4.1 Pengertian Kinerja Bisnis
Vieira (2010: 49) mendefinisikan kinerja bisnis sebagai gagasan untuk
melakukan pekerjaan tertentu ditambah dengan hasil yang dicapai pada akhir
melakukan pekerjaan itu. Menurut Kotler dan Armstrong (2011: 65), kinerja
bisnis adalah konstruksi multidimensi dengan beragam interpretasi - yang
bergantung pada keragaman faktor.

 
  27

 
Fairoz, et al. (2010) memaparkan kinerja bisnis merupakan hasil dari
 
tujuan-tujuan organisasi yang dicapai melalui efektifitas strategi dan teknik.
  Dari pengertian di atas dapat disimpulkan kinerja bisnis merupakan
gagasan,
  konstruksi multidimensi atau hasil dari tujuan organisasi yang dicapai
melalui
  efektifitas strategi dan teknik dan bergantung pada keragaman faktor.
2.4.2 Klasifikasi Kinerja Bisnis
 
Kinerja bisnis secara sempit berpusat pada penggunaan hasil berdasarkan
 
indikator keuangan yang diasumsikan mencerminkan pemenuhan tujuan ekonomi
perusahaan,
  konsep ini merujuk kepada kinerja keuangan seperti pertumbuhan

  profitabilitas, earning per share (Venkatraman & Ramanujam, 1986). Jadi


pasar,
jika berbicara kinerja bisnis secara luas, selain indikator kinerja keuangan, terdapat
 
juga indikator kinerja operasional atau kinerja non finansial. Kirca et al. (2005)
juga menyatakan terkait indikator-indikator dalam kinerja bisnis, dapat dibedakan
ke dalam 2 kategori; pertama ukuran-ukuran kinerja berdasarkan pada biaya (cost
based performance) seperti ukuran profit dan ukuran-ukuran kinerja berdasarkan
pada revenue (revenue based performance) seperti penjualan dan pangsa pasar.
Best (2013) mengklasifikasikan kinerja menjadi dua kelompok yaitu
kinerja internal (finansial) dan kinerja eksternal (pemasaran). Hal ini dikarenakan
ukuran finansial saja relatif tidak bisa melakukan tolak ukur eksternal dari
pertumbuhan pasar, harga yang kompetitif, produk relatif dan kualitas layanan, dan
memuaskan serta mempertahankan pelanggan. Hal ini didukung oleh Lee (2011)
menyatakan bahwa beberapa perusahaan dan peneliti telah berfokus pada kinerja
keuangan sementara yang lain berkonsentrasi pada kinerja operasional.
Sementara itu Hartini (2012) kinerja terbagi menjadi dua perspektif, yaitu
konsep subjektif dan konsep objektif. Konsep subjektif ini berisi hal-hal yang
berakitan dengan indikator-indikator kualitiatif, sedangkan konsep objektif
berkaitan dengan indikator-indikator kuantitatif seperti keuangan.
Konsep subjektif dapat menjadi cara yang efektif untuk memeriksa kinerja
bisnis, karena hal ini memungkinkan perbandingan di seluruh perusahaan dan
kondisinya, seperti jenis industri, jangka waktu, budaya atau kondisi ekonomi
(Song et al. 2005). Ketika konsep subjektif dilakukan, manajer dapat menggunakan
kinerja relatif dari industri mereka sebagai patokan ketika memberikan tanggapan.

 
  28

 
Sementara itu, ukuran kinerja obyektif, sebaliknya, dapat didasarkan pada industri
 
dan dapat mengaburkan hubungan antara variabel independen dan bisnis. (Dawes,
  1999).
  Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan kinerja bisnis tak hanya
berkutat
  pada kinerja keuangan tapi juga pada kinerja non-finansial. Kinerja
operasional menggambarkan hal-hal lain dari perusahaan dalam proses bisnis itu
 
sendiri yang bersifat kualititatif. Pengukuran kinerja non-finansial dibutuhkan
 
untuk menutupi kelemahan-kelemahan yang dimiliki pengukuran kinerja
finansial.
  Oleh karena itu, pengukuran kinerja finansial maupun non-finansial
dibutuhkan
  tetapi keduanya harus didesain untuk saling melengkapi.

  2.4.3 Dimensi dan Pengukuran Kinerja Bisnis


Neely et al. (2002) mendefinisikan, “Performance measurement as the
process of quantifying the efficiency and effectiveness of past action.” Selain itu,
Taticchi (2008) juga menyebutkan “Performance measurement and management
system, it is a widely system, which has the role of collecting, integrating and
analyzing performance measures for enhancing decision making processes,
verifying strategies and creating alignment”. Pengukuran kinerja merupakan
proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil untuk dicapai oleh
program, investasi, dan akuisisi yang dilakukan (Zainal et al., 2015).
Ahmad & Zabri (2016) menyatakan, “Performance measurement system is
a set of measures that help organisations to run business operations effectively
and efficiently in accomplishing goals.”
Kemudian, Van der Stede et al. (2006) menunjukkan bahwa pengukuran
non kinerja keuangan lebih baik dari kinerja keuangan dalam membantu
organisasi menerapkan dan mengelola inisiatif baru. Abdel-Maksoed et al. (2005)
dalam Ahmad & Zabri (2016) membagi kinerja non keuangan menjadi enam
komponen, yaitu kualitas produk, karyawan, pelanggan, efisiensi internal,
pengembangan produk dan pertumbuhan dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Kinerja perusahaan dapat diukur dengan berbagai cara, termasuk kinerja
keuangan (misalnya profitabilitas, laba atas investasi), kinerja produk (misalnya,
keandalan produk, jumlah fitur produk yang unik), dan kinerja pasar (misalnya,
pangsa pasar, kepuasan pelanggan) Bagi perusahaan bisnis, dua kelompok

 
  29

 
tindakan dapat menjadi dasar penilaian kinerja. Mereka adalah ukuran
 
pertumbuhan seperti pertumbuhan penjualan, dan ukuran keuntungan seperti
  return on assets (ROA) dan return on sales (ROS). Yang pertama adalah indikasi
seberapa
  efektif sebuah perusahaan dapat membuka pasar baru atau berkembang
di pasar
  yang ada, lalu yang terakhir menunjukkan efisiensi operasinya. Dengan
tidak adanya ukuran kinerja objektif, penilaian diri terhadap kinerja perusahaan
 
oleh responden sendiri lebih relevan (Love et al., 2002).
 
Lebih jauh tentang dimensi kinerja bisnis, Chung et al. (2012) menjelaskan
beberapa
  dimensi yang digunakan berbagai peneliti tentang kinerja bisnis seperti
berikut
  ini.
Tabel 2.1 Peneliti dan Dimensi Kinerja Bisnis
 
No Peneliti Dimensi Kinerja Bisnis
1 Croteau & Bergeron (2001) Kemampulabaan dan pertumbuhan
penjualan
2 Shrader (2001) Rata-rata keuntungan dan pertumbuhan
penjualan
3 Farrell (2000) Customer maintenance rate, tingkat
kesuksesan produk baru, pertumbuhan
penjualan, ROI, dan kinerja menyeluruh
yang dibandingkan dengan perusahaan
lain.
4 Baer & Frese (2003) Tingkat ketercapaian tujuan
5 Tippins & Soh (2003) Tingkat keuntungan, ROI, customer
maintenance rate, dan pertumbuhan
penjualan
6 Kirca et. al. (2005) Kinerja bisnis menyeluruh, tingkat
keuntungan, penjualan dan pangsa pasar
7 Su et. al (2003) profits and customer satisfaction
8 Pelham (2000) Efisiensi perusahaan, pertumbuhan dan
pangsa pasar, profitabilitas
Sumber : Chung et al.(2012)
Chung et al. (2012) sendiri mengunakan dimensi tingkat keuntungan,
pertumbuhan penjualan, kualitas produk, kualitas layanan, customer Maintain
Rate, Produk Baru yang berhasil di pasar dan ROI.
Lebih lanjut, Pelhalm (2000) memakai tiga dimensi sebagai sudut pandang
dalam mengukur kinerja bisnis, yaitu efektivitas, efisiensi, dan adaptivitas.
Efektivitas terkait dengan perbandingan kondisi dan tingkat kesuksesan
perusahaan. Efektivitas perusahaan bisa dinilai dari tingkat pertumbuhan,

 
  30

 
penjualan , pangsa pasar, retensi pelanggan, kepuasan dan tingkat complain
 
pelanggan. Efisiensi terkait dengan rasio input dan output yang bisa diukur
  dengan menggunakan pengembalian investasi, laba sebelum pajak, biaya tenaga
kerja,
  tingkat produk gagal, atau tingkat penggunaan mesin perusahaan. Yang
terakhir,
  adaptivitas terkait dengan kesuskesan perusahaan dalam merespon
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Penilaian adaptivitas bisa
 
dilakukan dengan melihat rasio penjualan dan volume penjualan produk baru.
 
Sementara itu dalam penelitian Zulkiffli & Perera (2011), pengukuran
kinerja
  bisnis dapat dibagi menjadi lima bagian seperti dalam tabel di bawah ini.

  Tabel 2.2 Dimensi Kinerja Bisnis menurut Zulkiffli & Perera (2011)
Dimensi Indikator
 
Market Performance Market Share Growth
Sales Turnover
Supplier Performance Supplier product quality
Supplier Communication
Supplier delivery performance
Process Performance Work in process (WIP) inventory
Order-fulfilmet lead time
Product Quality Development
People Performance Performance-appraisal results
Skill level of employees
Departmental communication
Customer Relationship Performance Resolution of customer complaints
Customer loyalty/retention
Quality reputation and award
achievement
Product returns rate
The speed of order handling and
processing
Sumber : Zulkiffli & Perera (2011)
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pengukuran kinerja bisnis
menurut Zulkiffli & Perera (2011) karena paling sesuai dengan kondisi UMKM
yang akan diteliti. Sementara itu, kinerja bisnis non dalam penelitian Ahmad &
Zabri (2016) terbagi ke dalam empat pengukuran seperti di bawah ini :

 
  31

 
Tabel 2.3 Dimensi Kinerja Bisnis menurut Ahmad & Zabri (2016)
 
Dimensi Indikator
  Quality control-based measures 1. Percent of scrap
2. Percent of defects rate
 
3. Percent of returned orders
  4. Rework

  Internal efficiency -based measures 1. Inventory turnover


2. On-time production
  3. Manufacturing cycle efficiency
4. Product development time
  5. Capacity utilization

Customers-based
  measures 1. No. of warranty claims
2. No. of complaints from
  customers
3. Customer satisfaction
4. On time delivery to customers

Employees-based measures 1. Absenteeism


2. Staff turnover
3. Lateness
Sumber : Ahmad & Zabri (2016)
2.5 Hubungan Strategi Inovasi dengan Kinerja Bisnis
Perusahaan yang melakukan inovasi dan karyanya itu diterima baik oleh
konsumen maka dapat diprediksikan akan berpengaruh pada kinerja bisnisnya.
Inovasi merupakan salah satu faktor penting pada kinerja bisnis. Pentingnya
inovasi dijelaskan oleh Roberts dan Amit (2003) sebagai alat yang mengarah pada
keunggulan kompetitif dan keuntungan yang superior. Menurut Calantone et al.
(2002) juga inovasi adalah penentu terpenting kinerja sebuah organisasi.
Sementara itu, kinerja perusahaan terkait dengan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh keuntungan dan pertumbuhan guna mencapai tujuan strategis umum
(Hult, et al., 2004). Ini adalah konsekuensi dari interaksi antara tindakan yang
diambil dalam kaitannya dengan kekuatan persaingan yang memungkinkan
perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal, sehingga
mengintegrasikan kompetensi dan kegunaan (Miller, D ,1998 dalam Saunila,
2014). Tidd et al. (2005) membagi ukuran yang digunakan untuk membuktikan
hubungan antara inovasi dan kinerja bisnis, menjadi dua kategori. Kelompok
pertama menyangkut kinerja akuntansi dan keuangan. Langkah-langkah ini

 
  32

 
meliputi profitabilitas, return on investment, dan harga saham. Kelompok kedua
 
menyangkut kinerja pasar, misalnya pangsa atau pertumbuhan
  Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
inovasi
  dengan kinerja. Hasil penelitian Gunday, et al. (2011) pada industri
manufaktur
  di Turki menunjukkan dimensi inovasi berpengaruh terhadap kinerja.
Selain itu, hasil dari penelitian Hasan (2013) juga menunjukkan adanya pengaruh
 
antara inovasi terhadap kinerja. Begitu juga dalam penelitian lain, menunjukkan
 
inovasi dan kinerja perusahaan memiliki hubungan yang positif (Keskin, 2006;
Jime'nez-Jime'nez
  dan Sanz-Valle, 2011 ), dan didukung dengan gagasan bahwa
inovasi
  merupakan pendorong utama kesuksesan perusahaan. Penelitian-penilitan
tersebut terus dikembangkan hingga saat ini yang dibahas pada penelitian
 
terdahulu.
Alasan utama untuk berinovasi adalah keinginan perusahaan untuk
mendapatkan peningkatan kinerja bisnis dan daya saing yang meningkat (Gunday,
et al., 2011). Terziovski (2010) mempertimbangkan praktik inovasi dan
pengaruhnya terhadap kinerja UKM di Australia. Dengan penelitian terhadap 600
perusahaan di sektor manufaktur, hasil penelitian menunjukkan bahwa, strategi
inovasi merupakan pendorong utama kinerja UKM, yang nampaknya tidak
menerapkan budaya inovasi secara strategis dan terstruktur. Kesimpulan dari
penelitian tersebut adalah UKM Kinerja cenderung meningkat seiring dengan
peningkatan tingkat di mana mereka menyadari bahwa budaya inovasi dan strategi
sangat selaras sepanjang proses inovasi.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan studi pustaka yang berasal dari penelitian-
penelitian yang sudah dilakukan. Pada bagian ini dijelaskan mengenai metode
penelitian dan hasil penelitian dari penelitian terdahulu. Penelitian-penelitian
terdahulu yang memiliki hubungan dengan penelitian ini antara lain dilakukan
oleh : Rita (2010), Mukti et al. (2013), Hamali (2014), Olughor (2015), Saunila
(2014), Mensah & Acquah (2015). Berikut ini disajikan tabel yang berisi
penelitian terdahulu dengan persamaan dan perbedaannya.

 
  33

 
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
 
No Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
 
1. Rita (2010) Pengaruh Strategi  Penelitian menggunakan  Pengolahan data
  Inovasi Terhadap pendekatan kuantitatif dilakukan dengan
Kinerja Operasional  Studi pada penelitian ini regresi berganda.
  Perusahaan menggunakan data  Objek Penelitian
Manufaktur primer. Data primer adalah Perusahaan
  diperoleh melalui Manufaktur
penyebaran kuesioner
  (mailed questionnaires)
 Dimensi yang
 
digunakan adalah
  inovasi proses, inovasi
produk, sumber inovasi
  internal, sumber inovasi
eksternal, dan tingkat
investasi.

2. Muhammad Pengaruh Strategi  Penelitian menggunakan  Metode yang


Arifin Mukti, Inovasi Terhadap pendekatan kuantitatif digunakan untuk
Sri Lestari Kinerja Operasional  Dimensi yang digunakan pengambilan
dan Devani Industri Knalpot Di adalah inovasi proses, sampel adalah
Laksmi Kabupaten inovasi produk, sumber convenience
Indyastuti Purbalingga inovasi internal, sumber sampling
(2013) inovasi eksternal, dan (pengambilan
tingkat investasi. sampel berdasarkan
kemudahan)
 Uji hipotesis
dilakukan dengan
menggunakan
regresi baik dengan
single factor test
maupun dengan
multiple regression.
3. Sambudi Pengaruh Inovasi  Penelitian menggunakan  Pemilihan sampel
Hamali terhadap Kinerja pendekatan kuantitatif dilakukan secara
(2014) Bisnis pada Industri  Hasil yang signifikan acak sederhana
Kecil Pakaian jadi antara variabel inovasi (simple random
kota Bandung dan variabel kinerja sampling).
bisnis  Penelitian ini
 bersifat cross
sectional
 Dimensi yang
digunakan adalah
dimensi inovasi

 
  34

 
(produk, proses,
  pemasaran dan
organisasi)
4  Rukevwe Effect of Innovation  Data dianalisis melalui  Penelitian
Juliet Olughor on the Performance pendekatan kualitatif menggunakan
 
(2015) of SMEs dan kuantitatif. metode survei
  Organizations in  Objek penelitan adalah  Dimensi yang
Nigeria 20 UKM, dengan digunakan adalah
  teknik pengambilan inovasi produk,
sampel yang mudah proses, pasar, dan
  digunakan. administrasi
 Memiliki hasil positif
  dan signifikan antara
inovasi dengan kinerja
 
bisnis
5  Minna Innovatioan  Penelitian menggunakan  Menggunakan
Saunila Capability for SME pendekatan kuantitatif. simple random
(2014) success : perspective  Model regresi yang sampling method
of financial and menyelidiki hubungan yang diberikan pada
operational antara kemampuan 311 responden
performance inovasi dengan kinerja  Variabel Y yang
keuangan dan kinerja digunakan terbagi
operasional menjad dua, yaitu
kinerka keuangan
dan kinerja
operasional
 Walaupun
signifikan, namuan
pengaruh nya hanya
sedikit, yaitu 11,5
% pada kinerja
keuangan, dan 5%
pada kinerja
operasional
6. Francis The Effect of  Penelitian menggunakan  Menggunakan
Boachie- Innovation Types on pendekatan kuantitatif simple random
Mensah & the Performance of  Temuan menunjukkan sampling method
Innocent S.K Small and Medium- secara kolektif yang diberikan pada
Acquah Sized Enterprises in meramalkan tingkat 322 responden.
(2015) the Sekondi- kinerja UKM secara  Menggunakan cross
Takoradi Metropolis signifikan di mana sectional survey
inovasi menyumbang design
51,4% dari variasi kinerja  Bahwa inovasi
organisasi. produk, inovasi
proses, inovasi
pemasaran dan
inovasi organisasi
Sumber : Olahan Penulis (2017)

 
  35

 
Tabel 2.5 menjelaskan enam penelitian terdahulu yang memiliki kaitan
 
dengan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Rita (2010), dan Mukti et
  al. (2013) memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu menggunakan dimensi
yang
  sama dalam inovasi. Dimensi yang digunakan adalah orientasi
kepemimpinan,
  tipe inovasi, sumber inovasi, dan tingkat investasi. Dari hasil
penelitian Rita (2010), 56% dari variasi kinerja operasional perusahaan bisa
 
dijelaskan oleh variabel orientasi kepemimpinan, inovasi proses, inovasi produk,
 
implementasi inovasi, dan size; selebihnya dijelaskan oleh variabel-variabel lain,
yang
  tidak diikutkan dalam model. Akan tetapi, jika dilihat dari besarnya
kontribusi
  yang diberikan oleh masing-masing variabel strategi inovasi terhadap
kinerja operasional perusahaan, 3 diantaranya (inovasi proses, inovasi produk, dan
 
implementasi inovasi) adalah signifikan pada level α ≤ 0.05. Sedangkan orientasi
kepemimpinan dan size, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
operasional perusahaan.
Dapat dilihat, dalam penelitian ini ada sedikit perbedaan dalam
menggunakan dimensi inovasi. Implementasi dan Size termasuk dalam dimensi
inovasi dalam penelitian Rita (2010). Dalam penelitian Arifin (2013), Variabel-
variabel dimensi strategi inovasi yang terdiri dari orientasi kepemimpinan, tipe
inovasi proses, tipe inovasi produk, sumber inovasi internal, sumber inovasi
eksternal, implementasi inovasi dan tingkat investasi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja operasional industri knalpot di
Purbalingga berdasarkan pengujian dengan menggunakan model sekuensial.
Penelitian Hamali (2014) menunjukkan pengaruh yang paling besar
diantara penelitian terdahulu lainnya, yaitu 84,4%. Hasil pengujian menunjukkan
inovasi produk, inovasi proses, inovasi pemasaran dan inovasi organisasi
berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis, dengan kata lain kinerja bisnis yang
tinggi dapat dicapai dari peningkatan inovasi pada industri kecil pakaian jadi di
kota Bandung. Antar dimensi inovasi saling berubungan satu sama lain. Inovasi
produk memiliki proporsi yang lebih besar dalam menjelaskan kinerja bisnis
yakni sebesar 34,8%, disusul inovasi organisasi (31,2%), inovasi proses (20,7%)
dan terakhir inovasi pemasaran (18,4%).

 
  36

 
Dalam penelitian Juliet (2015), dengan dimensi inovasi yang terdiri dari
 
produk, proses, pasar dan administrasi, memberikan pengaruh sebanyak 53% pada
  dependent variable, yaitu firm performance. Firm performance (Kinerja
perusahaan)
  terkait dengan kemampuan perusahaan untuk memperoleh
keuntungan
  dan pertumbuhan agar dapat mencapai tujuan strategis umumnya
(Juliet, 2015). Namun hasil yang berbeda tedapat pada penelitian Saunila (2014).
 
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana pengaruh kemampuan berinovasi
 
terhadap dua bagian kinerja, yaitu kinerja keuangan dan kinerja operasional.
Hasilnya
  adalah variabel x mempengaruhi kinerja keuangan sebesar 11,5%.
Sedangkan
  terhadap kinerja operasional, hanya mempengaruhi sebesar 5%.
Namun penelitian ini berpengaruh secara signifikan.
 
Pengaruh yang cukup tinggi juga terdapat dalam penelitian Boachie &
Innocent (2015), di mana inovasi menyumbang 51,4% dari variasi kinerja
organisasi. Disimpulkan dari penelitian Boachie & Innocent (2015) bahwa semua
jenis inovasi memiliki dampak positif terhadap kinerja organisas, kecuali untuk
inovasi produk, memiliki efek yang signifikan. Dari semua jenis inovasi, inovasi
pemasaran memiliki dampak paling besar pada kinerja organisasi dengan inovasi
produk yang berperan sebagai penyumbang kinerja organisasi. Dari ke enam
penelitian di atas, dapat disimpulkan inovasi berpengaruh terhadap kinerja bisnis.
Walaupun dimensi yang digunakan berbeda-beda, dan besarnya pengaruh tidak
sama, namun inovasi pengaruh secara signifikan terhadap kinerja bisnis
(organisasi/perusahaan).
2.7 Kerangka Pemikiran
Usaha mikro kecil dan menengah yang inovatif berperan sangat penting
terhadap perekonomian Indonesia karena mampu memperluas lapangan kerja,
memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, berperan dalam
proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan mewujudkan stabilitas nasional (Dhewanto et al.,
2015 :34). Byukusenge et al. (2016), persaingan yang ketat dan lingkungan bisnis
yang penuh gejolak menjadikan UKM harus bisa memantau posisi kompetitif
mereka dibandingkan pesaing melalui inovasi.

 
  37

 
Oleh sebab itu, inovasi menjadi faktor penting yang berkontribusi terhadap
 
kinerja bisnis dan literatur yang ada menekankan pentingnya hal tersebut. Dalam
  data yang tertera di UMKM Perindag Kota Bandung, UMKM Kerajinan Tangan
menjadi
  salah stau sektor usaha yang memiliki pertumbuhan yang lambat. Untuk
itu perlu
  adanya strategi inovasi yang diterapkan di UMKM Kerajinan Tangan di
kota Bandung.. Strategi inovasi menurut Zahra & Das (1993) terdiri dari orientasi
 
kepemimpinan, tipe inovasi, sumber inovasi, dan tingkat investasi. Orientasi
 
kepemimpinan dapat dibagi menjadi dua, yaitu first to the market dan second to
the   market. Hal ini didukung oleh Tidd et al. (2005:121): Inovasi 'leadership',
yaitu
  inovasi di mana perusahaan bertujuan menjadi yang pertama ke pasar,
berdasarkan kepemimpinan teknologi dan inovasi 'followership', yaitu di mana
 
perusahaan terlambat masuk ke pasar.
Selanjutnya adalah dimensi tipe inovasi. Tipe inovasi terbagi menjadi dua,
yaitu inovasi produk dan inovasi proses. Bayus dkk. (2003) membuktikan bahwa
inovasi produk memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kinerja
organisasi. Penelitian ini mengkonfirmasi adanya dampak positif dari inovasi
terhadap kinerja perusahaan. Pengenalan produk baru secara positif terkait dengan
kinerja perusahaan juga didukung oleh peneliti lain. Sesuai dengan argumen ini,
studi Varis dan Littunen (2010) dalam Rosli & Sidek (2013) tentang UKM di
Finlandia menemukan bahwa inovasi proses juga berhubungan positif dengan
kinerja perusahaan. Yudi, (2017) juga berpendapat investasi pada teknologi
informasi menjadi kunci untuk perusahaan mengembangkan merek, baik produk
maupun jasa yang dihasilkannya.
Kinerja bisnis tidak hanya berkutat pada kinerja keuangan tapi juga pada
kinerja non-finansial. Kinerja bisnis memiliki istilah yang berbeda-beda dalam
penelitian. Misalnya kinerja organisasi, atau kinerja perusahaan. Dimensi kinerja
bisnis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dimensi kinerja binis menurut
Zulkiffli & Perera (2011) diantaranya adalah market performance, supplier
performance, process performance, people performance, dan customer
relationship performance. Dimensi yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan gabungan dari kinerja finansial dan non finansial. Namun sebagian
besar merupakan kinerja non finansial.

 
  38

 
Cano et al. (2004) dalam Ansah dan Chinomona (2017) berpendapat
 
bahwa, tindakan subjektif adalah indikator yang tepat untuk mengukur kinerja
  bisnis. Pada penelitian ini, kuesioner penilaian kinerja menggunakan skala
subyektif,
  yakni persepsi dari manajer/pemilik UMKM Kerajinan Tangan di kota
Bandung
  terhadap kinerjanya. Hal ini dikarenakan perusahaan enggan untuk
mengungkapkan catatan kinerja yang tepat, dan kurang bersedia untuk berbagi data
 
kinerja obyektif. Menurut Khazanchi et al. (2007:877) dalam Hamali (2014)
 
“Langkah-langkah subyektif seperti ini mungkin dapat menjadi bias pada manajer,
tetapi  praktek seperti ini adalah umum dalam penelitian praktis di industri
manufaktur.”
 
Berpijak pada teori dan konsep di atas dapat digambarkan alur pikir sebagai
 
berikut :
Inovasi Kinerja Bisnis
1. Market Performance
1. Orientasi
Kepemimpinan 2. Supplier Performance
3. Process Performance
2. Tipe Inovasi 4. People Performance
3. Sumber Inovasi
5. Customer Relationship
Performance
4. Tingkat Investasi
Zulkiffli & Perera (2011)
(Zahra & Das, 1993)

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran


2.7 Hipotesis
Hipotesis penelitian merupakan saran penelitian ilmiah yang penting
karena merupakan instrumental saran penelitian kerja teori. Hipotesis adalah
jawaban sementara terhadap masalah penelitian. Dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam pertanyaan, dikatakan sementara karena
jawaban yang diberik baru berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh dari
pengumpulan data. (Sugiyono 2013).
Ho: Tidak adanya pengaruh strategi inovasi terhadap kinerja bisnis pada UMKM
sektor kerajinan tangan di kota Bandung
H1: Adanya pengaruh strategi inovasi terhadap kinerja bisnis pada UMKM sektor
kerajinan tangan di kota Bandung.

Anda mungkin juga menyukai