Anda di halaman 1dari 6

Fauna

Trenggiling (Manis javanica)

Mata Kuliah Ekologi Kalimantan


Dosen Pengampu : Dr. Drs. Krisdianto, M. Sc.

Oleh :
Olivia Anafarida
(1711013120014)

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2019
Trenggiling (Manis javanica)

Menurut Corbert dan Hill (1992) dalam (Wirdateti et al., 2013), trenggiling
(Manis javanica) merupakan fauna asli indonesia. Trenggiling termasuk ke dalam
famili Manidae, ditemukan di Asia Tenggara sampai Indo China. Trenggiling, di
Indonesia tersebar di pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan serta pulau-pulau
sekitarnya. Trenggiling yang termasuk genus Manis dan famili Manidae memiliki
8 spesies di dunia.
Trenggiling mempunyai morfologi tubuh yang unik. Morfologi trenggiling
dapat dilihat pada gambar 1. Permukaan tubuh bagian dorsal terdapat sisik-sisik
yang keras dan di antara sisik tersebut terdapat rambut-rambut kasar. Sisik
trenggiling merupakan derivat kulit yang berkembang dari lapis basal epidermis.
Sisik ini hanya tumbuh pada bagian dorsal tubuh trenggiling dan berwarna coklat
terang, sedangkan pada bagian ventral tubuhnya tidak terdapat sisik dan hanya
terdapat rambut-rambut. Trenggiling jantan dan betina memiliki perbedaan.
Trenggiling jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan
tenggiling betina. Rata rata panjang tubuhnya adalah 75-150 cm dengan panjang
ekor sekitar 45-65% dari panjang total tubuh. Berat tubuh trenggiling sekitar 2 kg
(Grzimek 1975).

Sumber : National Geographic Indonesia, 2016

Gambar 1. Morfologi Trenggiling


Kepala trenggiling berukuran kecil dan berbentuk tirus dengan mata yang
kecil dan dilindungi oleh kelopak mata yang tebal. Fungsi kelopak mata
trenggiling ini untuk melindungi mata dari gigitan semut. Trenggiling memiliki
daun telinga yang berukuran kecil dan berbentuk seperti bulan sabit, selain itu
trenggiling juga memiliki lidah yang dapat menjulur panjang dan dihubungkan
oleh otot-otot yang berkembang subur. Lidah trenggiling berbentuk ramping dan
panjang. Bentuk tersebut membuat lidah trenggiling menyerupai cacing
(vermiform) dan bersifat lengket, sehingga memudahkan trenggiling untuk
mencari pakan (Amir, 1978).
Trenggiling merupakan hewan plantigradi, yaitu hewan yang cara
berjalannya dengan seluruh tapak kakinya di atas tanah. Trenggiling saat berjalan
terkadang berhenti dan berdiri dengan kedua kaki belakang disangga oleh ekor.
Ketika menggali lubang semut, trenggiling akan bertumpu pada kedua kaki
belakang dan ekor sebagai penyangga, sementara kedua kaki depannya digunakan
untuk menggali lubang tersebut. Saat memanjat pohon, kedua kaki depan dan ekor
digunakan untuk mencengkeram batang pohon dengan kuat. Belitan ekor
trenggiling sangat kuat karena pada ekor trenggiling terdapat gerigi sisik di lateral
ekor yang memperkokoh cengkeraman pada pohon. Selain itu, trenggiling selalu
menjaga posisi badan dalam keadaan melengkung seperti busur serta ekornya
yang panjang dan terangkat tidak menyentuh tanah digunakan untuk menjaga
keseimbangan. Hewan ini akan menggulungkan tubuhnya ketika merasa terancam
(Grzimek, 1975).

Sumber : National Geographic Indonesia, 2016

Gambar 2. Trenggiling menggulungkan tubuhnya saat terancam


Aktivitas trenggiling dapat berlangsung sepanjang hari tetapi lebih tinggi
ketika malam hari (nokturnal). Trenggiling lebih banyak menghabiskan waktunya
untuk tidur di dalam lubang-lubang, di bawah dedaunan atau dicelah-celah pohon
saat siang hari (Amir 1978). Dalam usaha mendapatkan pakan, organ penciuman
merupakan sistem indera yang berperan utama membantu menemukan sarang
rayap atau semut sebagai makanan utamanya. Indera lain yang berkembang selain
organ penciuman adalah organ pendengaran, sedangkan organ penglihatannya
kurang berperan karena tidak berkembang dengan. Trenggiling termasuk hewan
mamalia pemakan semut sehingga sering disebut dengan Anteater (Feldhamer et
al., 1999).
Status konservasi trenggiling jawa terancam kepunahan, sebagaimana
tercantum dalam Appendik II Convention International Trade Endangered Species
(CITES) Flora dan Satwa Liar (UNEP-WCMC, 2010). Menurut Stepherd (2010)
dalam (Mariana & Reny, 2016) di Indonesia, satwa ini dilindungi menurut
Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 7 Tahun 1999. Walaupun trenggiling jawa sebagai salah satu satwaliar
yang dilindungi dan langka, namun perburuan dan perdagangan secara ilegal
masih sering terjadi hingga saat ini. Perdagangan ilegal yang tidak berkelanjutan
tersebut terus meningkat dan menjadi ancaman besar bagi upaya konservasi satwa
tersebut.
Perburuan liar terhadap trenggiling jawa mengancam populasinya di alam.
Populasi trenggiling jawa di alam diperkirakan menurun lebih dari 50% dalam
waktu 15 tahun terakhir, sehingga keberadaannya saat ini sangat mengkuatirkan.
Daging, kulit, sisik, dan bagian tubuh trenggiling jawa dipercaya berkhasiat
sebagai obat tradisional bagi masyarakat Tiongkok, dan dipandang sebagai salah
satu makanan yang eksotik. Kebutuhan daging dan sisiknya di Tiongkok
diperkirakan sekitar 100.000 – 135.000 kg per tahun. Untuk memenuhi
permintaan tersebut, sejak tahun 1990-an trenggiling telah diimpor dari negara-
negara di Asia. Kondisi ini mengakibatkan perdagangan dan perburuan liar
trenggiling sebagai satwa yang bernilai ekonomis sangat tinggi semakin
meningkat.
Daftar Pustaka
Amir, H. 1978. Mamalia  di Indonesia, Pedoman Inventarisasi Satwa. Direktorat 
Perlindungan dan Pengawetan Alam, Direktorat  Jendral Kehutanan,
Bogor.
Feldhamer, G., L, Drickamer., S, Vessey & J, Merritt. 1999. Adaptation,
Diversity, and Ecology Mammalogy. The McGraw Hill, Boston.
Grzimek, B. 1975. Grzimek Animal Life Encyclopedia Vol. II Mammals II. Van
Nostrand Reinhold Company. New York.
Shepherd, C. R. 2010. Illegal primate trade in Indonesia exemplified by surveys
carried out over a decade in North Sumatera. Endangered Species
Research. 11. 201-2015.
Wirdateti, G. Semiadi & Yulianto. 2013. Identifikasi Trenggiling (Manis
javanica) Menggunakan Penanda Cytochrome B Mitokondria DNA.
Jurnal Veteriner. 14(4): 467-474.

Anda mungkin juga menyukai