Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Sesuai dengan tujuan
pembangunan berkelanjutan 2030, WHO menargetkan untuk menurunkan kematian
akibat tuberculosis sebesar 90% dan menurunkan insidens sebesar 80% pada tahun 2030
dibandingkan dengan tahun 2014. (Kemenkes RI, 2017). Menurut Amin & Bahar (2010)
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau ditemukan pada
tempat tinggal dengan lingkungan yang padat penduduk atau daerah urban, yang
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan terhadap
peningkatan jumlah kasus TB Paru.

Prevalensi angka kejadian TBC paru cukup tinggi mulai dari luar sampai
dalam negeri. Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden
TBC (CI 8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000
penduduk. Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia,
China, Philipina, dan Pakistan. Sebagian besar estimasi insiden TBC pada
tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia Tenggara (45%) dimana Indonesia
merupakan salah satu di dalamnya dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika
(WHO, 2017).

Di Indonesia jumlah kasus baru TB Paru sebanyak 420.994 kasus pada tahun
2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru
TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan. Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-
laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi
di negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih
terpapar pada faktor risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya
ketidakpatuhan minum obat (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Berdasarkan profil dinas kesehatan provinsi NTB pada tahun 2016
dilaporkan bahwa jumlah seluruh pasien TB (semua tipe) mencapai 5.828
orang, dan sebanyak 3.860 orang diantaranya merupakan kasus baru BTA+.
Sedangkan untuk tahun 2017, jumlah seluruh pasien TB adalah 6.644 orang,
dengan 4.149 orang merupakan kasus baru BTA+. Apabila dibandingkan
dengan tahun 2016, maka kasus TB pada tahun 2017 mengalami peningkatan
sebesar 14,04%. Distribusi jumlah penderita disetiap kabupaten/ kota.

Penyebab utam tuberkulosis adalah myobacterium tuberculosae, sejenis


kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-06/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah
m.Tuberculosae, varian asian, varian african I, varian african II, m.bovis.
sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inila yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam ( asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat
kembali bangkit menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Didalam jaringan, kuman
idup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (Asril bahar ,2001).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan pemberian tehnik relaksasi nafas
dalam untuk mengatasi sesak pada penderita TBC ?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Menggambarkan asuhan keperawatan dengan pemberian tehnik relaksasi nafas
dalam untuk mengatasi sesak pada penderita TBC di wilayah kerja puskesmas
cakra
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada penderita TBC di wilayah kerja
puskesmas cakra negara
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan penderita TBC di wilayah
keja puskesmas cakra negara
c. Mampu menyususun rencana keperawatan pada penderita pasien TBC
di wilayah puskesmas cakra negara
d. Mampu melaksanakan tindakan relaksasi nafas dalam pada penderita
TBC di wilayah kerja puskesmas cakra negara
e. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan pada
penderita TBC di wilayah kerja puskesmas cakra negara
4.1 Manfaat
1. Masyarakat :
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mengatasi sesak melalui tehnik
relaksasi nafs dalam
2. Bagi pengebangan ilmu dan teknologi keperawatan
Menambah keluasan teknologi terapan bidang keperawatan keluarga dalam
mengatasi sesak pada penderita TBC
3. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengimpletasikan tehnik relaksasi nafas
dalam untuk mengatasi pada penderita TBC
4. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai data acuan pada
penelitian selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan keperawatan penderita TBC


2.1.1 Konsep TBC
1. Pengertian
Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen oleh darah
dan pembuangan karbondioksida. Paru dihubungkan dengan lingkungan
luarnya melalui serangkaian saluran, berturut-turut hidung, farings, larings,
trakea dan bronki. Saluran-saluran itu relatif kaku dan tetap tebuka dan
keseluruhannya merupakan bagian konduksi dari sistem pernafasan
(Tambayong, 2001).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang
parenkim paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis (Brunner dan
Suddarth, 2002).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam
tubuh manusia melalui udara (pernapasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut
menyebar dari paru-paru ke organ yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar
limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain.
2. Etiologi
Sebagian besar pasien menunjukkan demam tinngkat rendah, keletihan, anoreksia,
penurunan berat badan, berkeringat malam hari, nyeri dada dan batuk menetap. Pada
awalnya mungkin batuk bersifat nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah
pembentukan sountum mukopurulen dengan hemoptisis. (Brunner dan Suddarth, 2002 ).

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman lain yang dapat


menyebabkan TBC adalah Mycobacterium Bovis dan M. Africanus
(www.tempointeraktif.com). Kuman Mycobacterium tuberculosis adalah kuman
berbentuk batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap
panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer, 2001).
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membentuk
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman dapat tahan hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini teradi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif lagi
Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada daerah apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis.
Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk, tertawa, dan bersin) dan melepaskan
droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup
beberapa jam dalam keadaan gelap (www.tempointeraktif.com).

3. Anatomis dan fisiologis

Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen (O 2) oleh darah dan
pembuangan karbondioksida (CO2). Paru dihubungkan dengan lingkungan luarnya
melalui serangkaian saluran, berturut-turut hidung, farings, larings, trakea dan bronki.
Saluran –saluran itu relatif kaku dan tetap terbuka dan keseluruhannya meerupakan
bagian konduksi dari sistem pernafasan. (Tambayong, 2001)

Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua lubang/cavum


nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang
masuk dalam lubang hidung. hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan,
faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar
dengan koana yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring,
dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11
cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan
mukosa. trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan kiri,
bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang
lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung–ujung nya terdapat gelembung paru atau
gelembung alveoli.

Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung–
gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-
paru kiri dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke
tengah rongga dada/ kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri
bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang
berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000
ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara
pasang surut. sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai
masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat
menampung sebanyak kurang lebih 5 liter.

4. Klasifikasi
Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:
Kelas Tipe Keterangan

0 Tidak ada pejanan TB. Tidak ada riwayat terpajan.


Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes tuberculin
negative.
1 Terpajan TB Riwayat terpajan
Tidak ada bukti infeksi Reaksi tes kulit tuberkulin negative

2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif


Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negative (bila
dilakukan)
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik
atau radiografik Tb aktif

3 TB, aktif secara klinis Biakan M. tuberkulosis (bila


dilakukan).
Sekarang terdapat bukti klinis,
bakteriologik, rsdiografik penyakit
4 TB, Riwayat episode TB atau
Tidak aktif secara klinis Ditemukan radiografi yang abnormal
atau tidak berubah;reaksi tes kulit
tuberkulin positif dan tidak ada bukti
klinis atau radiografik penyakit
sekarang
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda

5. Patofisiologis
1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima tahun pertama setelah
terjadi infeksi basil TB untuk pertama kalinya (infeksi primer) (STYBLO,1978 dikutip
oleh Danusantoso,2000:102).

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1- 2 jam. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini dapat terhisap oleh orang sehat ia akan
menempel pada jalan napas atau paru-paru. Bila menetap di jarigan paru, akan tumbuh
dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan
paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau afek primer dan dapat terjadi di semua bagian jaringan paru.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis
regional) yang menyebabkan terjadinya kompleks primer.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.


b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (kerusakan
jaringan paru).
c. Berkomplikasi dan menyebar secara :
1) Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
2) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan
maupun paru di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus.
3) Secara linfogen, ke organ tubuh lainnya.
4) Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya

2. Tuberkulosis Post-Primer (Sekunder)


Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-
primer). Hal ini dipengaruhi penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk.
Tuberkulosis pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang
dini di regio atas paru-paru. Sarang dini ini awalnya juga berbentuk sarang pneumonia
kecil. Tergantung dari jenis kuman, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini
dapat menjadi :

a. Diresorbsi kembali tanpa menimbulkan cacat


b. Sarang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sembuhan jaringan fibrosis
c. Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek membentuk
jaringan keju
d. Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat penyakit ini dapat berkembang biak dan
merusak jaringan paru lain atau menyebar ke organ tubuh lain
6. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang sering ditemui pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak spesifik tetapi
progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan tidak ada dahak. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Selain gejala batuk disertai dengan gejala
dan tanda lain seperti tersebut di bawah ini :

1. Demam. Terjadi lebih dari sebulan, biasanya pada pagi hari.


2. Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan.
3. Keringat malam hari tanpa kegiatan.
4. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah berlanjut, dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru.
5. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Gejala ii jarang ditemukan.
6. Kelelahan.
7. Batuk darah atau dahak bercampur darah

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia
gambaran radiologis adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas.
Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya jadi lebih jelas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat akan terlihat bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan
nema tuberkuloma.
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada
tuberkulosa lebih lanjut) seperti infiltrat + garis-garis fibrotik + klasifikasi + kavitas
(sklerotik/nonsklerotik). Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, sehingga
dikatakan ”tuberkulosis is the greatest imitator”

Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan gambarang yang bermacam-macam dan tidak


dapat dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari tuberkulosis.

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah yang diperiksa adalah jumlah leukosit dan limfosit yang meningkat
pada saat tuberkulosis mulai (aktif). Pada pemeriksaan Laju Endap Darah mengalami
peningkatan, tapi Laju Endap Daanh yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya
proses tuberkulosis. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normal dan jumlah
limfosit masih tetap tinggi dan Laju Endap Darah mulai turun ke arah normal lagi.

b. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis
tuberkulosis sudah bisa dipastikan. Penemuan adanya BTA pada dahak, bilasan bronkus,
bilasan lambung cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa
TBC paru.

Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang, dahak pagi dan
dahak sewaktu berkunjung hari kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu pisitif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang
kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif, sedangkan bila tiga kali negatif dikatakan mikroskopik BTA negatif.
Untuk memastikan jenis kuman yang menginfeksi perlu diakukan pemeriksaan biakan/kultur
kuman atau biakan yang diambil.

3. Tes Tuberkulin

Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc tuberkulin PPD (Purified
Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberkulin.

Hasil tes mentoux dibagi dalam :

1) Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative


2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
3) Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positive
4) Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantoux positif kuat
Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg positif (99,8%)
Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada positif palsu
(Bahar,1996:721).

2.1.2 Asuhan keperawatan pada penderita TBC


Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam praktek
keperawatan yang diberikan pada klien sebagai anggota keluarga pada tantanan komunitas
dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan dalam
lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan (WHO,2014).
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, dan penghasilan.
b. Keluhan utama
Penyebab pasien sampai dibawa ke rumah sakit
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan
 Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
 Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
 Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat
dan putus harapan.
 Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang, daerah
di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah anggota
keluarga yang banyak.
e. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah
anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela
jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi
minim menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita
keluarga tidak dibiasakan imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolic
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek,
kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena
sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat
timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari
6) Pola kognitif
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan.
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan
dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan
kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya
membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak
ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000).
8) pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan  dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga  yang lain.
(Marilyn. E. Doenges, 1999).
 Aktivitas/ istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam
hari dan berkeringat pada malam hari
 Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan
tidur pada malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
 Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas,
Takipnea
 Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000)

f. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.
 Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan
timpani. Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila
infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi
vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura,
auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
 Palpasi
badan teraba hangat (demam)
g. Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium

 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada


tahap aktif penyakit.

 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk


usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area


indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.

 Anemia bila penyakit berjalan menahun

 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit


 LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut
kembali normal pada tahap penyembuhan

 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa


kerusakan paru.

 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;


adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.

 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya


infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya
retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi

 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas


simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan
perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk
rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan TB yang
lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous.
Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan
hitam dan diafragma menonjol ke atas.

 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk


melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena
TB.

 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC


adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema,
penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru
atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan
rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural
2.Diagnosa keperawatan

1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman


tuberkulosis

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan


paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema
bronchial.

4. Gangguan keseimbangan  nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia,
penurunan kemampuan finansial.

5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.

6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen.

8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan


tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognitif.

3.Intervensi keperawatan
Menurut NANDA (2013), yaitu :
a. Diagnosa I : Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya
infeksi kuman tuberculosis.
Tujuan: Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.
Kriteria Hasil :
 Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko penyebaran
infeksi
 Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup
dalam melakkan lingkungan yangnyaman.
 TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi
Intervensi :
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama
batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi.
Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi program pengobatan
untukmencegah pengaktifan berrulang. Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan
kesadarankemungkinan tranmisi membantu pasien / orang terdekat untuk mengambil
langkah mencegah infeksike orang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib, dan tetangga.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/
terjadinya infeksi.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu, menghindari
meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang
tepat. Dorong untukmengulangi demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang stigma sosial
sehubungandengan penyakit menular.
5. Observasi TTV (suhu tubuh).
Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam indikator adanya infeksi
lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkolusis, contoh
tahanan bawah gunakan obat penekan imun adanya dibetes militus, kanker, kalium.
7. Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan
menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.
8. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga/
penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
9. Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering makanan kecil dan
makanan besardalam jumlah yang tepat.
Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses
infeksi danmengganggu penyembuhan.
10. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.

b. Diagnosa II : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, diharapkan bersihan
jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- ronchi tidak ada
- sputum berkurang atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-24)x/menit

Intervensi
Mandiri

1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal


Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan obstruksi jalan
napas

2) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan


Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi derajat kelainan
pernafasan

3) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang


Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum pasien

5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi


Meningkatkan ekspansi paru optimal

6) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga jalan nafas klien
kembali efektif

7) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu pengeluaran sekret

8) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi


Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan fibrasi yang dapat
membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien kembali
efektif

9) Lakukan suction bila perlu


Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien
kembali efektif secara mekanik

10) Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi


Membantu membebaskan jalan napas
Kolaborasi
a. Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
b. Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik, antibiotik, atau
steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi

C. diagnosa III : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan


kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan pertukaran gas kembali
efektif dengan kriteria :
 Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
 Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
 Napas teratur
 Tanda vital stabil
 Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100 mmH
Intervensi :
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori,
napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya proses
penyakit
2. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta mencatat adanya
sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat (circumoral).
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap demam.
Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat
mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya hipotensi,pucat,
cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk memfasilitasi
resolusi infeksi.
4. Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering menyebabkan
kematian memerlukan intervensi medis secepatnya. Intubasi dan ventilasi mekanis
dilakukan pada kondisi insufisiensi respirasi berat.
Kolaborasi
1) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul dan masker
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen yang
diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien
2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi perubahan

d.diagnosa IV : Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan  kebutuhan nutrisi adekuat,
dengan kriteria hasil: 

 Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai


laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.

 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan


berat badan yang tepat.
Intervensi:
Mandiri

1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut,
kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat

2. Kaji ulang  pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. 


Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.

3. Monitor intake dan output secara periodik.


Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.

5. Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.

6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. Mengurangi


rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang
muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:

1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.


Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk
kebutuhan metabolik dan diet.

2. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).


Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

e.Diagnosa V : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap


Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau
terkontrol, dengan KH: 

 Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol

 Pasien tampak rileks

Intervensi:
Mandiri
1. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan
karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
2. Pantau TTV 
Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri,
khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang, relaksasi/latihan nafas
Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan
membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan
upaya batuk.

Kloaborasi

1. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi 


Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan
kenyamanan

f.Diagnosa VI : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :

 Pasien melaporkan panas badannya turun.


 Kulit tidak merah.
 Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,70C.
 Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
 Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
 RR dalam batas normal : 16-20x/menit
Intervensi :
Mandiri

1) Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien

2) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam


Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien

3) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada kontraindikasi.


Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi

4) Berikan kompres air biasa/hangat


Untuk menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan IV.


Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi

2. Kolaborasi pemberian obat antipiretik


Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di hipotalamus

g.Diagnosa VII : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan
aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan  kriteria hasil: 
 Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam
rentan normal
Intervensi:

1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat  laporan  dispnea, peningkatan


kelemahan atau kelelahan.
Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan
intervensi

2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat

3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya


keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.

4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.


Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke
depan meja atau bantal.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.

h.Diagnosa VIII : Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan


berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak akurat,
terbatasnya pengetahuan/kognitif
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat,
dengan kriteria hasil: 
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
 Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan
umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
 Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
 Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi

1. Kaji ulang  kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat


partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik.
Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.

2. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum
obat. 
Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

3. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi


dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis
dengan obat lain.
Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus
obat.
4. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah. Mencegah keraguan
terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.

5. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH. Kebiasaan
minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis

6. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol. Efek
samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.

7. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya


misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan..
Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.

8. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.


Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali.
Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi
pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula
bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

4.Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses keperawatan yang dimulai


setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Pada tahap ini perawat akan
mengimplementasikan intervensi yang telah direncanakan berdasarkan hasil pengkajian
dan penegakkan diagnosis keperawatan implementasi dari rencana keperawatan yang
dibuat berdasarkan diagnose yang tepat diharapkan dapat mencapaitujuan dan hasil sesuai
yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien
(fajarsari,2019)

5.Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, yaitu perawat menilai hasil
yang diharapkan terhadap perubahan diri dan menilai sejauh mana masalah dapat
diatasi.disamping itu, perawat memberikan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan
yang ditetapkan belum tercapai sehingga proses keperawatan dapat dimodifikasi
( fajarsari,2019)

BAB III

METODOLOGI PENULISAN

3.1 Rencana studi kasus

Karya tulis ilmiah yang digunakan adalah studi kasus prosedur tindakan keperawatan. Studi
kasus beriorientasikan pada asuhan keperawatan dengan pendekatan yang dilaksankan secara
komperehensif dimana bentuk pelaporannya lebih memaparkan secara mendalam salah satu
tindakan focus sesuai masalah (prosedur tindakan tertentu) dari rencana tindakan keperawatan
menurut asosiasi institusi pendidikan vokasi keperawatan Indonesia (AIPVIKI,2017).

Dalam studi kasus ini membahas tentang asuhan keperawatan dengan pemberian tehnik
relaksasi nafas dalam untuk mengatasi sesak pada penderita TBC.
3.2 Subyek studi kasus

Subjek pada penelitian ini adalah pasien yang mengalami TBCdengan kriteria sebagai
berikut :

1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karasteristik subek penelitian dari suatu populasi target yang
terjangkau dan akan di teliti (Nursalam,2012)
Kriteria inklusi dalam penelitian adalah
a. Pasien dan keluarga yang bersedia menjadi responden
b. Pasien yang sudah terkena peyakit tbc
2. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,2012)
Kriteria ekslusi dalam penelitian adalah :

1.Pasien yang mengalami penyakit TBC dengan komplikasi penyakit lainnya seperti
HIV, Sindroma Nefrotik, DHF, Bronkopneumonia.

3.3 Fokus studi kasus

Focus studi kasus dalam kasus ini adalah pemberian tehnik relaksasi nafas dalam untuk
mengatasi sesak pada penderita TBC.

3.4 Definisi operasional

1. TBC( tuberculosis) merupakan penyakit menular yang menyebabkan masalah kesehatan


terbesar kedua di dunia setelah HIV. Penyakit ini disebabkan oleh hasil dari bakteri
mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis sendiri dapat menyerang bagian tubuh manapun,
tetapi yang tersering dan paling umum adalah infeksi tuberculosis pada paru-paru.
2. Tehnik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu cara yang efektif mengatasi sesak pada
pasien pendrita tbc.

3.5 Tempat dan waktu

1. Tempat

Penelitian dilakukan di wilayah puskesmas cakranegara pada waktu yang sudah di jadwalkan

2.Waktu

1. penyusunan proposal

Penyusunan proposal dilakukan pada bulan desember 2020

2.penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan desember 2020

3.6 Pengupulan data

1. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan


oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut[ CITATION Mol10 \l 1033 ]. Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah
wawancara terstruktur, yaitu wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan secara sistematis dan pertanyaan yang diajukan telah disusun.
2. Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus
dikumpulkan dalam penelitian. Metode ini digunakan untuk melihat dan
mengamati secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti memperoleh
gambaran yang lebih luas tentang permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian
ini, dilakukan observasi secara langsung dan menggunakan beberapa model
instrument seperti skala penilaian dengan menggunakan Spygmanometer dan
format lembar asuhan keperawatan gerontik untuk menentukan apakah terjadi
penurunan tekanan darah atau tidak. Peneliti melakukan observasi sebanyak dua
kali yaitu sebelum memulai pelaksanaan tindakan dan setelah selesai
melaksanakan tindakan massage Eflleurage dalam waktu seminggu.

3.7 Penyajian Data


Data yang telah didapatkan dari responden dengan wawancara dan telah diolah kemudian
disajikan dalam narasi beserta interprestasinya. Interprestasinya adalah pengambilan
kesimpulan dari suatu data, data ditulis dalam bentuk narasi atau tekstuler. Narasi atau
(tekstuler) Adalah penyajian data hasil penelitian dalam bentuk kalimat [ CITATION Soe10 \l
1033 ].
Dalam penelitian ini, setelah data terkumpul dari hasil wawancara dan observasi tentang
pasien hipertensi, kemudian disajikan dalam bentuk narasi.

3.8 Etika Studi Kasus

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan
penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian)
dan masyarakat yang akan akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut .Sebelum
melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari institusi untuk
mengajukan permohon ijin kepada institusi/lembaga tempat penelitian. Dalam
melaksanakan penelitian ini penulis menekankan masalah etika yang meliputi:
1. Lembar Persetujuan (informed consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden


penelitian dengan memberikan lembar persetujuan, Informed consent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi
responden.
Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,
serta mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati
hak pasien.
Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain;
partisipasi responden, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan,
komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan,
informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan
data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Untuk menjaga kerahasiaan pada lembar
yang telah diisi oleh responden, penulis tidak mencantumkan nama secara lengkap,
responden cukup mencantumkan nama inisial saja.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,


baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikampulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang
akan dilaporkan pada hasil riset. Peneliti menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari
responden akan dijaga kerahasiaanya oleh peneliti.
4. Azas Manfaat (Beneficience)
Beneficience adalah prinsip untuk memberi manfaat bagi orang lain, bukan untuk
membahayakan orang lain, melainkan bertanggung jawab dalam memberikan perawatan
serta berkewajiban untuk melindungi.

DAFTAR PUSTAKA

AIPViKI. (2017). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Pendidikan Diploma Iii Keperawatan
Indonesia. Jakarta Pusat.

Anda mungkin juga menyukai