“METODOLOGI PENELITIAN”
Tinjauan Pustaka Dan Landasan Teori
YUSRIL IRMAWAN
E1F1 18 003
Berdasarkan Penelitian oleh Benny Syahputra tentang air minum tahun 2012
dari Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik UNISSULA yang berjudul
“Analisa Sisa Chlor Pada Jaringan Distribusi Air Minum PDAM Kota Semarang“.
Bahwa Konsentrasi sisa chlor pada jaringan distribusi air minum PDAM Kota
Semarang daerah layanan Perumahan BSB Jatisari belum memenuhi standar
baku mutu. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan konsentrasi sisa
chlor di setiap node dan untuk mengetahui pengaruh dari jarak reservoir ke
konsumen terhadap konsentrasi sisa chlor. Penelitian ini menggunakan analisis
kuantitatif menggunakan analisis korelasi dan regresi, sedangkan analisis deskriptif
dijelaskan melalui tabel dan grafik. Variabel bebas yang digunakan adalah jarak
distribusi (jarak reservoir ke konsumen), sedangkan variabel terikatnya adalah
konsentrasi sisa chlor. Hasil penelitian juga menunjukkan konsentrasi sisa chlor
pada node terdekat pompa injeksi adalah 1,19 mg/l, sedangkan pada node terjauh
adalah 0,27 mg/l, adanya hubungan negatif antara jarak reservoir ke konsumen
terhadap konsentrasi sisa chlor, dimana semakin bertambah jarak reservoir ke
konsumen maka konsentrasi sisa chlor akan semakin berkurang. Hubungan ini
mempunyai korelasi yang tidak kuat, artinya ada faktor-faktor lain yang juga
ikut mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut yaitu debit aliran, kecepatan aliran,
dimeter pipa dan koefisien kekasaran dinding pipa. Dari perhitungan regresi
didapatkan persamaan y=-0,002+1,17, itu artinya setiap jarak reservoir ke konsumen
bertambah 1 meter maka konsentrasi sisa chlorakan berkurang 0,002 mg/l.
Dengan demikian, sisa chlor akan habis padajarak 585 meter dari reservoir.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.32 tahun 2017 dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan air adalah Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media
Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia
yang dapat berupa parameter wajib dan parameter tambahan Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi tersebut digunakan untuk memeliharaan kebersihan perorangan
seperti mandi dan sikat gigi, serta untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan
makan, dan pakaian. Selain itu Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi dapat
digunakan sebagai air baku air minum Sedangkan didalam UU No. 7 tahun 2004
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan air adalah semua air yang terdapat pada,
diatas ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air
permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat. Air permukaan
adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.Air tanah adalah air yang
terdapat dalam lapisan tanah atau bantuan dibawah permukaan tanah.Sumber air
adalah tempat atau wadah air alami dan buatan yang terdapat pada, diatas ataupun
dibawah permukaan tanah.
Selain untuk tubuh, air juga digunakan untuk menunjang kegiatan kehidupan
manusia. Misalnya untuk irigasi pertanian, pendinginan dan pencucian mesin industri
dan proses industri, transportasi laut dan sungai, serta untuk kegiatan rumah tangga
seperti memasak, mencuci dan mandi. (Kumalasari dan Satoto, 2011) Namun tidak
semua air yang tersedia tersebut dapat digunakan begitu saja terutamaoleh manusia,
melainkan hanya yang telah memenuhi kriteria tertentu dan air bersih yang benar-
benar dapat langsung dimanfaatkan oleh manusia. Sesuai dengan Permenkes No. 416
Tahun 1990 tentang air bersih, air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari adalah
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak. Sedangkan air minum sendiri yaitu air yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum. Syarat kesehatan dari kualitas air tersebut
meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika kimia, dan radioaktif. Hal ini menjadikan
air bersih terutama air minum sesuatu yang penting untuk selalu ada bagi manusia.
Sejalan dengan peningkatan jumlah populasi manusia ditambah beberapa factor
seperti rusaknya daerah tangkapan air dan pencemaran lingkungan telah
mengakibatkan terjadinya krisis air bersih baik secara global maupun di Indonesia
sendiri. Potensi sebagai negara yang kaya air, ternyata tidak mampu menghindarkan
Indonesia dari krisis air bersih. Setiap kali musim kemarau tiba berbagai daerah
mengalami kekeringan air. Bahkan ketika musim penghujan pun krisis air bersih
tetap mengintai lantaran surplus air yang kerap mengakibatkan banjir sehingga
sumber air tidak dapat dimanfaatkan. Krisis air bersih membuat sebagian besar
penduduk Indonesia terutama di daerah-daerah sulit air mengkonsumsi air yang
seharusnya tidak layak minum.
Ada banyak cara untuk pengolahan air untuk keperluan air bersih, tergantung
pada jenis senyawa atau partikel yang terdapat di dalam air yang akan diolah dan
jenis sumber bahan baku air. Modifikasi pengolahan air dan pemilihan serta
penambahan bahan pengendap dapat dilakukan untuk efisiensi pengolahan air
bersih. Menurut Manihar (2007), beberapa bagian atau langkah penting
pengolahan air (bukan hanya air minum) yang sering dilakukan untuk mendapatkan
air bersih adalah :
1. Kaporit Chlorin bila ditambahkan ke dalam air akan terhidrolisisdengan
cepat menghasilkan ionchlordan asam hipochlorit.
2. Ozon atau O3 bersifat mudah larut dalam air dan mudahterdekomposisi
pada temperatur dan pH tinggi. Penggunaanozon lebih aman dibanding
kaporit, terutama bagi mereka yangsensitif terhadapchlor. Pengolahan dengan
proses ozonisasidilakukan dengan cara menyaring air,
mendinginkannya,tekanan ditinggikan, dan ozon dipompakan ke dalam wadah
airselama 10-15 menit. Permasalahannya adalah kelarutan ozondi dalam
air relatif kecil sehingga kekuatan desinfektannyasangat terbatas. Ozon
sangat bereaksi dengan cepat yangmenyebabkan persistensinya di dalam
air hanya sebentar saja.
3. Iodine dan Bromin Sudah sejak lama senyawa ini digunakan sebagai antiseptik
pada luka, meskipun penggunaanya sebagai disinfektan tidakatau kurang
populer sampai saat ini. Dibandingkan dengan chlorin, penggunaan ion
memerlukan biaya lebih besar. Seperti halnya chlorin dan bromine, efektifitas
iodine dalam membinasakan bakteri dan kista sangat tergantung pada
pH.Tetapi dalam membinasakan virus iodin lebih efektif daripadachlorin
dan bromine. Bromin merupakan bakterisida dan virusida yang efektif.Karena
kehadiran ammonia dalam air bromin masih lebih efektif bila dibandingkan
dengan chlorin.
4. Desinfektan Beberapa desinfektan belum atau tidak banyak digunakankarena
kurang efektifatau karena penggunaannya masihmerupakan hal baru.
Desinfektan tersebut adalah :
a. Ferrat merupakan garam dari asam ferric (H2FeO4) dimana Fe
bervalensi 6. Sebagai bakterisida dan virusida, ferrat lebih baik
daripadachloramin.
b. Hidrogen Peroksida (H2O2) adalah oksidator kuat yang digunakan pula
sebagai desinfektan. Penggunaannya tidak populer, karena harganya
mahal dan konsentrasi yang diperlukan sebagai desinfektan cukup tinggi.
c. Kalium Permanganat Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan
oksidator kuat yang sudah lama digunakan. Dalam prosespengolahan
air bersih, penggunaan KMnO4 adalah sebagai oksidator untuk
mengurangi kadar Fe dan Mndalam air, serta untuk menghilangkan
rasa dan bau dari airyang diolah. Selain itu, kalium permanganat
digunakanpula sebagai algisida. Penggunaannya sangat terbataskarena
harganya mahal, daya bakterisidanya rendah sertawarnanya mengganggu
bila digunakan pada konsentrasi tertentu.
5. Chlorinisasi adalah proses pemberian chlorin ke dalam air yang telah
menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses
purifikasi air. Chlorin banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri,
air kolam renang, dan air minum di negara-negara sedang berkembang
karena sebagai disinfektan, biayanya relatif lebih murah, mudah, dan
efektif. Senyawa-senyawa chlor yang umum digunakan dalam proses
chlorinasi, antara lain, gaschlorin, senyawa hipochlorit, chlordioksida,
brominchlorida, di hidroisosianurat dan chloramin (Chandra, 2006). Chlorinasi
akhir, yaitu pemakaian chlorin setelah pengolahan, merupakan metode yang
umum. Chlorinasi awal, yaitu pemakaian chlorin sebelum pengolahan, akan
menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah
tumbuhnya ganggang (Linsley,1991).
Adapun kegunaan darichlorin menurut Chandra, 2006 antara lain:
1) Memiliki sifat bakterisidal dan gerimisidal
2) Dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hidrogen sulfida
3) Dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air
4) Dapat mengontrol perkembangan alga dan organismepembentukan
lumut yang dapat mengubah bau dan rasa padaair
5) Dapat membantu proses koagulasi
Berdasarkan fungsi di atas, maka untuk kondisi tertentu chlorinasi
juga dapat dibubuhkan sebelum proses pengolahan atau disebut juga dengan
proses pre chlorinasi. Sedangkan untuk keperluan disinfeksi, pembubuhan
chlorine yang dilakukan direservoi rdikenal sebagai prosespost chlorinasi
( Darmasetiawan, 2004). Senyawa chlor dalam air akan bereaksi dengan
senyawa organik maupun anorganik tertentu membentuk senyawa baru.
Beberapa bagian chlorakan tersisa yang disebut sisachlor. Pada mulanya
sisa chlor merupakan chlorterikat, selanjutnya jika dosischlor ditambah maka
sisa chlorterikat akan semakin besar, danpada suatu ketika tercapai kondisi
break point chlorination (titik batas). Pertambahan dosis chlor setelah titik ini
akan memberi sisa chlor yang sebanding dengan penambahan chlor
(Nasrullah,2005).
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketika melakukan proses
chlorinasi menurut Chandra 2006, antara lain:
1) Air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada airakan
menghambat proses chlorinasi.
2) Kebutuhan chlorin harus diperhitungkan secara cermat agardapat
dengan efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dandapat
membunuh kuman patogen dan meninggalkan sisa chlorin bebas
dalam air.
3) Tujuan chlorinasi pada air adalah untuk mempertahankan sisachlorin
bebas sebesar 0,2 mg/l di dalam air. Nilai tersebut merupakan
margin of safety (nilai batas keamanan) pada air untuk membunuh
kuman patogen yang mengkontaminasi padasaat penyimpanan dan
pendistribusian air.
4) Dosischlorin yang tepat adalah jumlahchlorin dalam airyangdapat
dipakai untuk membunuh kuman patogen serta untuk mengoksidasi
bahan organik dan untuk meninggalkan sisachlorin bebas sebesar 0,2
mg/l dalam air.
Pemberian chlorin pada disinfeksi air dapat dilakukan melalui
beberapa cara yaitu dengan pemberian gaschlorin, chloramin, atau
perchloron. Gaschlorin merupakan pilihan utamakarena harganya
murah, kerjanya cepat, efisien, dan mudah digunakan. Gaschlorin
harus digunakan secara hati-hati karena gasini beracun dan dapat
menimbulkaniritasi pada mata. Alatchlorinasi berbahan gaschlorin
ini disebut sebagai chlorinating equipments.Alat yang sering dipakai
adalah Paaterson’s Chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan
mengatur pemberian gaschlorin pada persediaan air (Chandra, 2006).
Menurut Waluyo (2009), Kecepatan dan keampuhan dalam proses
chlorinasi tergantung dari beberapa faktor yaitu : Keadaan
Mikroorganisme Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan
mikroorganisme, Jenis dan Konsentrasi Desinfektan, Waktu Kontak.
1) Iklim
Kebutuhan air untuk mandi, menyiram taman, pengaturan udara dan
sebagainya akan lebih besar pada iklim yang hangat dan kering daripada di
iklim yang lembab. Pada iklim yang sangat dingin, air mungkin diboroskan di
keran-keran untuk mencegah bekunya pipa-pipa.
2) Ciri-ciri Penduduk
Pemakaian air dipengaruhi oleh status ekonomi dari para langganan.
Pemakaian perkapita di daerah miskin jauh lebih rendah daripada di
daerahdaerah kaya. Di daerah-daerah tanpa pembuangan limbah, konsumsi
dapat sangat rendah hingga hanya sebesar 10 galon per kapita atau setara 40
liter / kapita per hari.
3) Masalah Lingkungan Hidup Meningkatnya perhatian masyarakat terhadap
berlebihannya pemakaian sumber-sumber daya telah menyebabkan
berkembangnya alat-alat yang dapat dipergunakan untuk mengurangi jumlah
pemakaian air di daerah pemukiman.
4. Keberadaan Industri dan Perdagangan Keberadaan industri dan perdagangan
dapat mempengaruhi banyaknya kebutuhan air perkapita dari suatu kota.
5. Iuran Air dan Meteran Bila harga air mahal, orang akan lebih menahan diri
dalam pemakaian air dan industri mungkin mengembangkan persediaannya
sendiri dengan biaya yang lebih murah. Para langganan yang jatah airnya
diukur dengan meteran akan cenderung untuk memperbaiki kebocoran-
kebocoran dan mempergunakan air dengan jarang. Pemasangan meteran pada
beberapa kelompok masyarakat telah menurunkan pengguanaan air hingga
sebanyak 40 persen.
6. Ukuran Kota Penggunaan air perkapita pada kelompok masyarakat yang
mempunyai jaringan limbah cenderung untuk lebih tinggi di kota-kota besar
daripada di kota kecil. Secara umum, perbedaan itu diakibatkan oleh lebih
besarnya pemakaian sektor industri, lebih banyaknya taman-taman, lebih
banyaknya pemakaian air untuk perdagangan dan barang kali juga lebih banyak
kehilangan dan pemborosan di kota-kota besar.
Dengan mengurangi jumlah konsumsi air dibawah standar dan sumber air
bersih yang digunakan tidak memenuhi kualitas air bersih berpengaruh pada
menurunnya tingkat kesehatan. Masyarakat yang kurang sehat tidak dapat mengikuti
pendidikan dengan baik dan tingkat produktivitasnya akan menurun karena sering
sakit, pendapatan berkurang sedangkan pengeluaran bertambah karena harus
membeli air bersih. Disini terlihat sekali pentingnya masyarakat mempunyai akses
terhadap air bersih agar mereka dapat lebih sejahtera dikemudian hari.
Menurut Johnstone dan Wood dalam Mungkasa (2006) menerangkan bahwa
masyarakat yang tidak dapat mengakses air bersih harus menanggung konsekuensi
berupa:
1. Tingginya biaya untuk memperoleh air bagi masyarakat yang tidak punya
akses. Masyarakat menghabiskan sekitar 10-40% dari penghasilannya atau
mungkin 10-100 kali lipat harga air tarif rata-rata (Black dalam Mungkasa,
2004). Sedangkan air minum dianggap mahaljika pengeluaran melampaui 3
persen dari pendapatan rata-rata penduduk (Water Academy dalam Mungkasa,
2004).
2. Konsumsi air bersih menurun. Dengan tingginya biaya, jauh jarak dan waktu
yang lama untuk mendapatkan air bersih menjadikan masyarakat tidak dapat
memenuhi kebutuhan standar air bersih. Hilangnya pendapatan karena
turunnya produktivitas dan bertambahnya biaya kesehatan. Dengan tidak
adanya akses ke air bersih berpengaruh langsung atau tidak langsung pada
pendapatan dan kesehatan karena banyak masyarakat yang terkena penyakit.
Menurut Bappenas(2007) dalam Subagyo et al, (2013) akses terhadap air bersih
meliputi 5 (lima) indikator yaitu kualitas, kuantitas, kontinuitas, kehandalan layanan,
keterjangkauan (jarak, waktu, dan harga). Capaian dari sasaran pembangunan sektor
air bersih sesuai dengan target MDG’s dikendalikan dengan indikator pemantauan
berupa proporsi/jumlah penduduk yang menggunakan sumber air bersih yang
terjaga/improved water source(UNESCO-International Hydrological Programme,
2015). Adapun untuk standar akses penduduk terhadap air bersih dapat dijelaskan
sebagaimana tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Standar Akses Penduduk Terhadap Air Bersih