Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DIABETES MELITUS Pada Ny.S Di Ruang MARWAH
RSI MASYITOH BANGIL

Oleh :

Noer Amaliyah

14901.07.20029

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2020
LEMBAR PENGESAHAN
DIABETES MELITUS

A. Anatomi Fisiologi

1. Pankreas

Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip

dengan kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm dari

duodenum sampai ke limfa dan beratnya rata-rata 60-90 gr.

Terbentang pada vertebra lumbalis I dan II di belakang lambung.

2. Anatomi pancreas

Bagian dari pankreas:

a. Kepala pankreas; terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan

di dalam lekukan duodenm yang melingkarnya.

b. Badan pankreas : merupakan bagian utama dari organ ini

letaknya di belakang lambung dan di depan vertebrae umbalis

pertama.

c. Ekor pankreas : bagian runcing do sebelah kiri yang sebenarnya

menyentuh limfa.

3. Fisiologi pancreas

a. Fungsi endokrin, yang membentuk getah pankreas yang berisi

enzim dan elektrolit.


b. Fungsi endokrin, sekelompok kecil del epitelium yang berbentuk

pulau-pulau kecil atau Langerhans yang bersama-sama

membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin.

c. Fungsi sekresi eksternal, yaitu cairan pankreas yang dialirkan ke

duodenum yang berguna untuk proses pencernaan makanan di

intestinum.

d. Fungsi sekresi internal, yaitu sekresi yang dihasilkan oleh pulau-

pulau Langerhans sendiri langsung dialirkan ke dalam peredaran

darah.

a) Hasil Sekresi, berupa :

1) Hormon insulin ini langsug dialirkan dalam darah tanpa

melewati duktus. Kumpulan dari sel-sel ini berbentuk

seperti pulau-pulau yang disbeut Pulau Langerhans

2) Getah pancreas, sel-sel yang mereproduksi setelah

pankreas ini termasuk kelenjar ensokrin, getah pankreas

dikirim ke dalam duodenum melalui duktus pankreatik.

Duktus ini bermuara apada papila vateri yang terletak pada

dinding duodenum.

b) Pengaturan fisiologis darah sebagian besar tergantung dari :

1) Ekstraksi glukosa

2) Sintesis glukosa

3) Glikogendisis dalam hati

4) Selain itu jaringan perifer otot dan adiposa juga

mempergunakan glukosa sebagai sumber energi mereka.

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan eolh hati dan

yang digunakan oleh jaringan-jaringan perifer tergantung

dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon. Hormon-


hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang

merendahkan kadar glukosa darah dan hormon

yangmeningkatkan kadar glukosa darah. Insulin merupajan

hormon yang menurunkan glukosa darah. Insulin dibentuk

oleh sel-sel beta pulau langerhans pankreas. Sebaliknya

ada beberapa hormon tertentu yang dapat meningkatkan

kadar glukosa darah antara lain ; glukagon yang disekresi

oleh sel-sel alfa pulau langerhans, epinefrin yang disekresi

oleh medula adrenal dan jaringan kromafin, glukokortikoid

yang disekresi oleh korteks adrenal dan growth hormone

yang disekresi oleh kelenjar hipolisis anterior. Glukagon,

epinefrin, glukokortikoid dan growth hormone, membentuk

suatu mekanisme counter-regulator yang mencegah

timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin (Price &

Wilson, 2015).

B. Definisi

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan

atau mengalihkan (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang

bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan

individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar

glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang

ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative

insensitivitas sel terhadap insulin (Brunner, 2015).

Diabetes Melitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah

Penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi

normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut

maupun relatif. Tingkat kadar glukosa darah menentukan apakah


seseorang menderita Diabetes Melitus atau tidak (Hasdianah, 2012).

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik menahun

akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau kemampuan tubuh

untuk bereaksi terhadap insulin menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan

glukosa di dalam darah (hiperglikemia) (Kemenkes RI, 2014).

C. Etiologi

Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian

kecil atau sebagian besar dari sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans

pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi

kekurangan insulin. Disamping itu diabetes mellitus juga dapat terjadi

karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa

kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab

lain yang belum diketahui. (Smeltzer dan Bare, 2015) Diabetes mellitus

atau lebih dikenal dengan istilah penyakit kencing manis mempunyai

beberapa penyebab, antara lain :

1. Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus.

Konsumsi makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan

sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan

kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan

diabetes mellitus.

2. Obesitas (kegemukan)

Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg cenderung

memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes

mellitus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk

terserang diabetes mellitus.


3. Faktor genetis

Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak.

Gen penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang

tuanya menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai

ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.

4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang

menyebabkan radang pankreas, radang pada pankreas akan

mengakibatkan fungsi pancreas menurun sehingga tidak ada sekresi

hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.

Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama

dapat mengiritasi pankreas.

5. Penyakit dan infeksi pada pancreas

Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat

menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan

fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon

untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti

kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan risiko terkena

diabetes mellitus.

6. Pola hidup

Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes

mellitus. Jika orang malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi

untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olahraga berfungsi

untuk membakar kalori yang tertimbun didalam tubuh, kalori yang

tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes

mellitus selain disfungsi pankreas.


7. Kadar kortikosteroid yang tinggi. Kehamilan diabetes gestasional.

8. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.

9. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

D. Klasifikasi

DM dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori klinis (Smeltzer dan

Bare, 2015), yaitu :

1. DM tipe 1

DM tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), dapat

terjadi disebabkan karena adanya kerusakan sel-β, biasanya

menyebabkan kekurangan insulin absolut yang disebabkan oleh

proses autoimun atau idiopatik. Umumnya penyakit ini berkembang

ke arah ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. DM tipe

1 terjadi sebanyak 5-10% dari semua DM. DM tipe 1 dicirikan dengan

onset yang akut dan biasanya terjadi pada usia 30 tahun (Smeltzer

dan Bare, 2015).

2. DM tipe 2

DM tipe 2 atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus),

dapat terjadi karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat

resistensi insulin. DM tipe 2 juga merupakan salah satu gangguan

metabolik dengan kondisi insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak

cukup jumlahnya akan tetapi reseptor insulin di jaringan tidak

berespon terhadap insulin tersebut. DM tipe 2 mengenai 90-95%

pasien dengan DM. Insidensi terjadi lebih umum pada usia 30 tahun,

obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. DM tipe ini sering

terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (Smeltzer dan Bare, 2015).


3. DM tipe tertentu

DM tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain, misalnya, defek

genetik pada fungsi sel-β, defek genetik pada kerja insulin, penyakit

eksokrin pankreas (seperti fibrosis kistik dan pankreatitis), penyakit

metabolik endokrin, infeksi, sindrom genetik lain dan karena

disebabkan oleh obat atau kimia (seperti dalam pengobatan

HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ) (Smeltzer dan Bare,

2015).

4. DM gestasional

DM ini merupakan DM yang didiagnosis selama masa kehamilan,

dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa

kehamilan. Terjadi pada 2-5% semua wanita hamil tetapi hilang saat

melahirkan (Smeltzer dan Bare, 2015).

E. Patofisologi

DM tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan

karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola

pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan

yang sangat penting dalam munculnya DM tipe 2. Faktor genetik ini akan

berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas,

rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas

(Smeltzer dan Bare, 2015).

Mekanisme terjadinya DM tipe 2 umumnya disebabkan karena

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan

terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi

dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe

2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin


menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan (Smeltzer dan Bare, 2015).

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi

akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun

demikian, jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan

kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi

DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri

khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang

adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton

yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada

DM tipe 2. Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol akan

menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik

Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Smeltzer dan Bare, 2015).

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama

bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan

tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering

bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka

pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur

(jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak

terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-tahun adalah terjadinya

komplikasi DM jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati

perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum

diagnosis ditegakkan (Smeltzer dan Bare, 2015).


F. Phatway

Penyakit Obesitas, Gaya


Autoimun Hidup, Usia,
(genetik) Riwayat Keluarga
DM, Pola Makan

Insufisiensi Insulin
Resistensi insulin

DM Tipe I DM Tipe II

Glukosa Penggunaan Glukosa


Otot & Hati ↓ Pankreas berhenti
Intrasel ↓
Glukoneogenesis ↑ memproduksi insulin
Produksi Glukosa Hati ↑
Pembentukan Peningkatan
ATP Terganggu metabolisme protein Hiperglikemia
dan lemak Keseimbangan
Glukosuria Komplikasi
kalori
Mikrovaskuler
Lemah
Cadangan Lemak Diuresis osmotik↑
& Protein ↓ Polifagi
Retinopati Nefropati Neoropati
Intoleransi Polidipsi Poliuria
Aktivitas BB Menurun Ketidakseimbangan
Nutrisi Lebih Parastesia, Sesibilitas
DariKebutuhan Nyeri, Suhu Menurun
Dehidrasi
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Gangguan
DariKebutuhan Risiko Kekurangan Pola Tidur Resiko Infeksi
Volume Cairan
G. Manifestasi klinis

Menurut Riyadi ,S. dan Sukarmin, (2011) manifestasi klinis dijumpai pada

pasien Diabetes Melitus yaitu :

1. Tanda dan gejala spesifik DM Tipe II, antara lain:

a. Penurunan penglihatan

b. Poliuri ( peningkatan pengeluaran urine ) karena air mengikuti glukosa dan

keluar melalui urine.

c. Polidipsia (peningkatan kadar rasa haus)akibat volume urineyang sangat besar

dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel

mengikuti ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti

penurunan gradien konsentrasi keplasma yang hipertonik (konsentrasi tinggi)

dehidrasi intrasel menstimulasi pengeluaran hormon anti duretik (ADH,

vasopresin)dan menimbulkan rasa haus

d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat kataboisme protein di otot dan

ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai

energi. Aliran darah yang buruk pada pasien DM kronis menyebabkan

kelelahan

e. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif yang kronis,

katabolisme protein dan lemak dan kelaparan relatif sel. Sering terjadi

penurunan berat badan tanpa terapi

f. Konfusi atau derajat delirium

g. Konstipasi atau kembung pada abdomen(akibat hipotonusitas lambung)

h. Retinopati atau pembentukan katarak

i. Perubahan kulit, khususnya pada tungkai dan kaki akibat kerusakan sirkulasi

perifer, kemungkinan kondisi kulit kronis seperti selulitis atau luka yang tidak

kunjung sembuh, turgor kulit buruk dan membran mukosa kering akibat

dehidrasi
j. Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek, dan kemungkinan nyeri

perifer atau kebas

k. Hipotensi ortostatik

2. Tanda dan gejala non spesifik DM Tipe II, antara lain:

a. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa diskresi

mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah

b. Gangguan penglihatan yang berhubungan dengan keseimbangan air atau

pada kasus yang berat terjadi kerusakan retina

c. Paretesia atau abnormalitas sensasi

d. Kandidiasis vagina ( infeks ragi ), akibat peningkatan kadar glukosa disekret

vagina dan urine, serta gangguan fungsi imun . kandidiasis dapat

menyebabkan rasa gatal dan kadas di vagina

e. Pelisutan otot dapat terjadi kerena protein otot digunakan untuk memenuhi

kebutuhan energi tubuh

f. Efek Somogyi: Efek somogyi merupakan komplikasi akut yang ditandai

penurunan unik kadar glukosa darah di malam hari, kemudian di pagi hari

kadar glukosa kembali meningkat diikuti peningkatan rebound pada paginya.

Penyebab hipoglikemia malam hari kemungkinan besar berkaitan dengan

penyuntikan insulin di sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri kemudian

menyebabkan peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon

pertumbuhan. Hormon ini menstimulasi glukoneogenesis sehingga pada pagi

harinya terjadi hiperglikemia. Pengobatan untuk efek somogyi ditujukan untuk

memanipulasi penyuntikan insulin sore hari sedemikian rupa sehingga tidak

menyebabkan hipoglikemia. Intervensi diet juga dapat mengurangi efek

somogyi. Efek somogyi banyak dijumpai pada anak-anak.

g. Fenomena fajar ( dawn phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi hari

(antara jam 5 dan 9 pagi) yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan

sirkadian kadar glukosa di pada pagi hari. Fenomena ini dapat dijumpai pada
pengidap diabetes Tipe I atau Tipe II. Hormone-hormon yang memperlihatkan

variasi sirkadian pada pagi hari adalah kortisol dan hormon pertumbuhan,

dimana dan keduanya merangsang glukoneogenesis. Pada pengidap

diabetes Tipe II, juga dapat terjadi di pagi hari, baik sebagai variasi sirkadian

normal maupun atau sebagai respons terhadap hormone pertumbuhan atau

kortisol.

H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Riyadi ,S. dan Sukarmin (2011). Pemeriksaan gula darah pada pasien

Diabetes melitus antara lain :

1. Gula darah puasa (GDO ) 70 -110 mg/dl

Kriteria diagnostik untuk Diabetes melitus > 140 mg/dl paling sedikit dalam dua

kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia, atau IGT

115 – 140 mg/dl

2. Gula darah 2 jam prandial < 140 mg/dl

Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik.

3. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl

Digunakan untuk skrining bukan diagnostik.

4. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

GD < 115 mg/dl ½ jam , 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl,2 jam < 140 mg/dl. TTGO

dilakukan hanya pada pasien yang telah bebas dan diet . Beraktivitas fisik 3 hari

sebelum tes tidak dianjurkan pada:

a. Hiperglikemi yang sedang puasa

b. Orang yang mendapat thiazide, Dilantin, propanolol, lasik, thyroid, Estrogen,

pil KB,steroid.

c. Pasien yang dirawat atau sakit akut atau pasien inaktif


5. Tes Toleransi Glukosa Intravena (TTGI)

Dilakukan jika TTGO merupakan kontra indikasi atau terdapat kelainan

gastrointestinal yang mempengaruhi absorpsi glukosa.

6. Glyeosatet hemoglobin

Berguna untuk memantau kadar glukosa darah rata – rata selama lebih dari 3

bulan. C – Peptidae 1 – 2 mg/dl ( puasa) 5 – 6 kali meningkat setelah pemberian

glukosa untuk mengukur proinsulin (produk saping yang tidak aktif secara

biologis) dari pembentukan insulin dapat membantu menegetahui sekresi insulin.

I. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penderita diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :

1. Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup,

dan mengurangi risiko komplikasi akut.

2. Tujuan jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati dan makroangiopati.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk

mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan

darah, berat badan, dan profil lipid (mengukur kadar lemak dalam darah), melalui

pengelolaan pasien secara komprehensif.

Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertai

dengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila

setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran

metabolik yang diinginkan, baru dilakukan intervensi farmakologik dengan obat - obat

anti diabetes oral atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan

dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat

badan yang menurun dengan cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada keadaan

tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan indikasi dan
dosis menurut petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan

dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah mendapat pelatihan khusus untuk itu

(PERKENI, 2015)

Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama penatalaksanaan terapi

pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa

darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya

komplikasi.

Tatalaksana diabetes terangkum dalam 4 pilar pengendalian diabetes.

Empat pilar pengendalian diabetes, yaitu :

1. Edukasi

Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes. Dengan

mengetahui faktor risiko diabetes, proses terjadinya diabetes, gejala diabetes,

komplikasi penyakit diabetes, serta pengobatan diabetes, penderita diharapkan

dapat lebih menyadari pentingnya pengendalian diabetes, meningkatkan

kepatuhan gaya hidup sehat dan pengobatan diabetes.

2. Pengaturan makan (Diit)

Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk mengendalikan

gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah, serta berat badan ideal. Dengan

demikian, komplikasi diabetes dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan

kenikmatan proses makan itu sendiri. Pada prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi

teratur dan disebar merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip sehat umum,

makanan untuk penderita diabetes sebaiknya rendah lemak terutama lemak

jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks yang berserat termasuk sayur dan buah

dalam porsi yang secukupnya, serta seimbang dengan kalori yang dibutuhkan

untuk aktivitas sehari-hari penderita.

3. Olahraga / Latihan Jasmani

Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga

membutuhkan aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki efek
sangat baik meningkatkan sensitivitas insulin pada tubuh penderita sehingga

pengendalian diabetes lebih mudah dicapai. Porsi olahraga perlu diseimbangkan

dengan porsi makanan dan obat sehingga tidak mengakibatkan kadar gula darah

yang terlalu rendah. Panduan umum yang dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan

intensitas ringan-selama 30 menit dalam sehari yang dimulai secara bertahap.

4. Obat / Terapi Farmakologi

Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah tetap

tidak terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan gaya hidup sehat

di atas. Obat juga digunakan atas pertimbangan dokter pada keadaan-keadaan

tertentu seperti pada komplikasi akut diabetes, atau pada keadaan kadar gula

darah yang terlampau tinggi.

J. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain:

1. Hipoglikemia

Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati dengan

insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan oleh

pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi

alkohol, atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat

berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampai kondisinya

mengancam jiwa.

2. Ketoasidosis diabetic

Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi yang

mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan

diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang menderita

diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim.

3. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosomolar hyperglycemic

syndrome, HHNS) atau koma hiperosmolar


Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang

menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan

hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di

atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala

mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi

cidera serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya koma

atau hampir koma).

4. Neuropati perifer

Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau nyeri

dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam

berbagai cara, yang mencakup gastroparesis (keterlambatan pengosongan

lambung yang menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah makan), diare

noktural, impotensi, dan hipotensi ortostatik.

5. Penyakit kardiovaskuler

Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali lipat

dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini lebih

meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular, penyakit

arteri koroner dan infark miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati

dan neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf pusat.

6. Infeksi kulit

Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena kandungan

glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal ini membuat

lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis.

(Soewondo,2011)
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam


pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang
diagnosa. Data tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan
dalam tahap berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama
1. Riwayat Kesehatan
a.Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b.Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infark miokard.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
2. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap
diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari
akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya
amputasi (Debra Clair,Jounal Februari 2011)
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun
dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui status
kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit
jelek , mual muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d.Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e.Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga klien
mengalami kesulitan tidur
f. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,
lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem)
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
i.Seksualitas
Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan
pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
kontruktif/adaptif.
k.Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan
darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau
normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami
perubahan jika terjadi infeksi.

b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi
komplikasi kulit terasa gatal.

c. Pemeriksaan Kepala dan Leher


Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure)
normal 5-2 cmH2.

d. Pemeriksaan Dada (Thorak)


Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.

e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)


Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.

f. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal

g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus


Sering BAK

h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan

i. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa
terasa baal

j. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC).

2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin


2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas

3. RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
O
1 Ketidakstabila Setelah dilakukan tindakan
n gula darah keperawatan selama 1x 24 jam  Manajemen hiperglikemia
b.d resistensi maka ketidakstabilan gula
insulin darah membaik Observasi :
KH : - Identifikasi kemungkinan penyebab
 Kestabilan kadar glukosa hiperglikemia
darah membaik - Monitor tanda dan gejala
 Status nutrisi membaik hiperglikemia
 Tingkat pengetahuan
meningkat Terapeutik :
- Berikan asupan cairan oral

Edukasi :
- Ajurkan kepatuhan terhadap diet
dan olah raga

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian insulin 6 Iu

 Edukasi program pengobatan

Observasi :
- Identifikasi pengobatan yang
direkomendasi

Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik dan
Benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek samping
pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
indikasi

2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan


b.d Agen Keperawatan 1 x24 jam  Manajemen nyeri
cedera fisik diharapkan nyeri menurun
KH : Observasi :
 Tingkat nyeri menurun - Identifikasi identifikasi lokasi,
 Penyembuhan luka karakteristik, durasi, frekuensi,
membaik kualitas,intensitas nyeri
 Tingkat cidera menurun - Identifikasi skala nyeri

Terapeutik :
- Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Edukasi:
- Jelaskan penyebab dan periode
dan pemicu nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

 Edukasi teknik nafas dalam

Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi

Terapeutik :
- Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan

Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan mamafaat
teknik nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas
dalam

3 Infeksi b.d Setelah dilakukan tintdakan


peningkatan keperawatan selama 1x 24 jam  Pengcegahan Infeksi
Leukosit maka tingkat infeksi menurun
KH : Observasi
 Tingkat nyeri menurun - Monitor tanda dan gejala infeksi
 Integritas kulit dan jaringan lokal dan sistematik
membaik
 Kontrol resiko meningkat Terapetik
- Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
 Perawatan luka

Observasi :
- Monitor karakteristik luka
(drainase, warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi

Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester
seccara perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka

Edukasi:
- Jelaskan tanda,gejala infeksi

Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement

4 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tintdakan


b.d imobilitas keperawatan selama 1x 24  Terapi aktivitas
jam intoleransi aktivitas
membaik Observasi :
KH : - Identifikasi defisit tingkat
 Toleransi aktivitas aktivitas
membaik - Identifikasi kemapuan
 Tingkat keletihan berpartisipasi dalam
menurun aktivitas tertentu

Terapeutik :
- Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuiakan lingkungan
untuk mengakomodasi
aktivitas yang di pilih
- Libatkan keluarga dalam
aktivitas

Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
 Manajenen program
latihan

Observasi :
- Identifikasi pengetahuan
dan pengalaman aktivitas
fisik sebelumnya
- Identifikasi kemampuan
pasien beraktivitas

Terapeutik :
- Motivasi untuk memulai/

melanjutkan aktivitas fisik

Edukasi:
- Jelaskan mamnfaat
aktivitas fisik

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang


dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang
dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan
(Nursallam, 2011).

5. EVALUASI

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis


yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2017. Standards Of Medical Care In


Diabetes. American Diabetes Association Journal

Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta :

EGG

Fatimah, Restyana Noor. 2015. Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Kedokteran


UNILA.

Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

Hasdianah, H.R. 2012. Mengenal Diabetes Melitus pada Orang Dewasa dan
Anak-Anak dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika.

Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Kurniasih. 2013. Asuhan Keperawatan Keluarga Bapak M Dengan


Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Diri Pada Masalah Kesehatan
Diabetes Mellitus Di Rw 05 Kelurahan Cisalak Pasar, Cimanggis, Depo.
Diakses

Padila. (2012). Buku ajar keperawatan keluarga . Yogyakarta : Nuha Medika

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Konsensus Pengelolaan dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.

A Price Sylvia & M Wilson Lorraine.2015.Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit.E/6.Vol.2.Jakarta EGC.

Bararah T. 2013. Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustayaraya

Black, J.M. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Indesia: CV Pentasda Media


Edukasi

Nanda Internasional Inc.Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasifikasi.2015-


2017.Ed 10.Jakarta EGC

Anda mungkin juga menyukai