PENDAHULUAN
Chikungunya adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIK) yaitu yang termasuk dalam famili Togaviridae, genus Alphavirus.
Penyebaran CHIK dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (the yellow
fever mosquito) dan Aedes albopictus (the Asian tiger mosquito) yang merupakan vektor
potensial penyebaran Penyakit Chikungunya. (Depkes, 2007). Penyakit Chikungunya ini
masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat sampai dengan saat ini.
Dari sejarah diduga KLB Chikungunya pernah terjadi pada tahun 1779 di Batavia dan
Kairo; 1823 di Zanzibar; 1824 di India; 1870 di Zanzibar; 1871 di India; 1901 di
Hongkong, Burma, dan Madras; 1923 di Calcuta. Dari tahun 1952 sampai kini virus telah
tersebar luas di daerah Afrika dan menyebar ke Amerika dan Asia. Virus Chikungun
menjadi endemis di wilayah Asia Tenggara sejak tahun 1954. Pada akhir tahun 1950 dan
1960 virus berkembang di Thailand, Kamboja, Vietnam, Manila dan Burma. Tahun 1965
terjadi KLB di Srilanka. (Kemenkes RI, 2012)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep penyakit chikungunya?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit chikungunya?
1.2.3 Baaimana eradikasi dari penyakit chikungunya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep penyakit chikungunya
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit chikungunya
1.3.3 Untuk mengetahui eradikasi dari penyakit chikungunya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Chikungunya berasal dari bahasa Shawill yang menunjukkan gejala pada penderita
dengan arti posisi tubuh meliuk atau melengkung, mengacu pada postur penderita
yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia) dan sumber lain menyebut
berasal dari bahasa Makonde yang artinya melengkung ke atas yang adalah
merujuk pada tubuh bungkuk karena gejala arthritis penyakit ini.
Demam chikungunya adalah jenis penyakit menular dengan gejala utama demam
mendadak, nyeri persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan
serta tulang belakang yang disertai ruam (bintik-bintik kemerahan) pada kulit yang
disebabkan oleh virus jenis Chikungunya, Genus Alphavirus, Famili Togaviridae.
Demam chikungunya adalah penyakit disebabkan oleh virus yang ditularkan ke
manusia melalui nyamuk genus Aedes
2.1.2 Epidemologi Chikungunya
Demam chikungunya disebabkan oleh CHIK virus (CHIKV), virus ini termasuk
famili Alphavirus. Fakta sejarah menyatakan bahwa virus chikungunya terjadi
pertama di negara Afrika dan selanjutnya menyebar ke Asia. Chikungunya telah
menyebar ke beberapa daerah seperti wilayah Afrika dan Asia, termasuk India,
Srilanka, Myanmar, Tailand, Indonesia, dan Malaysia. Studi secara filogenetik
melaporkan bahwa strain virus chikungunya termasuk dalam tiga genotype
berdasarkan kasus di Afrika, Afrika tengah/timur dan Asia, dan selanjutnya
termasuk ke dalam grup yang diisolasi dari Klang di Malaysia.
Demam chikungunya didiagnosis pada pendatang di wilayah Amerika Serikat sejak
tahun 2005 dan 2006. Kasus demam chikungunya dilaporkan kembali di area
Eropa, Canada, Carabbia (Martinique) dan Amerika selatan (French Guyana)
selama tahun 2006. Sejak tahun 2005 – 2006, 12 kasus demam fever didiagnosis
secara serologis dan virologi oleh Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) Amerika serikat dari wilayah yang diketahui sebagai daerah epidemi atau
endemis demam chikungunya. Epidemi yang terjadi di Asia pada wilayah
perkotaan/urban disebabkan oleh vektor nyamuk Ae. Aegypti dan Ae. albopictus.
Seroprevalensi yang dipelajari terhadap Macaca sinica di Srilanka melaporkan
bahwa kerentanan populasi ini terhadap virus tidaklah diketahui.
Transmisi penyakit Chikungunya di Asia, terutama ditularkan oleh vektor nyamuk
Aedes aegypti melalui siklus transmisi orang ke orang di pemukiman padat
penduduk (urban). Tidak diketahui bagaimana virus ini dapat terpelihara di alam.
Tidak ada binatang yang betindak secara pasti sebagai reservoir, sekalipun hasil
dari neutralizing antibody terhadap virus Chikungunya pada monyet di Malaysia
memberi kesan bahwa primata dapat bertindak sebagai host. Tidak sama seperti
virus dengue, transmisi secara transovarial untuk virus Chikungunya belum dapat
didemonstrasikan.
Di Afrika, nonhuman primata juga terlibat dalam siklus transmisi dengan berbagai
spesies nyamuk vektor. Babon dan monyet Cercopithecus dianggap berperan
sebagai inang antara yang menyebarkan virus ke manusia. Nyamuk yang
bertanggung jawab dalam transmisi enzootik pada savana dan hutan tropis Afrika
dikelompokkan dalam dalam dua subgenera Aedes, yaitu: (a) Subgenera :
Stegomya (Ae. africanus, Ae. luteocephalus, and Ae. opok) (b) Subgenera :
Diceromya (Ae. cordillieri, Ae. furcifer, dan Ae. taylor).
Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat
pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI
Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah
Istimewa Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun
1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000) Jawa Barat (Bogor, Bekasi, Depok)
pada tahun 2001. (Ditjen P2 PL, 2015)
2.1.3 Etiologi Chikungunya
Mempengaruhi Peradangan
Hipertermi
metabolism pada
sel hati
Mempengaruhi
Keluar bintik- peningkatan
bintik kemerahan bilirubin
dan gatal
Resiko gangguan
fungsi hati
Resiko integritas kulit
Adapun gejala utama pada pasien yang terkena chikungunya adalah badan terasa
lemas, secara mendadak tubuh terasa demam diikuti dengan rasa linu pada
persendian. Gejala yang khas adalah timbul rasa pegal dan linu pada bagian tulang-
tulang (Chopra, et all, 2011). Virus ini menyerang secara mendadak di daerah
endemis. Masih banyak anggapan di dalam masyakat bahwa demam chikungunya
atau demam tulang ini sebagai penyakit yang berbahaya sehingga membuat cemas
dan menganggap bahwa penyakit ini dapat mengakibatkan kelumpuhan. Pada saat
virus ini berkembang biak didalam darah, penderita akan merasa nyeri pada bagian
tulang dan takut untuk menggerakkannya (Anies, 2006).
Gejala utama terkena chikungunya, tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan
linu di persendian. Bahkan, terdapat gejala khas yaitu timbulnya rasa pegal-pegal,
ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang (demam tulang / flu tulang). Dalam
beberapa kasus didapatkan juga penderita yang terinfeksi tanpa menimbulkan
gejala sama sekali (silent virus chikungunya). Kelumpuhan dapat terjadi pada
kasus demam chikungunya walau hanya bersifat sementara sebagai efek dari
proses perkembangbiakan virus dalam darah yang menimbulkan perasaan nyeri
pada tulang dan seputar persendian sehingga sulit menggerakkan anggota tubuh.
Akan tetapi, itu bukan berarti kelumpuhan total.
2.1.6 Komplikasi Chikungunya
a) Myelomeningoensofalitis
b) Indrom guillain barre
c) Hepatitis fulminan
d) Miokarditis
e) Perikarditis
a) Pemeriksaan Laboratorium
Isolasi Virus (paling akurat)
- 2-5 ml darah dalam minggu I perjalanan penyakit
- Virus CHIK (efek sitopatik) dikonfirmasi dengan antiserum CHIK spesifik
- Hasil didapat dalam 1-2 minggu
b) Pemeriksaan Serologi
- 10-15 ml darah pada fase akut (segera setelah onset klinik terjadi) dan
pada fase penyembuhan (10-14 hari) setelah sampel I diambil.
- Pemeriksaan IgM dilanjutkan MAC-ELISA, hasil dalam 2-3 hari
- Reaksi silang sering terjadi, konversi dengan uji neutralisasi dan HIA
- Diagnosa (+):
Peningkatan antibody 4x pada fase akut dan fase penyembuhan
Antibody IgM spesifik CHIKV (+)
c) Polymerase Chain Reaction (PCR)
- Melalui enzim reserve transcriptase = tes RT-PCR
- Specimen sama dengan untuk isolasi virus
- Hasil didapat dalam 1-2 hari I
2.1.8 Penatalaksanaan Chikungunya
Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya chikungunya yaitu
dengan cara selalu menjaga kebersihan, apalagi disaat musim hujan. Pencegahan
yang mudah dan murah adalah dengan cara 3M yaitu menguras bak mandi,
menutup penampung air serta mengubur sampah. Pencegahan sangat dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan yang dimilki oleh masyarakat tersebut (Notoatmodjo,
2010).
Sampai saat ini belum ada vaksin atau antiviral yang spesifik untuk CHIK.
Pengobatan masih bersifat simtomatik seperti istirahat, pemberian cairan untuk
mempertahankan keseimbangan cairan, obat-obat untuk menurunkan panas badan
(antipiretik). Istirahat dianjurkan selama terdapat gejala sendi akut. Setelah lewat
masa akut, dapat diberikan aspirin untuk nyeri sendi. Pada arthritis yang tidak
dapat diobati dengan aspirin, klorokuin fosfat (250 mg/ hari) memberikan hasil
yang cukup menjanjikan. Beberapa studi menunjukkan bahwa klorokuin fosfat
memiliki efek antiviral terhadap virus CHIK, namun belum konklusif. Masih
dibutuhkan banyak penelitian sebelum dapat dipastikan mengenai aktivitas
antiviral tersebut.
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah proses sistematis berupa pengumpulan, verifikasi, dan
komunikasi data tentang klien. Fase dari pengkajian meliputi : pengumpulan data
dan analisa data
a. Pengumpulan Data
1) Data biografi
a) Identitas Klien
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan Utama
3) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
b) Tanda-tanda vital
c) Kulit
Kaji kedalaman, luas luka bakar, Kaji keadaan kulit mengenai tekstur,
kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan, pruritus, perubahan
warna lain, jerawat, erupsi, kering berlebih, selain itu perlu dikaji apakah
ada sianosis.
d) Kepala
Kaji cedera lain seperti memar pada kepala, periksa kebersihan dan
keutuhan rambut.
e) Mata
Periksa mata untuk mengetahui ada tidaknya nyeri tekan, kaji reflek
cahaya, edema kelopak mata.
f) Hidung
g) Telinga
h) Mulut
i) Tenggorokan
Sakit tenggorokan, kaji adanya kemerahan atau edema, kaji ada tidaknya
kesulitan dalam menelan, tersedak, serak atau ketidakteraturan suara lain.
j) Leher
k) Dada
l) Kardiovaskuler
Kaji bentuk adbomen, keeadaan luka, kaji tanda-tanda infeksi, kaji SBU,
perkusi area abdomen.
Kaji bentuk punggung dan bokong, kaji ekstremitas : CRT, turgor kulit,
kekuatan otot, refleks bisep, trisep, refleks patela, dan achiles.
o) Genitalia
p) Anus
q) Sistem persyarafan
2.2.2 Diagnosa
2.2.3 Perencanaan
2.2.4 Pelaksanaan
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan rencana yang telah disusun
dengan cermat dan rinci. Implementasi ini biasanya selesai setelah dianggap
permanen.
Implementasi ini tidak hanya aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang direncanakan dan
dilaksanakan dengan serius dengan mengacu pada norma-norma tertentu mencapai
tujuan kegiatan. Oleh karena itu, pelaksanaan tidak berdiri sendiri tetapi
dipengaruhi oleh objek berikutnya.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses
dievaluasi setiap selesai melakukan prasat dan evalusi hasil berdasarkan rumusan
tujuan terutama kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acuan tentang
perencanaan lanjutan terhadap masalah nyeri yang dialami oleh pasien.
2.3 Eradikasi Penyakit Chikungunya
Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 50 tahun 2017 tentang standar
baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk vektor dan binatang
pembawa penyakit serta pengendaliannya:
Pengendalian terpadu merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa
metode pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang dilakukan
berdasarkan azas keamanan, rasionalitas, dan efektifitas, serta dengan
mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya. Setiap metode pengendalian
mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kombinasi beberapa metode yang
dilakukan secara terpadu akan dapat menutupi kekurangan masing-masing, sehingga
kegagalan pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dapat diminimalisir.
Lebih dari itu, pengendalian Vektor terpadu diharapkan dapat mengurangi penggunakan
pestisida.
Metode terpadu diaplikasikan terhadap lingkungan dengan pertimbangan:
a) Sasaran Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, jika memungkinkan untuk
beberapa penyakit;
b) Teknologi tepat guna;
c) Efektifitas dan efisiensi;
d) Peluang kerja; dan
e) Integrasi atau keterpaduan.