Anda di halaman 1dari 128

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRAKSI

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN BISNIS BERKELANJUTAN


BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP THE UNITED NATIONS GLOBAL
COMPACT DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
Indah Mei Ruth Pasaribu*)
Dr.Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum.**)
Arif, S.H.,M.Hum.***)
Dunia usaha pada umumnya mengakui bahwa kelangsungan usaha mereka
terkait dengan kelangsungan masyarakat yang lebih luas. Sebagai tantangan sosial,
politik, dan ekonomi yang terjadi disuatu perusahaan baik yang terjadi dalam suatu
Negara dimana perusahaan itu terletak maupun di Negara lain sudah tentu akan
mempengaruhi aktivitas dan bisnis yang dijalankan oleh perusahaan yang
bersangkutan. Oleh karenanya, seiring dengan perkembangan zaman dan
perkembangan masyarakat, semakin banyak perusahaan yang menyadari kebutuhan
untuk berkolaborasi dan bermitra baik dengan pemerintah, masyarakat sipil, tenaga
kerja, atau bahkan bermitra dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang salah satu
bagiannya adalah The United Nations Global Compact.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ini adalah
penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Adapun metode pendekatan yang
digunakan adalah metode pendekatan perudang-undangan dengan menggunakan
bahan hukum primer dan sekunder. Data-data yang diperlukan dikumpulkan dengan
cara penelitian kepustakaan dan kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif
sehingga menghasilkan data yang bersifat deskriptif..
The United Nations Global Compact adalah murni inisiatif sukarela.
Instrumen ini tidak menghukum atau menegakkan perilaku atau tindakan perusahaan.
Sebaliknya, ia dirancang untuk mendorong perubahan dan untuk mempromosikan
good corporate citizenship dan mendorong solusi inovatif dan kemitraan. Kewajiban
bagi perusahaan yang berpartisipasi adalah bahwa mereka harus mengeluarkan
Communication on Progress (COP) atau Komunikasi Kemajuan Tahunan. Sehingga
dibutuhkan kerja sama dari perusahaan untuk menerapkan kesepuluh prinsip dari The
United Nations Global Compact, perusahaan harus membuat Communication on
Progress untuk membantu pelaksanaan dari The United Nations Global Compact.
Dan seharusnya The United Nations Global Compact membuat mekanisme
penyaringan bagi keanggotaan baru, dan mekanisme penegakan hukum untuk
menjamin bahwa peserta perusahaan telah mematuhi Sepuluh Prinsip The United
Nations Global Compact

Kata Kunci : Bisnis Berkelanjutan, The United Nations Global Compact, Dunia
usaha

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


**) Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***) Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala

berkat dan cinta kasih-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai

tugas akhir untuk menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dengan tepat waktu tanpa kurang suatu apapun. Banyak faktor dan

pihak yang turut serta dalam proses penyelesaian skripsi ini baik secara langsung

maupun secara tidak langsung. Penulis ingin berterimakasih untuk semua hal dan para

pihak tersebut.

Adapun judul skripsi ini adalah “TINJAUAN HUKUM TERHADAP

PELAKSANAAN BISNIS BERKELANJUTAN BERDASARKAN

PRINSIPPRINSIP THE UNITED NATIONS GLOBAL COMPACT DALAM

PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skrips ini, akan sulit untuk

menyeleaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Bapak Dr. OK Saidin, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Jelly Leviza,S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

5. Ibu Rabiatul Syahriah, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik dari

semester I sampai dengan semester VIII;

6. Bapak Abdul Rahman, S.H.,M.H., selaku Ketua Departemen Hukum

Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak

melancarkan dan mempermudah proses terselesainya skripsi ini, penulis ucapkan

terimakasih.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar , S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang

telah banyak memberikan masukan dan koreksi yang sangat berguna bagi penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini, dan telah memotivasi penulis untuk

menyelesaikannya dengan baik. Penulis ucapkan banyak terimakasih.

8. Bapak Arif, S.H.,M.H, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak pula

memberikan saran dan perbaikan demi terselesaikannya skripsi ini dengan baik,

penulis ucapkan banyak terimakasih.

9. Seluruh Staf dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas

jasajasanya yang telah membantu saya selama saya menuntut ilmu di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;


10. Kepada kedua orang tua penulis, papa saya, Ramses Pasaribu, S.H.,M.H., dan

mama saya Dra. Punia Silitonga yang telah memberikan hal yang tak terhitung,

dari materi, tenaga dan pikiran serta doa bagi saya. Memberikan semangat dan

motivasi, menyediakan jalan keluar dan solusi untuk setiap keluhan saya, tak
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pernah lupa memberikan nasehat serta berkat agar semua berjalan lancar dengan

baik. Selalu menjadi tempat saya mengeluarkan segala keluh kesah saya.

11. Kepada abang dan kakak-kakak saya, Juria Besty Pasaribu, S.H., M.Kn., Willis

Kristian Halomoan Pasaribu, S.T., dan Cynthia Mutiara, S.T., yang selalu mau

mendengarkan pertanyan-pertanyaan saya dan menjawabnya dengan sabar,

memberikan nasehat dan selalu mendukung saya. Terimakasih untuk semua doa

dan kasih yang kalian berikan.

12. Kepada sahabat saya, Martina Gracia, S.H., dan Bebi Sari Dewi Harahap, mulai

dari Grup A yang masih canggung sampai kita gila-gilaan bareng dan masuk

ILSA bareng-bareng. Terimakasih buat kalian berdua yang selalu membantu,

mendukung, memberikan masukan selama kita bareng di kuliah dan

memberikan canda tawa.

13. Kepada Hafni Zanna Dewi dan Wira Paskah Withyanti, walaupun kita baru kenal

pada saat kerja kelompk di ILSA tapi kenagan kalian uda banyak dan sangat

membekas di benak ku. Terimakasih atas dukungan dan kelucuan kalian berdua

yang telah mewarnai hari-hari ku.

14. Kepada anak CHABE yang lain, Amanda, Giani, dan Ghina, terimakasih sudah

mau kompak di departemen ini, dan teman-teman dari International Law Student

Association (ILSA) 2016 yang juga sudah banyak sharing dan yang baik-baik

sama saya, thankyou.

15. Kepada kepada Bang Dedi, sekretaris departemen hukum internasional,

terimakasih banyak atas bantuannya.

16. Kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik secara

langsung maupun tidak langsung telah membantu proses penyelesaian skripsi ini,

saya ucapkan terimakasih.

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Medan, April 2017

Penulis

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................


A. Latar Belakang.........................................................................................................1
.........................................................................................................................................
B. Perumusan Masalah..................................................................................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan.................................................................................7
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
D. Keaslian Penulisan...................................................................................................8
E. Tinajuan Kepustakaan...............................................................................................9
F. Metode Penulisan....................................................................................................12
G. Sistematika Penulisan.............................................................................................14
BAB II ATURAN - ATURAN INTERNASIONAL MENGENAI DUNIA
USAHA ...........................................................................................................................
A. Panduan Dunia Usaha Secara Internasional...........................................................17
1. Panduan Dunia Usaha Menurut International Labour
Organization ............................................................... ........20
2. Panduan Dunia Usaha Menurut International
Organization of Employers .......................................... ........24
3. Panduan Dunia Usaha Menurut International Trade Union
Confederation .................................................... ...................26
B. Pengertian The United Nations Global Compact...................................................29
1. Tata Kelola The United Nations Global Compact..............30
2. Dukungan Dunia Terhadap Perkembangan The United
Nations Global Compact .............................................. ........41
BAB III PRAKTIK PELAKSANAAN 10 PRINSIP BISNIS
BERKELANJUTAN THE UNITED NATIONS GLOBAL COMPACT ....................
A. 10 Prinsip Bisnis menurut The United Nation Global
Compact ............................................................................. .......................................45
B. Pelaksanaan Bisnis Menurut The United Nation Global
Compact ............................................................................. .......................................52
1. Prinsip Hak Asasi Manusia (Prinsip 1-2) The United
Nation Global Compact ......................................... .......52
2. Prinsip Ketenagakerjaan (Prinsip 3-6) The United
Nation Global Compact ......................................... ........79
3. Prinsip Lingkungan (Prinsip 7-9) The United Nation
Global Compact ..................................................... ......102
4. Prinsip Anti Korupsi (Prinsip 10) The United Nation
Global Compact ..................................................... ......110
BAB IV TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN PRAKTIK BISNIS
BERKELANJUTAN BERDASARKAN THE UNITED NATIONS GLOBAL
COMPACT .....................................................................................................................
A. The United Nations Global Compact Dalam Pandangan Nilai-Nilai Pancasila Dan
Undang Undang Dasar 1945 .... ..............................................................................112

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
B. Pelaksanaan Praktik Bisnis Berkelanjutan Berdasarkan The United Nations Global
Compact di Indonesia ................... ..........................................................................116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................................119
B. Saran.....................................................................................................................121
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................123

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Usia Minimum Anak Yang Diperbolehkan Bekerja .......................... 94

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dan perubahan lingkungan yang begitu cepat dan dramatis,

termasuk perubahan selera konsumen, kemajuan teknologi serta perubahan sosial

ekonomi, telah mengakibatkan timbulnya persaingan bisnis dalam berbagai industri

yang begitu ketat. Perkembangan dan perubahan terjadi secara lintas geografis, secara

popular perkembangan tersebut dikenal dengan istilah globalisasi.

Globalisasi dewasa ini memberi konsekuensi terhadap meluasnya

perdagangan internasional. Perdagangan internasional membawa dampak munculnya

transaksi dengan negara lain yang tentu saja mempunyai kelebihan dan kelemahan

tersendiri dibanding dengan transaksi perdagangan lokal. Salah satu konsekuensi dari

adanya transaksi antar negara adalah munculnya resiko-resiko dari transaksi

perdagangan tersebut

Schwarzeberger menekankan bahwa Hukum Ekonomi Internasional hanya

menyangkut aspek-aspek fenomena ekonomi yang berada dalam ruang lingkup

Hukum Internasional Publik. Hukum ekonomi internasional tidak dapat memasukkan

segala hal yang memengaruhi pelaku bisnis sekalipun berdimensi internasional. 1

Perusahaan dan bisnis sebagai pendorong utama globalisasi dan perkembangan

ekomoni dapat membantu memastikan bahwa pasar, perdagangan, teknologi, dan

1 Georg Schwrzenberger, The Frontiers Of International Law, Stevenns & Sons Limited,
London, 1962, hlm. 213-214
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

keuangan dapat memberikan manfaat baik manfaat ekonomi bagi perusahaan yang

bersangkutan, manfaat ekonomi bagi negara, maupun manfaat bagi masyarakat pada

umumnya.

Menurut Charnovitz, Negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan

peraturan perundangan dan organisasi yang memadai baik untuk kepentingan dalam

negeri maupun unutk mencegah tumpahan kesulitan ekonominnya kenegara lain.

Sekalipun gagasan-gagasannya seperti eksentrik, akan tetapi mengandung butir-butir

kearifan tentang kemungkinan adanya tantangan-tantangan bagi kebijakan ekonomi

internasional di masa mendatang. Misalnya, bahwa perdagangan bebas tidak bisa

diterima apabila sejumlah permasalahan lainnya tidak dipecahkan secara simultan.2

Dunia usaha pada umumnya mengakui bahwa kelangsungan usaha mereka

terkait dengan kelangsungan masyarakat yang lebih luas. Sebagai tantangan sosial,

politik, dan ekonomi yang terjadi di suatu perusahaan baik yang terjadi dalam suatu

Negara dimana perusahaan itu terletak maupun di Negara lain sudah tentu akan

mempengaruhi aktivitas dan bisnis yang dijalankan oleh perusahaan yang

bersangkutan. Oleh karenanya, seiring dengan perkembangan zaman dan

perkembangan masyarakat, semakin banyak perusahaan yang menyadari kebutuhan

untuk berkolaborasi dan bermitra baik dengan pemerintah, masyarakat sipil, tenaga

kerja, atau bahkan bermitra dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang salah satu

bagiannya adalah The United Nations Global Compact.

Perkembangan bisnis saat ini ditandai dengan percepatan yang belum pernah

terjadi sebelumnya, dan bisnis merupakan pencampuran dari resiko dan peluang.

Sebuah perusahaan dapat terganggu bisnisnya dengan cepat oleh karena banyak

2 Steve Charnovitz, What Is International Economic law ?, Journal Of International Economic


Law, Vol 14 No. 1, March 2011, hlm 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

faktor, baik itu karena munculnya sebuah teknologi baru atau karena kurangnya

sumber daya alam, sebuah pasar baru yang dapat muncul karena trend yang

berkembang di masyarakat. Ada pemahaman baru yang berkembang bahwa tidak

cukup bagi perusahaan untuk menyibukkan diri hanya dengan keuntungan jangka

pendek, perusahaaan yang memahami tantangan ini akan mengambil tindakan untuk

bisnis berkelanjutan dalam jangka panjang.

The United Nations Global Compact atau yang dapat diterjemahkan kedalam

bahasa Indonesia sebagai Global Compact Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau

dapat pula disingkat dengan UNGC merupakan inisiatif kebijakan strategis bagi

perusahaan-perusahaan yang berkomitmen untuk menyelaraskan kebijakan dan

operasi strategis mereka dengan sepuluh prinsip universal di bidang hak asasi

manusia, perburuhan, lingkungan, dan antikorupsi. Dengan demikian, perusahaan dan

bisnis sebagai pendorong utama globalisasi dan memastikan bahwa pasar,

perdagangan, teknologi, dan keuangan dapat memberikan manfaat baik manfaat

ekonomi bagi perusahaan, manfaat ekonomi bagi negara (sebagai sumber pemasukan

negara), maupun manfaat bagi masyarakat pada umumnya.

Keberadaan United Nations Global Compact ditambah dengan dukungan dari

perusahaan-perusahaan yang ada diseluruh dunia telah menjadikan The Unites

Nations Global Compact sebagai suatu kerangka kerja praktis untuk

mengembangkan, mengimplementasikan, dan merumuskan kebijakan, serta

melaksanakan praktik bisnis yang berkelanjutan. The United Nations Global

Compact tidak hanya berbicara mengenai prinsip dan asas tetapi berbicara mengenai

alternative, cara, pengimplementasian, atau sebuah blue print bagi perusahaan dalam

menjalankan aktivitas dan bisnisnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Karya-karya yang dihasilkan oleh United Nations Global Compact disusun

untuk mencapai visi ekonomi global yang berkelanjutan dan inklusif serta dapat

memberikan manfaat yang berkelanjutan baik bagi perusahaan, Negara, orang

perseorangan, masyarakat, dan pasar.

Untuk mewujudkan visi ekonomi global yang berkelanjutan ini, inisiatif

perusahaan dituangkan dalam sepuluh prinsip yang membahas mengenai strategi

bisnis dan operasi perusahaan di seluruh dunia, yakni 10 prinsip The United Nations

Global Compact. Kesepuluh prinsip The United Nations Global Compact tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Businesses should support and respect the protection of internationally

proclaimed human rights (bisnis harus mendukung dan menghormati

perlindungan hak asasi manusia yang diplokamirkan secara interasional).

2. Make sure that they are not complicit in human rights abuses (memastikan

bahwa dunia usaha tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia).

3. Businesses should uphold the freedom of association and the effective

recognition of the right to collective bargaining (bisnis harus menjunjung

tinggi kebebasan berserikat dan pengakuan hak untuk berunding bersama

secara efektif).
4. The elimination of all forms of forced and compulsory labour (penghapusan

segala bentuk kerja paksa dan kerja wajib).

5. The effective abolition of child labour (penghapusan pekerja anak secara

efektif).

6. The elimination of discrimination in respect of employment and occupation

(penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

7. Businesses should support a precautionary approach to environmental

challenges (bisnis harus mendukung pendekatan yang bersifat preventif

terhadap masalah lingkungan).

8. Undertake initiatives to promote greater environmental responsibility

(melakukan inisiatif untuk mempromosikan tanggung jawab yang lebih besar

terhadap lingkungan hidup).

9. Encourage the development and diffusion of environmentally friendly

technologies (mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi ramah

lingkungan).

10. Businesses should work against corruption in all its form, including extortion

and bribery (bisnis harus melawan tindak pidana korupsi dalam segala

bentuknya, termasuk tindak pemerasan dan penyuapan).3

Dengan adanya 10 prinsip ini, perusahaan di berbagai belahan dunia telah

setuju untuk mengkristalisasi segala tindakan bisnis mereka sesuai dengan

prinsipprinsip yang terkandung dalam The United Nations Global Compact dan untuk

senantiasa mendukung tujuan dan senantiasa mengatasi masalah Perserikatan Bangsa

Bangsa dengan penekanan pada kolaborasi dan tindakan kolektif.

Keberadaan The United Nations Global Compact adalah sebagai instrument

atau alat atau wadah untuk membantu perusahaan dalam pengelolaan resiko bisnis

yang semakin kompleks dan mencegah penyalahgunaan atau pelanggaran sektor

lingkungan, sosial dan tata kelola, pasar dan masyarkat secara luas dengan cara

menanamkan dan mengimplementasikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai universal

untuk kepentingan semua pihak.


3 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles (diakses pada tanggal 29
Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

The United Nations Global Compact adalah inisiatif sukarela yang bertujuan

untuk memajukan prinsip-prinsip universal di bidang hak asasi manusia, perburuhan,

lingkungan, dan antikorupsi melalui keterlibatan aktif perusahaan, masyarakat sipil,

dan perwakilan serikat buruh serta pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan.

Dalam bidang hak asasi manusia, misalnya sebuah komunitas bisnis, perusahaan

memiliki tanggung jawab untuk senantiasa menghormati, menghargai, serta

menjujung tinggi hak asasi manusia yaitu dengan tidak melanggar hak asasi manusia

dalam menjalankan segala aktivitas dan bisnisnya. Dan dalam bidang lainnya yatu

perlindungan tenaga kerja, perlindungan lingkungan hidup, peranan perusahaan

dalam memerangi tindak pidana korupsi.

Berdasarkan uraian diatas, maka dirasa dipenting untuk mengkaji lebih lanjut

bagaimana praktik bisnis berkelanjutan ini, hal semacam inilah yang melatar

belakangi penulis untuk membahas dan menyusun sebuah skripsi yang berjudul :

“Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Praktik Bisnis Berkelanjuatan


Berdasarkan Prinsip-Prinsip The United Nation Global Compact Dalam

Perspektif Hukum Internasional”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan dunia usaha dalam hukum internasional ?

2. Bagaimana pelaksanaan 10 prinsip bisnis berkelanjutan The United

Nations Global Compact ?

3. Bagaimana pelaksanaan praktik bisnis berkelanjutan berdasarkan The

United Nation Global Compact ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan-pengaturan yang terdapat

dalam hukum internasional tentang panduan dunia usaha

2. Untuk mengetahui pelaksanaan 10 prinsip bisnis berkelanjutan The United

Nations Global Compact

3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan praktik binis berkelanjutan

berdasarkan The United Nations Global Compact

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat teoritis, yakni untuk menambah bahan penelitian bagi literatur

yang berkenaan dengan panduan dunia usaha untuk menyelenggarakan

praktik bisnis berkelanjutan, serta dapat dijadikan sebagai dasar bagi

penelitian yang subjeknya dalam bidang yang sama.

2. Manfaat praktis, yakni penilitian ini diharapkan dapat menjadi masukan

bagi para pelaksana bisnis dan pemerintah dalam melaksanakan

prinsipprinsip dalam United Nations Global Compact untuk membantu

terlaksananya bisnis berkelanjutan, serta penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi bagi perusahaan, Negara, orang perseorangan,

masyarakat, dan pasar tentang prinsip bisnis berkelanjutan menurut

United Nations Global Compact.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini yang berjudul: “Tinjauan Hukum Terhadap

Pelaksanaan Praktik Bisnis Berkelanjuatan Berdasarkan Prinsip-Prinsip The

United Nation Global Compact Dalam Perspektif Hukum Internasional”

merupakan tulisan yang masih baru yang berasal dari hasil pemikiran penulis sendiri

tanpa adanya jiplakan dari hasil tulisan milik orang lain. Dan belum ada tulisan dalam

bentuk skripsi yang membahas tentang hal ini. Demikian juga dengan pembahasan

yang diuraikan berdasarkan pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi

Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal 22 September 2016, karya tulis berjudul

sama belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan ini penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan keasliannya, baik secara ilmiah ataupun secara akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, laporan-laporan,

dan informasi dari internet. Untuk itu, diberikan penegasan dan pengertian dari judul

penelitian, yakni yang diambil dari sumber-sumber buku yang memberikan

pengertian terhadap judul penelitian ini, ditinjau dari sudut etimologi (arti kata) dan

pengertian-pengertian lainnya dari sudut ilmu hukum maupun pendapat dari para

sarjana sehingga mempunyai arti yang lebih tegas.

1. Bisnis

Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual

barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan

laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata

dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan

pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

Secara etimologi, bisnis berarti keadaan di mana seseorang atau

sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan

keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung

skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan

usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang

bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas

dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian."

Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang

dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Namun definisi

"bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.4

2. Bisnis Berkelanjutan

Kemampuan Sebuah Perusahaan untuk mencapai tujuan bisnis dan

meningkatkan nilai jangka panjang bagi pemegang saham dengan

mengintegrasikan ekonomi, sosial dan lingkungan ke dalam strategi

bisnisnya.5

3. Perserikatan Bangsa Bangsa

Tujuan Berdirinya PBB :

PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) didirikan pada tanggal 24 Oktober

1945 Oleh negara-negara Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina

4 https://id.wikipedia.org/wiki/Bisnis ( diakses pada tanggal 07 Maret 2017)


5 http://rahayupujiastuti25.blogspot.co.id/2013/03/manajemen-berkelanjutan.html (diakses
pada tanggal 07 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

(sekarang Republik Rakyat Tiongkok), Perancis, Uni Soviet (sekarang

Rusia), dan Inggris. PBB didirikan dengan tujuan untuk memelihara

perdamaian dan keamanan, untuk mengembangkan hubungan

persahabatan dan kerjasama antar bangsa dalam memecahkan

masalahmasalah ekonomi, sosial, kebudayaan, dan kemanusiaan, serta

memajukan penghormatan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan-

kebebasan dasar.

Disamping itu PBB juga bertujuan untuk menjadi pusat dalam

merukunkan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan-tujuan bersama

diatas.6

4. The United Nations Global Compact

The United Nations Global Compact is a United Nations initiative to


encourage businesses worldwide to adopt sustainable and socially
responsible policies, and to report on their implementation. The UN
Global Compact is a principle-based framework for businesses,
stating ten principles in the areas of human rights, labour, the
environment and anti-corruption. Under the Global Compact,
companies are brought together with UN agencies, labour groups and
civil society. Cities can join the Global Compact through the Cities
Programme.7

United Nations Global Compact adalah inisiatif PBB untuk

mendorong bisnis di seluruh dunia untuk mengadopsi kebijakan yang

berkelanjutan dan bertanggung jawab secara sosial, dan untuk melaporkan

pelaksanaannya. United Nations Global Compact adalah kerangka

prinsipberbasis bisnis, menyatakan sepuluh prinsip di bidang hak asasi

manusia, perburuhan, lingkungan dan anti-korupsi. Di bawah Global

6 Mizwar Djamily,dkk, Mengenal PBB dan 170 Negara Di Dunia, Cetakan Keenam, Penerbit
PT. Kreasi Jaya Utama, hlm.10
7 https://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Global_Compact (diakses pada tanggal 07
Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Compact, perusahaan dibawa bersama-sama dengan badan-badan PBB,

kelompokkelompok buruh dan masyarakat sipil.

The United Nations Global Compact adalah inisiatif sukarela yang

bertujuan untuk memajukan prinsip-prinsip universal di bidang hak asasi

manusia, perburuhan, lingkungan, dan antikorupsi melalui keterlibatan

aktif perusahaan, masyarakat sipil, dan perwakilan serikat buruh serta

pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan.

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang akan ditempuh dalam memperoleh data-data

atau bahan-bahan penelitian meliputi:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam

pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum

normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum

yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal

dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan

bidang hukum.8

2. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian karya tulis ini adalah data

sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang telah

jadi, dikumpulkan dan diolah menjadi data yang siap pakai. 9 Data sekunder

dalam penulisan ini terdiri dari :

8 Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 33
9 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat

dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang relevan dengan

masalah penelitian, yakni berupa Perjanjian Internasional, Resolusi oleh

Majelis Umum PBB tentang United Nations Global Compact,

Konvensikonvensi International Labour Organization (ILO), The

Universal

Declaration of Human Rights, The United Nations Confererence on

Environment and Development (Rio de Janeiro)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan

tulisantulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks,

thesis, disertasi, jurnal, makalah, surat kabar, majalah, artikel, internet,

dan lainlain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu semua dokumen yang berisi

konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus

bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain baik di bidang hukum maupun di luar

bidang hukum yang digunakan untuk melengkapi data penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Penelitian Kepustakaan

(Library Research), dalam teknik pengumpulan data melalui library research

ini maka penulis memperoleh bahan-bahan dan informasi-informasi sekunder

yang diperlukan dan relevan dengan penelitian baik itu dari literature-literatur

ilmiah, majalah, buku-buku, surat kabar, internet serta sumber-sumber

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

informasi lainnya. Bentuk bisa berupa data-data yang terdokumentasi melalui

situs-situs internet yang relevan.

4. Analisis Data
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian

hukum normatif. Pengolahan data yang hakekatnya merupakan kegiatan

untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan dibahas. Analisa

data dilakukan dengan:10

a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan

yang diteliti;

b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan

penelitian;

c. Mengsistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin;

d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau

doktrin yang ada;

e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif. Pendekatan deduktif,

yaitu diawali dengan mengemukakan yang bersifat umum kemudian

diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar

tidak terjadi kesimpangsiuran dalam penelitian skripsi ini, maka penulis membaginya

dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub-sub bab.

Adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:

10 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm. 45.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar

Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode


Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II

ATURAN - ATURAN INTERNASIONAL MENGENAI DUNIA

USAHA

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai aturan internasional


mengenai dunia usaha baik itu menurut International Labour
Organization (ILO), International Organization of Employers (IOE),
dan menurut International Trade Union Confederation (ITUC).
Serta berisi pengertian The United Nations Global Compact, dan tata
kelolanya

BAB III PRAKTIK PELAKSANAAN 10 PRINSIP BISNIS


BERKELANJUTAN THE UNITED NATIONS

GLOBAL COMPACT

Bab ini berisikan tentang gambaran umum 10 prinsip The United

Nations Global Compact dan pelaksanaan 10 prinsip bisnis

berkelanjutan The United Nations Global Compact yang sudah

terlaksana sampai saat ini.


BAB IV TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN PRAKTIK BISNIS

BERKELANJUTAN BERDASARKAN THE UNITED


NATIONS

GLOBAL COMPACT
Bab ini berisikan bagaimana The United Nations Global Compact

dalam nilai-nilai pancasila dan Undang Undang Dasar Negara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

Republik Indonesia serta bagaimana pelaksanaan praktik bisnis The

United Nations Global Compact di Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisi kesimpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi
objek penelitian dan saran yang berdasarkan hasil dari penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II ATURAN - ATURAN INTERNASIONAL MENGENAI DUNIA
USAHA

A. Panduan Dunia Usaha Secara Internasional

Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

memproklamasikan Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia), yang memuat pokok-pokok hak asasi manusia dan kebebasan

dasar, dan yang dimaksudkan sebagai acuan umum hasil pencapaian untuk semua

rakyat dan bangsa bagi terjaminnya pengakuan dan penghormatan hak-hak dan

kebebasan dasar secara universal dan efektif, baik di kalangan rakyat negara-negara

anggota PBB sendiri maupun di kalangan rakyat di wilayah-wilayah yang berada di

bawah yurisdiksi mereka. Masyarakat internasional menyadari perlunya penjabaran

hak-hak dan kebebasan dasar yang dinyatakan oleh Universal Declaration of Human

Rights ke dalam instrumen internasional yang bersifat mengikat secara hukum. 11

Economic Social and Culture Rights atau lebih dikenal sebagai ECOSOC merupakan

salah satu kovenan Hak Asasi Manusia (HAM) yang memuat penegasan hak-hak

dasar ekonomi, sosial dan budaya setiap manusia.

Hak-hak dasar tersebut diantaranya ialah hak untuk memperoleh pekerjaan,

hak untuk mencapai taraf kesehatan yang tinggi, hak untuk memperoleh pendidikan,

hak atas pemukiman dan sebagainya. United Nations Economic and Social Council

11 Penjelasan atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang
pengesahan International Covenant On Economic, Social, and Cultural Rights.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17

17

(Dewan Ekonomi dan Sosial) ini terdiri atas 18 anggota dengan hak yang sama

selama 3 tahun. Tugas Dewan Ekonomi dan Sosial :

1. Mengadakan penyelidikan dan menyusun laporan tentang soal-soal

ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan di seluruh dunia;

2. Membuat rencana perjanjian tentang soal tersebut dengan negara-negara

anggota untuk diajukan kepada Majelis Umum;

3. Mengadakan pertemuan-pertemuan internasional tentang hal-hal yang

termasuk tugas dan wewenangnya.

Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Ekonomi dan Sosial ini dibantu oleh

badan-badan khusus seperti :

1. FAO (Food and Agriculture Organisation / Organisasi Pangan dan

Pertanian);

2. WHO (World Health Organisation / Organisasi Kesehatan Sedunia);

3. ILO (International Labour Organisation / Organisasi Buruh


Internasional);

4. IMF (International Monetary Fund / Dana Moneter Internasional)

5. IAEA (International Atomic Energy Agency / Badan Tenaga Atom

Internasional)

6. IBRD (International Bank for Reconstrustion and Development / Bank

Internasional untuk Pembangunan dan Rekonstruksi)

7. UPU (Universal Postal Union / Perhimpunan Pos Sedunia)

8. ITU (International Telecommunication Union / Persatuan Telekomunikasi

Internasional)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

9. UNHCR (United Nation High Commissioner for Refugees / Organisasi

PBB yang mengurus para pengungsi)

10. UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organisation / Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan

Kebudayaan)

11. UNICEF (United Nations Children Fund / Badan PBB yang mengurusi

anak-anak)

12. GATT (The General Agreement on Tariffs and Trade / Persetujuan

tentang tarif dan perdagangan).12

Selain itu ada International Chamber of Commerce, International Chamber of

Commerce (ICC; Indonesia: Kamar Dagang Internasional) merupakan sebuah

organisasi nirlaba internasional yang bekerja mempromosikan dan mendukung

perdagangan global dan globalisasi. Berperan sebagai perwakilan sejumlah bisnis

dunia dalam ekonomi global, terhadap pertumbuhan ekonomi, pembuatan lowongan

kerja, dan kemakmuran. Sebagai sebuah organisasi bisnis global, terdiri dari negara

anggota, badan ini membantu pembangunan global pada masalah bisnis.

International Chamber of Commerce (ICC) memiliki akses langsung ke pemerintah

nasional di seluruh dunia melalui komite nasionalnya.

Untuk mencapai tujuannya, International Chamber of Commerce (ICC) telah

membuat sejumlah aktivitas. International Chamber of Commerce International

Court of Arbitration merupakan sebuah badan yang mendengar dan menyelesaikan

sengketa pribadi antara partai. Pembuatan kebijakan mereka dan pembelaannya

12 https://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Ekonomi_dan_Sosial_Perserikatan_Bangsa-Bangsa
(diakses pada tanggal 29 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

menjadikan pemerintah nasional, sistem PersBB dan badan global lainnya

mengetahui pemandangan bisnis dunia pada beberapa isu terhangat hari ini.1314

Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengaturan dunia usaha

menurut beberapa organisasi seperti:

1. Panduan Dunia Usaha Menurut International Labour Organization

Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO adalah badan Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) yang terus berupaya mendorong terciptanya peluang bagi

perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif

secara bebas, adil, aman dan bermartabat. Tujuan utama ILO adalah mempromosikan

hak-hak di tempat kerja, mendorong terciptanya peluang kerja yang layak,

meningkatkan perlindungan sosial serta memperkuat dialog untuk mengatasi

permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dunia kerja.15

International Labour Organization (ILO) adalah lembaga Perserikatan

Bangsa-Bangsa yang dibentuk dengan tujuan menetapkan peraturan ketenagakerjaan

internasional. ILO mempunyai struktur tripartit dan di perintah oleh para perwakilan

pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Prinsip-prinsip ketenagakerjaan diambil dari

konvensi dan rekomendasi ILO, yang menetapkan standar ketenagakerjaan

internasional untuk serangkaian subjek yang terkait dengan dunia ketenagakerjaan,

termasuk hak asasi manusia di tempat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja,

kebijakan kerja dan pengembangan sumber daya manusia.

Kekhawatian yang semakin meningkat tentang dampak sosial dari globalisasi

mendorong anggota ILO – yaitu perwakilan pemerintah, pengusaha dan pekerja di

13 https://id.wikipedia.org/wiki/International_Chamber_of_Commerce (diakses pada tanggal


14 Maret 2017)
15 www.ilo.org (diakses pada tanggal 07 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

tingkat internasional – untuk mengakui di tahun 1995 bahwa ada empat kategori

peraturan ketenagakerjaan, yang disampaikan dalam delapan konvensi (yang disebut

“konvensi utama”), yang harus dianggap fundamental karena konvensi-konvensi ini

melindungi hak-hak dasar para pekerja. Keempat kategori ini adalah :16

a. Kebebasan berserikat dan pengakuan secara efektif atas hak untuk

melakukan perundingan bersama;

b. Penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib;

c. Penghapusan pekerja anak secara efektif; dan

d. Penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan.

Proses ini mencapai puncaknya di tahun 1998 dengan ditetapkannya deklarasi

ILO tentang Prinsip dan Hak Fundamental di Tempat Kerja. Deklarasi ini

menegaskan bahwa semua negara anggota ILO, malaupun mereka mungkin belum

meratifikasi konvensi terkait, berkewajiban berdasarkan fakta keanggotaan mereka

dalam ILO untuk menghormati, mempromosikan serta mewujudkan prinsip-prinsip

terkait hak-hak fundamental yang menjadi inti dari konvensi-konvensi tersebut.17

Penerapan deklarasi ini telah menegaskan keinginan masyarakat internasional

untuk menghadapi tantangan globalisasi. Deklarasi ini dimaksudkan untuk

memastikan bahwa kemajuan sosial terkait dengan kemajuan dan pertumbuhan

ekonomi. Deklarasi ini menyediakan tolak ukur (benchmark) untuk perilaku dunia

usaha yang bertanggung jawab sehingga sering dijadikan rujukan dalam upaya-upaya

Tanggung Jawab Sosial Korporasi atau Corporate sosial Responsibility (CSR) seperti

Global Compact PBB.

16 Prinsip-prinsip Ketenagakerjaan Global Compact Perserikan Bangsa Bangsa Panduan


Untuk Dunia Usaha, hlm 13, http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-
bangkok/@ilojakarta/documents/publication/wcms_126247.pdf (diakses pada tanggal 10 Maret 2017)
17 Informasi lebih lanjut tentang deklarasi ini, dapat dilihat pada :
http://www.ilo.org/declaration

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Instrumen utama ILO dalam mempromosikan peraturan dan prinsip

ketenagakerjaan di dunia korporasi adalah Deklarasi Prinsip Tripartit tentang

Perusahaan Multi Nasional serta Kebijakan Sosial (Deklarasi PMN ILO). Deklarasi

PMN ILO sifatnya unik dibidang ini karena ia disusun oleh perwakilan pemerintah,

pengusaha, dan pekerja, dan merupakan instrument yang paling komprehensif dalam

meningkatkan demensi ketenagakerjaan dari Corporate sosial Responsibility (CSR).

Deklarasi PMN ILO berisi beberapa rekomendasi tentang bagaimana cara

perusahaan menerapkan prinsip-prinsip yang diambil dari peraturan ketenagakerjaan

internasional di bidang kebijakan umum, promosi dan keamanan kerja, kesempatan

dan perlakuan yang adil, pelatihan, upah dan tunjangan, usia minimum, keselamatan

dan kesehatan kerja, dan hubungan insdustrial. Dengan demikian, deklarasi ini

menyediakan panduan yang lebih terperinci tentang masalah-masalah

ketenagakerjaan serta gambaran yang lebih lengkap tentang bagaimana perusahaan

dapat mengoptimalkan kontribusi positif mereka kepada masyarakat, serta

mengurangi dampak negatifnya.

Konvensi-konvensi ILO adalah kesepakatan internasional yang setelah diratifi

kasi oleh negara anggota, akan menjadi kewajiban untuk mewujudkannya dalam

bentuk undang-undang nasional yang pada akhirnya mengikat kerja perusahaan.

Perusahaan harus menghormati undang-undang nasional dalam upaya mereka

meningkatkan Prinsip-prinsip Ketenagakerjan. Walaupun hanya negara anggota yang

meratifikasi konvensi-konvensi ini, namun konvensi dan rekomendasi ini berisi

prinsip dan panduan penting yang mungkin juga relevan dengan perusahaan yang

sedang berusaha meningkatkan praktek-praktek perusahaan di tempat kerja

melampaui ranah kepatuhan hukum (legal compliance). Deklarasi PMN ILO

mengambil prinsip-prinsip yang mendasari beberapa peraturan internasional tertentu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

yang ditujukan kepada pemerintah dan menyatakannya sebagai harapan yang terkait

dengan perilaku dunia usaha. Ringkasan dari prinsip-prinsip Deklarasi PMN ILO

untuk perusahaan tercantum dalam Lampiran 1.18

Deklarasi PMN ILO dapat memberi panduan bagi para peserta Global

Compact PBB tentang keempat prinsip ketenagakerjaan dan juga bidang-bidang

penting lainnya. Deklarasi PMN ILO ini didasari pada pengakuan bahwa

prinsipprinsip tertentu yang diambil dari standar internasional juga relevan untuk

perusahaanperusahaan.

Prinsip-prinsip ketenagakerjaan Global Compact PBB didasari pada beberapa

standar tertentu, yang terkait dengan hak-hak fundamental. Untuk memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam tentang perilaku perusahaan yang diharapkan,

Deklarasi Tripartit ILO tentang Prinsip Perusahaan Multinasional (Deklarasi PMN

ILO) dan Panduan OECD untuk Perusahaan Multinasional serta interpretasi dan

klarifikasi keduanya masing-masing berfungsi sebagai acuan yang otoritatif bagi

perilaku perusahaan.

2. Panduan Dunia Usaha Menurut International Organization of Employers

International organization of Employers (IOE) atau Organisasi Pengusaha

Internasional diciptakan pada tahun 1920, dan mewakili kepentingan bisnis di tenaga

kerja dan kebijakan sosial . Hal ini didasarkan di Jenewa, Swiss . Pada September

2015, IOE memiliki 153 anggota organisasi pengusaha nasional di 143 negara.

Organisasi ini terlibat dalam kegiatan Organisasi Perburuhan Internasional, bertindak

sebagai Sekretariat untuk kelompok pengusaha, serta mewakili bisnis di forum

internasional, termasuk proses antar pemerintah G20, pada tenaga kerja dan kebijakan

18 Teks deklarasi PMN ILO dan informasi lebih lanjut diperoleh dari http://www.ilo.org/multi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

sosial. Ia menjelaskan dirinya sebagai "jaringan terbesar dari sektor swasta di dunia"

dan "suara global bisnis".19

International Orgaization of Employers atau Organisasi

Pengusaha Internasional didirikan pada Maret 1920 di London , di mana Badan

Pimpinan dari

Kantor Perburuhan Internasional telah menyelenggarakan pertemuan, dan membuat

International Organisation of Industrial Employers (IOIE) atau di terjemahkan dalam

bahasa Indonesia sebagai Organisasi Pengusaha Industri Internasional. Pertemuan

kelompok pengusaha nasional ini membentuk sebuah organisasi, yang

menyelenggarakan Majelis Umum pertama pada bulan Oktober 1920 di Brussels.

Anggota pertama dari International Organisation of Industrial Employers (IOIE)

adalah Central Industrial Council of Belgium, the General Council of French

Manufacturers, the Federation of British Industries , the Italian Confindustria , the

Spanish Employers' Organisation, the Latin American Employers' Organisation, dan

lainnya, serta organisasi-organisasi lokal.

Badan tertinggi pembuat keputusan International Organization of Employers

(IOE) adalah Dewan Umum, yang menyatukan delegasi dari organisasi keanggotaan.

Mengadakan pertemuan sekali setahun, dan bertanggung jawab untuk menyetujui

pekerjaan Dewan Manajemen, yang merumuskan arah kebijakan umum International

Organization of Employers (IOE), mengadopsi rencana aksi untuk tahun depan dan

menilai pekerjaan tahun sebelumnya. Sekretariat adalah badan yang bertanggung

jawab untuk menjalankan tugas sehari-hari International Organization of Employers

19 https://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=https://en.wikipedia.org/wiki/Interna
tional_Organisation_of_Employers&prev=search (diakses pada tanggal 12 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

(IOE), dipimpin oleh Sekretaris Jenderal, sekretaris jenderal saat ini adalah Linda

Kromjong, yang bertanggung jawab kepada Dewan Umum dan Dewan Manajemen.

Misi dari International Organization of Employers (IOE) adalah:

a. Promote the economic, employment and social policy environments


necessary to sustain and develop free enterprise and the market
economy;
b. Provide an international forum to bring together, represent and
promote the interests of national employers' organisations and their
members throughout the world on all labour and socio-economic
policy issues;
c. Assist, advise, represent and provide relevant services and
information to members, to establish and maintain permanent contact
among them, and to coordinate the interests of employers at the
international level, particularly within the ILO and across other
international institutions;
d. Promote and support the advancement and strengthening of
independent and autonomous employers' organisations and to
enhance their capabilities and services to members;
e. Inform public opinion and promote understanding of employers'
points of view;
f. Facilitate and promote the exchange and transfer of information,
experience and good practice amongst members.20

3. Panduan Dunia Usaha Menurut International Trade Union Confederation

International Trade Union Confederation (ITUC) federasi serikat buruh

terbesar di dunia. International Trade Union Confederations (ITUC) dibentuk pada

tanggal 1 November 2006, dari penggabungan International Confederation of Free

Trade Union (ICFTU) dan World Confederation Of Labour (WCL).

The International Trade Union Confederation (ITUC) adalah suara global

orang yang bekerja di dunia. Misi utama The International Trade Union

Confederation (ITUC) adalah promosi dan membela hak-hak dan kepentingan

20 http://www.ioe-emp.org/about-ioe/ (diakses pada tanggal 13 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

pekerja, melalui kerja sama internasional antara serikat pekerja, kampanye global dan

advokasi dalam lembaga global utama. Daerah utama kegiatan meliputi berikut ini:

a. Serikat buruh dan hak asasi manusia;

b. Ekonomi, masyarakat dan tempat kerja;

c. Kesetaraan dan non-diskriminasi; dan

d. Solidaritas internasional.21

Tujuan serikat pekerja adalah untuk memperjuangkan, melindungi dan

membela kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Pekerja merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Oleh sebab itu,

dalam menggunakan hak kebebasan berserikat, serikat pekerja juga berkewajiban

bersama pengusaha dan aparat Pemerintah menciptakan hubungan industrial yang

harmonis dan dinamis guna memajukan dan menjamin kelangsungan perusahaan,

serta menjamin kepentingan bangsa dan negara.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan

Berserikat melalui Keputusan Presiden R.I. Nomor 83 tahun 1998. dimulailah babak

baru dalam berorganisasi di kalangan pekerja/buruh di Indonesia. Ratifikasi tersebut

menanamkan fondasi yang teguh bagi demokratisasi gerakan pekerja/buruh, sejalan

dengan tuntutan reformasi di segala bidang kegiatan bangsa Indonesia. Sejalan pula

dengan ratifikasi konvensi ILO tersebut, maka negara Indonesia telah

mengundangkan Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat

Pekerja/Serikat Buruh pada tanggal 4 Agustus 2000.

21 https://www.ituc-csi.org/about-us (diakses pada tanggal 14 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat

Buruh, Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang didirikan oleh, dari dan

untuk pekerja di dalam atau di luar perusahaan, milik negara atau pribadi, yang

bersifat tidak terikat, terbuka, independen dan demokratis dan dapat

dipertanggungjawabkan untuk memperjuangkan, membela dan melindungi hak-hak

dan kepentingan pekerja, maupun untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan

keluarganya. Istilah pekerja/buruh” mengacu pada setiap orang yang bekerja untuk

memperoleh upah atau bentuk pendapatan yang lain.

Serikat harus bersifat tidak terikat, terbuka, independen, demokratis dan dapat

di pertanggung jawabkan:

a. Tidak terikat

Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya serikat tidak

dipengaruhi atau dikendalikan oleh “pihak-pihak lain”. Sebagai

contoh, serikat harus bebas menentukan rencana kerjanya. Namun

apabila sebuah serikat menjadi anggota federasi atau konfederasi,

ia terikat oleh peraturan organisasi federasi dan konfederasi

tersebut. Dengan demikian wajar bila federasi dan konfederasi,

yang termasuk dalam kategori pihak-pihak lain, akan

mempengaruhi perkembangan rencana kerja serikat tersebut.

b. Terbuka

Dalam menerima anggota dan/atau membela kepentingan pekerja,

serikat tidak boleh melakukan diskriminasi berdasarkan aliran

politik, agama, suku atau gender. Independen pengoperasian dan

pengembangan organisasi harus didasarkan pada kemandirian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

tanpa dikendalikan oleh pihak diluar organisasi. Seperti telah

dijelaskan, pihak-pihak lain” tidak termasuk federasi dan

konfederasi dimana ia berafiliasi.

c. Demokratis

Prinsip-prinsip demokrasi ditegakkan dalam pembentukan,

pemilihan pengurus dan dalam mempertahankan serta menjalankan

hak dan kewajiban organisasi. Karena pembentukan serikat

merupakan perwujudan demokratisasi dalam sebuah masyarakat

yang lahir dari kebebasan bersetikat dan kebebasan menyatakan

pendapat, maka dengan sendirinya prinsip-prinsip demokrasi

harus ditegakkan dalam penataan atau pengoperasian serikat

d. Dapat Di pertanggung jawabkan

Dapat bertanggung jawab kepada anggotanya, masyarakat dan

negara dalam mencapai tujuannya dan melaksanakan hak dan

kewajibannya. Bertanggung jawab kepada masyarakat termasuk

bertanggung jawab untuk menjamin kelangsungan aliran produksi

dan jasa, baik dalam bentuk barang maupun jasa, demi kebaikan

konsumen/masyarakat secara umum.22

B. Pengertian The United Nations Global Compact

The United Nations Global Compact (UNGC) adalah sebuah platform untuk

entitas bisnis dan nonbisnis untuk secara produktif terlibat dalam bidang hak asasi

manusia, perburuhan, lingkungan, anti korupsi, dan memberikan kontribusi bagi

tujuan-tujuan Perserikatan Bangsa Bangsa dalam rangka mencapai tujuan bersama

22 http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-
bangkok/@ilojakarta/documents/publication/wcm_041895.pdf (diakses pada tanggal 14 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

yakni membangun ekonomi yang inskusif dan berkelanjutan. Dengan lebih dari

10.000 peserta yang tersebar di 145 negara, United Nations Global Compact terus

memperluas jangkauan dan meningkatkan peluang bagi keterlibatan negara-negara di

dunia.

1. Tata Kelola The United Nations Global Compact

Sebuah kajian yang komprehensif mengenai The United Nations Global

Compact telah dilakukan pada tahun 2004 yang lalu. Namun demikian, perlu untuk

diketahui bahwa prinsip-prinsip yang terdapat dalam The United Nations Global

Compact baru diadopsi dalam kerangka pemerintahan pada bulan Agustus tahun 2005

silam.

Sesuai dengan karakternya yang bersifat sukarela dan berbasis jaringan

dengan mengutamakan transparansi dan komunikasi, The United Nation Global

Compact memiliki sebuah kerangka tata kelola yang ringan, nonbirokratis dan

dirancang untuk mendorong keterlibatan yang lebih besar dalam kepemilikan dan

inisiatif para peserta dan stakeholder atau para pemangku kepentingan lainnya.23

Perlu pula dikemukakan bahwa pada bulan November tahun 2008, The Global

Compact Donor Group telh mengadopsi Terms of Reference Governance. Oleh

karena itu, tata kelola United Nation Global Compact terbagi kedalam tujuh bagian

atau entitas dengan tugas, fungsi, dan peranan masing-masing yang pada dasarnya

terbagi menjadi Global Compact Leaders Summit, Local Networks, Annual Local

Networks Forum, Global Compact Board, Global Compact Office, Inter-Agency

Team,dan Global Compact Donor Group. Ketujuh bagian atau entitas dalam tata

kelola United Nations Global Compact tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

23 Global Compact Governance tertanggal 19 Februari 2008

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

a. Global Compact Leaders Summit

Global Compact Leaders Summit yang diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia menjadi Pertemuan Pimpinan Global Compact adalah pertemuan tiga

tahunan dari semua peserta The United Nations Global Compact dan para pemangku

kepentingan lainnya. Sebagai pertemuan terbesar dari jenisnya, Global Compact

Leaders Summit dapat dikategorikan sebagai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT).

Dikatakan demikian karena Global Compact Leaders Summit merupakan kesempatan

bagi seluruh peserta The United Nations Global Compact untuk membahas

perusahaan pada tingkat global serta menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang

bersifat strategis dan menghasilkan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan

inisiatif evolusi di masa depan.24

Lebih luas, Konferensi Tingkat tinggi (KTT) ini bertujuan untuk

memperdalam komitmen dan berpartisipasi dari para perusahaan dalam kaitannya

dengan bisnis, buruh, dan masyarakat pada umumnya. The United Nations Global

Compact dan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya berusaha untuk

membangun dan meningkatkan sector bisnis yang mendorong perlindungan terhadap

lingkungan, perlindungan buruh, perlindungan hak asasi manusia, dan upaya-upaya

anti korupsi.

The United Nations Global Compact Leaders Summit yang diadakan pada

tanggal 24-25 Juni 2010 di New York telah berhasil menghimpun para pemimpin dari

semua sector untuk meningkatkan peranan bisnis dan investasi yang bertanggung

jawab dalam mewujudkan transformasi yang dibutuhkan untuk pasar yang

berkelanjutan dan bersifat inklusif. Hal semacam ini menjadi penting untuk kemajuan

masa depan dalam integrasi global, pengurangan kemiskinan, mencegah dan

24 https://www.unglobalcompact.org/about/governance (diakses pada tanggal 15 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

memberantas tindak pidana jenis baru (new dimention of crime), perlindungan planet

bumu, dan pada akhirnya perdamaian di seluruh dunia akan sangat bergantung pada

kemampuan kita bersama untuk bersama-sama menghadapi tantangan global yang

semakin mendesak.

The United Nations Global Compact Leaders Summit 2010 telah

menyediakan sebuah platform untuk bisnis yang berkolaborasi dengan berkomitmen

untuk membangun era baru dalam berbisnis yakni era bisnis yang berkelanjutan. Pada

Konferesi Tingkat tinggi tersebut, para pemimpin telah berhasil melahirkan prioritas

bisnis yang sangat penting bagi kepemimpinan perusahaan hari ini dan penting bagi

transformasi pasar secara berkelanjutan sehingga pada akhirnya prioritas bisnis ini

akan melindungi planet bumi untuk generasi yang akan datang. Dengan demikian,

dengan adanya prioritas bisnis dan era bisnis berkelanjutan maka telah menjamin

perlindungan intra dan intergenerasi dari segala dampak negative suatu perusahaan

dan bisnis yang dilaksanakannya.

Prioritas bisnis tersebur adalah sebagai berikut :


1) Mengintegrasikan prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang terdapat dalam

The United Nations Global Compact ke dalam strategi bisnis,

operasional, dan tata kelola perusahaan;

2) Menghubungkan isu-isu keberlanjutan dan tindakan perusahaan;

3) Mengatasi perubahan iklim dan Millennium Development Goals

(sasaran pembangunan di abad millennium);

4) Melakukan tindakan kolektif dan kemitraan antara pihak publik dan

pihak swasta;

5) Peningkatan dukungan bagi kerangaka kerja global yang efektif; dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

6) Memanfaatkan investor dan pendidik sebagai agen perubahan

(khusunya di bidang lingkungan, sosial, dan pemerintahan).25

Menandai peringatan 10 tahun peluncuran The United Nations Global

Compact, pemimpin The United Nations Global Compact Leaders Summit 2010 telah

memberikan penghargaan bagi perusahaan yang melakukan praktik terbaik yang telah

membantu memajukan agenda tanggung jawab perusahaan dan memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap tujuan-tujuan Perserikatan Bangsa Bangsa.

b. Local Networks

Local Networks atau dapat di terjemahkan dalam bahasa Indonesia

menjadi jaringan local adalah kelompok peserta The United Nations Global Compact

yang akan bersama-sama dengan komitmen dan tujuan untuk memajukan The United

Nations Global Compact dan prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya dalam suatu negara tertentu atau suatu wilayah geografis tertentu. Local

Network mengambil dan memiliki peran penting dalam mengembangkan The United

Nations Global Compact dan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya dalam

konteks nasional atau regional yang disesuaikan dengan budaya dan bahasa yang

berbeda. Local Networks juga bertugas dalam membantu dan mengatasi berbagai

masalah yang muncul khususnya masalah-masalah yang berkaitan dengan

lingkungan, buruh, hak asasi manusia, dan anti korupsi. Serta, Local Networks juga

berperan dalam memfasilitasi kemajuan perusahaan (baik perusahaan local maupun

perusahaan asing) yang terlibat dalam The United Nations Global Compact dan

pelaksanaan sepuluh prinsip yang terkandung di dalamnya. Perlu pula dikemukajan

25 UN Global Compact Leaders Summit 2010 Sustainability Report diakses pada


https://lessconversationmoreaction.files.wordpress.com/2010/10/mci-sustainability-report-for-theungc-
leaders-summit-2010.pdf (diakses pada tanggal 15 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

bahwa Local Networks juga bertugas untuk menciptakan peluang bagi keterlibatan

pihak-pihak lain dalam mengimplementasikan, membangun, dan mengembangkan

United Nations Global Compact dan prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang ada di

dalamnya.26

Dengan demikian, Local Networks diwajibkan untuk senantiasa bertindak

sesuai dengan prinsip dan tujuan The United Nations Global Compact. Namun

demikian, Local Networks juga bertugas untuk memastikan pemerintah negaranya

sendiri mematuhi dan melaksanakan prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang terkandung

dalam United Nations Global Compact dan memajukan serta mengembangkan

United Nations Global Compact itu sendiri. Local Networks memiliki kesempatan

untuk mencalonkan anggota mereka untuk pemilihan Dewan Global Compact,

memberikan masukan pada kegiatan utama yang dilakukan oleh kantor The United

Nations Global Compact dan menyelenggarakan Annual Local Networks Forum

(forum tahunan jaringan lokal), masukan juga sangat diperlukan dalam Global

Compact Leaders Summit. Local Networks memainkan peranan penting dalam

mendukung Communication on Progress (COP) atau komunikasi kemajuan dan

langkah-langkah integritas dari para negara peserta.27

c. Annual Local Networks Forum

Annual Local Networks Forum atau dalam bahasa Indonesia disebut

sebagai pertemuan tahunan jaringan lokal adalah kesempatan utama untuk Local

Networks dari seluruh dunia berbagi pengalaman, meninjau, dan membandingkan

kemajuan, mengidentifikasi pelaksanaan prinsip-prinsip The United Nations Global

26 Ibid
27 Ibid
27
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

Compact yang terbaik dan mengadopsi rekomendasi yang ditunjukkan untuk

meningkatkan efektivitas Local Networks.27

Sejak tahun 2003, Annual Local Networks Forum telah diselenggarakan

untuk membawa perwakilan Local Networks dan perwakilan perusahaan untuk

berbagi pengalaman, saling belajar, dan meningkatkan kerja sama. Pertemuan

tahunan ini juga telah memberikan kesempatan untuk mencari masukan dari Local

Networks pada isu-isu utama yang berkaitan dengan tata kelola Local Networks lebih

luas, dengan inisiatif secara keseluruhan.

Berdasarkan review komprehensif yang dilakukan oleh The United

Nations Global Compact pada tahun 2004 semakin disadari pentingnya Local

Networks dan pertemuan tahunan mereka. Oleh karena itu, sekretaris jenderal

Perserikatan Bangsa Bangsa memutuskan untuk menaikkan status dari pertemuan

tahunan menjadi memiliki peran dalam inisiatif atau membuat kompenen formal

kerangka tata kelola The United Nations Global Compact . oleh karena itu, pertemuan

tahunan yang dilakukan disebut menjadi Annual Local Netwoks Forum.

d. Global Compact Board

Global Compact Board dalam bahasa Indonesia disebut sebagai dewan

global Compact adalah badan penasihat dari The United Nations Global Compact

yang memberikan nasihat pada negara-negara atau perusahaan-perusahaan peserta

dan dewan ini bertemu setiap tahun (pertemuan pertama pada bulan Juni 2006) untuk

memberikan saran strategis dan kebijakan yang sedang berjalan untuk inisiatif secara

keseleruhan dan membuat rekomendasi ke kantor Global Compact, peserta, dan

stakeholder atau para pemangku kepentingan terkait lainnya. Global Compact Board

ini terdiri dari empat kelompok utama, yakni konstituen bisnis, masyarakat sipil,

tenaga kerja, dan Perserikatan Bangsa Bangsa itu sendiri. Masing-masing anggota

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

dewan tersebut memiliki peran dan tanggung jawab yang terpisah dai fungsi

penasihat sehingga masing-masing dari mereka dapat dibedakan satu dengan yang

lainnya. Sementara itu, Global Compact Board secara keseluruhan memiliki tugas

dan fungsi untuk mengadakan pertemuan resmi tahunan diman di dalamnya

kelompok konstituen bisnis diharapkan dapat berinteraksi dengan kantor Global

Compact secara berkelanjutan. Keanggotaan Global Compact Board ini terdiri dari

beberapa jabatan structural misalnya Secretary General of the United Nations

(Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa), Chairman, Foundation for the

Global Compact (Ketua Yayasan), dan keanggotaan pada setiap bidang yang ada di

dalamnya.28 Anggota Global Compact Board dalam melakukan suatu tindakan atau

kapasitas dan kehormatan yang mereka miliki tidak dibayar oleh The United Nations

Global Compact tetapi mengeluarkan dananya sendiri. Selain itu, salah satu syarat

yang harus di penuhi oleh anggota Global Compact Board adalah tidak mempunyai

atau tidak diperbolehkan menjabat di Perserikatan Bangsa Bangsa.

Global Compact Board ditunjuk dan diketuai oleh Secretary General of

the United Nations (Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa), dirancang

sebagai lembaga multistakeholder (terdiri dari beberapa pemangku kepentingan),

memberikan saran strategis dan kebijakan yang sedang berjalan untuk mendorong

inisiatif dari para peserta secara keseuruhan dan membuat rekomendasi ke Kantor

Global Compact, peserta lainnya, dan para pemangku kepentingan yang terkait.

1) Anggota Global Compact Board

Adapun susunan organisasi Global Compact Board yang berlaku saat

ini yakni sebagai berikut.

a) Secretary General of the United Nations (Sekretaris Jenderal


28 http://unglobalcompact.org/AboutTheGC/The_Global_Compact_Board/bios.html (diakses
pada tanggal 15 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Perserikatan Bangsa Bangsa) : H.E Antonio Guterres;

b) Foundation for the Global Compact (Ketua Yayasan) : Sir


Mark

Moody-Stuart (Ex Officio);

c) Pembidangan - pembidangan lainnya terdiri


dari :

(1) Bidang Bisnis : Mr. Toshio Arima, Jepang; Mr. Kurt W. Bock,

Jerman; Ms. Marilyn Carlson Nelson, USA; Mr. Robert Collymore,

Kenya; Ms. Monica de Greiff, Colombia; Mr. Samuel di Piazza,

USA; Fu Chengyu, Cina; Li Decheng, Cina; Mr. Henrik

O. Madsen, Norwegia; Mr. Arif Masood Naqvi, UEA; Mr.

Gustavo Perez Berlanga, Meksiko; Mr. Paul Polman,

Belanda/Inggris; Ms. Guler Sabanci, Turki; Mr. Francesco Starace,

Italia; Mr. Dinesh K. Sarraf, India; Mr. Yaya W. Junardy,

Indonesia; Ms. Bola Adesola, Nigeria.

(2) Bidang Perburuhan Internasional dan Organisasi Bisnis: Mr.

John Danilovich, Mr. Phillip Jennings, Mr. Jyrki Raina, Ms. Linda

Kromjong.

(3) Masyarakat Sipil, dipengang oleh Mr. Jorge Abrahao, Mr.

Cobus De Swardt, Ms. Inger Andersen, Mr. Pierre Sane.

(4) Entitas Lainnya (Ex-Officio), terdiri dari Ms. Isabel Garro, Ms.

Lise Kingo, Mr. Martin Skancke.29

2) Rapat Global Compact Board

Rapat Global Compact Board pada dasarnya telah dilakukan beberapa

kali. Setiap rapat yang dilakukan menghasilkan suatu rekomendasi atau hasil.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

3) Pendiri dan Janji Global Compact Board

Global Compact Board pertama ditunjuk oleh Secretary General of

the United Nations (Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa) pada tanggal 20

29
https://www.unglobalcompact.org/about/governance/board/members (diakses pada tanggal
15 Maret 2017)
April 2006, setelah dilakukan tinjauan ekstensif dari kerangka tata kelola The United

Nations Global Compact. Pembentukan Global Compact Board bertujuan untuk

meningkatkan sinergi antara tingkat global dan lokal berkaitan dengan kegiatan

United Nations Global Compact, memberikan perhatian lebih besar kepada

manajemen integritas dan jaminan kualitas, serta mempromosikan inisiatif yang lebih

luas oleh semua peserta dan stakeholder atau para pemangku kepentingan lainnya.

Pengangkatan anggota Global Compact board mengikuti proses

konsultasi komprehensif yang melibatkan semua pemangku kepentingan yang terlibat

dalam The United Nations Global Compact, termasuk Local Networks. Setiap pihak

dituntut untuk menunjukkan catatan panjang komitmen untuk misi dan prinsipprinsip

yang terkandung dalam United Nations Global Compact .29

e. Global Compact Office

Global Compact Office adalah entitas formal yang dipercayakan dengan

dukungan dan manajemen dari inisiatif seluruh anggota peserta The United Nations

Global Compact. Global Compact Office bertanggung jawab untuk mempromosikan

dan mengembangkan serta berbagi praktik terbaik dari negara-negara atau

perusahaan-perusahaan untuk mengembangkan dan melaksanakan prinsip-prinsip

yang tertuang dalam The United Nations Global Compact. Global Compact Office

29
http://www.unglobalcompact.org/AboutTheGC/The_Global_Compact_Board/founding_and
_appointments.html (diakses pada tanggal 15 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

juga memiliki tanggung jawab berkaitan dengan advokasi dan masalah

kepemimpinan, mendorong pembangunan jaringan, dan memelihara infrastruktur

komunikasi The United Nations Global Compact.30

f. Inter-Agency Team

Dalam kerangka tata kelola dan operasional inisiatif harian The United

Nations Global Compact, Inter-Agency Team bertanggung jawab untuk memastikan

dukungan yang koheren untuk internalisasi prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang

terkandung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa di antara semua peserta. Badan-badan

paling erat yang terkait dengan sepuluh prinsip atau nilai yang terdapat dalam The

United Nations Global Compact juga membutuhkan peran nasihat sehubungan

dengan pengelolaan tindakan integritas dan prosedur pengaduan. Tujuh badan

Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terwakili dalam Inter-Agency Team adalah sebagai

berikut.

1) The Office of the United Nation High Commissioner for Human Rights

(UHCHR)

2) The International Labour Organization (ILO)

3) The United Nations Environment Programme (UNEP)

4) The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC)

5) The United Nations Development Programme (UNDP)

6) The United Nations Industrial Development Organization (UNIDO)

7) The United Nations Entity for Gender Equaly and the Empowerment

of Women (UN Women)32

g. Global Compact Donor Group33

Global Compact Donor Group memiliki peranan yang cukup penting

30 https://www.unglobalcompact.org/about/governance (diakses pada tanggal 15 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

dalam tata kelola The United Nations Global Compact. Global Compact Office

didanai oleh sumbangan sukarela dari pemerintah ke dana perwakilan Perserikatan

Bangsa Bangsa. Selain itu, dalam rangka mengembangkan dan mempromosikan The

United Nations Global Compact, kontribusi dari pemerintah di mana pun dan

berbentuk apapun dipersilahkan. Beberapa negara yang menjadi donator bagi

perkembangan The United Nations Global Compact saat ini diantaranya adalah:

Brazil, Cina, Chili, Kolombia, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Italia, Korea,

Norwegia, Spanyol, Swedia, Turki, dan Inggris. Global Compact Donor Group

bertemu dua kali setiap tahun untuk mengkaji kemajuan yang tercapai dan

memastikan penggunaan dana atau modal yang efektif san efisien dari kontribusi

yang telah diberikan Pemerintah donator ke Global Compact Trust Fund.

2. Dukungan Dunia Terhadap Perkembangan The United Nations Global

Compact

Dalam perkembangannya, The United Nations Global Compact telah

mendapatkan dukungan dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa dan telah

diakui keberadaannya dalam berbagai konteks antar pemerintah lainnya termasuk

oleh G8.

32
Terms Of Reference for the “United Nations Global Compact Inter-Agency Team”.
Diakses dari http://www.ilo.org/ wcmsp5/ groups/ public/---dgreports/--- jur/ documents /
genericdocument/ wcms_434552. pdf (diakses pada tanggal 15 Maret 2017)
33
https://www.unglobalcompact.org/about/finances (diakses pada tanggal 15 Maret
2017)
Pengakuan oleh negara G8 dituangkan dalam berbagai deklarasi.

Deklarasideklarasi tersebut di antaranya adalah G8 Leaders Declarations:

Responsible Leadership for a Sustainable Future yang dilaksanakan di L’Aquila pada

tanggal 8-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

10 Juli 2009, G8 Labour and Employment Ministers Conference, Chair’s

Conclutions: Shaping the Social Dimensions of Globalisation, yang dilaksanakan di

Dresden pada tanggal 6-8 Mei 2007, G8 Summit Declaration: Growth and

Responsibility in the World Economy yang diselenggarakan di Heiligendamm pada

tanggal 6-8 Juni 2007, G8 Communique Issued Following the Gleneagles Summit

yang dilaksanakan di Auchterarder pada tanngal 6-8 Juli 2005, G8 Labour and

Employment Ministers Conference, Chair’s Conclutions: Growth and Employment,

the Future of the Working Society in a Changing World yang dilaksanakan di

Stuttgart pada tanggal 14-16 Desember 2003, Fostering Growth and Promoting a

Responsible Market Economy, A G8 Declaration yang di selenggarakan di Evian

pada tanggal 17 Mei 2003, G8 Africa Action Plan yang dilaksanakan di Kananskis

pada tanggal 26-27 Juni 2002, Banff Ministerial Statement on the World Summit on

Sustainable Development yang dilaksanakan di Banff tanggal 14 April 2002,

Conclusions of the Meeting of the G8 Foreign Ministers yang dilakanakan di Roma

tanggal 18-19 Juli 2001, dan G8 Environment Ministers Communique yang

dilaksanakan di Trieste pada tanggal 2-4 Maret 2001.31

Pada tanggal 1 Desember 2011, Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa

telah memperbaharui dan memperluas tugas dan fungsi Global Compact Office yakni

mendukung inisiatif dalam resolusi “Towards Global Partnership” (menuju

partnership global).

Hal yang penting untuk diperhatikan dari resolusi tersebut adalah berkaitan

dengan diakuinya the vital role the United Nations Global Compact Office continues

31
http://www.unglobalcompact.org/aboutTheGC/Government_Support/recognition_by_the_g8.h
tml.
(diakses pada tanggal 16 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

to play with regard to strengthening the capacity of the United Nations to partner

strategically with the private sector (peran penting dari Kantor Global Compact PBB

dalam penguatan kapasitas PBB yaitu dengan bermitra strategis dengan sektor

swasta). Hal ini dinyatakan secara tegas dalam resolusi di mana dinyatakan bahwa

kegiatan The United Nations Global Compact harus in accordance with its General

Assembly mandate to advance United Nations values and responsible business

practices within the United Nations system and among the global business community

(sesuai dengan mandate Majelis Umum PBB yakni mandate untuk memajukan

nialiniai PBB dan praktik bisnis yang bertanggung jawab dalam sistem PBB di antara

komunitas bisnis global).

Dengan adanya peningkatan jumlah kemitraan publik maupun swasta secara

global, sudah tentu negara-nagara anggota PBB menyambut baik upaya semua mitra

yang relevan, termasuk sektor swasta dalam realisasi tujuan yang disepakati secara

internasional, termasuk Millennium Developmen Goals (Tujuan Pembangunan

Milenium). Resolusi menempatkan penekanan khusus dalam mempromosikan

perspektif gender dalam kemitraan global yang menyambut prinsip pemberdayaan

perempuan.

Yang menajadi perhatian atau focus negara-negara anggota PBB dalam

kaitannya dengan pentingnya the United Nations Global Compact adalah berkaitan

dengan the Global Compact’s integrity measures (integritas tindakan Global

Compact) yang mencakup beberapa hal, yaitu communication on progress

requirement (syarat kemajuan komunikasi), dialogue facilitation processes (proses

memfasilitasi dialog), dan policy on the use of the Global Compact logo (kebijakan

tentang penggunaan logo Global Compact). Pemerintah juga telah mencatat berbagai

perhargaan yang telah diberikan oleh PBB kepada sektor swasta pada the annual

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

United Nations Private Sector Forum kepada sektor privat pada the Fourth United

Nations Conference on the Least Developed Countries tahun 2011 yang

diselenggarakan oleh United Nations Global Compact berkejasama dengan mitra lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

PRAKTIK PELAKSANAAN 10 PRINSIP BISNIS BERKELANJUTAN

UNITED NATIONS GLOBAL COMPACT

A. 10 Prinsip Bisnis menurut The United Nation Global Compact

The United Nations Global Compact meminta perusahaan untuk menerima,

mendukung, dan memberlakukan dalam lingkup kebijakan atau aktivitas perusahaan

seperangkat nilai-nilai inti dalam bidang hak asasi manusia, standar buruh,

lingkungan, dan anti korupsi. Hal ini dijabarkan lebih lanjut ke dalam sepuluh prinsip

sebagai berikut.32

1. Businesses should support and respect the protection of internationally

proclaimed human rights (bisnis harus mendukung dan menghormati

perlindungan hak asasi manusia yang diplokamirkan secara interasional).

Berdasarkan prinsip yang pertama dalam The United Nations Global

Compact, hak asasi manusia menjadi penting untuk bisnis dikarenakan

negara atau pemerintah memiliki tanggung jawab untuk senantiasa

memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

bagi setiap warga masyarakatnya. Di samping peranan negara, sudah

tentu peranan individu (masyarakat) dan organisasi (baik organisasi

nasional maupun organisasi internasional) memiliki peran penting dalam

mendukung dan menghormati hak asasi manusia. Demikian pula dengan

32 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles (diakses pada tanggal 16


Maret 2017)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43

45

sebuah komunitas bisnis, perusahaan memiliki tanggung jawab untuk

senantiasa menghormati, menghargai, dan menjalankan segala aktivitas

bisnisnya. Dengan kata lain, dapat pula dikatakan bahwa dalam konteks

menjalankan perusahaan, menjalankan aktivitas perusahaan, menjalankan

bisnis dan hubungan perusahaan dengan pihak lainnnya sudah tentu dapat

menimbulkan resiko atau berpotensi bahwa perusahaan akan berdampak

negative bagi perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia. Namun

demikian, perlu disadari bahwa keberadaan perusahaan memberikan

peluang atau dapat digunakan sebagai alat (sarana) untuk mendukung atau

mempromosikan konsep perlindungan atau pernghormatan hak asasi

manusia di samping memajukan bisnis dan perekonomian.

2. Make sure that they are not complicit in human rights abuses (memastikan

bahwa dunia usaha tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia).

Keterlibatan suatu perusahaan dalam pelanggaran hak asasi manusia

akan menyebabkan kerugian baik bagi pemerintah, individu, kelompok,

masyarakat secara luas, atau bahkan perusahaan lain. Oleh karenanya,

prinsip kedua United Nations Global Compact adalah menghindari

keterlibatan perusahaan dalam pelanggaran hak asasi manusia. Dengan

cara ini, secara tidak langsung perusahaan telah melakukan penghormatan

dan pelindungan terhadap hak asasi manusia itu sendiri. Menghindari

bentuk kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh perusahaan dalam

pelanggaran hak asasi manusia dapat dilihat dari bentuk kegiatan atau

usaha atau bisnisnya, sajauh mana aturan atau kebijakan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

perusahaan tersebut dapat meminimalkan terjadinya pelanggaran hak

asasi manusia, sajauh mana usaha antisipasi (misalnya melakukan audit)

sehingga perusahaan tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan

lain sebagainya.

3. Businesses should uphold the freedom of association and the effective

recognition of the right to collective bargaining (bisnis harus menjunjung

tinggi kebebasan berserikat dan pengakuan hak untuk berunding bersama

secara efektif).

Kebebasan berserikat dan hak untuk berunding bersama menjadi salah

satu perhatian dari The United Nations Global Compact. Hal ini menjadi

penting mengingat kebebasan berserikat dan hak untuk berunding

bersama menyiratkan penghormatan terhadap hak semua pihak yang

terlibat dalam suatu perusahaan dan bisnis yang dilakukannya. Dalam hal

ini, baik pengusaha maupun semua pekerja pada suatu perusahaan secara

bebas dan sukarela membentuk dan bergabung dalam sebuah organisasi

pilihan mereka sendiri. Organisasi-organisasi ini memiliki hak untuk

melakukan kegiatan secara bebas dan tanpa gangguan, termasuk pula

melakukan promosi dan membela kepentingan pekerjaan mereka.

Demikian pula dengan pengusaha, pengusaha memiliki hak dan

kebebasan berekspresi asalkan pelaksanaannya tidak melanggar hak-hak

pekerja untuk membuat keputusan secara bebas dalam dalam

melaksanakan kegiatannya. Dengan kata lain, dapat pula dikatakan bahwa pengusaha

tidak boleh ikut campur dalam keputusan karyawan untuk berserikat, dan tidak boleh

mendiskriminasikan karyawan atau perwakilan dari mereka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

4. The elimination of all forms of forced and compulsory labour

(penghapusan segala bentuk kerja paksa dan kerja wajib).

Kerja paksa dan kerja wajib baik yang dilakukan oleh perusahaan

maupun yang dilakukan oleh orang perseorangan tidak hanya merupakan

pelanggaran hak asasi manusia tetapi juga menghalangi masyarakat dari

kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dan sumber daya

manusia. Dengan demikian, konsekuensi atau dampak yang dirasakan

dengan adanya kerja paksa atau kerja wajib tidak hanya dirasakan oleh

individu yang bersangkutan tetapi juga dirasakan oleh masyarakat dan

perekonomian pada umumnya. Dikatakan demikian karena dengan

memperlambat pengembangan sumber daya manusia secara tepat, kerja

paksa dan kerja wajib akan menurunkan tingkat produktivitas dan akan

menciptakan iklim investasi yang tidak aman. Keadaan yang demikian

sudah tentu akan menimbulkan perlambatan pertumbuhan ekonomi suatu

negara.

5. The effective abolition of child labour (penghapusan pekerja anak secara

efektif).

Berbicara megenai prinsip kelima dalam The United Nations Global

Compact yakni penghapusan pekerja anak secara efektif pada dasarnya

tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang terdapat dalam konvensi

International Labour Organization (ILO) No. 138 Tahun 1973 tentang

usia minimum dan konvensi International Labour Organization (ILO)

No. 182 Tahun 1999 tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk

Anak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

6. The elimination of discrimination in respect of employment and

occupation (penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan).

Berbicara megenai prinsip kelima dalam The United Nations Global

Compact yakni penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan

jabatan pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang terdapat

dalam konvensi International Labour Organization (ILO) No. 100 Tahun

1951 tentang Upah yang Setara dan konvensi International Labour

Organization (ILO) No. 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi (Pekerjaan

dan Jabatan).

7. Businesses should support a precautionary approach to environmental

challenges (bisnis harus mendukung pendekatan yang bersifat preventif

terhadap masalah lingkungan).

Seperti terdapat dalam The United Nations Conference on

Environment and Development Rio Declaration on Environment and

Development di Rio de Janeiro tanggal 3-14 Juni 1992 pada prinsip

pertaman dikatakan “Human beings are at the centre of concerns for

sustainable development. They are entitled to a healthy and productive

life in harmony with nature.”33 ( manusia berada di pusat perhatian untuk

pembangunan berkelanjutan. Mereka berhak mendapatkan kehidupan

yang sehat dan produktif dalam harmoni dengan alam) maka

negaranegara harus bekerja sama untuk melestarikan, melindungi, dan

memulihkan kesehatan dan keutuhan ekosistem bumi sembari mencapai

pembangunan berkelanjutan dan kualitas kehidupan yang lebih tinggi

bagi semua orang.

33 http://www.unesco.org/education/pdf/RIO_E.PDF (diakses pada tanggal 17 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

8. Undertake initiatives to promote greater environmental responsibility

(melakukan inisiatif untuk mempromosikan tanggung jawab yang lebih

besar terhadap lingkungan hidup).

Masyarakat pada umumnya mengharapkan perusahaan dan bisnis

dapat menjadi “tetangga yang baik” bagi kehidupannya. Sehingga

diharapkan adanya hubungan saling menguntungkan antara masyarkat

dengan perusahaan dan bisnis yang mereka lakukan. Perusahaan akan

memperoleh keuntungan bisnis melalui pemenuhan kebutuhan

masyarakat, masyarakat membutuhkan produk-produk dan aktivitas

perusahaan yang lebih ramah lingkungan. Sehingga bisnis dan industry

harus meningkatkan pengaturan diri yang mendorong adanya tanggung

jawab yang besar terhadap lingkungan hidup.

9. Encourage the development and diffusion of environmentally friendly

technologies (mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi ramah

lingkungan)

Teknologi ramah lingkungan sebagaimana terdapat dalam agenda 21,

Rio Earth Summit tahun 1992 adalah tindakan melindungi lingkungan dan

mengurangi polusi dengan menggunakan berbagai sumber daya secara

berkelanjutan yakni dengan mendaur ulang limbah dari suatu produk dan

menangani limbah sisa dengan cara yang lebih efektif dibandingkan

dengan teknologi konvensional yang biasa digunakan. Teknologi ramah

lingkungan juga meliputi berbagai proses produksi yang bersih dan

teknologi yang dapat mencegah polusi serta teknologi pemantauan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

10. Businesses should work against corruption in all its form, including

extortion and bribery (bisnis harus melawan tindak pidana korupsi dalam

segala bentuknya, termasuk tindak pemerasan dan penyuapan)

Latar belakang lahirnya prinsip ke sepuluh yakni businesses should

work against corruption in all its form, including extortion and bribery

(bisnis harus melawan tindak pidana korupsi dalam segala bentuknya,

termasuk tindak pemerasan dan penyuapan) diumumkan pada tanggal 24

Juni 2004 tepatnya pada the United Nations Global Compact Leaders

Summit. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menanggapi tantangan

pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini juga sekaligus menunjukkan

kepada kita bahwa masyarakat internasional telah menunjukkan kemauan

baru atau komitmen baru dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, dengan

ikut memainkan perannya dalam memerangi tindak pidana korupsi.

B. Pelaksanaan Bisnis Menurut The United Nation Global Compact

1. Prinsip Hak Asasi Manusia (Prinsip 1-2) The United Nation Global Compact

Prinsip yang pertama dari The United Nations Global Compact adalah

Businesses should support and respect the protection of internationally proclaimed

human rights (bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan hak asasi

manusia yang diplokamirkan secara interasional). Namun demikian, perlu

dikemukakan lebih bahwa prinsip pertama dan prinsip kedua yang terdapat dalam

The United Nations Global Compact pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari The

Universal Declaration of Human Rights. Oleh karena itu ketentuan dan prinsipprinsip

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

atau nilai-nilai yang terkandung dalam The Universal Declaration of Human Rights

harus dipahami terlebih dahulu.

Berdasarkan prinsip yang pertama dalam The United Nations Global

Compact, hak asasi manusia menjadi penting untuk bisnis dikarenakan negara atau

pemerintah memiliki tanggung jawab untuk senantiasa memberikan perlindungan dan

penghormatan terhadap hak asasi manusia bagi setiap warga masyarakatnya. Di

samping peranan negara, sudah tentu peranan individu (masyarakat) dan organisasi

(baik organisasi nasional maupun organisasi internasional) memiliki peran penting

dalam mendukung dan menghormati hak asasi manusia. Demikian pula dengan

sebuah komunitas bisnis, perusahaan memiliki tanggung jawab untuk senantiasa

menghormati, menghargai, dan menjalankan segala aktivitas bisnisnya. Dengan kata

lain, dapat pula dikatakan bahwa dalam konteks menjalankan perusahaan,

menjalankan aktivitas perusahaan, menjalankan bisnis dan hubungan perusahaan

dengan pihak lainnnya sudah tentu dapat menimbulkan resiko atau berpotensi bahwa

perusahaan akan berdampak negative bagi perlindungan dan penghormatan hak asasi

manusia. Namun demikian, perlu disadari bahwa keberadaan perusahaan memberikan

peluang atau dapat digunakan sebagai alat (sarana) untuk mendukung atau

mempromosikan konsep perlindungan atau pernghormatan hak asasi manusia di

samping memajukan bisnis dan perekonomian.

Masyarakat yang menghormati dan menjunjung tinggi penghormatan dan

perlindungan hak asasi manusia, dapat memberikan kondisi yang lebih baik dalam

berbisnis. Keadaan ini memberikan kesempatan pada perusahaan maupun bagi

perseorangan untuk mempromosikan dan membantu meningkatkan standar

perlindungan dan perhormatan hak asasi manusia di negara-negara yang isu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia tidak cukup atau lemah. Dalam

rangka meningkatkan standar perlindungan dan perhormatan hak asasi manusia di

negara-negara yang isu perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia tidak

cukup atau lemah salah satu bentuk atau cara yang dapat diambil adalah dengan

menempuh cara-cara yang strategis, relevan, dan berkaitan langsung dengan bisnis

yang dilakukan oleh perusahaan.

Beberapa hal yang ditawarkan oleh The United Nations Global Compact

dalam rangka menghormati dan menjunjung tinggi pernghormatan dan perlindungan

hak asasi manusia dikaitkan dengan keberadaan perusahaan dan bisnis yang mereka

lakukan adalah dengan cara memberikan kepedulian kepada konsumen. Hal ini dapat

dilakukan dengan cara memberikan akses konsumen pada informasi global. Dengan

cara ini konsumen akan mengetahui dan semakin menyadari dari mana barang yang

mereka beli dibuat, apa bahan yang digunakan, dari mana barang tersebut berasal,

dimana barang tersebut dipromosikan dan bagaimana keadaan atau kondisi barang

tersebut, dan lain sebagainya.

Selain terhadap konsumen, The United Nations Global Compact memberikan

perhatian pula pada produktivitas dan retensi dari para pekerja perusahaan tepatnya

dalam rangka meningkatkan produktivitas dan retensi pekerja. The United Nations

Global Compact mengemukakan bahwa pekerja harus diperlakukan dengan martabat

dan diberikan remunerasi yang adil sehingga dalam menjalankan aktivitasnya,

perusahaan tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu perusahaan

harus membangun hubungan yang baik dengan masyarakat.

Bisnis memiliki potensi untuk memberikan dampak positif maupun dampak

negatif terhadap perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia. Oleh karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

itu, bisnis yang dijalankan harus senantiasa mempertimbangkan dampak riil ( dampak

nyata ) maupun dampak potensial terhadap pelanggaran hak asasi manusia sehingga

tidak merugikan masyarakat. Perusahaan harus dapat memperkirakan dari awal

pertimbangan-pertimbangan khusus, misalnya sejauh mana dampak atau akibat yang

ditimbulkan apabila perusahaan melakukan suatu perbuatan, ada atau tidaknya

hubungan antara dampak negatif yang dihasilkan dengan perusahaan atau aktivitas

perusahaan, ada atau tidaknya hubungan antara dampak negatif yang dihasilkan

dengan penyalahgunaan yang dilakukan oleh perusahaan, dan lain sebagainya.

Hal penting berikutnya berkaitan dengan prinsip pertama dari The United

Nations Global Compact ini adalah berkaitan dengan publikasi penghormatan dan

perlindungan hak asasi manusia. Publikasi mengenai pernghormatan dan

perlindungan hak asasi manusia dalam hal ini harus diterjemahkan atau diartikan

sebagai cara yang wajib ditempuh untuk menguraikan, meningkatkan, dan

memperluas konsep penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia internasional

dalam perspektif bisnis, serta menawarkan cara-cara praktis tentang bagaimana

perusahaan dalam melakukan aktivitas dan bisnisnya tidak melanggar hak asasi

manusia. Publikasi mengenai penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia

berarti menguraikan bagaimana bisnis telah mendukung penghormatan dan

perlindungan hak asasi manusia.

Terkait dengan keadaan dimana hukum nasional perusahaan yang

bersangkutan tidak mendukung penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia

dalam The United Nations Global Compact dikemukakan bahwa: “If national law

falls short of international standarts, companies should strives to meet international

standards and not infringe on human rights. In the rare situation that national law

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

directly conflicts with international standards, companies are not expected to violate

national laws. Instead, there may be other ways to support the spirit of international

human rights standards.” Dengan demikian, dapat dilihat apabila standar hukum

nasional lebih rendah dari standar hukum internasional, perusahaan harus berusaha

untuk memenuhi standar internasional dan tidak melanggar hak asasi manusia.

Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa dalam situasi dimana hukum nasional

bertentangan dengan standar internasional, perusahaan tidak diharapkan untuk

melanggar hukum nasionalnya. Sebaliknya, mungkin terdapat cara-cara lain yang

dapat ditempuh untuk mendukung semangat penghormatan dan perlindungan hak

asasi manusia berdasarkan standar internasional.

The United Nations Global compact menentukan dengan tegas ruang lingkup

tanggung jawab perusahaan dalam hal penghormatan dan perlindungan hak asasi

manusia atau setidaknya meminimalkan risiko munculnya dampak negative terhadap

perlindungan hak asasi manusia, yaitu dengan menentukan beberapa hal berikut.

a. The first is to consider the country and local context in which it is

operating for any human rights challenges that context might pose.

Information about these is available from NGOs, Government,

international trade unions and international organizations. There are

also services that seek to bring such context specific risks together in

formats more easily digested for business, for example, Danish

Institute Country Risk assessments and Maplecroft Maps of Human

Rights risks.

(mempertibangkan negara dan konteks lokal dimana perusahaan

beroperasi untuk setiap tantangan pelanggaran hak asasi manusia yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

mungkin terjadi. Pada umumnya informasi mengenai hal ini tersedia

dari LSM, pemerintah, serikat buruh internasional, dan

organisasiorganisasi intenasional lainnya. Ada juga layanan yang

berusaha membawa risiko semacam itu bersama-sama dengan format

yang lebih muda dicerna untuk bisnis, misalnya, Danish Institute

Country Risk Assessments dan Maplecroft Maps Of Human Rights

Risks.

b. The second set of factors involves considering whether the company is

causing or contributing to adverse human rights impacts through their

own activities within that context — for example, in their capacity as

producers, service providers, employers and neighbours. Companies

should then address those impacts by adjusting their policies and

practices to prevent the infringement from occurring. An illustrative

list of activities with direct impact might include the production

process itself; the products or services the company provides; labour

and employment practices; the provision of security for personnel and

assets; and the company’s lobbying or other political activities.

(Mempertimbangkan hal-hal yang akan berdampak pada hak asasi

manusia baik secara aktual maupun secara potensial terkait dengan

kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dan bisnisnya sendiri yang

mungkin terjadi. Baik dalam kapasitas sebagai produsen, penyedia

layanan, pemberi kerja, dan tetangga. Perusahaan harus menentukan

kebijakan dan praktik yang mungkin melanggar hak asasi manusia dan

menyesuaikan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

pelanggaran tersebut. Contoh dari kegiatan yang berdampak langsung

mungkin termasuk proses produksi itu sendiri, produk atau jasa yang

disediakan atau dipasok oleh perusahaan, hubungan kerja atau

perburuhan dan ketentuan keamanan untuk personel dan aset

perusahaan serta lobi-lobi yang dilakukan atau kegiatan politik

lainnya).

c. The third set of factors is an analysis of the company’s relationships

with Government, business partners, suppliers and other non-State

actors to consider whether they might pose a risk for the company in

terms of implicating it in human rights abuse. Look particularly at the

provision or contracting of goods, services and even non-business

activities, such as lending equipment or vehicles. Consider the track

records of those entities your company deals with to assess whether

the company might contribute to or be associated with abuse caused

by those entities.

(Analisis hubungan perusahaan dengan pemerintah, mitra bisnis,

pemasok, dan actor non negara lain untuk mempertimbangkan apakah

mereka bisa menimbulkan risiko bagi perusahaan yang berimplikasi

dalam pelanggaran hak asasi manusia. Lihatlah terutama pada

ketentuan atau kontrak barang, jasa dan bahkan kegiatan non bisnis,

seperti peralatan pinjaman atau kendaraan. Pertimbangkan track

record dari entitas perusahaan yang berurusan dengan anda untuk

menilai apakah perusahaan mungkin berkontribusi terhadap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

penyalahgunaan yang disebabkan oleh entitas tersebut).34


Selain tiga hal diatas, perusahaan dalam memenuhi tanggung jawabnya untuk

menghormati hak asasi manusia dapat dilakukan dengan melakukan due diligence.

Due diligence dalam hal ini harus diartikan sebagai proses berkelanjutan yang diambil

untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengurangi dampak negatif keberadaan suatu

perusahaan dalam penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia. Dengan

melakukan due diligence, perusahaan tidak hanya memastikan kepatuhan terhadap

hukum nasional tetapi juga mengelola risiko pelanggaran hak asasi manusia.

The United Nations Global Compact juga menghormati dan melindungi hak

asasi manusia dengan cara “comprehensive management approach to human rights”

yang dapat diterjemahkan menjadi pendekatan manajemen yang komprehensif untuk

hak asasi manusia meliputi :

a. Assessing human rights impacts: Many corporate human rights issues

arise because companies do not consider the potential implications of

their activities and relationships within their operating context.

Companies should take proactive, ongoing steps to understand how

existing and proposed activities may cause or contribute to human rights

impacts, as well has how the company’s operations may be directly linked

to such impacts. The scale of the review will depend on the industry,

company size and national and local context and should be commensurate

with the risk of severe human rights impacts. The process should draw on

internal or external expertise and involve meaningful consultation with

stakeholders, as appropriate. Based on the information uncovered,

34 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-1 (diakses pada


tanggal 17 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

companies should refine their plans to address and avoid potential

negative human rights impacts on an ongoing basis.

(Menilai dampak hak asasi manusia: banyak isu pelanggaran hak asasi

manusia yang dilakukan oleh perusahaan muncul karena perusahaan tidak

mempertimbangkan potensi implikasi atau dampak dari kegiatan dan

hubungan dalam konteks operasi mereka. Perusahaan harus mengambil

langkah-langkah proaktif untuk memahami bagaimana kegiatan atau

aktivitas yang ada dan diusulkan dapat memengaruhi hak asasi manusia.

Skala review akan sangat tergantung pada industry, ukuran perusahaan

dan nasional dan konteks lokal dan harus sepadan dengan tingkat resiko.

Berdasarkan informasi yang ditemukan, perusahaan harus memperbaiki

rencana mereka untuk mengatasi dan menghindari dampak negatif atau

bahkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia).

b. Integration of human rights policies throughout a company: The

integration of human rights policies throughout a company may be the

biggest challenge in respecting human rights. If awareness of human

rights issues and their importance is not fully integrated across relevant

internal functions and processes, inconsistent or contradictory actions can

result. For example, product developers may not consider human rights

implications; sales or procurement teams may not know the risks of

entering into relationships with certain parties; budgets may not be

properly allocated; and company lobbying may contradict commitments to

human rights. Leadership from the top is essential to embed respect for

human rights throughout a company, including by assigning responsibility

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

for addressing impacts to the appropriate level and function within the

business and developing an oversight process. It is important to train

personnel to ensure consistency, as well as foster their capacity to

respond appropriately when unforeseen situations arise.

(Integrasi kebijakan hak asasi manusia di seluruh perusahaan: Integrasi

kebijakan hak asasi manusia di seluruh perusahaan mungkin menjadi

tantangan terbesar dalam menghormati hak asasi manusia. Jika kesadaran

akan isu hak asasi manusia dan kepentingan mereka tidak sepenuhnya

terintegrasi dalam praktik manajemen perusahaan, tindakan yang

dilakukan akan menjadi tindakan yang tidak konsisten atau bahkan

bertentangan dengan hasil yang ingin dicapai. Misalnya, pengembang

produk mungkin tidak memperhatikan implikasi hak asasi manusia, tim

pejualan atau tim pengadaan tidak tahu risiko yang dilakukan oleh

perusahaan dapat bertentangan dengan komitmen terhadap perlindungan

hak asasi manusia. Oleh sebab itu, kepemimpinan dari atas sangat penting

untuk menanamkan penghormatan terhadap hak asasi manusia di seluruh

perusahaan, seperti pelatihan untuk memastikan konsistensi, serta

memiliki kemamapuan untuk merespons dengan tepat ketika terjadi situasi

yang tidak terduga).

c. Taking action: The appropriate action for a company to take will vary

depending on whether (a) the company has caused or contributed to an

impact, or (b) it is directly linked to that impact through its business

relationships. In the case of (a), the company should cease or prevent the

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

impact. In the case of (b) it should utilize available leverage to prevent or

mitigate the impact.

(Mengambil tindakan : Tindakan yang tepat untuk diambil perusahaan

akan bervariasi, tergantung pada apakah (a) perusahaan telah

menyebabkan atau berkontribusi terhadap pelanggaran hak asasi manusia,

atau (b) perusahaan secara langsung terkait dengan pelanggaran hak asasi

manusia melalui hubungan bisnisnya. Dalam kasus (a), perusahaan harus

berhenti atau mencegah dampak. Dalam kasus (b) perusahaan harus

menggunakan pengaruh yang tersedia untuk mencegah atau mengurangi

dampaknya).

d. Tracking performance: Monitoring and auditing processes permit a

company to track ongoing developments. The procedures may vary across

sectors and even among company departments, but regular reviews of

human rights impact and performance are crucial. Tracking generates

information needed to create appropriate incentives and disincentives for

employees, ensure continuous improvement and to make necessary

adjustments in priorities and approaches. Tracking should draw on

feedback from both internal and external stakeholders. Confidential

means to report non-compliance, such as hotlines, can be a useful source

of feedback.

(Pelacakan kinerja : proses Monitoring dan audit memungkinkan

perusahaan untuk melacak perkembangan yang sedang berlangsung.

Prosedur dapat bervariasi di berbagai sektor dan bahkan antar departemen

perusahaan, tetapi ulasan regular dampak hak asasi manusia dan kinerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

sangat penting. Pelacakan menghasilkan informasi yang dibutuhkan untuk

menciptakan insentif dan disinsentif yang tepat bagi karyawan,

memastikan perbaikan terus-menerus dan membuat penyesuaian yang

diperlukan dalam prioritas dan pendekatan. Pelacakan harus menarik

masukan dari stakeholder internal dan eksternal. Cara rahasia untuk

melaporkan ketidakpatuhan, seperti hotline, dapat menjadi sumber yang

berguna umpan balik).

e. Communicating/reporting on performance: Reporting is a driver for

change, externally as well as internally: It fulfils companies’ obligations

to account for how they address human rights impacts; shapes

stakeholders’ perceptions of a company and helps to build trust; and is

increasingly acknowledged as a stimulus for internal development with a

positive impact on business decisions and outcomes. Communications

should be of a form and frequency that reflects the company’s human

rights impacts, be accessible to the intended audience and provide enough

information for stakeholders to evaluate the adequacy of the company’s

response to impacts. Global Compact participants are required to

communicate their progress on an annual basis.

(Komunikasi/melaporkan kinerja: Pelaporan adalah stimulus untuk

perubahan secara eksternal maupun secara internal. Hal ini berguna dalam

membentuk persepsi para pemangku kepentingan perusahaan dan

membantu untuk membangun kepercayaan, juga diakui bahwa pelaporan

juga berperan sebagai stimulus untuk pengembangan internal dengan

dampak positif terhadap keputusan bisnis dan hasil bisnis. Mengingat hal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

ini, peserta United Nations Global Compact disyaratkan

mengomunikasikan kemajuan mereka atau Communication on Progress35

pada basis tahunan).

f. Remediation: A company should have in place or participate in

remediation processes. This allows the company to address adverse

human rights impacts that it has caused or contributed to. Effective

company-level grievance mechanisms ensure that employees, contractors,

local communities and others can raise their concerns and have them be

considered. This can help companies to identify risks of negative impacts

and avoid escalation of disputes.

(Remediasi : Sebuah perusahaan harus menyediakan tempat atau

berpartisipasi dalam proses perbaikan. Hal ini memungkinkan perusahaan

untuk mengatasi dampak hak asasi manusia buruk yang telah disebabkan

atau dikontribusi. Mekanisme pengaduan memastikan bahwa karyawan,

kontraktor, masyarakat lokal dan lain-lain dapat meningkatkan

keprihatinan mereka dan pengaduan mereka dapat di pertimbangkan

perusahaan untuk meningkatkan efektivitas. Hal ini dapat membantu

perusahaan untuk mengidentifikasi risiko dampak negatif dan menghindari

bertambahnya sengketa).36

Dalam praktiknya, perhatian dan dukungan akan penghormatan dan

perlindungan hak asasi manusia terkait erat dalam hal langkah-langkah manajemen

35 Communication on progress dalam bahasa indonesia komunikasi perkembangan adalah


suatu kegiatan tahunan dimana setiap perusahaan peserta United Nations Global Compact harus
membuat atau memberikan laporan atau posting tahunan kebijakan perusahaan mereka kepada United
Nations Global Compact.
36 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-1 (diakses pada
tanggal 17 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

yang diambil untuk mengaktifkan dan memastikan penghormatan dan dukungan

penghormatan serta perlindungan hak asasi manusia.

Untuk mempromosikan atau mengembangkan konsep perlindungan dan

penghormatan hak asasi manusia, The United Nations Global Compact memberikan

empat cara bisnis yang dapat mendukung atau mempromosikan perlindungan dan

penghormatan hak asasi manusia, yaitu sebagai berikut.

a. Through their core business activities in support of United Nations Global

Compact goals and issues. (melalui kegiatan bisnis inti mereka dalam

mendukung tujuan dan masalah Perserikatan Bangsa Bangsa)

b. Strategic social investment and philanthropy (strategi investasi sosial dan

filantropi).

c. Advocacy and public policy engagement (advokasi dan keterlibatan dalam

kebijakan publik)

d. Partnership and collective action (kemitraan dan tindakan kolektif).37

Dalam The United Nations Global Compact dikemukakan pula beberapa cara

bagaimana perusahaan atau korporasi mendukung dan menghormati hak asasi

manusia melalui kegiatan sehari-hari mereka, yaitu sebagai berikut:

a. In the workplace: (ditempat keja)

1) by providing safe and healthy working conditions; (dengan

menyediakan kondisi kerja yang aman dan sehat)

2) by guaranteeing freedom of association; (dengan menjamin kebebasan

berserikat)

37 Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

3) by ensuring non-discrimination in personnel practices; (dengan

memastikan non-diskriminasi dalam praktek hubungan kerja)

4) by ensuring that they do not use directly or indirectly forced labour or

child labour; (dengan memastikan bahwa perusahaan tidak

menggunakan kerja paksa atau kerja wajib dan pekerja anak baik

secara langsung maupun tidak langsung)

5) by providing access to basic health, education and housing for the

workers and their families, if these are not provided elsewhere;

(dengan menyediakan akses ke kesehatan, pendidikan dasar dan

perumahan bagi para pekerja dan keluarga mereka, jika ini tidak

tersedia di tempat lain)

6) by having an affirmative action programme to hire victims of domestic

violence; and (dengan memiliki program aksi afirmatif atau penguatan

untuk pekerja yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga)

7) by making reasonable accommodations for all employees' religious

observance and practices. (dengan membuat akomodasi memadai

untuk ibadah dan praktik keagamaan semua karyawan).38

b. In the community: (di dalam komunitas)

1) by preventing the forcible displacement of individuals, groups or

communities; (dengan mencegah perpindahan paksa individu,

kelompok atau masyarakat)

2) by working to protect the economic livelihood of local communities;

(dengan bekerja untuk melindungi mata pencaharian ekonomi

masyarakat setempat)

38 Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

3) by contributing to the public debate. Companies interact with all

levels of government in the countries where they operate. They

therefore have the right and responsibility to express their views on

matters that affect their operations, employees, customers and the

communities of which they are a part; (dengan berkontribusi terhadap

debat publik. Perusahaan berinteraksi dengan semua tingkat

pemerintahan di negara di mana mereka beroperasi. Oleh karena itu

mereka memiliki hak dan tanggung jawab untuk mengekspresikan

pandangan mereka tentang hal-hal yang mempengaruhi operasi

mereka, karyawan, pelanggan dan masyarakat yang mereka bagian)

4) through differential pricing or small product packages create new

markets that also enable the poor to gain access to goods and services

that they otherwise could not afford; (melalui harga diferensial atau

paket produk kecil yakni dengan menciptakan pasar baru yang

memungkinkan masyarakat miskin untuk mendapatkan akses ke

barang dan jasa yang bagi mereka dinyatakan tidak mampu)

5) by fostering opportunities for girls to be educated to empower them

and also helps a company to have a broader and more skilled pool of

workers in the future; and (dengan meningkatkan kesempatan bagi

perempuan untuk dididik dan memberdayakan mereka dan juga

membantu perusahaan untuk memiliki akses yang lebih luas dan

pekerja yang lebih terampil di masa depan; dan)

6) perhaps most importantly, a successful business which provides

decent work, produces quality goods or services that improve lives,

especially for the poor or other vulnerable groups, is an important

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

contribution to sustainable development, including human rights.

(mungkin yang paling penting, bisnis yang sukses adalah bisnis yang

menyediakan pekerjaan yang layak, menghasilkan barang-barang

berkualitas atau jasa yang meningkatkan kehidupan, terutama bagi

kelompok rentan, miskin atau lainnya, merupakan kontribusi penting

bagi pembangunan berkelanjutan, termasuk perlindungan dan

penghormatan hak asasi manusia.)39

c. If companies use security services to protect their operations, they must

ensure that existing international guidelines and standards for the use of

force are respected. (Jika perusahaan menggunakan jasa keamanan untuk

melindungi operasi mereka, perusahaan harus memastikan bahwa

pedoman internasional yang ada dan standar penggunaan kekuatan yang

itu harus dihormati)40

Prinsip yang kedua dari The United Nations Global Compact adalah Make

sure that they are not complicit in human rights abuses (memastikan bahwa dunia

usaha tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia). Keterlibatan suatu

perusahaan dalam pelanggaran hak asasi manusia akan menyebabkan kerugian baik

bagi pemerintah, individu, kelompok, masyarakat secara luas, atau bahkan perusahaan

lain. Oleh karenanya, prinsip kedua The United Nations Global Compact adalah

menghindari keterlibatan perusahaan dalam pelanggaran hak asasi manusia. Dengan

cara ini, secara tidak langsung perusahaan telah melakukan penghormatan dan

pelindungan terhadap hak asasi manusia itu sendiri. Menghindari bentuk kegiatan

atau usaha yang dilakukan oleh perusahaan dalam pelanggaran hak asasi manusia

39 Ibid
40 Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

dapat dilihat dari bentuk kegiatan atau usaha atau bisnisnya, sajauh mana aturan atau

kebijakan dalam perusahaan tersebut dapat meminimalkan terjadinya pelanggaran hak

asasi manusia, sajauh mana usaha antisipasi (misalnya melakukan audit) sehingga

perusahaan tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan lain sebagainya.

Meskipun demikian, perlu disadari bahwa apabila dilihat dari faktor eksternal

perusahaan, risiko keterlibatan perusahaan dalam pelanggaran hak asasi manusia

dipengaruhi pula oleh kebijakan hukum dan kebijakan politik pada suatu negara (baik

itu negara dimana perusahaan berada maupun negara perusahaan menjalankan

usahanya). Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa resiko pelanggaran hak

asasi manusia yang dilakukan oleh perusahaan mungkin akan menjadi sangat tinggi di

daerah atau negara yang memiliki pemerintahan atau hukum positif yang tidak

menjunjung tinggi atau mendukung konsep perlindungan dan penghormatan hak

asasi manusia. Hal ini tentu akan menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia

semakin tersebar luas. Terlepas dari itu, perlu pula disadari bahwa resiko keterlibatan

suatu perusahaan dalam pelanggaran hak asasi manusia menjadi berkurang apabila

perusahaan menjadi sadar akan pentingnya mencegah dan mengurangi resiko

keterlibatannya yakni dengan cara mengadopsi management approach to human

rights dan due diligence sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Keterlibatan suatu perusahaan dalam pelanggaran hak asasi manusia

berdasarkan The United Nations Global Compact setidaknya mencakup 2 (dua)

unsure yaitu sebagai berikut:

a. An act or omission (failure to act) by a company, or individual

representing a company, that “helps” (facilitates, legitimizes, assists,

encourages, etc.) another, in some way, to carry out a human rights

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

abuse; and (suatu tindakan atau kelalaian (kegagalan untuk bertindak)

oleh perusahaan atau individu yang mewakili sebuah perusahaan yang

“membantu” (memfasilitasi, melegitimasi, mendukung, mendorong, dan

lain sebagainya) dalam beberapa cara lain untuk melakukan pelanggaran

hak asasi manusia).

b. The knowledge by the company that its act or omission could provide such

help (pemahaman dari perusahaan bahwa tindakan atau kelalaiannya bisa

memberikan bantuan tersebut)41

Lebih lanjut, dalam The United Nations Global Compact dikemukakan

dengan tegas bahwa tuduhan keterlibatan perusahaan dalam pelanggaran hak asasi

manusia dapat muncul dalam berbagai konteks sebagai berikut.

a. Direct complicity — when a company provides goods or services that it

knows will be used to carry out the abuse. (keterlibatan langsung – ketika

sebuah perusahaan menyediakan barang atau jasa yang ia tahu akan

digunakan untuk melakukan kejahatan yang melanggar hak asasi

manusia).

b. Beneficial complicity — when a company benefits from human rights

abuses even if it did not positively assist or cause them. (keterlibatan yang

menguntungkan – ketika perusahaan mendapatkan keuntungan dari

pelanggaran hak asasi manusia walaupun perusahaan tidak secara

langsung atau membantu melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan

pelanggaran hak asasi manusia).

41 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-2 (diakses pada


tanggal 17 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

c. Silent complicity — when the company is silent or inactive in the face of

systematic or continuous human rights abuse. (This is the most

controversial type of complicity and is least likely to result in legal

liability). (keterlibatan diam-diam – ketika perusahaan diam atau tidak

aktif dalam menghadapi pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi

secara sistematis atau berkelanjutan. (ini adalah jenis keterlibatan yang

paling controversial dan kecil kemungkinannya untuk menghasilkan

tanggung jawab hukum)).42

Isu penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia telah menjadi semakin

penting untuk diperhatikan karena sifat dan ruang lingkup bisnis telah berubah.

Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa bisnis dengan berbagai aktor yang

berperan di dalamnya dimana diantara mereka memiliki peranan yang berbeda satu

dengan yang lain telah menimbulkan bahwa penting bagi perusahaan dan bisnis yang

dijalankannya untuk menyadari isu perlindungan dan penghormatan hak asasi

manusia.

Di dalam The United Nations Global Compact sendiri, dikemukakan beberapa

faktor yang mempengaruhi keterkaitan antara perusahaan dengan pelanggaran hak

asasi manusia yaitu sebagai berikut.

a. Globalization: The growth in private investment has witnessed companies

expanding operations to countries previously untouched by global

markets. In some instances, these countries have poor human rights

records and/or the capacity of the state to address these issues is limited.

In these cases the role of business in respecting and supporting human

42 Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

rights is particularly important; (Globalisasi: Pertumbuhan investasi

swasta telah membuat perusahaan memperluas operasi ke negara-negara

yang sebelumnya tidak tersentuh oleh pasar global. Dalam beberapa kasus,

negara-negara ini memiliki catatan perlindungan hak asasi manusia yang

buruk dan/kapasitas negara untuk mengatasi masalah ini masih sangat

terbatas. Dalam kasus ini peran bisnis dalam mempromosikan dan

menghormati hak asasi manusia menjadi sangat penting).

b. Growth of civil society: In some instances, the capacity of the state to

address human rights issues has diminished. As a result, a steady

alienation of people has occurred towards the public institutions that were

established to serve them. Non-governmental organizations of all types

and sizes have grown to fill the void, progressively influencing both public

policy and the market agenda. They include new human rights, labour and

corporate accountability organizations; (Pertumbuhan masyarakat sipil:

Dalam beberapa kasus kemampuan negara untuk mengatasi masalah hak

asasi manusia telah berkurang. Akibatnya, sebuah keterasingan atau

ketidakpercayaan masyarakat telah terjadi terhadap lembaga-lembaga

publik yang didirikan untuk melayani mereka. Organisasi nonpemerintah

dari semua jenis dan ukuran telah tumbuh untuk mengisi kekosongan

tersebut sehingga semakin mempengaruhi baik kebijakan publik dan

agenda pasar. Dalam hal ini termasuk pula di dalamnya hak asasi manusia

yang baru, tenaga kerja, dan organisasi akuntabilitas perusahaan).

c. Transparency and accountability: The need for transparency in business

practice has been highlighted both by globalization, the growth of civil

society interests and some recent problems in the corporate sector.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Advances in information technologies and global communications mean

that companies can ill afford to conceal poor or questionable practices;

(Transparansi dan akuntabilitas: Kebutuhan akan transparansi dalam

praktik bisnis telah di sorot baik oleh globalisasi maupun oleh

pertumbuhan kepentingan masyarakat sipil dan beberapa masalah baru di

sektor perusahaan. Kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi

global berarti bahwa perusahaan dapat menyembunyikan praktik-praktik

buruk atau praktik-praktik yang dipertanyakan).

d. Crime: Where an international crime is involved, complicity may arise

where a company assisted in the perpetration of the crime, the assistance

had a substantial effect on the perpetration of the crime and the company

knew that its acts would assist the perpetration of the crime even if it did

not intend for the crime to be committed; (Tindak pidana: Dalam

kejahatan atau tindak pidana internasioanal,43 keterlibatan mungkin timbul

dimana sebuah perusahaan membantu dalam perbuatan tindak pidana

tersebut dan memiliki pengaruh besar terhadap perbuatan tindak pidana

ataupun perusahaan yang bersangkutan tahu bahwa tindakan tersebut akan

membantu perbuatan tindak pidana meskipun perusahaan yang

bersangkutan tidak bermaksud untuk melakukan suatu kejahatan atau

tindak pidana tersebut).

e. State-owned enterprises: State-owned enterprises should be aware that

because they are part of the state, they may have direct responsibilities

under international human rights law. (Badan Usaha Milik Negara

43 Kriteria suatu tindak pidana yang dapat dikatakan sebagai tindak pidana internasional
apabila memuhi kriteria berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

(BUMN): Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus menyadari bahwa

mereka adalah bagian dari negara, mereka mungkin memiliki tanggung

jawab langsung di bawah hukum hak asasi manusia internasional).47

Untuk menghindari keterlibatan perusahaan dalam pelanggaran hak asasi

manusia, perusahaan dapat mempertimbangkan 5 (lima) hal berikut:\

a. Has the company made a human rights assessment of the situation in

countries where it does, or intends to do, business so as to identify the risk

a. Tindak pidana yang dilakukan/diarahkan kepada orang-orang asing dan aset-aset asing.
b. Dampak yang dihasilkan dari tindak pidana dirasakan secara global (internasional).
c. Tindak pidana yang dilakukan diorganisasi dan/atau melibatkan pemerintah dan/atau
organisasi atau korporasi yang terdapat di lebih dari satu negara.
d. Tindak pidana yang dilakukan di latar belakangi oleh tujuan mencapai keuntungan
material.
e. Tindak pidana yang dilakukan memiliki karakteristik yang sangat teroganisasi, ekstrim,
eksklusif, tertutup , memiliki komitmen yang sangat tinggi dan memiliki dukungan
keuangan.
f. Tindak pidana tersebut bertujuan atau setidaknya dapat mempengaruhi
kebijakankebijakan yang dibuat oleh pemerintah asing.
47
https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-2 (diakses pada
tanggal 17 Maret 2017)
of involvement in human rights abuses and the company's potential impact

on the situation? (Apakah perusahaan sudah melakukan penilaian terkait

perlindungan hak asasi manusia di negara-negara dimana perusahaan

tersebut melakukan bisnis atau bermaksud melakukan bisnis sehingga

dapat mengidentifikasi resiko terlibat dalam pelanggaran hak asasi

manusia dan dampak potensial perusahaa pada situasi tersebut ?).

b. Does the company have explicit policies that protect the human rights of

workers in its direct employment and throughout its supply chain?

(Apakah perusahaan memiliki kebijakan eksplisit yang melingungi hak

asasi para pekerja atau karyawan dari perusahaan rantai pasokannya ?).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

c. Has the company established a monitoring/tracking system to ensure that

its human rights policies are being implemented? (Apakah perusahaan

sudah membentuk sistem pemantauan untuk memastikan bahwa kebijakan

hak asasi manusia perusahaan tersebut dilaksanakan ?).

d. Does the company actively engage in open dialogue with stakeholder

groups, including civil society organizations? (Apakah perusahaan telah

secara aktif terlibat dalam dialog terbuka dengan kelompok pemangku

kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil ?).

e. Does the company have an explicit policy to ensure that its security

arrangements do not contribute to human rights violations? (Apakah

perusahaan memiliki kebijakan eksplisit untuk memastikan bahwa

pengaturan keamanan tidak memberikan kontribusi terhadap pelanggaran

hak asasi manusia? ).44

Tindakan yang dapat diambil perusahaan untuk tidak melakukan pelanggaran

hak asasi manusia adalah sebagai berikut:

a. ...respect international guidelines and standards for the use of

force (e.g. the UN Basic Principles on the Use of Force and

Firearms by Law

Enforcement Officials and the UN Code of Conduct for Law Enforcement

Officials); (…menghormati pedoman dan standar internasional untuk

penggunaan kekuatan, misalnya prinsip-prinsip dasar PBB);

b. ...if financial or material support is provided to security forces,

establish clear safeguards to ensure that these are not then used to

44 Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

violate human rights and make clear in any agreements with

security forces that the business will not condone any violation of

international human rights laws; (…jika perusahaan memberikan

dukungan keuangan atau materi kepada pasukan keamanan,

perusahaan harus membangun perlindungan yang jelas untuk

memastikan bahwa hal ini tidak kemudian digunakan untuk

melanggar hak asasi manusia dan membuat perjanjian dengan

pasukan keamanan bahwa bisnis tidak akan mentoleransi setiap

pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional);

c. ...privately and publicly condemn systematic and continuous

human rights abuses; (…secara pribadi dan publik mengutuk

pelanggaran hak asasi manusia yang tersistematis dan

berkesinambungan atau repetitif);

d. ...continually consult within and outside the company with relevant

stakeholders, as part of a human rights due diligence process,

during both pre-investment and post-investment stages; (terus

berkonsultasi dengan pihak-pihak dari dalam luar perusahaan

ataupun dengan para pemangku kepentingan yang relevan baik

pada masa pra investasi maupun pasca

investasi);

e. ...raise awareness within the company of known human rights

issues within the company’s sphere of influence; (meningkatkan

kesadaran dalam perusahaan berkaitan dengan masalah hak asasi

manusia yang berada dalam lingkup pengaruh perusahaan);

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

f. ...identify those functions within the firm that are most at risk of becoming

linked to human rights abuses, possibly even at the pre-investment/project

exploration and planning stage, and where there might be opportunities to

advance human rights; (mengidentifikasi fungsi-fungsi dalam perusahaan

yang paling beresiko terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, yang

mungkin dilakukan bahkan pada tahap eksplorasi, sebelum investasi dan

tahap perencanaan sekaligus mengembangkan kesempatan untuk

perlindungan hak asasi manusia);

g. ...conduct a human rights impact assessment consisting of an analysis of

the functions of a proposed investment and the possible human rights

impacts (intended and unintended) they may have on the community or

region; and (melakukan penilaian dampak hak asasi manusia yang terdiri

dari analisis fungsi dari investasi yang diusulkan dan dampak pelanggaran

hak asasi manusia yang mungkin terjadi di suatu wilayah);

h. ...identify internal ‘functional risks’ in the post-investment situations. This

may involve looking at such functions as purchasing, logistics,

government relations, human resource management, HSE (health, safety

and environment), sales and marketing. (mengidentifikasi resiko

fungsional alam situasi pasca investasi. Ini mungkin melibatkan

pengawasan terhadap fungsi seperti pembelian, logistik, hubungan

pemerintah, manajemen sumber daya manusia, kesehatan, keselamatan

dan lingkungan serta penjualan dan pemasaran).45

45 Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

2. Prinsip Ketenagakerjaan (Prinsip 3-6) The United Nation Global Compact

Prinsip yang ketiga dari The United Nations Global Compact adalah

Businesses should uphold the freedom of association and the effective recognition of

the right to collective bargaining (bisnis harus menjunjung tinggi kebebasan

berserikat dan pengakuan hak untuk berunding bersama secara efektif). Kebebasan

berserikat dan hak untuk berunding bersama menjadi salah satu perhatian dari The

United Nations Global Compact. Hal ini menjadi penting mengingat kebebasan

berserikat dan hak untuk berunding bersama menyiratkan penghormatan terhadap hak

semua pihak yang terlibat dalam suatu perusahaan dan bisnis yang dilakukannya.

Dalam hal ini, baik pengusaha maupun semua pekerja pada suatu perusahaan secara

bebas dan sukarela membentuk dan bergabung dalam sebuah organisasi pilihan

mereka sendiri. Organisasi-organisasi ini memiliki hak untuk melakukan kegiatan

secara bebas dan tanpa gangguan, termasuk pula melakukan promosi dan membela

kepentingan pekerjaan mereka. Demikian pula dengan pengusaha, pengusaha

memiliki hak dan kebebasan berekspresi asalkan pelaksanaannya tidak melanggar

hak-hak pekerja untuk membuat keputusan secara bebas dalam dalam melaksanakan

kegiatannya. Dengan kata lain, dapat pula dikatakan bahwa pengusaha tidak boleh

ikut campur dalam keputusan karyawan untuk berserikat, dan tidak boleh

mendiskriminasikan karyawan atau perwakilan dari mereka.

Latar belakang munculnya prinsip-prinsip ketenagakerjaan berasal dari

deklarasi International Labour Organization (ILO) tentang Prinsip dan Hak

Mendasar di Tempat Kerja. The United Nations Global Compact memberikan

pengertian dari apa yang dimaksud dengan perundingan bersama. Perundingan

bersama adalah suatu proses atau suatu kegiatan sukarela dimana karyawan atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

pekerja mendiskusikan dan menegosiasikan hubungan mereka yang membahas

mengenai hal-hal tertentu dan kondisi kerja dan pengaturan hubungan antara

pengusaha, pekerja, dan organisasi mereka. Peserta dalam perundingan bersama

antara pengusaha sendiri atau organisasinya dan serikat pekerja atau dalam kehadiran

mereka, perwakilan bebas ditunjuk oleh pekerja.

Perlu pula disadari bahwa perundingan bersama hanya dapat berfungsi secara

efektif bila diadakan secara jujur dan bebas oleh semua pihak yang terlibat di

dalamnya. Hal ini menjadi penting karena akan berimplikasi pada beberapa hal

berikut:

a. Upaya untuk mencapai kesepakatan;

b. Melaksanakan negosiasi yang jujur dan konstruktif;

c. Menghindari penundaan yang tidak dapat dibenarkan;

d. Menghormati kesepakatan yang telah diambil dan di terapkan secara jujur;

dan

e. Memberi waktu yang cukup untuk para pihak dalam membahas dan

menyelesaikan perselisihan kolektif.46

Didalam The United Nations Global Compact dikemukakan dengan tegas cara

yang dapat ditempuh perusahaan dalam rangka mengaplikasikan konsep kebebasan

berserikat dan hak untuk berunding bersama. Cara-cara tersebut diantaranya sebagai

berikut.

a. In the workplace (ditempat kerja)

46 Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak, Prinsip-prinsip Ketenagakerjaan


Global Compact-Perserikatan Bangsa Bangsa (Panduan Untuk Dunia Usaha), hlm 21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

1) Respect the right of all workers to form and join a trade union of their

choice without fear of intimidation or reprisal, in accordance with

national law; (memastikan bahwa semua pekerja dapat membentuk dan

bergabung dengan serikat pekerja pilihan mereka tanpa rasa takut akan

intimidasi atau ancaman, sesuai dengan hukum nasional);

2) Put in place non-discriminatory policies and procedures with respect to

trade union organization, union membership and activity in such areas

as applications for employment and decisions on advancement,

dismissal or transfer; (menempatkan kebijakan dan prosedur non

diskriminatif sehubungan dengan organisasi serikat pekerja,

keanggotaan serikat pekerja, dan aktivitas di berbagai bidang seperti

aplikasi untuk pekerjaan dan keputusan tentang kenaikan jabatan,

pemecatan, dan pemindahan atau mutasi);

3) Provide workers’ representatives with appropriate facilities to assist in

the development of effective collective agreement; and (menyediakan

perwakilan pekerja dengan fasilitas yang layak untuk membantu dalam

pengembangan kesepakatan bersama yang efektif);·

4) Do not interfere with the activities of worker representatives while they

carry out their functions in ways that are not disruptive to regular

company operations. Practices such as allowing the collection of union

dues on company premises, posting of trade union notices, distribution

of union documents, and provision of office space, have proven to help

build good relations between management and workers, provided that

they are not used as a way for the company to exercise indirect control;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

(jangan mencampuri atau turut campur dalam kegiatan perwakilan

pekerja selama mereka menjalankan fungsi mereka dengan tidak

mengganggu operasional normal perusahaan. Praktik seperti

memungkinkan pengumpulan iuran serikat pekerja di tempat

perusahaan, posting pemberitahuan serikat buruh, distribusi dokumen,

dan penyediaan ruang kantor, telah terbukti membantu membangun

hubungan baik antara manajemen dan pekerja, asalkan cara-cara tersebut

tidak digunakan sebagai cara bagi perusahaan untuk melakukan kontrol

tidak langsung);

b. At the bargaining table (di meja perundingan)

1) Recognize representative organizations for the purpose of collective

bargaining; (kenali organisasi perwakilan untuk tercapainya

kesepakatan bersama);

2) Use collective bargaining as a constructive forum for addressing

working conditions and terms of employment and relations between

employers and workers, or their respective organizations; (gunakan

perundingan bersama sebagai forum konstruktif untuk mengatasi

kondisi syarat-syarat kerja dan hubungan antara pengusaha dan pekerja

atau organisasi lainnya yang bersangkutan);

3) Address any problem-solving or other needs of interest to workers and

management, including restructuring and training, redundancy

procedures, safety and health issues, grievance and dispute settlement

procedures, disciplinary rules, and family and community welfare;

(bertujuan untuk mencapai pemecahan masalah atau kepentingan para

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

pekerja dan manajemen, termasuk restrukturisasi dan pelatihan,

prosedur yang repititif dan rumit, keamanan dan masalah kesehatan

prosedur penyelesaian keluhan dan sengketa, peraturan disiplin dan

kesejahteraan masyarakat);

4) Provide information needed for meaningful bargaining; and

(memberikan informasi yang dibutuhkan untuk perundingan yang

berarti);

5) Balance dealings with the most representative trade union to ensure

the viability of smaller organizations to continue to represent their

members. (menyeimbangkan kesepakatan dengan serikat pekerja yang

paling mewakili dengan tetap menjaga kelangsungan hidup organisasi

yang lebih kecil untuk terus mewakili anggota mereka).

c. In the community of operation

1) Take into account the role and function of the representative national

employers’ organizations; and (Memperhitungkan peran dan fungsi

organisasi pengusaha nasional yang representatif; dan)

2) Take steps to improve the climate in labour-management relations,

especially in those countries without an adequate institutional and

legal framework for recognizing trade unions and for collective

bargaining. (Mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki iklim

dalam manajemen hubungan pekerja, terutama di negara-negara yang

tidak memiliki kerangka institusional dan hukum yang memadai untuk

mengenali serikat buruh dan untuk perundingan bersama).47

47 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-3 (diakses pada


tanggal 19 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

Prinsip keempat dari The United Nations Global Compact adalah The

elimination of all forms of forced and compulsory labour (penghapusan segala bentuk

kerja paksa dan kerja wajib). Prinsip ini adalah prinsip yang diadopsi dari setidaknya

2 konvensi internasional, yakni Konvensi ILO No. 29 Tahun 1930 tentang Kerja

Paksa dan Konvensi ILO No. 105 Tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa.

Kerja paksa atau kerja wajib adalah pekerjaan atau jasa apapun yang

dilakukan seseorang akibat ancaman hukuman dan dimana orang tersebut belum

menawarkan dirinya untuk melakukan pekerjaan tersebut secara sukarela.

Memberikan upah atau kompensasi lain kepada seorang pekerja tidak serta merta

menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut bukan kerja paksa atau kerja wajib.

Berdasarkan haknya, pekerjaan harus diberikan secara bebas dan pekerja harus diberi

kebebasan untuk meninggalkan pekerjaan tersebut, dengan memberikan

pemberitahuan sebelumnya dalam jangka waktu yang wajar.48

Beberapa karakteristik kerja paksa atau kerja wajib yang dinyatakan oleh The

United Nations Global Compact di antaranya adalah:

a. Slavery (i.e. by birth/ descent into “slave” or bonded status) (perbudakan)

b. Bonded labour or debt bondage, an ancient practice still used in some

countries where both adults and children are obliged to work in slave-like

conditions to repay debts of their own or their parents or relatives (tenaga

kerja berikat, praktik kuno yang digunakan di beberapa negara dimana

orang dewasa dan anak-anak di wajibkan untuk bekerja menjadi budak

yakni dipaksa untuk membayar utang mereka sendiri, atau orang tua)

c. Child labour in particularly abusive conditions where the child has no

choice about whether to work (pekerja anak dalam kondisi sangat kasar

48 Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak, Op. Cit., hlm 25.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

dimana anak tidak memiliki pilihan tentang pekerjaan yang mereka

lakukan)

d. Physical abduction or kidnapping (kekerasan fisik atau penculikan)

e. Sale of a person into the ownership of another (penjualan seseorang ke

dalam kepemilikan lain)

f. Physical confinement in the work location (in prison or in private

detention) (pengurungan fisik di lokasi kerja)

g. The work or service of prisoners if they are hired to or placed at the

disposal of private individuals, companies or associations involuntarily

and without supervision of public authorities (pekerjaan atau pelayanan

tahanan yakni mereka dengan paksaan dipekerjakan atau ditempatkan jauh

dari pemukiman masyarakat, individu, perusahaan, atau asosiasi tanpa

pengawasan atau otoritas publik)

h. Labour for development purposes required by the authorities, for instance

to assist in construction, agriculture, and other public works (buruh untuk

tujuan pembangunan yang di butuhkan oleh otoritas, misalnya untuk

membantu dalam konstruksi, pertanian, dan pekerjaan umum lainnya)

i. Work required to punish opinion or expression of views ideologically

opposed to the established political, social or economic system (pekerjaan

yang diwajibkan untuk menghukum akibat perbedaan pendapat atau

ekspresi berkaitan dengan pandangan ideologis yang bertentangan dengan

sistem politik, sosial atau sistem ekonomi setempat)

j. Exploitative practices such as forced overtime (praktik eksploitatif seperti

lembur paksa)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

k. The lodging of deposits (financial or personal documents) for employment

(kewajiban menyerahkan deposit)

l. Physical or psychological (including sexual) violence as a means of

keeping someone in forced labour (direct or as a threat against worker,

family, or close associates) (kekerasan baik secara fisik maupun psikologis

(termasuk seksual) sebagai cara untuk menahan seseorang dalam kerja

paksa)

m. Full or partial restrictions on freedom of movement (pembatasan penuh

atau sebagian berkaitan dengan kebebasan bergerak)

n. Withholding and non-payment of wages (linked to manipulated debt

payments, exploitation, and other forms of extortion) (pemotongan dan

tidak dilakukannya pembayaran)

o. Deprivation of food, shelter or other necessities (kekurangan makanan,

tempat tinggal, atau kebutuhan lainnya)

p. Deception or false promises about terms and types of work (penipuan atau

janji-janji palsu tentang persyaratan dan jenis pekerjaan)

q. Induced indebtedness (by falsification of accounts, charging inflated

prices, reduced value of goods or services produced, excessive interest

charges, etc.) (penciptaan hutang (melalui pemalsuan rekening, pengenaan

nilai utang yang terus meningkat, mengurangi nilai barang atau jasa yang

dihasilkan, beban bunga yang berlebihan, dan lain sebagainya))

r. Threats to denounce workers in an irregular situation to the authorities

(ancaman yang mengancam pekerja dalam situasi tidak teratur yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

dilakukan oleh otoritas).49

Dalam rangka mencegah dan meminimalkan terjadinya kerja paksa dan kerja

wajib, The United Nations Global Compact memberikan cara-cara yang dapat

dilakukan oleh perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.

a. In the workplace (di tempat kerja)

1) Have a clear policy not to use, be complicit in, or benefit from forced

labour; (memiliki kebijakan yang jelas untuk tidak menggunakan,

akan terlibat dalam atau memperoleh manfaat dari kerja paksa)

2) Where adherence to forced labour provisions of national laws and

regulations is insufficient, take account of international standards;

(dimana kepatuhan terhadap ketentuan kerja paksa, hukum, dan

peraturan nasional tidak mencukupi, perusahaan harus

mempertimbangkan standar internasionala)

3) Ensure that all company officials have a full understanding of what

forced labour is; (pastikan bahwa semua pejabat perusahaan memiliki

pemahaman penuh tentang apa arti dari kerja paksa)

4) Make available employment contracts to all employees stating the

terms and conditions of service, the voluntary nature of employment,

the freedom to leave (including the appropriate procedures) and any

penalties that may be associated with a departure or cessation of

work; (membuat kontrak kerja yang tersedia untuk semua karyawan

yang didalamnya memuat persyaratan dan kondisi pelayanan, sifat

49 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-4 (diakses pada


tanggal 19 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

sukarela kerja, kebebasan untuk meninggalkan dan setiap hukuman

yang mungkin terkait dengan pengunduran diri atau penghentian kerja)

5) Do not confiscate workers’ identity documents; (Jangan menyita

dokumen identitas pekerja)

6) Prohibit business partners from charging recruitment fees to workers;

(Melarang mitra bisnis dari biaya perekrutan untuk pekerja)

7) Write employment contracts in languages easily understood by

workers, indicating the scope of and procedures for leaving the job;

(membuat kontrak kerja dalam bahasa yang mudah dipahami oleh para

pekerja, yang menunjukkan ruang lingkup dan prosedur untuk

meninggalkan pekerjaan)

8) Be aware of countries, regions, industries, sectors, or economic

activities where forced labour is more likely to be a practice; (lebih

berhati-hati terhadap negara, daerah, industri, sektor, atau kegiatan

ekonomi dimana kerja paksa lebih cenderung dipraktikan)

9) In planning and conducting business operations, ensure that workers

in debt bondage or in other forms of forced labour are not engaged

and, where found, provide for the removal of such workers from the

workplace with adequate services and provision of viable alternatives;

(dalam perencanaan dan pelaksanaan operasional bisnis perusahaan

harus memastikan bahwa pekerja yang bersangkutan tidak berada

dalam jeratan hutang atau dalam bentuk kerja paksa lainnya dan jika

ditemukan, perusahaan harus menyediakan sarana untuk pemindahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

pekerja dari tempat kerja tersebut yakni dengan pelayanan yang

memadai dan penyediaan alternatif lain yang memungkinkan)

10) Institute policies and procedures to prohibit the requirement that

workers lodge financial deposits with the company; (melembagakan

kebijakan dan prosedur untuk melarang persyaratan bahwa pekerja

mangajukan deposito keuangan pada perusahaan)

11) If hiring prisoners for work in or outside prisons, ensure that their

terms and conditions of work are similar to those of a free employment

relationship in the sector involved, and that they have given their

consent to work for a private employer;· (jika memperkejakan tahanan

untuk bekerja dalam maupun diluar penjara, perusahaan harus

memastikan bahwa syarat dan kondisi kerja mereka sama dengan

hubungan kerja bebas di sektor terkait dan bahwa mereka telah

memberikan persetujuan mereka untuk bekerja pada majikan pribadi)

12) Ensure that large-scale development operations do not rely on forced

labour in any phase; and (memastikan bahwa operasi pengembangan

dalam sekala besar tidak bergantung pada kerja paksa)

13) Carefully monitor supply chains and subcontracting arrangements.

(hati-hati memonitor rantai pasokan dan pengaturan subkontrak)

b. In the community of operation (dalam komunitas operasi)

1) Establish or participate in a task force or committee on forced labour

in your representative employers’ organization at the local, state or

national level; (Membentuk atau berpartisipasi dalam gugus tugas atau

komite untuk mengurangi kerja paksa dalam organisasi pengusaha

perwakilan Anda 'di tingkat lokal, negara bagian atau tingkat nasional)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

2) Work in partnership with other companies, sectoral associations and

employers’ organizations to develop an industry-wide approach to

address the issue, and build bridges with trade unions, law

enforcement authorities, labour inspectorates and others; (bermitra

dengan perusahaan lain, asosiasi sektoral dan organisasi pengusaha

untuk mengembangkan pendekatan industri untuk mengatasi masalah

ini, dan membangun jembatan dengan serikat pekerja, aparat penegak

hukum, instansi tenaga kerja dan lain-lain)

3) Support and help design education, vocational training, and

counseling programmes for children removed from situations of forced

labour; (mendukung dan membantu pendidikan, pelatihan kejuruan,

dan program konseling untuk anak-anak diberhentikan dari situasi

kerja paksa)

4) Help develop skills training and income-generating alternatives,

including micro-credit financing programmes, for adults removed

from situations of forced labour; (Membantu mengembangkan

pelatihan dan keterampilan yang menghasilkan pendapatan alternatif,

termasuk program-program pembiayaan kredit mikro, untuk orang

dewasa diberhentikan dari situasi kerja paksa)

5) Encourage supplementary health and nutrition programmes for

workers removed from dangerous forced labour, and provide medical

care to assist those affected by occupational diseases and malnutrition

as a result of their involuntary work; and (Mendorong program

kesehatan dan gizi bagi pekerja yang dihapus dari kerja paksa yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

berbahaya, dan memberikan perawatan medis untuk membantu mereka

yang terkena dampak penyakit dan kekurangan gizi sebagai hasil dari

kerja paksa mereka; dan)

6) Where use is made of prison labour, ensure that the terms and

conditions of work are beneficial to the prisoners (particularly with

regard to occupational health and safety), and that they have given

consent to work for a private employer. (Dimana penggunaan tenaga

kerja dari penjara, pastikan bahwa syarat dan kondisi kerja yang

bermanfaat bagi para tahanan (terutama yang berkaitan dengan

kesehatan dan keselamatan kerja), dan bahwa mereka telah

memberikan persetujuan untuk bekerja untuk perusahaan swasta.)50

Prinsip kelima The United Nations Global Compact, yang berkaitan dengan

ketenagakerjaan adalah The effective abolition of child labour (penghapusan pekerja

anak secara efektif).

Berbicara megenai prinsip kelima dalam The United Nations Global Compact

yakni penghapusan pekerja anak secara efektif pada dasarnya tidak dapat dilepaskan

dari nilai-nilai yang terdapat dalam konvensi International Labour Organization

(ILO) No. 138 Tahun 1973 tentang usia minimum dan konvensi International Labour

Organization (ILO) No. 182 Tahun 1999 tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk

untuk Anak.

Selanjutnya apa yang dimaksud dengan pekerja anak, digambarkan dengan

beberapa istilah. Beberapa istilah tersebut diantaranya adalah child labour, youth

employment, dan student work. Pada dasarnya tidak ada perbedaan principal dari

50 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-4 (diakses pada


tanggal 19 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

51
ketiga istilah tersebut. Pekerja anak adalah salah satu bentuk eksploitasi yang

merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 138 Tahun 1973

tentang usia minimum dan konvensi International Labour Organization (ILO) No.

182 Tahun 1999 tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak menentukan

bahwa anak di bawah usia 18 tahun diperkenankan untuk bekerja namun tidak boleh

kurang dari usia untuk menyelesaikan wajib belajar yakni 15 tahun. Namun, hal ini

tidak berlaku mutlak bagi negara-negara yang sedang dalam masa transisi (negara

berkembang).
Jenis pekerjaan Negara maju Negara
berkembang

Kerja ringan 13 tahun 12 tahun

Kerja rutin 15 tahun 14 tahun

Kerja berbahaya 18 tahun 18 tahun

Table 1: usia minimum anak yang diperbolehkan bekerja

Dalam rangka meminimalkan pekerja anak ini, The United Nations Global

Compact telah memberikan alternatif yang dapat dipakai perusahaan dalam

menjalankan bisnis berkelanjutan.

a. In the workplace (di tempat kerja)

1) Be aware of countries, regions, sectors, economic activities where

there is a greater likelihood of child labour and respond accordingly

with policies and procedure; (berhati-hati terhadap negara, daerah,

51 Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak, Op. Cit., hlm 31.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

sektor, kegiatan ekonomi di mana ada kemungkinan lebih besar untuk

keberadaan pekerja anak dan responslah sesuai dengan kebijakan dan

prosedur yang berlaku)

2) Adhere to minimum age provisions of national labour laws and

regulations and, where national law is insufficient, take account of

international standards; (Mematuhi ketentuan usia minimum hukum

ketenagakerjaan dan peraturan nasional yang ada dan, di mana hukum

nasional tidak cukup, mempertimbangkan standar internasional.)

3) Use adequate and verifiable mechanisms for age verification in

recruitment procedures; (Menggunakan mekanisme yang memadai

dan dapat di verifikasi untuk verifikasi usia dalam prosedur

perekrutan)

4) Avoid having a blanket policy against hiring children under 18, as it

will exclude those above the legal age for employment from decent

work opportunities; (Hindari memiliki kebijakan tersembunyi terhadap

pekerja anak bawah 18, karena akan mengecualikan mereka di atas

usia hukum untuk pekerjaan dari peluang pekerjaan yang layak)

5) When children below the legal working age are found in the

workplace, take measures to remove them from work; (Ketika

anakanak di bawah usia kerja hukum ditemukan di tempat kerja,

peusahaan harus mengambil tindakan untuk menghapus mereka dari

pekerjaan)

6) Help to seek viable alternatives and access to adequate services for

the children and their families; (Membantu untuk mencari alternatif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

yang layak dan akses ke pelayanan yang memadai bagi anak-anak dan

keluarga mereka)

7) Exercise influence on subcontractors, suppliers and other business

affiliates to combat child labour; (menggunakan pengaruh pada

subkontraktor, pemasok dan afiliasi bisnis lain untuk memerangi

pekerja anak)

8) Develop and implement mechanisms to detect child labour;

(Mengembangkan dan menerapkan mekanisme untuk mendeteksi

pekerja anak)

9) Where wages are not determined collectively or by minimum wage

regulation, take measures to ensure that wages paid to adults take into

account the needs of both them and their families. (Di mana upah tidak

ditentukan secara kolektif atau tidak adanya peraturan upah minimum,

perusahaan harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan

bahwa upah yang dibayarkan untuk orang dewasa memperhitungkan

kebutuhan baik pekerja maupun keluarga mereka)

b. In the community of operation (dalam komunitas operasi)

1) Work in partnership with other companies, sectoral associations and

employers’ organizations to develop an industry-wide approach to

address the issue, and build bridges with trade unions, law

enforcement authorities, labour inspectorates and others; (bermitra

dengan perusahaan lain, asosiasi sektoral dan organisasi pengusaha

untuk mengembangkan pendekatan industri untuk mengatasi masalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

ini, dan membangun jembatan dengan serikat pekerja, aparat penegak

hukum, instansi tenaga kerja dan lain-lain)

2) Establish or participate in a task force or committee on child labour in

your representative employers’ organization at the local, state or

national level; (Membangun atau berpartisipasi dalam gugus tugas

atau komite tentang pekerja anak dalam organisasi pengusaha

perwakilan Anda yang ada di tingkat lokal, negara bagian atau

nasional.)

3) Support and help design educational/ vocational training, and

counseling programmes for working children, and skills training for

parents of working children; (mendukung dan membantu merancang

pendidikan pelatihan / kejuruan, dan program konseling untuk

anakanak yang bekerja, dan pelatihan keterampilan bagi orang tua dari

anak-anak yang bekerja)

4) Encourage and assist in launching supplementary health and nutrition

programmes for children removed from dangerous work, and provide

medical care to cure children of occupational diseases and

malnutrition. (Mendorong dan membantu dalam meluncurkan program

gizi, kesehatan tambahan untuk anak-anak dikeluarkan dari pekerjaan

yang berbahaya, dan memberikan perawatan medis untuk

menyembuhkan anak-anak dari penyakit dan kekurangan gizi anak

akibat kerja paksa)52

52 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-5 (diakses pada


tanggal (17 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

Prinsip keenam dalam The United Nations Global Compact adalah 6. The

elimination of discrimination in respect of employment and occupation (penghapusan

diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan). Berbicara megenai prinsip keenam

dalam The United Nations Global Compact yakni penghapusan diskriminasi dalam

hal pekerjaan dan jabatan pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang

terdapat dalam konvensi International Labour Organization (ILO) No. 100 Tahun

1951 tentang Upah yang Setara dan konvensi International Labour Organization

(ILO) No. 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan).

Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan

pekerjaan. Kegiatan ini mencakup akses ke pekerjaan, terutama jabatan, promosi,

serta pelatihan dan bimbingan kejuruan. Di samping itu, diskriminasi juga dapat

terjadi dalam hal syarat dan ketentuan kerja, misalnya:

a. Rekrutmen;

b. Upah;

c. Jam kerja dan istirahat/cuti berupah;

d. Perlindungan persalinan;

e. Keamanan masa kerja;

f. Pemberian tugas,

g. Pelaksanaan dan pengembangan kinerja;

h. Peluang pelatihan;

i. Prospek pekerjaan;

j. Jaminan sosial; dan

k. Keselamatan dan kesehatan kerja.53

53 Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak, Op. Cit., hlm 35.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

Dari sisi pandang dunia usaha, diskriminasi tidaklah masuk akal. Diskriminasi

menimbulkan ketegangan sosial yang dapat mengganggu linkungan usaha dalam

perusahaan dan masyarakat. Perusahaan yang menggunakan praktek diskriminatif

dalam pekerjaan dan jabatan menolak mendapatkan akses ke bakat-bakat dari sumber

keterampilan dan kompetensi yang lebih luas. Pada akhirnya, diskriminasi dapat

merusak reputasi perusahaan, sehingga dapat mempengaruhi keuntungan nilai

sahamnya.

Terdapat langkah-langkah yang dapat ditempuh perusahaan untuk

menanggulangi masalah diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan. Langkah-langkah

tersebut diantaranya sebagai berikut.

a. In the workplace (di tempat kerja)

1) Institute company policies and procedures which make qualifications,

skill and experience the basis for the recruitment, placement, training

and advancement of staff at all levels; (Menyusun kebijakan dan

prosedur perusahaan yang mengatur tentang kualifikasi, keterampilan

dan pengalaman sebagai dasar untuk rekrutmen, penempatan kerja,

pelatihan serta pengembangan staf di semua level)

2) Assign responsibility for equal employment issues at a high level,

issue clear company-wide policies and procedures to guide equal

employment practices, and link advancement to desired performance

in this area; (Menempatkan tanggungjawab atas kesetaraan dalam

pekerjaan pada tingkat yang tinggi, keluarkan kebijakan dan prosedur

perusahaan yang jelas yang membimbing penerapan kesetaraan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

pekerjaan, serta hubungkan perkembangan perusahaan dengan kinerja

yang diinginkan di bidang ini)

3) Work on a case by case basis to evaluate whether a distinction is an

inherent requirement of a job, and avoid application of job

requirements that would systematically disadvantage certain group;

(Bekerja atas dasar kasus per kasus untuk menilai apakah pembedaan

merupakan persyaratan yang melekat dari sebuah pekerjaan, dan

menghindari penerapan secara sistematis persyaratan kerja yang dapat

secara sistematis merugikan kelompok tertentu)

4) Keep up-to-date records on recruitment, training and promotion that

provide a transparent view of opportunities for employees and their

progression within the organization; (Memperbaharui catatan tentang

rekrutmen, pelatihan dan promosi yang memberi gambaran transparan

tentang peluang bagi pekerja serta kemajuan mereka dalam organisasi)

5) Where discrimination is identified, develop grievance procedures to

address complaints, handle appeals and provide recourse for

employees; (Jika diidentifi kasi adanya diskriminasi, menyusun

prosedur keluhan untuk mengatasi keluhan, menangani permohonan

serta menyediakan jalan lain untuk para pekerja. Tindakan ini serta

tindakan yang lain untuk menghindari atau mengatasi diskriminasi

adalah hal yang sangat penting dalam konteks negosiasi dan

kesepakatan bersama.

6) Be aware of formal structures and informal cultural issues that can

prevent employees from raising concerns and grievances;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

(Memperhatikan struktur formal dan masalah-masalah budaya informal yang dapat

mencegah pekerja dari upaya menyampaikan keprihatinan dan keluhan mereka.

7) Provide staff training on non-discrimination policies and practices,

including disability awareness. Reasonably adjust the physical

environment to ensure health and safety for employees, customers and

other visitors with disabilities; (Memberikan pelatihan staf tentang

kebijakan dan praktek non-diskriminasi, termasuk kesadaran tentang

penyandang cacat. Menyesuaikan secara wajar lingkungan fisik untuk

memastikan kesehatan dan keselamatan pekerja, konsumen dan tamu

lain yang menyandang cacat.

8) Establish programs to promote access to skills development training

and to particular occupations. (Menyusun program-program untuk

mempromosikan akses ke pelatihan pengembangan keterampilan dan

jabatan tertentu).

b. In the Community of operation (dalam komunitas operasi)

1) Encourage and support efforts to build a climate of tolerance and

equal access to opportunities for occupational development such as

adult education programs and health and childcare services;

(Mendorong dan mendukung upaya mengembangkan iklim toleransi

dan akses yang setara ke peluang untuk mengembangkan jabatan

seperti program pendidikan untuk orang dewasa serta layanan

kesehatan dan perawatan anak)

2) In foreign operations, companies may need to accommodate cultural

traditions and work with representatives of workers and governmental

authorities to ensure equal access to employment by women and

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

minorities. (Pada wilayah kerja di luar negeri, perusahaan mungkin

perlu mengakomodasikan tradisi budaya dan bekerja dengan

perwakilan pekerja dan otoritas pemerintah untuk memastikan akses

yang setara ke pekerjaan bagi perempuan dan kalangan minoritas.54

3. Prinsip Lingkungan (Prinsip 7-9) The United Nation Global Compact

Prinsip ketujuh dalam The United Nations Global Compact adalah Businesses

should support a precautionary approach to environmental challenges (bisnis harus

mendukung pendekatan yang bersifat preventif terhadap masalah lingkungan).

Perhatian terhadap lingkungan merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan.

Dikatakan demikian karena perhatian terhadap lingkungan akan melibatkan banyak

faktor yang saling berhubungan satu dengan yang lain dan bersifat sistematis.

Kunci untuk pendekatan yang bersifat preventif (pencegahan), dari perspektif

bisnis, adalah ide untuk pencegahan daripada perbaikan. Dengan kata lain, preventif

lebih hemat biaya karena perusahan dapat mengambil tindakan dini untuk

memastikan bahwa kerusakan lingkungan tidak terjadi. Perusahaan harus

mempertimbangkan beberapa hal berikut:

a. While it is true that preventing environmental damage may entail

additional implementation costs, environmental remediation often costs

much more, for instance in the form of treatment costs, or in terms of

company reputation. (Meskipun benar bahwa mencegah kerusakan

lingkungan mungkin memerlukan biaya implementasi tambahan,

perusahaan perlu menyadari bahwa perbaikan kerusakan lingkungan

54 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-6 (diakses pada


tanggal 19 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

setelah kerusakan terjadi harganya dapat jauh lebih mahal, misalnya untuk

biaya perbaikan dan dalam hal citra perusahaan)

b. Investing in production methods that are not sustainable (i.e. methods

that deplete resources and degrade the environment) has a lower,

longterm return than investing in sustainable operations. In turn,

improving environmental performance means less financial risk, an

important consideration for insurers. (Investasi dalam metode produksi

yang tidak berkelanjutan (yaitu metode yang menguras sumber daya dan

merusak lingkungan) memiliki rentang waktu pemulihan dalam jangka

panjang dibandingkan operasi yang berkelanjutan. Pada gilirannya,

meningkatkan kinerja lingkungan berarti mengurangi risiko keuangan ,

hal in adalah pertimbangan penting bagi perusahaan asuransi.)

c. Research and development related to more environmentally friendly

products can have significant long-term benefits (Penelitian dan

pengembangan yang berkaitan dengan produk yang lebih ramah

lingkungan dapat memiliki manfaat jangka panjang yang signifikan). 55


Langkah-langkah yang dapat diambil oleh perusahaan dalam penerapan

prinsip ketujuh ini adalah sebagai berikut.

a. Develop a code of conduct or practice for its operations and products

that confirms commitment to care for health and the environment;

(Mengembangkan kode etik atau praktek untuk operasi dan produk yang

menegaskan komitmen untuk merawat kesehatan dan lingkungan)

55 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-7 (diakses pada


tanggal 20 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

b. Develop a company guideline on the consistent application of the

approach throughout the company; (Mengembangkan pedoman

perusahaan tentang penerapan yang konsisten dari pendekatan kepada

seluruh perusahaan)

c. Create a managerial committee or steering group that oversees the

company application of precaution, in particular risk management in

sensitive issue areas; (Buat sebuah komite manajerial atau kelompok

pengarah yang mengawasi penerapan perusahaan dalam pencegahan,

dalam manajemen risiko khususnya di daerah-daerah dalam isu sensitif)

d. Establish two-way communication with stakeholders, in a pro-active,

early stage and transparent manner, to ensure effective communication of

information about uncertainties and potential risks; (Membangun

komunikasi dua arah dengan para pemangku kepentingan, perusahaan

harus berdiakap pro-aktif, dan secara transparan, untuk memastikan

komunikasi yang efektif, informasi tentang ketidakpastian dan risiko

potensial)

e. and to deal with related enquiries and complaints. Use mechanisms such

as multi-stakeholder meetings, workshop discussions, focus groups,

public polls combined with use of website and printed media; (dan untuk

menangani pertanyaan dan keluhan. Gunakan mekanisme seperti

pertemuan multi-stakeholder, diskusi lokakarya, kelompok fokus, jajak

pendapat publik dikombinasikan dengan penggunaan website dan media

cetak)

f. Support scientific research, including independent and public research,

on related issues, and work with national and international institutions

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

concerned; (Mendukung penelitian ilmiah, termasuk penelitian

independen dan publil, tentang isu-isu terkait, dan bekerja dengan

lembaga-lembaga nasional dan internasional yang bersangkutan)

g. Join industry-wide collaborative efforts to share knowledge and deal with

the issue of precaution, in particular in regards to production processes

and products around which high level of uncertainty, potential harm and

sensitivity exist. (Bergabunglah dengan upaya kolaboratif sesama industri

untuk berbagi pengetahuan dan kesepakatan untuk masalah pencegahan,

dalam proses produksi tertentu dan produk yang berkaitan dengan tingkat

ketidakpastian yang tinggi serta adanya potensi bahaya atau masalah yang

sensitif).56

Prinsip The United Nations Global Compact yang kedelapan adalah

Undertake initiatives to promote greater environmental responsibility (melakukan

inisiatif untuk mempromosikan tanggung jawab yang lebih besar terhadap

lingkungan hidup). Dalam Bab 30 Agenda 21, Rio Earth Summit tahun 1992

dinyatakan dengan tegas bahwa peran bisnis dan industri dalam agenda pembangunan

berkelanjutan yaitu "Business and industry should increase self-regulation, guided by

appropriate codes, charters and initiatives integrated into all elements of business

planning and decision-making, and fostering openness and dialogue with employees

and the public."57

Deklarasi Rio mengatakan bahwa bisnis memiliki tanggung jawab untuk

memastikan bahwa kegiatan dalam operasi mereka sendiri tidak menyebabkan

56 Ibid
57 United Nations Conference on Environment & Development Rio de Janerio, Brazil, 3 to 14
June 1992 AGENDA 21.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

kerusakan lingkungan. Masyarakat mengharapkan bisnis untuk menjadi aktor yang

baik di masyarakat. Langkah yang dapat diambil oleh perusahaan untuk

mempromosikan tanggung jawab lingkungan adalah sebagai berikut:

a. Define company vision, policies and strategies to include sustainable

development — economic prosperity, environmental quality and social

equity; (mendefinisikan ulang visi perusahaan, kebijakan, dan strategi

untuk memasukkan tiga asumsi dasar pengembangan berkelanjutan –

kemakmuran ekonomi, kualitas lingkungan, dan keadilan sosial)

b. Develop sustainability targets and indicators (economic, environmental,

social); (mengembangkan target keberlanjutan dan berbagai indikator

(ekonomi, lingkungan, sosial)

c. Establish a sustainable production and consumption programme with

clear performance objectives to take the organisation beyond compliance

in the long-term; (membentuk produksi berkelanjutan dan program

konsumsi dengan tujuan kinerja yang jelas untuk mengambil organisasi

melalui kepatuhan dalam jangka panjang)

d. Work with product designers and suppliers to improve environmental

performance and extend responsibility throughout the value chain;

(bekerja dengan pemasok untuk meningkatkan kinerja lingkungan,

memperluas tanggung jawab atas rantai produk dan ke rantai suplai)

e. Adopt voluntary charters, codes of conduct and practice internally as well

as through sectoral and international initiatives to reach responsible

environmental performance; (mengadopsi charter secara sukarela, kode

etik atau mempraktikkan secara internal maupun malalui inisiatif sektoral

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

dan internasional untuk mengonfirmasi perilaku dan kinerja yang dapat

diterima)

f. Measure, track and communicate progress on


incorporating

sustainability principles into business practices, including reporting

against global operating standards. Assess results and apply strategies

for continued improvement; and (mengukur, melacak, dan berkomunikasi

mengenai kemajuan dalam menggabungkan prinsip-prinsip keberlanjutan

dalam praktik bisnis, termasuk pelaporan terhadap standar operasi global)

g. Ensure transparency and unbiased dialogue with stakeholders.

(memastikan transparansi dan dialog dengan para pemangku

kepentingan). 58

Prinsip kesembilan dalam The United Nations Global Compact adalah

Encourage the development and diffusion of environmentally friendly technologies

(mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi ramah lingkungan). Teknologi

ramah lingkungan sebagaimana terdapat dalam agenda 21, Rio Earth Summit tahun

1992 adalah tindakan melindungi lingkungan dan mengurangi polusi dengan

menggunakan berbagai sumber daya secara berkelanjutan yakni dengan mendaur

ulang limbah dari suatu produk dan menangani limbah sisa dengan cara yang lebih

efektif dibandingkan dengan teknologi konvensional yang biasa digunakan.

Teknologi ramah lingkungan juga meliputi berbagai proses produksi yang bersih dan

teknologi yang dapat mencegah polusi serta teknologi pemantauan.

Manfaat utama dari teknologi ramah lingkungan meliputi:

58 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-8 (diakses pada


tanggal 20 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

a. Menerapkan teknologi ramah lingkungan membantu perusahaan

mengurangi penggunaan bahan baku sehingga akan mengarah ke

peningkatan efisiensi;

b. inovasi teknologi menciptakan peluang bisnis baru dan membantu

meningkatkan daya saing perusahaan secara keseluruhan; dan

c. Teknologi yang menggunakan bahan yang lebih efisien dan bersih dapat

diterapkan untuk sebagian besar perusahaan dengan manfaat ekonomi dan

lingkungan jangka panjang.59

Cara yang dapat diambil perusahaan dalam meningkatkan teknologi yang

ramah lingkungan adalah:

a. mengubah proses atau teknik manufaktur;

b. mengubah bahan masukan;

c. membuat perubahan pada desain produk atau komponen; dan

d. menggunakan kembali bahan yang telah digunakan.60

Beberapa pendekatan strategis yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam

mendorong pengembangan da penyebaran teknologi ramah lingkungan diantaranya

sebagai berikut:

a. Menetapkan kebijakan perusahaan atau individu pada penggunaan

teknologi ramah lingkungan;

b. Membuat informasi yang tersedia bagi para pemangku kepentingan yang

menggambarkan kinerja lingkungan dan manfaat menggunakan teknologi

59 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-9 (diakses pada


tanggal 20 Maret 2017)
60 Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

tersebut;

c. Memusatkan penelitian dan pengembangan terhadap 'desain untuk

keberlanjutan';

d. Penggunaan life cycle assessment (LCA) atau penilaian siklus hidup

dalam pengembangan teknologi dan produk baru;

e. Mengunakan Employing Environmental Technology Assessment (EnTA)

atau Penilaian Teknologi Lingkungan;

f. Meneliti kriteria investasi dan kebijakan sumber untuk pemasok dan

kontraktor untuk memastikan bahwa tender menetapkan kriteria

lingkungan minimum;

g. Bekerja sama dengan mitra industri untuk memastikan bahwa 'tersedia

teknologi terbaik' dan diketahui organisasi lain.

4. Prinsip Anti Korupsi (Prinsip 10) The United Nation Global Compact

Latar belakang lahirnya prinsip ke sepuluh yakni businesses should work

against corruption in all its form, including extortion and bribery (bisnis harus

melawan tindak pidana korupsi dalam segala bentuknya, termasuk tindak pemerasan

dan penyuapan) diumumkan pada tanggal 24 Juni 2004 tepatnya pada the United

Nations Global Compact Leaders Summit. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk

menanggapi tantangan pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini juga sekaligus

menunjukkan kepada kita bahwa masyarakat internasional telah menunjukkan

kemauan baru atau komitmen baru dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, dengan

ikut memainkan perannya dalam memerangi tindak pidana korupsi.

Cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk memerangi tindak pidana

korupsi adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

a. Secara internal: sebagai langkah awal dan mendasar, perusahaan dapat

memperkenalkan kebijakan dan program anti korupsi dalam organisasi

mereka dan operasi bisnis mereka;

b. Secara eksternal: laporan upaya melawan korupsi dalam Communication

on Progress dan berbagi pengalaman dan praktik terbaik melalui

pengajuan contoh dan cerita kasus;

c. Secara kolektif: membangun kekuatan degan rekan-rekan industri dan

dengan pemangku kepentingan lainnya

d. Menandatangani “Anti-corruption Call to Action”, Yang merupakan

panggilan dari Bisnis kepada Pemerintah untuk mengatasi korupsi dan

mendorong pemerintahan secara efektif untuk menjalankan ekonomi

global yang berkelanjutan dan inklusif. Partisipasi perusahaan dalam aksi

ini menggaris bawahi upaya lanjutan untuk mengintegrasikan antikorupsi

ke dalam strategi dan operasi.61

61 https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-10 (diakses pada


tanggal 20 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN PRAKTIK BISNIS
BERKELANJUTAN BERDASARKAN THE UNITED NATIONS GLOBAL
COMPACT

A. The United Nations Global Compact Dalam Pandangan Nilai-Nilai Pancasila

Dan Undang Undang Dasar 1945

Hukum yang baik menurut Lawrence Friedman harus selalu memuat

unsurunsur sistem hukum yang terdiri dari struktur hukum (legal structure), substansi

hukum (legal substance), dan budaya hukum (legal culture).62 Oleh sebab itu, perlu

dikaji terlebih dahulu kesesuaian antara nilai-nilai yang terdapat dalam The United

Nations Global Compact dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

Setiap masyarakat atau bangsa tentu memiliki pandangan hidup yang berisi

nilai-nilai moral atau etika yang dianggap sebagai suatu kebenaran dan keharusan.

Moral dan etika itu pada dasarnya memuat suatu nilai-nilai yang dianggap baik atau

tidak baik, sesuatu yang dianggap benar dan tidak benar, sesuatu yang dianggap patut

dan tidak patut, sesuatu yang dianggap layak dan tidak layak. Nilai yang dianggap

sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa sudah tentu harus dijadikan

pandangan hidup dan cita-cita yang dijunjung tinggi.

Berangkat dari hal itu, tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa hukum

yang baik harus disusun berdasarkan semua nilia-nilai yang ada dan nilai-nilai yang

112

62 Lawrence Friedman, American Law, London: W. W. Norton & Company, 1984, hlm 6.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
105

diakui sebagai suatu kebenaran dalam masyarakat. Sebaliknya, hukum yang dibentuk

tanpa memperhatikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Sebaliknya. Hukum

yang dibentuk tanpa memperhatikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat atau tidak

sesuai dengan struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance),

dan budaya hukum (legal culture) tidak akan ditaati atau tidak akan dapat

dilaksanakan.

Benard Arief Shidharta menyatakan bahwa, “Pada masa ini, pancasila sebagai

base value sudah sepenuhnya menjadi kenyataan. Namun pancasila sebagai goals

values, baru sila pertama dan sila ketiga yang sepenuhnya telah menjadi kenyataan,

sedangkan sila-sila lainnya masih banyak yang harus diperjuangkan dengan penuh

kesungguhan oleh semua pihak…”63

Sebagai sebuah goals values maka cita hukum (rechtsidee) pancasila

memberikan landasan bagi tujuan hukum yaitu untuk memberikan pengayoman

kepada manusia yakni melindungi manusia secara pasif (negatif) dengan mencegah

tindakan sewenang-wenang dan secara aktif (positif) dengan menciptakan kondisi

kemasyarakatan berlangsung secara wajar sehingga secara adil setiap manusia

memperoleh kesempatan yang luas dan sesama untuk mengembangkan seluruh

potensi kemanusiaannya secara utuh.64

Dengan demikian, pengadopsian nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang terdapat

dalam The United Nations Global Compact kedalam sistem hukum Indonesia harus

dijadikan sebagai salah satu cara untuk mencapai Pancasila sebagai goals values

yakni sebuah sistem hukum yang mencerminkan atau memberikan pengayoman

kepada manusia dan menciptakan kondisi kemasyarakatn berlangsung secara wajar


63 Shidharta dan Myrna A. Safitri, “Prawacana: Eksistensi dan Implikasi Sebuah Teori
Tentang Hukum” dalam Mochtar Kusuma atmaja dan Teori Hukum Pembangunan (Eksistensi dan
Implikasi), Epistema Institute dan Huma, 2012, hlm 45.
64 Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

dengan menjunjung tinggi rasa keadilan sebuah posisi dimana setiap manusia

memperoleh kesempatan yang sama dan luas untuk mengembangkan seluruh potensi

yang ada. Dengan melihat prinsip-prinsip yang terkandung dalam The United Nations

Global Compact tentu telah sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila.

Lebih lanjut, pancasila ini akan diimplementasikan lebih lanjut dalam Undang

Undang Dasar 1945 sebagai norma fundamental dan harus diterjemahkan lebih lanjut

kedalam berbagai undang-undang. Pengimplementasian prinsip-prinsip yang terdapat

dalam The United Nations Global Compact tidak boleh bertentangan dengan nilainilai

yang terkandung dalam pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Dapat dilihat

bahwa cita-cita yang ingin dicapai bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Indonesia yang merdeka adalah Indonesia yang bebas dari segala bentuk

penjajahan, baik antar manusia maupun antar bangsa, baik sebagai obyek

maupun sebagai subyek.

2. Indonesia yang bersatu adalah Indonesia yang miliki kesatuan wilayah yang

utuh sebagai ruang hidup seluruh bangsa, terjalin dan berkembangnya

interkoneksitas yang harmonis dan sinergis antara setiap komponen bangsa

dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki kadar

solidaritas sosial yang tinggi antar berbagai komponen bangsa.

3. Indonesia yang berdaulat adalah Indonesia yang memiliki pemerintahan yang

mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia.

4. Indonesia yang berkeadilan adalah Indonesia yang mampu menjamin

terselenggaranya hak-hak setiap warganya dan mencegah terjadinya

kesenjangan dalam setiap aspek kehidupan bangsa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

5. Indonesia yang berkemakmuran adalah Indonesia yang mampu menyediakan

dan memenuhi kebutuhankebutuhan dasar yang memenuhi standar yang layak

bagi kemanusiaan untuk seluruh warganya.

6. Indonesia yang berkehidupan kebangsaaan yang bebas adalah Indonesia yang

mampu memelihara dan mengembangkan lingkungan kehidupan kebangsaan

yang kondusif bagi perkembangan dan keberlangsungan keberadaan segenap

komponen bangsa sesuai dengan aspirasi dan budaya masing-masing.65

Melihat keenam visi atau cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia

sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, dapat dikatan bahwa prinsip-prinsip

yang terdapat dalam The United Nations Global Compact dapat dijadikan sebagai

salah satu sarana untuk mencapai visi atau cita-cita bangsa Indonesia tersebut.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa The United Nations Global

Compact dapat diadopsi nilai-nilainya dengan senantiasa mempehatikan kepentingan

bangsa, tujuan nasional, dan kepentingan seluruh masyarkat Indonesia namun tetap

sesuai dengan perkembangan dunia internasional.

B. Pelaksanaan Praktik Bisnis Berkelanjutan Berdasarkan The United Nations

Global Compact di Indonesia

The United Nations Global Compact membuat prinsip-prinsip yang

memperhatikan konvensi-konvensi internasional lain yaitu The Universal

Declaration of Human Rights, The International Labour Organization’s Declaration

on Fundamental Principles and Rights at Work, The United Nations Conference on

65 Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Intelijen


Negara, hlm 24. Diakses pada
http://lama.elsam.or.id/downloads/1309941834_NASKAH_AKADEMIK_RUU_Intelijen_Negara.pdf
(diakses pada tanggal 20 Maret 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

Environment And Development (Rio de Janeiro) dan The United Nations Convention

Againts Corruption.

Konvensi-konvensi internasional tersebut telah diakui dan banyak juga yang

telah diratifikasi oleh Indonesia yakni sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional

Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang

hak-hak sipil dan politik)

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO

Nomor 182 mengenai Pelanggarn dan Tindakan Segera Penghapusan

Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO

Covention No. 111 Concerning Discriminations In Respect of

Employment and Occupation (konvensi ILO mengenai diskriminasi

dalam pekerjaan dan Jabatan)

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi

ILO Nomor 105 Concerning The Abolltion of Forced Labour (Konvensi

ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa)

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahaan Konvensi

ILO Nomor 138 Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja

6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United

Nations Convention againts Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003)

Dengan Indonesia meratifikasi konvensi-konvensi diatas menunjukkan

partisipasi Indonesia dalam melaksanakan prinsip-prinsip The United Nations Global

Compact.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

Inisiatif untuk mendukung program Global Compact PBB ini mendapat

sambutan positif dari perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dengan diprakarsai oleh

Martha Tilaar, Founder & Chairman of Martha Tilaar Group dan bekerjasama

dengan IMA (Indonesia Marketing Association) sebagai koordinator. Sampai

sekarang ada 76 perusahaan dan insitusi yang menyatakan dukungannya untuk

membentuk jaringan Global Compact di Indonesia. Penandatanganan deklarasi

tersebut disaksikan oleh Erna Witoelar, Asia-Pacific Ambassador for UN Millenium

Development Goal; Martha Tilaar yang juga adalah Founding Participant UN Global

Compact beserta 300 peserta Asia-Pacific Business Forum lainnya, baik dari dalam

negeri maupun luar negeri.

Indonesia Global Compact Network (IGCN) diluncurkan pada tanggal 8 April

2006 di Jakarta selama Konferensi United Nations Economic and Social Commission

for Asia and the Pacific (UNESCAP). Dua puluh dua perusahaan dan organisasi

membuat komitmen bersama dan menandatangani janji untuk mendukung, dan

melaksanakan United Nations Global Compact Prinsip. 66

Visi dari Indonesia Global Compact Network (IGCN) adalah untuk menjadi

agen terhormat perubahan dalam mempercepat transformasi negara menuju

pencapaian hak asasi manusia, tenaga kerja yang kompetitif, lingkungan yang

berkelanjutan, dan praktik bisnis yang etis. Sedangkan misi dari Indonesia Global

Compact Network (IGCN) adalah untuk mempromosikan, memfasilitasi dan

melaksanakan prinsip-prinsip Global Compact PBB di Indonesia.71

66 http://indonesiagcn.org/ (diakses pada tanggal 20 Maret 2017)


71
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian bab-bab terdahulu, penulis dapat menarik beberapa

kesimpulan yang berkaitan dengan pokok pembahasan serta sekaligus merupakan

jawaban dari permasalahan yang penulis buat, yaitu:

1. Peraturan dunia usaha internasional dalam International Labour Organization

(ILO) sebagai lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dibentuk dengan tujuan

menetapkan peraturan ketenagakerjaan internasional. ILO menjadi pedoman

perusahaan dalam menjalankan bisnisnya serta interaksinya dengan persoalan-

persoalan kebijakan ketenaga kerjaan dan sosial. Kemudian ada International

Organization of Employers (IOE) yang mewakili kepentingan bisnis di tenaga

kerja dan kebijakan sosial, peran IOE adalah untuk memastikan bahwa

kepentingan kebijakan pengusaha tercermin dalam kerja dan kegiatan ILO.

Selanjutnya, International Trade Union Confederation (ITUC) yang bertujuan

untuk memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan serta

meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Menurut International

Trade Union Confederation (ITUC) perusahaan dalam menjalankan bisnisnya

membutuhkan pekerja, maka pekerja merupakan mitra kerja pengusaha yang

sangat penting dalam proses produksi. Kemudian ada The United Nations Global

Compact yang menyediakan sebuah platform untuk bisnis yang berkolaborasi

119

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


112

dengan berkomitmen untuk membangun era baru dalam berbisnis yakni era

bisnis yang berkelanjutan.

2. Peserta dari The United Nations Global Compact berkomitmen untuk menerapkan

(dalam lingkup pengaruh mereka) sepuluh prinsip The United Nations Global

Compact di bidang hak asasi manusia, perburuhan, lingkungan dan antikorupsi.

The United Nations Global Compact adalah murni inisiatif sukarela. Instrumen ini

tidak menghukum atau menegakkan perilaku atau tindakan perusahaan.

Sebaliknya, ia dirancang untuk mendorong perubahan dan untuk mempromosikan

good corporate citizenship dan mendorong solusi inovatif dan kemitraan.

Kewajiban bagi perusahaan yang berpartisipasi adalah bahwa mereka harus

mengeluarkan Komunikasi Kemajuan Tahunan (COP). COP tersebut harus

menggambarkan kemajuan yang dibuat dalam menerapkan sepuluh prinsip-

prinsip UNGC. Namun isi laporan ini tidak akan diperiksa. Kegagalan untuk

membuat COP akan mengakibatkan penurunan status peserta dari aktif menjadi

non-communicating. Peserta yang tidak membuat laporan kemajuan selama dua

tahun berturut-turut akan dikeluarkan dari daftar dan Global Compact

mengumumkan nama perusahaan yang dikeluarkan.

3. The United Nations Global Compact memiliki jaringan lokal (local networks) di

berbagai negara. Local networks tersebut berkomitmen untuk mewujudkan

prinsip-prinsip dasar di atas dalam skala regional atau domestik. Indonesia

memiliki jaringan lokal The United Nations Global Compact dibentuk pada 8

April 2006 yang telah melibatkan lebih dari 160 perusahaan multinasional,

perusahaan lokal, dan berbagai institusi. Visi dari Indonesia Global Compact

Network (IGCN) adalah untuk menjadi agen terhormat perubahan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

mempercepat transformasi negara menuju pencapaian hak asasi manusia, tenaga

kerja yang kompetitif, lingkungan yang berkelanjutan, dan praktik bisnis yang

etis.

B. SARAN

1. Karena karakter atau sifat dari panduan dunia usaha ini tidak semua bersifat

mengikat apalagi The United Nations Global Compact yang bersifat sukarela,

sehingga sangat diperlukan kerja sama aktif dari perusahaan untuk melaksanakan

kesepuluh prinsip dari The United Nations Global Compact serta harus adanya

pengawasan yang lebih ketat lagi dari aturan internasional seperti International

Labour Organization, International Organization of employers dan International

Trade Union Confederation (ITUC) bekerja sama untuk menciptakan dunia

usaha yang berkelanjutan dan memberikat manfaat bai pekerja, perusahaan, dan

masyarakat pada umumnya.

2. Karena mekanisme akuntabilitas The United Nations Global Compact yang

lemah, saat ini ada banyak peserta korporasi yang melanggar salah satu atau

beberapa prinsip dari Sepuluh Prinsip The United Nations Global Compact.

Dibutuhkan kerja sama dari perusahaan untuk menerapkan kesepuluh prinsip dari

United Nations Global Compact perusahaan harus membuat Communication on

Progress untuk membantu pelaksanaan dari United Nations Global Compact.

Seharusnya The United Nations Global Compact membuat mekanisme

penyaringan bagi keanggotaan baru, dan mekanisme penegakan hukum untuk

menjamin bahwa peserta perusahaan telah mematuhi Sepuluh Prinsip The United

Nations Global Compact. Sehingga The United Nations Global Compact

sebagai global governance menjadi panduan bagi setiap perusahaan untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


114

menjamin bahwa aktivitas bisnis yang dilakukan beretika dan bertanggung jawab

dapat terlaksana.

3. Sebaiknya pemerintah Indonesia ikut membantu pelaksanaan The United Nations

Global Compact dengan membuat suatu peraturan perundan-undangan agar

pelaksanaan dari kesepuluh prinsip ini dapat berjalan dan memberikan dampak

positif bagi dunia usaha berkelanjutan di dunia khususnya di Indonesia.

Seharusnya juga masyarat atau LSM ikut berperan aktif untuk membantu

melaksanakan prinsip ini dengan melaporkan kepada The United Nations Gobal

Compact jika ada perusahaan yang gagal memenuhi komitmennya untuk

melaksanakan kesepuluh prinsip The United Nations Global Compact.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

A.K, Syahmin, SH. 1985. Pokok-Pokok Hukum Organisasi Internasional, Bandung;

Binacipta.

Ali, Zainuddin. 2010. Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Sinar Grafika.

Amiruddin dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; PT.

Raja Grafindo Persada.

De Rover, C. 2000. To Serve & To Protect-Acuan Universal Penegakan HAM,

Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Djamily Mizwar, dkk., Tanpa tahun, Mengenal PBB dan 170 Negara Di Dunia, Penerbit

PT. Kreasi Jaya Utama

Friedman, Lawrence. 1984. American Law, London; W. W. Norton & Company.

Istanto, Prof. Dr. F. Sugeng, S.H. 2010. Hukum Internasional, Yogyakarta:

Universitas Atma Jay.

Kristian, S.H. 2014. Hukum Korporasi Ditinjau Dalam The United Nations Global

Compact, Bandung; Penerbit Nuansa Aulia.

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes. 2003. Pengantar Hukum

Internasional. Bandung; Penerbit PT. Alumni.

Mandalangi, J. Parcira SH,. 1986. Segi-Segi Hukum Organisasi Internasional, Binacipta.

Prof. Dr. Hata, S.H., M.H. 2016. Hukum Ekonomi Internasional, Malang; Setara Press

Schwrzenberger, Georg. 1962. The Frontiers Of International Law. London; Stevenns &

Sons Limited.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


116

123

Shidharta dan Myrna A. Safitri. 2012. “Prawacana: Eksistensi dan Implikasi Sebuah

Teori Tentang Hukum” dalam Mochtar Kusuma atmaja dan Teori Hukum

Pembangunan (Eksistensi dan Implikasi), Epistema Institute dan Huma.

Situni, Whisnu. 1989. Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum

Internasional, Bandung: CV Madar Maju.

Soekanto, Soerjono dan Sri Madmuji. 2007. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.

Starke, J. G., Bambang Irian (penterjemah). 2010. Pengantar Hukum

Internasional, Jakarta; Sinar Grafika.

Suherman, Ade Mahman. 2003. Organisasi Internasional & Integritas Ekonomi Regional

Dalam Prespektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta; Ghali Indonesia.

Wallace, Rebecca M. M, Bambang Arumanandi SH., M. Sc. (penterjemah). 1993.

Hukum Internasional, Semarang; IKIP Semarang Press.

B. INTERNET

Charnovitz, Steve. March 2011. What Is International Economic law ?, Journal

Of International Economic Law, Vol 14 No. 1.

Global Compact Governance tertanggal 19 Februari 2008 http://indonesiagcn.org/

(diakses pada tanggal 20 Maret 2017)

http://rahayupujiastuti25.blogspot.co.id/2013/03/manajemen-berkelanjutan.html

(diakses pada tanggal 07 Maret 2017)

http://unglobalcompact.org/AboutTheGC/The_Global_Compact_Board/bios.html

(diakses pada tanggal 15 Maret 2017)

http://www.ilo.org/declaration

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


117

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-

bangkok/@ilojakarta/documents/publication/wcm_041895.pdf (diakses

pada tanggal 14 Maret

2017) http://www.ioe-emp.org/about-ioe/ (diakses pada tanggal 13 Maret 2017)

http://www.unesco.org/education/pdf/RIO_E.PDF (diakses pada tanggal 17 Maret

2017)

http://www.unglobalcompact.org/aboutTheGC/Government_Support/recognition_

by_the_g8.html. (diakses pada tanggal 16 Maret 2017)

http://www.unglobalcompact.org/AboutTheGC/The_Global_Compact_Board/fou

nding_and_appointments.html (diakses pada tanggal 15 Maret 2017)

https://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Global_Compact (diakses

pada tanggal 07 Maret 2017) https://id.wikipedia.org/wiki/Bisnis ( diakses pada

tanggal 07 Maret 2017)

https://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Ekonomi_dan_Sosial_Perserikatan_Bangsa-

Bangsa (diakses pada tanggal 29 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles (diakses

pada tanggal 29 Maret 2017)

https://id.wikipedia.org/wiki/International_Chamber_of_Commerce (diakses pada

tanggal 29 Maret 2017) https://translate.google.co.id/translate?

hl=id&sl=en&u=https://en.wikipedia.org/w

iki/International_Organisation_of_Employers&prev=search (diakses pada tanggal

12 Maret 2017)

https://www.ituc-csi.org/about-us (diakses pada tanggal 14 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/about/finances (diakses pada tanggal 15 Maret

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


118

2017) https://www.unglobalcompact.org/about/governance (diakses pada

tanggal 15

Maret 2017) https://www.unglobalcompact.org/about/governance (diakses

pada tanggal 15

Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/about/governance/board/members

(diakses pada tanggal 15 Maret 2017) https://www.unglobalcompact.org/what-is-

gc/mission/principles (diakses pada tanggal 16 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-1

(diakses pada tanggal 17 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-1

(diakses pada tanggal 17 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-2

(diakses pada tanggal 17 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-3

(diakses pada tanggal 19 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-4

(diakses pada tanggal 19 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-5

(diakses pada tanggal (17 Maret 2017)


https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-
6

(diakses pada tanggal 19 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-7

(diakses pada tanggal 20 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


119

(diakses pada tanggal 20 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-9

(diakses pada tanggal 20 Maret 2017)

https://www.unglobalcompact.org/what-is-gc/mission/principles/principle-10

(diakses pada tanggal 20 Maret 2017)

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang

Intelijen Negara, hlm 24. Diakses pada

http://lama.elsam.or.id/downloads/1309941834_NASKAH_AKADEMIK_

RUU_Intelijen_Negara.pdf

Prinsip-prinsip Ketenagakerjaan Global Compact Perserikan Bangsa Bangsa

Panduan Untuk Dunia Usaha, hlm 13,

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-

bangkok/@ilojakarta/documents/publication/wcms_126247.pdf (diakses

pada tanggal 10 Maret 2017)

Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak, Prinsip-prinsip

Ketenagakerjaan Global Compact-Perserikatan Bangsa Bangsa (Panduan

Untuk Dunia Usaha)


Teks deklarasi PMN ILO dan informasi lebih lanjut diperoleh dari

http://www.ilo.org/multi

Terms Of Reference for the “United Nations Global Compact Inter-Agency

Team”. Diakses dari http://www.ilo.org/ wcmsp5/ groups/ public/--

dgreports/--- jur/ documents/ genericdocument/ wcms_434552. pdf

(diakses pada tanggal 15 Maret 2017)

UN Global Compact Leaders Summit 2010 Sustainability Report diakses pada

https://lessconversationmoreaction.files.wordpress.com/2010/10/mcisustai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


120

nability-report-for-the-ungc-leaders-summit-2010.pdf (diakses pada

tanggal 15 Maret 2017)

United Nations Conference on Environment & Development Rio de Janerio,

Brazil, 3 to 14 June 1992 AGENDA 21.

www.ilo.org (diakses pada tanggal 07 Maret 2017)

C. SUMBER LAIN

Konvensi ILO No. 105 Tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa

Konvensi ILO No. 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan)

Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum

Konvensi ILO No. 29 Tahun 1930 tentang Kerja Paksa

Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan

Perlindungan atas Hak untuk Berorganisasi

Penjelasan atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005

tentang pengesahan International Covenant On Economic, Social, and Cultural

Rights.
The United Nations Conference On Environment And Development (Rio de

Janeiro)

The Universal Declaration of Human Rights

United Nations Against Corruption

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai