Anda di halaman 1dari 31

Proposal Penelitian

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA


SEKOLAH, MOTIVASI BEPRESTASI DAN BUDAYA ORGANISASI
DENGAN KINERJA GURU SMA DI KABUPATEN ACEH TIMUR

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Akhir


Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan

Oleh :
JEFRI SONI
NIM. 8126132055
Mahasiswa Pascasarjana Prodi Administrasi Pendidikan
Konsentrasi Kepengawasan

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan penting yang dihadapi oleh bangsa indonesia pada saat ini adalah
kualitas sumber daya manusia dan mutu pendidikan. Salah satu faktor utama yang
sangat menentukan dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah tersedianya guru
profesional yang mampu melaksanakan tugas pembelajaran dengan penuh tanggung
jawab, karena guru menduduki posisi yang sangat strategis, utamanya pada jenjang
pendidikan menengah. Pada kenyataannya, tenaga pengajar memegang pernan
penting dalam mensukseskan pembelajaran disekolah yang berimplikasi pada
peningkatan mutu pendidikan, sebab tenaga pengajar merupakan unsur manusiawi
yang sangat dekat untuk berhubungan langsung dengan siswa dalam pendidikan.
Dalam meningkatkan mutu guru, salah satu usaha adalah meningkatkan kinerja
guru dalam pelaksanaan tugasnya. Mutu dan keberhasilan guru selalu ditunjukkan
melalui tindakan dan perlakuan guru yang dirasakan baik di sekolah maupun di
masyarakat sekitarnya.Tingginya kompetensi seorang guru menandakan bahwa ia
mampu memberikan kontribusi efektif terhadap keberhasilan tujuan pendidikan.
Dengan kemampuan dan profesionalitasnya, guru akan melaksanakan
tanggungjawabnya sebagai pendidik dengan penuh dedikasi dan kinerja yang baik.
Dengan kinerja yang baik itu pula seorang guru dapat memberikan kontribusi bagi
peningkatan mutu pendidikan. Menurut Suriadi (2001), bahwa guru yang memiliki
kinerja yang baik itulah yang disebut dengan guru profesional yang dicita-citakan tujuan
pendidikan nasional. Dengan demikian, telah tergambar secara utuh dan detail bahwa
mutu pendidikan dapat tercapai dalah satunya melalui kinerja guru yang baik. Kinerja
tersebut berasal dari guru-guru yang memiliki kompetensi dan memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi.
Kepemimpinan seorang kepala sekolah merupakan sesuatu yang sangat penting,
karena merupakan motor penggerak bagi segenap sumber daya yang tersedia di
lingkungan organisasi sekolah, terutama terhadap komponen sumber daya manusia yang
terdiri dari para karyawan dan guru. Begitu besarnya peranan kepemimpinan dalam
proses pencapaian tujuan organisasi, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
sukses tidaknya penyelenggaraan aktivitas suatu unit kerja organisasi sebagian besar
ditentukan oleh kualitas kepemimpinan. Kepala sekolah sebagai pimpinan dan pengelola
sumber daya sekolah, harus mampu mengelola budaya organisasi sekolahnya baik
dalam segi SDM maupun potensi-potensi sekolah lainnya.
Kepala sekolah dituntut untuk mampu beradaptasi dengan keadaan di
sekolahnya, serta dapat menjabarkan kondisi sekolahnya ke dalam visi, misi dan
aksi dengan tujuan agar mampu mencapai target kurikulum di sekolahnya.
Sekolah, sebagai organisasi pendidikan memerlukan pemimpin yang menaruh
perhatian terhadap aspek kinerja guru. Namun pada kenyataannya kepemimpinan
kepala sekolah dalam suatu sekolah terkadang memunculkan sikap pro dan kontra di
kalangan guru dan karyawan. Jika seorang guru merasa kepemimpinan kepala
sekolah tidak memuaskan maka kinerja guru tersebut akan menjadi tidak optimal,
tetapi jika kepemimpinan kepala sekolah tersbut sangat memuaskan maka kinerja
guru dan karyawan akan meningkat.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan organisasi pendidikan yang
mempunyai beberapa unsur yang terkandung dalam sistem pendidikan, yaitu: tujuan,
personel, fasilitas dan aktivitas pengelolaan. Apabila ditinjau dari unsur sistem
organisasi, sekolah akan merjadi berkualitas apabila memiliki tujuan yang jelas,
personel yang baik, sarana yang memadai, budaya organisasi yang kondusif atau
adanya kegiatan pengelolaan yang efektif. Hal ini disebabkan karena budaya
organisasi akan memberikan pengaruh yang kuat pada kinerja individu dan
organisasi melebihi faktor-faktor lain, seperti sistem, struktur, strategi, peralatan dan
sebagainya (Kotter & Heskett, 1992).
Dari gambaran diatas, diketahui bahwa terdapat faktor meningkatnya kinerja
guru disekolah, salah satunya adalah budaya organisasi. Budaya organisasi disekolah
menggambarkan suasana dan hubungan kerja antara sesama guru, antara guru dengan
kepala sekolah, antara guru dengan tenaga kependidikan lainnya, serta antara dinas
dilingkungannya, hubungan kerja yang kondusif ini sangat dibutuhkan guru untuk
dapat melaksanakan pekerjaannya dengan lebih efektif. Budaya organisasi sekolah
merupakan keyakinan, sikap dan nilai yang dimiliki sehingga menjadi identitas
organisasi sekolah. Budaya organisasi dapat dibentuk, diciptakan dan direkayasa agar
sinergis dengan cita-cita organisasi. Oleh karenanya, tugas pimpinan sekolah adalah
membangun budaya organisasi agar sejalan dengan visi dan misi sekolah. Jika hal ini
berjalan dengan efektif, diharapkan nantinya guru disekolah dapat berkerja dengan
rela, senang hati, nyaman, aman dan tentunya memiliki motivasi untuk berprestasi
serta memiliki kinerja yang tinggi.
Berbagai fakta yang banyak ditemukan didunia pendidikan saat ini adalah
kepemimpinan kepala sekolah yang dinilai kurang profesional sehingga
memunculkan sikap yang positif dan negatif bagi sebagian guru. Jika sebagian guru
menilai bahwa kepemimpinan kepala sekolah mereka belum memuaskan dan masih
sangat perlu ditingkatkan, akan sangat memungkinkan motivasi berprestasi guru
menjadi rendah dan budaya organisasi disekolah tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya ini juga akan mengakibatkan kinerja guru menjadi sangat rendah dan
sebaliknya.
Sehubungan dengan uraian diatas maka masalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja guru perlu dibuktikan dengan melakukan penelitian mengenai
“ Hubungan antara Sikap terhhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi
Berprestasi dan Budaya Organisasi dengan Kinerja Guru SMAN di Kabupaten Aceh
Timur”.

B. Identifikasi Masalah
Salah satu faktor yang turut menentukan mutu pendidikan nasional adalah
kinerja guru yang tinggi dan baik, sedangkan kinerja ini dapat tumbuh dan
berkembang bila diimpuls (didorong) oleh kepemimpinan kepala sekolah, motivasi
berprestasi, dan budaya organisasi para guru. Sebaliknya, jika kinerja guru tersebut
rendah maka mutu pendidikan tidak akan tercapai secara optimal. Oleh sebab itu,
masalah yang teridentifikasikan dalam penelitian ini adalah seputar faktor-faktor
yang dapat meningkatkan kinerja guru dalam menyelenggarakan proses belajar dan
pembelajaran. Masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah: 1) adakah
hubungan antara sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru;
2) adakah hubungan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru; 3) adakah
hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja guru; 4) adakah hubungan antara
sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi berprestasi secara
bersama-sama dengan kinerja guru. 5) adakah hubungan antara motivasi berprestasi
dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan kinerja guru. 6) adakah
hubungan antara sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan budaya
organisasi secara bersama-sama dengan kinerja guru. 7) adakah hubungan antara
sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi dan budaya
organisasi secara bersama-sama dengan kinerja guru. Di samping itu masalah dalam
penelitian ini juga membicarakan bagaimana peran kepemimpinan kepala sekolah,
motivasi berprestasi dan budaya organisasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja
guru-guru dalam kegiatan belajar mengajarnya agar tercipta mutu pendidikan yang
baik.

C. Pembatasan Masalah
Mengingat kompleksnya permasalahan pada identifikasi masalah diatas
keterbatasan kemampuan untuk meneliti keseluruhan permasalahan yang ada, maka
masalah dalam penelitian ini dibatasi pada :
Untuk meneliti hubungan antara sikap terhadap kepemimpinan kepala
sekolah, motivasi berprestasi, budaya organisasi dengan kinerja guru ini memiliki
banyak variabel yang harus diperhatikan, misalnya jenis kompetensi yang harus
dimiliki guru, peran dan tanggung jawab kepala sekolah, budayanya dan dari segi
daerahnya, sehingga di sini perlu peneliti membatasi masalahnya. Lingkup penelitian
ini dibatasi pada kinerja guru dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu
sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi, dan budaya
organisasi dalam sekolah itu sendiri.

D. Rumusan Masalah
Setelah dilakukan identifikasi dan pembatasan masalah, maka masalah utama
dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan di bawah ini:
1. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap
kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru mata pelajaran SMA Negeri
di Kabupaten Aceh Timur?
2. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi berprestasi
dengan kinerja guru mata pelajaran SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur?
3. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara budaya organisasi
dengan kinerja guru mata pelajaran SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur?
4. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap
kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi berprestasi dengan kinerja guru mata
pelajaran SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur?
5. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap
kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi dengan kinerja guru mata
pelajaran SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur?
6. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dan
budaya organisasi dengan kinerja guru mata pelajaran SMA Negeri di Kabupaten
Aceh Timur?
7. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap
kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi, dan budaya organisasi
dengan kinerja guru mata pelajaran SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur?

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui besarnya hubungan antara sikap terhadap kepemimpinan
kepala sekolah dengan kinerja guru mata pelajaran SMA Negeri di Kabupaten
Aceh Timur.
2. Untuk mengetahui besarnya hubungan antara motivasi berprestasi terhadap
kinerja guru SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur.
3. Untuk mengetahui besarnya hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja
guru SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur.
4. Untuk mengetahui besarnya hubungan antara sikap terhadap kepemimpinan
kepala sekolah dan motivasi berprestasi dengan kinerja guru SMA Negeri di
Kabupaten Aceh Timur.
5. Untuk mengetahui besarnya hubungan antara sikap terhadap kepemimpinan
kepala sekolah dan budaya organisasi dengan kinerja guru SMA Negeri di
Kabupaten Aceh Timur.
6. Untuk mengetahui besarnya hubungan antara motivasi berprestasi dan budaya
organisasi dengan kinerja guru SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur.
7. Untuk mengetahui besarnya hubungan antara sikap terhadap kepemimpinan
kepala sekolah, motivasi berprestasi dan budaya organisasi dengan kinerja guru
di SMA Negeri Kabupaten Aceh Timur.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis dan praktis:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan
khazanah ilmu pengetahuan mengenai peningkatan kinerja guru.
b. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut tentang variabel yang sama
dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Timur dan
bahan evaluasi tentang kinerja guru.
b. Sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah SMA Negeri dalam mengevaluasi
tentang kepemimpinannya dalam suatu sekolah.
c. Sebagai bahan masukan bagi guru untuk lebih meningkatkan motivasi
berprestasi, budaya organisasi dan kinerjanya dalam bertugas.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN


HIPOTESIS PENELITIAN

A. KAJIAN PUSTAKA
1. Definisi Sikap
Mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai
perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap
manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan terhadap
diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang timbul tidak
saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan
kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang,
dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang. Sikap manusia, atau untuk
singkatnya disebut sikap, telah didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli
(Azwar, 2007).
Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif
terhadap suatu objek psikologis (dalam Azwar, 2007). Sikap atau Attitude senantiasa
diarahkan pada suatu hal, suatu objek. Tidak ada sikap tanpa adanya objek
(Gerungan, 2004). LaPierre mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku,
tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam
situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang
telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap
adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain,
objek atau isu-isu (dalam Azwar, 2007).
Menurut Fishben & Ajzen, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk
merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu.
Sherif & Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan
perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-
kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya
suatu perbuatan atau tingkah laku (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran.
Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis
Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu
bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah
perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung
atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, kerangka pemikiran
ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport.
Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan
kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Ketiga, kelompok
pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic
schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen
kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan
dan berperilaku terhadap suatu objek.
Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku
terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif
dan konatif. Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu:
a. Komponen kognitif
Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
b. Komponen afektif
Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional
subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c. Komponen perilaku
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

2. Kepemimpinan Kepala Sekolah


Sekolah merupakan lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat
kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi
yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan; sedang bersifat unik
karena sekolah memiliki karakter tersendiri, di mana terjadi proses belajar mengajar,
tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya yang
kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat
koordinasi yang tinggi. “Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.”
(Wahjosumidjo, 2010).
Kata “kepala sekolah” tersusun dari dua kata yaitu “kepala” yang dapat
diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga, dan
“sekolah” yaitu sebuah lembaga tempat memberi dan menerima pelajaran. Secara
sederhana kepala sekolah dapat didefenisikan sebagai seseorang tenaga fungsional
guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah di mana
diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya interaksi
antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi
para staf guru, pegawai dan para siswa. Kepala sekolah adalah mereka yang banyak
mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah
mereka. Rumusan ini menunjukkan pentingnya peranan kepala sekolah dalam
menggerakkan kehidupan sekolah guna mencapai tujuan. Kepala sekolah yang
berhasil adalah kepala sekolah yang memahami keberadaan sekolah sebagai
organisasi yang kompeks dan unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam
memimpin sekolah. Pada perspektif kebijakan pendidikan nasional terdapat tujuh
peran utama kepala sekolah dalam di dalam institusi pendidikan yang dipimpinnya,
yaitu sebagai: 1) educator (pendidik); 2) manajer; 3) administrator; 4) supervisor
(penyelia); 5) leader (pemimpin); 6) pencipta iklim kerja; dan 7) wirausahawan.
Salah satu unsur utama dari kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru,
dapat dinilai dari gaya kepemimpinannya sebagai manajer dan pemimpin di sekolah
yang dipimpinnya. Salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah sebagai
manajer adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi
para guru. Kepala sekolah seyogianya dapat memfasilitasi dan memberikan ruang
kreatifitas melalui penghargaan secara pribadi, kompetisi, partisipasi, kebanggaan
atau kepuasaan dan materi bagi para guru. Kepala sekolah sebagai manajer pada
hakikatnya selalu dituntut untuk mengetahui atau menebak kebutuhan (need),
keinginan (want), dan harapan (expectation) para guru agar kinerja meningkat dan
memberikan mutu pendidikan yang baik.
Kepala sekolah sebagai pemimpin, mestinya dapat menumbuh-suburkan
kreativitas sekaligus mendorong peningkatan kompetensi guru. Dalam teori
kepemimpinan setidaknya dikenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan
yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada sumberdaya
manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah
dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel,
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Selanjutnya Mulyasa (2010)
berpendapat bahwa kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian
yang tercermin dalam sifat-sifat sebagai berikut: 1) jujur; 2) percaya diri; 3)
tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6)
emosi yang stabil, dan (7) teladan.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan Sikap
kepemimpinan kepala sekolah adalah pandangan guru terhadap cara atau tindakan
yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dalam memimpin untuk mencapai tujuan
organisasi sekolah dan memecahkan persoalan yang timbul di dalam sekolah yang
dipimpinnya. Indikator yang diukur meliputi: (1) memiliki visi yang jelas mengenai
kualitas bagi organisasinya, (2) memiliki komitmen yang jelas terhadap perbaikan
mutu, (3) mengkomunikasikan pesan tentang kualitas yang ingin dicapai, kebutuhan
pelanggan pendidikan menjadi pusat pekerjaan organisasi; (4) menjamin tersedianya
saluran yang cukup dalam menampung saran-saran pelanggan pendidikan; (5)
memimpin dan mengembangkan staf pendidikan; (6) bersikap hati-hati dan tidak
menyalahkan orang lain tanpa bukti bila muncul masalah, sebab problema yang
muncul biasanya bukan kesalahan staf; (7) mengarahkan inovasi dalam organisasi;
(8) menjamin kejelasan struktur organisasi untuk menegaskan tanggungjawab dan
memberikan pendelegasian wewenang yang cocok dan maksimal; (9) memiliki sikap
teguh untuk mengeluarkan penyimpangan dari budaya organisasi; (10) membangun
kelompok kerja aktif; dan (11) membangun mekanisme kerja yang sesuai untuk
memantau dan mengevaluasi keberhasilan organisasi.
3. Motivasi Berprestasi Guru
Pada dasarnya semua studi tentang motivasi merupakan usaha untuk
menjelaskan tingkah laku individu. Bermacam-macam definisi dan pendapat yang
dikemukakan para ahli tentang motivasi karena dilatarbelakangi oleh perbedaan-
perbedaan dalam pendekatan yang digunakan mereka untuk memahami latar
belakang tingkah laku individu. Menurut Koontz (1986) bahwa motivasi merupakan
gabungan dari dorongan, keinginan, kebutuhan, harapan dan kekuatan-kekuatan
sejenis yang dimiliki oleh setiap individu. Jadi jika dikatakan seorang pemimpin
memberi motivasi kepada bawahannya, itu berarti bahwa pemimpin tersebut
melakukan segala upaya yang diharapkan akan dapat memuaskan dorongan dan
keinginan serta menyebabkan bawahan tersebut melakukan hal-hal yang diinginkan
oleh pemimpin.
Motivasi, yang dalam bahasa Latin “movere” yang berarti “to move”, secara
definitif merupakan suatu proses yang diawali dengan kekurangan atau kebutuhan
fisik atau psikologis yang dimiliki seseorang, yang menggerakkan dan mengarahkan
perilaku untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi merupakan konsep dasar
psikologi, dan bersama-sama dengan persepsi, kepribadian, sikap dan pembelajaran,
merupakan fokus penting dalam pendekatan mikro untuk memahami perilaku
organisasional.
Proses timbulnya motivasi umumnya diawali dengan munculnya suatu
kebutuhan (needs) yang belum terpenuhi sehingga menyebabkan adanya
ketidakseimbangan antara fisik dan psikologis dalam diri seseorang. Kemudian
ketidakseimbangan tersebut menyebabkan orang berusaha untuk menguranginya
dengan berperilaku tertentu. Usaha inilah yang disebut dorongan (drives), misalnya
kebutuhan makan diwujudkan dalam bentuk dorongan rasa lapar dan kebutuhan
untuk berteman menjadi dorongan untuk bersosialisasi. Selanjutnya, menurut
Luthans (2005) orang tersebut akan menerima insentif (incentive) sebagai akibat dari
usaha yang ia lakukan, misalnya makanan merupakan insentif yang akan
memulihkan keseimbangan antara fisik dan psikologis dan akan mengurangi atau
meniadakan dorongan rasa lapar.
Sedangkan motivasi berprestasi maksudnya adalah adanya suatu dorongan
dalam melaksanakan suatu kegiatan dengan memberikan penghargaan atau jasa atas
pekerjaan/kegiatan tersebut. Dorongan tersebut tentu datangnya dari luar, dalam hal
ini adalah dari kepala sekolah kepada guru-guru. Kepala sekolah memberikan
penghargaan atau balas jasa atas prestasi yang diperoleh oleh guru yang
dipimpinnya. Dengan adanya dorongan yang ada dalam diri manusia akan
memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap tugas ataupun pekerjaan yang
dilakukannya, Dan sebaliknya apabila motivasi seseorang cukup rendah, secara tidak
langsung kinerja guru ataupun karyawan cukup lemah.

4. Budaya Organisasi Sekolah


Budaya adalah sumber keunggulan kompetitif utama berkelanjutan yang
kemungkinan timbul sebagai pemersatu dalam organisasi sistem, struktur dan karir
(Chowdhury, 2005). Budaya sebagai semua temu hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan, kebendaan
dan kebudayaan jasmaniah dalam upaya menguasai alam sekitar¬nya. Rasa meliputi
jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan
dalam arti luas, di dalamnya meliputi ideologi, kebatinan, kesenian serta segala
pengetahuan dan teknologi (Soekanto, 1993).
Sekolah merupakan suatu organisasi, dan budaya yang ada di tingkat sekolah
merupakan budaya organisasi. Resep utama budaya organisasi adalah interpretasi
kolektif yang dilakukan oleh anggota-anggota organisasi berikut hasil aktivitasnya.
Budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan
perilaku anggota organisasi. Budaya selalu menga¬lami perubahan, hal ini sesuai
dengan peranan sekolah sebagai agen perubahan yang selalu siap untuk mengikuti
perubahan yang terjadi. Maka budaya organisasi sekolah diharapkan juga mampu
mengikuti, menyeleksi, dan berinovasi terhadap perubahan yang terjadi. Tilaar, 2004
mengemukakan bahwa kebudayaan dan pendidikan merupakan dua unsur yang tidak
dapat dipisahkan karena saling mengikat. Budaya itu hidup dan berkembang karena
proses pendidikan, dan pendidikan itu hanya ada dalam suatu konteks kebudayaan.
Yang ada dalam arti kurikulum adalah sebagai rekayasa dari pembudayaan suatu
masyarakat, sedangkan proses pendidikan itu pada hakekatnya merupakan suatu
proses pembudayaan yang dinamik.
Budaya organiasi terdiri dari dua komponen yaitu: 1) nilai (value) yakni sesuatu yang
diyakini oleh warga organisasi dalam menge¬tahui apa yang benar dan apa yang
salah, dan 2) keyakinan (belief) yakni sikap tentang cara bagaimana seharusnya
bekerja dalam organisasinya. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam
penyeleng¬garaan pendidikan diharapkan para pelaksana pendidikan di sekolah
dapat mengubah budaya organisasinya sesuai dengan kondisi yang ada.
Terdapat beberapa kriteria kelompok dalam merespon perubahan
dikemukakan oleh Handoko, 2001 yaitu: 1) menyangkal perubahan yang terjadi, 2)
mengabaikan adanya perubahan, 3) menolak perubahan, 4) menerima perubahan dan
menyesuaikan dengan perubahan, dan 5) mengantisipasi perubahan dan
merencanakannya. Kondisi yang terjadi mengenai sikap, perilaku, pola pikir,
tindakan terhadap keadaan organisasi adalah merupakan suatu budaya organisasi.
Budaya organisasi dapat diciptakan dan dikondisikan oleh sesama tenaga kerja yang
ada di organisasi bersangkutan. Budaya organisasi memiliki peranan yang sangat
strategis untuk mendorong dan meningkatkan keefektifan kinerja organisasi, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Budaya organisasi berperan sebagai
perekat sosial yang mengikat sesama anggota organiasi secara bersama-sama dalam
suatu visi dan tujuan yang sama.
Ada 4 fungsi budaya organisasi yaitu; 1) memberikan suatu identitas
organisasional kepada anggota organisasi, 2) memfasilitasi dan membuahkan
komitmen kolektif, 3) meningkatkan stabilitas sistem sosial, dan 4) membentuk
perilaku dengan membantu anggota-anggota organisasi memiliki pengertian tehadap
sekitarnya. Budaya organisasi dapat dikatakan baik jika mampu menggerakkan
seluruh personal secara sadar dan mampu memberikan kontribusi terhadap
keefektifan serta produktivitas kerja yang optimal.
Dengan demikian budaya organisasi sekolah sebagai bagian kebiasaan dalam suatu
organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formulanya untuk menciptakan
norma perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan
dalam rangka mencapai tujuan organisasi sekolah.

5. Kinerja Guru
Kinerja merupakan hasil kerja seluruh aktivitas dari seluruh komponen
sumber daya yang ada. Kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum sesuai dengan norma maupun
etika (Suryadi, 2001).
Guru adalah seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan dan sebagai orang yang banyak digugu dan ditiru. Menurut UU No.
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik (guru) merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Guru adalah seorang tenaga
profesional yang dapat menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan,
menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi (Syafrudin Nurdin, 2005).
Seorang guru tidak hanya terbatas pada status sebagai pengajar saja, namun
peranan guru lebih luas lagi yaitu seabgai penyelenggara pendidikan untuk
meningkatkan mutu pendidikan/mutu produktivitas. Kinerja seseorang sangat
ditentukan oleh pengalaman, latihan, pendidikan dan karakteristik mental serta fisik,
di samping itu kinerja juga dipengaruhi oleh aspek bahasa, aspek hukum,
kebudayaan setempat yang merupakan tambahan spesifik penting lainnya.
Untuk penilaian kinerja oleh dapat ditujukan pada berbagai aspek yaitu; 1)
kemampuan kerja, 2) kerajinan, 3) disiplin, 4) hubungan kerja, 5) prakarsa dan
kepemimpinan atau hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang
dijabatnya. Hal yang mudah mempengaruhi kinerja adalah imbalan yang diperoleh,
hadiah yang diberikan baik hadiah dari luar maupun dari dalam akan dapat
mempengaruhi kinerja seseorang. Hadiah tersebut dapat memotivasi seseorang untuk
melakukan pekerjaan lebih baik. Sesuatu yang paling berperan untuk memotivasi
seseorang untuk melakukan pekerjaan lebih baik adalah adanya hadiah. Disamping
hal tersebut juga diperlukan kemampuan menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif dan pemberian penghargaan.
Kinerja guru sebagai tenaga kependidikan dan sebagai karyawan/ pegawai
negeri sipil baik di lembaga/yayasan sekolah, berperan sebagai pengelola pendidikan.
Maka sebagai seorang guru dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya di sekolah dalam rangka mencapai tujuan, terkait dengan prestasi belajar
siswa. Pendidik/guru sebagai unsur yang sangat strategis dan sebagai ujung tombak
dalam merealisasikan tujuan untuk mewujudkan produktivitas sekolah yang
berkualitas. Pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi sebagai agen pembelajaran
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini
meliputi; 1) kompetensi pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi
profesional, dan 4) kompetensi sosial (PP 19/2005).
Dengan demikian kinerja guru merupakan hasil yang dicapai oleh seorang
guru dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya di sekolah baik
sebagai pendidik dan pengajar dalam rangka mencapai tujuan yaitu mewujudkan
lulusan/prestasi belajar siswa yang optimal.

B. KERANGKA BERPIKIR
1. Hubungan Sikap Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja
Guru
Sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah yang tepat dan baik
dalam rangka membantu peningkatan dan kualitas kompetensi para guru, akan
menciptakan kinerja guru yang tinggi dalam rangka optimalisasi tugas dan
tanggungjawabnya dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai pelaku
pendidikan sangat penting bertugas dalam suasana kinerja yang baik, sebab
dipundak merekalah tanggungjawab pelaksanaan visi pendidikan dapat terlaksana
sebagaimana mestinya, yakni mencapai tujuan pendidikan nasional sesuai dengan
undang-undang pendidikan.
Sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah yang baik, diduga
akan dapat menjamin pelaksanaan tugas pembelajaran yang terwujud melalui
unjuk kerja para guru dalam melaksanakan tugasnya masing-masing di dalam
kelas, sehingga tercapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dirumuskan
melalui kurikulum masing-masing. Kinerja guru dalam kelas banyak dipengaruhi
kepemimpinan yang secara langsung maupun tidak langsung membuat suasana
nyaman dan kondusif bagi guru untuk melaksanakan tugas pendidikannya.
Sebaliknya, apabila sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah tidak baik
dan malah mendatangkan sikap antipati dari para guru yang dapat mengakibatkan
tugas dan proses pembelajarannya tidak terlaksana dengan baik, sehingga tujuan
pendidikan juga tidak dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan.
Dari uraian dan penjelasan di atas diduga terdapat hubungan positif
antara sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMA
Negeri di Kabupaten Aceh Timur.

2. Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru


Guru sebagai salah satu faktor utama dalam meningkatkan mutu
pendidikan nasional yakni melalui proses pembelajaran di kelas sesuai dengan
bidang studinya masing-masing diharapkan menjadi unsur utama dalam
mengarahkan dan mendayagunakan semua sumber belajar dan pembelajaran
yang ada kepada siswanya dengan etos kerja yang tinggi. Dalam pelaksanaannya,
guru tidak terlepas dari kendala, tantangan, dan hambatan terlebih dahulu melalui
ragam kompetensi yang diamanatkan sesuai dengan undang- undang kompetensi
guru dan dosen. Sedangkan pencapaian maksimal dari kompetensi yang
diberikan itu tidak terlepas pula dari motivasi berprestasi guru itu sendiri.
Demikian juga motivasi berprestasi yang diberikan kepala sekolah dapat
meningkatkan kinerja guru mata pelajaran dalam melaksanakan tugasnya.
Motivasi berprestasi ini sangat penting agar para guru merasa
mendapatkan perhatian dan penghargaan sesuai dengan usaha yang
diberikannnya. Motivasi berprestasi dapat meningkatkan kinerja para guru di
tengah situasi tuntutan mutu pendidikan yang kian gencar terhadap mereka.
Sehingga dari hari ke hari mereka selalu berusaha meningkatkan kinerjanya
untuk paling tidak menjadi bahan pertimbangan dan perhatian atasannya, baik
untuk peningkatan,karir dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas diduga
terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru SMA
Negeri di Kabupaten Aceh Timur.

3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Guru


Budaya organisasi sekolah adalah suatu sistem yang menekankan nilai-
nilai, norma, asumsi dan interaksi-interaksi yang diperkenalkan dan diajarkan
serta diterapkan dalam kegiatan organisasi yang mempengaruhi pola pikir, sikap
dan perilaku anggota organisasi berupa : komunikasi antara anggota organisasi,
melaksanakan kode etik yang berlaku, kepercayaan terhadap organisasi,
mempunyai etos kerja dan kepercayaan terhadap organisasi. Secara internal
disekolah juga terjadi interaksi antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan
guru, guru dengan tata usaha sekolah dan semua unit kerja yang ada disekolah.
Semua interaksi sekolah pada eksternal maupun internal menjadi bagian dari
budaya sekolah.
Budaya organisasi yang kuat memiliki potensi meningkatkan kinerja, dan
sebaliknya bila budaya organisasinya lemah mengakibatkan kinerja menurun.
Budaya organisasi memiliki tiga fungsi penting yaitu sebagai sistem pengawasan,
perekat hubungan sosial, dan saling memahami. Dari uraian dan penjelasan di
atas diduga terdapat hubungan positif antara budaya organisasi dengan kinerja
guru SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur.

4. Hubungan antara Sikap Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah dan


Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru
Sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan Motivasi
Berprestasi Secara Bersama-sama, diduga akan dapat menjamin pelaksanaan
tugas pembelajaran yang terwujud melalui unjuk kerja para guru dalam
melaksanakan tugasnya masing-masing di dalam kelas, sehingga tercapai tujuan
pendidikan dan pengajaran yang telah dirumuskan melalui kurikulum masing-
masing. Kinerja guru dalam kelas banyak dipengaruhi kepemimpinan yang
secara langsung maupun tidak langsung membuat suasana nyaman dan kondusif
bagi guru untuk melaksanakan tugas pendidikannya.
Guru sebagai salah satu faktor utama dalam meningkatkan mutu
pendidikan nasional yakni melalui proses pembelajaran di kelas sesuai dengan
bidang studinya masing-masing diharapkan menjadi unsur utama dalam
mengarahkan dan mendayagunakan semua sumber belajar dan pembelajaran
yang ada kepada siswanya dengan etos kerja yang tinggi. Dari uraian dan
penjelasan di atas diduga terdapat hubungan positif antara sikap terhadap
kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi beprestasi secara bersama-sama
dengan kinerja guru SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur.
5. Hubungan antara Sikap Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Budaya Organisasi dengan Kinerja Guru
Sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan budaya
organisasi secara bersama-sama, diduga akan dapat menjamin pelaksanaan tugas
pembelajaran yang terwujud melalui unjuk kerja para guru dalam melaksanakan
tugasnya masing-masing di dalam kelas, sehingga tercapai tujuan pendidikan dan
pengajaran yang telah dirumuskan melalui kurikulum masing-masing. Kinerja
guru dalam kelas banyak dipengaruhi kepemimpinan yang secara langsung
maupun tidak langsung membuat suasana nyaman dan kondusif bagi guru untuk
melaksanakan tugas pendidikannya.
Budaya organisasi yang kuat memiliki potensi meningkatkan kinerja, dan
sebaliknya bila budaya organisasinya lemah mengakibatkan kinerja menurun.
Budaya organisasi memiliki tiga fungsi penting yaitu sebagai sistem pengawasan,
perekat hubungan sosial, dan saling memahami. Dari uraian dan penjelasan di
atas diduga terdapat hubungan positif antara Sikap guru terhadap kepemimpinan
kepala sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan kinerja guru
SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur.

6. Hubungan antara Motivasi Berprestasi dan Budaya Organisasi dengan


Kinerja Guru
Budaya organisasi ditetapkan dengan orientasi-orientasi bersama yang
menyatukan berbagai bidang keahlian dan kedudukan personil organisasi dalam
suatu sistem nilai pada tingkat kedalaman yang berbeda dan memberi identitas
yang berbeda. Organisasi sekolah mempunyai kepribadian sebagai suatu sistem
yang diterima secara bersama yang seharusnya menghasilkan organisasi sekolah
yang efektif yang mempunyai budaya mutu yang kuat dan berbeda.
Motivasi berprestasi guru adalah dorongan dari dalam diri guru untuk
melakukan tugasnya dengan baik yakni pada upaya untuk membantu peserta
didik dan melakukan tugas sekolah lainnya dalam mewujudkan prestasi
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Motivasi berprestasi guru
merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang.
Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi dalam
melaksanakan tugasnya akan benar-benar menjiwai pekerjaannya. Setiap orang
yang bermotivasi prestasi tinggi senantiasa menyadari bahwa antara tujuan
dirinya dengan tujuan organisasi sama sekali tidak terpisahkan. Terdapat
kesadaran mendalam pada dirinya bahwa dia membutuhkan organisasi sebagai
wahana bekerja untuk hidup dan dia sadar pula bahwa organisasi membutuhkan
bantuan dirinya.
Dari uraian tersebut dapat diduga bahwa terdapat hubungan positif dan
signifikan antara budaya organisasi dan motivasi berprestasi guru secara
bersama-sama dengan kinerja guru SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur.

7. Hubungan Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi


berprestasi, budaya organisasi dengan kinerja guru
Sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, diduga akan dapat
menjamin pelaksanaan tugas pembelajaran yang terwujud melalui unjuk kerja
para guru dalam melaksanakan tugasnya masing-masing di dalam kelas, sehingga
tercapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dirumuskan melalui
kurikulum masing-masing. Kinerja guru dalam kelas banyak dipengaruhi
kepemimpinan yang secara langsung maupun tidak langsung membuat suasana
nyaman dan kondusif bagi guru untuk melaksanakan tugas pendidikannya.
Motivasi berprestasi ini sangat penting agar para guru merasa
mendapatkan perhatian dan penghargaan sesuai dengan usaha yang
diberikannnya. Motivasi berprestasi dapat meningkatkan kinerja para guru di
tengah situasi tuntutan mutu pendidikan yang kian gencar terhadap mereka.
Sehingga dari hari ke hari mereka selalu berusaha meningkatkan kinerjanya
untuk paling tidak menjadi bahan pertimbangan dan perhatian atasannya, baik
untuk peningkatan,karir dan sebagainya.
Budaya organisasi yang kuat memiliki potensi meningkatkan kinerja, dan
sebaliknya bila budaya organisasinya lemah mengakibatkan kinerja menurun.
Budaya organisasi memiliki tiga fungsi penting yaitu sebagai sistem
pengawasan, perekat hubungan sosial, dan saling memahami. Dari uraian
tersebut dapat diduga bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara
Sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi dan
motivasi berprestasi guru secara bersama-sama dengan kinerja guru SMA
Negeri di Kabupaten Aceh Timur.

C. PARADIGMA PENELITIAN

Keterangan :
ry1 = Koefisien korelasi Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan
kinerja guru
ry2 = Koefisien korelasi motivasi berprestasi dengan kinerja guru
ry1 = Koefisien korelasi budaya organisasi dengan kinerja guru
Ry12 = Koefisien korelasi Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi
berprestasi dengan kinerja guru
Ry23 = Koefisien korelasi motivasi berprestasi dan budaya organisasi dengan kinerja
guru
Ry13 = Koefisien korelasi Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan budaya
organisasi dengan kinerja guru
Ry123 = Koefisien korelasi Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi
berprestasi dan budaya organisasi dengan kinerja guru

D. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan
sebelumnya maka dirumuskan hipotesis penelitian ini, yaitu:
1. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap kepemimpinan
kepala sekolah dengan kinerja guru SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur.
2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan
kinerja guru SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur
3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja
guru SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur
4. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap kepemimpinan
kepala sekolah dan motivasi berprestasi secara bersama-sama dengan kinerja guru
SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur
5. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap kepemimpinan
kepala sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan kinerja guru
SMA Negeri di Kabupaten Aceh Timur
6. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dan budaya
organisasi secara bersama-sama dengan kinerja guru SMA Negeri di Kabupaten
Aceh Timur
7. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap kepemimpinan
kepala sekolah, motivasi berprestasi dan budaya organisasi dengan kinerja guru di
SMA Negeri Kabupaten Aceh Timur.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan jenis studi korelasional yakni untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian dengan
kajian korelatif akan dapat memprediksi hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Teknik analisis yang digunakan adalah korelasi dan regresi.
Pendekatan analisisnya adalah analisis deskriptif kuantitatif yaitu menggabarkan apa
adanya tentang suatu variabel melalui angka-angka. Jenis statistik yang dipakai
adalah inferensial yaitu mengeneralisasikan hasil penelitiannya yang ada pada
sampel bagi populasi.
Data yang dikumpulkan meliputi tiga variabel bebas yakni, Sikap terhadap
kepemimpina kepala sekolah (X1), Motivasi Berprestasi (X2) dan Budaya Organisasi
(X3) serta satu variabel terikat yaitu Kinerja Guru (Y).

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Untuk meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian
diperlukan adanya data yang bersumber pada subjek penelitian. Keseluruhan
subjek penelitian, baik manusia, gejala, nilai-nilai benda maupun peristiwa
dinamakan populasi penelitian. Populasi adalah seluruh objek penelitian yang
didalamnya terdapat sejumlah objek yang diharapkan dapat memberikan data-
data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh
guru yang berstatus PNS dilingkungan Sekolah Menengah Pertama Negeri
seKabupaten Aceh Timur.
2. Sampel
Setelah populasi diketahui dengan jelas, maka peneliti menetapkan besar
sampel. Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang dapat mewakili
populasi untuk dijadikan sebagai sumber data tertentu. Berdasarkan populasi yang
ditetapkan diatas memperlihatkan adanya strata atau tingkatan. Pengambilan
sampel dilakukan dengan proportional stratified random sampling. Teknik ini
memberikan peluang yang sama kepada semua anggota populasi untuk menjadi
anggota sampel yang representatif. Teknik penarikan sampel seperti ini dilakukan
berdasarkan strata, proporsi dari stratum dan akhirnya diambil secara acak.
Perhitungan sampel dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Pengidentifikasian dan Penggolongan Populasi berdasarkan Strata
Strata ditetap atas dasar : (1) usia guru dan (2) masa kerja guru. Alasan
pemilihan strata ini adalah karena anggota populasi dalam penelitian ini
memiliki strata yang berbeda, dilihat dari kedua pertimbangan tersebut. Usia
guru dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu antara < 40 tahun dan ≥ 40
tahun. Dasar penetapan strata usia yaitu rentangan usia guru yang termuda 24
tahun dan terua 56 tahun. 24 + 56 dibagi 2 yakni 40. Demikian juga dengan
strata masa kerja, masa kerja terbaru 2 tahun dan terlama 32 tahun. 2 + 32
dibagi 2 yakni 17. Sehingga strata masa kerja dibagi menjadi dua kelompok <
17 tahun dan ≥ 17 tahun.
b) Menentukan Proporsi pada setiap strata
Menurut hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Cochran untuk
memperoleh proporsi untuk masing-masing strata dengan rumus sebagai
berikut :
t 2 xpxq
no 
d2
Kemudian nilai no yang terbesar dikoreksi kedalam rumus :
no
n
n 1
1 o
N

c) Menentukan Responden Penelitian


Menentukan responden untuk kelompok dalam strata dilakukan secara
random (acak), agar setiap anggota memperoleh kesempatan yang sama
untuk menjadi sampel penelitian.

C. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian


Penelitian ini merupakan survey terhadap guru SMA Negeri di Kabupaten
Aceh Timur untuk melihat apakah ada hubungan antara Sikap terhadap
kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi dan budaya organisasi dengan
kinerja guru.
Definisi operasional untuk keempat variabel penelitian ini disesuaikan dengan
kajian teori yang telah dibahas pada bab terdahulu adalah sebagai berikut:
1. Kinerja Guru
Kinerja guru adalah kemampuan guru dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya secara benar, bertanggung jawab, memahami dan kreatif
melaksanakan segala tugas dan kewajiban tersebut terutama yang berkaitan
dengan kedudukannya sebagai guru, yaitu merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi, mengadministrasi dan menindaklanjuti pembelajaran. Indikator
kinerja guru yang dinilai adalah kompetensi mengenal karakteristik peserta didik,
menguasai teori belajar dan prinsip-prinsi pembelajaran yang mendidik,
pengembangan kurikulum, kegiatan pembelajaranyang mendidik, pengembangan
kurikulum, kegiatan pembelajaran yang mendidik, memahami dan
mengembangkan potensi, komunikasi dengan peserta didik, penilaian dan
evaluasi, bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan
nasional Indonesia, menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan; etos kerja,
tanggung jawab yang tinggi, dan rasa bangga menjadi guru; bersikap inklusif,
bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif; komunikasi dengan sesama guru,
tenaga pendidikan, orang tua peserta didik dan masyarakat; penguasaan materi
struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang
diampu dan mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif.

2. Budaya Organisasi
Budaya organisasi yaitu suatu sistem yang menekankan nilai-nilai, norma, asumsi
dan interaksi-interaksi yang diperkenankan dan diajarkan serta diberlakukan
dalam kegiatan organisasi sekolah yang mempengaruhi pola pikir, sikap dan
perilaku anggota organisasi yang ditandai dengan kebiasaan dalam berperilaku,
aturan, orientasi orang, situasi dalam sekolah dan perhatian terhadap detail.
Indikator dalam budaya organisasi ini adalah : (a) aturan perilaku, bagaimana
anggota berinteraksi satu sama lain, menggunakan bahasa, menggunakan istilah
dan ritual umum, (b) nilai dominan; kualitas produk, ansensi, efisiensi dan
pencapaian tujuan, (c) filosofi; bagaimana perlakuan sekolah terhadap
guru/pegawai dan perlakuan terhadap siswa, (d) iklim organisasi, merupakan
keseluruhan perasaan yang disampaikan denganpengaturan yang bersifat fisik.

3. Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi adalah sikap dan keinginan untuk berprestasi, sukses atas
standar diri sendiri serta bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya dan
dapat menciptakan sesuatu yang baru atau berusaha semaksimal mungkin untuk
tujuan tertentu. Indikator yang diukur adalah: (a) keinginan untuk sukses, (b)
bertanggung jawab, (c) berprakarsa, dan (d) keinginan melaksanakan pekerjaan
menantang.

4. Sikap Guru terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah


Sikap guru terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah adalah suatu kecendrungan
seorang guru dalam merespon suka atau tidak suka terhadap kepemimpinan
kepala sekolah, yang pada akhirnya diungkapkan dalam bentuk tindakan atau
perilaku yang berkenaan dengan profesinya. Indikator yang diukur adalah : (a)
dimensi kognisi yakni keprcayaan terhadap kepemimpinan kepala sekolah, (b)
dimensi afeksi yakni kepuasan guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, dan
(c) dimensi konasi yaitu perilaku guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah.

D. Teknik dan Alat Pengumpul Data


Sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data
variabel sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi, budaya
organisasi dengan menggunakan angket, sedangkan teknik pengumpulan data kinerja
guru adalah dengan observasi menggunakan Instrumen Penilaian KinerJa Guru
(IPKG). Sifat penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian sampel dengan modus
komunikasinya adalah survey dan observasi. Teknik pengumpulan data dengan
angket yang digunakan meliputi angket secara personal yaitu angket yang sudah
dirancang dengan cermat, sehingga penelitian ini dilakukan pada lingkungan
sebenarnya.

E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Deskripsi data Penelitian


Untuk mengetahui keadaan data penelitian yang sudah diperoleh maka terlebih
dahulu dihitung besaran dari rata-rata skor (M) dan besaran dari standard deviasi
(SD).
2. Uji Kecendrungan Data
Untuk mengetahui kategori kecendrungan dari data angket dari motivasi
berprestasi, budaya organisasi dan kinerja guru yang diperoleh maka dilakukan
dengan uji kecendrungan data, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Dihitung skor tertinggi ideal (Stt) dan skor terendah ideal (Str)
b. Dihitung rata-rata skor ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (Sdi)
c. Dari besaran Mi dan Sdi yang diperoleh dapat ditentukan empat kategori
kecendrungan.
3. Uji Persyaratan Analisis
Agar data penelitian yang diperoleh dapat dipakai dengan menggunakan analisis
statistika, pada uji hipotesis penelitian yang menerapkan rumus korelasi product
moment, maka terlebih dahulu memenuhi persyaratan analisis. Uji persyaratan
analisis yang dilakukan adalah untuk mengetahui apakah data penelitian sudah
mempunyai sebaran normal serta mengetahui apakah data variabel bebas (X) linir
terhadap data variabel terikat (Y). Untuk itu dilakukan uji normalitas dan uji
linieritas.
a. Uji Normalitas
Untuk keperluan analisis data setiap variabel penelitian, maka perlu
dilakukan uji persyaratan dengan menggunakan uji normalitas. Untuk uji
normalitas data variabel penelitian dilakukan uji liliefors. Kemudian
konsultasikan harga Lhitung dengan Ltabel pada taraf signifikansi 5%. Terima
sampel berdistribusi normal jika Lhitung < Ltabel dan demikian sebaliknya.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas diperlukan untuk melihat apakah data kelompok populasi
yang diperoleh memiliki variansi yang homogeni atau tidak. Salah satu teknik
untuk menguji homogenitas menurut Usman dan Akbar (2008:133) yaitu Uji
Bartlett). Homogenitas data yang diuji adalah Y atas X1, Y atas X2 dan Y
atas X3. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika X 2Hitung < X2Tabel. Maka
varian homogen pada taraf signifikansi α = 0,05
c. Uji linieritas
Untuk mengetahui apakah data variabel bebas (X) linier terhadap data
variabel terikat (Y), dilakukan dengan uji regresi linier sederhana yang
dikemukakan Sudjana (1992: 315). Bila FHitung < FTabel 5%, maka disimpulkan
bahwa garis regresi linear. Sedangkan untuk mengetahui apakah data variabel
bebas (X1, X2 dan X3) linier terhadap data variabel terikat (Y), dilakukan
dengan uji liner ganda yang dikemukakan oleh Sudjana (1992 : 349). Untuk
menguji keberatian regresi ganda menggunakan rumus dari Sudjana
(1992:351). Hasil dari FHitung ≥ FTabel pada taraf signifikan 5% dengan derajat
kebebasan pembilang = k dan derajat kebebasan penyebut = N – k – 1
d. Uji Independensi
Uji independensi digunakan untuk membuktikan bahwa kedua variabel
independen tidak memiliki hubungan yang signifikan. Dalam penelitian ini
Uji independensi digunakan rumus korelasi product moment. Dengan kriteria
pengujian rtabel > rhitung maka hubungan tersebut tidak berarti, artinya tidak ada
korelasi yang signifikan antara ketiga independen. Pengujian dilakukan pada
taraf signifikansi 5% (Usman dan Akbar, 2008 : 204).
4. Uji Hipotesis Penelitian
Untuk menguji hipotesis penelitian yaitu : (1) terdapat hubungan yang
positif dan berarti antara sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan
kinerja guru, (2) terdapat hubungan yang positif dan berarti antara motivasi
berprestasi dengan kinerja guru, (3) terdapat hubungan yang positif dan berarti
antara budaya organisasi dengan kinerja guru, digunakan rumus product moment
seperti yang dikemukakan Arikunto (2010:72). Kemudian untuk mengetahui
keberartian hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) yang
diperoleh dilakukan dengan uji-t. Besaran thitung yang diperoleh dikonsutasikan
terhadap ttabel pada taraf signifikansi 5% dengan dk = N – 2. Bila t hitung > ttabel5%
maka disimpulkan bahwa hubungan yang signifikan antara variabel bebas (X)
dengan variable terikat (Y).
Untuk menguji hipotesis ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh,
yaitu terdapat hubungan yang positif dan berarti antara antara sikap terhadap
kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi berprestasi secara bersama-sama
dengan kinerja guru, terdapat hubungan yang positif dan berarti antara antara
sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi secara
bersama-sama dengan kinerja guru, terdapat hubungan yang positif dan berarti
antara antara motivasi berprestasi dan budaya organisasi secara bersama-sama
dengan kinerja guru, terdapat hubungan yang positif dan berarti antara antara
sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi dan budaya
organisasi secara bersama-sama dengan kinerja guru, digunakan rumus korelasi
ganda antara keempat variabel. Kemudian untuk mengetahui keberartian
hubungan antara ketiga variabel bebas ( X1, X2 dan X3) secara bersama-sama
dengan variabel terikat (Y), dilakukan dengan uji-F. Besaran Fhitung yang
diperoleh dikonsultasikan terhadap Ftabel pada taraf signifikansi 5% dengan dk =
N – 2. Bila Fhitung > Ftabel , maka disimpulkan bahwa ketiga variabel bebas (X1, X2
dan X3) secara bersama-sama mempunyai hubungan yang berarti dengan
variabel terikat (Y).
Untuk memperoleh harga korelasi terlepas dari pengaruh variable lain,
dilakukan pengontrolan terhadap salah satu variabel. Rumus untuk menganalisa
hal itu digunakan rumus korelasi parsial. Untuk mmenguji koefisien korelasi
parsial dengan uji-t. Makin besar angka dalam indeks korelasi makin tinggi
korelasi kedua variabel yang dikorelasikan.
Adapun hipotesis statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut :
1. Ho : ry1 ≤ 0
Ha : ry1 > 0
2. Ho : ry2 ≤ 0
Ha : ry2 > 0
3. Ho : ry3 ≤ 0
Ha : ry3 > 0
4. Ho : Ry12 ≤ 0
Ha : Ry12 > 0
5. Ho : Ry23 ≤ 0
Ha : Ry23 > 0
6. Ho : Ry13 ≤ 0
Ha : Ry13 > 0
7. Ho : Ry123 ≤ 0
Ha : Ry123 > 0

Keterangan :
ry1 = Koefisien korelasi Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan
kinerja guru
ry2 = Koefisien korelasi motivasi berprestasi dengan kinerja guru
ry1 = Koefisien korelasi budaya organisasi dengan kinerja guru
Ry12 = Koefisien korelasi Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi
berprestasi dengan kinerja guru
Ry23 = Koefisien korelasi motivasi berprestasi dan budaya organisasi dengan kinerja
guru
Ry13 = Koefisien korelasi Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan budaya
organisasi dengan kinerja guru
Ry123 = Koefisien korelasi Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi
berprestasi dan budaya organisasi dengan kinerja guru
DAFTAR PUSTAKA

Azwar. 1995. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Handoko. 2001. Manajemen. Yogyakarta : BPFE
Kotter & Heskett, 1992. Corporate Culture and Performance. New York : Free Press
Koontz. 1986. Principles of Management. New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Luthans, F. 2005. Perilaku Organisasi. Jogjakarta : Andi
Mulyasa, H.E. 2011. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara
Nurdin Syafrudin. 2005. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta : Quantum
Teaching
Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco
Suriadi, Ace dan Tilaar, H.A.R. (2001).Analisis Kebijakan Pendidikan, Suatu Pengantar.
Bandung: Remaja Rosda Karya
Wahjosumidjo. 2010. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai