SYAHRUL RAMADHAN
NIM : 433131490120043
2. Anatomi
a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit,connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau
galeaaponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang
longgar danpericranium.5
b. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal
danoksipital.Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di
sinidilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata
sehingga dapatmelukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa
yaitu: fosa anterior tempat lobusfrontalis, fosa media tempat temporalis
dan fosa posterior ruang bagi bagianbawah batang otak dan serebelum.6
c. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu:
1) Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu
lapisanendosteal dan lapisan meningeal.4 Duramater merupakan
selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat
pada permukaan dalam darikranium. Karena tidak melekat pada
selaput arachnoid di bawahnya, makaterdapat suatu ruang potensial
(ruang subdura) yang terletak antara duramater danarachnoid, dimana
sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,pembuluh-
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju
sinussagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins,
dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.
Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus
dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningea terletak antara
duramater dan permukaan dalam darikranium (ruang epidural).
Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang
palingsering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang
terletak pada fosatemporalis (fosa media).
2) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang.Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam
dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan
dari dura mater oleh ruangpotensial, disebut spatium subdural dan dari
pia mater oleh spatiumsubarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis.4 Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan
akibat cedera kepala.
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. 3 Pia mater
adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,
meliputi gyri dan masukkedalam sulci yang paling dalam. Membran
ini membungkus saraf otak danmenyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otakjuga diliputi oleh pia
mater.6
d. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat
padaorangdewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu;
proensefalon (otakdepan) terdiri dari serebrum dan diensefalon,
mesensefalon (otak tengah) danrhombensefalon (otak belakang) terdiri
dari pons, medula oblongata danserebellum retikular yang berfungsi
dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalamfungsi
koordinasi dan keseimbangan.
e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari
ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari
akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan takanan intracranial.3 Angka rata-rata pada kelompok populasi
dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari.
f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan
ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
g. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuksirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan
otot didalamdindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.
Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis.
3. Etiologi
Keadaan ini timbul setelah cedera/ trauma kepala hebat, seperti perdarahan
kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan
subdural.
Hematoma subdural akut dapat terjadi pada:1
- Trauma kapitis
- Koagulopati atau penggunaa obat antikoagulan (warfarin, heparin,
hemophilia, kelainan hepar, trombositopeni)
- Perdarahan intracranial nontrauma yang disebabkan oleh aneurisma
serebral, malfromasi arterivena, atau tumor (meningioma atau metastase
dural.
- Pasca operasi (craniotomy, CSF hunting)
- Hipotensi intracranial (setelah lumbar fungsi, anesthesia epidural spinal,
lumboperitoneal shunt)
- Child abuse atau shaken baby sybdrome
- Spontan atau tidak diketahui
4. Patofisiologi
Perdarahan terjadi antara duramater dan arachnoid. Perdarahan dapat terjadi
akibat robeknya ‘bridging veins’ (menghubungkan vena di permukaan otak
dan sinus venosus di dalam duramater) atau karena robeknya arachnoid.
Karena otak yang diselimuti cairan cerebrospinal dapat bergerak, sedangkan
sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi
pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat di mana vena
tersebut menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan
gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural.7,8,9
6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang
terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume
hematoma. Penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan
parenkim otak difus yang menybabkan pasien tidak sadar dengan tanda-
tanda gangguan batang otak. Penderita dengan hematoma subdural yang
lebih ringan akan sadar kembali pada derajat kesadaran tertentu sesuai
dengan beratnya benturan trauma pada saat terjadi kecelakaan (initial
impact). Keadaan berikutnya akan ditentukan oleh kecepatan pertambahan
hematoma dan penanggulangannya. Pada penderita dengan benturan trauma
yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu terjadinya trauma.
Terdapatnya hematoma subdural dan lesi massa intrakranial lainnya yang
dapat membesar harus dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah
terjadinya trauma.9,11
Gejala-gejala klinis yang terjadi pada hematoma subdural, sebagai akibat
cedera otak primer dan tekanan oleh massa hematoma. Pupil anisokor dan
defisit motorik adalah gejala klinik yang paling sering ditemukan. Lesi
pasca trauma baik hematoma atau lesi parenkim otak umumnya terletak
ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan kontralateral terhadap defisit
motorik. Akan tetapi, gambaran pupil dan gambaran defisit motorik tidak
merupakan indikator yang mutlak dalam menentukan letak hematoma.
Gejala defisit motorik dapat tidak sesuai bila kerusakan parenkim otak
terletak kontralateral terhadap hematoma subdural atau karena terjadi
kompresi pedunkulus serebri yang kontralateral pada tepi bebas tentorium.
Trauma langsung pada saraf okulomotor atau batang otak pada saat terjadi
trauma menyebabkan dilatasi pupil kontralateral terhadap trauma.
Perubahan diamater pupil ini lebih dipercaya sebagai indikator letak
hematoma subdural.
Secara umum, gejala yang terjadi pada hematoma subdural seperti pada
tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan kesadaran. Penurunan
kesadaran pada hematoma subdural tidak begitu hebat seperti kasus cedera
neuronal primer, kecuali apabila terdapat efek massa atau lesi lainnya.
Gejala yang timbul tidak khas dan merupakan manisfestasi dari peningkatan
tekanan intrakranial seperti: sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil
edema, diplopia akibat kelumpuhan N. III, epilepsi, pupil anisokor, dan
defisit neurologis lainnya. 9,11
7. Diagnosis
a. Anamnesis
Trauma akut subdural hematoma sering terjadi sebagai akibat dari jatuh,
kekerasan, atau kecelakaan kendaraan bermotor. Kecurigaan terhadap
terjadinya subdural hematom akut muncul kapapun ketika pasien
mengalami trauma tumpul derajat sedang hingga berat. Gambaran
klinisnya akan tergantung pada lokasi lesi dan perkembangan dari lesi
tersebut.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang
mencakup jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah
atau nadi (circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi. Jalan nafas
harus dibersihkan apabila terjadi sumbatan atau obstruksi, bila perlu
dipasang orofaring tube atau endotrakeal tube lalu diikuti dengan
pemberian oksigen. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan perfusi dan
oksigenasi jaringan tubuh. Pemakaian pulse oksimetri sangat bermanfaat
untuk memonitor saturasi O2. Secara bersamaan juga diperiksa nadi dan
tekanan darah untuk memantau apakah terjadi hipotensi, syok atau
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Jika terjadi hipotensi atau
syok harus segeradilakukan pemberian cairan untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang. Terjadinya peningkatan tekanan intrakranial ditandai
dengan Cushing respon yaitu peningkatan tekanan darah, bradikardia dan
bradipnea.17,18 Pemeriksaan neurologis yang meliputkankesadaran
penderita dengan menggunakan. Skala GCS, pemeriksaan diameter
kedua pupil, dan tanda-tanda defisit neurologis fokal. Pemeriksaan
kesadaran dengan Skala GCS menilai kemampuan membuka mata,
respon verbal dan respon motorik pasien terhadap stimulasi verbal atau
nyeri (merupakan fungsi ARAS, batang otak dan kortes).18 Pemeriksaan
diameter kedua pupil dan adanyadefisit neurologi fokal menilai apakah
telah terjadi herniasi di dalam otak dan terganggunya sistem
kortikospinal di sepanjang kortex menuju medula spinalis.Pada
pemeriksaan sekunder, dilakukan pemeriksaan neurologi serial meliputi
GCS, lateralisasi dan refleks pupil. Hal ini dilakukan sebagai deteksi dini
adanya gangguan neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporal
(unkus) adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya.
Apabila terjadi trauma langsung pada mata membuat pemeriksaan
menjadi lebih sulit.
Tanda dan Gejala pada Hematoma Subdural23
Gejala Umum (sering) Gejala Ringan (sering) Gejala Akut/Berat (jarang)
Sakit kepala Konfusi Hemiplegi
Tampak lelah Gangguan gaya jalan Afasia
Mual/Muntah Penurunan keadaan Kejang
mental
Vertigo Kesulitan berbicara Koma
Kelemahan anggota gerak
Inkontinensia
8. Diagnosis Banding17
a. Stroke
b. Encephalitis
c. Abses otak
d. Adverse drugs reactions
e. Tumor otak
f. Perdarahan subarachnoid
g. Hydrocephalus
9. Pemeriksaan Penunjang
Setelah memeriksa riwayat pasien, termasuk riwayat jatuh
sebelumnya,cedera kepala minor, onset dan perjalanan gejala klinis,
penyakit kardiovaskular, gangguan pendarahan, pengobatan,penggunaan
alkohol atau obat-obatan terlarang; pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan
darah; imaging otak perlu dilakukan untuk mendapatkan diagnosis pasti.
CT-scan (Computed Tomography scan) adalah modalitas imaging yang
paling baik untuk evaluasi awal cSDH.19,20
Meskipun begitu CTscan tetap pilihan yang paling sering digunakan dalam
menegakkan diagnosis SDH karena harganya yang lebih murah, mudah di
akses, dan lebih cepat. Ketika menggunakan MRI, pemeriksaan ini
berfungsi untuk menggambarkan batas SDH kronis dan menentukkan
struktur yang terdapat didalam hematoma.20
10. Penatalaksanaan
a. Operasi
Indikasi :
Sebuah operasi disarankan hanya jika perubahan yang signifikan terjadi
terhadap status neurologis.Penatalaksanaan terhadap pasien SDH kronis
dengan kompressi pada otak dan midlineshift, tetapi tidak terdapat gejala
neurologis masih merupakan hal yang controversial.
- Sebuah SDH akut dengan ketebalan >10mm atau midline shift >5mm
pada CT scan dapat dilakukan pembedahan evakuasi klot, tanpa melihat
GCS pasien. (surgical guideline)
- Semua pasien dengan SDH akut pada keadaan koma (GCS kurangdari 9)
harus dilakukan monitor tekanan intracranial.
- Pasien koma (GCS kurang dari 9 ) dengan ketebalan SDH < 10 mm dan
midline shift < 5mm perlu mendapat pembedahan evakuasi klot jika skor
GCS berkurang dan/atau pasien menunjukkan pupil yang anisokor
dan/atau ICP yang lebih dari 20mmHg.22
Metode Operasi
Banyak metoda operasi yang telah dijalankan untuk melakukaan evakusai
terhadap SDH. Metoda yang paling sering dilakukan adalah:
- Twist drill Trephination/Craniostomy procedure
TDC (Twist Drill Craniostomy) dapat dilakukan pada ruangan rawat
dibawah anatesi local, kemudahan ini menjadikan teknik ini pilihan
untuk pasien yang terutama memiliki polimorbid dengan kemungkinan
hasil operasi yang buruk. Sebuah sistem drainase tertutupdiletakkan saat
operasi untuk menyediakan drainase yang kontinyu dan memberikan
brain expansion setelah operasi.23TDC dilakukan dengan membuat
lubang kecil berukuran 10mm pada tengkorak. TDC sangat efektif pada
kasus dimana hematoma sudah menjadi cair dan tidak ada membrane
yang menyelubungi.24
b. Terapi Konservatif
Terapi konservatif merupakan terapi yang diberikan untuk pasien yang
asimtomatik, pasien yang menolak tindakan operasi,atau pasien yang
memiliki resiko tinggi untuk dilakukan operasi.25 Meskipun metoda drainase
operatif menjadi pilihan terapi yang efektif untuk SDH kronis tetapi
beberapa kasus dapat terjadi reabsorbsi spontan dari SDH kronis.25
Oleh karena itu gejala – gejala yang muncul pada pasien akan menentukan
terapi konservatif yang akan diberikan. Jika dilihat dari gejala klinis yang
muncul seperti hematoma tanpa efek massa yang signifikan, dan ada
tidaknya tanda – tanda yang menunjukkan herniasi transtentorial seperti
abnormalitas pada pupil, memberikan tanda kepada tenaga medis untuk
mempersiapkan terapi konservatif untuk pasien tersebut.. Selain itu
pertimbangan terakhir dilihat pada umur pasien, secara statistik umur
memberikan perbedaan hasil secara signifikan terhadap terapi. Sehingga
secara umum terapi konservatif dapat diberikan pada pasien dengan:27
- Ketebalan hematoma tidak melebihi ketebalan tulang (10mm)
- Terdapat sedikit midline shift atau efek massa yang kecil
- Pupil masih dalam keadaan normal atau kembali normal dengan cepat
- Umur pasien kurang dari 40 tahun.
Sesuai doktrin tersebut, maka jika ada saja salah satu dari volume
tersebut meningkat, maka volume lain akan terdesak dan akhirnya
tekanan intrakranial akan segera meningkat. Peningkatan tekanan
intrakranial ini akan meningkatkan CVR(Cerebro Vascular Resistant)
sehingga akan mengurangi Cerebral Blood Flow. Rendahnya aliran darah
ke otak akan mengakibatkan turunya cerebral perfusion pressure dan
tubuh akan mengkompensasi keadaan ini dengan Cushing response.29
CPP (Cerebral Perfusion Pressure) = MAP (Mean Arterial Pressure) -
ICP (Intracranial Pressure)