Anda di halaman 1dari 248

Membumikan

Al-Qur'an
Kolofon
Tulisan ini diambil dari artikel yang dimuat di situs media.isnet.org tanpa seijin dari pengelola dan menurut situs tersebut,
tulisan ini pernah diterbitkan oleh:
Penerbit Mizan
Digitalisasi dengan menggunakan aplikasi Adobe® InDesign® CS6 for Mac® OS X yang dibuat oleh Adobe® Systems Inc.
Typeface yang dipergunakan disini adalah: Myriad Pro, Adobe® Naskh dan Adobe® Garamond Pro yang dibuat oleh Adobe®
Systems Inc.
Membumikan
Al-Qur'an
Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat

DR. M. Quraish Shihab

Mizan
1996
iv
Pengantar Pendijitalan
Tanpa bermaksud tidak menghormati Bagi para pembaca buku ini, jika anda merasa
karya besar dari DR. M. Quraish Shihab ini dan mampu untuk membeli, maka belilah! Jika anda
mengurangi keuntungan dari Penerbit Mizan — sudah mampu memenuhi kebutuhan makan
Bandung yang telah menyunting dan menerbitkan malam anda diwarung sebelah tanpa menuliskan
buku ini sebelumnya, maksud dan tujuan jumlah uang yang harus anda bayarkan dibuku
pedijitalan tulisan ini adalah untuk menanggapi 'Hutang' pada kolom nama anda, belilah! jika anda
keluhan beberapa kalangan yang berkepentingan menggunakan buku ini sebagai bahan referensi
dengan adanya tulisan ini, antara lain: tulisan, disertasi, tesis anda? cobalah menghubungi
1. Susah didapatkannya buku 'Membumikan sang penulis atau paling tidak menghubungi
Al-Qur'an' ini. penerbit Mizan — Bandung sebagai pemegang
2. Daya beli bagi beberapa mahasiswa hak penerbitan tulisan ini
atau pelajar maupun orang yang ingin Demikian, semoga bermanfaat dan selamat
mengakases tulisan ini dan, membaca!
3. Pendijital berkeyakinan bahwa tulisan yang
baik perlu disebarkan-luaskan ke segala Jakarta, 16 Agustus 2012
penjuru... bagaimanapun caranya! Pendijital — idul.choliq@atheist.com
Dengan maksud itulah pendijital meluangkan
waktu guna membuat buku dijital ini.
Tulisan asli diambil dari media.isnet.org,
juga tanpa seijin dari pengelola situs tersebut...,
jadi pada dasarnya, jika ditinjau dari hukum
formal, pendijitalan ini merupakan pembajakan!
dikarenakan dilakukan tanpa mendapatkan ijin
terlebih dahulu dari pihak yang berkepentingan.
vi
Daftar Isi
Kolofon
ii
Pengantar Pendijitalan
v
1. Keotentikan Al-Quran 1
Bukti-bukti dari Al-Quran Sendiri
1
Bukti-bukti Kesejarahan
3
Penulisan Mushhaf
5
Penutup
6
2. Bukti Kebenaran Al-Quran vii
3. Sejarah Turunnya dan Tujuan Pokok Al-Quran 13
Periode Turunnya Al-Quran
14
Dakwah menurut Al-Quran
20
Tujuan Pokok Al-Quran
21
4. Kebenaran Ilmiah Al-Quran 23
Sistem Penalaran menurut Al-Quran
25
Ciri Khas Ilmu Pengetahuan
27
Perkembangan Tafsir
29
5. Hikmah Ayat Ilmiah Al-Quran 35
Mengapa Tafsir Ilmiah Meluas?
36
Bagaimana Memahami Al-Quran di Masa Kini?
41
Kesimpulan
45
6. Al-Quran, Ilmu, dan Filsafat Manusia 47
Al-Quran di Tengah Perkembangan Ilmu
48
Al-Quran di Tengah Perkembangan Filsafat
53
Penutup
57
7. Sejarah Perkembangan Tafsir 59
viii
Kodifikasi Tafsir
61
Metode Tafsir
62
8. Kebebasan dan Pembatasan dalam Tafsir 65
Kebebasan dalam Menafsirkan Al-Quran
67
Pembatasan dalam Menafsirkan Al-Quran
67
Perubahan Sosial
70
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
71
Bidang Bahasa
72
9. Perkembangan Metodologi Tafsir 75
Corak dan Metodologi Tafsir
75
Tafsir dalam Era Globalisasi
80
10. Tafsir dan Modernisasi 87
Arti Tajdid atau Modernisasi
88
Pandangan tentang Modernisasi Tafsir
ix
90
11. Penafsiran Ilmiah Al-Quran 97
Perkembangan Penafsiran Ilmiah
97
Korelasi antara Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan
100
Penutup
109
12. Metode Tafsir Tematik 111
Beberapa Problem Tafsir
111
Metode Mawdhu'iy
114
Keistimewaan Metode Mawdhu'iy
118
Penutup
121
13. Hubungan Hadis dan Al-Quran 123
Fungsi Hadis terhadap Al-Quran
124
Pemahaman atas Makna Hadis
126
14. Fungsi dan Posisi Sunah Dalam Tafsir 131
x
15. Ayat-ayat Kawniyyah dalam Al-Quran 137
Al-Quran dan Alam Raya
138
Pendapat Para Ulama tentang Penafsiran Ilmiah
140
Segi Bahasa Al-Quran dan Korelasi Antar Ayatnya
141
16. Konsep Qath'iy dan Zhanniy 145
Hakikat Qath'iy dan Zhanniy
147
Yang Qath'iy dalam Al-Quran
148
Catatan Akhir
150
17. Soal Nasikh dan Mansukh 153
Arti Naskh
154
Siapa yang Berwenang Melakukan Naskh?
159
18. Pokok-Pokok Bahasan Tafsir 163
Problematik Tafsir
163
Pengertian dan Tujuan Pengajaran Tafsir

xi
165
Pokok Bahasan Tafsir
167
Materi 'Ulum Al-Quran
168
Pengenalan terhadap Al-Quran
168
Kaidah-kaidah Tafsir
168
Metode-metode Tafsir
169
Kitab-kitab Tafsir dan Para Mufasir
169
Materi Tafsir
169
19. Penafsiran "Khalifah" dengan Metoda Tematik 171
Arti Kata Khalifah
172
Arti Kekhalifahan di Bumi
174
Sifat-sifat Terpuji Seorang Khalifah
179
Ruang Lingkup Tugas-tugas Khalifah
183

xii
20. Riba Menurut Al-Quran 185
Riba yang Dimaksud Al-Quran
186
Pelbagai Pandangan di Seputar Arti Adh'afan Mudha'afah
189
Kesimpulan
195
21. Kedudukan Perempuan dalam Islam 197
Asal Kejadian Perempuan
198
Hak-hak Perempuan
201
22. Laylat Al-Qadr 211
23. Makna Isra' dan Mi'raj 219
24. Selamat Natal Menurut Al-Qur'an 229
Adakah kacamata lain? Mungkin!
231

xiii
xiv
Keotentikan Al-Quran
1
A l-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya
dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di
antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang
apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-
Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang
pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang
keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw.
kitab yang selalu dipelihara. Tetapi, dapatkah kepercayaan itu didukung
oleh bukti-bukti lain? Dan, dapatkah bukti-bukti itu
Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak
lahafizhun percaya akan jaminan Allah di atas? Tanpa ragu
(Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al- kita mengiyakan pertanyaan di atas, karena seperti
Quran dan Kamilah Pemelihara-pemelihara- yang ditulis oleh almarhum 'Abdul-Halim Mahmud,
Nya) (QS 15:9). mantan Syaikh Al-Azhar: "Para orientalis yang dari
saat ke saat berusaha menunjukkan kelemahan Al-
Demikianlah Allah menjamin keotentikan Quran, tidak mendapatkan celah untuk meragukan
Al-Quran, jaminan yang diberikan atas dasar keotentikannya."(1) Hal ini disebabkan oleh bukti-
Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta bukti kesejarahan yang mengantarkan mereka
berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk- kepada kesimpulan tersebut.
makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan 1  'Abdul Halim Mahmud, Al-Tafkir Al-Falsafiy fi Al-Islam, Dar
jaminan ayat di atas, setiap Muslim percaya bahwa Al-Kitab Al-Lubnaniy, Beirut, t.t., h. 50.

Bukti-bukti dari Al-Quran Sendiri


Sebelum menguraikan bukti-bukti kesejarahan, ulama besar Syi'ah kontemporer, Muhammad
ada baiknya saya kutipkan pendapat seorang Husain Al-Thabathaba'iy, yang menyatakan bahwa
sejarah Al-Quran demikian jelas dan terbuka, sejak Huruf-huruf hija'iyah yang terdapat pada awal
turunnya sampai masa kini. Ia dibaca oleh kaum beberapa surah dalam Al-Quran adalah jaminan
Muslim sejak dahulu sampai sekarang, sehingga keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima oleh
pada hakikatnya Al-Quran tidak membutuhkan Rasulullah saw. Tidak berlebih dan atau berkurang
sejarah untuk membuktikan keotentikannya. satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh
Kitab Suci tersebut lanjut Thabathaba'iy Al-Quran. Kesemuanya habis terbagi 19, sesuai
memperkenalkan dirinya sebagai Firman-firman dengan jumlah huruf-huruf B(i)sm Ali(a)h Al-R(a)
Allah dan membuktikan hal tersebut dengan hm(a)n Al-R(a)him. (Huruf a dan i dalam kurung
menantang siapa pun untuk menyusun seperti tidak tertulis dalam aksara bahasa Arab).
keadaannya. Ini sudah cukup menjadi bukti, Huruf (qaf) yang merupakan awal dari surah
walaupun tanpa bukti-bukti kesejarahan. Salah ke-50, ditemukan terulang sebanyak 57 kali atau 3
satu bukti bahwa Al-Quran yang berada di tangan X 19.
kita sekarang adalah Al-Quran yang turun kepada Huruf-huruf kaf, ha', ya', 'ayn, shad, dalam surah
Nabi saw. tanpa pergantian atau perubahan — Maryam, ditemukan sebanyak 798 kali atau 42 X 19.
tulis Thabathaba'iy lebih jauh— adalah berkaitan Huruf (nun) yang memulai surah Al-Qalam,
dengan sifat dan ciri-ciri yang diperkenalkannya ditemukan sebanyak 133 atau 7 X 19. Kedua, huruf
menyangkut dirinya, yang tetap dapat ditemui (ya') dan (sin) pada surah Yasin masing-masing
sebagaimana keadaannya dahulu.(2) ditemukan sebanyak 285 atau 15 X 19. Kedua huruf
Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat (tha') dan (ha') pada surah Thaha masing-masing
Rasyad Khalifah, juga mengemukakan bahwa berulang sebanyak 342 kali, sama dengan 19 X 18.
dalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti Huruf-huruf (ha') dan (mim) yang terdapat
sekaligus jaminan akan keotentikannya.(3) pada keseluruhan surah yang dimulai dengan
kedua huruf ini, ha' mim, kesemuanya merupakan
2  Muhammad Husain Al-Thabathabaly, Al-Qur'an fi Al-Islam,
Markaz I'lam Al-Dzikra Al-Khamisah li Intizhar Al-Tsawrah perkalian dari 114 X 19, yakni masing-masing
Al-Islamiyah, Teheran, h. 175. berjumlah 2.166.
3  Mustafa Mahmud, Min Asrar Al-Qur'an, Dar Al-Ma'arif,
Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan
Mesir, 1981, h. 64-65.

2
langsung dari celah ayat Al-Quran, oleh Rasyad dari jumlah-jumlah yang disebut itu, diambil dari
Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan pernyataan Al-Quran sendiri, yakni yang termuat
Al-Quran. Karena, seandainya ada ayat yang dalam surah Al-Muddatstsir ayat 30 yang turun
berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan dalam konteks ancaman terhadap seorang yang
kalimatnya dengan kata atau kalimat yang lain, meragukan kebenaran Al-Quran.
maka tentu perkalian-perkalian tersebut akan Demikianlah sebagian bukti keotentikan yang
menjadi kacau. terdapat di celah-celah Kitab Suci tersebut.
Angka 19 di atas, yang merupakan perkalian

Bukti-bukti Kesejarahan
Al-Quran Al-Karim turun dalam masa sekitar 22 sederhana dan bersahaja: Kesederhanaan ini,
tahun atau tepatnya, menurut sementara ulama, menjadikan mereka memiliki waktu luang yang
dua puluh dua tahun, dua bulan dan dua puluh cukup, disamping menambah ketajaman pikiran
dua hari. dan hafalan.
Ada beberapa faktor yang terlebih dahulu (3) Masyarakat Arab sangat gandrung lagi
harus dikemukakan dalam rangka pembicaraan membanggakan kesusastraan; mereka bahkan
kita ini, yang merupakan faktor-faktor pendukung melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang
bagi pembuktian otentisitas Al-Quran. ini pada waktu-waktu tertentu.
(1) Masyarakat Arab, yang hidup pada masa (4) Al-Quran mencapai tingkat tertinggi
turunnya Al-Quran, adalah masyarakat yang tidak dari segi keindahan bahasanya dan sangat
mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya mengagumkan bukan saja bagi orang-orang
andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat
orang Arab —bahkan sampai kini— dikenal sangat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik
kuat. seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya
(2) Masyarakat Arab —khususnya pada masa mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca
turunnya Al-Quran— dikenal sebagai masyarakat oleh kaum Muslim. Kaum Muslim, disamping

3
mengagumi keindahan bahasa Al-Quran, juga sahabat Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran.
mengagumi kandungannya, serta meyakini bahwa Bahkan dalam peperangan Yamamah, yang
ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk kebahagiaan terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasul saw.,
dunia dan akhirat. telah gugur tidak kurang dari tujuh puluh orang
(5) Al-Quran, demikian pula Rasul saw., penghafal Al-Quran.(4)
menganjurkan kepada kaum Muslim untuk Walaupun Nabi saw. dan para sahabat
memperbanyak membaca dan mempelajari Al- menghafal ayat-ayat Al-Quran, namun guna
Quran dan anjuran tersebut mendapat sambutan menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi
yang hangat. itu, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan,
(6) Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan
mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa- bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu
peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai
pertanyaan-pertanyaan mereka. Disamping itu, menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru
ayat-ayat Al-Quran turun sedikit demi sedikit. Hal saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat
itu lebih mempermudah pencernaan maknanya dan urutan setiap ayat dalam surahnya. Ayat-
dan proses penghafalannya. ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma,
(7) Dalam Al-Quran, demikian pula hadis- batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang.
hadis Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan
mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena
teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka
—lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan tidak banyak yang melakukannya disamping
Firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya. kemungkinan besar tidak mencakup seluruh
Faktor-faktor di atas menjadi penunjang ayat Al-Quran. Kepingan naskah tulisan yang
terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat Al-Quran. diperintahkan oleh Rasul itu, baru dihimpun dalam
Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang
4  'Abdul Azhim Al-Zarqaniy, Manahil Al-'Irfan i 'Ulum
menginformasikan bahwa terdapat ratusan
Al-Qur'an, Al-Halabiy, Kairo, 1980, jilid 1, h. 250.

4
bentuk "kitab" pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a.(5)
5  Ibid., h. 252.

Penulisan Mushhaf
Dalam uraian sebelumnya dikemukakan bahwa Bakar r.a. memerintahkan kepada seluruh kaum
ketika terjadi peperangan Yamamah, terdapat Muslim untuk membawa naskah tulisan ayat Al-
puluhan penghafal Al-Quran yang gugur. Hal Quran yang mereka miliki ke Masjid Nabawi untuk
ini menjadikan 'Umar ibn Al-Khaththab menjadi kemudian diteliti oleh Zaid dan timnya. Dalam
risau tentang "masa depan Al-Quran". Karena itu, hal ini, Abu Bakar r.a. memberi petunjuk agar tim
beliau mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar tersebut tidak menerima satu naskah kecuali yang
agar mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah memenuhi dua syarat:
ditulis pada masa Rasul. Walaupun pada mulanya Pertama, harus sesuai dengan hafalan para
Abu Bakar ragu menerima usul tersebut —dengan sahabat lain.
alasan bahwa pengumpulan semacam itu tidak Kedua, tulisan tersebut benar-benar adalah
dilakukan oleh Rasul saw.— namun pada akhirnya yang ditulis atas perintah dan di hadapan Nabi
'Umar r.a. dapat meyakinkannya. Dan keduanya saw. Karena, seperti yang dikemukakan di atas,
sepakat membentuk suatu tim yang diketuai oleh sebagian sahabat ada yang menulis atas inisiatif
Zaid ibn Tsabit dalam rangka melaksanakan tugas sendiri.
suci dan besar itu. Untuk membuktikan syarat kedua tersebut,
Zaid pun pada mulanya merasa sangat berat diharuskan adanya dua orang saksi mata.
untuk menerima tugas tersebut, tetapi akhirnya Sejarah mencatat bahwa Zaid ketika itu
ia dapat diyakinkan —apalagi beliau termasuk menemukan kesulitan karena beliau dan sekian
salah seorang yang ditugaskan oleh Rasul pada banyak sahabat menghafal ayat Laqad ja'akum
masa hidup beliau untuk menuliskan wahyu Rasul min anfusikum 'aziz 'alayh ma 'anittun harish
Al-Quran. Dengan dibantu oleh beberapa orang 'alaykum bi almu'minina Ra'uf al-rahim (QS 9:128).
sahabat Nabi, Zaid pun memulai tugasnya. Abu Tetapi, naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw.

5
tidak ditemukan. Syukurlah pada akhirnya naskah dengan 142 X 19, sedangkan kata Al-Rahman
tersebut ditemukan juga di tangan seorang sebanyak 57 kali atau sama dengan 3 X 19, dan
sahabat yang bernama Abi Khuzaimah Al-Anshari. Al-Rahim sebanyak 115 kali. Di sini, ia menemukan
Demikianlah, terlihat betapa Zaid menggabungkan kejanggalan, yang konon mengantarnya
antara hafalan sekian banyak sahabat dan naskah mencurigai adanya satu ayat yang menggunakan
yang ditulis di hadapan Nabi saw., dalam rangka kata rahim, yang pada hakikatnya bukan ayat Al-
memelihara keotentikan Al-Quran. Dengan Quran. Ketika itu, pandangannya tertuju kepada
demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan surah Al-Tawbah ayat 128, yang pada mulanya
data-data sejarah bahwa Al-Quran yang kita baca tidak ditemukan oleh Zaid. Karena, sebagaimana
sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda terbaca di atas, ayat tersebut diakhiri dengan kata
sedikit pun dengan apa yang diterima dan dibaca rahim.
oleh Rasulullah saw., lima belas abad yang lalu. Sebenarnya, kejanggalan yang ditemukannya
Sebelum mengakhiri tulisan ini, perlu akan sirna, seandainya ia menyadari bahwa kata
dikemukakan bahwa Rasyad Khalifah, yang rahim pada ayat Al-Tawbah di atas, bukannya
menemukan rahasia angka 19 yang dikemukakan menunjuk kepada sifat Tuhan, tetapi sifat Nabi
di atas, mendapat kesulitan ketika menemukan Muhammad saw. Sehingga ide yang ditemukannya
bahwa masing-masing kata yang menghimpun dapat saja benar tanpa meragukan satu ayat dalam
Bismillahirrahmanirrahim, kesemuanya habis Al-Quran, bila dinyatakan bahwa kata rahim dalam
terbagi 19, kecuali Al-Rahim. Kata Ism terulang Al-Quran yang menunjuk sifat Allah jumlahnya 114
sebanyak 19 kali, Allah sebanyak 2.698 kali, sama dan merupakan perkalian dari 6 X 19.

Penutup
Demikianlah sekelumit pembicaraan dan bukti- Kitab Suci ini, antara lain berkat upaya kaum
bukti yang dikemukakan para ulama dan pakar, beriman.
menyangkut keotentikan ayat-ayat Al-Quran.
Terlihat bagaimana Allah menjamin terpeliharanya

6
Bukti Kebenaran Al-Quran
Al-Quran mempunyai sekian banyak fungsi. Seorang ahli berkomentar bahwa tantangan
2
Di antaranya adalah menjadi bukti kebenaran yang sedemikian lantang ini tidak dapat
Nabi Muhammad saw. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan oleh seseorang kecuali jika ia
dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya memiliki satu dari dua sifat: gila atau sangat
bertahap. Pertama, menantang siapa pun yang yakin. Muhammad saw. sangat yakin akan wahyu-
meragukannya untuk menyusun semacam Al- wahyu Tuhan, karena "Wahyu adalah informasi
Quran secara keseluruhan (baca QS 52:34). Kedua, yang diyakini dengan sebenarnya bersumber dari
menantang mereka untuk menyusun sepuluh Tuhan."
surah semacam Al-Quran (baca QS 11:13). Seluruh Walaupun Al-Quran menjadi bukti kebenaran
Al-Quran berisikan 114 surah. Ketiga, menantang Nabi Muhammad, tapi fungsi utamanya adalah
mereka untuk menyusun satu surah saja semacam menjadi "petunjuk untuk seluruh umat manusia."
Al-Quran (baca QS 10:38). Keempat, menantang Petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama,
mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih atau yang biasa juga disebut sebagai syari'at.
kurang sama dengan satu surah dari Al-Quran Syari'at, dari segi pengertian kebahasaan, berarti
(baca QS 2:23). ' jalan menuju sumber air." Jasmani manusia,
Dalam hal ini, Al-Quran menegaskan: bahkan seluruh makhluk hidup, membutuhkan
Katakanlah (hai Muhammad) sesungguhnya jika air, demi kelangsungan hidupnya. Ruhaninya pun
manusia dan jin berkumpul untuk membuat membutuhkan "air kehidupan." Di sini, syari'at
yang serupa Al-Quran ini, niscaya mereka tidak mengantarkan seseorang menuju air kehidupan
akan mampu membuat yang serupa dengannya, itu.
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu Dalam syari'at ditemukan sekian banyak rambu-
bagi sebagian yang lain. (QS 17 :88). rambu jalan: ada yang berwarna merah, yang
berarti larangan; ada pula yang berwarna kuning, kematian.
yang memerlukan kehati-hatian; dan ada yang Jika demikian, yang harus menyusunnya adalah
hijau warnanya, yang melambangkan kebolehan "Sesuatu" yang tidak bersifat egoistis, yang tidak
melanjutkan perjalanan. Ini semua, persis sama mempunyai sedikit kepentingan pun, sekaligus
dengan lampu-lampu lalulintas. Lampu merah memiliki pengetahuan yang Mahaluas. "Sesuatu"
tidak memperlambat seseorang sampai ke tujuan. itu adalah Tuhan Yang Mahaesa, dan peraturan
Bahkan ia merupakan salah satu faktor utama yang yang dibuatnya itu dinamai "agama".
memelihara pejalan dari mara bahaya. Demikian Sayang bahwa tidak semua manusia dapat
juga halnya dengan "lampu-lampu merah" atau berhubungan langsung secara jelas dengan
larangan-larangan agama. Tuhan, guna memperoleh informasi-Nya. Karena
Kita sangat membutuhkan peraturan-peraturan itu, Tuhan memilih orang-orang tertentu, yang
lalulintas demi memelihara keselamatan kita. memiliki kesucian jiwa dan kecerdasan pikiran
Demikian juga dengan peraturan lalulintas menuju untuk menyampaikan informasi tersebut kepada
kehidupan yang lebih jauh, kehidupan sesudah mereka. Mereka yang terpilih itu dinamai Nabi atau
mati. Di sini, siapakah yang seharusnya membuat Rasul.
peraturan-peraturan menuju perjalanan yang Karena sifat egoistis manusia, maka ia tidak
sangat jauh itu? mempercayai informasi-informasi Tuhan yang
Manusia memiliki kelemahan-kelemahan. disampaikan oleh para Nabi itu. Mereka bahkan
Antara lain, ia seringkali bersifat egoistis. tidak percaya bahwa manusia-manusia terpilih itu
Disamping itu, pengetahuannya sangat terbatas. adalah Nabi-nabi yang mendapat tugas khusus
Lantaran itu, jika ia yang diserahi menyusun dari Tuhan.
peraturan lalulintas menuju kehidupan sesudah Untuk meyakinkan manusia, para Nabi atau
mati, maka diduga keras bahwa ia, di samping Rasul diberi bukti-bukti yang pasti dan terjangkau.
hanya akan menguntungkan dirinya sendiri, juga Bukti-bukti tersebut merupakan hal-hal tertentu
akan sangat terbatas bahkan keliru, karena ia yang tidak mungkin dapat mereka —sebagai
tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah manusia biasa (bukan pilihan Tuhan)— lakukan.

viii
Bukti-bukti tersebut dalam bahasa agama dinamai tengah-tengah masyarakat yang relatif telah
"mukjizat". mengenal peradaban, seperti Mesir, Persia atau
Para Nabi atau Rasul terdahulu memiliki Romawi. Beliau dibesarkan dan hidup di tengah-
mukjizat-mukjizat yang bersifat temporal, lokal, tengah kaum yang oleh beliau sendiri dilukiskan
dan material. Ini disebabkan karena misi mereka sebagai "Kami adalah masyarakat yang tidak
terbatas pada daerah tertentu dan waktu tertentu. pandai menulis dan berhitung." Inilah sebabnya,
Ini jelas berbeda dengan misi Nabi Muhammad konon, sehingga angka yang tertinggi yang
saw. Beliau diutus untuk seluruh umat manusia, di mereka ketahui adalah tujuh. Inilah latar belakang,
mana dan kapan pun hingga akhir zaman. mengapa mereka mengartikan "tujuh langit"
Pengutusan ini juga memerlukan mukjizat. sebagai "banyak langit." Al-Quran juga menyatakan
Dan karena sifat pengutusan itu, maka bukti bahwa seandainya Muhammad dapat membaca
kebenaran beliau juga tidak mungkin bersifat lokal, atau menulis pastilah akan ada yang meragukan
temporal, dan material. Bukti itu harus bersifat kenabian beliau (baca QS 29:48).
universal, kekal, dapat dipikirkan dan dibuktikan Ketiga aspek yang dimaksud di atas adalah
kebenarannya oleh akal manusia. Di sinilah terletak sebagai berikut. Pertama, aspek keindahan dan
fungsi Al-Quran sebagai mukjizat. ketelitian redaksi-redaksinya. Tidak mudah untuk
Paling tidak ada tiga aspek dalam Al-Quran menguraikan hal ini, khususnya bagi kita yang
yang dapat menjadi bukti kebenaran Nabi tidak memahami dan memiliki "rasa bahasa" Arab
Muhammad saw., sekaligus menjadi bukti —karena keindahan diperoleh melalui "perasaan",
bahwa seluruh informasi atau petunjuk yang bukan melalui nalar. Namun demikian, ada satu
disampaikannya adalah benar bersumber dari atau dua hal menyangkut redaksi Al-Quran yang
Allah SWT. dapat membantu pemahaman aspek pertama ini.
Ketiga aspek tersebut akan lebih meyakinkan Seperti diketahui, seringkali Al-Quran "turun"
lagi, bila diketahui bahwa Nabi Muhammad secara spontan, guna menjawab pertanyaan atau
bukanlah seorang yang pandai membaca dan mengomentari peristiwa. Misalnya pertanyaan
menulis. Ia juga tidak hidup dan bermukim di orang Yahudi tentang hakikat ruh. Pertanyaan

ix
ini dijawab secara langsung, dan tentunya (keburukan), masing-masing 167 kali;
spontanitas tersebut tidak memberi peluang Al-Thumaninah (kelapangan/ketenangan) dan
untuk berpikir dan menyusun jawaban dengan al-dhiq (kesempitan/kekesalan), masing-masing 13
redaksi yang indah apalagi teliti. Namun demikian, kali;
setelah Al-Quran rampung diturunkan dan Al-rahbah (cemas/takut) dan al-raghbah (harap/
kemudian dilakukan analisis serta perhitungan ingin), masing-masing 8 kali;
tentang redaksi-redaksinya, ditemukanlah hal-hal Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam
yang sangat menakjubkan. Ditemukan adanya bentuk definite, masing-masing 17 kali;
keseimbangan yang sangat serasi antara kata-kata Kufr (kekufuran) dan iman (iman) dalam bentuk
yang digunakannya, seperti keserasian jumlah dua indifinite, masing-masing 8 kali;
kata yang bertolak belakang. Al-shayf (musim panas) dan al-syita' (musim
Abdurrazaq Nawfal, dalam Al-Ijaz Al-Adabiy dingin), masing-masing 1 kali.
li Al-Qur'an Al-Karim yang terdiri dari tiga jilid, B. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan
mengemukakan sekian banyak contoh tentang sinonimnya/makna yang dikandungnya.
keseimbangan tersebut, yang dapat kita simpulkan Al-harts dan al-zira'ah (membajak/bertani),
secara sangat singkat sebagai berikut. masing-masing 14 kali;
A. Keseimbangan antara jumlah bilangan Al-'ushb dan al-dhurur (membanggakan diri/
kata dengan antonimnya. Beberapa contoh, di angkuh), masing-masing 27 kali;
antaranya: Al-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati
Al-hayah (hidup) dan al-mawt (mati), masing- [jiwanya]), masing-masing 17 kali;
masing sebanyak 145 kali; Al-Qur'an, al-wahyu dan Al-Islam (Al-Quran,
Al-naf' (manfaat) dan al-madharrah (mudarat), wahyu dan Islam), masing-masing 70 kali;
masing-masing sebanyak 50 kali; Al-aql dan al-nur (akal dan cahaya), masing-
Al-har (panas) dan al-bard (dingin), masing- masing 49 kali;
masing 4 kali; Al-jahr dan al-'alaniyah (nyata), masing-masing
Al-shalihat (kebajikan) dan al-sayyi'at 16 kali.

x
C. Keseimbangan antara jumlah bilangan (1) Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal
kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam
akibatnya. setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk
Al-infaq (infak) dengan al-ridha (kerelaan), kepada bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni),
masing-masing 73 kali; jumlah keseluruhannya hanya tiga puluh, sama
Al-bukhl (kekikiran) dengan al-hasarah dengan jumlah hari dalam sebulan. Disisi lain,
(penyesalan), masing-masing 12 kali; kata yang berarti "bulan" (syahr) hanya terdapat
Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan al-nar/ dua belas kali, sama dengan jumlah bulan dalam
al-ahraq (neraka/ pembakaran), masing-masing 154 setahun.
kali; (2) Al-Quran menjelaskan bahwa langit ada
Al-zakah (zakat/penyucian) dengan al-barakat "tujuh." Penjelasan ini diulanginya sebanyak tujuh
(kebajikan yang banyak), masing-masing 32 kali; kali pula, yakni dalam ayat-ayat Al-Baqarah 29,
Al-fahisyah (kekejian) dengan al-ghadhb Al-Isra' 44, Al-Mu'minun 86, Fushshilat 12, Al-Thalaq
(murka), masing-masing 26 kali. 12, Al-Mulk 3, dan Nuh 15. Selain itu, penjelasannya
D. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam
dengan kata penyebabnya. hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
Al-israf (pemborosan) dengan al-sur'ah (3) Kata-kata yang menunjuk kepada utusan
(ketergesa-gesaan), masing-masing 23 kali; Tuhan, baik rasul (rasul), atau nabiyy (nabi), atau
Al-maw'izhah (nasihat/petuah) dengan al-lisan basyir (pembawa berita gembira), atau nadzir
(lidah), masing-masing 25 kali; (pemberi peringatan), keseluruhannya berjumlah
Al-asra (tawanan) dengan al-harb (perang), 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah
masing-masing 6 kali; penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa
Al-salam (kedamaian) dengan al-thayyibat berita tersebut, yakni 518 kali.
(kebajikan), masing-masing 60 kali. Demikianlah sebagian dari hasil penelitian yang
E. Di samping keseimbangan-keseimbangan kita rangkum dan kelompokkan ke dalam bentuk
tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus. seperti terlihat di atas.

xi
Kedua adalah pemberitaan-pemberitaan Ketiga, isyarat-isyarat ilmiahnya. Banyak sekah
gaibnya. Fir'aun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa., isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Quran.
diceritakan dalam surah Yunus. Pada ayat 92 surah Misalnya diisyaratkannya bahwa "Cahaya matahari
itu, ditegaskan bahwa "Badan Fir'aun tersebut bersumber dari dirinya sendiri, sedang cahaya
akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari)"
generasi berikut." Tidak seorang pun mengetahui (perhatikan QS 10:5); atau bahwa jenis kelamin
hal tersebut, karena hal itu telah terjadi sekitar anak adalah hasil sperma pria, sedang wanita
1200 tahun S.M. Nanti, pada awal abad ke-19, sekadar mengandung karena mereka hanya
tepatnya pada tahun 1896, ahli purbakala Loret bagaikan "ladang" (QS 2:223); dan masih banyak
menemukan di Lembah Raja-raja Luxor Mesir, satu lagi lainnya yang kesemuanya belum diketahui
mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa manusia kecuali pada abad-abad bahkan tahun-
ia adalah Fir'aun yang bernama Maniptah dan tahun terakhir ini. Dari manakah Muhammad
yang pernah mengejar Nabi Musa a.s. Selain itu, mengetahuinya kalau bukan dari Dia, Allah Yang
pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat Maha Mengetahui!
izin dari pemerintah Mesir untuk membuka Kesemua aspek tersebut tidak dimaksudkan
pembalut-pembalut Fir'aun tersebut. Apa yang kecuali menjadi bukti bahwa petunjuk-petunjuk
ditemukannya adalah satu jasad utuh, seperti yang disampaikan oleh Al-Quran adalah benar,
yang diberitakan oleh Al-Quran melalui Nabi yang sehingga dengan demikian manusia yakin serta
ummiy (tak pandai membaca dan menulis itu). secara tulus mengamalkan petunjuk-petunjuknya.
Mungkinkah ini?
Setiap orang yang pernah berkunjung ke
Museum Kairo, akan dapat melihat Fir'aun tersebut.
Terlalu banyak ragam serta peristiwa gaib yang
telah diungkapkan Al-Quran dan yang tidak
mungkin dikemukakan dalam kesempatan yang
terbatas ini.

xii
Sejarah Turunnya dan Tujuan Pokok Al-
3
Quran
Agama Islam, agama yang kita anut dan Disamping keterangan yang diberikan oleh
dianut oleh ratusan juta kaum Muslim di seluruh Rasulullah saw., Allah memerintahkan pula kepada
dunia, merupakan way of life yang menjamin umat manusia seluruhnya agar memperhatikan
kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di dan mempelajari Al-Quran: Tidaklah mereka
akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang memperhatikan isi Al-Quran, bahkan ataukah hati
esensial: berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang mereka tertutup (QS 47:24).
sebaik-baiknya. Allah berfirman, Sesungguhnya Mempelajari Al-Quran adalah kewajiban.
Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang Berikut ini beberapa prinsip dasar untuk
sebaik-baiknya (QS, 17:9). memahaminya, khusus dari segi hubungan Al-
Al-Quran memberikan petunjuk dalam Quran dengan ilmu pengetahuan. Atau, dengan
persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak, kata lain, mengenai "memahami Al-Quran dalam
dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan."
mengenai persoalan-persoalan tersebut; dan Allah (Persoalan ini sangat penting, terutama pada
SWT menugaskan Rasul saw., untuk memberikan masa-masa sekarang ini, dimana perkembangan
keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi
itu: Kami telah turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al- seluruh aspek kehidupan.
Quran) untuk kamu terangkan kepada manusia Kekaburan mengenai hal ini dapat
apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar menimbulkan ekses-ekses yang mempengaruhi
mereka berpikir (QS 16:44). perkembangan pemikiran kita dewasa ini dan
generasi-generasi yang akan datang. Dalam di pihak lain, tidak dapat mencapai kata sepakat
bukunya, Science and the Modern World, A.N. tentang hubungan antara Kitab Suci dan ilmu
Whitehead menulis: "Bila kita menyadari betapa pengetahuan; tetapi agama yang dimaksudkannya
pentingnya agama bagi manusia dan betapa dapat mencakup segenap keyakinan yang dianut
pentingnya ilmu pengetahuan, maka tidaklah manusia.
berlebihan bila dikatakan bahwa sejarah kita yang Demikian pula halnya bagi umat Islam,
akan datang bergantung pada putusan generasi pengertian kita terhadap hubungan antara
sekarang mengenai hubungan antara keduanya."(1) Al-Quran dan ilmu pengetahuan akan memberi
Tulisan Whithead ini berdasarkan apa yang pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan
terjadi di Eropa pada abad ke-18, yang ketika itu, agama dan sejarah perkembangan manusia pada
gereja/pendeta di satu pihak dan para ilmuwan generasi-generasi yang akan datang.
1  Whitehead, Science and the Modern World, hal. 180.

Periode Turunnya Al-Quran


Al-Quran Al-Karim yang terdiri dari 114 surah umat-umat yang lalu disatukan dengan nasihat,
dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT. ultimatum, dorongan atau tanda-tanda kebesaran
dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode Allah yang ada di alam semesta. Terkadang pula,
sebagaimana metode-metode penyusunan buku- ada suatu persoalan atau hukum yang sedang
buku ilmiah. Buku-buku ilmiah yang membahas diterangkan tiba-tiba timbul persoalan lain yang
satu masalah, selalu menggunakan satu metode pada pandangan pertama tidak ada hubungan
tertentu dan dibagi dalam bab-bab dan pasal- antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, apa
pasal. Metode ini tidak terdapat di dalam Al-Quran yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 216-
Al-Karim, yang di dalamnya banyak persoalan 221, yang mengatur hukum perang dalam asyhur
induk silih-berganti diterangkan. al-hurum berurutan dengan hukum minuman
Persoalan akidah terkadang bergandengan keras, perjudian, persoalan anak yatim, dan
dengan persoalan hukum dan kritik; sejarah perkawinan dengan orang-orang musyrik.

14
Yang demikian itu dimaksudkan agar pada hakikatnya periode pertama dan kedua
memberikan kesan bahwa ajaran-ajaran Al-Quran dalam pembagian tersebut adalah kumpulan dari
dan hukum-hukum yang tercakup didalamnya ayat-ayat Makkiyah, dan periode ketiga adalah
merupakan satu kesatuan yang harus ditaati oleh ayat-ayat Madaniyyah. Pembagian demikian untuk
penganut-penganutnya secara keseluruhan tanpa lebih menjelaskan tujuan-tujuan pokok Al-Quran.
ada pemisahan antara satu dengan yang lainnya.
Dalam menerangkan masalah-masalah filsafat dan Periode Pertama
metafisika, Al-Quran tidak menggunakan istilah Diketahui bahwa Muhammad saw., pada
filsafat dan logika. Juga dalam bidang politik, awal turunnya wahyu pertama (iqra'), belum
ekonomi, sosial dan kebudayaan. Yang demikian dilantik menjadi Rasul. Dengan wahyu pertama
ini membuktikan bahwa Al-Quran tidak dapat itu, beliau baru merupakan seorang nabi yang
dipersamakan dengan kitab-kitab yang dikenal tidak ditugaskan untuk menyampaikan apa yang
manusia. diterima. Baru setelah turun wahyu kedualah
Tujuan Al-Quran juga berbeda dengan tujuan beliau ditugaskan untuk menyampaikan wahyu-
kitab-kitab ilmiah. Untuk memahaminya, terlebih wahyu yang diterimanya, dengan adanya firman
dahulu harus diketahui periode turunnya Al-Quran. Allah: "Wahai yang berselimut, bangkit dan berilah
Dengan mengetahui periode-periode tersebut, peringatan" (QS 74:1-2).
tujuan-tujuan Al-Quran akan lebih jelas. Kemudian, setelah itu, kandungan wahyu
Para ulama 'Ulum Al-Quran membagi sejarah Ilahi berkisar dalam tiga hal. Pertama, pendidikan
turunnya Al-Quran dalam dua periode: (1) Periode bagi Rasulullah saw., dalam membentuk
sebelum hijrah; dan (2) Periode sesudah hijrah. kepribadiannya. Perhatikan firman-Nya:
Ayat-ayat yang turun pada periode pertama Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan
dinamai ayat-ayat Makkiyyah, dan ayat-ayat yang sampaikanlah. Dan Tuhanmu agungkanlah.
turun pada periode kedua dinamai ayat-ayat Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkanlah kotoran
Madaniyyah. Tetapi, di sini, akan dibagi sejarah (syirik). Janganlah memberikan sesuatu dengan
turunnya Al-Quran dalam tiga periode, meskipun mengharap menerima lebih banyak darinya, dan

15
sabarlah engkau melaksanakan perintah-perintah mengetahui pula persoalan-persoalan tauhid dan
Tuhanmu (QS 74:1-7). tanzih (penyucian) Allah SWT.
Dalam wahyu ketiga terdapat pula bimbingan Ketiga, keterangan mengenai dasar-dasar
untuknya: Wahai orang yang berselimut, akhlak Islamiah, serta bantahan-bantahan secara
bangkitlah, shalatlah di malam hari kecuali sedikit umum mengenai pandangan hidup masyarakat
darinya, yaitu separuh malam, kuranq sedikit dari jahiliah ketika itu. Ini dapat dibaca, misalnya, dalam
itu atau lebih, dan bacalah Al-Quran dengan tartil surah Al-Takatsur, satu surah yang mengecam
(QS 73:1-4). mereka yang menumpuk-numpuk harta; dan surah
Perintah ini disebabkan karena Sesungguhnya Al-Ma'un yang menerangkan kewajiban terhadap
kami akan menurunkan kepadamu wahyu yang fakir miskin dan anak yatim serta pandangan
sangat berat (QS 73:5). agama mengenai hidup bergotong-royong.
Ada lagi ayat-ayat lain, umpamanya: Berilah Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan
peringatan kepada keluargamu yang terdekat. telah menimbulkan bermacam-macam reaksi di
Rendahkanlah dirimu, janganlah bersifat kalangan masyarakat Arab ketika itu. Reaksi-reaksi
sombong kepada orang-orang yang beriman tersebut nyata dalam tiga hal pokok:
yang mengikutimu. Apabila mereka (keluargamu) Segolongan kecil dari mereka menerima
enggan mengikutimu, katakanlah: aku berlepas dengan baik ajaran-ajaran Al-Quran.
dari apa yang kalian kerjakan (QS 26:214-216). Sebagian besar dari masyarakat tersebut
Demikian ayat-ayat yang merupakan menolak ajaran Al-Quran, karena kebodohan
bimbingan bagi beliau demi suksesnya dakwah. mereka (QS 21:24), keteguhan mereka
Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar mempertahankan adat istiadat dan tradisi nenek
mengenai sifat dan af'al Allah, misalnya surah moyang (QS 43:22), dan atau karena adanya
Al-A'la (surah ketujuh yang diturunkan) atau maksud-maksud tertentu dari satu golongan
surah Al-Ikhlash, yang menurut hadis Rasulullah seperti yang digambarkan oleh Abu Sufyan: "Kalau
"sebanding dengan sepertiga Al-Quran", karena sekiranya Bani Hasyim memperoleh kemuliaan
yang mengetahuinya dengan sebenarnya akan nubuwwah, kemuliaan apa lagi yang tinggal untuk

16
kami." ancaman yang pedas terus mengalir kepada kaum
Dakwah Al-Quran mulai melebar melampaui musyrik yang berpaling dari kebenaran, seperti:
perbatasan Makkah menuju daerah-daerah Bila mereka berpaling maka katakanlah wahai
sekitarnya. Muhammad: "Aku pertakuti kamu sekalian dengan
siksaan, seperti siksaan yang menimpa kaum 'Ad
Periode Kedua dan Tsamud" (QS 41:13).
Periode kedua dari sejarah turunnya Al- Selain itu, turun juga ayat-ayat yang
Quran berlangsung selama 8-9 tahun, dimana mengandung argumentasi-argumentasi mengenai
terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam keesaan Tuhan dan kepastian hari kiamat
dan jahiliah. Gerakan oposisi terhadap Islam berdasarkan tanda-tanda yang dapat mereka lihat
menggunakan segala cara dan sistem untuk dalam kehidupan sehari-hari, seperti: Manusia
menghalangi kemajuan dakwah Islamiah. memberikan perumpamaan bagi kami dan lupa
Dimulai dari fitnah, intimidasi dan akan kejadiannya, mereka berkata: "Siapakah
penganiayaan, yang mengakibatkan para yang dapat menghidupkan tulang-tulang yang
penganut ajaran Al-Quran ketika itu terpaksa telah lapuk dan hancur?" Katakanlah, wahai
berhijrah ke Habsyah dan para akhirnya mereka Muhammad: "Yang menghidupkannya ialah
semua —termasuk Rasulullah saw.— berhijrah ke Tuhan yang menjadikan ia pada mulanya, dan
Madinah. yang Maha Mengetahui semua kejadian. Dia yang
Pada masa tersebut, ayat-ayat Al-Quran, di menjadikan untukmu, wahai manusia, api dari
satu pihak, silih berganti turun menerangkan kayu yang hijau (basah) lalu dengannya kamu
kewajiban-kewajiban prinsipil penganutnya sesuai sekalian membakar." Tidaklah yang menciptakan
dengan kondisi dakwah ketika itu, seperti: Ajaklah langit dan bumi sanggup untuk menciptakan
mereka ke jalan Tuhanmu (agama) dengan hikmah yang serupa itu? Sesungguhnya Ia Maha Pencipta
dan tuntunan yang baik, serta bantahlah mereka dan Maha Mengetahui. Sesungguhnya bila Allah
dengan cara yang sebaik-baiknya (QS 16:125). menghendaki sesuatu Ia hanya memerintahkan:
Dan, di lain pihak, ayat-ayat kecaman dan "Jadilah!"Maka jadilah ia (QS 36:78-82).

17
Ayat ini merupakan salah satu argumentasi Al-Munawwarah). Periode ini berlangsung selama
terkuat dalam membuktikan kepastian hari kiamat. sepuluh tahun, di mana timbul bermacam-macam
Dalam hal ini, Al-Kindi berkata: "Siapakah di antara peristiwa, problem dan persoalan, seperti: Prinsip-
manusia dan filsafat yang sanggup mengumpulkan prinsip apakah yang diterapkan dalam masyarakat
dalam satu susunan kata-kata sebanyak huruf ayat- demi mencapai kebahagiaan? Bagaimanakah
ayat tersebut, sebagaimana yang telah disimpulkan sikap terhadap orang-orang munafik, Ahl Al-Kitab,
Tuhan kepada Rasul-Nya saw., dimana diterangkan orang-orang kafir dan lain-lain, yang semua itu
bahwa tulang-tulang dapat hidup setelah menjadi diterangkan Al-Quran dengan cara yang berbeda-
lapuk dan hancur; bahwa qudrah-Nya menciptakan beda?
seperti langit dan bumi; dan bahwa sesuatu Dengan satu susunan kata-kata yang
dapat mewujud dari sesuatu yang berlawanan membangkitkan semangat seperti berikut ini, Al-
dengannya."(2) Quran menyarankan: Tidakkah sepatutnya kamu
Disini terbukti bahwa ayat-ayat Al-Quran telah sekalian memerangi golongan yang mengingkari
sanggup memblokade paham-paham jahiliah dari janjinya dan hendak mengusir Rasul, sedangkan
segala segi sehingga mereka tidak lagi mempunyai merekalah yang memulai peperangan. Apakah
arti dan kedudukan dalam rasio dan alam pikiran kamu takut kepada mereka? Sesungguhnya Allah
sehat. lebih berhak untuk ditakuti jika kamu sekalian
benar-benar orang yang beriman. Perangilah!
Periode Ketiga Allah akan menyiksa mereka dengan perantaraan
Selama masa periode ketiga ini, dakwah Al- kamu sekalian serta menghina-rendahkan mereka;
Quran telah dapat mewujudkan suatu prestasi dan Allah akan menerangkan kamu semua serta
besar karena penganut-penganutnya telah dapat memuaskan hati segolongan orang-orang beriman
hidup bebas melaksanakan ajaran-ajaran agama (QS 9:13-14).
di Yatsrib (yang kemudian diberi nama Al-Madinah Adakalanya pula merupakan perintah-perintah
yang tegas disertai dengan konsiderannya, seperti:
2  Lihat 'Abdul Halim Mahmud, Al-Tafsir Al-Falsafiy fi Al-Islam,
Wahai orang-orang beriman, sesungguhnya
Dar Al-Kitab Al-Lubnaniy, Beirut, 1982, h. 73-74.

18
minuman keras, perjudian, berhala-berhala, bahagia, sengsara, aman dan takut). Dalam perang
bertenung adalah perbuatan keji dari perbuatan Uhud misalnya, di mana kaum Muslim menderita
setan. Oleh karena itu hindarilah semua itu tujuh puluh orang korban, turunlah ayat-ayat
agar kamu sekalian mendapat kemenangan. penenang yang berbunyi: Janganlah kamu
Sesungguhnya setan tiada lain yang diinginkan sekalian merasa lemah atau berduka cita. Kamu
kecuali menanamkan permusuhan dan kebencian adalah orang-orang yang tinggi (menang) selama
diantara kamu disebabkan oleh minuman keras kamu sekalian beriman. Jika kamu mendapat
dan perjudian tersebut, serta memalingkan kamu luka, maka golongan mereka juga mendapat luka
dari dzikrullah dan sembahyang, maka karenanya serupa. Demikianlah hari-hari kemenangan Kami
hentikanlah pekerjaan-pekerjaan tersebut (QS perganti-gantikan di antara manusia, supaya Allah
5:90-91). membuktikan orang-orang beriman dan agar Allah
Disamping itu, secara silih-berganti, terdapat mengangkat dari mereka syuhada, sesungguhnya
juga ayat yang menerangkan akhlak dan suluk Allah tiada mengasihi orang-orangyang aniaya (QS
yang harus diikuti oleh setiap Muslim dalam 3:139-140).
kehidupannya sehari-hari, seperti: Wahai orang- Selain ayat-ayat yang turun mengajak berdialog
orang yang beriman, janganlah kamu memasuki dengan orang-orang Mukmin, banyak juga ayat
satu rumah selain rumahmu kecuali setelah minta yang ditujukan kepada orang-orang munafik,
izin dan mengucapkan salam kepada penghuninya. Ahli Kitab dan orang-orang musyrik. Ayat-ayat
Demikian ini lebih baik bagimu. Semoga kamu tersebut mengajak mereka ke jalan yang benar,
sekalian mendapat peringatan (QS 24:27). sesuai dengan sikap mereka terhadap dakwah.
Semua ayat ini memberikan bimbingan kepada Salah satu ayat yang ditujukan kepada ahli Kitab
kaum Muslim menuju jalan yang diridhai Tuhan ialah: Katakanlah (Muhammad): "Wahai ahli
disamping mendorong mereka untuk berjihad kitab (golongan Yahudi dan Nasrani), marilah
di jalan Allah, sambil memberikan didikan akhlak kita menuju ke satu kata sepakat diantara kita
dan suluk yang sesuai dengan keadaan mereka yaitu kita tidak menyembah kecuali Allah; tidak
dalam bermacam-macam situasi (kalah, menang, mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun,

19
tidak pula mengangkat sebagian dari kita tuhan katakanlah: "Saksikanlah bahwa kami adalah
yang bukan Allah." Maka bila mereka berpaling orang-orang Muslim" (QS 3:64).

Dakwah menurut Al-Quran


Dan ringkasan sejarah turunnya Al-Quran, itu saja. Karena yang demikian itu hanya untuk
tampak bahwa ayat-ayat Al-Quran sejalan dengan dijadikan argumentasi dakwah. Sejarah umat-
pertimbangan dakwah: turun sedikit demi sedikit umat diungkapkan sebagai pelajaran/peringatan
bergantung pada kebutuhan dan hajat, hingga bagaimana perlakuan Tuhan terhadap orang-orang
mana kala dakwah telah menyeluruh, orang-orang yang mengikuti jejak-jejak mereka.
berbondong-bondong memeluk agama Islam. Sebagai suatu perbandingan, Al-Quran dapat
Ketika itu berakhirlah turunnya ayat-ayat Al-Quran diumpamakan dengan seseorang yang dalam
dan datang pulalah penegasan dari Allah SWT: menanamkan idenya tidak dapat melepaskan diri
Hari ini telah Kusempurnakan agamamu dan telah dari keadaan, situasi atau kondisi masyarakat yang
Kucukupkan nikmat untukmu serta telah Kuridhai merupakan objek dakwah. Tentu saja metode
Islam sebagai agamamu (QS 5:3). yang digunakannya harus sesuai dengan keadaan,
Uraian di atas menunjukkan bahwa ayat-ayat perkembangan dan tingkat kecerdasan objek
Al-Quran disesuaikan dengan keadaan masyarakat tersebut. Demikian pula dalam menanamkan
saat itu. Sejarah yang diungkapkan adalah sejarah idenya, cita-cita itu tidak hartya sampai pada batas
bangsa-bangsa yang hidup di sekitar Jazirah suatu masyarakat dan masa tertentu; tetapi masih
Arab. Peristiwa-peristiwa yang dibawakan adalah mengharapkan agar idenya berkembang pada
peristiwa-peristiwa mereka. Adat-istiadat dan ciri- semua tempat sepanjang masa.
ciri masyarakat yang dikecam adalah yang timbul Untuk menerapkan idenya itu, seorang da'i
dan yang terdapat dalam masyarakat tersebut. tidak boleh bosan dan putus asa. Dan dalam
Tetapi ini bukan berarti bahwa ajaran- merealisasikan cita-citanya, ia harus mampu
ajaran Al-Quran hanya dapat diterapkan dalam menyatakan dan mengulangi usahanya walaupun
masyarakat yang ditemuinya atau pada waktu dengan cara yang berbeda-beda. Demikian pula

20
ayat-ayat Al-Quran yang mengulangi beberapa tanpa memberikan contoh-contoh hidup dalam
kali satu persoalan. Tetapi untuk menghindari masyarakat tempat ia muncul atau berkembang.
terjadinya perasaan bosan, susunan kata-katanya Cara yang demikian ini tidak mungkin akan
—oleh Allah SWT— diubah dan dihiasi sehingga mewujud; kalau ada, maka ia hanya sekadar
menarik pendengarannya. Bukankah argumentasi- merupakan teori-teori belaka yang tidak dapat
argumentasi Al-Quran mengenai soal-soal yang diterapkan dalam suatu masyarakat.
dipaparkan dapat dipergunakan di mana, kapan Tidakkah menjadi keharusan satu gerakan yang
dan bagi siapa saja, serta dalam situasi dan kondisi bersifat universal untuk memulai penyebarannya
apa pun? di forum internasional. Tapi, cara paling tepat
Argumen kosmologis (cosmological argument) adalah menyebarkan ajaran-ajarannya dalam
—yang oleh Immanuel Kant dikatakan sebagai masyarakat tempat timbulnya gerakan itu,
suatu argumen yang sangat dikagumi dan dimana penyebar-penyebarnya mengetahui
merupakan salah satu dalil terkuat mengenai bahasa, tradisi dan adat-istiadat masyarakat tadi.
wujud Pencipta (Prime Cause)— merupakan salah Kemudian, bila telah berhasil menerapkan ajaran-
satu argumentasi Al-Quran untuk maksud tersebut. ajarannya dalam suatu masyarakat tertentu,
Bukankah juga penolakan Al-Quran terhadap syirik maka masyarakat tersebut dapat dijadikan "pilot
(politeisme) meliputi segala macam dan bentuk proyek" bagi masyarakat lainnya. Hal ini dapat
politeisme yang telah timbul, termasuk yang kita lihat pada Fasisme, Zionisme, Komunisme,
dianut oleh orang-orang Arab ketika turunnya Al- Nazisme, dan lain-lain. Dengan demikian, tidak ada
Quran? alasan untuk mengatakan bahwa ajaran-ajaran
Dapat diperhatikan pula, bahwa tiada satu Al-Quran itu khusus untuk masyarakat pada masa
filsafat pun yang memaparkan perincian- diturunkannya saja.
perinciannya dari A sampai Z dalam bentuk abstrak

Tujuan Pokok Al-Quran


Dari sejarah diturunkannya Al-Quran, dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Quran mempunyai

21
tiga tujuan pokok:
Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus
dianut oleh manusia yang tersimpul dalam
keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan
akan kepastian adanya hari pembalasan.
Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan
jalan menerangkan norma-norma keagamaan
dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam
kehidupannya secara individual atau kolektif.
Petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan
jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus
diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan
Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang
lebih singkat, "Al-Quran adalah petunjuk bagi
selunih manusia ke jalan yang harus ditempuh
demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat."

22
Kebenaran Ilmiah Al-Quran
4
A l-Quran adalah kitab petunjuk, demikian hasil
yang kita peroleh dari mempelajari sejarah
turunnya. Ini sesuai pula dengan penegasan
Menurut hemat kami, membahas hubungan Al-
Quran dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dengan
banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan
Al-Quran: Petunjuk bagi manusia, keterangan yang tersimpul di dalamnya, bukan pula dengan
mengenai petunjuk serta pemisah antara yang hak menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah. Tetapi
dan batil. (QS 2:185). pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi
Jika demikian, apakah hubungan Al-Quran yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan
dengan ilmu pengetahuan? Berkaitan dengan kesucian Al-Quran dan sesuai pula dengan logika
hal ini, perselisihan pendapat para ulama sudah ilmu pengetahuan itu sendiri.
lama berlangsung. Dalam kitabnya Jawahir Al- Membahas hubungan antara Al-Quran dan
Quran, Imam Al-Ghazali menerangkan pada bab ilmu pengetahuan bukan dengan melihat,
khusus bahwa seluruh cabang ilmu pengetahuan misalnya, adakah teori relativitas atau bahasan
yang terdahulu dan yang kemudian, yang telah tentang angkasa luar; ilmu komputer tercantum
diketahui maupun yang belum, semua bersumber dalam Al-Quran; tetapi yang lebih utama adalah
dari Al-Quran Al-Karim. Al-Imam Al-Syathibi (w. melihat adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi
1388 M), tidak sependapat dengan Al-Ghazali. kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta
Dalam kitabnya, Al-Muwafaqat, beliau —antara adakah satu ayat Al-Quran yang bertentangan
lain— berpendapat bahwa para sahabat tentu dengan hasil penemuan ilmiah yang telah
lebih mengetahui Al-Quran dan apa-apa yang mapan? Dengan kata lain, meletakkannya pada
tercantum di dalamnya, tapi tidak seorang pun di sisi "social psychology" (psikologi sosial) bukan
antara mereka yang menyatakan bahwa Al-Quran pada sisi "history of scientific progress" (sejarah
mencakup seluruh cabang ilmu pengetahuan. perkembangan ilmu pengetahuan). Anggaplah
bahwa setiap ayat dari ke-6.226 ayat yang ilmu pengetahuan atau mendorongnya lebih jauh."
tercantum dalam Al-Quran (menurut perhitungan Ini menunjukkan bahwa kemajuan ilmu
ulama Kufah)(1) mengandung suatu teori ilmiah, pengetahuan tidak hanya dinilai dengan apa yang
kemudian apa hasilnya? Apakah keuntungan dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi
yang diperoleh dengan mengetahui teori-teori juga diukur dengan wujudnya suatu iklim yang
tersebut bila masyarakat tidak diberi "hidayah" dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan
atau petunjuk guna kemajuan ilmu pengetahuan itu.(3)
atau menyingkirkan hal-hal yang dapat Sejarah membuktikan bahwa Galileo, ketika
menghambatnya? mengungkapkan penemuannya bahwa bumi
Malik bin Nabi di dalam kitabnya Intaj Al- ini beredar, tidak mendapat counter dari suatu
Mustasyriqin wa Atsaruhu fi Al-Fikriy Al-Hadits, lembaga ilmiah. Tetapi, masyarakat tempat ia
menulis: "Ilmu pengetahuan adalah sekumpulan hidup malah memberikan tantangan kepadanya
masalah serta sekumpulan metode yang atas dasar-dasar kepercayaan dogma, sehingga
dipergunakan menuju tercapainya masalah Galileo pada akhirnya menjadi korban tantangan
tersebut."(2) tersebut atau korban penemuannya sendiri. Hal
Selanjutnya beliau menerangkan: "Kemajuan ini adalah akibat belum terwujudnya syarat-syarat
ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas dalam sosial dan psikologis yang disebutkan di atas. Dari
bidang-bidang tersebut, tetapi bergantung pula segi inilah kita dapat menilai hubungan Al-Quran
pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan dengan ilmu pengetahuan.
sosial yang mempunyai pengaruh negatif dan Di dalam Al-Quran tersimpul ayat-ayat yang
positif sehingga dapat menghambat kemajuan menganjurkan untuk mempergunakan akal pikiran
1  Jumlah yang populer dan luas dipegang adalah 6.666 ayat. dalam mencapai hasil. Allah berfirman: Katakanlah
Tetapi, jumlah ini tidak diketahui dasarnya. Terdapat juga hai Muhammad: "Aku hanya menganjurkan
pandangan lain. Perbedaan jumlah ini disebabkan oleh
perbedaan cara menghitung basmalah di setiap awal surat kepadanya satu hal saja, yaitu berdirilah karena
sebagai ayat tersendiri. Juga ayat seperti Alif lam mim, dan Allah berdua-dua atau bersendiri-sendiri,
lain-lain.
2  Terbitan Dar Al-Irsyad, 1969, h. 30. 3 Ibid.

24
kemudian berpikirlah." (QS 34:36). pikiran manusia, serta menyingkirkan hal-hal yang
Demikianlah Al-Quran telah membentuk satu dapat menghalangi kemajuannya.
iklim baru yang dapat mengembangkan akal

Sistem Penalaran menurut Al-Quran


Salah satu faktor terpenting yang dapat Sejarah menunjukkan bahwa pada masa-masa
menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan pertama dalam pembinaan masyarakat Islam,
terdapat dalam diri manusia sendiri. Para psikolog pandangan atau penilaian segolongan orang
menerangkan bahwa tahap-tahap perkembangan Islam terhadap nilai al-fikrah Al-Quraniyyah (ide
kejiwaan dan alam pikiran manusia dalam yang dibawa oleh Al-Quran), adalah bahwa ide-ide
menilai suatu ide umumnya melalui tiga fase. tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat
Fase pertama, menilai baik buruknya suatu ide dengan pribadi Rasulullah saw. Dalam perang
dengan ukuran yang mempunyai hubungan Uhud misalnya, sekelompok kaum Muslim cepat-
dengan alam kebendaan (materi) atau berdasarkan cepat meninggalkan medan pertempuran ketika
pada pancaindera yang timbul dari kebutuhan- mendengar berita wafatnya Rasulullah saw., yang
kebutuhan primer. Fase kedua, menilai ide tersebut diisukan oleh kaum musyrik. Sikap keliru ini lahir
atas keteladanan yang diberikan oleh seseorang; akibat pandangan mereka terhadap nilai suatu ide
dan atau tidak terlepas dari penjelmaan dalam baru sampai pada fase kedua, atau dengan kata
diri pribadi seseorang. Ia menjadi baik, bila tokoh lain belum mencapai tingkat kedewasaannya.
A yang melakukan atau menyatakannya baik dan Al-Quran tidak menginginkan masyarakat baru
jelek bila dinyatakannya jelek. Fase ketiga (fase yang dibentuk dengan memandang atau menilai
kedewasaan), adalah suatu penilaian tentang ide suatu ide apa pun coraknya hanya terbatas sampai
didasarkan atas nilai-nilai yang terdapat pada fase kedua saja, karenanya turunlah ayat-ayat:
unsur-unsur ide itu sendiri, tanpa terpengaruh Muhammad tiada lain kecuali seorang Rasul.
oleh faktor eksternal yang menguatkan atau Sebelum dia telah ada rasul-rasul. Apakah jika
melemahkannya (materi dan pribadi). sekiranya dia mati atau terbunuh kamu berpaling

25
ke agamamu yang dahulu? Siapa-siapa yang mengetahui? (QS 39:9).
berpaling menjadi kafir; ia pasti tidak merugikan Ayat ini menekankan kepada masyarakat
Tuhan sedikit pun, dan Allah akan memberikan betapa besar nilai ilmu pengetahuan dan
ganjaran kepada orang-orang yang bersyukur kedudukan cendekiawan dalam masyarakat.
kepadaNya (QS 3:144). Demikian juga ayat, Inilah kamu (wahai Ahl Al-
Ayat tersebut walaupun dalam bentuk istifham, Kitab), kamu ini membantah tentang hal-hal yang
tetapi —sebagaimana diterangkan oleh para kamu ketahui, maka mengapakah membantah
ulama Tafsir— menunjukkan "istifham taubikhi pula dalam hal-hal yang kalian tidak ketahui? (QS
istinkariy"(4) yang berarti larangan menempatkan 3:66).
"al-fikrah Al-Qur'aniyyah" hanya sampai pada Ayat ini merupakan kritik pedas terhadap
fase kedua. Ayat ini merupakan dorongan kepada mereka yang berbicara atau membantah suatu
masyarakat untuk lebih meningkatkan pandangan persoalan tanpa adanya data objektif lagi ilmiah
dan penilaiannya atas suatu ide ke tingkat yang yang berkaitan dengan persoalan tersebut. Ayat-
lebih tinggi sampai pada fase ketiga atau fase ayat semacam inilah yang kemudian membentuk
kedewasaan. Ayat-ayat ini juga melepaskan iklim baru dalam masyarakat dan mewujudkan
belenggu-belenggu yang dapat menghambat udara yang dapat mendorong kemajuan ilmu
kemajuan ilmu pengetahuan dalam alam pikiran pengetahuan. Iklim baru inilah yang kemudian
manusia. menghasilkan tokoh seperti Ibnu Sina, Al-Farabi,
Untuk lebih menekankan kepentingan Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Jabir Ibnu Hayyan, dan
ilmu pengetahuan alam masyarakat, Al-Quran sebagainya. Ia-lah yang membantu Muhammad
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bin Ahmad menemukan angka nol pada tahun 976,
merupakan ujian kepada mereka: Tanyakanlah yang akhirnya mendorong Muhammad bin Musa
hai Muhammad! Adakah sama orang-orang Al-Khawarizmiy menemukan perhitungan Aljabar.
yang mengetahui dengan mereka yang tidak Tanpa penemuan-penemuan tersebut, Ilmu Pasti
akan tetap merangkak dan meraba-raba dalam
4  Pertanyaan yang mengandung kecaman, sekaligus larangan
alam gelap gulita.
untuk melakukannya.

26
Mewujudkan iklim ilmu pengetahuan jauh lebih ilmu pengetahuannya sebisa mungkin. Kemudian
penting daripada menemukan teori ilmiah, karena juga menjadikan observasi atas alam semesta
tanpa wujudnya iklim ilmu pengetahuan, para sebagai alat untuk percaya kepada yang setiap
ahli yang menemukan teori itu akan mengalami penemuan baru atau teori ilmiah, sehingga mereka
nasib seperti Galileo, yang menjadi korban hasil dapat mencarikan dalilnya dalam Al-Quran untuk
penemuannya. dibenarkan atau dibantahnya. Bukan saja karena
Al-Quran sebagai kitab petunjuk yang tidak sejalan dengan tujuan-tujuan pokok Al-
memberikan petunjuk kepada manusia untuk Quran tetapi juga tidak sejalan dengan ciri-ciri
kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat khas ilmu pengetahuan. Untuk menjelaskan hal ini,
dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan berikut ini kami paparkan beberapa ciri-ciri ilmu
adalah mendorong manusia seluruhnya untuk pengetahuan.
mempergunakan akal pikirannya serta menambah

Ciri Khas Ilmu Pengetahuan


Ciri khas nyata dari ilmu pengetahuan (science) sampai-sampai manusia pun hendak dikatagorikan
yang tidak dapat diingkari —meskipun oleh para dalam konsep tersebut. Sekarang ini kita dapati
ilmuwan— adalah bahwa ia tidak mengenal kata psikologi yang membahas mengenai jiwa, budi
"kekal". Apa yang dianggap salah di masa silam dan semangat, telah mengambil tempat tersendiri
misalnya, dapat diakui kebenarannya di abad dan mempunyai peranan yang sangat penting
modern. dalam kehidupan manusia.
Pandangan terhadap persoalan-persoalan Dahulu, persoalan-persoalan moral tidak
ilmiah silih berganti, bukan saja dalam lapangan mendapat perhatian ilmuwan, tetapi kini
pembahasan satu ilmu saja, tetapi terutama juga penggunaan senjata-senjata nuklir, misalnya,
dalam teori-teori setiap cabang ilmu pengetahuan. tidak dapat dilepaskan dari persoalan tersebut;
Dahulu, misalnya, segala sesuatu diterangkan mereka tidak mengabaikan persoalan moral dalam
dalam konsep material (istilah-istilah kebendaan) penggunaan senjata nuklir yang merupakan hasil

27
dari kemajuan ilmu pengetahuan. melihat ke satu bayangan dilihatnya berhenti tak
Teori-teori ilmiah juga silih berganti. Qawanin bergerak sehingga dikatakanlah bahwa bayangan
Al-Thabi'ah (Natural Law) yang dahulu dianggap tak bergerak. Tetapi dengan pengalaman
pasti, tak mengizinkan suatu kebebasan pun. dan pandangan mata, setelah beberapa saat,
Sekarang ini ia hanya dinilai sebagai "summary of diketahui bahwa bayangan tadi tak bergerak,
statictical averages" (ikhtisar dari rerata statistik). bukan disebabkan gerakan spontan tetapi sedikit
Teori bumi datar yang merupakan satu hukum demi sedikit sehingga ia sebenarnya tak pernah
aksioma di suatu masa misalnya, dibatalkan berhenti; begitu juga mata memandang kepada
oleh teori bumi bulat yang kemudian dibatalkan bintang, ia melihatnya kecil bagaikan uang dinar,
pula oleh teori lonjong seperti lonjongnya telur. akan tetapi alat membuktikan bahwa bintang lebih
Mungkin tidak sedikit orang yang yakin-bahwa besar daripada bumi."(5)
pertimbangan-pertimbangan logika atau ilmiah Segala undang-undang ilmiah yang
—terutama menurut Ilmu Pasti— adalah "benar", diketahui hanya menyatakan saling bergantinya
sedangkan kenyataannya belum tentu demikian. "psychological states" (keadaan-keadaan jiwa)
Salah satu sebab dari kesalahan ini adalah yang ditentukan pada diri kita oleh sebab-sebab
karena sering kali titik tolak dari pemikiran manusia tertentu (mengambil sebab dari musabab atau
berdasarkan pancaindera atau perasaan umum. dari ma'lul kepada 'illah). Ini menunjukkan bahwa
Perasaan umumlah yang, misalnya, menyatakan segala undang-undang ilmiah pada hakikatnya
bahwa sepotong baja adalah padat, padahal sinar relatif dan subjektif.
U memperlihatkan bahwa ia berpori. Dari sini jelaslah bahwa ilmu pengetahuan
Karenanya, tidak heran kalau Imam Al-Ghazali hanya melihat dan menilik; bukan menetapkan.
pada suatu masa hidupnya tidak mempercayai Ia melukiskan fakta-fakta, objek-objek dan
indera. Beliau menulis dalam kitabnya Al- fenomena-fenomena yang dilihat dengan mata
Munqidz min Al-Dhalal: "Bagaimana kita dapat seorang yang mempunyai sifat pelupa, keliru,
mempercayai pancaindera, dimana mata
5  Al-Ghazali, Al-Munqidz min Al-Dhalal, komentar 'Abdul
merupakan indera terkuat, sedangkan bila ia
Halim Mahmud, Anglo Al-Mishriyyah, Kairo, 1964, h. 15.

28
dan ataupun tidak mengetahui. Karenanya, jelas ini memberikan kesempatan kepada musuh-
pulalah bahwa apa yang dikatakan orang sebagai musuh Al-Quran atau bahkan kepada kaum
sesuatu yang benar (kebenaran ilmiah) sebenarnya Muslim sendiri untuk meragukan kebenaran
hanya merupakan satu hal yang relatif dan Al-Quran, kitab akidah dan petunjuk, terutama
mengandung arti yang sangat terbatas. setelah ternyata terdapat kesalahan suatu teori
Kalau demikian ini sifat dan ciri khas ilmu ilmiah yang tadinya dibenarkan oleh Al-Quran?
pengetahuan dan peraturannya, maka dapatkah Demikian juga mengingkari suatu teori ilmiah
kita menguatkannya dengan ayat-ayat Tuhan berdasarkan ayat-ayat Al-Quran sangat berbahaya,
yang bersifat absolut, abadi dan pasti benar? karena ekses yang ditimbulkannya tidak kurang
Relakah kita mengubah arti ayat-ayat Al-Quran bahayanya dengan apa yang timbul di Eropa
sesuai dengan perubahan atau teori ilmiah ketika gereja mengingkari teori bulatnya bumi dan
yang tidak atau belum mapan itu? Tidakkah hal peredarannya mengelilingi matahari.

Perkembangan Tafsir
Perkembangan hidup manusia mempunyai Quran menurut pendapatku".
pengaruh yang sangat mendalam terhadap Bahkan, sebagian di antara para ulama, bila
perkembangan akal-pikirannya. Ini juga berarti ditanya mengenai pengertian satu ayat, mereka
mempunyai pengaruh dalam pengertian terhadap tidak memberikan jawaban apa pun. Diriwayatkan
ayat-ayat Al-Quran. oleh Imam Malik bahwa Said Ibn Musayyab, bila
Dalam abad pertama Islam, para ulama sangat ditanya mengenai tafsir suatu ayat, beliau berkata:
berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. "Kami tidak berbicara mengenai Al-Quran sedikit
Seorang pernah bertanya kepada Sayyidina Abu pun." Demikian juga halnya dengan Sali bin
Bakar, apakah arti kalimat abba dalam ayat: wa 'Abdullah bin 'Umar, Al-Qasim bin Abi Bakar, Nafi',
fakihah wa abba. Beliau menjawab: "Di bumi Al-Asma'i, dan lain-lain.
apakah aku berpijak, dengan langit apakah aku Pada abad-abad berikutnya, sebagian besar
berteduh bila aku mengatakan sesuatu dalam Al- ulama berpendapat bahwa setiap orang boleh

29
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran selama ia memiliki yang lebih banyak menggambarkan pendapat
syarat-syarat tertentu seperti: pengetahuan bahasa Fahr Al-Razi sendiri; sementara riwayat-riwayat
yang cukup, misalnya, menguasai nahw, sharaf, terdahulu tidak banyak dituliskan, kecuali dalam
balaghah, dan isytiqaq; juga Ilmu Ushuluddin, Ilmu batas-batas yang sangat sempit.
Qira'ah, Asbab Al-Nuzul, Nasikh-Mansukh, dan lain Demikianlah, dan dari masa ke masa timbullah
sebagainya. kemudian beraneka warna corak tafsir: ada yang
Sejarah penafsiran Al-Quran dimulai dengan berdasarkan nalar penulisnya saja, ada pula
menafsirkan ayat-ayatnya sesuai dengan hadis- berdasarkan riwayat-riwayat, ada pula yang
hadis Rasulullah saw., atau pendapat para sahabat. menyatukan antara keduanya. Persoalan-persoalan
Penafsiran demikian kemudian berkembang, yang dibahas pun bermacam-macam: ada yang
sehingga dengan tidak disadari, bercampurlah hanya membahas arti dari kalimat-kalimat yang
hadis-hadis shahih dengan Isra'iliyat (kisah-kisah sukar saja (Tafsir Gharib), seperti Al-Zajjaj dan Al-
yang bersumber dari Ahli Kitab yang umumnya Wahidiy; ada yang menulis kisah-kisah, seperti Al-
tidak sejalan dengan kesucian agama atau pikiran Tsa'labiy dan Al-Khazin; ada yang memperhatikan
yang sehat). Hal ini mengakibatkan sebagian persoalan balaghah (sastra bahasa) seperti Al-
ulama menolak penafsiran yang menggambarkan Zamakhsyari; atau persoalan ilmu pengetahuan,
pendapat-pendapat penulisnya, atau menyatukan logika dan filsafat seperti Al-Fakhr Al-Razi; atau
pendapat-pendapat tersebut dengan hadis-hadis fiqih seperti Al-Qurthubiy; dan ada pula yang
atau pendapat-pendapat para sahabat yang hanya merupakan "terjemahan" kalimat-kalimatnya
dianggap benar. saja seperti Tafsir Al-Jalalain.
Tafsir Al- Thabari, misalnya, adalah satu Agaknya benar juga pandangan sementara
kitab tafsir yang menyimpulkan hadis-hadis pakar, bahwa "Sepanjang sejarah, tidak dikenal satu
dan pendapat-pendapat terdahulu. Kemudian kitab apa pun yang telah ditafsirkan, diterangkan,
penulisnya, Al-Thabari, men-tarjih (menguatkan) dikumpulkan interpretasi dan pendapat para ahli
salah satu pendapat di antaranya. Sedangkan Tafsir terhadapnya dalam kitab yang berjilid-jilid seperti
Fakhr Al-Razi (w. 606 H/1209 M) adalah satu kitab halnya Al-Quran."

30
Penafsiran ilmiah atau menafsirkan ayat-ayat berjumlah 10 planet, disamping jutaan bintang
Al-Quran sesuai dengan ilmu pengetahuan telah yang tampaknya memenuhi langit, kesepuluh
lama berlangsung. Tafsir Fakhr Al-Raziy, misalnya, planet itu hanya laksana setetes air dalam lautan
adalah satu contoh dari penafsiran ilmiah terhadap bila dibandingkan dengan banyaknya bintang di
ayat-ayat Al-Quran, sehingga sebagian ulama tidak seluruh angkasa raya.
menamakan kitabnya sebagai Kitab Tafsir. Karena Setiap galaksi, menurut mereka, rata-rata
persoalan-persoalan filsafat dan logika disinggung memiliki seratus biliun bintang, sedangkan seluruh
dengan sangat luas. ruang alam semesta didiami oleh berbiliun-biliun
Abu Hayyan dalam tafsirnya menulis: "Al-Fakhr galaksi.
Al-Razi di dalam Tafsirnya mengumpulkan banyak Jadi, yang membenarkan bahwa planet hanya
persoalan secara luas yang tidak dibutuhkan dalam tujuh berdasarkan ayat-ayat tadi, nyata-nyata
Ilmu Tafsir. Karenanya sebagian ulama berkata: 'Di telah keliru. Kekeliruan tersebut merupakan satu
dalam Tafsirnya terdapat segala sesuatu kecuali dosa besar bila dia memaksakan orang untuk
tafsir'."(6) mempercayai pendapat tersebut atas nama Al-
Kelanjutan dari penafsiran ilmiah ini Quran, atau dia meyakini hal tersebut sebagai
adalah penafsiran yang sesuai dengan teori- satu akidah Al-Quran. Setiap Muslim wajib
teori ilmiah atau penemuan-penemuan baru. mempercayai segala sesuatu yang terdapat di
Dahulu ada orang yang menguatkan pendapat dalam Al-Quran. Bila seseorang membenarkan satu
yang menyatakan bahwa planet hanya tujuh teori ilmiah berdasarkan Al-Quran, berarti pula dia
(sebagaimana pendapat ahli-ahli Falak ketika itu) mewajibkan setiap Muslim untuk mempercayai
dengan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa ada teori tersebut.
tujuh langit. Teori tujuh planet tersebut ternyata Kekeliruan mereka itu serupa dengan
salah. Karena planet-planet yang ditemukan kekeliruan sebagian cendekiawan Islam yang
oleh ilmu pengetahuan dalam tata surya saja mengingkari teori evolusi Darwin (1804-1872)
dengan beberapa ayat Al-Quran, atau mereka
6  Abu Hayyan, Al-Bahr Al-Muhith, Dar Al-Fikr, Kairo 1979,
yang membenarkan dengan ayat-ayat lainnya.
Jilid I, h. 13.

31
Memang, tak sedikit dari cendekiawan Islam yang Fase-fase ini menurut mereka bukan
mengakui kebenaran teori tersebut. Bahkan lima sebagaimana apa yang kami pahami dan yang
abad sebelum Charles Darwin, 'Abdurrahman diterangkan oleh Al-Quran dalam surah Al-
Ibn Khaldun (1332-1406) menulis dalam kitabnya, Mu'minun ayat 11-14. Tapi mereka menafsirkannya
Kitab Al-'Ibar fi Daiwani Al-Mubtada'i wa Al-Khabar sesuai dengan paham penganut-penganut teori
(dalam mukadimah ke-6 pasal I) sebagai berikut: Darwin dalam proses kejadian manusia. Ayat,
"Alam binatang meluas sehingga bermacam- Adapun buih maka akan lenyaplah ia sebagai
macam golongannya dan berakhir proses sesuatu yang tak bernilai, sedangkan yang berguna
kejadiannya pada masa manusia yang mempunyai bagi manusia tetap tinggal di permukaan bumi
pikiran dan pandangan. Manusia meningkat dari (QS 13:17) dijadikan bukti kebenaran teori "struggle
alam kera yang hanya mempunyai kecakapan for life" yang menjadi salah satu landasan teori
dan dapat mengetahui tetapi belum sampai pada Darwin. Hemat penulis, ayat-ayat tadi, dan yang
tingkat menilik dan berpikir." semacamnya, tidak dapat dijadikan dasar untuk
Yang dimaksud dengan kera oleh beliau ialah menguatkan dan membenarkan teori Darwin,
sejenis makhluk yang —oleh para penganut tetapi ini bukan berarti bahwa teori tadi salah
evolusionisme— disebut Anthropoides. Ibnu menurut Al-Quran. 'Abbas Mahmud Al-'Aqqad
Khaldun dan cendekiawan-cendekiawan lainnya, menerangkan dalam bukunya Al-Falsafah Al-
ketika mengatakan atau menemukan teori Qur'aniyyah, sebagai berikut: "Mereka yang
tersebut, bukannya merujuk kepada Al-Quran, mengingkari teori evolusi dapat mengingkarinya
tetapi berdasarkan penyelidikan dan penelitian dari diri mereka sendiri, karena mereka tidak puas
mereka. Walaupun demikian, ada sementara terhadap kebenaran argumentasi-argumentasinya.
Muslim yang kemudian berusaha membenarkan Tetapi mereka tidak boleh mengingkarinya
teori evolusi dengan ayat-ayat Al-Quran seperti: berdasarkan Al-Quran Al-Karim, karena mereka
Mengapakah kamu sekalian tidak memikirkan/ tidak dapat menafsirkan kejadian asal-usul manusia
mempercayai kebesaran Allah, sedangkan Dia dari tanah dalam satu penafsiran saja kemudian
telah menjadikan kamu berfase-fase (QS 71:13-14).

32
menyalahkan penafsiran-penafsiran lainnya."(7) mendapat kesempatan yang sangat baik untuk
Atau apa yang ditulis oleh Muhammad Rasyid menyalahkan Kitab Allah sambil mencemooh kaum
Ridha dalam majalah Al-Manar. "Teori Darwin tidak Muslim. Jalan yang lebih tepat guna membantah
membatalkan —bila teori tersebut benar dan cemoohan ialah dengan menghindarkan sebab-
merupakan hal yang nyata— tentang satu dasar sebab cemoohan itu: Janganlah kamu mencerca
dari dasar-dasar Islam; tidak bertentangan dengan orang-orang yang menyembah selain Allah, karena
satu ayat dari ayat-ayat Al-Quran. Saya mengenal hal ini menjadikan mereka mencerca Allah dengan
dokter-dokter dan lainnya yang sependapat melampaui batas, karena kebodohan mereka (QS
dengan Darwin. Mereka itu orang-orang mukmin 6:108).
dengan keimanan yang benar dan Muslim dengan Ayat ini melarang kita mencemoohkan mereka,
keislaman sejati; mereka menunaikan sembahyang karena cercaan kita merupakan sebab dari cercaan
dan kewajiban-kewajiban lainnya, meninggalkan mereka kepada Allah SWT. Begitu juga halnya
keonaran, dosa dan kekejaman yang dilarang dalam masalah Al-Quran: jangan membenarkan
Allah SWT sesuai dengan ajaran-ajaran agama atau menyalahkan suatu teori dengan ayat-ayat
mereka. Tetapi teori tersebut adalah ilmiah, bukan Allah (Al-Quran) yang memang pada dasarnya
persoalan agama sedikit pun."(8) tidak membahas persoalan-persoalan tersebut
Kita tidak dapat membenarkan atau secara mendetil. Tidak membahas secara mendetil,
menyalahkan teori-teori ilmiah dengan ayat-ayat karena tidak dapat diingkari bahwa ada ayat-ayat
Al-Quran; setiap ditemukan suatu teori cepat-cepat Al-Quran yang menyinggung secara sepintas
pula kita membuka lembaran-lembaran Al-Quran lalu kebenaran-kebenaran ilmiah yang belum
untuk membenarkan atau menyalahkannya, ditemukan atau diketahui oleh manusia di masa
karena apabila teori yang dibenarkan itu ternyata turunnya Al-Quran, seperti firman Allah SWT:
salah atau sebaliknya, maka musuh-musuh Islam Apakah orang-orang kafir tidak berpikir
sehingga tidak mengetahui bahwa langit dan bumi
7  Bandingkan dengan 'Abbas Mahmud Al-Aqqad, Al-Insan fi tadinya bersatu/bertaut, kemudian kami ceraikan
Al-Quran Al-Karim, Dar Al-Hilal, Kairo, t.t., h. 171.
keduanya dan Kami jadikan segala sesuatu yang
8  Al-Manar, Sya'ban 1327/September 1909.

33
hidup dari air (QS 21:30). dengan demikian ia menjadikan pendapat tersebut
Ayat ini menerangkan bahwa langit dan bumi, sebagai satu akidah dari 'aqidah Quraniyyah. Dan
tadinya merupakan suatu gumpalan. Dan pada ia juga tidak berhak untuk menyalahkan satu teori
suatu masa yang tidak diterangkan oleh Al-Quran, atas nama Al-Quran kecuali bila ia membawakan
gumpalan tersebut dipecahkan atau dipisah satu nash yang membatalkannya.
oleh Allah SWT. Hanya ini yang dimengerti dari
ayat tersebut dan merupakan kewajiban setiap
Muslim untuk mempercayainya. Seorang Muslim
tidak dapat menyatakan bahwa ayat tersebut
menguatkan suatu teori, atau lebih tepat dikatakan
sebagai hipotesis tentang pembentukan matahari
dan planet-planet lainnya, apa pun teori tersebut.
Setiap orang bebas untuk menyatakan
pendapatnya mengenai terjadinya planet-planet
tata surya. Ia boleh berkata bahwa ia berasal bola
gas yang berotasi cepat, yang lama kelamaan
pecah dan terpisah-pisah menjadi planet-planet
kecil akibat panas yang sangat keras. Ia juga
dapat menyatakan bahwa terjadinya planet
sebagai akibat tabrakan antara dua matahari, atau
disebabkan karena pecahnya matahari itu sendiri,
dan lain-lain. Setiap orang bebas dan berhak untuk
menyatakan apa yang dianggapnya benar, tetapi
ia tidak berhak untuk menguatkan pendapatnya
dengan ayat tersebut dengan memahaminya
lebih dari apa yang tersimpul didalamnya. Karena

34
Hikmah Ayat Ilmiah Al-Quran
Ada sekian kebenaran ilmiah yang dipaparkan bertanya kepadamu perihal bulan. Katakanlah
5
oleh Al-Quran, tetapi tujuan pemaparan ayat-ayat bulan itu untuk menentukan waktu bagi manusia
tersebut adalah untuk menunjukkan kebesaran dan mengerjakan haji (QS 2:189). Jawaban Al-Quran
Tuhan dan ke-Esa-an-Nya, serta mendorong bukan jawaban ilmiah, tetapi jawabannya sesuai
manusia seluruhnya untuk mengadakan observasi dengan tujuan-tujuan pokoknya.
dan penelitian demi lebih menguatkan iman Ada juga yang bertanya mengenai "ruh", lalu
dan kepercayaan kepada-Nya. Mengenai hal ini, Al-Quran menjawab: Mereka bertanya kepadamu
Mahmud Syaltut mengatakan dalam tafsirnya: tentang ruh. Katakan: "Ruh adalah urusan
"Sesungguhnya Tuhan tidak menurunkan Al-Quran Tuhanku, kamu sekalian hanya diberi sedikit ilmu
untuk menjadi satu kitab yang menerangkan pengetahuan." (QS 17:85).
kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah, Al-Quran tidak menerangkan hakikat
problem-problem seni serta aneka warna ruh, karena tujuan pokok Al-Quran bukan
pengetahuan."(1) menerangkan persoalan-persoalan ilmiah, tetapi
Didalam asbab al-nuzul diterangkan bahwa tujuannya adalah memberikan petunjuk kepada
pada suatu hari datang seseorang kepada Rasul manusia demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan
dan bertanya: "Mengapakah bulan kelihatan kecil di akhirat kelak. Syaikh Mahmud Syaltut setelah
bagaikan benang, kemudian membesar sampai membawakan kedua ayat tersebut, lalu menulis.
menjadi sempurna pumama?" Lalu, Rasulullah "Tidakkah terdapat dalam hal ini (kedua ayat
saw., mengembalikan, jawaban pertanyaan tersebut) bukti nyata yang menerangkan bahwa
tersebut kepada Allah SWT yang berfirman: Mereka Al-Quran bukan satu kitab yang dikehendaki Allah
untuk menerangkan haqaiq al-kawn (kebenaran-
1  Mahmud Syaltut, Tafsir Al-Qur'an Al-Karim, Dar Al-Qalam,
kebenaran ilmiah dalam alam semesta), tetapi ia
Kairo, cet. II, t.t., h. 21.
adalah kitab petunjuk, ishlah dan tasyri'."(2) memberikan keterangan mengenai segala sesuatu
Dari sini jelas pula bahwa yang dimaksud oleh yang berhubungan dengan tujuan-tujuan pokok
ayat ma farrathna fi al-kitab min syay' (QS 6:38) Al-Quran, yaitu masalah-masalah akidah, syari'ah
dan ayat: wa nazzalna 'alayka al-kitab tibyanan dan akhlak, bukan sebagai apa yang dimengerti
likulli syay' QS 16:89) adalah bahwa Al-Quran tidak oleh sebagian ulama bahwa ia mencakup segala
meninggalkan sedikit pun dan atau lengah dalam macam ilmu pengetahuan.
2  Ibid., h. 22.

Mengapa Tafsir Ilmiah Meluas?


Sejak pertengahan abad ke-19, umat Islam apatis, acuh tak acuh terhadap kemajuan tersebut;
menghadapi tantangan hebat, bukan hanya ada pula yang dengan spontan meletakkan senjata
terbatas dalam bidang politik atau militer, untuk menyerah dengan mengikuti segala sesuatu
tetapi meluas hingga meliputi bidang sosial dan yang bercorak Barat —meskipun dalam hal-hal
budaya. Tantangan ini memberikan pengaruh yang menyangkut kepribadian atau adat-istiadat.
yang sangat besar dalam pandangan hidup serta Adapula yang menentang haluan ini dengan
pemikiran golongan besar umat Islam. Di sana- mengajak masyarakat Islam menerima dan
sini mereka melihat kekuatan Barat dan kemajuan mempelajari ilmu pengetahuan dan sistem yang
ilmu pengetahuan, dan di lain pihak mereka dipergunakan Barat dalam mencapai kemajuan
merasakan kelemahan umat serta kemunduran tanpa meninggalkan kepribadian atau prinsip-
dalam lapangan kehidupan dan ilmu pengetahuan. prinsip agama.
Keadaan yang serupa ini menimbulkan perasaan Bukan tempatnya di sini membicarakan
rendah diri atau inferiority complex pada sebagian sejarah perkembangan pemikiran umat Islam dari
besar kaum Muslim. masa ke masa. Tetapi satu hal yang tidak dapat
Para cendekiawan Islam berusaha memberi diingkari adalah bahwa sebagian umat Islam sejak
reaksi walaupun dengan cara-cara yang tidak pertengahan abad ke-19 diliputi oleh perasaan
tepat. Ada di antara mereka yang mengambil sifat rendah diri dan berusaha mengadakan kompensasi

36
atau melarikan diri dengan bermacam-macam itu ia menunjukkan kelemahan umat. Memang,
cara. Salah satu caranya ialah mengingat kejayaan- mengingat kejayaan lama kadang-kadang dapat
kejayaan Islam dan peninggalan nenek moyang, merupakan pendorong untuk maju ke depan,
yang kemudian melahirkan apa yang disebut atau setidak-tidaknya dapat menjaga kepribadian
dengan adab al-fakhri wa al-tamjid (sastra masyarakat. Tetapi kita juga harus waspada
kebanggaan dan kejayaan). Pengaruhnya terhadap dan berhati-hati terhadap pengaruh-pengaruh
perkembangan pemikiran masyarakat Islam sangat negatif dari cara demikian yang bila berlarut-larut
besar dalam menafsirkan Al-Quran. dapat membekukan pemikiran. Membanggakan
Setiap ada penemuan baru, para cendekiawan kejayaan lama dapat membangkitkan emosi
Islam cepat-cepat berkata: Al-Quran sejak lama, dan memberikan kepuasan, tetapi ia juga dapat
sejak sekian abad, telah menyatakan hal ini; menimbulkan negatifisme dan konservatifisme;
Al-Quran mendahului ilmu pengetahuan dalam sementara kedua sifat ini tidak sejalan dengan ilmu
penemuannya; dan sebagainya, yang semua itu pengetahuan yang bersifat dinamis dan progresif.
tiada lain adalah kompensasi perasaan inferiority Faktor kedua yang menjadikan sebagian
complex tadi. Di lain pihak para penemu tadi hanya cendekiawan Islam membenarkan satu teori ilmiah,
tersenyum mengejek melihat keadaan umat Islam, menurut hemat kami, adalah akibat pertentangan
dan senyuman itu terkadang disertai dengan yang hebat antara gereja dan ilmuwan sejak abad
kata-kata sinis: Kalau demikian mengapa tuan- ke-18 di Eropa. Pertentangan ini disebabkan oleh
tuan tidak menyampaikan hal ini sebelum kami karena penafsir-penafsir Kitab Perjanjian Lama/
menghabiskan waktu dalam penyelidikan? Baru yang menganut teori-teori tertentu yang
Tidak dapat diingkari bahwa mengingat diyakini kebenaran dan kesuciannya, sehingga
kejayaan lama merupakan obat bius yang siapa yang mengingkarinya dianggap kafir (keluar
dapat meredakan rasa sakit, meredakan untuk dari agama) dan berhak mendapat kutukan. Di lain
sementara, tetapi bukan menyembuhkannya. pihak para ilmuwan mengadakan penyelidikan-
Ia hanya sekadar memberikan jawaban penyelidikan ilmiah, tetapi hasil penyelidikan
sementara terhadap tantangan Barat. Di balik mereka bertentangan dengan kepercayaan yang

37
dianut oleh gereja. kepada sementara cendekiawan Muslim yang
Pertentangan antara kedua belah pihak terjadi kuatir kalau-kalau penyakit pertentangan ini
ketika ilmuwan menyatakan bahwa umur dunia timbul pula dalam dunia Islam, sehingga mereka
—berdasarkan penelitian geologi— lebih tua senantiasa berusaha membuktikan hubungan
daripada umur yang ditetapkan oleh gereja yang yang sangat erat antara ilmu pengetahuan dengan
berdasarkan penafsiran Kitab Suci. Pertentangan agama (terutama Al-Quran). Dari titik tolak ini,
ini memuncak dengan lahirnya teori Charles mereka sering tergelincir karena terdorong oleh
Darwin (1859) tentang The Origin of Man dan emosi dan semangat yang meluap-luap untuk
teori-teori lainnya, yang semua itu dihadapi membuktikan tidak adanya pertentangan tersebut
gereja dengan cara penindasan dan kekejaman. di dalam agama Islam. Tetapi, sebenarnya mereka
Akibatnya tidak sedikit ahli-ahli ilmu pengetahuan terlampau jauh melangkah untuk membuktikan
yang menjadi korban hasil penemuannya, seperti hal itu.
Galileo, Arius, Bruno Bauer, George van Paris, Sejarah cukup menjadi saksi bahwa ahli-ahli
dan lain-lain. Hal ini menimbulkan keyakinan Falak, Kedokteran, Kimia, Ilmu Pasti, dan lain-
di kalangan umum bahwa ilmu pengetahuan lain cabang ilmu pengetahuan, telah mencapai
bertentangan dengan agama. Di sini kita tidak hasil yang mengagumkan di masa kejayaan
bermaksud menceritakan sejarah agama Kristen, Islam. Mereka itu adalah ahli-ahli dalam bidang
tetapi pada butir terakhir ini kita ingin berhenti tersebut sedang di saat yang sama mereka juga
sejenak untuk melihat bagaimana pengaruhnya menjalankan kewajiban agama Islam dengan baik.
terhadap alam pikiran cendekiawan Muslim. Tiada pertentangan antara kepercayaan yang
Dalam dunia Kristen timbul golongan pembela mereka anut dengan hasil penemuan mereka, yang
agama yang disebut "apologetika" yang bertujuan dapat dikatakan baru ketika itu —bahkan sebagian
menyucikan kembali agama dari setiap anasir yang dari hasil-hasil karya mereka masih dipelajari
hendak diselewengkannya. Pertentangan antara di negara-negara modern hingga sekarang
agama dengan ilmu pengetahuan ini (terutama ini. Antara agama dan ilmu pengetahuan tidak
dalam dunia Kristen) memberikan pengaruh mungkin timbul pertentangan, selama keduanya

38
menggunakan metode dan bahasa yang tepat. carikan ayat-ayat yang mungkin menguatkannya,
Manusia mempunyai keinginan untuk mengabdi sehingga tidak heran kalau kita mendapati
kepada Tuhan, dan keinginan mengetahui serta penafsiran-penafsiran yang amat berjauhan
menarik kesimpulan sesuai dengan akalnya. Bila dengan arti serta tujuan ayat-ayat tersebut.
kita mengingat kepentingan kedua hal itu, maka Dalam kitab Al-Quran wa Al-'Ilm Al-Hadits
tak mungkin terjadi pertentangan. karangan Al-Ustadz 'Abdurraziq Naufal, terdapat
Richard Gregory dalam Religion in Science satu contoh yang sangat nyata mengenai apa
and Civilization menulis: "Agama dan ilmu yang dipaparkan di atas, Ia membahas ayat
pengetahuan adalah dua faktor utama yang yang berbunyi: Dan apabila telah dekat masa
mempengaruhi perkembangan insani di seluruh azab menimpa mereka. Kami keluarkan seekor
taraf-taraf peradaban; agama adalah suatu binatang dari bumi yang berbicara dengan
reaksi kepada satu gerak batin menuju apa yang mereka bahwasanya manusia tiada menyakini
diyakini kesuciannya, sehingga menimbulkan rasa ayat-ayat/tanda-tanda kebesaran Kami (QS
hormat dan takzim; sedangkan ilmu pengetahuan 27:82). Ayat ini menurutnya membicarakan
merupakan tumpukan pengetahuan tentang objek tentang sputnik dan penjelajahan angkasa luar.
alam yang hidup dan yang mati." Selanjutnya, dia Selanjutnya, ia mengatakan: "Sesungguhnya
berkata: "Di dalam sinar kebaktian kepada cita-cita Rusia telah meluncurkan pesawat angkasa yang
tinggi, maka ilmu pengetahuan sangat perlu bagi mengangkut binatang-binatang, kemudian
kehidupan kita dan agama menentukan arti hidup mereka mengembalikannya ke bumi, sehingga
manusia; kedua-duanya itu dapat menemukan binatangbinatang tersebut berbicara mengenai
lapangan umum untuk bekerja, tanpa ada tanda-tanda kebesaran Tuhan yang sangat nyata
pertentangan antara keduanya." dan mengungkapkan sebagian dari misteri yang
Dalam proses memadukan ilmu pengetahuan meliputi alam semesta yang penuh keajaiban ini."
dan agama, sementara cendekiawan Muslim Di sini kita tidak mempunyai suatu komentar
membawa hasil-hasil penyelidikan ilmu lebih tepat dari apa yang pernah dilontarkan oleh
pengetahuan kepada Al-Quran kemudian mencari- Prof. Dr. 'Abdul-Wahid Wafi, salah seorang dosen

39
penulis pada Universitas Al-Azhar: "Mungkin dia kekuasaan dan perhitungan yang kami adakan,
mengira bahwa anjing bernama 'Laika' (yaitu maka keluarlah, larilah. Kamu sekalian tidak dapat
anjing yang dikirim Rusia ke angkasa luar) telah keluar kecuali dengan kekuatan, sedang kalian
berbicara dengan bahasa anjing dan mencerca tidak mempunyai kekuatan."
manusia karena tidak mempercayai tanda-tanda Perintah dalam ayat tersebut menunjukkan
kebesaran Tuhan yang nyata." ketidakmampuan kedua golongan manusia dan jin
Di Indonesia, ayat 33 surah Al-Rahman dijadikan untuk melaksanakannya. Ayat tersebut dipahami
dasar oleh sebagian cendekiawan kita untuk demikian mengingat ayat sebelumnya yang
membuktikan bahwa Al-Quran membicarakan berbunyi: Kami akan menghisab (mengadakan
persoalan-persoalan angkasa luar. Mereka perhitungan) khusus dengan kamu wahai manusia
menyatakan bahwa sejak 14 abad yang lalu, dan jin, maka manakah di antara nikmat-nikmat
Al-Quran telah menegaskan bahwa manusia Tuhanmu yang kamu ingkari? Wahai golongan jin
sanggup menuju ke ruang angkasa selama dan manusia bila kamu sekalian sanggup untuk
mereka mempunyai kekuatan, yaitu kekuatan keluar dari langit dan bumi ... (QS 55: 31-33).
ilmu pengetahuan. Kita tidak mengingkari bahwa Perhitungan khusus atau hisab tersebut
manusia mempunyai kesanggupan untuk sampai akan diadakan di hari kemudian, bukan di
ke bulan dan planet-planet lainnya. Bahkan dunia. Kalaulah ayat Ya ma'syar al-jinni wa al-insi
manusia telah mendarat di bulan. Tetapi sulit tersebut dianggap membicarakan keadaan di
dimengerti hubungan ayat ini dengan persoalan dunia dan menunjukkan kesanggupan manusia
tersebut. untuk melintasi angkasa luar, maka hendaknya,
Menurut hemat penulis, ayat ini membicarakan anggapan tersebut tidak segera dibenarkan
keadaan di akhirat kelak, yang menyampaikan setelah memperhatikan ayat berikutnya, yang
tantangan Tuhan kepada manusia dan jin. Ayat berbunyi: Dikirim kepada golongan kamu berdua
tersebut berarti: "Wahai sekalian manusia dan jin (wahai jin dan manusia) bunga api dan cairan
bila kamu sekalian sanggup keluar dari lingkungan tembaga sehingga kamu sekalian tak dapat
langit dan bumi untuk melarikan diri dari mempertahankan diri (tak dapat keluar dari

40
lingkungan langit dan bumi) (QS 55:35). Al-Quran —dalam hal ini ayat 35—
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa bertentangan dengan kenyataan ilmiah, karena
usaha manusia dan jin untuk keluar dari ayat tersebut menyatakan kegagalan manusia
lingkungan langit dan bumi akan gagal. Dari sini keluar dari lingkungan langit dan bumi. Sedangkan
hanya ada dua alternatif dalam menafsirkan ayat- manusia abad ke-20 ini telah berhasil mendarat di
ayat tadi: Pertama, ayat 33 dari surah Al-Rahman luar lingkungan bumi (yaitu bulan).
membicarakan persoalan dunia serta kesanggupan Tetapi jika dipilih alterantif kedua, yaitu bahwa
manusia keluar dari lingkungan langit dan bumi ayat-ayat tersebut membicarakan keadaan di
dalam arti keluar angkasa. Dan kedua, ayat tersebut akhirat, maka tidak akan didapati sedikit pun
membicarakan keadaan di akhirat serta kegagalan pertentangan. Firman Allah: Jika sekiranya Al-
manusia keluar dari lingkungan langit dan bumi Quran datangnya bukan dari sisi Allah, niscaya
untuk melarikan diri dari hisab dan perhitungan mereka akan mendapat banyak pertentangan di
Tuhan. dalamnya (QS 4:82).
Jika dipilih alternatif pertama, maka ini akan Dalam ayat di atas tidak ada pertentangan,
mengakibatkan dua hal yang sangat berbahaya karena ayat itu menerangkan ancaman Tuhan
bagi pandangan orang terhadap Al-Quran, yaitu kepada manusia dan jin, dan menyatakan
Bahwa Al-Quran bertentangan satu dengan ketidaksanggupan mereka keluar dari lingkungan
yang lainnya, karena ayat 34 menerangkan langit dan bumi untuk melarikan diri dari
kesanggupan manusia keluar dari lingkungan perhitungan yang akan terjadi kelak di akhirat;
langit dan bumi, sementara ayat 35 menerangkan karena mereka tidak mempunyai kekuatan.
kegagalan manusia keluar dari keduanya.

Bagaimana Memahami Al-Quran di Masa Kini?


Seseorang tidak dapat membenarkan satu pertanyaan: kalau demikian apakah Al-Quran harus
teori ilmiah atau penemuan baru dengan ayat- dipahami sesuai dengan paham para sahabat
ayat Al-Quran. Dari sini mungkin akan timbul dan orang-orang tua kita dahulu? Tidak! Setiap

41
Muslim, bahkan setiap orang, wajib memahami zaman turunnya hingga hari kiamat kelak.
dan mempelajari Kitab Suci yang dipercayainya. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Quran,
Bahkan, dalam mukadimah Tafsir Al-Kasysyaf, diperintahkan untuk memikirkan isi Al-Quran
Al-Zamakhsyari berpendapat bahwa mempelajari sesuai dengan akal pikiran mereka. Benar, akal
tafsir Al-Quran merupakan "fardhu 'ayn". adalah anugerah dari Allah SWT, tetapi cara
Setiap Muslim wajib mempelajari dan penggunaannya berbeda antara seseorang
memahami Al-Quran. Tetapi ini bukan berarti dengan lainnya yang disebabkan oleh perbedaan
bahwa ia harus memahaminya sesuai dengan antara mereka sendiri: latar belakang pendidikan,
pemahaman orang-orang dahulu kala. Karena pelajaran, kebudayaan serta pengalaman-
seorang Muslim diperintahkan oleh Al-Quran pengalainan yang dialami selama hidup
untuk mempergunakan akal pikirannya serta seseorang. 'Abbas Mahmud Al-'Aqqad menulis:
mencemoohkan mereka yang hanya mengikuti "Kita berkewajiban memahami Al-Quran di masa
orang-orang tua dan nenekmoyang tanpa sekarang ini sebagaimana wajibnya orang-orang
memperhatikan apa yang sebenarnya mereka Arab yang hidup di masa dakwah Muhammad
lakukan; adakah mereka ala hudan (dalam saw."(3)
kebenaran) atau 'ala dhalal (dalam kesesatan). Tetapi berpikir secara kontemporer tidak
Tetapi ini bukan berarti bahwa setiap Muslim berarti menafsirkan Al-Quran sesuai dengan
(siapa saja) dapat mengeluarkan pendapatnya teori-teori ilmiah atau penemuan-penemuan
mengenai ayat-ayat Al-Quran tanpa memenuhi baru. Kita dapat menggunakan pendapat para
syarat-syarat yang dibutuhkan untuk itu. Setiap cendekiawan dan ulama, hasil percobaan dan
Muslim yang memenuhi syarat, wajib memahami pengalaman para ilmuwan, mengasah otak dalam
Al-Quran, karena ayat-ayatnya tidak diturunkan membantu mengadakan ta'ammul dan tadabbur
hanya khusus untuk orang-orang Arab di zaman dalam membantu memahami arti ayat-ayat Al-
Rasulullah dahulu, dan bukan juga khusus untuk Quran tanpa mempercayai setiap hipotesis atau
mereka yang hidup di abad keduapuluh ini. Tetapi
3  'Abbas Mahmud Al-'Aqqad, Al-Falsafah Al-Qur'aniyyah,
Al-Quran adalah untuk seluruh manusia sejak dari
Dar Al-Kitab Al-Lubnaniy, Beirut, 1974, h. 197.

42
pantangan. kejadian manusia terdiri atas lima periode: (1) Al-
Contohnya, dahulu dan bahkan hingga kini, Nuthfah; (2) Al-Alaq; (3) Al-Mudhghah; (4) Al-'Idzam;
ulama-ulama menafsirkan arti kata al-'alaq dalam dan (5) Al-Lahm.
ayat-ayat yang menerangkan proses kejadian janin Apabila seseorang mempelajari embriologi
dengan al-dam al-jamid atau segumpal darah yang dan percaya akan kebenaran Al-Quran, maka dia
beku. Penafsiran ini didapati di seluruh kitab- sulit menafsirkan kalimat al-'alaq tersebut dengan
kitab tafsir terdahulu. Bahkan terjemahan dalam segumpal darah yang beku. Menurut embriologi,
bahasa Inggrisnya pun adalah the clot: darah proses kejadian manusia terbagi dalam tiga
yang setengah beku. Al-'alaq yang diterangkan periode:
di atas merupakan periode kedua dari kejadian
janin. Firman Allah dalam surah Al-Muminun 1. Periode Ovum
ayat 12-14 diterjemahkan oleh Prof. M. Hasby Periode ini dimulai dari fertilisasi (pembuahan)
Ashiddieqi dalam tafsirnya, An-Nur, demikian: "Dan karena adanya pertemuan antara set kelamin
sesungguhnya telah Kami jadikan manusia dari bapak (sperma) dengan sel ibu (ovum), yang kedua
tanah yang bersih, kemudian Kami jadikannya air intinya bersatu dan membentuk struktur atau
mani yang disimpan dalam tempat yang kukuh, zat baru yang disebut zygote. Setelah fertilisasi
kemudian Kami jadikan air mani itu segumpal berlangsung, zygote membelah menjadi dua,
darah, lalu Kami jadikannya sepotong daging; dari empat, delapan, enam belas sel, dan seterusnya.
daging itu Kami jadikan tulang, tulang itu Kami Selama pembelahan ini, zygote bergerak menuju
bungkus dengan daging, dan kemudian Kami ke kantong kehamilan, kemudian melekat dan
menjadikannya makhluk yang baru (manusia akhirnya masuk ke dinding rahim. Peristiwa ini
yang sempurna). Maha berbahagia Allah Tuhan dikenal dengan nama implantasi.
sepandai-pandai yang menjadikan sesuatu."
Memperhatikan ayat ini, jelaslah bahwa periode 2. Periode Embrio
kedua dari kejadian manusia adalah al-alaq setelah Periode ini adalah periode pembentukan
al-nuthfah. Dan dapat disimpulkan bahwa proses organ-organ. Terkadang organ tidak terbentuk

43
dengan sempurna atau sama sekali tidak periode keempat dan kelima menurut Al-Quran
terbentuk, misalnya jika hasil pembelahan zygote sama dengan periode ketiga atau foetus.
tidak bergantung atau berdempet pada dinding Dalam membicarakan al-'alaq —yang oleh para
rahim. Ini dapat mengakibatkan keguguran atau mufassirin diartikan dengan segumpal darah—
kelahiran dengan cacat bawaan. didapati pertentangan antara penafsiran tersebut
dengan hasil penyelidikan ilmiah. Karena periode
3. Periode Foetus ovum terdiri atas ektoderm, endoderm dan
Periode ini adalah periode perkembangan dan rongga amnion, yang terdapat di dalamnya cairan
penyempumaan dari organ-organ tadi, dengan amnion. Unsur-unsur tersebut tidak mengandung
perkembangan yang amat cepat dan berakhir pada komponen darah.
waktu kelahiran. Dari titik tolak ini mereka menolak penafsiran
Kembali kepada ayat di atas, kita melihat al-'alaq dengan segumpal darah, cair atau beku.
bahwa periode pertama menurut Al-Quran adalah Mereka berpendapat bahwa al-alaq adalah sesuatu
'al-nuthfah, periode kedua al-'alaq dan periode yang bergantung atau berdempet. Penafsiran ini
ketiga al-mudhghah. Al-mudhghah —yang berarti sejalan dengan pengertian bahasa Arab, dan sesuai
sepotong daging— menurut Al-Quran (surah pula dengan embriologi yang dinamai implantasi.
Al-Hajj ayat 5) terbagi dalam dua kemungkinan: Bahasa Arab tidak menjadikan arti al-'alaq khusus
mukhallaqah (sempurna kejadiannya) dan ghayru untuk darah beku, tetapi salah satu dari artinya
mukhallaqah (tidak sempurna). adalah bergantungan atau berdempetan.
Dari sini bila diadakan penyesuaian antara Al-Raghib Al-Ashfahaniy, menerangkan
embriologi dengan Al-Quran dalam proses beberapa arti al-alaq menurut bahasa Arab, di
kejadian manusia, nyata bahwa periode ketiga antaranya: bergantung dan berdempetan. Dalam
yang disebut Al-Quran sebagai al-mudhghah kamus Al-Mishbah Al-Munir, arti al-'alaq adalah
merupakan periode kedua menurut embriologi "sesuatu yang hitam seperti cacing di dalam air,
(periode embrio). Dalam periode inilah bila diminum oleh binatang ia akan bergantung
terbentuknya organ-organ terpenting. Sedangkan

44
atau terhalang di kerongkongannya".(4) taqallubihi.(5)
Di samping itu, dalam bahasa Arab sesuatu
dapat dinamakan sesuai dengan keadaan 5  Qalb dalam bahasa Arab berarti "berbolak-balik", karena
sifatnya yang berbolak-balik: sekali senang, sekali susah, sekali
dan sifatnya, seperti: Innama sumiya al-qalb li cinta, sekali benci. Yang berdempet/bergantung di dinding
4  Lihat Mu'jam Mufradat li Alfazh Al-Quran, diedit oleh rahim dinamai alaq (bergantung), karena keadaannya ketika
Nadim Mar'asyli, Dar Al-Fikr, Beirut t.t., h. 355. itu "bergantung"/berdempet.

Kesimpulan
Kesimpulan dari uraian di atas adalah: pula dengan ciri khas ilmu pengetahuan.
Al-Quran adalah kitab hidayah yang Sebab-sebab meluasnya penafsiran ilmiah
memberikan petunjuk kepada manusia seluruhnya (pembenaran teori-teori ilmiah berdasarkan Al-
dalam persoalan-persoalan akidah, tasyri', dan Quran) adalah akibat perasaan rendah diri dari
akhlak demi kebahagiaan hidup di dunia dan di masyarakat Islam dan akibat pertentangan antara
akhirat. golongan gereja (agama) dengan ilmuwan yang
Tiada pertentangan antara Al-Quran dengan diragukan akan terjadi pula dalam lingkungan
ilmu pengetahuan. Islam, sehingga cendekiawan Islam berusaha
Memahami hubungan Al-Quran dengan ilmu menampakkan hubungan antara Al-Quran dengan
pengetahuan bukan dengan melihat adakah ilmu pengetahuan.
teori-teori ilmiah atau penemuan-penemuan Memahami ayat-ayat Al-Quran sesuai
baru tersimpul di dalamnya, tetapi dengan dengan penemuan-penemuan baru adalah
melihat adakah Al-Quran atau jiwa ayat-ayatnya ijtihad yang baik, selama paham tersebut tidak
menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau dipercayai sebagai aqidah Qur'aniyyah dan
mendorong lebih maju. tidak bertentangan dengan prinsip-prinsp atau
Membenarkan atau menyalahkan teori-teori ketentuan bahasa.
ilmiah berdasarkan Al-Quran bertentangan dengan
tujuan pokok atau sifat Al-Quran dan bertentangan

45
46
Al-Quran, Ilmu, dan Filsafat Manusia
Al-Quran Al-Karim dalam kaitannya dengan Menganjurkan manusia untuk memperhatikan
6
perkembangan ilmu dan filsafat manusia, dapat alam raya, langit, bumi, bintang-bintang, udara,
disimpulkan mengandung tiga hal pokok: darat, lautan dan sebagainya, agar manusia
—melalui perhatiannya tersebut— mendapat
Pertama, tujuan. manfaat berganda: (a) menyadari kebesaran dan
Akidah atau kepercayaan, yang mencakup keagungan Tuhan; dan (b) memanfaatkan segala
kepercayaan kepada (a) Tuhan dengan segala sesuatu untuk membangun dan memakmurkan
sifat-sifat-Nya; (b) Wahyu, dan segala kaitannya bumi di mana ia hidup.
dengan, antara lain, Kitab-kitab Suci, Malaikat, dan Menceritakan peristiwa-peristiwa sejarah untuk
para Nabi; serta (c) Hari Kemudian bersama dengan memetik pelajaran dari pengalaman masa lalu.
balasan dan ganjaran Tuhan. Membangkitkan rasa yang terpendam dalam
Budi pekerti, yang bertujuan mewujudkan jiwa, yang dapat mendorong manusia untuk
keserasian hidup bermasyarakat, dalam bentuk mempertanyakan dari mana ia datang, bagaimana
antara lain gotong-royong, amanat, kebenaran, unsur-unsur dirinya, apa arti hidupnya dan ke
kasih sayang, tanggung jawab, dan lain-lain. mana akhir hayatnya (yang jawaban-jawabannya
Hukum-hukum yang mengatur hubungan diberikan oleh Al-Quran).
manusia dengan Tuhan, sesamanya, dirinya, dan Janji dan ancaman baik di dunia (yakni
alam sekitarnya. kepuasan batin dan kebahagiaan hidup bahkan
kekuasaan bagi yang taat, dan sebaliknya bagi
Kedua, cara. yang durhaka) maupun di akhirat dengan surga
Ketiga hal tersebut diusahakan pencapaiannya atau neraka.
oleh Al-Quran melalui empat cara:
sebagian telah terbukti kebenarannya.
Ketiga, pembuktian. Melihat kandungan Al-Quran seperti yang
Untuk membuktikan apa yang disampaikan dikemukakan secara selayang pandang tersebut,
oleh Al-Quran seperti yang disebut di atas, maka di tidak diragukan lagi bahwa Al-Quran berbicara
celah-celah redaksi mengenai butir-butir tersebut, tentang ilmu pengetahuan. Kitab Suci itu juga
ditemukan mukjizat Al-Quran seperti yang pada berbicara tentang filsafat dalam segala bidang
garis besarnya dapat terlihat dalam tiga hal pokok: pembahasan, dengan memberikan jawaban-
Susunan redaksinya yang mencapai puncak jawaban yang konkret menyangkut hal-hal yang
tertinggi dari sastra bahasa Arab. dibicarakan itu, sesuai dengan fungsinya: memberi
Ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang petunjuk bagi umat manusia (QS 2:2) dan memberi
diisyaratkannya. jalan keluar bagi persoalan-persoalan yang mereka
Ramalan-ramalan yang diungkapkan, yang perselisihkan (QS 2:213).

Al-Quran di Tengah Perkembangan Ilmu


Sebelum berbicara tentang masalah tersebut, macam pengetahuan yang berguna bagi manusia
terlebih dahulu perlu diperjelas pengertian ilmu dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa
yang dimaksud dalam tulisan ini. depan; fisika atau metafisika.
Al-Quran menggunakan kata 'ilm dalam Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang
berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 digunakan oleh para filosof —Muslim atau non-
kali. Antara lain sebagai "proses pencapaian Muslim— pada masa-masa silam, atau klasifikasi
pengetahuan dan objek pengetahuan" (QS 2:31- yang belakangan ini dikenal seperti, antara
32). Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan kita lain, ilmu-ilmu sosial, maka pemikir Islam abad
kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu XX, khususnya setelah Seminar Internasional
di samping klasifikasi dan ragam disiplinnya. Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977,
Sementara ini, ahli keislaman berpendapat mengklasifikasikan ilmu menjadi dua katagori:
bahwa ilmu menurut Al-Quran mencakup segala Ilmu abadi (perennial knowledge) yang

48
berdasarkan wahyu Ilahi yang tertera dalam Al- Hal ini terbukti karena, menurut Al-Quran,
Quran dan Hadis serta segala yang dapat diambil ada realitas lain yang tidak dapat dijangkau oleh
dari keduanya. pancaindera, sehingga terhadapnya tidak dapat
Ilmu yang dicari (acquired knowledge) dilakukan observasi atau eksperimen seperti yang
termasuk sains kealaman dan terapannya ditegaskan oleh firman-Nya: Maka Aku bersumpah
yang dapat berkembang secara kualitatif dan dengan apa-apa yang dapat kamu lihat dan apa-
penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan apa yang tidak dapat kamu lihat (QS 69:38-39). Dan,
antarbudaya selama tidak bertentangan dengan Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya
Syari'ah sebagai sumber nilai. melihat kamu dari satu tempat yang tidak dapat
Dewasa ini diakui oleh ahli-ahli sejarah dan kamu melihat mereka (QS 7:27).
ahli-ahli filsafat sains bahwa sejumlah gejala "Apa-apa" tersebut sebenarnya ada dan
yang dipilih untuk dikaji oleh komunitas ilmuwan merupakan satu realitas, tapi tidak ada dalam dunia
sebenarnya ditentukan oleh pandangan terhadap empiris. Ilmuwan tidak boleh mengatasnamakan
realitas atau kebenaran yang telah diterima oleh ilmu untuk menolaknya, karena wilayah mereka
komunitas tersebut. Dalam hal ini, satu-satunya hanyalah wilayah empiris. Bahkan pada hakikatnya
yang menjadi tumpuan perhatian sains mutakhir alangkah banyaknya konsep abstrak yang mereka
adalah alam materi. gunakan, yang justru tidak ada dalam dunia materi
Di sinilah terletak salah satu perbedaan antara seperti misalnya berat jenis benda, atau akar-akar
ajaran Al-Quran dengan sains tersebut. Al-Quran dalam matematika, dan alangkah banyak pula hal
menyatakan bahwa objek ilmu meliputi batas- yang dapat terlihat potensinya namun tidak dapat
batas alam materi (physical world), karena itu dijangkau hakikatnya seperti cahaya.
dapat dipahami mengapa Al-Quran di samping Hal ini membuktikan keterbatasan ilmu
menganjurkan untuk mengadakan observasi dan manusia (QS 17:85). Kebanyakan manusia hanya
eksperimen (QS 29:20), juga menganjurkan untuk mengetahui fenomena. Mereka tidak mampu
menggunakan akal dan intuisi (antara lain, QS menjangkau nomena (QS 30:7). Dari sini dapat
16:78). dimengerti adanya pembatasan-pembatasan yang

49
dilakukan oleh Al-Quran dan yang —di sadari atau dan penelitian manusia, sebagai bukti kebenaran
tidak— telah diakui dan dipraktekkan oleh para Al-Quran (QS 41:53).
ilmuwan, seperti yang diungkapkan di atas. Dengan demikian, sebagaimana Al-
Pengertian ilmu dalam tulisan ini hanya Quran merupakan wahyu-wahyu Tuhan
akan terbatas pada pengertian sempit dan untuk menjelaskan hakikat wujud ini dengan
terbatas tersebut. Atau dengan kata lain dalam mengaitkannya dengan tujuan akhir, yaitu
pengertian science yang meliputi pengungkapan pengabdian kepada-Nya (QS 51-56), maka alam
sunnatullah tentang alam raya (hukum-hukum raya ini —yang merupakan ciptaan-Nya— harus
alam) dan perumusan hipotesis-hipotesis yang berfungsi sebagaimana fungsi Al-Quran dalam
memungkinkan seseorang dapat mempersaksi menjelaskan hakikat wujud ini dan mengaitkannya
peristiwa-peristiwa alamiah dalam kondisi tertentu. dengan tujuan yang sama. Dan dengan demikian,
Seperti telah dikemukakan dalam pendahuluan ilmu dalam pengertian yang sempit ini sekalipun,
ketika berbicara tentang kandungan Al-Quran, harus berarti: "Pengenalan dan pengakuan atas
bahwa Kitab Suci ini antara lain menganjurkan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di
untuk mengamati alam raya, melakukan dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing
eksperimen dan menggunakan akal untuk manusia ke arah pengenalan dan pengakuan akan
memahami fenomenanya, yang dalam hal ini 'tempat' Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud
ditemukan persamaan dengan para ilmuwan, dan keperluan."
namun di lain segi terdapat pula perbedaan yang Dalam definisi ini kita lihat bahwa konsep
sangat berarti antara pandangan atau penerapan tentang "tempat yang tepat" berhubungan dengan
keduanya. dua wilayah penerapan. Di satu pihak, ia mengacu
Sejak semula Al-Quran menyatakan bahwa kepada wilayah ontologis yang mencakup manusia
di balik alam raya ini ada Tuhan yang wujud-Nya dan benda-benda empiris, dan di pihak lain kepada
dirasakan di dalam diri manusia (antara lain QS wilayah teologis yang mencakup aspek-aspek
2:164; 51:20-21), dan bahwa tanda-tanda wujud-Nya keagamaan dan etis.
itu akan diperlihatkan-Nya melalui pengamatan Hal ini dapat dibuktikan dengan

50
memperhatikan bagaimana Al-Quran selalu demikian, ayat-ayat sebelumnya dan ayat ini
mengaitkan perintah-perintahnya yang memberikan tekanan yang sama pada sasaran
berhubungan dengan alam raya dengan perintah ganda: tafakkur yang menghasilkan sains, dan
pengenalan dan pengakuan atas kebesaran tashkhir yang menghasilkan teknologi guna
dan kekuasaan-Nya. Bahkan, ilmu —dalam kemudahan dan kemanfaatan manusia. Dan
pengertiannya yang umum sekalipun— oleh dengan demikian pula, kita dapat menyatakan
wahyu pertama Al-Quran (iqra'), telah dikaitkan tanpa ragu bahwa "Al-Quran" membenarkan
dengan bismi rabbika. Maka ini berarti bahwa —bahkan mewajibkan— usaha-usaha
"ilmu tidak dijadikan untuk kepentingan pribadi, pengembangan ilmu dan teknologi, selama
regional atau nasional, dengan mengurbankan ia membawa manfaat untuk manusia serta
kepentingan-kepentingan lainnya". Ilmu pada memberikan kemudahan bagi mereka.
saat —dikaitkan dengan bismi rabbika— kata Prof. Tuhan, sebagaimana diungkapkan Al-Quran,
Dr. 'Abdul Halim Mahmud, Syaikh Jami' Al-Azhar, "menginginkan kemudahan untuk kamu dan tidak
menjadi "demi karena (Tuhan) Pemeliharamu, menginginkan kesukaran" (QS 2:85). Dan Tuhan
sehingga harus dapat memberikan manfaat "tidak ingin menjadikan sedikit kesulitan pun untuk
kepada pemiliknya, warga masyarakat dan kamu" (QS 5:6). Ini berarti bahwa segala produk
bangsanya. Juga kepada manusia secara umum. perkembangan ilmu diakui dan dibenarkan oleh
Ia harus membawa kebahagiaan dan cahaya ke Al-Quran selama dampak negatif darinya dapat
seluruh penjuru dan sepanjang masa." dihindari.
Ayat-ayat Al-Quran seperti antara lain dikutip Saat ini, secara umum dapat dibuktikan bahwa
di atas, disamping menggambarkan bahwa alam ilmu tidak mampu menciptakan kebahagiaan
raya dan seluruh isinya adalah intelligible (dapat manusia. Ia hanya dapat menciptakan pribadi-
dijangkau oleh akal dan daya manusia), juga pribadi manusia yang bersifat satu dimensi,
menggarisbawahi bahwa segala sesuatu yang sehingga walaupun manusia itu mampu berbuat
ada di alam raya ini telah dimudahkan untuk segala sesuatu, namun sering bertindak tidak
dimanfaatkan manusia (QS 43:13). Dan dengan bijaksana, bagaikan seorang pemabuk yang

51
memegang sebilah pedang, atau seorang pencuri Apa yang diungkapkan itu adalah sebagian dari
yang memperoleh secercah cahaya di tengah ajaran Al-Quran menyangkut kehidupan manusia
gelapnya malam. di alam raya ini, termasuk perkembangan ilmu
Bersyukur kita bahwa akhir-akhir ini telah pengetahuan.
terdengar suara-suara yang menggambarkan Segi lain yang tidak kurang pentingnya
kesadaran tentang keharusan mengaitkan sains untuk dibahas dalam masalah Al-Quran dan ilmu
dengan nilai-nilai moral keagamaan. pengetahuan adalah kandungan ayat-ayatnya di
Beberapa tahun lalu di Italia diadakan suatu tengah-tengah perkembangan ilmu.
permusyawaratan ilmiah tentang "cultural Seperti yang dikemukakan di atas bahwa salah
relations for the future" (hubungan kebudayaan di satu pembuktian tentang kebenaran Al-Quran
kemudian hari) dan ditemukan dalam laporannya adalah ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin
tentang "reconstituting the human community" yang diisyaratkan. Memang terbukti, bahwa sekian
yang kesimpulannya, antara lain, sebagai berikut: banyak ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang
"Untuk menetralkan pengaruh teknologi yang hakikat-hakikat ilmiah yang tidak dikenal pada
menghilangkan kepribadian, kita harus menggali masa turunnya, namun terbukti kebenarannya di
nilai-nilai keagamaan dan spiritual." tengah-tengah perkembangan ilmu, seperti:
Apa yang diungkapkan ini sebelumnya telah Teori tentang expanding universe (kosmos
diungkapkan oleh filosof Muhammad Iqbal, yang mengembang) (QS 51:47).
yang ketika itu menyadari dampak negatif Matahari adalah planet yang bercahaya
perkembangan ilmu dan teknologi. Beliau sedangkan bulan adalah pantulan dari cahaya
menulis: "Kemanusiaan saat ini membutuhkan matahari (QS 10:5).
tiga hal, yaitu penafsiran spiritual atas alam Pergerakan bumi mengelilingi matahari,
raya, emansipasi spiritual atas individu, dan satu gerakan lapisan-lapisan yang berasal dari perut
himpunan asas yang dianut secara universal yang bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan
akan menjelaskan evolusi masyarakat manusia atas pergerakan awan (QS 27:88).
dasar spiritual." Zat hijau daun (klorofil) yang berperanan

52
dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi Quran yang bertentangan dengan perkembangan
tenaga kimia melalui proses fotosintesis sehingga ilmu pengetahuan.
menghasilkan energi (QS 36:80). Bahkan, istilah Dari sini ungkapan "agama dimulai dari
Al-Quran, al-syajar al-akhdhar (pohon yang hijau) sikap percaya dan iman", oleh Al-Quran, tidak
justru lebih tepat dari istilah klorofil (hijau daun), diterima secara penuh. Bukan saja karena ia
karena zat-zat tersebut bukan hanya terdapat selalu menganjurkan untuk berpikir, bukan pula
dalam daun saja tapi di semua bagian pohon, hanya disebabkan karena ada dari ajaran-ajaran
dahan dan ranting yang warnanya hijau. agama yang tidak dapat diyakini kecuali dengan
Bahwa manusia diciptakan dari sebagian pembuktian logika atau bukan pula disebabkan
kecil sperma pria dan yang setelah fertilisasi oleh keyakinan seseorang yang berdasarkan
(pembuahan) berdempet di dinding rahim (QS 86:6 "taqlid" tidak luput dari kekurangan, tapi juga
dan 7; 96:2). karena Al-Quran memberi kesempatan kepada
Demikian seterusnya, sehingga amat tepatlah siapa saja secara sendirian atau bersama-sama
kesimpulan yang dikemukakan oleh Dr. Maurice dan kapan saja, untuk membuktikan kekeliruan
Bucaille dalam bukunya Al-Qur'an, Bible dan Sains Al-Quran dengan menandinginya walaupun hanya
Modern, bahwa tidak satu ayat pun dalam Al- semisal satu surah sekalipun (QS 2:23).

Al-Quran di Tengah Perkembangan Filsafat


Apakah filsafat itu, dan bagaimana pengujian kritis terhadap dasar-dasar keputusan,
perkembangannya? Adalah satu pertanyaan prasangka-prasangka dan kepercayaan. Hal ini
yang memerlukan jawaban singkat sebelum disebabkan karena pemikiran filsafat bersifat
permasalahan yang diketengahkan ini diuraikan. mengakar (radikal) yang mencoba memberikan
jawaban menyeluruh dari A-Z, mencari yang
Bertrand Russel menjelaskan bahwa filsafat sedalam-dalamnya sehingga melintasi dimensi fisik
merupakan jenis pengetahuan yang memberikan dan teknik.
kesatuan dan sistem ilmu pengetahuan melalui Objek penelitiannya ialah segala yang ada

53
dan yang mungkin ada, baik "ada yang umum" hidup merupakan pusat dari alam semesta. Tapi
(ontologi 'ilm al-kainat) maupun "ada yang khusus pandangan ini digoyahkan oleh Galileo yang
atau mutlak" (Tuhan). Atau, dengan kata lain, membuktikan bahwa bumi tempat tinggal
objek penelitian filsafat mencakup pembahasan- manusia, tidak merupakan pusat alam raya.
pembahasan logika, estetika, etika, politik dan Ia hanya bagian kecil dari planet-planet yang
metafisika. mengitari matahari. Pandangan yang didukung
Melihat demikian luasnya pembahasan filsafat oleh penelitian ilmiah ini, bertentangan dengan
tersebut, maka pembahasan kita kali ini dibatasi penafsiran Kitab Suci (Kristen) dan membuka satu
pada bagian "ada yang umum". Itu pun hanya lembaran baru dalam sejarah manusia Barat yang
dalam masalah yang menjadi pusat perhatian menimbulkan krisis keimanan dan krisis lainnya.
pemikir dewasa ini dan yang merupakan penentu Disusul kemudian dengan teori evolusi yang
jalannya sejarah kemanusiaan, yakni "manusia". dikemukakan oleh Darwin. Segi-segi negatif
Karena, memang, dewasa ini orang tidak banyak dari teori ini bukannya hanya diakibatkan oleh
lagi berbicara tentang bukti wujud Tuhan atau teori tersebut, tapi lebih banyak lagi diakibatkan
kebenaran wahyu, tidak pula menyangkut oleh kesan-kesan yang ditimbulkannya dalam
pertentangan agama dengan aliran-aliran pikiran masyarakat serta para ahli pada masanya
materialisme, tapi topik pembicaraan adalah dan masa sesudahnya. Dari Darwin perjalanan
"manusia" karena pandangan tentang hakikat dilanjutkan oleh Sigmund Freud yang mengadakan
manusia akan memberikan arah dari seluruh sikap pengamatan terhadap sekelompok orang-
dan memberikan penafsiran terhadap semua orang sakit (abnormal) dan yang pada akhimya
gejala. berkesimpulan, bahwa manusia pada hakikatnya
Dalam abad pertengahan, manusia dipandang adalah "makhluk bumi" yang segala aktivitasnya
sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang bertumpu dan terdorong oleh libido, sedangkan
melebihi makhluk-makhluk lainnya, pandangan agama -menurutnya— berpangkal dari Oedipus
yang sejalan dengan keyakinan agama serta complex dan, dengan demikian, Tuhan tidak lain
menganggap bahwa bumi tempat manusia kecuali ilusi belaka.

54
Kemajuan yang dicapai Eropa di bidang industri —untuk memberikan rasa takut— neraka yang
dan ilmu pengetahuan sejak masa renaissance, bahan bakarnya adalah manusia dan batu."
mengantarkan masyarakat untuk lebih jauh Demikian antara lain pandangan Sartre, salah satu
menolak kekuasaan agama secara total yang tokoh aliran ini.
mengakibatkan pula kekaguman yang berlebihan Sebelum kita sampai pada pandangan Al-
kepada otoritas sains yang terlepas dari nilai-nilai Quran, ada baiknya kita mengutip pendapat Alexis
spiritual keagamaan, dan yang pada akhirnya Carrel, seorang ahli bedah dan fisika, kelahiran
mencapai puncaknya pada peristiwa pemboman di Prancis yang mendapat hadiah Nobel. Beliau
Hiroshima dan Nagasaki pada waktu Perang Dunia menulis dalam buku kenamaannya, Man the
II. Setelah itu terjadi beberapa hal yang mendasar: Unknown, antara lain: "Pengetahuan manusia
agama, antara lain, mulai disebut-sebut walaupun tentang makhluk hidup dan manusia khususnya
dengan suara yang sayup-sayup. Pretensi sains belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah
dipermasalahkan. dicapai dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan
Eksistensialisme mulai berbicara lagi: lainnya. Manusia adalah makhluk yang kompleks,
"Sebenarnya tak ada arah yang harus dituju, sehingga tidaklah mudah untuk mendapatkan
pergilah ke mana engkau sukai. Engkau satu gambaran untuknya, tidak ada satu cara untuk
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan memahami makhluk ini dalam keadaan secara
segala sesuatu. Mari kita berpegang erat-eras pada utuh, maupun dalam bagian-bagiannya, tidak juga
kebebasan kita. Sosialisme telah merebut segala- dalam memahami hubungannya dengan alam
galanya dan menyerahkan kepada negara. Agama sekitarnya."
juga mengembalikan segala sesuatu kepada Selanjutnya, ia mengatakan: "Kebanyakan
Tuhan, sedangkan Tuhan di luar esensi manusia. pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para
Jadi agama juga menghalangi kebebasan manusia. ahli yang mempelajari manusia hingga kini masih
Agama menipu para pengecut sehingga ia — tetap tanpa jawaban, karena terdapat daerah-
demi mengalihkan manusia dari eksistensinya— daerah yang tidak terbatas dalam diri (batin) kita
menciptakan surga yang kekal di langit, dan yang tidak diketahui".

55
Keterbatasan pengetahuan, menurutnya, kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang
disebabkan karena keterlambatan pembahasan kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di bawah
tentang manusia, sifat akal manusia dan alam sadarnya (QS 30:43). Ia diberi kebebasan dan
kompleksnya hakikat manusia. Kedua faktor kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk
terakhir adalah faktor permanen, sehingga tidaklah memilih jalannya masing-masing (QS 33:72; 76:2-3).
berlebihan menurutnya "jika kita mengambil Ia diberi kesabaran moral untuk memilih mana
kesimpulan bahwa setiap orang dari kita terdiri dari yang baik dan mana yang buruk, sesuai dengan
iring-iringan bayangan yang berjalan di tengah- nurani mereka atas bimbingan wahyu (QS 91:7-
tengah hakikat yang tidak diketahui." 8). Ia adalah makhluk yang dimuliakan Tuhan
Dari segi pandangan seorang beragama, dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan
kiranya dapat dikatakan bahwa untuk mengetahui makhluk lainnya (QS 17:70) serta ia pula yang telah
hal tersebut dibutuhkan pengetahuan dari diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-
pencipta Yang Maha Mengetahui melalui wahyu- baiknya (QS 95:4).
wahyu-Nya, karena memang manusia adalah Namun di lain segi, manusia ini juga yang
satu-satunya makhluk yang diciptakan atas mendapat cercaan Tuhan. Ia amat aniaya dan
peta gambaran Tuhan dan yang dihembuskan mengingkari nikmat (QS 14:34), dan sangat banyak
kepadanya Ruh ciptaanNya. membantah (QS 22:67). Ini bukan berarti bahwa
Nah, apa yang dikatakan Al-Quran tentang ayat-ayat Al-Quran bertentangan satu sama
manusia? Tidak sedikit ayat Al-Quran yang lain, tetapi hal tersebut menunjukkan potensi
berbicara tentang manusia; bahkan manusia manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau
adalah makhluk pertama yang telah disebut meluncur ke tempat yang rendah sehingga tercela.
dua kali dalam rangkaian Wahyu Pertama (QS Al-Quran menjelaskan bahwa manusia
96:1-5). Manusia sering mendapat pujian Tuhan. diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna
Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya
ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (QS Ruh ciptaan-Nya (QS 38:71-72). Dengan "tanah"
11:3), mempunyai kecenderungan untuk dekat manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti

56
makhluk-makhluk lain, sehingga ia butuh makan, bermakna, serta tak terbatas, yang dimensinya
minum, hubungan seks, dan sebagainya, dan melebar keluar melampaui dimensi "tanah",
dengan "Ruh" ia diantar ke arah tujuan non-materi dimensi material itu.
yang tak berbobot dan tak bersubstansi dan yang Al-Quran tidak memandang manusia sebagai
tak dapat diukur di laboratorium atau bahkan makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau
dikenal oleh alam material. tercipta dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan
Dimensi spiritual inilah yang mengantar setelah sebelumnya direncanakan untuk
mereka untuk cenderung kepada keindahan, mengemban satu tugas, Sesungguhnya aku
pengorbanan, kesetiaan, pemujaan, dan hendak menjadikan seorang khalifah di bumi
sebagainya. Ia mengantarkan mereka kepada (QS 2:30). Ia dibekali Tuhan dengan potensi dan
suatu realitas yang Maha Sempurna, tanpa cacat, kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan
tanpa batas dan tanpa Akhir: wa anna ila rabbika di dunia ke arah yang lebih baik (QS 13:11), serta
Al-Muntaha — dan sesungguhnya kepada Tuhan- ditundukkan dan dimudahkan kepadanya alam
Mu-lah berakhirnya segala sesuatu (QS 53:42). Hai raya untuk dikelola dan dimanfaatkan (QS 45:12-13).
manusia, sesungguhnya engkau telah bekerja Antara lain, ditetapkan arah yang harus ia tuju (QS
dengan penuh kesungguhan menuju Tuhanmu 51:56) serta dianugerahkan kepadanya petunjuk
dan pasti akan kamu menemui-Nya" (QS 84:6). untuk menjadi pelita dalam perjalanan itu (QS
Dengan berpegang kepada pandangan ini, 2:38).
manusia akan berada dalam satu alam yang hidup,

Penutup
Demikian filsafat materialisme dengan aneka yang pertama berusaha untuk menyeretnya ke
ragam panoramanya berbicara tentang manusia. debu tanah dari Ruh Tuhan, sedangkan Al-Quran
Dan demikian pula Al-Quran. Keduanya telah mengajaknya untuk meningkat dari debu tanah
menjelaskan pandangannya. Keduanya telah menuju Tuhan Yang Mahaesa.
mengajak manusia untuk menemukan dirinya, tapi

57
58
Sejarah Perkembangan Tafsir
Pada saat Al-Quran diturunkan, Rasul saw., yang memeluk agama Islam, seperti 'Abdullah bin
7
berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), Salam, Ka'ab Al-Ahbar, dan lain-lain. Inilah yang
menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya merupakan benih lahirnya Israiliyat.
tentang arti dan kandungan Al-Quran, khususnya Di samping itu, para tokoh tafsir dari kalangan
menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau sahabat yang disebutkan di atas mempunyai
samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai murid-murid dari para tabi'in, khususnya di kota-
dengan wafatnya Rasul saw., walaupun harus kota tempat mereka tinggal. Sehingga lahirlah
diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita tokoh-tokoh tafsir baru dari kalangan tabi'in di
ketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat kota-kota tersebut, seperti: (a) Said bin Jubair,
tentangnya atau karena memang Rasul saw. sendiri Mujahid bin Jabr, di Makkah, yang ketika itu
tidak menjelaskan semua kandungan Al-Quran. berguru kepada Ibnu 'Abbas; (b) Muhammad bin
Kalau pada masa Rasul saw. para sahabat Ka'ab, Zaid bin Aslam, di Madinah, yang ketika itu
menanyakan persoalan-persoalan yang tidak jelas berguru kepada Ubay bin Ka'ab; dan (c) Al-Hasan
kepada beliau, maka setelah wafatnya, mereka Al-Bashriy, Amir Al-Sya'bi, di Irak, yang ketika itu
terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka berguru kepada 'Abdullah bin Mas'ud.
yang mempunyai kemampuan semacam 'Ali bin Gabungan dari tiga sumber di atas, yaitu
Abi Thalib, Ibnu 'Abbas, Ubay bin Ka'ab, dan Ibnu penafsiran Rasul saw., penafsiran sahabat-sahabat,
Mas'ud. serta penafsiran tabi'in, dikelompokkan menjadi
Sementara sahabat ada pula yang menanyakan satu kelompok yang dinamai Tafsir bi Al-Ma'tsur.
beberapa masalah, khususnya sejarah nabi-nabi Dan masa ini dapat dijadikan periode pertama dari
atau kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Quran perkembangan tafsir.
kepada tokoh-tokoh Ahlul-Kitab yang telah Berlakunya periode pertama tersebut
dengan berakhirnya masa tabi'in, sekitar tahun sudut yang lain, dan tidak mustahil jika anda
150 H, merupakan periode kedua dari sejarah mempersilakan orang lain memandangnya., maka
perkembangan tafsir. ia akan melihat lebih banyak dari apa yang anda
Pada periode kedua ini, hadis-hadis telah lihat."(1)
beredar sedemikian pesatnya, dan bermunculanlah Muhammad Arkoun, seorang pemikir
hadis-hadis palsu dan lemah di tengah-tengah Aljazair kontemporer, menulis bahwa: "Al-Quran
masyarakat. Sementara itu perubahan sosial memberikan kemungkinan-kemungkinan arti
semakin menonjol, dan timbullah beberapa yang tak terbatas. Kesan yang diberikan oleh ayat-
persoalan yang belum pernah terjadi atau ayatnya mengenai pemikiran dan penjelasan pada
dipersoalkan pada masa Nabi Muhammad saw., tingkat wujud adalah mutlak. Dengan demikian
para sahabat, dan tabi'in. ayat selalu terbuka (untuk interpretasi) baru, tidak
Pada mulanya usaha penafsiran ayat-ayat Al- pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi
Quran berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas tunggal."(2)
dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta Corak-corak penafsiran yang dikenal selama
arti-arti yang dikandung oleh satu kosakata. ini antara lain: (a) Corak sastra bahasa, yang timbul
Namun sejalan dengan lajunya perkembangan akibat banyaknya orang non-Arab yang memeluk
masyarakat, berkembang dan bertambah agama Islam, serta akibat kelemahan-kelemahan
besar pula porsi peranan akal atau ijtihad orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga
dalam penafsiran ayat-ayat Al-Quran, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada
bermunculanlah berbagai kitab atau penafsiran mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti
yang beraneka ragam coraknya. Keragaman
1  'Abd Allah Darraz, Al-Naba' Al-Azhim, Dar Al-'Urubah,
tersebut ditunjang pula oleh Al-Quran, yang Mesir, 1960, h. 111.
keadaannya seperti dikatakan oleh 'Abdullah 2  Lihat makalah Martin van Bruinessen, "Mohammed Arkoun
tentang Al-Quran," disampaikan dalam diskusi Yayasan
Darraz dalam Al-Naba'Al-Azhim: "Bagaikan intan Empati. Pada h. 2. ia mengutip Mohammed Arkoun,
yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang "Algeria," dalam Shireen T. Hunter (ed.), The Politics of
Islamic Revivalism, Bloomington: Indiana University Press,
berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-
1988, h. 182-183.

60
kandungan Al-Quran di bidang ini. (b) Corak filsafat Corak tasawuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan
dan teologi, akibat penerjemahan kitab filsafat sufi sebagai reaksi dari kecenderungan berbagai
yang mempengaruhi sementara pihak, serta akibat pihak terhadap materi, atau sebagai kompensasi
masuknya penganut agama; agama lain ke dalam terhadap kelemahan yang dirasakan. (f) Bermula
Islam yang dengan sadar atau tanpa sadar masih pada masa Syaikh Muhammad 'Abduh (1849-
mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama 1905 M), corak-corak tersebut mulai berkurang
mereka. Kesemuanya menimbulkan pendapat dan perhatian lebih banyak tertuju kepada corak
setuju atau tidak setuju yang tecermin dalam sastra budaya kemasyarakatan. Yakni satu corak
penafsiran mereka. (c) Corak penafsiran ilmiah, tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-
akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha ayat Al-Quran yang berkaitan langsung dengan
penafsir untuk memahami ayat-ayat Al-Quran kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk
sejalan dengan perkembangan ilmu. (d) Corak menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-
fiqih atau hukum, akibat berkembangnya ilmu masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat,
fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk
yang setiap golongan berusaha membuktikan tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti
kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran- tapi indah didengar.
penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum. (e)

Kodifikasi Tafsir
Kalau yang digambarkan di atas tentang sejarah ketika itu tersebar secara lisan. Periode II, bermula
perkembangan Tafsir dari segi corak penafsiran, dengan kodifikasi hadis secara resmi pada masa
maka perkembangan dapat pula ditinjau dari pemerintahan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz (99-101
segi kodifikasi (penulisan), hal mana dapat dilihat H). Tafsir ketika itu ditulis bergabung dengan
dalam tiga periode: Periode I, yaitu masa Rasul penulisan hadis-hadis, dan dihimpun dalam satu
saw., sahabat, dan permulaan masa tabi'in, di mana bab seperti bab-bab hadis, walaupun tentunya
Tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah Tafsir

61
bi Al-Ma'tsur. Dan periode III, dimulai dengan dimulai oleh Al-Farra (w. 207 H) dengan kitabnya
penyusunan kitab-kitab Tafsir secara khusus dan yang berjudul Ma'ani Al-Qur'an.
berdiri sendiri, yang oleh sementara ahli diduga

Metode Tafsir
Di lain segi, sejarah perkembangan Tafsir ayat tersebut dalam surat yang berbeda-beda itu.
dapat pula ditinjau dari sudut metode penafsiran. Disadari pula oleh para ulama, khususnya Al-
Walaupun disadari bahwa setiap mufassir Syathibi (w. 1388 M), bahwa setiap surat, walaupun
mempunyai metode yang berbeda dalam masalah-masalah yang dikemukakan berbeda-
perinciannya dengan mufassir lain. Namun secara beda, namun ada satu sentral yang mengikat dan
umum dapat diamati bahwa sejak periode ketiga menghubungkan masalah-masalah yang berbeda-
dari penulisan Kitab-kitab Tafsir sampai tahun beda tersebut.
1960, para mufassir menafsirkan ayat-ayat Al-Quran Pada bulan Januari 1960, Syaikh Mahmud
secara ayat demi ayat, sesuai dengan susunannya Syaltut menyusun kitab tafsirnya, Tafsir Al-Qur'an
dalam mushhaf Al-Karim, dalam bentuk penerapan ide yang
Penafsiran yang berdasar perurutan mushaf dikemukakan oleh Al-Syathibi tersebut. Syaltut
ini dapat menjadikan petunjuk-petunjuk Al-Quran tidak lagi menafsirkan ayat-demi-ayat, tetapi
terpisah-pisah, serta tidak disodorkan kepada membahas surat demi surat, atau bagian-bagian
pembacanya secara utuh dan menyeluruh. tertentu dalam satu surat, kemudian merangkainya
Memang satu masalah dalam Al-Quran sering dengan tema sentral yang terdapat dalam satu
dikemukakan secara terpisah dan dalam beberapa surat tersebut. Metode ini kemudian dinamai
surat. Ambillah misalnya masalah riba, yang metode mawdhu'iy.
dikemukakan dalam surat-surat Al-Baqarah, Ali Namun apa yang ditempuh oleh Syaltut belum
'Imran, dan Al-Rum, sehingga untuk mengetahui menjadikan pembahasan tentang petunjuk Al-
pandangan Al-Quran secara menycluruh Quran dipaparkan dalam bentuk menyeluruh,
dibutuhkan pembahasan yang mencakup ayat- karena seperti dikemukakan di atas, satu masalah

62
dapat ditemukan dalam berbagai surat. Atas dasar menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang membahas
ini timbul ide untuk menghimpun semua ayat satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat
yang berbicara tentang satu masalah tertentu, Al-Quran dan yang sedapat mungkin diurut sesuai
kemudian mengaitkan satu dengan yang lain, dan dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan
menafsirkan secara utuh dan menyeluruh. Ide pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut,
ini di Mesir dikembangkan oleh Prof. Dr. Ahmad guna menarik petunjuk Al-Quran secara utuh
Sayyid Al-Kumiy pada akhir tahun enam puluhan. tentang masalah yang dibahas itu.
Ide ini pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari Demikian perkembangan penafsiran Al-Quran
metode mawdhu'iy gaya Mahmud Syaltut di atas.(3) dari segi metode, yang dalam hal ini ditekankan
Dengan demikian, metode mawdhu'iy menyangkut pandangan terhadap pemilihan
mempunyai dua pengertian: Pertama, penafsiran ayat-ayat yang ditafsirkan (yaitu menurut urut-
menyangkut satu surat dalam Al-Quran dengan urutannya).
menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum
dan yang merupakan tema sentralnya, serta
menghubungkan persoalan-persoalan yang
beraneka ragam dalam surat tersebut antara satu
dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut,
sehingga satu surat tersebut dengan berbagai
masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Kedua, penafsiran yang bermula dari
3  Di beberapa negara Islam selain Mesir, para pakarnya juga
melakukan upaya-upaya penafsiran Al-Quran dengan
menggunakan metode ini. Di Irak, misalnya, Muhammad
Baqir Al-Shadr menulis uraian menyangkut tafsir tentang
hukum-hukum sejarah dalam Al-Quran dengan menggunakan
metode yang mirip dengan metode ini, dan menamakannya
dengan metode tawhidiy (kesatuan).

63
64
Kebebasan dan Pembatasan dalam Tafsir
Al-Quran yang merupakan bukti kebenaran mereka baca itu.(1) Dari sini kemudian para ulama
8
Nabi Muhammad saw, sekaligus petunjuk untuk menggarisbawahi bahwa tafsir adalah "penjelasan
umat manusia kapan dan di mana pun, memiliki tentang arti atau maksud firman-firman Allah
pelbagai macam keistimewaan. Keistimewaan sesuai dengan kemampuan manusia (mufasir)",(2)
tersebut, antara lain, susunan bahasanya yang dan bahwa "kepastian arti satu kosakata atau ayat
unik mempesonakan, dan pada saat yang sama tidak mungkin atau hampir tidak mungkin dicapai
mengandung makna-makna yang dapat dipahami kalau pandangan hanya tertuju kepada kosakata
oleh siapa pun yang memahami bahasanya, atau ayat tersebut secara berdiri sendiri."(3)
walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka Rasulullah Muhammad saw. mendapat tugas
akan berbeda-beda akibat berbagai faktor. untuk menjelaskan maksud firman-firman Allah
Redaksi ayat-ayat Al-Quran, sebagaimana (QS 16:44). Tugas ini memberi petunjuk bahwa
setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis, tidak penjelasan-penjelasan beliau pasti benar. Hal ini
dapat dijangkau maksudnya secara pasti, kecuali didukung oleh bukti-bukti, antara lain, adanya
oleh pemilik redaksi tersebut. Hal ini kemudian teguran-teguran yang ditemukan dalam Al-Quran
menimbulkan keanekaragaman penafsiran. Dalam menyangkut sikap atau ucapan beliau yang dinilai
hal Al-Quran, para sahabat Nabi sekalipun, yang Tuhan "kurang tepat", misalnya QS 9:42; 3:128, 80:1,
secara umum menyaksikan turunnya wahyu, dan sebagainya, yang kesemuanya mengandung
mengetahui konteksnya, serta memahami secara
1  Lihat Muhammad Husain Al-Zahabiy, Al-Tafsir wa Al-
alamiah struktur bahasa dan arti kosakatanya, Mufassirun, Dar Al-Kutub Al-Haditsah, Mesir, 1961, jilid 1,
tidak jarang berbeda pendapat, atau bahkan h. 59.
keliru dalam pemahaman mereka tentang maksud 2  Ibid., h. 15.
3  Abu Ishaq Al-Syathibi, Al-Muwafaqat, Dar Al-Ma'rifah,
firman-firman Allah yang mereka dengar atau
Beirut, t.t., jilid II, h. 35.
arti bahwa beliau ma'shum (terpelihara dari adalah penafsiran muthabiq dalam arti sama dan
melakukan suatu kesalahan atau dosa). sepadan dengan yang ditafsirkan. Sedangkan
Dari sini mutlak perlu untuk memperhatikan ketika menafsirkan QS 40;60, tentang arti perintah
penjelasan-penjelasan Nabi tersebut dalam rangka berdoa, beliau menafsirkannya dengan beribadah.(7)
memahami atau menafsirkan firman-firman Penafsiran ini adalah penafsiran yang dinamai
Allah, sehingga tidak terjadi penafsiran yang talazum. Artinya, setiap doa pasti ibadah, dan
bertentangan dengannya, walaupun tentunya setiap ibadah mengandung doa. Berbeda dengan
sebagian dari penafsiran Nabi tersebut ada yang ketika beliau menafsirkan QS 14:27. Di sana
hanya sekadar merupakan contoh-contoh konkret beliau menafsirkan kata akhirat dengan "kubur".(8)
yang beliau angkat dari masyarakat beliau, Penafsiran semacam ini dinamakan penafsiran
sehingga dapat dikembangkan atau dijabarkan tadhamun, karena kubur adalah sebagian dari
lebih jauh oleh masyarakat-masyarakat berikutnya. akhirat.
Misalnya ketika menafsirkan al-maghdhub 'alayhim Harus digarisbawahi pula bahwa penjelasan-
(QS 1:7) sebagai "orang-orang Yahudi",(4) atau penjelasan Nabi tentang arti ayat-ayat Al-Quran
"quwwah" dalam QS 8:60 yang memerintahkan tidak banyak yang kita ketahui dewasa ini, bukan
mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi saja karena riwayat-riwayat yang diterima oleh
musuh, sebagai "panah".(5) generasi-generasi setelah beliau tidak banyak dan
Memang, menurut para ulama, penafsiran sebagiannya tidak dapat dipertanggungjawabkan
Nabi saw. bermacam-macam, baik dari segi cara, otentisitasnya, tetapi juga "karena Nabi saw.
motif, maupun hubungan antara penafsiran sendiri tidak menafsirkan semua ayat Al-Quran".(9)
beliau dengan ayat yang ditafsirkan. Misalnya, Sehingga tidak ada jalan lain kecuali berusaha
ketika menafsirkan shalah al-wustha dalam QS untuk memahami ayat-ayat Al-Quran berdasarkan
2:238 dengan "shalat Ashar",(6) penafsiran itu kaidah-kaidah disiplin ilmu tafsir, serta berdasarkan
4  Ismail Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, Sulaiman
Mar'iy, Singapura, t.t. jilid I, h. 29. 7  Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi.
5  Ibid., h. 321. 8 Ibid.
6  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya. 9  Al-Zahabiy, op.cit. h. 53.

66
kemampuan, setelah masing-masing memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.

Kebebasan dalam Menafsirkan Al-Quran


Jlka kita perhatikan perintah Al-Quran yang Al-Quran. Karena hal ini merupakan perintah Al-
memerintahkan kita untuk merenungkan ayat- Quran sendiri, sebagaimana setiap pendapat yang
ayatnya dan kecamannya terhadap mereka yang diajukan seseorang, walaupun berbeda dengan
sekadar mengikuti pendapat atau tradisi lama pendapat-pendapat lain, harus ditampung. Ini
tanpa suatu dasar, dan bila kita perhatikan pula adalah konsekuensi logis dari perintah di atas,
bahwa Al-Quran diturunkan untuk setiap manusia selama pemahaman dan penafsiran tersebut
dan masyarakat kapan dan di mana pun, maka dilakukan secara sadar dan penuh tanggung
dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap manusia jawab.
pada abad ke-20 serta generasi berikutnya dituntut Dalam kebebasan yang bertanggung jawab
pula untuk memahami Al-Quran sebagaimana inilah timbul pembatasan-pembatasan dalam
tuntutan yang pernah ditujukan kepada menafsirkan Al-Quran, sebagaimana pembatasan-
masyarakat yang menyaksikan turunnya Al-Quran. pembatasan yang dikemukakan dalam setiap
Kemudian, bila disadari bahwa hasil pemikiran disiplin ilmu. Mengabaikan pembatasan tersebut
seseorang dipengaruhi bukan saja oleh tingkat dapat menimbulkan polusi dalam pemikiran
kecerdasannya, tetapi juga oleh disiplin ilmu bahkan malapetaka dalam kehidupan.
yang ditekuninya, oleh pengalaman, penemuan- Dapat dibayangkan apa yang terjadi bila setiap
penemuan ilmiah, oleh kondisi sosial, politik, orang bebas berbicara atau melakukan praktek-
dan sebagainya, maka tentunya hasil pemikiran praktek dalam bidang kedokteran atau melakukan
seseorang akan berbeda satu dengan lainnya. analisis-analisis statistik tanpa mempunyai
Dari sini seseorang tidak dapat dihalangi untuk pengetahuan tentang ilmu tersebut.
merenungkan, memahami, dan menafsirkan

Pembatasan dalam Menafsirkan Al-Quran


67
Telah dikemukakan di atas bahwa Al- Quran yang tak dapat diketahui kecuali oleh Allah
Quran mengecam orang-orang yang tidak atau oleh Rasul bila beliau menerima penjelasan
memperhatikan kandungannya, dan bahwa dari Allah. Pengecualian ini mengandung
para sahabat sendiri seringkali tidak mengetahui beberapa kemungkinan arti, antara lain: (a) ada
atau berbeda pendapat atau keliru dalam ayat-ayat yang memang tidak mungkin dijangkau
memahami maksud firman-firman Allah, sehingga pengertiannya oleh seseorang, seperti ya sin, alif
dari kalangan mereka sejak dini telah timbul lam mim, dan sebagainya. Pendapat ini didasarkan
pembatasan-pembatasan dalam penafsiran Al- pada firman Allah yang membagi ayat-ayat Al-
Quran. Quran kepada muhkam (jelas) dan mutasyabih
Ibn 'Abbas, yang dinilai sebagai salah seorang (samar), dan bahwa tidak ada yang mengetahui
sahabat Nabi yang paling mengetahui maksud ta'wil (arti)-nya kecuali Allah, sedang orang-orang
firman-firman Allah, menyatakan bahwa tafsir yang dalam 'lmunya berkata kami beriman kepada
terdiri dari empat bagian: pertama, yang dapat ayat-ayat yang mutasyabih (QS 3:7).(11) Atau (b)
dimengerti secara umum oleh orang-orang Arab ada ayat-ayat yang hanya diketahui secara umum
berdasarkan pengetahuan bahasa mereka; kedua, artinya, atau sesuai dengan bentuk luar redaksinya,
yang tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak tetapi tidak dapat didalami maksudnya, seperti
mengetahuinya; ketiga, yang tidak diketahui masalah-masalah metafisika, perincian ibadah an
kecuali oleh ulama; dan keempat, yang tidak sich, dan sebagainya, yang tidak termasuk dalam
diketahui kecuali oleh Allah.(10) wilayah pemikiran atau jangkauan akal manusia.
Dari pembagian di atas ditemukan dua jenis Apa pun yang dimaksud dari ungkapan sahabat
pembatasan, yaitu (a) menyangkut materi ayat-ayat tersebut, telah disepakati oleh para ulama bahwa
(bagian keempat), dan (b) menyangkut syarat- tidak seorang pun berwenang untuk memberikan
syarat penafsir (bagian ketiga). penafsiran-penafsiran terhadap ayat-ayat yang
Dari segi materi terlihat bahwa ada ayat-ayat Al- materinya berkaitan dengan masalah-masalah

10  Lihat lebih jauh Al-Zarkasyi, Al-Burhan to 'Ulum 11  Lihat Al-Sayuthi, Al-Itqan fi 'Ulum Al-Qur'an, Al-Azhar,
Al-Qur'an, Al-Halabiy, Mesir, 1957, jilid II, h. 164. Mesir, cet. 11, h. 3.

68
metafisika atau yang tidak dapat dijangkau oleh kita menyerahkan permasalahannya kepada Allah
akal pikiran manusia. Penjelasan-penjelasan SWT atas dasar keimanan."(14) Bahkan, 'Abduh
sahabat pun dalam bidang ini hanya dapat terkadang tidak menguraikan arti satu kosakata
diterima apabila penjelasan tersebut diduga yang tidak jelas, dan menganjurkan untuk tidak
bersumber dari Nabi saw.(12) perlu membahasnya, sebagaimana sikap yang
Karena itu, seorang ahli hadis kenamaan, Al- ditempuh oleh sahabat 'Umar bin Khaththab ketika
Hakim Al-Naisaburi, menolak penafsiran sahabat membaca abba dalam surat Abasa (QS 80:32) yang
Nabi, Abu Hurairah, tentang ayat "neraka saqar berbicara tentang aneka ragam nikmat Tuhan
adalah pembakar kulit manusia" (QS 74:29) untuk kepada makhluk-makhluk-Nya.(15)
dinisbatkan kepada Rasul saw.(13) Dari segi syarat penafsir, khusus bagi penafsiran
Syaikh Muhammad 'Abduh (1849-1905), salah yang mendalam dan menyeluruh, ditemukan
seorang ahli Tafsir yang paling mengandalkan banyak syarat. Secara umum dan pokok dapat
akal, menganut prinsip "tidak menafsirkan ayat- disimpulkan sebagai berikut: (a) pengetahuan
ayat yang kandungannya tidak terjangkau oleh tentang bahasa Arab dalam berbagai bidangnya;
pikiran manusia, tidak pula ayat-ayat yang samar (b) pengetahuan tentang ilmu-ilmu Al-Quran,
atau tidak terperinci oleh Al-Quran." Ketika sejarah turunnya, hadis-hadis Nabi, dan ushul fiqh;
menafsirkan firman Allah dalam QS 101:6-7 tentang (c) pengetahuan tentang prinsip-prinsip pokok
"timbangan amal perbuatan di Hari Kemudian", keagamaan; dan (d) pengetahuan tentang disiplin
'Abduh menulis: "Cara Tuhan dalam menimbang ilmu yang menjadi materi bahasan ayat. Bagi
amal perbuatan, dan apa yang wajar diterima mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas
sebagai balasan pada hari itu, tiada lain kecuali tidak dibenarkan untuk menafsirkan Al-Quran.
atas dasar apa yang diketahui oleh-Nya, bukan Dalam hal ini ada dua hal yang perlu
atas dasar apa yang kita ketahui; maka hendaklah digarisbawahi:

12  Lihat Al-Zahabiy, op.cit., h. 59. 14  Syaikh Muhammad 'Abduh, Tafsir Juz 'Amma, Dar Al-Hilal,
13  Al-Hakim Al-Naisaburi, Ma'rifat 'Ulum Al-Hadits, Dar Al- Mesir, 1962, h. 139.
Afaq, Beirut, 1980, h. 20. 15  Ibid., h. 26.

69
(1) Menafsirkan berbeda dengan berdakwah (b) Kekeliruan dalam menerapkan metode atau
atau berceramah berkaitan dengan tafsir ayat kaidah;
Al-Quran. Seseorang yang tidak memenuhi (c) Kedangkalan dalam ilmu-ilmu alat;
syarat-syarat di atas, tidak berarti terlarang untuk (d) Kedangkalan pengetahuan tentang materi
menyampaikan uraian tafsir, selama uraian yang uraian (pembicaraan) ayat;
dikemukakannya berdasarkan pemahaman para (e) Tidak memperhatikan konteks, baik asbab
ahli tafsir yang telah memenuhi syarat di atas. al-nuzul, hubungan antar ayat, maupun kondisi
Seorang mahasiswa yang membaca kitab tafsir sosial masyarakat;
semacam Tafsir An-Nur karya Prof. Hasby As- (f) Tidak memperhatikan siapa pembicara dan
Shiddiqie, atau Al-Azhar karya Hamka, kemudian terhadap siapa pembicaraan ditujukan.
berdiri menyampaikan kesimpulan tentang apa Karena itu, dewasa ini, akibat semakin luasnya
yang dibacanya, tidaklah berfungsi menafsirkan ilmu pengetahuan, dibutuhkan kerja sama para
ayat. Dengan demikian, syarat yang dimaksud pakar dalam berbagai disiplin ilmu untuk bersama-
di atas tidak harus dipenuhinya. Tetapi, apabila sama menafsirkan ayat-ayat Al-Quran.
ia berdiri untuk mengemukakan pendapat- Di samping apa yang telah dikemukakan di
pendapatnya dalam bidang tafsir,. maka apa atas, yang mengakibatkan adanya pembatasan-
yang dilakukannya tidak dapat direstui, karena pembatasan dalam penafsiran Al-Quran,
besar kemungkinan ia akan terjerumus ke dalam masih ditemukan pula beberapa pembatasan
kesalahan-kesalahan yang menyesatkan. menyangkut perincian penafsiran, khususnya
(2) Faktor-faktor yang mengakibatkan dalam tiga bidang, yaitu perubahan sosial,
kekeliruan dalam penafsiran antara lain adalah: perkembangan ilmu pengetahuan, dan bahasa.
(a) Subjektivitas mufasir;

Perubahan Sosial
Ditemukan banyak ayat Al-Quran yang masyarakat ideal yang sifatnya adalah masyarakat
berbicara tentang hal ini, antara lain tentang yang terus berkembang ke arah yang positif (QS

70
48:29), juga bahwa setiap masyarakat mempunyai sosial dapat dijadikan dasar pertimbangan
batas-batas usia (QS 10:49; 15:5, dan lain-lain), dalam menarik kesimpulan pemahaman atau
dan bahwa masyarakat dalam perkembangannya penafsiran ayat-ayat Al-Quran. Walaupun telah
mengikuti satu pola yang tetap (hukum disepakati bahwa pada dasarnya dalam masalah-
kemasyarakatan) yang tidak berubah (QS 35:43; masalah ibadah (yang tidak terjangkau oleh
48:23, dan lain-lain). pikiran/manusia) perintah agama harus diterima
Perubahan-perubahan atau perkembangan- sebagaimana adanya, tanpa mempertimbangkan
perkembangan yang terjadi tersebut terutama makna kandungan perintah tersebut. Sedang
diakibatkan oleh potensi manusia baik yang dalam masalah sosial (mu'amalah), perintah
positif maupun yang negatif. Karena adanya dua agama terlebih dahulu harus diperhatikan arti
kemungkinan ini, maka tidak setiap perubahan kandungannya atau maksudnya.(16)
16  Abu Ishaq Al-Syathibi, op. cit., jilid II, h. 300.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Sementara ulama berpendapat bahwa "syari'at" bahwa Al-Quran diturunkan untuk semua
(Al-Quran dan hadis) harus dipahami berdasarkan manusia pada setiap waktu dan tempat. Adalah
pemahaman masyarakat pada masa turunnya.(17)Ini mustahil untuk menjadikan semua orang berpikir
mengakibatkan antara lain pembatasan dalam dengan pola yang sama. Dan karena Al-Quran
memahami teks-teks ayat Al-Quran berdasarkan memerintahkan setiap orang berpikir, maka
pemahaman disiplin ilmu dan tingkat pengetahuan tentunya setiap orang akan menggunakan
masyarakat pada masa turunnya Al-Quran yang pikirannya antara lain berdasarkan perkembangan
jauh terbelakang dibanding perkembangan ilmu ilmu pengetahuan. Atas dasar ini, pendapat-
dewasa ini. pendapat yang dikemukakan di atas mengenai
Pembatasan di atas tentunya tidak dapat pembatasan dalam penafsiran Al-Quran amat sulit
diterima, apalagi setelah memperhatikan prinsip diterima.
Selanjutnya perlu dibedakan antara pemikiran
17  Ibid., hal. 82.

71
ilmiah kontemporer dengan pembenaran Karena kata "apa" dalam istilah Al-Quran dapat
setiap teori ilmiah. Ketika ilmu pengetahuan mencakup segala sesuatu. Di sisi lain, kalimat "Allah
membuktikan secara pasti dan mapan bahwa mengetahui" bukan dalam arti "hanya Allah yang
bumi kita ini bulat, maka mufasir masa kini akan mengetahui", bila yang dimaksud dengan "apa"-
memahami dan menafsirkan firman Allah "Dan nya adalah jenis kelamin janin.
Allah jadikan untuk kamu bumi ini terhampar" Pemahaman dan penafsiran ayat-ayat Al-
(QS 71:19) bahwa keterhamparan yang dimaksud Quran seperti yang dikemukakan di atas tentunya
tidak bertentangan dengan kebulatannya, tidak dapat ditempuh bila pembatasan yang
karena keterhamparan ini terlihat dan disaksikan dikemukakan oleh sementara ulama di atas
oleh siapa pun dan ke mana pun seseorang diterapkan. Namun ini tidak berarti bahwa setiap
melangkahkan kakinya, apalagi redaksi ayat teori ilmiah walaupun yang belum mapan dan
tersebut tidak menyatakan "Allah ciptakan" pasti dapat dijadikan dasar dalam pemahaman
tetapi "jadikan untuk kamu". Demikian juga dan penafsiran ayat-ayat Al-Quran, apalagi bila
ketika eksperimen membuktikan bahwa para ahli membenarkannya atas nama Al-Quran. Karena itu,
telah dapat mendeteksi jenis janin (bayi dalam pemakaian teori ilmiah yang belum mapan dalam
perut), maka pemahaman kita terhadap ayat penafsiran ayat-ayat Al-Quran, harus dibatasi.
"Allah mengetahui apa yang dikandung oleh Karena hal ini akan mengakibatkan bahaya yang
setiap perempuan (hamil)" (QS 13:8), pemahaman tidak kecil, sebagaimana yang pernah dialami oleh
kata "apa" beralih dari yang tadinya dipahami bangsa Eropa terhadap penafsiran Kitab Suci yang
sebagai jenis kelamin bayi menjadi lebih umum kemudian terbukti bertentangan dengan hasil-
dari sekadar jenisnya, sehingga mencakup masa hasil penemuan ilmiah yang sejati.
depan, bakat, jiwa, dan segala perinciannya.

Bidang Bahasa
Perlu digarisbawahi bahwa walaupun Al-Quran orang-orang Arab pada masa turunnya, namun
menggunakan kosakata yang digunakan oleh pengertian kosakata tersebut tidak selalu sama

72
dengan pengertian-pengertian yang populer atau terdapat petunjuk bahwa pengertian Qurani
di kalangan mereka. Al-Quran dalam hal ini tersebut bukan itu yang dimaksud oleh ayat, maka
menggunakan kosakata tersebut, tetapi bukan dalam hal ini seseorang mempunyai kebebasan
lagi dalam bidang-bidang semantik yang mereka memilih arti yang dimungkinkan menurut
kenal.(18) pemikirannya dari sekian arti yang dimungkinkan
Di sisi lain, perkembangan bahasa Arab dewasa oleh penggunaan bahasa.
ini telah memberikan pengertian-pengertian baru Kata 'alaq dalam wahyu pertama "Dia (Tuhan)
bagi kosakata-kosakata yang juga digunakan oleh menciptakan manusia dari 'alaq" (QS 96:2)
Al-Quran. mempunyai banyak arti, antara lain: segumpal
Dalam hal ini seseorang tidak bebas untuk darah, sejenis cacing (lintah), sesuatu yang
memilih pengertian yang dikehendakinya atas berdempet dan bergantung, kebergantungan,
dasar pengertian satu kosakata pada masa pra- dan sebagainya. Di sini seseorang mempunyai
Islam, atau yang kemudian berkembang. Seorang kebebasan untuk memilih salah satu dari arti-arti
mufasir, disamping harus memperhatikan struktur tersebut, dengan mengemukakan alasannya.
serta kaidah-kaidah kebahasaan serta konteks Perbedaan-perbedaan pendapat akibat
pembicaraan ayat, juga harus memperhatikan pemilihan arti-arti tersebut harus dapat ditoleransi
penggunaan Al-Quran terhadap setiap kosakata, dan ditampung, selama ia dikemukakan dalam
dan mendahulukannya dalam memahami kosakata batas-batas tanggung jawab dan kesadaran.
tersebut daripada pengertian yang dikenal pada Bahkan agama menilai bahwa mengemukakannya
masa pra-Islam. Bahkan secara umum tidak pada saat itu memperoleh pahala dari Tuhan,
dibenarkan untuk menggunakan pengertian walaupun seandainya ia kemudian terbukti keliru.
pengertian baru yang berkembang kemudian.
Apabila tidak ditemukan pengertian-
pengertian khusus Qurani bagi satu kosakata

18  Lihat Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan


dalam Islam, Penerbit Mizan, Bandung, 1984, h. 28.

73
74
Perkembangan Metodologi Tafsir
Al-Quran adalah sumber ajaran Islam. Kitab penafsirannya, mempunyai peranan yang sangat
9
Suci itu, menempati posisi sentral, bukan saja besar bagi maju-mundurnya umat. Sekaligus,
dalam perkembangan dan pengembangan penafsiran-penafsiran itu dapat mencerminkan
ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan perkembangan serta corak pemikiran mereka.
inspirator, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan Berikut ini, akan dikemukakan selayang
umat Islam sepanjang empat belas abad sejarah pandang tentang perkembangan metode
pergerakan umat ini.(1) penafsiran, keistimewaan dan kelemahannya,
Jika demikian itu halnya, maka pemahaman menurut tinjauan kacamata kita yang hidup pada
terhadap ayat-ayat Al-Quran, melalui penafsiran- abad ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek),
1  Prof. Dr. Hasan Hanafi, Al-Yamin wa Al Yasar Fi Al-Fikr Al- serta era globalisasi dan informasi.
Diniy, Madbuliy, Mesir, 1989, h. 77.

Corak dan Metodologi Tafsir


1. Corak Ma'tsur (Riwayat) syair Arab. Cukup banyak contoh yang dapat
Bermacam-macam metodologi tafsir dan dikemukakan tentang hal ini. Misalnya, Umar
coraknya telah diperkenalkan dan diterapkan ibn Al-Khaththab, pernah bertanya tentang arti
oleh pakar-pakar Al-Quran. Kalau kita mengamati takhawwuf dalam firman Allah: Auw ya'khuzahum
metode penafsiran sahabat-sahabat Nabi saw., 'ala takhawwuf (QS 16:47). Seorang Arab dari
ditemukan bahwa pada dasarnya —setelah gagal kabilah Huzail menjelaskan bahwa artinya adalah
menemukan penjelasan Nabi saw.— mereka "pengurangan". Arti ini berdasarkan penggunaan
merujuk kepada penggunaan bahasa dan syair- bahasa yang dibuktikan dengan syair pra-Islam.
Umar ketika itu puas dan menganjurkan untuk subjektivitas berlebihan.
mempelajari syair-syair tersebut dalam rangka Di sisi lain, kelemahan yang terlihat dalam
memahami Al-Quran.(2) kitab-kitab tafsir yang mengandalkan metode ini
Setelah masa sahabat pun, para tabi'in dan adalah:
atba' at-tabi'in, masih mengandalkan metode (a) Terjerumusnya sang mufasir dalam uraian
periwayatan dan kebahasaan seperti sebelumnya. kebahasaan dan kesusasteraan yang bertele-tele
Kalaulah kita berpendapat bahwa Al-Farra' sehingga pesan-pokok Al-Quran menjadi kabur
(w. 207 H) merupakan orang pertama yang dicelah uraian itu.
mendiktekan tafsirnya Ma'aniy Al-Qur'an,(3) maka (b) Seringkah konteks turunnya ayat (uraian
dari tafsirnya kita dapat melihat bahwa faktor asbab al-nuzul atau sisi kronologis turunnya ayat-
kebahasaan menjadi landasan yang sangat ayat hukum yang dipahami dari uraian nasikh/
kokoh. Demikian pula Al-Thabari (w. 310 H) yang mansukh) hampir dapat dikatakan terabaikan sama
memadukan antara riwayat dan bahasa. sekali, sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun
Mengandalkan metode ini, jelas memiliki bukan dalam satu masa atau berada di tengah-
keistimewaan, namun juga mempunyai tengah masyarakat tanpa budaya.
kelemahan-kelemahan. Bahwa mereka mengandalkan bahasa,
Keistimewaannya, antara lain, adalah: serta menguraikan ketelitiannya adalah wajar.
(a) Menekankan pentingnya bahasa dalam Karena, di samping penguasaan dan rasa bahasa
memahami Al-Quran. mereka masih baik, juga karena mereka ingin
(b) Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika membuktikan kemukjizatan Al-Quran dari segi
menyampaikan pesan-pesannya. bahasanya. Namun, menerapkan metode ini serta
(c) Mengikat mufasir dalam bingkai teks ayat- membuktikan kemukjizatan itu untuk masa kini,
ayat, sehingga membatasinya terjerumus dalam agaknya sangat sulit karena —jangankan kita di
2  Lihat Al-Syathibiy, Al-Muwafaqat, Dar Al-Marifah, Beirut, tp. Indonesia ini— orang-orang Arab sendiri sudah
th., Jilid II, h. 18. kehilangan kemampuan dan rasa bahasa itu.
3  Muhammad Husain Al-Zahabiy, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun,
Metode periwayatan yang mereka terapkan
Dar Al-Kutub Al-Haditsah, Kairo, 1961, Jilid 1, h. 142.

76
juga cukup beralasan dan mempunyai si A dan si B, yang tidak jarang berbeda bahkan
keistimewaan dan kelemahannya. bertentangan satu dengan lainnya sehingga
Metode ini istimewa bila ditinjau dari sudut pesan-pesan ayat terlupakan.
informasi kesejarahannya yang luas, serta Cukup beralasan sikap generasi lalu ketika
objektivitas mereka dalam menguraikan riwayat mengandalkan riwayat dalam penafsiran Al-
itu, sampai-sampai ada di antara mereka yang Quran. Karena, ketika itu, masa antara generasi
menyampaikan riwayat-riwayat tanpa melakukan mereka dengan generasi para sahabat dan tabi'in
penyeleksian yang ketat. Imam Ahmad menilai masih cukup dekat dan laju perubahan sosial dan
bahwa tafsir yang berdasarkan riwayat, seperti perkembangan ilmu belum sepesat masa kini,
halnya riwayat-riwayat tentang peperangan dan sehingga tidak terlalu jauh jurang antara mereka.
kepahlawanan, kesemuanya tidak mempunyai Di samping itu, penghormatan kepada sahabat,
dasar (yang kokoh).(4) Karena itu, agaknya dalam kedudukan mereka sebagai murid-murid
para pakar riwayat menekankan bahwa "Kami Nabi dan orang-orang berjasa, dan demikian pula
hanya menyampaikan dan silakan meneliti terhadap tabi'in sebagai generasi peringkat kedua
kebenarannya".(5) khair al-qurun (sebaik-baik generasi),(6) masih
Pegangan ini, secara umum, melemahkan sangat berkesan dalam jiwa mereka. Dengan
metode riwayat, walaupun diakui bahwa sanad dari kata lain, pengakuan akan keistimewaan generasi
suatu riwayat seringkali dapat ditemukan. Namun, terdahulu atas generasi berikut masih cukup
sebagian lainnya tanpa sanad. Yang ditemui mantap.
sanadnya pun membutuhkan penelitian yang Kesemua itu sedikit atau banyak berbeda
cukup panjang untuk menetapkan kelemahan dan dengan keadaan masa sesudahnya apalagi masa
kesahihannya. Kelemahan lainnya adalah bahwa kini, sehingga menggunakan metode riwayat
mufasir seringkali disibukkan dengan pendapat membutuhkan pengembangan, di samping seleksi
4  Lihat Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Percetakan 6  Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa: "Sebaik-baik generasi
Al-Manar, 1367 H, Jilid 1, h. 8. adalah generasiku, kemudian disusul oleh sesudahnya (tabi'in),
5  Mahmud Al-Syarif, Al-Thabariy Manhajuhu fi Al-Tafsir, Dar lalu disusul lagi oleh sesudahnya, dan sesudah mereka tidak
Ukaz, Jeddah, 1984, h. 62. lagi dinamai generasi terbaik."

77
yang cukup ketat. satu metode tafsir yang "Mufasirnya berusaha
Pengembangan ini tentunya dengan menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran dari
menggunakan nalar dan dari penalaran lahir berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan
metode tafsir bi al-ra'y. ayat-ayat Al-Quran sebagaimana tercantum di
2. Metode Penalaran: Pendekatan dan Corak- dalam mushaf."
coraknya Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang
mufasir tajzi'iy/tahliliy diuraikan, bermula dari arti
a. Metode Tahliliy kosakata, asbab al-nuzul, munasabah, dan lain-lain
Banyak cara pendekatan dan corak tafsir yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.
yang mengandalkan nalar, sehingga akan Metode ini, walaupun dinilai sangat luas, namun
sangat luas pembahasan apabila kita bermaksud tidak menyelesaikan satu pokok bahasan, karena
menelusurinya satu demi satu. Untuk itu, agaknya seringkali satu pokok bahasan diuraikan sisinya
akan lebih mudah dan efisien, bila bertitik tolak atau kelanjutannya, pada ayat lain.
dari pandangan Al-Farmawi yang membagi Pemikir Aljazair kontemporer, Malik bin Nabi,
metode tafsir menjadi empat macam metode, menilai bahwa upaya para ulama menafsirkan Al-
yaitu tahliliy, ijmaliy, muqaran dan mawdhu'iy.(7) Quran dengan metode tahliliy itu, tidak lain kecuali
Terlepas dari catatan-catatan yang dikemukakan dalam rangka upaya mereka meletakkan dasar-
menyangkut istilah dan kategorisasinya. dasar rasional bagi pemahaman akan kemukjizatan
Yang paling populer dari keempat metode yang Al-Quran.(9)
disebutkan itu, adalah metode tahliliy, dan metode Terlepas dari benar tidaknya pendapat Malik
mawdhu'iy. Metode tahliliy, atau yang dinamai oleh di atas, namun yang jelas, kemukjizatan Al-Quran
Baqir Al-Shadr sebagai metode tajzi'iy,(8) adalah tidak ditujukan kecuali kepada mereka yang tidak
7  Dr. Abdul Hay Al-Farmawiy, Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al- Mathbu'at, Beirut, 1980, h. 10.
Maudhu'iy, Al-Hadharah AlArabiyah, Kairo, Cetakan II, 9  Malik bin Nabi, Le Phenomena Quranique, diterjemahkan ke
1977, h. 23. dalam bahasa Arab oleh Prof. Dr. Abdussabur Syahin dengan
8  Muhammad Baqir Al-Shadr, Al-Tafsir Al-Maudhu'iy wa judul Al-Zahirah Al-Qur'aniyah, Dar Al-Fikr, Lebanon, t.t.,
Al-Tafsir Al-Tajzi'iy fi Al-Qur'an Al-Karim, Dar Al-Tatuf lil h. 58.

78
percaya. Ia tidak ditujukan kepada umat Islam. atau lebih tepat dalih pembenaran pendapatnya
Hal ini dapat dibuktikan dengan memperhatikan dengan ayat-ayat Al-Quran. Selain itu, terasa
rumusan definisi mukjizat dimana terkandung di sekali bahwa metode ini tidak mampu memberi
dalamnya unsur tahaddiy (tantangan), sedangkan jawaban tuntas terhadap persoalan-persoalan
seorang Muslim tidak perlu ditantang karena yang dihadapi sekaligus tidak banyak memberi
dengan keislamannya ia telah menerima. Bukti pagar-pagar metodologis yang dapat mengurangi
kedua dapat dilihat dari teks ayat-ayat yang subjektivitas mufasirnya.
berbicara tentang keluarbiasaan Al-Quran yang Kelemahan lain yang dirasakan dalam tafsir-
selalu dimulai dengan kalimat "Inkuntum fi raib" tafsir yang menggunakan metode tahliliy dan yang
atau "Inkuntum shadiqin". masih perlu dicari penyebabnya —apakah pada
Kalau tujuan penggunaan metode tahliliy diri kita atau metode mereka— adalah bahwa
seperti yang diungkapkan Malik di atas, maka bahasan-bahasannya dirasakan sebagai "mengikat"
terlepas dari keberhasilan atau kegagalan mereka, generasi berikut. Hal ini mungkin karena sifat
yang jelas untuk masyarakat Muslim dewasa penafsirannya amat teoretis, tidak sepenuhnya
ini, paling tidak persoalan tersebut bukan lagi mengacu kepada penafsiran persoalan-persoalan
merupakan persoalan yang mendesak. Karenanya, khusus yang mereka alami dalam masyarakat
untuk masa kini, pengembangan metode mereka, sehingga uraian yang bersifat teoretis dan
penafsiran menjadi amat dibutuhkan, apalagi umum itu mengesankan bahwa itulah pandangan
jika kita sependapat dengan Baqir Al-Shadr Al-Quran untuk setiap waktu dan tempat.
—ulama Syi'ah Irak itu— yang menilai bahwa
metode tersebut telah menghasilkan pandangan- b. Metode Mawdhu'iy
pandangan parsial serta kontradiktif dalam "Istanthiq Al-Quran" ("Ajaklah Al-Quran
kehidupan umat Islam.(10) Dapat ditambahkan berbicara" atau "Biarkan ia menguraikan
bahwa para penafsir yang menggunakan metode maksudnya") — konon itu pesan Ali ibn Abi Thalib.
itu tidak jarang hanya berusaha menemukan dalil Pesan ini, antara lain mengharuskan penafsir
untuk merujuk kepada Al-Quran dalam rangka
10  Muhammad Baqir Al-Shadr, op.cit., h. 12.

79
memahami kandungannya. Dari sini lahir metode topik yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian,
mawdhu'iy di mana mufasirnya berupaya penafsir membahas dan menganalisis kandungan
menghimpun ayat-ayat Al-Quran dari berbagai ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan
surah dan yang berkaitan dengan persoalan atau yang utuh.

Tafsir dalam Era Globalisasi


Dr. Abdul Aziz Kamil, mantan Menteri Waqaf sebagai berdialog dengan seluruh manusia
dan Urusan Al-Azhar Mesir, dalam bukunya Al- sepanjang masa. Dan tentunya, pemahaman
Islam wa Al-Mustaqbal menyinggung tentang manusia —termasuk terhadap Al-Quran—
hal-hal yang menjadi penekanan sementara akan banyak dipengaruhi oleh budaya dan
penulis Islam baik Muslim maupun non-Muslim perkembangan masyarakatnya. Bahkan lebih
tentang apa yang dinamai "Al-Islam Al-Iqlimiy". jauh dari itu, dalam Al-Quran sendiri terdapat
Hal itu berarti bahwa setiap wilayah (kawasan perbedaan-perbedaan, akibat perbedaan
atau lokasi) mengambil corak dan bentuk yang masyarakat yang ditemuinya. Hal ini dapat
berbeda dengan lainnya, akibat perbedaan agama dirasakan dari adanya apa yang dinamai Al-Ahruf
dan peradaban yang pernah hidup dan dianut Al-Sab'ah yang oleh sementara ulama dipahami
oleh penduduk kawasan tersebut, sehingga sebagai adanya perbedaan bahasa atau dialek
pemahamannya terhadap Islam dipengaruhi yang dibenarkan Allah akibat kesulitan-kesulitan
sedikit atau banyak dengan budaya setempat. masyarakat (suku) tertentu dalam membacanya
Kalau pendapat di atas dapat diterima, itu bila hanya terbatas dalam satu bahasa (dialek) saja.
berarti bahwa Islam Indonesia dapat berbeda Demikian juga halnya dengan perbedaan qira'at
dengan Islam di negara-negara lain, akibat yang dikenal luas dewasa ini.
perbedaan budaya dan peradaban. Namun demikian, hemat penulis, tidaklah
Dari satu sisi, apa yang ditekankan di atas ada wajar untuk menonjolkan segi-segi perbedaan
benarnya dan dapat diperkuat dengan kenyataan tersebut, yang pada akhirnya menciptakan tafsir
yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini Al-Quran ala Indonesia, Mesir, atau kawasan lain.

80
Ketidakwajaran ini bukan saja disebabkan oleh untuk membumikan Al-Quran, menjadikannya
adanya sekian banyak persamaan dalam bidang menyentuh realitas kehidupan. Kita semua
pandangan hidup umat Islam —akidah, syari'ah, berkewajiban memelihara Al-Quran dan
dan akhlak— yang tentunya harus mempengaruhi salah satu bentuk pemeliharaannya adalah
pemikiran-pemikiran mereka sehingga dapat memfungsikannya dalam kehidupan kontemporer
melahirkan persamaan pandangan dalam banyak yakni dengan memberinya interpretasi yang
bidang. Tetapi juga, dan yang tidak kurang sesuai tanpa mengorbankan teks sekaligus tanpa
pentingnya, adalah karena kita semua hidup dalam mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan
era informasi dan globalisasi yang menjadikan perkembangan positif masyarakat.
dunia kita semakin menyempit dan penduduknya Dalam kesempatan yang sangat terbatas ini,
saling mempengaruhi. penulis ingin menggarisbawahi dua persoalan
Diakui bahwa setiap masyarakat mempunyai pokok, yang berkaitan dengan dasar penafsiran,
kekhususan-kekhususan. Nah, apakah ciri tanpa menutup mata terhadap dasar-dasar lain.
masyarakat Indonesia, yang membedakannya dari
masyarakat-masyarakat lain dan yang mungkin 1. Asbab Al-Nuzul
akan menjadi bahan pertimbangan untuk Al-Quran tidak turun dalam satu masyarakat
meletakkan dasar-dasar penafsiran itu? yang hampa budaya. Sekian banyak ayatnya
Ada yang berpendapat bahwa kekhususan oleh ulama dinyatakan sebagai harus dipahami
tersebut adalah keberadaannya sebagai dalam konteks sebab nuzul-nya. Hal ini berarti
masyarakat plural. Tetapi, walaupun hal tersebut bahwa arti "sebab" dalam rumusan di atas —
benar, hal ini bukan merupakan sesuatu yang walaupun tidak dipahami dalam arti kausalitas,
khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, dan sebagaimana yang diinginkan oleh mereka yang
India, misalnya, juga merupakan masyarakat berpaham bahwa "Al-Qur'an qadim"— tetapi
plural di mana berbagai etnis dan agama hidup paling tidak ia menggambarkan bahwa ayat yang
berdampingan dengan segala suka-dukanya. turun itu berinteraksi dengan kenyataan yang ada
Menjadi kewajiban semua umat Islam dan dengan demikian dapat dikatakan bahwa

81
"kenyataan" tersebut mendahului atau paling tidak asbab al-nuzul dan pemahaman ayat seringkali
bersamaan dengan keberadaan ayat yang turun di hanya menekankan kepada peristiwanya dan
pentas bumi itu. mengabaikan "waktu" terjadinya —setelah terlebih
Dalam kaitannya dengan asbab al-nuzul, dahulu mengabaikan pelakunya— berdasarkan
mayoritas ulama mengemukakan kaidah al-'ibrah kaidah yang dianut oleh mayoritas tersebut.
bi 'umum al-lafzh la bi khushush al-sabab (patokan Para penganut paham al-'ibrah bi khushush
dalam memahami ayat adalah redaksinya yang al-sabab, menekankan perlunya analogi (qiyas)
bersifat umum, bukan khusus terhadap (pelaku) untuk menarik makna dari ayat-ayat yang memiliki
kasus yang menjadi sebab turunnya); sedangkan latar belakang asbab al-nuzul itu, tetapi dengan
sebagian kecil dari mereka mengemukakan kaidah catatan apabila qiyas tersebut memenuhi syarat-
sebaliknya, al-'ibrah bi khushush al-sabab la bi syaratnya.(11) Pandangan mereka ini, hendaknya
'umum al-lafzh (patokan dalam memahami ayat dapat diterapkan tetapi dengan memperhatikan
adalah kasus yang menjadi sebab turunnya, bukan faktor waktu, karena kalau tidak, ia menjadi tidak
redaksinya yang bersifat umum). relevan untuk dianalogikan. Bukankah, seperti
Di sini perlu kiranya dipertanyakan: "Bukankah dikemukakan di atas, ayat Al-Quran tidak turun
akan lebih mendukung pengembangan tafsir jika dalam masyarakat hampa budaya dan bahwa
pandangan minoritas di atas yang ditekankan?" "kenyataan mendahului/ bersamaan dengan
Tentunya, jika demikian, maka perlu diberikan turunnya ayat"?
beberapa catatan penjelasan sebagai berikut: Analogi yang dilakukan hendaknya tidak
Seperti diketahui setiap asbab al-nuzul terbatas oleh analogi yang dipengaruhi oleh logika
pasti mencakup: (a) peristiwa, (b) pelaku, dan formal (al-manthiq, al-shuriy) yang selama ini
(c) waktu. Tidak mungkin benak akan mampu banyak mempengaruhi para fuqaha' kita. Tetapi,
menggambarkan adanya suatu peristiwa yang analogi Yang lebih luas dari itu, yang meletakkan
tidak terjadi dalam kurun waktu tertentu dan tanpa di pelupuk mata al-mashalih al-mursalah dan
pelaku.
11  Muhammad Abdul Azhim Al-Zarqaniy, Manahil Al-'Irfan,
Sayang, selama ini pandangan menyangkut
Al-Halabiy, Mesir, Cet. III, 1980 Jilid I h. 125.

82
yang mengantar kepada kemudahan pemahaman ganjalan-ganjalan dalam pemikiran, apalagi
agama, sebagaimana halnya pada masa Rasul dan ketika pemahaman tersebut dihadapkan dengan
para sahabat."(12) kenyataan sosial, hakikat ilmiah, atau keagamaan.
Qiyas yang selama ini dilakukan menurut Dahulu, sebagian ulama merasa puas dengan
Ridwan Al-Sayyid adalah berdasarkan rumusan menyatakan bahwa "Allahu a'lam bi muradihi"
Imam Al-Syafi'i, yaitu "Ilhaq far'i bi ashl li ittihad (Allah yang mengetahui maksud-Nya). Tetapi, ini
al-'illah", yang pada hakikatnya tidak merupakan tentunya tidak memuaskan banyak pihak, apalagi
upaya untuk mengantisipasi masa depan, dewasa ini. Karena itu, sedikit demi sedikit sikap
tetapi sekadar membahas fakta yang ada untuk seperti itu berubah dan para mufasir akhirnya
diberi jawaban agama terhadapnya dengan beralih pandangan dengan jalan menggunakan
membandingkan fakta itu dengan apa yang ta'wil, tamsil, atau metafora. Memang, literalisme
pernah ada.(13) seringkali mempersempit makna, berbeda dengan
Pengertian asbab al-nuzul dengan demikian pen-ta'wil-an yang memperluas makna sekaligus
dapat diperluas sehingga mencakup kondisi sosial tidak menyimpang darinya.
pada masa turunnya Al-Quran dan pemahamannya Al-Jahiz (w. 225 H/868 M), seorang ulama
pun dapat dikembangkan melalui kaidah yang beraliran rasional dalam bidang teologi, dinilai
pernah dicetuskan oleh ulama terdahulu, dengan sebagai tokoh pertama dalam bidang penafsiran
mengembangkan pengertian qiyas. metaforis. Ia tampil dengan gigih memperkenalkan
makna-makna metaforis pada ayat-ayat Al-Quran.
2. Ta'wil Dan, dalam hal ini, harus diakui bahwa dia telah
Pemahaman literal terhadap teks ayat Al- menghasilkan pemikiran-pemikiran yang sangat
Quran tidak jarang menimbulkan problem atau mengagumkan, sehingga mampu menyelesaikan
sekian banyak problem pemahaman keagamaan
12  Yusuf Kamil, Al-'Ashriyun Mu'tazilat Al-Yawm, Al-Wafa'
Al-Mansurah, Mesir, 1985, h. 22. atau ganjalan-ganjalan yang sebelumnya dihadapi
13  Ridhwan Al-Sayyid, Al-Islam Al-Mu'ashir, Naz'at fi Al- itu.
Hadhir wa Al-Mustaqbal, Dar .Al-'Ulum Al-Arabiyah, Beirut,
Tokoh lain dalam bidang ini adalah murid Al-
1986, h. 90.

83
Jahiz, yakni Ibnu Qutaibah (w. 276 H/889 M). Tokoh (mempunyai lebih dari satu makna) yang kesemua
ini bukanlah penganut aliran rasional (Mu'tazilah) maknanya dapat digunakan bagi pengertian teks
dan bahkan dinilai sebagai "juru bicara Ahl Al- tersebut selama tidak bertentangan satu dengan
Sunnah".(14) Namun, dia menempuh cara-cara lainnya.
gurunya dan mengembangkannya dalam rangka Aliran tafsir Muhammad 'Abduh
memahami teks-teks keagamaan. mengembangkan lagi syarat pen-ta'wil-an,
Tentunya kita tidak dapat menggunakan ta'wil sehingga ia lebih banyak mengandalkan akal,
tanpa didukung oleh syarat-syarat tertentu. Al- sedangkan faktor kebahasaan dicukupkannya
Syathibi mengemukakan dua syarat pokok bagi selama ada kaitan makna penta'wil-an dengan kata
pen-ta'wil-an ayat-ayat Al-Quran: yang di-ta'wil-kan. Karena itu, kata Jin yang berarti
Pertama, makna yang dipilih sesuai dengan "sesuatu yang tertutup", diartikan oleh muridnya
hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang Rasyid Ridha sebagai kuman yang tertutup (tidak
memiliki otoritas. terlihat oleh pandangan mata).(15) Pendapat ini
Kedua, arti yang dipilih dikenal oleh bahasa mirip dengan pendapat Bint Al-Syathi' yang secara
Arab klasik. tegas menyatakan bahwa "Pengertian kata Jin
Syarat yang dikemukakan ini, lebih longgar dari tidak harus dipahami terbatas pada apa yang biasa
syarat kelompok Al-Zhahiriyah yang menyatakan dipahami tentang makhluk-makhluk halus yang
bahwa arti yang dipilih tersebut harus telah dikenal 'tampak' pada saat ketakutan seseorang di waktu
secara populer oleh masyarakat Arab pada masa malam atau dalam ilusinya. Tetapi, pengertiannya
awal. dapat mencakup segala jenis yang bukan manusia
Dalam syarat Al-Syathibi di atas, terbaca yang hidup di alam-alam yang tidak terlihat, tidak
bahwa popularitas arti kosakata tidak disinggung terjangkau, dan yang berada di luar alam manusia
lagi. Bahkan lebih jauh Al-Syathibi menegaskan di mana kita berada."(16)
bahwa kata-kata yang bersifat ambigus/musytarak 15  Muhammad Rasyid Ridha, op.cit., Jilid III, h. 95.
16  Aisyah Abdurrahman (Bint Al-Syathi') Al-Qur'an wa
14  Prof. Dr. Muhammad Rajab Al-Bayyumi, Khathawat Al- Qadhaya Al-Insan, Dar Al-'Ilm li Al-Malayin, Beirut, 1982,
Tafsir Al-Bayaiy, Majma' Al-Buhuts, Kairo, 1971, h. 92. h. 887.

84
Ta'wil, sebagaimana dikemukakan di atas,
akan sangat membantu dalam memahami dan
membumikan Al-Quran di tengah kehidupan
modern dewasa ini dan masa-masa yang akan
datang.
Sebelum menutup persoalan ini, perlu kita
garisbawahi bahwa tidaklah tepat men-ta'wil-
kan suatu ayat, semata-mata berdasarkan
pertimbangan akal dan mengabaikan faktor
kebahasaan yang terdapat dalam teks ayat,
lebih-lebih bila bertentangan dengan prinsip-
prinsip kaidah kebahasaan. Karena, hal ini berarti
mengabaikan ayat itu sendiri.

85
86
Tafsir dan Modernisasi
Al-Quran memperkenalkan dirinya antara lain apa yang dapat mengantar mereka menuju terang
10
sebagai hudan li al-nas dan sebagai Kitab yang benderang.
diturunkan agar manusia keluar dari kegelapan Di sisi lain, Al-Quran menggambarkan
menuju terang benderang (QS 14:1). Salah satu masyarakat ideal sebagai: tanaman yang
ayatnya menjelaskan bahwa manusia tadinya mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu
merupakan satu kesatuan (ummatan wahidah), menjadikan tanaman tadi kuat, lalu menjadi
tetapi sebagai akibat lajunya pertumbuhan besarlah ia dan tegak lurus di atas pokoknya.
penduduk serta pesatnya perkembangan Tanaman itu menyenangkan hati penanam-
masyarakat, maka timbullah persoalan-persoalan penanamnya ... (QS 48:29).
baru yang menimbulkan perselisihan dan silang Penggalan ayat ini menggambarkan betapa
pendapat. Sejak itu, Allah mengutus nabi-nabi dan masyarakat ideal tersebut terus-menerus berubah
menurunkan Kitab Suci, agar mereka —melalui dan berkembang menuju kesempurnaannya.
Kitab Suci tersebut— dapat menyelesaikan Kalau gambaran di atas dikaitkan dengan hakikat
perselisihan mereka serta menemukan jalan keluar kemodernan yang —antara lain— bercirikan
bagi penyelesaian problem-problem mereka (QS dinamika dan perubahan terus-menerus, serta
2:213). dikaitkan dengan fungsi Kitab Suci seperti
Agar Al-Quran berguna sesuai dengan fungsi- yang dijelaskan sebelumnya, maka kita dapat
fungsi yang digambarkan di atas, Al-Quran berkesimpulan bahwa Al-Quran menganjurkan
memerintahkan umat manusia untuk mempelajari pembaruan atau —dalam bahasa hadis Rasulullah
dan memahaminya (baca antara lain QS 38:29), saw.— tajdid, atau istilah lainnya "modernisasi"
sehingga mereka dapat menemukan —melalui atau "reaktualisasi".
petunjuk-petunjuknya yang tersurat dan tersirat—
Arti Tajdid atau Modernisasi
Walaupun semua ulama mengakui dan menghidupkan kembali ajaran agama seperti
menyadari perlunya tajdid, terlepas apakah mereka yang dipahami dan diterapkan pada masa al-salaf
menilai sahih atau tidak hadis yang diriwayatkan al-awwal."
Abu Daud dari sahabat Abu Hurairah,(1) namun Sebaliknya, ada pula yang memahami tajdid
—dalam pengertiannya serta pengalamannya— sebagai "usaha untuk menyesuaikan ajaran agama
telah terjadi perbedaan-perbedaan yang tidak dengan kehidupan kontemporer dengan jalan
kecil. men-ta'wil-kan atau menafsirkannya sesuai dengan
Busthami Muhammad Said(2) misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan serta kondisi
menyimpulkan pengertian tajdid seperti yang sosial masyarakat."(4)
dikemukakan oleh Sahl Al-Sha'luki (w. 387 Hemat kita, memahami ajaran-ajaran agama
H) sebagai "Mengembalikan ajaran agama atau menafsirkan Al-Quran sebagaimana
sebagaimana keadaannya pada masa salaf dipahami dan ditafsirkan al-salaf tidak sepenuhnya
pertama" (i'adah al-din ila ma kana 'alayhi ahd benar. Ini bukan saja karena Al-Quran harus
al-salaf al-shalih). Sementara itu, Ahmad ibn diyakini berdialog dengan setiap generasi serta
Hanbal memahami pengertian tajdid sebagai memerintahkan mereka untuk mempelajari dan
"penyebarluasan ilmu".(3) Dengan menggabungkan memikirkannya. Sementara itu, hasil pemikiran
keduanya, diperoleh suatu rumusan bahwa pasti dipengaruhi oleh sekian faktor, antara lain
tajdid tidak lain kecuali "menyebarluaskan dan pengalaman, pengetahuan, kecenderungan, serta
latar belakang pendidikan yang berbeda antara
1  Hadis tersebut berbunyi: Inna Allah yab'atsu lihadzihi al- generasi dan generasi lainnya, bahkan antara
ummah 'ala ra'si kulli mi'ah sanah man yujaddidu laha dinaha.
Lihat Sunan Abi Daud tahqiq Muhammad Muhyiddin Abdul pemikir dan pemikir lainnya pada suatu generasi.
Hamid, Al-Tijariyah Al-Kubra, Kairo, 1953; jilid IV, h. 109. Tapi juga karena memaksa satu generasi untuk
2  Lihat Busthami Muhammad Said, Mafhum Tajdid Al-Din, 4  Abu Al-Hasan Al-Nadawi, Al-Syura Bayn Al-Fikrah
Dar Al-Da'wah, Kuwait, cet. 1, 1984. Al-Islamiyyah wa Al-Fikrah Al-Gharbiyyah, Maktabah Al-
3  Ibid., h. 25. Taqaddum, Kairo, cet.III, 1977, h. 71.

88
mengikuti "keseluruhan" hasil pemikiran generasi Sebagai contoh dikemukakan berikut
masa lampau mengakibatkan kesulitan bagi ini pandangan Al-Maududi: "Tidak dapat
mereka. Ini tidak sejalan dengan ciri agama serta disangkal bahwa manusia, dengan kedalaman
tidak sejalan pula dengan hakikat masyarakat yang pengetahuannya tentang alam dan hakikat-
senantiasa mengalami perubahan. hakikat ilmiah, menyebabkan bertambah dalam
Di pihak lain, melakukan tajdid dengan jalan pula pemahamannya tentang makna-makna Al-
menghapus atau membatalkan ajarannya, pada Quran. Tetapi, hal ini bukan berarti bahwa ia telah
hakikatnya menghilangkan ciri ajaran Al-Quran memahami Al-Quran melebihi pemahaman Nabi
yang dinilai "selalu sesuai dengan setiap masa dan dan murid-muridnya (sahabat) yang memperoleh
tempat." Selain itu, menafsirkan dan men-ta'wil- pemahaman tersebut dari Nabi saw."(5)
kannya sejalan dengan perkembangan masyarakat Pendapat Al-Maududi di atas, walaupun
atau penemuan ilmiah tanpa seleksi mengandung kelihatannya berbeda dengan pendapat Al-
bahaya yang tidak kecil. Ini karena perkembangan Syathibi (1143-1194), namun hakikatnya sama.
masyarakat dapat merupakan akibat potensi positif Menurut Al-Syathibi, "Syari'at bersifat ummiyah,
manusia dan dapat juga sebaliknya. Demikian tidak boleh dipahami kecuali sebagaimana
pula dengan penemuan ilmiah: ada yang bersifat pemahaman para sahabat Nabi saw."(6)
objektif dan telah mapan dan ada pula yang Kita tidak menolak bahwa para sahabat
sebaliknya. adalah "murid-murid" Nabi, tetapi tidak semua
Atas dasar ini, diperlukan beberapa catatan pendapat mereka bersumber dari Nabi. Ini terbukti
terhadap ide-ide sementara pemikir atau ulama dengan adanya perbedaan pendapat di antara
kontemporer. Mereka, walaupun semuanya mereka, bahkan di antara mereka ada yang keliru
berbicara tentang tajdid atau modernisasi, berbeda memahami arti ayat-ayat Al-Quran. 'Adi ibn Hatim,
pendapat mengenai batas-batasnya: di satu pihak
5  Abu Al-A'la Al-Maududi, Al-Islam fi Muwajahat Al-
ada yang membatasinya sehingga tidak mencapai Tahaddiyat Al-Mu'ashirah, Dar Al-Qalam, Kuwait, 1974, h.
apa yang diharapkan, dan di pihak lain ada yang 187.
6  Abu Ishaq Al-Syathibi, Al-Muwafaqat, tahqiq Syaikh Abdullah
melampaui batas sehingga menyerempet bahaya.
Darraz, Al-Tijariyah Al-Kubra, Kairo, t.t. jilid II h. 82.

89
misalnya, memahami arti al-khaith al-abyadh min ayat yang menggunakan redaksi-redaksi majazi
al-khaith al-aswad (QS 2:187), dengan arti hakiki (metaforis) dan mempunyai makna-makna
(benang).(7) simbolis. Al-Quran —katanya lebih jauh— memiliki
Kalau pendapat Al-Maududi tidak sepenuhnya banyak ayat mutasyabih, sehingga bila redaksinya
diterima, maka demikian pula pendapat aliran lain tidak dipahami secara metaforis, maka akan terjadi
semacam pandangan Muhammad Asad. Menurut kekeliruan dalam memahami jiwa ajaran Al-Quran.(8)
Asad, kunci utama memahami Al-Quran adalah Tetapi, apakah benar dalam Al-Quran
ayat ketujuh surah Ali 'Imran, Huwa alladzi anzala terdapat "banyak" ayat mutasyabih? Dan apakah
'alaika al-kitab minhu ayat muhkamat hunna umm mutasyabih dapat di-ta'wil-kan sebagaimana
al-kitab wa ukharu mutasyabihat. Menurut Asad, cara yang ditempuh itu, sehingga pada akhirnya
ayat inilah yang menjadikan risalah Al-Quran hilanglah supra rasionalitas dalam ajaran agama
mudah dicerna bagi mereka yang menggunakan (mukjizat tidak menjadi mukjizat lagi, malaikat
pikirannya, karena al-mutasyabih adalah ayat- di-ta'wil-kan menjadi "hukum alam" atau bisikan
7  Dalam riwayat Bukhari dinyatakan bahwa 'Adi meletakkan hati nurani, dan sebagainya)? Tidak, ini yang
tali (benang) hitam dan putih di bawah bantalnya. Lihat
Shahih Al-Bukhari Kitab Al-Shaum, Sulaiman Mar'iy, melampaui batas, tidak pula yang sebelumnya
Singapura t.t., jilid I, h. 328. Dalam riwayat lain Nabi yang sangat terbatas, yang kita pahami sebagai
bersabda kepadanya: Inna wisadataka izan la'aridh (kalau
demikian bantalmu panjang sekali). Lihat Muhammad bin
tajdid atau modernisasi dalam bidang tafsir.
Muhammad bin Sulaiman dalam Jam' Al-Fawa'id min Jami' 8  Lihat Muhammad Asad dalam The Message of Qur'an, II,
Al-Ushul wa Majma'Al-Zawaid, Abdullah Hasyim Al-Yamani, sebagaimana dikutip oleh Busthami Muhammad Said, op. cit.,
Madinah, 1961, jilid II, h. 178. h. 178.

Pandangan tentang Modernisasi Tafsir


Berikut ini beberapa pokok pandangan yang Sahabat
dapat dijadikan pegangan dalam rangka tajdid Seorang mufasir tidak dapat mengabaikan
atau modernisasi dalam bidang tafsir. hadis-hadis Rasulullah dan pendapat sahabat.
Penafsiran yang paling ideal adalah tafsir bi
1. Hadis-hadis dan Pendapat-pendapat alma'tsur, yakni yang berlandaskan ayat, hadis, dan

90
pendapat sahabat dalam menafsirkan Al-Quran. (b) Hubungan kelaziman (talazum) seperti
Hanya saja, ini bukan berarti bahwa penafsiran penafsiran ud'uni (dalam QS 40:60) dengan
mereka tidak dapat dikembangkan maknanya. "beribadat";
Penafsiran Nabi saw., demikian pula sahabat, dapat (c) Hubungan cakupan (tadhamun), seperti
dibagi dalam dua kategori: (1) la majala li al-'aql penafsiran al-akhirat (dalam QS 14:27) dengan
fihi (masalah yang diungkapkan bukan dalam "kubur";
wilayah nalar), seperti masalah-masalah metafisika, (d) Hubungan percontohan (tamtsil), seperti
perincian ibadah, dan sebagainya; dan (2) fi majal penafsiran al-maghdhub 'alayhim (dalam surah
al-aql (dalam wilayah nalar), seperti masalah- Al-Fatihah) dengan "orang-orang Yahudi", dalam
masalah kemasyarakatan. arti bahwa beliau menafsirkannya dengan orang
Yang pertama, apabila nilai riwayatnya Yahudi sebagai contoh yang beliau angkat dari
sahih, diterima sebagaimana adanya tanpa masyarakat ketika itu, sehingga tidak menutup
pengembangan, karena sifatnya yang berada kemungkinan untuk diberikan penafsiran lain
di luar jangkauan akal. Adapun yang kedua, dalam bentuk contoh-contoh yang mungkin
walaupun harus diakui bahwa penafsiran Nabi ditemukan dalam masyarakat-masyarakat lain.
saw. adalah benar adanya, namun penafsiran Di samping keragaman penafsiran seperti
tersebut harus didudukkan pada proporsinya yang yang dikemukakan di atas, hadis-hadis Nabi pun
tepat. Ini karena sifat penafsiran beliau sangat dapat ditinjau dari berbagai segi, sejalan dengan
bervariasi, baik dari segi motif penafsiran, yang kedudukan beliau ketika mengucapkan atau
dapat berbentuk ta'rif atau irsyad atau tashhih, dan memperagakannya.
sebagainya, maupun hubungan antara ayat yang Al-Qarafi(9) membagi sikap atau ucapan Nabi
ditafsirkan dengan penafsiran yang juga beraneka saw. dalam empat kategori, yaitu dalam kedudukan
ragam. Hubungan itu terkadang berbentuk: beliau sebagai: (1) Rasul; (2) Mufti; (3) Qadhi; dan
(a) Hubungan padanan (tathabuq), seperti 9  Al-Qarafi, Al-Ahkam fi Tamyiz Al-Fatawa an Al-Ahkam wa
penafsiran al-shalat al-wustha dengan "shalat Tasharrufat Al-Qadhi wa Al-Imam, tahqiq Abdul Fattah Abu
Ghuddah, Al-Mathba'at Al-Islamiyyah, Halab, Suria, 1967, h.
Ashar";
86, dan seterusnya.

91
(4) Imam (pemimpin negara atau masyarakat). yang bersifat qath'iy al-dalalah, namun yang jelas
Pembagian di atas dapat ditambah dengan (5) apabila satu ayat telah dinilai demikian, maka
sebagai pribadi. tidak ada lagi tempat bagi suatu interpretasi baru
Hadis-hadis yang berkaitan dengan kedudukan baginya. Adapun yang sifatnya zhanniy, maka ia
beliau sebagai pemimpin masyarakat tentunya merupakan lahan garapan para ulama dan pemikir
berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat beliau, hingga akhir zaman dan dari sinilah kemudian
sehingga pemahamannya harus dikaitkan dengan timbul ide pembedaan antara Syari'at dan fiqih.
kondisi sosial ketika itu. Ahmad Abu Al-Majd menulis, "Kita harus
Adapun pendapat-pendapat sahabat, maka menekankan keharusan pembedaan antara Syari'at
apabila permasalahan yang dikemukakannya dan fiqih: Syari'at adalah sesuatu yang langgeng
termasuk fi ma la majal li al-'aql fih (bukan dan ditetapkan berdasarkan nash-nash qath'iy
kalam wilayah nalar), maka ia fi hukm al-murfu' baik dari segi wurud-nya (keaslian sumbernya)
(bersumber dari Nabi saw.) sehingga ia diterima maupun dari segi dilalah-nya (pengertiannya);
sebagaimana adanya. Sedangkan bila sifatnya tidak sedangkan fiqih adalah penafsiran terhadap nash-
demikian, maka ia hanya dipertimbangkan, dipilah, nash."(11) Selanjutnya ia menekankan: "Kelirulah
dan dipilih mana yang sesuai dan mana yang tidak. mereka yang berkata bahwa generasi lampau
2. Pembedaan antara yang Qath'iy dan yang tidak lagi menyisihkan bagi generasi berikutnya
Zhanniy sesuatu apa pun ... Sesungguhnya mereka telah
Menurut Al-Syathibi, tidak ada atau sedikit menyisihkan bagi generasi sesudahnya suatu alam/
sekali yang bersifat qath'iy dalam dalil-dalil Syari'at dunia yang berbeda dengan alam/dunia mereka
bila yang dimaksud dengannya adalah tidak ... Pengalaman-pengalaman baru tidak dapat
adanya kemungkinan arti lain bagi satu lafal pada diabaikan dengan alasan bahwa pengalaman lama
saat ia berdiri sendiri.(10) dapat mencukupi dan menempati tempatnya."(12)
Betapapun terdapat perbedaan pendapat 11  Lihat Artikelnya dengan judul "Muwajahat Ma'a 'Anashir
tentang batas pengertian dan bilangan ayat-ayat Al-Jumud fi Al-Fikr Al-Islamiy Al-Mu'ashir,"dalam majalah
Al-Arabiy, Kuwait, no. 222, Mei 1977, h. 22.
10  Al-Syathibi, op. cit., jilid I, h. 35. 12 Ibid.

92
Nah, dalam pengalaman-pengalaman baru enggan menggunakan ta'wil atau memberi arti
inilah dapat timbul penafsiran-penafsiran baru, metaforis bagi teks-teks keagamaan. Imam Malik
bahkan kaidah-kaidah baru yang belum dikenal (w. 795 M), misalnya, enggan membenarkan
oleh para pendahulu. Pengalaman masa kini seseorang berkata "langit menurunkan hujan."(13)
menunjukkan antara lain: Harus diyakini bahwa sesungguhnya yang
(a) Angka kematian dapat ditekan dan rata-rata menurunkannya adalah Allah SWT. Keengganan
umur manusia meningkat dibanding tahun-tahun menggunakan ta'wil ini menjadikan sementara
sebelumnya. ulama salaf menduga bahwa batu adalah
(b) Janin telah dapat diketahui jenis kelaminnya, makhluk hidup yang berakal, berdasarkan firman
bahkan manusia telah berada dalam pintu gerbang Allah dalam QS 2: 74. Juga ada yang menduga
pemilihan jenis kelamin dan genetics engineering bahwa Allah mengutus Nabi-nabi kepada lebah
(rekayasa genetis). berdasarkan QS 16:68.(14)
Dua contoh di atas menjadikan seseorang Setelah masa al-salaf al-awwal, keadaan telah
yang percaya kepada Al-Quran terpaksa meninjau berubah. Hampir seluruh ulama telah mengakui
penafsiran ayat-ayat yang berbicara tentang perlunya tawil dalam berbagai bentuknya. Al-
penciptaan Tuhan terhadap manusia serta mafatih Sayuthi; misalnya, menilai majaz sebagai salah satu
al ghayb yang tidak diketahui kecuali oleh Allah. bentuk keindahan bahasa.(15) Namun, walaupun
Tentunya bukan yang dimaksud di sini mereka telah sepakat menerimanya, perbedaan
mengabaikan semua hasil penelitian atau pendapat timbul dalam menetapkan syarat-syarat
pendapat para pendahulu, tetapi prinsip yang bagi penggunaannya.
sewajarnya dipegang adalah al-muhafazhah 'ala Kini, sementara orang yang menganggap
al-qadim al-shalih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah
13  Syarif Al-Radhi, Talkhish Al-Bayan, tahqiq Muhammad
(berpegang kepada yang lama yang baik, dan Abdul Ghani Hassan, Al-Halabi, Mesir, 1955, h. 11.
kepada yang baru yang lebih baik). 14  Al jahiz, Al-Hayawan, tahqiq Abdussalam Harun. Kairo,
3. Penggunaan Ta'wil dan Metafora 1964, jilid II, h. 128.
15  Al-Sayuthi, Al-Itqan fi 'Ulum Al-Qur'an, Al-Azhar, Kairo,
Pada masa al-salaf al-awwal, ulama-ulama
1318 H, jilid II, h. 36.

93
dirinya sebagai pembaru dalam bidang tafsir, Apa yang dikemukakan ini jelas bertentangan
menggunakan pen-ta'wil-an semata-mata dengan teks ayat dan bertentangan pula
berdasarkan penalaran tanpa mengabaikan dengan kaidah kebahasaan. Karena, bahasa
kaidah-kaidah kebahasaan. Dr. Mustafa Mahmud, tidak menjadikan janin yang dikandung sebagai
misalnya, men-tawil-kan larangan Tuhan wujud penuh, tetapi mengikut kepada ibu yang
kepada Adam dan Hawa "mendekati pohon" mengandungnya dan karenanya walaupun
sebagai larangan melakukan hubungan seksual.(16) seorang ibu mengandung —berapa pun bayi yang
Walaupun salah satu argumentasinya adalah dikandungnya— ia tetap dianggap sebagai wujud
argumentasi kebahasaan, namun penafsiran ini tunggal.
sangat menggelikan pakar bahasa. Contoh di atas membuktikan kekeliruan pen-
Menurut Mustafa, redaksi firman Allah sebelum ta'wil-an yang dilakukan semata-mata dengan
mereka mendekati pohon adalah dalam bentuk menggunakan nalar tanpa pertimbangan kaidah
mutsanna (dual), yakni jangan kamu berdua kebahasaan.
mendekati pohon ini (QS 2:35). Tetapi, setelah Al-Syathibi mengemukakan dua syarat pokok
mereka memakannya (dalam arti melakukan bagi setiap penta'wil-an:
hubungan seksual), redaksi berikutnya berbentuk (a) Makna yang dipilih sesuai dengan hakikat
jamak, yakni Turunlah kamu semua dari surga ... kebenaran yang diakui oleh mereka yang memiliki
Sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian otoritas dalam bidangnya;
lainnya (QS 2:36). Hal ini menurutnya, adalah (b) Makna yang dipilih telah dikenal oleh
bahwa tadinya Adam dan Hawa hanya berdua, bahasa Arab klasik.(18)
tetapi setelah istrinya mengandung janin maka Sementara pembaru dinilai sangat memperluas
mereka menjadi bertiga sehingga wajar bila penggunaan ta'wil, tanpa suatu alasan yang
redaksi beralih menjadi bentuk jamak.(17) mendukungnya. Kita dapat memahami motivasi
16  Lihat lebih jauh Abdul Muta'al Muhammad Al-Jabri, sebagian mereka —seperti motivasi Muhammad
Syathahat Mushthafa Mahmud, Dar Al-I'tisham, Kairo, 1967, Abduh yang menggunakan akal seluas-luasnya
h. 119.
17 Ibid. 18  Al-Syathibiy, op. cit., h. 100.

94
dalam memahami ajaran-ajaran agama, sambil yang dihasilkan oleh potensi positifnya,
mempersempit sedapat mungkin wilayah gaib. hasil-hasil penemuan ilmiah yang dapat
Namun bila hal ini diperturutkan tanpa batas, dipertanggungjawabkan, kesemuanya harus
maka ia dapat mengakibatkan pengingkaran menjadi pegangan pokok dalam memahami
hal-hal yang bersifat supra-rasional, sebagaimana atau menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, sehingga,
ditemukan dalam pemikiran sementara pembaru. bila pada lahirnya teks bertentangan dengan
Menggunakan akal sebagai tolok ukur satu- perkembangan dan penemuan ilmiah, maka tidak
satunya dalam memahami teks-teks keagamaan, ada jalan lain kecuali menempuh pen-ta'wil-an. Hal
khususnya tentang peristiwa-peristiwa alam, demikian tentunya lebih baik daripada pengabaian
sejarah kemanusiaan dan hal-hal gaib, berarti teks, sebagaimana ia tentunya masih dalam
menggunakan sesuatu yang terbatas untuk batas-batas yang dibenarkan Al-Quran dan ulama.
menafsirkan perbuatan Tuhan (Zat Yang Mutlak Karena, bukanlah Al-Quran mengenal redaksi yang
itu). demikian itu dan ulama pun telah sepakat untuk
Tetapi, tentunya ini bukan berarti kita menggunakannya?
menerima begitu saja penafsiran-penafsiran yang
tidak logis. Apa yang dikemukakan di atas hanya
berarti apabila suatu redaksi sudah cukup jelas
serta pemahamannya tidak bertentangan dengan
akal —walaupun belum dipahami hakikatnya—
maka redaksi .tersebut tidak perlu di-ta'wil-kan
dengan memaksakan suatu makna yang dianggap
logis.
Apa yang dikemukakan di atas juga bukan
berarti hanya menggunakan ta'wil pada ayat-
ayat yang telah pernah di-ta'wil-kan oleh
para pendahulu. Perkembangan masyarakat

95
96
Penafsiran Ilmiah Al-Quran
Al-Quran Al-Karim, yang merupakan sumber mengorbankan prinsip-prinsip pokok ajarannya
11
utama ajaran Islam, berfungsi sebagai "Petunjuk (Al-Ushul Al-Ammah) atau mengabaikan perincian-
ke jalan yang sebaik-baiknya" (QS 17:9) demi perincian yang tidak termasuk dalam wewenang
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan ijtihad. Dengan demikian, akan ditemukan
akhirat. Petunjuk-petunjuk tersebut banyak yang kebenaran-kebenaran penegasan Al-Quran,
bersifat umum dan global, sehingga penjelasan bahwa:
dan penjabarannya dibebankan kepada Nabi a. Allah akan memperlihatkan tanda-tanda
Muhammad saw. (QS 16:44; 4:105, dan sebagainya). kebesaran-Nya di seluruh ufuk dan pada diri
Di samping itu, Al-Quran juga memerintahkan manusia, sehingga terbukti bahwa ia (Al-Quran)
umat manusia untuk memperhatikan ayat-ayat adalah benar (baca QS 41:53).
Al-Quran (QS 39:18; 47:24), dengan perhatian b. Fungsi diturunkannya Kitab Suci kepada
yang, di samping dapat mengantar mereka para Nabi (tentunya terutama Al-Quran), adalah
kepada keyakinan dan kebenaran Ilahi, juga untuk memberikan jawaban atau jalan keluar bagi
untuk menemukan alternatif-alternatif baru perselisihan dan problem-problem yang dihadapi
melalui pengintegrasian ayat-ayat tersebut masyarakat (baca QS 2:213).
dengan perkembangan situasi masyarakat tanpa

Perkembangan Penafsiran Ilmiah


Dalam rangka pembuktian tentang kebenaran tersebut datang secara bertahap:
Al-Quran, wahyu Ilahi ini telah mengajukan a. Seluruh Al-Quran (QS 17:88; 52:34).
tantangan kepada siapa pun yang meragukannya b. Sepuluh surah saja dari 114 surahnya (QS
untuk menyusun "semisal" Al-Quran. Tantangan 11:13).
c. Satu surah saja (QS 10:38). paling gigih mendukung ide tersebut adalah Al-
d. Lebih kurang semisal satu surah saja (QS Ghazali (w. 1059 - 1111 M)(3) yang secara panjang
2:23).(1) lebar dalam kitabnya, Ihya' 'Ulum Al-Din dan
Arti semisal mencakup segala macam aspek Jawahir Al-Qur'an mengemukakan alasan-alasan
yang terdapat dalam Al-Quran,(2) salah satu di untuk membuktikan pendapatnya itu. Al-Ghazali
antaranya adalah kandungannya yang antara lain mengatakan bahwa: "Segala macam ilmu
berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang pengetahuan, baik yang terdahulu (masih ada atau
belum dikenal pada masa turunnya. telah punah), maupun yang kemudian; baik yang
Dari sini tidaklah mengherankan jika telah diketahui maupun belum, semua bersumber
sementara pihak dari kaum Muslim berusaha dari Al-Quran Al-Karim."(4)
untuk membuktikan kemukjizatan Al-Quran, atau Hal ini, menurut Al-Ghazali, karena segala
kebenaran-kebenarannya sebagai wahyu Ilahi macam ilmu termasuk dalam af'al (perbuatan-
melalui penafsiran, sesuai dengan perkembangan perbuatan) Allah dan sifat-sifat-Nya. Sedangkan
ilmu pengetahuan, walaupun tidak jarang Al-Quran menjelaskan tentang Zat, af'al dan sifat-
dirasakan adanya "pemaksaan-pemaksaan" dalam Nya. Pengetahuan tersebut tidak terbatas. Dalam
penafsiran tersebut yang antara lain diakibatkan Al-Quran terdapat isyarat-isyarat menyangkut
oleh keinginan untuk membuktikan kebenaran prinsip-prinsip pokoknya.(5) Hal terakhir ini, antara
ilmiah melalui Al-Quran, dan bukan sebaliknya. lain, dibuktikan dengan mengemukakan ayat,
Corak penafsiran ilmiah ini telah lama dikenal. "Apabila aku sakit maka Dialah yang mengobatiku"
Benihnya bermula pada masa Dinasti Abbasiyah, (QS 26:80).
khususnya pada masa pemerintahan Khalifah
Al-Ma'mun (w. 853 M), akibat penerjemahan 3  Bandingkan dengan Husain Al-Zahabiy, dalam Al-Tafsir wa
Al-Mufassirun, Dar Al-Kitab Al-'Arabiy, Kairo, 1963, jilid II,
kitab-kitab ilmiah. Namun, agaknya, tokoh yang h. 140.
1  Lihat, 'Abdullah Darraz, Al-Naba' Al-'Azhim, Tatbha'ah Al- 4  Al-Ghazaliy, Ihya' 'Ulum Al-Din, Al-Tsaqafah Al-Islamiyah,
Sa'adah, Mesir 1960, h. 77. Kairo, 1356 H, jilid I, h. 301.
2  'Abdul Halim Mahmud, Al-Tafkir Al-Falsafiy fi Al-Islam, Dar 5  Al-Ghazaliy, Jawahir Al-Qur'an, Percetakan Kurdistan, cet. I,
Al-Kitab Al-Lubnaniy, Beirut 1982, h. 57. Mesir, t.t., h. 31-32.

98
"Obat" dan "penyakit", menurut Al-Ghazali, (1870-1940). Bahkan, sebelumnya, Muhammad
tidak dapat diketahui kecuali oleh yang Rasyid Ridha (1865-1935) dengan Tafsir Al-Manar-
berkecimpung di bidang kedokteran. Dengan nya, dinilai berusaha juga membuktikan hal
demikian, ayat di atas merupakan isyarat tentang tersebut. Ia, menurut penilaian Goldziher, berusaha
ilmu kedokteran. membuktikan bahwa: "Al-Quran mencakup segala
Agaknya, ulasan yang dikemukakan ini sukar hakikat ilmiah yang diungkapkan oleh pendapat-
untuk dipahami, karena, walaupun diyakini ilmu pendapat kontemporer (pada masanya), khususnya
Tuhan tidak terbatas, namun apakah seluruh ilmu- di bidang filsafat dan sosiologi."(7)
Nya telah dituangkan dalam Al-Quran? Dan apakah Di lain sisi, Al-Syathibi (w. 1388) merupakan
setiap kata yang menyangkut disiplin ilmu telah tokoh yang paling gigih menentang sikap di
merupakan bukti kecakupan pokok disiplin ilmu atas secara berlebih-lebihan pula, sehingga ia
tersebut di dalamnya? Tentulah berbeda antara mengatakan bahwa "Al-Quran tidak diturunkan
ilmu dan "kalam". Karenanya, tidak semua yang untuk maksud tersebut,"(8) dan bahwa "Seseorang,
diketahui itu diucapkan. dalam rangka memahami Al-Quran, harus
Fakhruddin Al-Raziy (1209 M), walaupun tidak membatasi diri menggunakan ilmu-ilmu bantu
sepenuhnya, sependapat dengan Al-Ghazali. pada ilmu-ilmu yang dikenal oleh masyarakat
Namun, kitab tafsirnya, Mafatih Al-Ghayb, dipenuhi Arab pada masa turunnya Al-Quran. Siapa yang
dengan pembahasan ilmiah menyangkut filsafat, berusaha memahaminya dengan menggunakan
teologi, ilmu alam, astronomi, kedokteran, dan ilmu-ilmu bantu selainnya, maka ia akan sesat
sebagainya. Sampai-sampai, kitab tafsirnya atau keliru dan mengatasnamakan Allah dan
tersebut dinilai secara berlebihan sebagai Rasul-Nya dalam hal-hal yang tidak pernah
mengandung segala sesuatu kecuali tafsir.(6)
Penilaian yang mirip dengan ini juga diberikan
7  Ignaz Goldziher, Mazahib Al-Tafsir Al-Islamiy, terjemahan
oleh Tafsir Al-Jawahir karangan Thantawi jauhari ke dalam bahasa Arab oleh Dr. Abdul Mun'im Al-Najjar, Al-
Sunnah Al-Muhammadiyah, Kairo, 1955, h. 375.
6  Fakhruddin Al-Raziy, Tafsir Mafatih Al-Ghayb, Dar Al-Kutub 8  Al-Syathibiy, Al-Muwafaqat, Dar Al-Ma'rifah, Beirut, tt., jilid
Al-'Ilmiyyah, Teheran, cet. III, jilid II, h. 215. II, h. 80.

99
dimaksudkannya."(9) ilmu-ilmu tersebut yang jelas belum dikenal dan
Namun, apa yang dikemukakan oleh Al-Syathibi berkembang dengan pesat sebagaimana yang kita
tersebut, juga sukar untuk dipahami, karena alami dewasa ini?
kita berkewajiban memahami Al-Quran sesuai Pendapat kedua tokoh yang memiliki reputasi
dengan masa sekarang ini sebagaimana wajibnya tinggi di bidang ilmu keislaman dan yang bertolak
orang-orang Arab yang hidup di masa dakwah belakang itu, masing-masing mempunyai
Muhammad saw.(10) pendukung sejak masa mereka hingga dewasa
Di samping itu, bagaimana kita dapat ini, walaupun pendapat yang dipelopori oleh Al-
melaksanakan maksud ayat seperti "Apakah Ghazali lebih tersebar akibat faktor-faktor ekstern,
mereka tak berpikir", dan sebagainya, yang baik menyangkut konflik yang terjadi di Eropa pada
biasanya menjadi fashilah (penutup) ayat-ayat yang abad kedelapanbelas, antara pemuka Kristen dan
berbicara tentang biologi, astronomi, dan lainnya, ilmuwan-ilmuwan, maupun kondisi sosial umat
apabila kita tidak memahaminya melalui bantuan Islam serta pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan.
Untuk mendudukkan persoalan di atas pada
9  Ibid., h. 81-82.
10  'Abbas Mahmud Al-'Aqqad, Al-Falsafah Al-Qur'aniyyah,
proporsinya yang benar, perlu kiranya ditinjau
Dar Al-Hilal, Cairo,tt., h. 180 korelasi antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan.

Korelasi antara Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan


Hemat penulis, membahas hubungan antara melalui sumbangan yang diberikan kepada
Al-Quran dan ilmu pengetahuan bukan dinilai masyarakat atau kumpulan ide dan metode
dari banyak atau tidaknya cabang-cabang yang dikembangkannya, tetapi juga pada
ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial
yang lebih utama adalah melihat: adakah Al- yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh
Quran atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi (positif ataupun negatif) terhadap kemajuan ilmu
ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena pengetahuan.(11)
kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur
11  Malik bin Nabi, Intaj Al-Mustasyriqin wa Atsaruhu fi Al-Fikr

100
Sejarah membuktikan bahwa Galileo —ketika Di samping itu, terdapat tuntutan-tuntutan
mengungkapkan penemuan ilmiahnya— tidak antara lain:
mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, Jangan bersikap terhadap sesuatu tanpa
kecuali dari masyarakat di mana ia hidup. Mereka dasar pengetahuan (QS 17:36), dalam arti tidak
memberikan tantangan kepadanya atas dasar menetapkan sesuatu kecuali benar-benar telah
kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada mengetahui duduk persoalan (baca, antara lain, QS
akhirnya menjadi korban penemuannya sendiri. 36:17), atau menolaknya sebelum ada pengetahuan
Dalam Al-Quran ditemukan kata-kata "ilmu" (baca, antara lain, QS 10:39).
—dalam berbagai bentuknya— yang terulang Jangan menilai sesuatu karena faktor eksternal
sebanyak 854 kali. Di samping itu, banyak pula apa pun —walaupun dalam pribadi tokoh yang
ayat-ayat Al-Quran yang menganjurkan untuk paling diagungkan seperti Muhammad saw.
menggunakan akal pikiran, penalaran, dan Ayat-ayat semacam inilah yang mewujudkan
sebagainya, sebagaimana dikemukakan oleh ayat- iklim ilmu pengetahuan dan yang telah melahirkan
ayat yang menjelaskan hambatan kemajuan ilmu pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam
pengetahuan, antara lain: dalam berbagai disiplin ilmu. "Tiada yang lebih
Subjektivitas: (a) Suka dan tidak suka (baca baik dituntun dari suatu kitab akidah (agama)
antara lain, QS 43:78; 7:79); (b) Taqlid atau menyangkut bidang ilmu kecuali anjuran
mengikuti tanpa alasan (baca antara lain, QS 33:67; untuk berpikir, ... serta tidak menetapkan suatu
2:170). ketetapan yang menghalangi umatnya untuk
Angan-angan dan dugaan yang tak beralasan menggunakan akalnya atau membatasinya
(baca antara lain, QS 10:36). menambah pengetahuan selama dan di mana saja
Bergegas-gegas dalam mengambil keputusan ia kehendaki."(12) Inilah korelasi pertama dan utama
atau kesimpulan (baca, antara lain QS 21:37). antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan.
Sikap angkuh (enggan untuk mencari atau Korelasi kedua dapat ditemukan pada isyarat-
menerima kebenaran) (baca antara lain QS 7:146). isyarat ilmiah yang tersebar dalam sekian banyak
Al-Islamiy Al-Hadits, Dar Al-Ma'rifah, Beirut, cet. VI, h. 123. 12  Al-'Aqqad op cit., h. 12.

101
ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam disembah; (b) manusia dapat menarik kesimpulan
raya dan fenomenanya. Isyarat-isyarat tersebut tentang adanya ketepatan-ketepatan yang bersifat
sebagiannya telah diketahui oleh masyarakat Arab umum dan mengikat yang mengatur alam raya ini
ketika itu.(13) Namun, apa yang mereka ketahui itu (hukum-hukum alam).
masih sangat terbatas dalam perinciannya. Redaksi yang digunakan oleh Al-Quran dalam
Di lain segi, paling sedikit ada tiga hal yang uraiannya tentang alam raya dan fenomenanya
dapat disimpulkan dari pembicaraan Al-Quran itu, bersifat singkat, teliti dan padat, sehingga
tentang alam raya dan fenomenanya: pemahaman atau penafsiran tentang maksud
Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan redaksi-redaksi tersebut sangat bervariasi sesuai
manusia untuk memperhatikan dan dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan
mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an masing-masing."(14)
dan kekuasaan Tuhan. Dari perintah ini, tersirat Dalam kaitannya dengan butir ketiga ini, kita
pengertian bahwa manusia memiliki potensi perlu menggarisbawahi beberapa prinsip pokok:
untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum- a. Setiap Muslim, bahkan setiap orang,
hukum yang mengatur fenomena alam tersebut, berkewajiban untuk mempelajari dan memahami
namun pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan kitab suci yang dipercayainya. Namun, walaupun
merupakan tujuan puncak (ultimate goal). demikian, hal tersebut bukan berarti bahwa
Alam raya beserta hukum-hukum yang setiap orang bebas untuk menafsirkan atau
diisyaratkannya itu diciptakan, dimiliki, dan menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi
diatur oleh ketetapan-ketetapan Tuhan yang syarat-syarat yang dibutuhkan guna mencapai
sangat teliti. Ia tidak dapat melepaskan diri dari maksud tersebut.
ketetapan-ketetapan tersebut kecuali bila Tuhan b. Al-Quran diturunkan bukan hanya khusus
menghendakinya. Dari sini, tersirat bahwa: (a) untuk orang-orang Arab ummiyin yang hidup
alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh pada masa Rasul saw., tidak pula untuk generasi
13  Wahiduddin Khan, Ilme Jadid Ka Challenge, terjemahan 14  Bandingkan dengan, 'Abdul 'Azhim Al-Zarqaniy dalam
bahasa Arab oleh Dr. 'Abdussabur Syahin, Al-Mukhtar Al- Manahil Al-'Irfan, Al-Halabiy, Kairo 1980, jilid II, h. 356-
Islamiy, Kairo 1976, cet. VI, h. 123. 558.

102
abad keduapuluh ini, tetapi juga untuk seluruh tepat setelah memperhatikan segala aspek yang
manusia hingga akhir zaman. Mereka semua berhubungan dengan ayat tadi.
diajak berdialog oleh Al-Quran dan dituntut untuk Dahulu Al-Thabariy (251-310 H), misalnya,
menggunakan akalnya. menjadikan syair-syair Arab pra-Islam (jahiliah)
c. Berpikir secara modern, sesuai dengan sebagai salah satu referensi dalam menetapkan
keadaan zaman dan tingkat pengetahuan arti kata-kata dalam ayat-ayat Al-Quran.(16) Bila
seseorang; tidak berarti menafsirkan Al-Quran apa yang ditempuh Al-Thabariy ini dikaitkan
secara spekulatif(15) atau terlepas dari kaidah-kaidah dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka
penafsiran yang telah disepakati oleh para ahli di penafsiran tentang ayat Al-Quran dapat saja sesuai
bidang ini. dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Atau
Nah, kaitan prinsip ini dengan penafsiran dengan kata lain, kita —yang hidup pada masa
ilmiah terhadap ayat-ayat Al-Quran, membawa kini— tidak terikat dengan penafsiran mereka
kita kepada, paling tidak, tiga hal pula yang perlu yang belum mengenal perkembangan ilmu
digarisbawahi, yaitu (1) Bahasa; (2) Konteks ayat- pengetahuan.
ayat; dan (3) Sifat penemuan ilmiah. Sebagai contoh, kata 'alaq (terdapat dalam
QS 96:2) tidak mutlak dipahami dengan "darah
1. Bahasa yang membeku", karena arti tersebut bukan satu-
Disepakati oleh semua pihak bahwa untuk satunya arti yang dikenal oleh masyarakat Arab
memahami kandungan Al-Quran dibutuhkan pada masa pra-Islam atau masa turunnya Al-Quran.
pengetahuan bahasa Arab. Untuk memahami Masih ada lagi arti-arti lain seperti "sesuatu yang
arti suatu kata dalam rangkaian redaksi suatu bergantung atau berdempet".(17)
ayat, seorang terlebih dahulu harus meneliti Dari sini, penafsiran kata itu dengan implantasi,
apa saja pengertian yang dikandung oleh kata seperti apa yang dikemukakan oleh embriolog
tersebut. Kemudian menetapkan arti yang paling
15  Lihat Al-'Aqqad, op cit., h. 174, dan 'Abdul Lathif Al-Subki 16  Lihat Al-Zahabiy, op cit., jilid I, h. 217.
dalam Nafahat Al-Qur'an, Al-Majlis Al-'Alahisyyun Al- 17  Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mufradat Gharib Al-Qur'an, Al-
Islamiyyah, Kairo, 1964, h. 17. Halabiy, Mesir, 1961, h. 347.

103
ketika membicarakan proses kejadian manusia, Disamping kedua metode di atas, perlu pula
tidak dapat ditolak. kiranya dipertimbangkan tentang perkembangan
Muhammad 'Abduh berpendapat bahwa arti dari suatu kata. Karena disadari bahwa ketika
adalah lebih baik memahami arti kata-kata mendengar atau mengucapkan suatu kata,
dalam redaksi satu ayat, dengan memperhatikan maka yang tergambar dalam benak kita adalah
penggunaan Al-Quran terhadap kata tersebut bentuk material atau yang berhubungan dengan
dalam berbagai ayat dan kemudian menetapkan materinya. Namun, dilain segi, bentuk materi
arti yang paling tepat dari arti-arti yang digunakan tadi dapat mengalami perubahan sesuai dengan
Al-Quran itu.(18) perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan.
Metode ini, antara lain, ditempuh oleh Hanafi Sebagai contoh, kata "lampu" bagi masyarakat
Ahmad dalam tafsirnya ketika memahami bahwa tertentu berarti suatu alat penerang yang terdiri
penggunaan kata dhiya' untuk matahari dan dari wadah yang berisi minyak dan sumbu
nur untuk bulan (QS 10:5). Ini mengandung arti yang dinyalakan dengan api. Namun apa yang
bahwa sumber sinar matahari adalah dari dirinya tergambar dalam benak kita dewasa ini tentang
sendiri, sedangkan cahaya bulan bersumber dari gambaran material tersebut telah berubah. Yang
sesuatu selain dari dirinya (matahari). Pemahaman tergambar dalam benak kita kini adalah listrik.
ini ditarik dari penelitian terhadap penggunaan Kita tidak dapat membenarkan seseorang
kata dhiya' yang terulang —dalam berbagai menafsirkan arti sayyarah (QS 12:10 dan 19; dan
bentuknya— sebanyak enam kali dan nur 5: 96) dengan mobil. Walaupun demikian, itulah
sebanyak lebih kurang 50 kali.(19) terjemahannya yang secara umum dipakai
dewasa ini, karena pada masa lalu, mobil —dalam
18  Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Dar Al-Manar,
cet. III 1367 H, h. 22. pengertian kita sekarang— belum ada. Namun,
19  Hanafi Ahmad, Al-Tafsir Al-'Ilmiy li Al-Ayat Al-Kawniyyah kita dapat membenarkan penafsiran zarrah dalam
fi Al-Qur'an, Dar Al-Ma'arif, Kairo, cet. II, tt. h. 140-141.
Kata dhiya' digunakan untuk api, kilat, minyak zaitun,
ayat-ayat Al-Quran, dengan atom karena kata ini
matahari, Taurat (sebelum diberikan kepada Nabi Musa a.s.), menurut Al-Biqa'iy (885 H/ 1480 M), "digunakan
dan cahaya. Kesemuanya itu bersumber dari dirinya sendiri
dan bukan pantulan cahaya. Jika demikian, cahaya matahari bukan pantulan sebagaimana bulan

104
untuk menggambarkan sesuatu yang amat kecil menggunakan bentuk mu'annats (feminin) untuk
atau ketiadaan."(20) kata al-ankabut (laba-laba), sebagaimana halnya
Selain aspek yang dikemukakan di atas, aspek- dengan bentuk-bentuk mufrad (tunggal) dari kata-
aspek kebahasaan lainnya pun perlu mendapat kata: namlah, nihlah, dan dawdah (semut, lebah,
perhatian. Dr. Mustafa Mahmud, misalnya, dan ulat)".
ketika menafsirkan surah Al-'Ankabut, ayat 41, Dengan demikian, menurutnya, bentuk
mengatakan bahwa yang membuat sarang laba- mu'annats untuk kata al-'ankabut dalam ayat
laba adalah betina laba-laba bukan jantannya. ini adalah atas pertimbangan bahasa dan tak
Karena, katanya, ayat tersebut menggunakan kata ada hubungannya sedikit pun dengan biologi.(22)
kerja mu'annats "ittakhadzat" bukan "ittakhadza" Demikian pula, menetapkan ayat di atas dengan
Menurutnya, Al-Quran telah mengisyaratkan berpendapat bahwa sarang laba-laba lebih kuat
bahwa tali-temali yang dihasilkan oleh laba-laba daripada baja atau sutera-sutera alam, akan
dalam membuat sarangnya bukanlah sesuatu yang mengakibatkan runtuhnya ungkapan yang dikenal
rapuh, karena penelitian ilmiah membuktikan oleh bahasa Al-Quran, bagi sesuatu Yang sangat
bahwa tali-temali tersebut, dalam kadar yang rapuh yakni sarang laba-laba, sehingga jika
sama, lebih kuat daripada baja atau sutera-sutera penafsiran yang diungkapkan itu benar, maka akan
alam.(21) kelirulah redaksi Al-Quran dan kandungannya yang
Prof. Dr. 'Aisyah Abdurrahman binti Al-Syathi', mengatakan bahwa (serapuh-rapuh rumah tempat
Guru Besar Studi Ilmu-ilmu Al-Quran Universitas berlindung adalah sarang laba laba)."(23)
Qarawiyin di Maroko, serta Sastra Bahasa Arab Dari sini dapat dipahami mengapa ulama-
di Universitas Kairo, menanggapi pendapat di ulama Tafsir berkesimpulan bahwa "tidak wajar
atas. Ia menyatakan: "Para pelajar bahasa Arab kita beralih dari pengertian hakiki suatu kata
tingkat pertama mengetahui bahwa bahasa ini kepada pengertian kiasan (majazi), kecuali bila
20  Ibrahim bin 'Umar Al-Biqa'iy, Nazm Al-Durar, Dar Al-
Salafiah, Bombay, 1976, jilid V, h. 281. 22  'Aisyah 'Abdurrahman, Al-Qur'an wa Qadhaya Al-Insan,
21  Mustafa Mahmud, Al-Qur'an Muhawalah li Fahmi 'Ashriy, Dar Al-'Ilmi li Al-Malayin, Beirut, 1982, cet. V, h. 329.
Dar Al-Ma'arif, Kairo, 1970, h. 211-212. 23  Ibid., h. 361.

105
terdapat tanda-tanda yang jelas yang menghalangi akan menerjemahkan dan memahami arti lawaqi'
pengertian hakiki tersebut".(24) dengan "mengawinkan (tumbuh-tumbuhan)".(25)
Dengan demikian, kita dapat mentoleransi Namun, bila diperhatikan dengan seksama bahwa
(walaupun tidak sependapat dengan) para ahli kata tersebut berhubungan dengan kalimat
yang memahami ayat 37 surah Fushshilat, atau berikutnya, maka hubungan sebab dan akibat
ayat 33 surah Al-Anbiya; yang berbicara tentang atau hubungan kronologis yang dipahami dari
matahari dan bulan, malam dan siang, kemudian huruf fa pada fa anzalna tentunya pengertian
menggunakan kata ganti hunna yang berbentuk "mengawinkan tumbuh-tumbuhan", melalui
jamak (plural), bahwa terdapat sekian banyak argumentasi tersebut, tidak akan dibenarkan.
matahari dan bulan di alam raya. Tetapi, adalah Karena, tidak ada hubungan sebab dan akibat
tidak wajar jika kita menetapkan suatu pengertian antara perkawinan tumbuh-tumbuhan dengan
terhadap satu kata atau ayat terlepas dari turunnya hujan —juga "jika pengertian itu yang
konteks kata tersebut dengan redaksi ayat secara dikandung oleh arti fa anzalna min al-sama'
keseluruhan dan dengan konteksnya dengan ayat- ma'a", maka tentunya lanjutan ayat tadi adalah
ayat yang lain. "maka tumbuhlah tumbuh-tumbuhan dan siaplah
buahnya untuk dimakan manusia".(26)
2. Konteks antara Kata atau Ayat Demikian pula hubungan antara satu ayat
Memahami pengertian satu kata dalam dengan ayat yang lain.
rangkaian satu ayat tidak dapat dilepaskan dari Sebelum dinyatakan bahwa ayat 88 surah
konteks kata tersebut dengan keseluruhan kata- Al-Naml, ... dan engkau lihat gunung-gunung
kata dalam redaksi ayat tadi. Seseorang yang tidak itu kamu sangka tetap pada tempatnya, padahal
memperhatikan hubungan antara arsalna al-riyah ia berjalan sebagaimana jalannya awan ...,
lawaqi' dengan fa anzalna min aisama' ma'a (QS mengemukakan tentang "teori gerakan bumi,
15:22), yakni hubungan antara lawaqi' dan ma'a 25  Lihat Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen
24  Muhammad Ahmad Al-Gamrawiy, Al-Islam fi 'Ashr Al- Agama,Yayasan Penyelenggara Penerjemahan/Penafsir Al-
'Ilmiy, Dar Al-Kutub Al-Haditsah Al-Sa'adah Kairo 1978, h. Quran, 1967, h. 392.
375. 26  Al-Gamrawiy, op cit., h. 405.

106
baik mengenai peredarannya mengelilingi dari segi kata demi kata, ayat demi ayat, maka
matahari maupun gerakan lapisan pada perut pemahaman atau penafsiran ayat-ayat Al-
bumi",(27) terlebih dahulu harus dipahami konteks Quran yang berhubungan dengan satu cabang
ayat ini dengan ayat-ayat sebelum dan ayat-ayat ilmu pengetahuan —bahkan semua ayat yang
sesudahnya dan dibuktikan bahwa keadaan yang berbicara tentang suatu masalah dari berbagai
dibicarakan adalah keadaan di bumi kita sekarang disiplin ilmu— hendaknya ditinjau dengan metode
ini, bukan kelak di hari kemudian.(28) mawdhu'iy, yaitu dengan jalan menghimpun
Ada yang menyatakan bahwa ayat 33 surah ayat-ayat Al-Quran yang membahas masalah
Al-Rahman telah mengisyaratkan kemampuan yang sama, kemudian merangkaikan satu dengan
manusia menjelajahi angkasa luar. Tapi dengan yang lainnya, hingga pada akhirnya dapat diambil
memperhatikan konteksnya dengan ayat-ayat kesimpulan-kesimpulan yang jelas tentang
sebelum dan sesudahnya, khususnya dengan pandangan atau pendapat Al-Quran tentang
ayat 35, Kepada kamu (Jin dan Manusia) masalah yang dibahas itu.(29)
dilepaskan nyala api dan cairan tembaga, maka
kamu tidak akan dapat menyelamatkan diri, 3. Sifat Penemuan Ilmiah
maka pemahamannya itu hendaknya ditinjau Seperti telah dikemukakan di atas bahwa
kembali agar ia tidak terperangkap oleh suatu hasil pemikiran seseorang dipengaruhi oleh
kemungkinan tuduhan adanya kontradiksi antara banyak faktor, antara lain, perkembangan ilmu
dua ayat: ayat 33, berbicara tentang kemampuan pengetahuan dan pengalaman-pengalamannya.
manusia menjelajahi angkasa luar, sedangkan ayat Perkembangan ilmu pengetahuan sudah
35, menegaskan ketidakmampuannya. sedemikian pesatnya, sehingga dari faktor ini saja
Disamping memperhatikan konteks ayat pemahaman terhadap redaksi Al-Quran dapat
berbeda-beda.
27  A. Amiruddin "Penyelenggara Pemahaman Ajaran Islam,
Menghadapi Kemajuan Ilmu dan Teknologi", PHBI, Namun perlu kiranya digarisbawahi bahwa
Departemen Agama, 1984, h. 19.
28  Lihat Al-Qasimiy, Mahasin Al-Ta'wil, Al-Halabiy, cet. I, 29  Lihat lebih lanjut tentang uraian tafsir ini, di Bab "Metode
1959, jilid XIII, h. 4689, dan seterusnya. Tafsir Tematik" dalam buku ini.

107
apa yang dipersembahkan oleh para ahli dari mengatasnamakan Al-Quran dalam kaitannya
berbagai disiplin ilmu, sangat bervariasi dari segi dengan pendapatnya jika pendapat tadi melebihi
kebenarannya. Nah, bertitik tolak dari prinsip kandungan redaksi ayat-ayat tersebut. Tetapi,
"larangan menafsirkan Al-Quran secara spekulatif", hal ini bukan berarti bahwa seseorang dihalangi
maka penemuan-penemuan ilmiah yang belum untuk memahami arti suatu ayat sesuai dengan
mapan tidak dapat dijadikan dasar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Hanya selama
menafsirkan Al-Quran. pemahaman tersebut sejalan dengan prinsip
Seseorang bahkan tidak dapat ilmu tafsir yang telah disepakati, maka tak ada
mengatasnamakan Al-Quran terhadap perincian persoalan.(30)
penemuan ilmiah yang tidak dikandung oleh Dahulu, misalnya, ada ulama yang memahami
redaksi ayat-ayatnya, karena Al-Quran —seperti arti sab' samawat (tujuh langit) dengan tujuh
yang telah dikemukakan dalam pembahasan planet yang mengedari tata surya sesuai dengan
semula— tidak memerinci seluruh ilmu perkembangan ilmu pengetahuan ketika itu.
pengetahuan, walaupun ada yang berpendapat Pemahaman semacam ini, ketika itu, dapat
bahwa Al-Quran mengandung pokok-pokok segala diterima. "Ini adalah suatu ijtihad yang baik yang
macam ilmu pengetahuan. merupakan pendapat seseorang, selama dia tidak
Ayat 30 surat Al-Anbiya', yang menjelaskan mewajibkan dirinya mempercayai hal tersebut
bahwa langit dan bumi pada suatu ketika sebagai suatu i'tiqad (kepercayaan) dan tidak pula
merupakan suatu gumpalan kemudian dipisahkan mewajibkan kepercayaan tersebut kepada orang
Tuhan, merupakan suatu hakikat ilmiah yang tidak lain."(31)
diketahui pada masa turunnya Al-Quran oleh Pemahaman semacam ini tidak dapat
masyarakatnya. Tetapi ayat ini tidak memerinci dinamakan "tafsir", tetapi lebih mirip untuk
kapan dan bagaimana terjadinya hal tersebut. dinamai tathbiq (penerapan).(32)
Setiap orang bebas dan berhak untuk 30  'Aisyah 'Abdurrahman, op cit., h. 61-62.
menyatakan pendapatnya tentang "kapan 31  Al-'Aqqad, op cit., h. 182.
32  Muhammad Husain Al-Thabathaba'iy, Tafsir Al-Mizan, Dar
dan bagaimana", tetapi ia tidak berhak untuk
Al-Kutub Al-Islamiyah, cet. III, 1397 H.K., jilid I, h. 6.

108
Penutup
Melihat kompleksnya permasalahan Al-Quran
dan ilmu pengetahuan, dimana dibutuhkan
pengetahuan bahasa dengan segala cabang-
cabangnya serta pengetahuan menyangkut
berbagai bidang ilmu pengetahuan yang
diungkapkan oleh ayat-ayat Al-Quran, maka
sudah pada tempatnya jika pemahaman dan
penafsirannya tidak hanya dimonopoli oleh
sekelompok atau seorang ahli dalam suatu bidang
tertentu saja. Tetapi hendaknya merupakan usaha
bersama dari berbagai ahli dalam pelbagai bidang
lain.

109
110
Metode Tafsir Tematik
Disepakati oleh para ulama, kecuali beberapa fitri (alamiah) oleh orang-orang Arab sekalipun. Ini
12
gelintir di antara mereka, bahwa mukjizat utama akhirnya menimbulkan pendapat bahwa redaksi
Al-Quran yang diperhadapkan kepada masyarakat Al-Quran bukanlah sesuatu yang luar biasa, seperti
yang ditemui Rasul adalah dari segi bahasa dan teori Al-Shirfah(1) yang dikemukakan oleh Al-Nazam
sastranya yang mengungguli sastra bahasa (w. 835 H). Tetapi harus diakui bahwa usaha-
yang dikenal masyarakat Arab ketika itu. Hal ini usaha ulama untuk menafsirkan Al-Quran dengan
mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap metode analisis-redaksi tersebut, bahkan dengan
metode penafsiran Al-Quran. Jika kita telusuri metode komparasi yang kemudian dikembangkan
tafsir-tafsir Al-Quran sejak masa Muhammad bin Abu Bakar Al-Baqillani (w. 403 H) dalam rangka
Jarir Al-Thabari (251-310 H) sampai kepada masa kemukjizatannya, juga tidak dapat bertahan lama
Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M), kita akan setelah semakin mundurnya penguasaan sastra
menemui ciri utama yang menghimpun kitab-kitab dan kaidah-kaidah bahasa orang Arab sendiri.
tafsir tersebut adalah analisis redaksi. Agaknya hal 1  Teori ini menyatakan bahwa orang-orang Arab sebenarnya
mampu untuk menyusun kalimat-kalimat semacam Al-
ini merupakan salah satu usaha untuk meletakkan Quran. Tetapi, hal tersebut tidak terlaksana, karena Allah
dasar-dasar ilmiah bagi pemahaman umat Islam SWT melakukan campur tangan, dengan jalan mencabut
pengetahuan dan rasa bahasa yang mereka miliki, atau dengan
terhadap kemukjizatan tersebut, setelah ketinggian
jalan melemahkan semangat dan keinginan mereka untuk
nilai sastranya tidak lagi dipahami secara instink- menandingi Al-Quran.

Beberapa Problem Tafsir


Setelah Tafsir Al-Thabari, dapat dikatakan "memaksakan sesuatu terhadap Al-Quran".(2) Kalau
bahwa kitab-kitab tafsir sesudahnya memiliki 2  Lihat Pengantar Muhammad Al-Bahiy, dalam Tafsir Al-Qur'an
Al-Karim, karya Mahmud Syaltut, Dar Al-Qalam, Mesir, cet.
corak tertentu yang dirasakan bahwa penulisnya
II, tt, h. 7.
hal tersebut bukan suatu paham akidah, fiqih, atau untuk mencurahkan perhatian kepada hal itu,
tasawuf, maka paling tidak salah satu aliran kaidah namun dia sendiri dalam kedua kitab tafsirnya
bahasa. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada tidak menyinggung banyak tentangnya. Karena
Tafsir Al-Kasysyaf karya Al-Zamakhsyari (467-538 H), perhatiannya tercurah kepada pembahasan-
atau Anwar Al-Tanzil karya Al-Baidhawi (w. 791 H), pembahasan filsafat (teologi) dan ilmu falak.
atau Ruh Al-Ma'ani karya Al-Alusi (w. 1270 H), atau Pembahasan masalah seperti ini mencapai
Al-Bahr Al-Muhith karya Abu Hayyan (w. 745 H), puncaknya di bawah usaha Ibrahim bin 'Umar
dan sebagainya. Cara-cara yang mereka tempuh Al-Biqa'i (809-885 H). Tetapi korelasi di sini ternyata
itu menjadikan petunjuk-petunjuk Al-Quran, menyangkut sistematika penyusunan ayat dan
yang tadinya dipahami secara mudah, menjadi surat Al-Quran sesuai dengan urutan-urutannya
semacam disiplin ilmu yang sukar untuk dicerna. dalam mush-haf, bukan dari segi korelasi ayat-
Hal ini dikarenakan kitab-kitab tafsir itu berisikan ayatnya yang membahas masalah-masalah
pembahasan-pembahasan yang mendalam, yang sama dan terkadang bagian-bagiannya
namun gersang dari petunjuk-petunjuk yang terpencar dalam sekian surat. Di lain segi, maksud
menyentuh jiwa serta menalarkan akal. pembahasan Al-Biqa'i ini adalah untuk menjelaskan
Metode yang selama ini digunakan para kemukjizatan Al-Quran dari segi sistematika
mufasir sejak masa kodifikasi Tafsir, yang oleh penyusunan ayat-ayat dan surat-suratnya, serta
sementara ahli diduga dimulai oleh Al-Farra' (w. sebab pemilihan suatu redaksi terhadap redaksi
207 H), sampai tahun 1960 adalah menafsirkan Al- lainnya,(3) bukan untuk menggambarkan segi-
Quran ayat demi ayat sesuai dengan susunannya segi petunjuk Al-Quran yang dapat dipetik dan
dalam mush-haf. Bentuk demikian menjadikan dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-
petunjuk-petunjuk Al-Quran terpisah-pisah dan hari.
tidak disodorkan kepada pembacanya secara
3  Bukunya, berjudut Nazhm Al-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa
menyeluruh. Fakhruddin Al-Razi (w. 606 H/1210 M) Al-Suwar, telah dicetak di Bombay, India, sebanyak 13 jilid
misalnya, walaupun menyadari betapa pentingnya sampai dengan surah Al-Furqan. Sisanya masih berbentuk
manuskrip yang antara lain terdapat di perpustakaan
korelasi antara ayat, dan dia mengajak para mufasir
Universitas Al-Azhar, Mesir.

112
Al-Syathibi menjelaskan bahwa satu surat, utama serta petunjuk-petunjuk yang dapat dipetik
walaupun dapat mengandung banyak masalah, darinya. Walaupun ide tentang kesatuan dan isi
namun masalah-masalah tersebut berkaitan petunjuk surat demi surat telah pernah dilontarkan
antara satu dengan lainnya. Sehingga seseorang oleh Al-Syathibi (w. 1388 M), tapi perwujudan
hendaknya jangan hanya mengarahkan ide itu dalam satu kitab Tafsir baru dimulai oleh
pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya Mahmud Syaltut. Metode ini, walaupun telah
memperhatikan pula akhir surat, atau sebaliknya. banyak menghindari kekurangan-kekurangan
Karena bila tidak demikian, akan terabaikan metode lama, masih menjadikan pembahasan
maksud ayat-ayat yang diturunkan itu. mengenai petunjuk Al-Quran secara terpisah-
"Tidak dibenarkan seseorang hanya pisah, karena tidak kurang satu petunjuk yang
memperhatikan bagian-bagian dari satu saling berhubungan tercantum dalam sekian
pembicaraan, kecuali pada saat ia bermaksud banyak surat yang terpisah-pisah. Seperti
untuk memahami arti lahiriah dari satu kosakata dikemukakan semula bahwa pendapat seseorang
menurut tinjauan etimologis, bukan maksud si tentang sesuatu masalah ditentukan oleh banyak
pembicara. Kalau arti tersebut tidak dipahaminya, faktor. Nah, kalau kita mengesampingkan
maka ia harus segera memperhatikan seluruh sementara pendapat yang keliru yang tidak kurang
pembicaraan dari awal hingga akhir," demikian ditemui dalam sekian banyak kitab tafsir lama,
kata Al-Syathibi.(4) dan karena ketuaannya telah mendapat semacam
Pada bulan Januari 1960, Syaikh Al-Azhar, pengkultusan, dan kita melihat pendapat-
Mahmud Syaltut, menerbitkan Tafsirnya, Tafsir pendapat lainnya, maka kita temui pendapat-
Al-Qur'an Al-Karim. Di situ beliau menafsirkan pendapat yang dapat diterima "pada masanya".
Al-Quran bukan ayat demi ayat, tetapi dengan Tetapi karena faktor yang dikemukakan di atas,
jalan membahas surat demi surat atau bagian maka pendapat tersebut kini sudah "out of date",
suatu surat, dengan menjelaskan tujuan-tujuan dan tidak lagi dapat diterima. Misalnya, penafsiran
tentang datarnya bumi, berdasarkan firman Allah
4  Al-Syathibi, Al-Muwafaqat, Dar Al-Ma'rufah, Beirut, 1975,
pada surat Nuh ayat 19, sebelum ditemukan benua
jilid III, h. 144.

113
Amerika dan sebelum dibuktikan bumi kita bulat; Ridha agaknya sudah tidak relevan dengan
atau penafsiran tujuh tingkat langit dengan tujuh keadaan masa kini, atau paling tidak sudah tidak
planet yang mengitari tata surya, yang ternyata menduduki prioritas pertama dalam perhatian
tidak hanya tujuh. atau kepentingan masyarakat sekarang.
Sementara itu, berbarengan dengan Dapat dibayangkan bagaimana kiranya jika
perkembangan masyarakat, berbagai problem yang disodorkan kepada masyarakat umum adalah
dan pandangan baru timbul dan perlu ditanggapi masalah-masalah yang menjadi pembahasan
secara serius, yang tentunya berbeda dengan ulama Tafsir pada masa sebelum Rasyid Ridha.
problem yang dihadapi oleh masyarakat Tidak syak lagi bahwa manusia yang dibentuk
sebelum kita. Problem dan pemecahan masalah pikirannya dengan uraian-uraian tersebut adalah
yang dikemukakan oleh Muhammad Rasyid manusia-manusia abad lalu yang "terlambat lahir".

Metode Mawdhu'iy
Dari sini pula para ahli keislaman mengarahkan bukan sebagai pembahasan Tafsir. Di sini ulama
pandangan mereka kepada problem-problem Tafsir kemudian mendapat inspirasi baru, dari
baru dan berusaha untuk memberikan jawaban- bermunculan karya-karya Tafsir yang menetapkan
jawabannya melalui petunjuk-petunjuk Al-Quran, satu topik tertentu, dengan jalan menghimpun
sambil memperhatikan hasil-hasil pemikiran atau seluruh atau sebagian ayat-ayat, dari beberapa
penemuan manusia, baik yang positif maupun surat, yang berbicara tentang topik tersebut, untuk
yang negatif, sehingga bermunculanlah banyak kemudian dikaitkan satu dengan lainnya, sehingga
karya ilmiah yang berbicara tentang satu topik pada akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh
tertentu menurut pandangan Al-Quran, misalnya tentang masalah tersebut menurut pandangan Al-
Al-Insan fi Al-Quran, dan Al-Mar'ah fi Al-Quran Quran. Metode ini di Mesir pertama kali dicetuskan
karya Abbas Mahmud Al-Aqqad, atau Al-Riba fi Al- oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy, Ketua
Quran karya Al-Maududi, dan sebagainya. Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas
Namun karya-karya ilmiah tersebut disusun Al-Azhar sampai tahun 1981.

114
Beberapa dosen Tafsir di universitas tersebut » Menetapkan masalah yang akan dibahas
telah berhasil menyusun banyak karya ilmiah (topik);
dengan menggunakan metode tersebut. Antara » Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan
lain Prof. Dr. Al-Husaini Abu Farhah menulis Al- dengan masalah tersebut;
Futuhat Al-Rabbaniyyah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu'i » Menyusun runtutan ayat sesuai dengan
li Al-Ayat Al-Qur'aniyyah dalam dua jilid, dengan masa turunnya, disertai pengetahuan
memilih banyak topik yang dibicarakan Al-Quran. tentang asbab al-nuzul-nya;
Dalam menghimpun ayat-ayat yang » Memahami korelasi ayat-ayat tersebut
ditafsirkannya secara mawdhu'i (tematik) itu, dalam surahnya masing-masing;
Al-Husaini tidak mencantumkan seluruh ayat dari » Menyusun pembahasan dalam kerangka
seluruh surat, walaupun seringkali menyebutkan yang sempurna (outline);
jumlah ayat-ayatnya dengan memberikan » Melengkapi pembahasan dengan hadis-
beberapa contoh, sebagaimana tidak juga hadis yang relevan dengan pokok bahasan;
dikemukakannya perincian ayat-ayat yang turun » Mempelajari ayat-ayat tersebut secara
pada periode Makkah sambil membedakannya keseluruhan dengan jalan menghimpun
dengan periode Madinah, sehingga terasa bahwa ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian
apa yang ditempuhnya itu masih mengandung yang sama, atau mengkompromikan antara
beberapa kelemahan. yang 'am (umum) dan yang khash (khusus),
Pada tahun 1977, Prof. Dr. Abdul Hay Al- mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang
Farmawiy, yang juga menjabat guru besar pada pada lahirnya bertentangan, sehingga
Fakultas Ushuluddin Al-Azhar, menerbitkan kesemuanya bertemu dalam satu muara,
buku Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu'i dengan tanpa perbedaan atau pemaksaan.(5)
mengemukakan secara terinci langkah-langkah Penulis mempunyai beberapa catatan dalam
yang hendaknya ditempuh untuk menerapkan rangka pengembangan metode tafsir Mawdhu'iy
metode mawdhu'iy. Langkah-langkah tersebut
5  'Abdul Hay Al-Farmawiy, Al-Bidayah fi Tafsir Al-Mawdhu'iy,
adalah:
Al-Hadharah Al-'Arabiyah, Kairo, cetakan II, 1977, h. 62.

115
dan langkah-langkah yang diusulkan di atas.
Antara lain: (2) Menyusun runtutan ayat sesuai dengan
masa turunnya
(1) Penetapan masalah yang dibahas Yaitu hanya dibutuhkan dalam upaya
Walaupun metode ini dapat menampung mengetahui perkembangan petunjuk Al-Quran
semua persoalan yang diajukan, terlepas apakah menyangkut persoalan yang dibahas, apalagi
jawabannya ada atau tidak, namun untuk bagi mereka yang berpendapat ada nasikh dan
menghindari kesan keterikatan yang dihasilkan mansukh dalam Al-Quran. Bagi mereka yang
oleh metode tahliliy akibat pembahasan- bermaksud menguraikan satu kisah, atau kejadian,
pembahasannya terlalu bersifat sangat teoretis, maka runtutan yang dibutuhkan adalah runtutan
maka akan lebih baik bila permasalahan yang kronologis peristiwa.
dibahas itu diprioritaskan pada persoalan yang
menyentuh masyarakat dan dirasakan langsung (3) Kosakata ayat dengan merujuk kepada
oleh mereka. penggunaan Al-Quran
Ini berarti, mufasir Mawdhu'iy diharapkan Walaupun metode ini tidak mengharuskan
agar terlebih dahulu mempelajari problem- uraian tentang pengertian kosakata, namun
problem masyarakat, atau ganjalan-ganjalan kesempurnaannya dapat dicapai apabila sejak dini
pemikiran yang dirasakan sangat membutuhkan sang mufasir berusaha memahami arti kosakata
jawaban Al-Quran, misalnya petunjuk Al-Quran ayat dengan merujuk kepada penggunaan
menyangkut kemiskinan, keterbelakangan, Al-Quran sendiri. Hal ini dapat dinilai sebagai
penyakit dan sebagainya. Dengan demikian, corak pengembangan dari tafsir bi al-ma'tsur, yang pada
dan metode penafsiran semacam ini memberi hakikatnya merupakan benih awal dari metode
jawaban terhadap problem masyarakat tertentu di mawdhu'iy.
lokasi tertentu dan tidak harus memberi jawaban Pengamatan terhadap pengertian kosakata,
terhadap mereka yang hidup sesudah generasinya, demikian juga pesan-pesan yang dikandung
atau yang tinggal di luar wilayahnya. oleh satu ayat, hendaknya diarahkan antara

116
lain kepada bentuk dan timbangan kata yang langkah-langkah tersebut tidak dikemukakan
digunakan, subjek dan objeknya, serta konteks menyangkut sebab nuzul, namun tentunya hal
pembicaraannya. Bentuk kata dan kedudukan i'rab, ini tidak dapat diabaikan, karena sebab nuzul
misalnya, mempunyai makna tersendiri. Bentuk mempunyai peranan yang sangat besar dalam
ism memberi kesan kemantapan, fi'l mengandung memahami ayat-ayat Al-Quran. Hanya saja hal
arti pergerakan, bentuk rafa' menunjukkan subjek ini tidak dicantumkan di sana karena ia tidak
atau upaya, nashb yang menjadi objek dapat harus dicantumkan dalam uraian, tetapi harus
mengandung arti ketiadaan upaya, sedang al-jar dipertimbangkan ketika memahami arti ayat-
memberi kesan keterkaitan dalam keikutan.(6) ayatnya masing-masing. Bahkan hubungan antara
Untuk menetapkan masalah yang akan dibahas, ayat yang biasanya dicantumkan dalam kitab-kitab
beberapa kitab dapat menjadi rujukan, antara lain tafsir yang menggunakan metode analisis, tidak
Tafshil Ayat Al-Qur'an karya sekelompok orientalis pula harus dicantumkan dalam pembahasan,
dan yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa selama ia tidak mempengaruhi pengertian yang
Arab oleh Muhammad Fuad Abdul Baqiy. Demikian akan ditonjolkan.
pula Kitab Al-Hayat karya Muhammad Reza Hakimi Dapat digarisbawahi pula bahwa langkah-
dan kawan-kawan, atau juga dapat ditempuh langkah yang dijelaskan di atas menempatkan
dengan menggunakan Al-Mu'jam Al-Mufahras Ii penyusunan "pembahasan dalam satu kerangka
Alfazh Al-Qur'an karya Muhammad Fuad 'Abdul yang sempurna" pada tahap yang kelima agar
Baqiy, dengan memperhatikan kosakata dan kerangka tersebut tersusun atas dasar bahan-
sinonimnya yang berhubungan dengan suatu bahan yang telah diperoleh dari langkah-langkah
masalah yang dibahas itu. sebelumnya. Hal ini untuk menghindari sedapat
mungkin pra-konsepsi yang mungkin dapat
(4) Azbab al-Nuzul mempengaruhi mufasir dalam penafsirannya.
Perlu digarisbawahi bahwa, walaupun dalam Dengan tersusunnya langkah-langkah tersebut,
bahkan dengan penerapan yang dicontohkan oleh
6  Lihat lebih jauh Hassan Hanafi, Al-Yamin wa Al-Yasar fi Al-
Al-Farmawiy dalam karyanya dengan menafsirkan
Fikr Al-Diniy, Madbuliy, Mesir, 1989, h. 105.

117
ayat-ayat yang berkaitan dengan: (a) pemeliharaan tersebut antara satu dengan lainnya, sehingga
anak yatim dalam Al-Quran; (b) arti ummiyatAl- kesemua persoalan tersebut kait-mengait bagaikan
Arab (kebuta-hurufan orang Arab) dalam Al-Quran; satu persoalan saja, sebagaimana ditempuh oleh
(c) etika meminta izin dalam Al-Quran; dan (d) Mahmud Syaltut dalam kitab Tafsirnya.
menundukkan mata dan memelihara alat kelamin Kedua, menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang
dalam Al-Quran, maka lahirlah bentuk kedua dari membahas masalah tertentu dari berbagai surat
metode tafsir mawdhu'iy. Bentuk pertama, ialah Al-Quran, kemudian menjelaskan pengertian
penafsiran menyangkut satu surat dalam Al-Quran menyeluruh ayat-ayat tersebut, sebagai
dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok
umum dan khusus, serta hubungan persoalan- pembahasannya.
persoalan yang beraneka ragam dalam surat

Keistimewaan Metode Mawdhu'iy


Beberapa keistimewaan metode ini antara lain, kehidupan masyarakat. Dengan begitu ia dapat
(a) menghindari problem atau kelemahan metode membawa kita kepada pendapat Al-Quran tentang
lain yang digambarkan dalam uraian di atas; berbagai problem hidup disertai dengan jawaban
(b) menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan jawabannya. Ia dapat memperjelas kembali fungsi
hadis Nabi, satu cara terbaik dalam menafsirkan Al-Quran sebagai Kitab Suci. Dan terakhir dapat
Al-Quran; (c) kesimpulan yang dihasilkan mudah membuktikan keistimewaan Al-Quran. Selain
dipahami. Hal ini disebabkan karena ia membawa itu, (d) metode ini memungkinkan seseorang
pembaca kepada petunjuk Al-Quran tanpa untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang
mengemukakan berbagai pembahasan terperinci bertentangan dalam Al-Quran. Ia sekaligus dapat
dalam satu disiplin ilmu. Juga dengan metode dijadikan bukti bahwa ayat-ayat Al-Quran sejalan
ini, dapat dibuktikan bahwa persoalan yang dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
disentuh Al-Quran bukan bersifat teoretis semata- masyarakat.
mata dan atau tidak dapat diterapkan dalam Perbedaan Metode Mawdhu'iy dengan Metode

118
Analisis Sementara para mufasir analisis berusaha untuk
Yang dimaksud dengan metode analisis adalah berbicara menyangkut segala sesuatu yang
"penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat Al- ditemukannya dalam setiap ayat. Dengan demikian
Quran dari sekian banyak seginya yang ditempuh mufasir Mawdhu'i, dalam pembahasannya, tidak
oleh mufasir dengan menjelaskan ayat demi mencantumkan arti kosakata, sebab nuzul,
ayat sesuai urutannya di dalam mush-haf melalui munasabah ayat dari segi sistematika perurutan,
penafsiran kosakata, penjelasan sebab nuzul, kecuali dalam batas-batas yang dibutuhkan
munasabah, serta kandungan ayat-ayat tersebut oleh pokok bahasannya. Mufasir analisis berbuat
sesuai dengan keahlian dan kecenderungan sebaliknya.
mufasir itu". Ketiga, mufasir mawdhu'i berusaha untuk
Metode tersebut jelas berbeda dengan menuntaskan permasalahan-permasalahan yang
metode Mawdhu'iy yang telah digambarkan menjadi pokok bahasannya. Mufasir analisis
langkah-langkahnya di atas. Perbedaan itu biasanya hanya mengemukakan penafsiran ayat-
antara lain, pertama, mufasir mawdhu'iy, dalam ayat secara berdiri sendiri, sehingga persoalan
penafsirannya, tidak terikat dengan susunan. ayat yang dibahas menjadi tidak tuntas, karena ayat
dalam mush-haf, tetapi lebih terikat dengan urutan yang ditafsirkan seringkali ditemukan kaitannya
masa turunnya ayat atau kronologi kejadian, dalam ayat lain pada bagian lain surat tersebut,
sedang mufasir analisis memperhatikan susunan atau dalam surat yang lain.
sebagaimana tercantum dalam mush-haf. Perbedaan Metode Mawdhu'iy dengan Metode
Kedua, mufasir Mawdhu'i tidak membahas Komparasi
segala segi permasalahan yang dikandung oleh Yang dimaksud dengan metode komparasi
satu ayat, tapi hanya yang berkaitan dengan adalah "membandingkan ayat-ayat Al-Quran
pokok bahasan atau judul yang ditetapkannya.(7) yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi,
7  Ayat 90 surah Al-Maidah, misalnya, yang berbicara tentang
yang berbicara tentang masalah atau kasus yang
minuman keras, perjudian, dan berhala-berhala sesembahan, saja. Jika pokok bahasan yang dipilihnya tentang "minuman
keseluruhannya menjadi bahasan penafsir "analisis". Tetapi keras", maka ia tidak akan menyinggung persoalan judi dan
penafsir maudhu'iy, hanya membahas pokok bahasannya berhala-berhala.

119
َ
berbeda, dan yang memiliki redaksi yang berbeda
ُ‫ُ ق‬
‫ن نَ ْ�ز ُ� ْم‬ُ �ْ َّ‫ۖ ن‬  ‫َوَل َت ْق ُت ُل وا أ ْوَل َد ُ ْك َخ ْش َي َة ِإ ْم َل ٍق‬
َ ًْ َ ‫ن َق ْت َل ُه ْم َك‬ َّ ‫ۚ إ‬  ‫َوإ َّي� ُ ْك‬
bagi masalah atau kasus yang sama atau diduga ]١٣:٧١[ ‫ن ِخ ط ئ ا ك ِب ي ً�ا‬ ِ ِ
sama. Termasuk dalam objek bahasan metode
ini adalah membandingkan ayat-ayat Al-Quran dalam surat Al-Isra' ayat 31, atau perbedaan
dengan hadis-hadis Nabi saw., yang tampaknya antara:
َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ‫َ َ َ ْ ْ ْ ف‬
bertentangan, serta membandingkan pendapat-
�َ ‫ون ل ك أن ت َت ك َّب‬ ‫ق ال ف اه ِب ط ِم ن َ� ا َ� ا ي ك‬
pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran
َّ ‫ن‬
َ‫الص ِاغ ِري ن‬ َ ‫ك ِم‬ َ َّ ْ ُ ْ َ َ
ayat-ayat Al-Quran.
]٣١:٧[ � ‫ِف ي� ا ف اخ رج ِإن‬
Dalam metode ini, khususnya yang dalam surat Al-A'raf ayat 12, dengan
َ َ
membandingkan antara ayat dengan ayat seperti َ
‫يس َم ا َم َن َع ك أن ت ْس ُج َد ِ َل ا‬ ُ ‫َق َال َي� ِإ ْب ِل‬
dikemukakan di atas, sang mufasir biasanya hanya َ
َ ‫ت أ ْم ُك‬ َ
َ �ْ ‫ أ ْس َت ْك َب‬ ۖ ‫ت ب َي َد َّي‬ ُ ‫َخ َل ْق‬
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
‫نت‬ ِ
perbedaan kandungan yang dimaksud oleh ]٥٧:٨٣[ � َ‫ن ْال َع ا ِل ي ن‬ َ ‫ِم‬
masing-masing ayat atau perbedaan kasus atau dalam surat Shad ayat 75.
masalah itu sendiri, seperti misalnya perbedaan Demikian juga antara Al-Anfal ayat 10 dengan
antara: Ali Imran ayat 126.
ُ ْ‫ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ َّ َ َ ُّ ُ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َّ ُ ش‬ Mufasir yang menempuh metode ini, seperti
‫�ك وا‬ ِ ‫ۖ أ ل ت‬  ‫۞ ق ل ت ع ال وا أ ت ل م ا ح رم ر ب ك ع ل ي ك‬
ُ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ َ ً‫ْ َ ن‬ ْ َ misalnya Al-Khatib Al-Iskafi dalam kitabnya Durrah
‫ۖ ول ت ق ت ل وا أولدك‬  �‫� ِإح س ا‬ ِ ‫ َو ِب�ل َوا ِل َد يْ ن‬ ۖ ‫ِب ِه ش ْي ًئ ا‬ Al-Tanzil wa Ghurrah Al-Ta'wil, tidak mengarahkan
َْ َ ُ ْ ُ ‫ن نَ ْ� ُز ُق‬
‫ۖ َول ت ق َر ُب وا‬  ‫ك َو ِإ َّي� ْه‬ ُ �ْ َّ‫ۖ ن‬  ‫ن ِإ ْم َل ٍق‬ ْ ‫ِّم‬ pandangannya kepada petunjuk-petunjuk yang
ُ َْ َ
‫ۖ َول ت ق ُت ل وا‬  ‫ن‬ َ ‫� َر ِم نْ َ� ا َو َم ا َب َط‬ َ َ‫اح َش َم ا ظ‬ َْ
ِ ‫ال ف َو‬ dikandung oleh ayat-ayat yang dibandingkannya
ٰ ُ َّ ‫الن ْف َس َّال ت� َح َّر َم‬
‫ك‬ْ ُ ‫ۚ َذ ِل‬  ‫الل ِإ َّل ِب� ْ َل ّق‬ َّ itu, kecuali dalam rangka penjelasan sebab-
ِ
ُ ‫ُ َ َّ ِ ُ َي‬
]١٥١:٦[ ‫ون‬ َ ‫ك ت ْع ِق ل‬ ْ ‫َو َّص اك ِب ِه ل َع ل‬ sebab perbedaan redaksional. Sementara dalam
metode Mawdhu'i, seorang mufasir, disamping
dalam surat Al-An'am ayat 151, dan menghimpun semua ayat yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas, ia juga mencari

120
persamaan-persamaan, serta segala petunjuk yang mengkompromikan ayat dan hadis tersebut,
dikandungnya, selama berkaitan dengan pokok khususnya jika sanad hadis tersebut sahih.
bahasan yang ditetapkan. Dalam membandingkan berbagai pendapat
Di sini kita melihat bahwa jangkauan ulama tafsir menyangkut ayat Al-Quran, ada
bahasan metode komparasi lebih sempit dari beberapa hal yang perlu mendapat sorotan:
metode Mawdhu'i, karena yang pertama hanya 1. Kondisi sosial politik pada masa seorang
terbatas dalam perbedaan redaksi semata- mufasir hidup;
mata. Membandingkan ayat dengan hadis, yang 2. Kecenderungannya dan latar belakang
kelihatannya bertentangan, dilakukan juga oleh pendidikannya;
ulama hadis, khususnya dalam bidang yang 3. Pendapat yang dikemukakannya —apakah
dinamakan mukhtalif al-hadits. Sikap ulama pendapat pribadi, ataupun pengembangan
dalam hal ini berbeda-beda. Abu Hanifah dan pendapat sebelumnya, atau juga
penganut mazhabnya menolak sejak dini hadis pengulangannya;
yang bertentangan atau tidak sejalan dengan 4. Setelah menjelaskan hal-hal di atas,
ayat Al-Quran. Sementara itu, Imam Malik dan pembanding melakukan analisis untuk
penganut mazhabnya dapat menerima hadis mengemukakan penilaiannya tentang
yang tidak sejalan dengan ayat, apabila ada pendapat tersebut —baik menguatkan
qarinah (pendukung bagi hadis tersebut) berupa atau melemahkan pendapat-pendapat
pengalaman penduduk Madinah atau ijma' mufasir yang diperbandingkannya.
ulama. Lainnya, Imam Syafi'i, berupaya untuk

Penutup
Sebelum mengakhiri tulisan ini, perlu metode tersebut tidak terjerumus kedalam
digarisbawahi beberapa masalah, agar seorang kesalahan atau kesalahpahaman.
yang bermaksud menempuh metode Mawdhu'i Hal-hal tersebut adalah:
atau membaca penafsiran yang menempuh 1. (Metode Mawdhu'i pada hakikatnya

121
tidak atau belum mengemukakan dikemukakan menjadi terbatas.
seluruh kandungan ayat Al-Quran yang
ditafsirkannya itu. Harus diingat bahwa
pembahasan yang diuraikan atau
ditemukan hanya menyangkut judul yang
ditetapkan oleh mufasirnya, sehingga
dengan demikian mufasir pun harus
selalu mengingat hal ini agar ia tidak
dipengaruhi oleh kandungan atau isyarat-
isyarat yang ditemukannya dalam ayat-ayat
tersebut yang tidak sejalan dengan pokok
bahasannya.
2. Mufasir yang menggunakan metode
ini hendaknya memperhatikan dengan
seksama urutan ayat-ayat dari segi masa
turunnya, atau perincian khususnya. Karena
kalau tidak, ia dapat terjerumus ke dalam
kesalahan-kesalahan baik di bidang hukum
maupun dalam perincian kasus atau
peristiwa.
3. Mufasir juga hendaknya memperhatikan
benar seluruh ayat yang berkaitan dengan
pokok bahasan yang telah ditetapkannya
itu. Sebab kalau tidak, pembahasan yang
dikemukakannya tidak akan tuntas, atau
paling tidak, jawaban Al-Quran yang

122
Hubungan Hadis dan Al-Quran
Al-hadits didefinisikan oleh pada umumnya wa al-rasul, dan kedua adalah Athi'u Allah wa athi'u
13
ulama —seperti definisi Al-Sunnah— sebagai al-rasul. Perintah pertama mencakup kewajiban
"Segala sesuatu yang dinisbahkan kepada taat kepada beliau dalam hal-hal yang sejalan
Muhammad saw., baik ucapan, perbuatan dan dengan perintah Allah SWT; karena itu, redaksi
taqrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, tersebut mencukupkan sekali saja penggunaan
baik sebelum beliau menjadi nabi maupun kata athi'u. Perintah kedua mencakup kewajiban
sesudahnya." Ulama ushul fiqh, membatasi taat kepada beliau walaupun dalam hal-hal yang
pengertian hadis hanya pada "ucapan-ucapan tidak disebut secara eksplisit oleh Allah SWT
Nabi Muhammad saw. yang berkaitan dengan dalam Al-Quran, bahkan kewajiban taat kepada
hukum"; sedangkan bila mencakup pula perbuatan Nabi tersebut mungkin harus dilakukan terlebih
dan taqrir beliau yang berkaitan dengan hukum, dahulu —dalam kondisi tertentu— walaupun
maka ketiga hal ini mereka namai Al-Sunnah. ketika sedang melaksanakan perintah Allah SWT,
Pengertian hadis seperti yang dikemukakan oleh sebagaimana diisyaratkan oleh kasus Ubay ibn
ulama ushul tersebut, dapat dikatakan sebagai Ka'ab yang ketika sedang shalat dipanggil oleh
bagian dari wahyu Allah SWT yang tidak berbeda Rasul saw. Itu sebabnya dalam redaksi kedua di
dari segi kewajiban menaatinya dengan ketetapan- atas, kata athi'u diulang dua kali, dan atas dasar
ketetapan hukum yang bersumber dari wahyu ini pula perintah taat kepada Ulu Al-'Amr tidak
Al-Quran. dibarengi dengan kata athi'u karena ketaatan
Sementara itu, ulama tafsir mengamati bahwa terhadap mereka tidak berdiri sendiri, tetapi
perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya yang bersyarat dengan sejalannya perintah mereka
ditemukan dalam Al-Quran dikemukakan dengan dengan ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya.
dua redaksi berbeda. Pertama adalah Athi'u Allah (Perhatikan Firman Allah dalam QS 4:59). Menerima
ketetapan Rasul saw. dengan penuh kesadaran berbohong. Atas dasar ini, wahyu-wahyu Al-Quran
dan kerelaan tanpa sedikit pun rasa enggan dan menjadi qath'iy al-wurud. Ini, berbeda dengan
pembangkangan, baik pada saat ditetapkannya hadis, yang pada umumnya disampaikan oleh
hukum maupun setelah itu, merupakan syarat orang per orang dan itu pun seringkali dengan
keabsahan iman seseorang, demikian Allah redaksi yang sedikit berbeda dengan redaksi yang
bersumpah dalam Al-Quran Surah Al-Nisa' ayat 65. diucapkan oleh Nabi saw. Di samping itu, diakui
Tetapi, di sisi lain, harus diakui bahwa terdapat pula oleh ulama hadis bahwa walaupun pada
perbedaan yang menonjol antara hadis dan Al- masa sahabat sudah ada yang menulis teks-teks
Quran dari segi redaksi dan cara penyampaian hadis, namun pada umumnya penyampaian atau
atau penerimaannya. Dari segi redaksi, diyakini penerimaan kebanyakan hadis-hadis yang ada
bahwa wahyu Al-Quran disusun langsung sekarang hanya berdasarkan hafalan para sahabat
oleh Allah SWT. Malaikat Jibril hanya sekadar dan tabi'in. Ini menjadikan kedudukan hadis dari
menyampaikan kepada Nabi Muhammad saw., segi otensititasnya adalah zhanniy al-wurud.
dan beliau pun langsung menyampaikannya Walaupun demikian, itu tidak berarti terdapat
kepada umat, dan demikian seterusnya generasi keraguan terhadap keabsahan hadis karena
demi generasi. Redaksi wahyu-wahyu Al-Quran sekian banyak faktor — baik pada diri Nabi
itu, dapat dipastikan tidak mengalami perubahan, maupun sahabat beliau, di samping kondisi sosial
karena sejak diterimanya oleh Nabi, ia ditulis dan masyarakat ketika itu, yang topang-menopang
dihafal oleh sekian banyak sahabat dan kemudian sehingga mengantarkan generasi berikut untuk
disampaikan secara tawatur oleh sejumlah orang merasa tenang dan yakin akan terpeliharanya
yang —menurut adat— mustahil akan sepakat hadis-hadis Nabi saw.

Fungsi Hadis terhadap Al-Quran


Al-Quran menekankan bahwa Rasul saw. pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam
berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah bentuk dan sifat serta fungsinya.
(QS 16:44). Penjelasan atau bayan tersebut dalam 'Abdul Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-

124
Azhar, dalam bukunya Al-Sunnah fi Makanatiha wa merujuk kepada Allah SWT (dalam hal ini Al-Quran),
fi Tarikhiha menulis bahwa Sunnah mempunyai ketika hendak menetapkan hukum.
fungsi yang berhubungan dengan Al-Quran Kalau persoalannya hanya terbatas seperti apa
dan fungsi sehubungan dengan pembinaan yang dikemukakan di atas, maka jalan keluarnya
hukum syara'. Dengan menunjuk kepada mungkin tidak terlalu sulit, apabila fungsi Al-
pendapat Al-Syafi'i dalam Al-Risalah, 'Abdul Halim Sunnah terhadap Al-Quran didefinisikan sebagai
menegaskan bahwa, dalam kaitannya dengan bayan murad Allah (penjelasan tentang maksud
Al-Quran, ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak Allah) sehingga apakah ia merupakan penjelasan
diperselisihkan, yaitu apa yang diistilahkan oleh penguat, atau rinci, pembatas dan bahkan
sementara ulama dengan bayan ta'kid dan bayan maupun tambahan, kesemuanya bersumber dari
tafsir. Yang pertama sekadar menguatkan atau Allah SWT. Ketika Rasul saw. melarang seorang
menggarisbawahi kembali apa yang terdapat suami memadu istrinya dengan bibi dari pihak
di dalam Al-Quran, sedangkan yang kedua ibu atau bapak sang istri, yang pada zhahir-nya
memperjelas, merinci, bahkan membatasi, berbeda dengan nash ayat Al-Nisa' ayat 24, maka
pengertian lahir dari ayat-ayat Al-Quran. pada hakikatnya penambahan tersebut adalah
Persoalan yang diperselisihkan adalah, apakah penjelasan dari apa yang dimaksud oleh Allah SWT
hadis atau Sunnah dapat berfungsi menetapkan dalam firman tersebut.
hukum baru yang belum ditetapkan dalam Al- Tentu, jalan keluar ini tidak disepakati, bahkan
Quran? Kelompok yang menyetujui mendasarkan persoalan akan semakin sulit jika Al-Quran yang
pendapatnya pada 'ishmah (keterpeliharaan bersifat qathi'iy al-wurud itu diperhadapkan
Nabi dari dosa dan kesalahan, khususnya dalam dengan hadis yang berbeda atau bertentangan,
bidang syariat) apalagi sekian banyak ayat yang sedangkan yang terakhir ini yang bersifat zhanniy
menunjukkan adanya wewenang kemandirian Nabi al-wurud. Disini, pandangan para pakar sangat
saw. untuk ditaati. Kelompok yang menolaknya beragam. Muhammad Al-Ghazali dalam bukunya
berpendapat bahwa sumber hukum hanya Allah, Al-Sunnah Al-Nabawiyyah Baina Ahl Al-Fiqh wa
Inn al-hukm illa lillah, sehingga Rasul pun harus Ahl Al-Hadits, menyatakan bahwa "Para imam fiqih

125
menetapkan hukum-hukum dengan ijtihad yang itu, dalam pandangan mereka, hadis yang
luas berdasarkan pada Al-Quran terlebih dahulu. melarang memadu seorang wanita dengan
Sehingga, apabila mereka menemukan dalam bibinya, haram hukumnya, walaupun tidak sejalan
tumpukan riwayat (hadits) yang sejalan dengan dengan lahir teks ayat Al-Nisa' ayat 24.
Al-Quran, mereka menerimanya, tetapi kalau tidak Imam Syafi'i, yang mendapat gelar Nashir Al-
sejalan, mereka menolaknya karena Al-Quran lebih Sunnah (Pembela Al-Sunnah), bukan saja menolak
utama untuk diikuti." pandangan Abu Hanifah yang sangat ketat itu,
Pendapat di atas, tidak sepenuhnya diterapkan tetapi juga pandangan Imam Malik yang lebih
oleh ulama-ulama fiqih. Yang menerapkan moderat. Menurutnya, Al-Sunnah, dalam berbagai
secara utuh hanya Imam Abu Hanifah dan ragamnya, boleh saja berbeda dengan Al-Quran,
pengikut-pengikutnya. Menurut mereka, baik dalam bentuk pengecualian maupun
jangankan membatalkan kandungan satu ayat, penambahan terhadap kandungan Al-Quran.
mengecualikan sebagian kandungannya pun Bukankah Allah sendiri telah mewajibkan umat
tidak dapat dilakukan oleh hadis. Pendapat manusia untuk mengikuti perintah Nabi-Nya?
yang demikian ketat tersebut, tidak disetujui Harus digarisbawahi bahwa penolakan satu
oleh Imam Malik dan pengikut-pengikutnya. hadis yang sanadnya sahih, tidak dilakukan oleh
Mereka berpendapat bahwa al-hadits dapat ulama kecuali dengan sangat cermat dan setelah
saja diamalkan, walaupun tidak sejalan dengan menganalisis dan membolak-balik segala seginya.
Al-Quran, selama terdapat indikator yang Bila masih juga ditemukan pertentangan, maka
menguatkan hadis tersebut, seperti adanya tidak ada jalan kecuali mempertahankan wahyu
pengamalan penduduk Madinah yang sejalan yang diterima secara meyakinkan (Al-Quran) dan
dengan kandungan hadis dimaksud, atau adanya mengabaikan yang tidak meyakinkan (hadis).
ijma' ulama menyangkut kandungannya. Karena

Pemahaman atas Makna Hadis


Seperti dikemukakan di atas, hadis, dalam arti ucapan-ucapan yang dinisbahkan kepada

126
Nabi Muhammad saw., pada umumnya diterima hadis dan Sunnah harus didudukkan dalam
berdasarkan riwayat dengan makna, dalam arti konteks tersebut.
teks hadis tersebut, tidak sepenuhnya persis Al-Syathibi, dalam pasal ketiga karyanya, Al-
sama dengan apa yang diucapkan oleh Nabi saw. Muwafaqat, tentang perintah dan larangan pada
Walaupun diakui bahwa cukup banyak persyaratan masalah ketujuh, menguraikan tentang perintah
yang harus diterapkan oleh para perawi hadis, dan larangan syara'. Menurutnya, perintah tersebut
sebelum mereka diperkenankan meriwayatkan ada yang jelas dan ada yang tidak jelas. Sikap para
dengan makna; namun demikian, problem sahabat menyangkut perintah Nabi yang jelas pun
menyangkut teks sebuah hadis masih dapat saja berbeda. Ada yang memahaminya secara tekstual
muncul. Apakah pemahaman makna sebuah dan ada pula yang secara kontekstual.
hadis harus dikaitkan dengan konteksnya atau Suatu ketika, Ubay ibn Ka'ab, yang sedang
tidak. Apakah konteks tersebut berkaitan dengan dalam perjalanan menuju masjid, mendengar
pribadi pengucapnya saja, atau mencakup pula Nabi saw. bersabda, "Ijlisu (duduklah kalian)," dan
mitra bicara dan kondisi sosial ketika diucapkan seketika itu juga Ubay duduk di jalan. Melihat hal
atau diperagakan? Itulah sebagian persoalan itu, Nabi yang mengetahui hal ini lalu bersabda
yang dapat muncul dalam pembahasan tentang kepadanya, "Zadaka Allah tha'atan." Di sini, Ubay
pemahaman makna hadis. memahami hadis tersebut secara tekstual.
Al-Qarafiy, misalnya, memilah Al-Sunnah Dalam peperangan Al-Ahzab, Nabi bersabda,
dalam kaitannya dengan pribadi Muhammad saw. "Jangan ada yang shalat Ashar kecuali di
Dalam hal ini, manusia teladan tersebut suatu kali perkampungan Bani Quraizhah." Sebagian
bertindak sebagai Rasul, di kali lain sebagai mufti, memahami teks hadis tersebut secara tekstual,
dan kali ketiga sebagai qadhi (hakim penetap sehingga tidak shalat Ashar walaupun waktunya
hukum) atau pemimpin satu masyarakat atau telah berlalu —kecuali di tempat itu. Sebagian
bahkan sebagai pribadi dengan kekhususan dan lainnya memahaminya secara kontekstual,
keistimewaan manusiawi atau kenabian yang sehingga mereka melaksanakan shalat Ashar,
membedakannya dengan manusia lainnya. Setiap sebelum tiba di perkampungan yang dituju. Nabi,

127
dalam kasus terakhir ini, tidak mempersalahkan bunyi hadis Nabi saw. menyatakan, "Istahlaltum
kedua kelompok sahabat yang menggunakan furujahunna bi kalimat Allah (Kalian memperoleh
pendekatan berbeda dalam memahami teks hadis. kehalalan melakukan hubungan seksual dengan
Imam Syafi'i dinilai sangat ketat dalam wanita-wanita karena menggunakan kalimat
memahami teks hadis, tidak terkecuali dalam Allah)", sedangkan kalimat (lafal) yang digunakan
bidang muamalat. Dalam hal ini, Al-Syafi'i oleh Allah dalam Al-Quran untuk keabsahan
berpendapat bahwa pada dasarnya ayat-ayat hubungan tersebut hanya lafal zawaj dan nikah.
Al-Quran dan hadis-hadis Nabi saw., harus Imam Abu Hanifah lain pula pendapatnya.
dipertahankan bunyi teksnya, walaupun dalam Beliau sependapat dengan ulama-ulama lain
bidang muamalat, karena bentuk hukum dan bunyi yang menetapkan bahwa teks-teks keagamaan
teks-teksnya adalah ta'abbudiy, sehingga tidak dalam bidang ibadah harus dipertahankan,
boleh diubah. Maksud syariat sebagai maslahat tetapi dalam bidang muamalat, tidak demikian.
harus dipahami secara terpadu dengan bunyi teks, Bidang ini menurutnya adalah ma'qul al-ma'na,
kecuali jika ada petunjuk yang mengalihkan arti dapat dijangkau oleh nalar. Kecuali apabila ia
lahiriah teks. merupakan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan
Kajian 'illat, dalam pandangan Al-Syafi'i, dengan perincian, maka ketika itu ia bersifat
dikembangkan bukan untuk mengabaikan teks, ta'abbudiy juga. Teks-teks itu, menurutnya, harus
tetapi untuk pengembangan hukum. Karena itu, dipertahankan, bukan saja karena akal tidak dapat
kaidah al-hukm yaduru ma'a illatih wujud wa memastikan mengapa teks tersebut yang dipilih,
'adam,(1) hanya dapat diterapkan olehnya terhadap tetapi juga karena teks tersebut diterima atas
hasil qiyas, bukan terhadap bunyi teks Al-Quran dasar qath'iy al-wurud. Dengan alasan terakhir ini,
dan hadis. Itu sebabnya Al-Syafi'i berpendapat sikapnya terhadap teks-teks hadis menjadi longgar.
bahwa lafal yang mengesahkan hubungan dua Karena, seperti dikemukakan di atas, periwayatan
jenis kelamin, hanya lafal nikah dan zawaj, karena lafalnya dengan makna dan penerimaannya
1  Ketetapan hukum selalu berkaitan dengan 'illat (motifnya). bersifat zhanniy.
Bila motifnya ada, hukumnya bertahan; dan bila motif nya
Berpijak pada hal tersebut di atas, Imam Abu
gugur, hukumnya pun gugur.

128
Hanifah tidak segan-segan mengubah ketentuan
yang tersurat dalam teks hadis, dengan alasan
kemaslahatan. Fatwanya yang membolehkan
membayar zakat fitrah dengan nilai, atau
membenarkan keabsahan hubungan perkawinan
dengan lafal hibah atau jual beli, adalah
penjabaran dari pandangan di atas. Walaupun
demikian, beliau tidak membenarkan pembayaran
dam tamattu' dalam haji, atau qurban dengan nilai
(uang) karena kedua hal tersebut bernilai ta'abudiy,
yakni pada penyembelihannya.
Demikianlah beberapa pandangan ulama yang
sempat dikemukakan tentang hadis.

129
130
Fungsi dan Posisi Sunah Dalam Tafsir
14
W a anzalna ilayka al-dzikra litubayyina li al-
nas ma nuzzila ilayhim (Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Qur'an agar kamu menerangkan
oleh kaum Muslim: surat demi surat, ayat demi
ayat, kata demi kata, bahkan huruf demi huruf.
Semuanya telah disampaikan secara utuh
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang kemudian
kepada mereka) (QS 16:46). memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk
Wama anzalna 'alayka al-kitab illa litubayyina menuliskan, menghapalkan dan mempelajarinya.
lahum alladzina ikhtalafu fihi wa hudan wa Beberapa saat setelah Nabi wafat, para
rahmatan liqawmin yu'minun (Dan kami tidaklah sahabat mengumpulkan naskah-naskah Al-
menurunkan kepadamu Al-Kitab [Al-Quran] ini Quran yang ditulis itu, kemudian menyalin dan
kecuali agar kamu dapat menjelaskan kepada menyebarluaskannya ke seluruh penjuru dunia
mereka apa yang mereka perselisihkan dan untuk Islam. Hingga kini, apa yang mereka lakukan
menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang yang itu diterima dan dipelihara oleh generasi demi
beriman) (QS (QS 16:64). generasi. Dengan demikian, dapat dipastikan
Uraian yang singkat ini bukan merupakan bahwa apa yang dibaca dalam mushaf dewasa ini
pembahasan yang menyeluruh tentang Al- tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah
Sunnah, baik dari segi kedudukan dan fungsinya dibaca oleh Nabi Muhammad saw., dan para
terhadap Al-Quran, maupun dari segi sejarah pengikutnya lima belas abad yang lalu.
perkembangan dan metode penelitiannya. Uraian Nabi Muhammad ditugaskan untuk
ini hanya merupakan gambaran umum tentang menjelaskan kandungan ayat-ayatnya. Hal ini
beberapa masalah yang telah menimbulkan terbukti, antara lain, dalam ayat-ayat yang dikutip
kesalahpahaman. di awal uraian ini. Dengan demikian, penjelasan-
Al-Quran Al-Karim telah diyakini kebenarannya penjelasan Nabi Muhammad saw. tidak dapat
dipisahkan dari pemahaman maksud ayat-ayat Allah dengan, sekaligus, kepada Rasul: Athi'u Allah
Al-Quran. Beliau adalah satu-satunya manusia yang wa al-rasul (QS 3:32, 132; 8:1, 46; dan sebagainya).
mendapat wewenang penuh untuk menjelaskan Tetapi juga, terkadang antara keduanya dipisah
Al-Quran (QS 4:105). Penjelasan beliau dapat dengan kata "athi'u": Athi 'u Allah wa athi'u al-rasul
dipastikan kebenarannya. Tidak seorang Muslim (QS 4:59; 24:54; 4:23; dan sebagainya).
pun yang dapat menggantikan penjelasan Penggabungan dan pemisahan di atas
Rasul dengan penjelasan manusia lain, apa pun bukanlah tidak mempunyai arti; ia mengisyaratkan
kedudukannya. bahwa perintah-perintah Nabi Muhammad saw.,
Penjelasan-penjelasan atas arti dan maksud harus diikuti, baik yang bersumber langsung
ayat Al-Quran yang diberikan oleh Nabi dari Allah (Al-Quran) —sebagaimana ayat yang
Muhammad saw. bermacam-macam bentuknya. Ia menggambarkan ketaatan kepada Allah dan Rasul
dapat berupa ucapan, perbuatan, tulisan ataupun di atas— maupun perintah-perintahnya berupa
taqrir (pembenaran berupa diamnya beliau kebijaksanaan —seperti ayat-ayat kelompok kedua
terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang di atas.
lain).(1) Nabi Muhammad saw. telah diberi oleh Allah Itulah sebabnya mengapa Al-Quran
SWT —melalui Al-Quran— hak dan wewenang menegaskan bahwa hendaknya dilaksanakan apa
tersebut. Segala ketetapannya harus diikuti. yang diperintahkan oleh Rasul dan meninggalkan
Tingkah lakunya merupakan panutan terbaik bagi apa yang dilarangnya (QS 59:7). Dan bahwa
mereka yang mengharapkan rahmat Allah dan barangsiapa taat kepada Rasul maka ia telah
keselamatan di hari kiamat. (QS 33: 21). taat kepada Allah (QS 4:80), sebagaimana telah
Perintah untuk taat (athi'u) telah disebut dalam dijelaskan pula bahwa Muhammad saw. tiada lain
Al-Quran sebanyak sembilan belas kali. Terkadang, adalah seorang Rasul (QS 3:144).
perintah tersebut digabungkan antara taat kepada Al-Quran juga mengancam orang-orang yang
1  Lihat lebih lanjut Muhammad Idris Al-Syafi'iy, Al-Risalah,
menentang perintahnya (QS 24:62). Bahkan, ia
Al-Halabiy, Kairo, 1969, h. 18, dan seterusnya; Al-Baghdadi, menyatakan bahwa mereka (pada hakikatnya)
Al-'Uddah fi Ushul Al-Din, Jilid I, Mesir, Al-Risalah, 1980,
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
h. 112-13.

132
(Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara hadis yang, secara resmi, diperintahkan langsung
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka oleh penguasa untuk disebarluaskan ke seluruh
tidak merasa dalam hati sesuatu keberatan pelosok, dengan penulisan hadis yang dilakukan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka atas prakarsa perorangan yang telah dimulai sejak
menerima sepenuhnya (QS 4:65). masa Rasulullah saw.
Dari beberapa ayat di atas, jelaslah bahwa Penulisan bentuk kedua ini sedemikian
mereka yang menduga bahwa Nabi Muhammad banyaknya, sehingga banyak pula dikenal naskah-
saw. tidak mempunyai wewenang dalam urusan naskah hadis, antara lain:
agama, adalah keliru. Ayat laysa laka min al- 1. Al-Shahifah Al-Shahihah (Shahifah Humam),
amri syai'un (QS 3:128), diterjemahkan oleh yang berisikan hadis-hadis Abu Hurairah
sementara orang dengan tidak ada wewenang yang ditulis langsung oleh muridnya,
bagimu tentang urusan (agama) sedikit pun. Ini Humam bin Munabbih. Naskah ini telah
tidaklah benar, karena yang dimaksud dengan ditemukan oleh Prof. Dr. Hamidullah dalam
"urusan" dalam ayat ini adalah urusan diterima bentuk manuskrip, masing-masing di Berlin
atau ditolaknya tobat orang-orang tertentu, (Jerman) dan Damaskus (Syria).
sebagaimana bunyi lanjutan ayat tersebut.(2) 2. Al-Shahifah Al-Shadziqah, yang ditulis
Sementara orang ada yang meragukan langsung oleh sahabat 'Abdullah bin Amir
otentisitas penjelasan-penjelasan Nabi yang bin 'Ash —seorang sahabat yang, oleh
merupakan bagian dari Sunnah (hadits). Hal ini Abu Hurairah, dinilai banyak mengetahui
disebabkan, antara lain, karena mereka menduga hadis— dan sahabat yang mendapat izin
bahwa hadis-hadis baru ditulis pada masa langsung untuk menulis apa saja yang
pemerintahan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz (99-101 didengar dari Rasul, baik di saat Nabi ridha
H). Dugaan yang sangat keliru ini timbul karena maupun marah.
mereka tidak dapat membedakan antara penulisan 3. Shahifah Sumarah Ibn Jundub, yang
2  Hal yang sama juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari beredar di kalangan ulama yang —oleh Ibn
mengenai asbab al-nuzul ayat tersebut. Lihat Al-Bukhari, Al-
Sirin— dinilai banyak mengandung ilmu
Syaib, Jilid V, Kairo, tt., h. 247.

133
pengetahuan. hadis, yang dinyatakan ratusan ribu tersebut,
4. Shafifah Jabir bin 'Abdullah, seorang bukanlah matan-nya, tetapi jalur-jalur (thuruq)
sahabat yang, antara lain, mencatat hadis. Karena satu matan hadis dapat memiliki
masalah-masalah ibadah haji dan khutbah puluhan jalur.(4)
Rasul yang disampaikan pada Haji Wada', Ada pula yang menduga bahwa hadis-
dan lain-lain.(3) hadis Nabi yang terdapat dalam kitab-kitab
Naskah-naskah tersebut membuktikan bahwa hadis telah dinukilkan oleh para pengarangnya
hadis-hadis Rasulullah saw., telah ditulis atas melalui "penghapal-penghapal hadis", yang
prakarsa para sahabat dan tabi'in jauh sebelum hanya mampu menghapal tetapi tidak memiliki
penulisannya yang secara resmi diperintahkan oleh kemampuan ilmiah. Dugaan ini timbul karena
'Umar bin 'Abdul 'Aziz. kedangkalan pengetahuan mereka tentang ilmu
Selanjutnya, ada pula yang meragukan hadis. Jika mereka mengetahui dan menyadari
penulisan hadis (pada masa Rasul) yang syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang
disebabkan kekeliruan mereka dalam memahami penghapal hadis (antara lain, seperti tepercaya,
riwayat (yang terdapat dalam kitab-kitab hadis) kuat ingatan, identitasnya dikenal sebagai orang
yang menyatakan bahwa para ulama menghapal yang berkecimpung dalam bidang ilmiah, dan
sekian ratus ribu hadis. Mereka menduga bahwa sebagainya), maka mereka pasti menolak hadis-
jumlah yang ratusan ribu itu adalah jumlah hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang
matan (teks redaksi hadis), sehingga —dengan dinilai majhul al-hal aw al-'ayn (tidak dikenal
demikian— mereka menganggap mustahil 4  Apabila dihimpun seluruh matan hadis dari seluruh kitab-
penulisannya secara keseluruhan sejak awal sejarah kitab hadis yang mu'tabar, maka jumlahnya tidak lebih dari
50.000 matan hadis, termasuk di dalamnya hadis-hadis
Islam. Mereka tidak menyadari bahwa jumlah shahih, hasan dan dhaif. Dalam hal ini, ahli hadis, Al-Hakim,
dinilai berlebihan ketika menyatakan bahwa jumlah hadis
3  Lihat lebih lanjut Subhi Al-Shalih, 'Ulum Al-Hadits wa shahih tidak lebih dari 10.000 hadis. Lihat 'Abdul Halim
Mushthalahuhu, Beirut, Dar Al-'Ilm li Al-Malayin, 1977, Mahmud, Al-Sunnah fi Makanatiha wa fi Tarikhiha, Kairo,
cet. IX, h. 23, dan seterusnya; Muhammad Ajjaj Al-Khatib, Al-Maktabah Al-Tsaqafiyah, 1967, h. 59. Walaupun demikian,
Al-Sunnah qabla Al-Tadwin Wahdah, Kairo, 1963, cet. I, h. harus diakui bahwa sebagian besar hadis Nabi direkam bukan
346, dan seterusnya. dalam bentuk tulisan, tetapi hapalan.

134
kemampuan ilmiahnya atau juga identitas
pribadinya).
Ada pula yang menduga bahwa para ahli
hadis hanya sekadar melakukan kritik sanad
(kritik ekstern), bukan kritik matan (kritik intern).
Dugaan ini juga keliru, karena dua dari lima
syarat penilaian hadis shahih (yaitu tidak syadz
dan tidak mengandung 'illah) justru menyangkut
teks (matan) hadis-hadis tersebut. Sedang tiga
syarat lainnya, walaupun sepintas lalu berkaitan
dengan sanad hadis, bertujuan untuk memberikan
keyakinan akan kebenaran hadis-hadis tersebut.(5)
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa di satu
pihak, kekeliruan pemahaman tentang kedudukan,
fungsi dan sejarah perkembangan hadis timbul
akibat dangkalnya pengetahuan (agama). Dan
di pihak lain, ia terjadi akibat pendangkalan
agama yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam
(khususnya para orientalis yang tidak bertanggung
jawab) yang mengatasnamakan penelitian ilmiah
untuk tujuan-tujuan tertentu.

5  Tiga syarat lainnya adalah: Pertama, perawi hadis tersebut


tepercaya dari segi pandangan agama, tidak berbohong.
Kedua, kuat hapalannya. Dan ketiga, bersambung sanadnya
dalam pengertian bahwa rentetan para perawinya pernah
saling bertemu atau diduga pernah bertemu.

135
136
Ayat-ayat Kawniyyah dalam Al-Quran
Al-Quran Al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat segala pokok petunjuk menyangkut kebahagiaan
15
itu,(1) menguraikan berbagai persoalan hidup dan hidup duniawi dan ukhrawi.(3)
kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan Al-Ghazali dinilai sangat berlebihan ketika
fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan berpendapat bahwa "segala macam ilmu
tersebut sering disebut ayat-ayat kawniyyah. pengetahuan baik yang telah, sedang dan akan
Tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas ada, kesemuanya terdapat dalam Al-Quran". Dasar
menguraikan hal-hal di atas.(2) Jumlah ini tidak pendapatnya ini antara lain adalah ayat yang
termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara berbunyi, Pengetahuan Tuhan kami mencakup
tersirat. segala sesuatu (QS 7:89). Dan bila aku sakit Dialah
Tetapi, kendatipun terdapat sekian banyak Yang Menyembuhkan aku (QS 26:80). Tuhan tidak
ayat tersebut, bukan berarti bahwa Al-Quran sama mungkin dapat mengobati kalau Dia tidak tahu
dengan Kitab Ilmu Pengetahuan, atau bertujuan penyakit dan obatnya. Dari ayat ini disimpulkan
untuk menguraikan hakikat-hakikat ilmiah. Ketika bahwa pasti Al-Quran, yang merupakan Kalam/
Al-Quran memperkenalkan dirinya sebagai Firman Allah, juga mengandung misalnya
tibyanan likulli syay'i (QS 16:89), bukan maksudnya disiplin ilmu kedokteran. Demikian pendapat
menegaskan bahwa ia mengandung segala Al-Ghazali dalam Jawahir Al-Qur'an.(4) Di sini, dia
sesuatu, tetapi bahwa dalam Al-Quran terdapat mempersamakan antara ilmu dan kalam, dua
hal yang pada hakikatnya tidak selalu seiring.
1  Jumlah ini adalah yang populer di samping jumlah 6.666 ayat. Bukankah tidak semua apa yang diketahui
Tetapi, masih ada pendapat-pendapat lain. Lebih jauh dapat
dilihat dalam Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi 'Ulum Al-Qur'an, 3  Lihat Mahmud Syaltut, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Dar Al-
Al-Halabiy, Kairo 1957, jilid I, h. 249. Qalam, Mesir, Cetakan II, t.t., h. 13, dan seterusnya.
2  Lihat, antara lain, Thanthawi Jauhari, Al-Jawahir fi Tafsir 4  Al-Ghazali, Jawahir Al-Qur'an, Percetakan Kurdistan, Mesir,
Al-Qur'an, Kairo, 1350 H, jilid I, h. 3. Cetakan I, t.t., h. 31.
dan diucapkan?! Bukankah ucapan tidak selalu dipahami oleh para sahabat dan setingkat dengan
menggambarkan (seluruh) pengetahuan? pengetahuan mereka."(5) Ulama ini seakan-akan
Al-Syathibi, yang bertolak belakang dengan lupa bahwa perintah Al-Quran untuk memikirkan
Al-Ghazali, juga melampaui batas kewajaran ayat-ayatnya tidak hanya tertuju kepada para
ketika berpendapat bahwa "Para sahabat tentu sahabat, tetapi juga kepada generasi-generasi
lebih mengetahui tentang kandungan Al-Quran" sesudahnya yang tentunya harus berpikir sesuai
—tetapi dalam kenyataan tidak seorang pun dengan perkembangan pemikiran pada masanya
di antara mereka yang berpendapat seperti di masing-masing.
atas. "Kita," kata Al-Syathibi lebih jauh, "tidak 5  Abu Ishaq Al-Syathibi, Al-Muwafaqat, Dar Al-Ma'rifah,
boleh memahami Al-Quran kecuali sebagaimana Mesir, t.t., jilid 1, h. 46.

Al-Quran dan Alam Raya


Seperti dikemukakan di atas bahwa Al-Quran fenomena alam tersebut. Namun, pengetahuan
berbicara tentang alam dan fenomenanya. Paling dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan
sedikit ada tiga hal yang dapat dikemukakan puncak (ultimate goal).
menyangkut hal tersebut: (2) Alam dan segala isinya beserta hukum-
(1) Al-Quran memerintahkan atau hukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan
menganjurkan kepada manusia untuk di bawah kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan
memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam sangat teliti.
rangka memperoleh manfaat dan kemudahan- Alam raya tidak dapat melepaskan diri dari
kemudahan bagi kehidupannya, serta untuk — ketetapan-ketetapan tersebut —kecuali jika
mengantarkannya kepada kesadaran akan Keesaan dikehendaki oleh Tuhan. Dari sini tersirat bahwa:
dan Kemahakuasaan Allah SWT. (a) Alam raya atau elemen-elemennya tidak
Dari perintah ini tersirat pengertian bahwa boleh disembah, dipertuhankan atau dikultuskan.
manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan (b) Manusia dapat menarik kesimpulan-
memanfaatkan hukum-hukum yang mengatur kesimpulan tentang adanya ketetapan-ketetapan

138
yang bersifat umum dan mengikat bagi alam raya diajak berdialog oleh Al-Quran serta dituntut
dan fenomenanya (hukum-hukum alam). menggunakan akalnya dalam rangka memahami
(3) Redaksi ayat-ayat kawniyyah bersifat petunjuk-petunjuk-Nya. Dan kalau disadari bahwa
ringkas, teliti lagi padat, sehingga pemahaman akal manusia dan hasil penalarannya dapat
atau penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut dapat berbeda-beda akibat latar belakang pendidikan,
menjadi sangat bervariasi, sesuai dengan tingkat kebudayaan, pengalaman, kondisi sosial, dan
kecerdasan dan pengetahuan masing-masing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
penafsir. (iptek), maka adalah wajar apabila pemahaman
Dalam kaitan dengan butir ketiga di atas, perlu atau penafsiran seseorang dengan yang lainnya,
digarisbawahi beberapa prinsip dasar yang dapat, baik dalam satu generasi atau tidak, berbeda-beda
atau bahkan seharusnya, diperhatikan dalam usaha pula.
memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Quran (3) Berpikir secara kontemporer sesuai dengan
yang mengambil corak ilmiah. Prinsip-prinsip dasar perkembangan zaman dan iptek dalam kaitannya
tersebut adalah dengan pemahaman Al-Quran tidak berarti
(1) Setiap Muslim, bahkan setiap orang, menafsirkan Al-Quran secara spekulatif atau
berkewajiban untuk mempelajari dan memahami terlepas dari kaidah-kaidah penafsiran yang telah
Kitab Suci yang dipercayainya, walaupun hal ini disepakati oleh para ahli yang memiliki otoritas
bukan berarti bahwa setiap orang bebas untuk dalam bidang ini.
menafsirkan atau menyebarluaskan pendapat- (4) Salah satu sebab pokok kekeliruan dalam
pendapatnya tanpa memenuhi seperangkat syarat- memahami dan menafsirkan Al-Quran adalah
syarat tertentu. keterbatasan pengetahuan seseorang menyangkut
(2) Al-Quran diturunkan bukan hanya khusus subjek bahasan ayat-ayat Al-Quran. Seorang
ditujukan untuk orang-orang Arab ummiyyin yang mufasir mungkin sekali terjerumus kedalam
hidup pada masa Rasul saw. dan tidak pula hanya kesalahan apabila ia menafsirkan ayat-ayat
untuk masyarakat abad ke-20, tetapi untuk seluruh kawniyyah tanpa memiliki pengetahuan yang
manusia hingga akhir zaman. Mereka semua memadai tentang astronomi, demikian pula

139
dengan pokok-pokok bahasan ayat yang lain. penafsiran ilmiah— untuk menyadari sepenuhnya
Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip pokok sifat penemuan-penemuan ilmiah, serta
di atas, ulama-ulama tafsir memperingatkan memperhatikan secara khusus bahasa dan konteks
perlunya para mufasir —khususnya dalam ayat-ayat Al-Quran.
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dengan

Pendapat Para Ulama tentang Penafsiran Ilmiah


Disepakati oleh semua pihak bahwa "Kita berkewajiban menjelaskan Al-Quran secara
penemuan-penemuan ilmiah, di samping ada yang ilmiah dan biarlah generasi berikut membuka tabir
telah menjadi hakikat-hakikat ilmiah yang dapat kesalahan kita dan mengumumkannya."(8)
dinilai telah memiliki kemapanan, ada pula yang Abbas Mahmud Al-Aqqad memberikan
masih sangat relatif atau diperselisihkan sehingga jalan tengah. Seseorang hendaknya jangan
tidak dapat dijamin kebenarannya. mengatasnamakan Al-Quran dalam pendapat-
Atas dasar larangan menafsirkan Al-Quran pendapatnya, apalagi dalam perincian penemuan-
secara spekulatif, maka sementara ulama Al- penemuan ilmiah yang tidak dikandung oleh
Quran tidak membenarkan penafsiran ayat-ayat redaksi ayat-ayat Al-Quran. Dalam hal ini, AlAqqad
berdasarkan penemuan-penemuan ilmiah memberikan contoh menyangkut ayat 30 Surah
yang sifatnya belum mapan.(6) Seorang ulama Al-Anbiya' yang oleh sementara ilmuwan Muslim
berpendapat bahwa "Kita tidak ingin terulang apa dipahami sebagai berbicara tentang kejadian
yang terjadi atas Perjanjian Lama ketika gereja alam raya, yang pada satu ketika merupakan satu
menafsirkannya dengan penafsiran yang kemudian gumpalan kemudian dipisahkan Tuhan.
ternyata bertentangan dengan penemuan para Setiap orang bebas memahami kapan dan
ilmuwan."(7) Ada Pula yang berpendapat bahwa bagaimana terjadinya pemisahan itu, tetapi ia
6  Muhammad Ridha Al-Hakimi, Al-Qur'an Yasbiqu Al-'Ilm tidak dibenarkan mengatasnamakan Al-Quran
Al-Hadits, Dar Al-Qabas, Kuwait, 1977, h. 71. menyangkut pendapatnya, karena Al-Quran tidak
7  Abdul Muta'al Muhammad Al-Jabri, Syathahat Mushthafa
Mahmud, Dar Al-I'thisham, Kairo, 1976, h. 12. 8  Muhammad Ridha Al-Hakimi, loc cit.

140
menguraikannya.(9) Pemahaman semacam ini merupakan ijtihad yang
Setiap Muslim berkewajiban mempercayai baik sebagai pemahamannya (selama) ia tidak
segala sesuatu yang dikandung oleh Al-Quran, mewajibkan atas dirinya untuk mempercayainya
sehingga bila seseorang mengatasnamakan Al- sebagai akidah dan atau mewajibkan yang
Quran untuk membenarkan satu penemuan atau demikian itu terhadap orang lain."(10)
hakikat ilmiah yang tidak dicakup oleh kandungan Bint Al-Syathi' dalam bukunya, Al-Qur'an wa Al-
redaksi ayat-ayat Al-Quran, maka hal ini dapat Qadhaya Al-Washirah, secara tegas membedakan
berarti bahwa ia mewajibkan setiap Muslim antara pemahaman dan penafsiran.(11) Sedangkan
untuk mempercayai apa yang dibenarkannya itu, Al-Thabathaba'i, mufasir besar Syi'ah kontemporer,
sedangkan hal tersebut belum tentu demikian. lebih senang menamai penjelasan makna ayat-
Pendapat yang disimpulkan dari uraian ayat Al-Quran secara ilmiah dengan nama tathbiq
Al-Aqqad di atas, bukan berarti bahwa (penerapan).(12) Pendapat-pendapat di atas agaknya
ulama dan cendekiawan Mesir terkemuka ini semata-mata bertujuan untuk menghindari jangan
menghalangi pemahaman suatu ayat berdasarkan sampai Al-Quran dipersalahkan bila di kemudian
perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak! Sebab, hari terbukti teori atau penemuan ilmiah tersebut
menurut Al-Aqqad lebih lanjut, "Dahulu ada keliru.
ulama yang memahami arti 'tujuh langit' sebagai 10 Ibid.
tujuh planet yang mengitari tata surya —sesuai 11  Bint Al-Syathi', Al-Quran wa Al-Qadhaya Al-Mu'ashirah,
Dar Al-Ilmu li Al-Malayin, Beirut, 1982, h. 313.
dengan perkembangan pengetahuan ketika itu.
12  Muhammad Husain Al-Thabathaba'i, Tafsir Al-Mizan, Dar
9  Abbas Mahmud Al-Aqqad, Al-Falsafah Al-Qur'aniyyah, Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah, Teheran, 1397 H., cet. III, jilid I, h.
Al-Hilal, Kairo, t.t., h. 182. 6.

Segi Bahasa Al-Quran dan Korelasi Antar Ayatnya


Seperti yang telah dikemukakan di atas, para berkaitan dengan penafsiran ilmiah— seseorang
mufasir mengingatkan agar dalam memahami atau dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran —khususnya yang Al-Quran serta korelasi antar ayat.

141
Sebelum menetapkan bahwa ayat 88 Surah Terjemahan ini, di samping mengabaikan arti huruf
Al-Naml (yang berbunyi, Dan kamu lihat gunung- fa; juga menambahkan kata tumbuh-tumbuhan
gunung itu, kamu sangka ia tetap di tempatnya, sebagai penjelasan sehingga terjemahan tersebut
padahal ia berjalan sebagai jalannya awan), menginformasikan bahwa angin berfungsi
ini menginformasikan pergerakan gunung- mengawinkan tumbuh-tumbuhan.
gunung, atau peredaran bumi, terlebih dahulu Hemat penulis, terjemahan dan pandangan di
harus dipahami kaitan ayat ini dengan ayat-ayat atas tidak didukung oleh fa anzalna min al-sama'
sebelumnya. Apakah ia berbicara tentang keadaan ma'a yang seharusnya diterjemahkan dengan maka
gunung dalam kehidupan duniawi kita dewasa ini kami turunkan hujan. Huruf fa' yang berarti "maka"
atau keadaannya kelak di hari kemudian. Karena, menunjukkan adanya kaitan sebab dan akibat
seperti diketahui, penyusunan ayat-ayat Al-Quran antara fungsi angin dan turunnya hujan, atau
tidak didasarkan pada kronologis masa turunnya, perurutan logis antara keduanya sehingga tidak
tetapi pada korelasi makna ayat-ayatnya, sehingga tepat huruf tersebut diterjemahkan dengan dan
kandungan ayat terdahulu selalu berkaitan dengan sebagaimana tidak tepat penyisipan kata tumbuh-
kandungan ayat kemudian. tumbuhan dalam terjemahan tersebut. Bahkan
Demikian pula halnya dengan segi tidak keliru jika dikatakan bahwa menterjemahkan
kebahasaan. Ada sementara orang yang berusaha lawaqiha dengan meniupkan juga kurang tepat.
memberikan legitimasi dari ayat-ayat Al-Quran Kamus-kamus bahasa mengisyaratkan bahwa
terhadap penemuan-penemuan ilmiah dengan kata tersebut digunakan antara lain untuk
mengabaikan kaidah kebahasaan. menggambarkan inseminasi. Sehingga, atas
Ayat 22 Surah Al-Hijr, diterjemahkan oleh Tim dasar ini, Hanafi Ahmad menjadikan ayat tersebut
Departemen Agama dengan, "Dan Kami telah sebagai informasi tentang fungsi angin dalam
meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh- menghasilkan atau mengantarkan turunnya
tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit ..."(13) hujan, semakna dengan Firman Allah dalam surah
Al-Nur ayat 43: Tidakkah kamu lihat bahwa Allah
13  Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Quran Depag, Al-Qur'an
mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara
dan Terjemahannya, Percetakan PT. Seraya Santra, 1989.

142
(bagian-bagian)-nya, kemudian dijadikannya
bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan
keluar dari celah-celahnya ...(14)
Memang, seperti yang dikemukakan di atas,
sebab-sebab kekeliruan dalam memahami atau
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran antara lain adalah
kelemahan dalam bidang bahasa Al-Quran,
serta kedangkalan pengetahuan menyangkut
objek bahasan ayat. Karena itu, walaupun sudah
terlambat, kita masih tetap menganjurkan
kerja sama antardisiplin ilmu demi mencapai
pemahaman atau penafsiran yang tepat dari
ayat-ayat Al-Quran dan demi membuktikan bahwa
Kitab Suci tersebut benar-benar bersumber dari
Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahaesa itu.

14  Hanafi Ahmad, Al-Tafsir Al-'Ilmiy lil Ayat Al-Kawniyyah,


Dar Al-Ma'arif Mesir, 1960, h. 363, dan seterusnya.

143
144
Konsep Qath'iy dan Zhanniy
Istilah qath'iy dan zhanniy —sebagaimana lazim redaksi ayat-ayat Al-Quran.
16
diketahui— masing-masing terdiri atas dua bagian, Sebelum menguraikan masalah di atas, terlebih
yaitu yang menyangkut al-tsubut (kebenaran dahulu perlu digarisbawahi bahwa masalah ini
sumber) dan al-dalalah (kandungan makna). Tidak tidak menjadi salah satu pokok bahasan ulama-
terdapat perbedaan pendapat di kalangan umat ulama tafsir. Secara mudah hal tersebut dapat
Islam menyangkut kebenaran sumber Al-Quran. dibuktikan dengan membuka lembaran kitab-
Semua bersepakat untuk meyakini bahwa redaksi kitab 'Ulum Al-Qur'an. Lihat misalnya Al-Burhan
ayat-ayat Al-Quran yang terhimpun dalam mushaf karangan Al-Zarkasyi, atau Al-Itqan oleh Al-Sayuthi.
dan dibaca oleh kaum Muslim di seluruh penjuru Keduanya tidak membahas persoalan tersebut.
dunia dewasa ini adalah sama tanpa sedikit Ini, antara lain, disebabkan ulama-ulama tafsir
perbedaan pun dengan yang diterima oleh Nabi menekankan bahwa Al-Quran hammalat li al-
Muhammad saw. dari Allah SWT melalui malaikat wujuh.(2) Sehingga, dari segi penggalian makna,
Jibril a.s. mereka mengenal ungkapan: "Seorang tidak
Al-Quran jelas qath'iy al-tsubut. Hakikatnya dinamai mufasir kecuali jika ia mampu memberi
merupakan salah satu dari apa yang dikenal interpretasi beragam terhadap ayat-ayat Al-Quran."
dengan istilah ma'lum min al-din bi al-dharurah.(1) Sikap ini tentunya tidak sejalan dengan konsep
Karena itu, di sini tidak akan dibicarakan masalah qath'iy at-dalalah yang hakikatnya, menurut 'Abdul
qathi'y dari segi al-tsubut atau kebenaran sumber Wahhab Khallaf, adalah: "Yang menunjuk kepada
tersebut. Yang menjadi persoalan adalah bagian makna tertentu yang harus dipahami darinya (teks);
kedua, yakni yang menyangkut kandungan makna tidak mengandung kemungkinan ta'wil serta tidak
ada tempat atau peluang untuk memahami makna
1  Sesuatu yang sudah sangat jelas, aksiomatik, dalam ajaran
agama. 2  Al-Quran (mampu) mengandung banyak interpretasi.
selain makna tersebut darinya (teks tersebut)."(3) Anda (dapat) menemukan kalimat atau kata yang
Mohammad Arkoun, seorang pemikir mempunyai arti bermacam-macam. Semuanya
kontemporer kelahiran Aljazair, menulis tentang benar atau mungkin benar ... (Ayat-ayat Al-Quran)
ayat-ayat Al-Quran sebagai berikut: "Kitab Suci bagaikan intan. Setiap sudutnya memancarkan
itu mengandung kemungkinan makna yang tak cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar
terbatas. Ia menghadirkan berbagai pemikiran dan dari sudut-sudut lain. Dan tidak mustahil, jika Anda
penjelasan pada tingkat yang dasariah, eksistensi mempersilakan orang lain memandangnya, maka
yang absolut. Ia, dengan demikian, selalu terbuka, dia akan melihat lebih banyak dari apa yang Anda
tak pernah tetap dan tertutup hanya pada satu lihat."(5)
penafsir.an makna."(4) Di sisi lain, kita dapat berkata bahwa setiap
Pendapat di atas sejalan dengan tulisan nash atau redaksi mengandung dua dalalah
'Abdullah Darraz, salah seorang ulama besar Al- (kemungkinan arti). Bagi pengucapnya, redaksi
Azhar yang antara lain mengedit, menjelaskan tersebut hanya mengandung satu arti saja, yakni
dan mengkritik kitab Al-Muwafaqat karya Abu arti yang dimaksudkan olehnya. Inilah yang
Ishaq Al-Syathibi. Syaikh Darraz menulis: "Apabila disebut dalalah haqiqiyyah. Tetapi, bagi para
Anda membaca Al-Quran, maknanya akan jelas pendengar atau pembaca, dalalah-nya bersifat
di hadapan Anda. Tetapi bila Anda membaca relatif. Mereka tidak dapat memastikan maksud
sekali lagi, maka Anda akan menemukan pula pembicara. Pemahaman mereka terhadap nash
makna-makna lain yang berbeda dengan makna atau redaksi tersebut dipengaruhi oleh banyak hal.
terdahulu. Demikian seterusnya, sampai-sampai Mereka dapat berbeda pendapat. Yang kedua ini
dinamai dalalah nishbiyyah.
3  'Abdul Wahhab Khallaf, Ilm Ushul Al-Fiqh, Al-Dar Al-
Kuwaitiyyah, Kuwait, 1968, cetakan Vlll, h. 35. Atas dasar titik pandang yang demikian inilah
4  Lihat makalah Martin van Bruinessen, "Mohammad Arkoun agaknya mengapa pembahasan mengenai qath'iy
tentang Al-Qur'an," disampaikan dalam diskusi Yayasan
EMPATI. Pada h. 2, ia mengutip Mohammad Arkoun,
al-dalalah tidak diuraikan secara khusus dalam
"Algeria," dalam Shireen T. Hunter (ed.), The Politics of
Islamic Revivalism, Bloomington: Indiana University Press 5  'Abdullah Darraz, Annaba' Al-Azhim, Dar Al-'Urubah, Mesir,
1988, h. 182-183. 1966, h. 111.

146
kitab-kitab 'Ulum Al-Qur'an. Persoalan ini dibahas masalah yang dibicarakan di atas tidak menjadi
oleh ulama-ulama ushul al-fiqh. Para pakar disiplin pokok bahasan ulama tafsir, namun mereka
ilmu ini pada umumnya menjadikan masalah- menekankan perlunya seorang mufasir untuk
masalah ushul al-fiqh sebagai masalah yang pasti mengetahui ushul al-fiqh, khususnya dalam rangka
atau qath'iy.(6) Perlu juga dicatat bahwa walaupun menggali ayat-ayat hukum.
6  Abu Ishaq Al-Syathibiy, Al-Muwafaqat fi Ushul Al-Syari'ah,
disunting oleh Syaikh'Abdullah Darraz, Al-Maktabah Al- Tijariyyah Al-Kubra, Mesir, tanpa tahun, Jilid 1, h. 29.

Hakikat Qath'iy dan Zhanniy


Tetapi, apakah yang dinamai qath'iy dan apa populer."(8) Yang dimaksudkan adalah istilah yang
atau bagaimana proses yang dilaluinya sehingga dinukil di atas, atau yang semakna dengannya
suatu ayat dinilai qath'iy al-dalalah? Di atas telah seperti dijelaskan oleh 'Ali 'Abdul Wahhab. Mereka
dinukil pendapat 'Abdul Wahhab Khallaf yang merumuskan "definisi populer" tersebut dengan
kelihatannya merupakan pendapat yang populer "tidak adanya kemungkinan untuk memahami dari
tentang difinisi qath'iy al-dalalah. suatu lafal kecuali maknanya yang dasar itu."(9)
Definisi serupa dikemukakan juga oleh Syaikh "Tidak atau jarang sekali ada sesuatu yang
Abu Al-'Ainain Badran Abu Al-'Ainain: "Sesuatu pasti dalam dalil-dalil syara'", (jika berdiri sendiri)
yang menunjuk kepada hukum dan tidak ini, menurut Al-Syathibi, karena apabila dalil-
mengandung kemungkinan (makna) selainnya."(7) dalil syara' tersebut bersifat ahad, maka jelas ia
Sementara itu, Al-Syathibi, dalam Al- tidak dapat memberi kepastian. Bukankah ahad
Muwafaqat, menulis demikian: "Tidak atau jarang sifatnya zhanniy? Sedangkan bila dalil tersebut
sekali ada sesuatu yang pasti dalam dalil-dalil syara' bersifat mutawatir lafalnya, maka untuk menarik
yang sesuai dengan penggunaan (istilah) yang makna yang pasti dibutuhkan premis-premis
8  Al-Syathibi, op cit., h. 35.
9  Ali 'Abduttawab dan Thaha 'Abdullah Addasuqy, Mabahits fi
7  Abu Al-'Ainain Badran Abu Al-'Ainain, Ushul Al-Fiqh Al- Tarikh Al-Fiqh Al-Islamiy, Lajnah Al-Bayan Al-'Arabiy, Mesir,
Islamiy, tanpa tahun, h. 63. 1962, h. 50.

147
(muqaddimat) yang tentunya harus bersifat (5) redaksi yang dimaksud bukan kata metaforis
pasti (qath'iy) pula. Dalam hal ini, premis-premis (majaz); (6) tidak mengandung peralihan makna;
tersebut harus bersifat mutawatir. Ini tidak mudah atau (7) sisipan (idhmar); atau (8) "pendahuluan
ditemukan, karena kenyataan membuktikan bahwa dan pengakhiran" (taqdim wa ta'khir); atau
premis-premis tersebut kesemuanya atau sebagian (9) pembatalan hukum (naskh); dan (10) tidak
besarnya bersifat ahad dalam arti zhanniy (tidak mengandung penolakan yang logis (adam al-
pasti). Sesuatu yang bersandar kepada zhanniy, mu'aridh al-'aqliy).
tentu tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang Tiga yang pertama kesemuanya bersifat
zhanniy pula. zhanniy, karena riwayat-riwayat yang menyangkut
Muqaddimat yang dimaksud Al-Syathibi di atas hal-hal tersebut kesemuanya ahad. Tujuh sisanya
adalah apa yang dikenal dengan al-ihtimalat al- hanya dapat diketahui melalui al-istiqra' al-tam
'asyrah,(10) yakni: (1) riwayat-riwayat kebahasaan; (2) (metode induktif yang sempurna), dan hal ini
riwayat-riwayat yang berkaitan dengan gramatika mustahil. Yang dapat dilakukan hanyalah al-istiqra'
(nahw); (3) riwayat-riwayat yang berkaitan dengan al-naqish (metode induktif yang tidak sempurna),
perubahan kata (sharaf); (4) redaksi yang dimaksud dan ini tidak menghasilkan kepastian. Dengan kata
bukan kata bertimbal (ambigu, musytarak); atau lain, yang dihasilkan adalah sesuatu yang bersifat
10  Sepuluh kemungkinan. zhanniy.

Yang Qath'iy dalam Al-Quran


Apakah pendapat Al-Syathibi di atas pada akhirnya dinamai qath'iy.
mengantarkan kita untuk berkesimpulan bahwa Menurut Al-Syathibi lebih jauh, "kepastian
tidak ada yang qath'iy dalam Al-Quran? Memang makna" (qath'iyyah al-dalalah) suatu nash muncul
demikian jika ditinjau dari sudut ayat-ayat dari sekumpulan dalil zhanniy yang kesemuanya
tersebut secara berdiri sendiri. Tetapi lebih jauh ia mengandung kemungkinan makna yang sama.
menjelaskan bagaimana proses yang dilalui oleh Terhimpunnya makna yang sama dari dalil-dalil
suatu hukum yang diangkat dari nash sehingga ia yang beraneka ragam itu memberi "kekuatan"

148
tersendiri. Ini pada akhirnya berbeda dari keadaan damai atau perang, dalam keadaan berdiri atau
masing-masing dalil tersebut ketika berdiri sendiri. —bila uzur— duduk atau berbaring atau bahkan
Kekuatan dari himpunan tersebut menjadikannya dengan isyarat sekalipun;
tidak bersifat zhanniy lagi. Ia telah meningkat (d) Pengalaman-pengalaman yang diketahui
menjadi semacam mutawatir ma'nawiy, dan secara turun-temurun dari Nabi saw., sahabat
dengan demikian dinamailah ia sebagai qath'iy beliau, dan generasi sesudahnya, yang tidak
al-dalalah.(11) pernah meninggalkannya.
Jika perhatian hanya ditujukan kepada Kumpulan nash yang memberikan makna-
nash Al-Quran yang berbunyi aqimu al-shalah makna tersebut, yang kemudian disepakati oleh
misalnya, maka nash ini tidak pasti menunjuk umat, melahirkan pendapat bahwa penggalan
kepada wajibnya shalat, walaupun redaksinya ayat aqimu al-shalah secara pasti atau qath'iy
berbentuk perintah, sebab, banyak ayat Al-Quran mengandung makna wajibnya shalat. Juga
yang menggunakan redaksi perintah tapi dinilai disepakati bahwa tidak ada kemungkinan arti lain
bukan sebagai perintah wajib. Kepastian tersebut yang dapat ditarik darinya. Di sini, kewajiban shalat
datang dari pemahaman terhadap nash-nash lain yang ditarik dari aqimu al-shalat, menjadi aksioma.
yang, walaupun dengan redaksi atau konteks Di sini berlaku ma'lum min al-din bi al-dharurah.
berbeda-beda, disepakati bahwa kesemuanya Biasanya, ulama-ulama ushul al-fiqh menunjuk
mengandung makna yang sama. Dalam contoh kepada ijma' untuk menetapkan sesuatu yang
di atas, ditemukan sekian banyak ayat atau hadis bersifat qath'iy. Sebab, jika mereka menunjuk
yang menjelaskan antara lain hal-hal berikut: kepada nash (dalil naqli) secara berdiri sendiri,
(a) Pujian kepada orang-orang yang shalat; maka akan dapat terbuka peluang —bagi
(b) Celaan dan ancaman bagi yang mereka yang tidak mengetahui ijma' itu— untuk
meremehkan atau meninggalkannya; mengalihkan makna yang dimaksud dan telah
(c) Perintah kepada mukallaf untuk disepakati itu ke makna yang lain. Nah, guna
melaksanakannya dalam keadaan sehat atau sakit, menghindari hal inilah mereka langsung menunjuk
kepada ijma'.
11  Lebih jauh lihat Al-Syathibi, op cit., h. 96-37

149
Perlu ditambahkan bahwa suatu ayat atau ijma' (sepakat) menyatakan kewajiban membasuh
hadis mutawatir dapat menjadi qath'iy dan kepala dalam berwudhu' berdasarkan berbagai
zhanniy pada saat yang sama. Firman Allah yang argumentasi. Namun, mereka berbeda pendapat
berbunyi Wa imsahu bi ru'usikum adalah qath'iy tentang arti dan kedudukan ba' pada lafal bi
al-dalalah menyangkut wajibnya membasuh ru'usikum. Dengan demikian, kedudukan ayat
kepala dalam ber-wudhu : Tetapi ia zhanniy al- tersebut menjadi qath'iy bi i'tibar wa zhanniy bi
dalalah dalam hal batas atau kadar kepala yang i'tibar akhar.(12) Di satu sisi ia menunjuk kepada
harus dibasuh. Keqath'iy-an dan ke-zhanniy-an makna yang pasti, dan di sisi lain ia memberi
tersebut disebabkan karena seluruh ulama ber- berbagai alternatif makna.
12  Dari satu sisi qath'iy dan sisi lain zhanniy.

Catatan Akhir
Dari sini jelas bahwa masalah qath'iy dan banyak alasan untuk sepakat menetapkan
zhanniy bermuara kepada sejumlah argumentasi arti suatu ayat sehingga pada akhirnya ia
yang maknanya disepakati oleh ulama (mujma' menjadi qath'iy al-dalalah. "Mengabaikan
'alayh), sehingga tidak mungkin lagi timbul persepakatan mereka dapat menimbulkan
makna yang lain darinya kecuali makna yang kebingunan dan kesimpangsiuran di
telah disepakati itu. Bukankah ia telah disepakati kalangan umat," tulis Yusuf Qardhawi.(13)
bersama? » Harus disadari bahwa di dalam banyak
Dalam hal kesepakatan tersebut, kita perlu kitab seringkali ditemukan pernyataan-
mencatat beberapa butir masalah: pernyataan ijma' menyangkut berbagai
» Walaupun para ulama berbeda pendapat masalah —aqidah atau syari ah. Namun,
tentang kedudukan ijma' sebagai dalil, pada hakikatnya, masalah tersebut tidak
namun agaknya tidak diragukan bahwa memiliki ciri ijma'. Mahmud Syaltut,
para pendahulu (salaf) yang hidup pada
13  Yusuf Al-Qardhawiy, Fiqh Al-Zakah, Muassasat Al-Risalah,
abad-abad pertama tentu mempunyai
Beirut, Cet. IV, jilid I, h. 25.

150
mengutip tulisan Imam Syafi'i dalam riwayat-riwayat."(16)
Al-Risalah, menulis demikian: "Saya tidak » Umat Islam, termasuk sebagian ulamanya,
berkata, dan tidak pula seseorang dari kerap kali beranggapan bahwa suatu
kalangan yang berilmu, bahwa 'Ini mujma' masalah telah menjadi kesepakatan para
'alayh' (disepakati), sampai suatu saat Anda ulama. Padahal sesungguhnya hal tersebut
tidak bertemu dengan seorang alim pun baru merupakan kesepakatan antar ulama
kecuali semuanya berpendapat sedemikian, mazhabnya. Hal ini sekali lagi berarti bahwa
yang disampaikan (sumbernya) adalah yang disepakati ke-qath'iy-annya haruslah
orang-orang sebelumnya —seperti bahwa diteliti dengan cermat.
shalat zhuhur adalah empat rakaat, bahwa Demikianlah beberapa pokok pikiran
khamr haram, dan yang semacamnya."(14) menyangkut masalah qath'iy. Adapun persoalan
» Tidak semua alim atau pakar dapat dijadikan zhanniy, agaknya sudah menjadi jelas dengan
rujukan dalam menetapkan kesepakatan memahami istilah qath'iy yang diuraikan di atas.
(ijma') tersebut. Ibrahim bin 'Umar Al-Biqa'iy
(809-885 H) misalnya,(15) tidak mengakui
Fakhruddin Al-Raziy sebagai salah seorang
yang dapat diterima otoritasnya dalam
menetapkan "kesepakatan". Ia menulis
demikian: "Tidak dirujuk untuk mengetahui
ijma' kecuali para pakar yang mendalami

14  Mahmud Syaltut, Al-Islam 'Aqidah wa Syari'ah, Dar Al-


Qalam, Mesir, 1966, Cet. III, h. 72.
15  Ibrahim bin Umar Al-Biqa'iy adalah salah seorang pakar
tafsir yang karyanya, Nazhm Al-Dhurar fi Tanasub Al-Ayat wa 16  Lihat Ibrahim bin Umar Al-Biqa'iy, Nazhm Al-Dhurar,
Al-Suwar, dinilai sebagai ensiklopedi dalam bidang sistematika manuskrip di Perpustakaan Al-Azhar, Kairo, Mesir, no.
runtutan ayat-ayat Al-Quran. 590-Tafsir, Jilid II, h. 197.

151
152
Soal Nasikh dan Mansukh
Seandainya (Al-Quran ini) datangnya bukan dari Allah, niscaya mereka akan
17
menemukan di dalam (kandungan)-nya ikhtilaf (kontradiksi) yang banyak (QS 4:82).

A yat Al-Quran tersebut di atas merupakan


prinsip yang di yakini kebenarannya
oleh setiap Muslim. Namun demikian, para
Sebelum menguraikan arti nasikh dan mansukh
dari segi terminologi, perlu digarisbawahi bahwa
para ulama sepakat tentang tidak ditemukannya
ulama berbeda pendapat tentang bagaimana ikhtilaf dalam arti kontradiksi dalam kandungan
menghadapi ayat-ayat yang sepintas lalu ayat-ayat Al-Quran. Dalam menghadapi ayat-
menunjukkan adanya gejala kontradiksi. Dari ayat yang sepintas lalu dinilai —memiliki gejala
sinilah kemudian timbul pembahasan tentang kontradiksi, mereka mengkompromikannya.
nasikh dan mansukh. Pengkompromian tersebut ditempuh oleh satu
Di dalam Al-Quran, kata naskh dalam berbagai pihak tanpa menyatakan adanya ayat yang telah
bentuknya, ditemukan sebanyak empat kali, yaitu dibatalkan, dihapus, atau tak berlaku lagi, den ada
dalam QS 2:106, 7:154, 22:52, dan 45:29. Dari segi pula dengan menyatakan bahwa ayat yang turun
etimologi, kata tersebut dipakai dalam beberapa kemudian telah membatalkan kandungan ayat
arti, antara lain pembatalan, penghapusan, sebelumnya, akibat perubahan kondisi sosial.(1)
pemindahan dari satu wadah ke wadah lain, Apa pun cara rekonsiliasi tersebut, pada
pengubahan, dan sebagainya. Sesuatu yang akhirnya mereka sependapat bahwa tidak ada
membatalkan, menghapus, memindahkan, dan kontradiksi dalam ayat-ayat Al-Quran. Karena
sebagainya, dinamai nasikh. Sedangkan yang 1  Lihat antara lain Al-Fairuzzabadiy dalam Al-Qamus Al-
dibatalkan, dihapus, dipindahkan, dan sebagainya, Muhith, Al-Halabiy, Mesir, cet. II, 1952, Jilid I, h. 281. Lihat
juga Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi 'Ulum Al-Qur'an, Al-
dinamai mansukh.
Halabiy, Mesir, 1957, cet. I, jilid III, h. 28.
disepakati bahwa syarat kontradiksi, antara lain, lain-lain.
adalah persamaan subjek, objek, waktu, syarat, dan

Arti Naskh
Terdapat perbedaan pengertian tentang ada yang beranggapan bahwa ketetapan hukum
terminologi naskh. Para ulama mutaqaddimin Islam yang membatalkan hukum yang berlaku
(abad I hingga abad III H) memperluas arti naskh pada masa pra-Islam merupakan bagian dari
sehingga mencakup: (a) pembatalan hukum yang pengertian naskh.(3)
ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan Pengertian yang demikian luas dipersempit
kemudian; (b) pengecualian hukum yang bersifat oleh para ulama yang datang kemudian
umum oleh hukum yang bersifat khusus yang (muta'akhirin). Menurut mereka naskh terbatas
datang kemudian; (c) penjelasan yang datang pada ketentuan hukum yang datang kemudian,
kemudian terhadap hukum yang bersifat samar; (d) guna membatalkan atau mencabut atau
penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan
belum bersyarat.(2) hukum yang terdahulu, sehingga ketentuan
Bahkan ada di antara mereka yang hukum yang berlaku adalah yang ditetapkan
beranggapan bahwa suatu ketetapan hukum yang terakhir.
ditetapkan oleh satu kondisi tertentu telah menjadi Para ulama tidak berselisih pendapat tentang
mansukh apabila ada ketentuan lain yang berbeda adanya ayat-ayat Al-Quran mencakup butir-butir
akibat adanya kondisi lain, seperti misalnya b, c, dan d, yang dikemukakan oleh para ulama
perintah untuk bersabar atau menahan diri pada mutaqaddimin tersebut. Namun istilah yang
periode Makkah di saat kaum Muslim lemah, diberikan untuk hal-hal tersebut bukannya naskh
dianggap telah di-naskh oleh perintah atau izin tetapi takhshish (pengkhususan).
berperang pada periode Madinah, sebagaimana Yang kemudian menjadi bahan perselisihan

2  Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul Al-Syari'at, Dar Al-Ma'arif, 3  Abdul 'Azim Al-Zarqani, Manahil A-'Irfan fi 'Ulum
Beirut, 1975, jilid III, h. 108. Al-Qur'an, Al-Halabiy, Mesir 1980, Jilid II, h. 254.

154
adalah butir a, dalam arti adakah ayat yang maka merupakan suatu tindakan bijaksana apabila
dibatalkan hukumnya atau tidak? Para ulama yang ia di-naskh (dibatalkan) dan diganti dengan hukum
menyatakan adanya naskh dalam pengertian yang sesuai dengan waktu, sehingga dengan
tersebut mengemukakan alasan-alasan demikian ia menjadi lebih baik dari hukum semula
berdasarkan 'aql dan naql (Al-Quran). atau sama dari segi manfaatnya untuk hamba-
Ibn Katsir, dalam rangka membuktikan hamba Allah."(5)
kekeliruan orang-orang Yahudi yang Lebih jauh dikatakannya bahwa hal ini sama
mempertahankan ajaran agama mereka dan dengan obat-obat yang diberikan kepada pasien.
menolak ajaran Islam dengan dalih tidak mungkin Para nabi dalam hal ini berfungsi sebagai dokter,
Tuhan membatalkan ketetapan-ketetapannya yang dan hukum-hukum yang diubahnya sama dengan
termaktub dalam Taurat, menyatakan: "Tidak ada obat-obat yang diberikan oleh dokter.(6)
alasan yang menunjukkan kemustahilan adanya Ada dua butir yang harus digarisbawahi
naskh atau pembatalan dalam hukum-hukum dari pernyataan AlMaraghi di atas. Pertama,
Allah, karena Dia (Tuhan) menetapkan hukum mempersamakan nabi sebagai dokter dan hukum-
sesuai kehendak-Nya dan melakukan apa saja yang hukum sebagai obat memberikan kesan bahwa
diinginkanNya."(4) nabi dapat mengubah atau mengganti hukum-
Al-Maraghi menjelaskan hikmah adanya naskh hukum tersebut, sebagaimana dokter mengganti
dengan menyatakan bahwa: "Hukum-hukum obat-obatnya. Kedua, mempersamakan hukum
tidak diundangkan kecuali untuk kemaslahatan yang ditetapkan dengan obat tentunya tidak
manusia dan hal ini berubah atau berbeda akibat mengharuskan dibuangnya obat-obat tersebut,
perbedaan waktu dan tempat, sehingga apabila walaupun telah tidak sesuai dengan pasien
ada satu hukum yang diundangkan pada suatu tertentu, karena mungkin masih ada pasien lain
waktu karena adanya kebutuhan yang mendesak yang membutuhkannya.
(ketika itu) kemudian kebutuhan tersebut berakhir,
5  Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghiy, Al-Halabiy,
4  Ismail Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, Sulaiman Mesir, 1946, jilid I, h. 187.
Mar'iy, Singapura, t.t.h., jilid I, h. 151. 6 Ibid.

155
Pada hakikatnya tidak ada perselisihan tersebut dengan menyatakan bahwa "ayat" yang
pendapat di kalangan para ulama tentang dimaksud adalah mukjizat para nabi.(7) Mereka juga
dapatnya diadakan perubahan-perubahan mengemukakan ayat 101 Surat Al-Nahl:
hukum, antara lain atas dasar pertimbangan yang
dikemukakan oleh Al-Maraghi di atas. Tetapi yang Apabila Kami mengganti satu ayat di tempat
mereka maksudkan dan yang disepakati itu adalah ayat yang lain dan Tuhan mengetahui apa
perubahan-perubahan hukum yang dihasilkan yang diturunkannya, maka mereka berkata
oleh ijtihad mereka sendiri atau perubahan- sesungguhnya engkau hanyalah pembohong.
perubahan yang dilakukan oleh Tuhan bagi mereka
yang berpendapat adanya naskh dalam Al-Quran. Disisi lain, mereka yang menolak adanya naskh
Pendukung-pendukung naskh juga dalam Al-Quran, beranggapan bahwa pembatalan
mengemukakan ayat Al-Baqarah 106, yang hukum dari Allah mengakibatkan satu dari dua
terjemahan harfiahnya adalah; kemustahilan-Nya, yaitu (a) ketidaktahuan,
sehingga Dia perlu mengganti atau membatalkan
Kami tidak me-naskh-kan satu ayat atau Kami satu hukum dengan hukum yang lain; dan (b)
menjadikan manusia lupa kepadanya kecuali kesia-siaan dan permainan belaka.
Kami mendatangkan yang lebih baik darinya Argumentasi ini jelas tertolak dengan
atau yang sebanding. Apakah Kamu tidak memperhatikan argumentasi logis pendukung
mengetahui sesungguhnya Allah berkuasa atas naskh.
segala sesuatu. Alasan lain yang dapat dianggap terkuat adalah
firman Allah QS 41:42, Tidak datang kepadanya
Menurut mereka, "ayat" yang di naskh (Al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari
itu adalah ayat Al-Quran yang mengandung belakangnya.
ketentuan-ketentuan hukum. Penafsiran ini Ayat tersebut di atas menurut Abu Muslim
berbeda dengan penafsiran mereka yang menolak 7  Lihat antara lain Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir
Al-Manar, Dar Al-Manar, Mesir, 1367 H, cet. III, jilid 1, h.
adanya naskh dalam pengertian terminologi
415-416.

156
Al-Isfahani menegaskan bahwa Al-Quran tidak dapat dikompromikan, dan (b) harus diketahui
disentuh oleh "pembatalan", dan dengan demikian secara meyakinkan perurutan turunnya ayat-ayat
bila naskh diartikan sebagai pembatalan, maka tersebut, sehingga yang lebih dahulu ditetapkan
jelas ia tidak terdapat dalam Al-Quran. sebagai mansukh, dan yang kemudian sebagai
Pendapat Abu Muslim di atas ditangkis oleh nasikh.(9)
para pendukung naskh dengan menyatakan Di sini para penolak adanya naskh dalam Al-
bahwa ayat tersebut tidak berbicara tentang Quran dari saat ke saat membuktikan kemampuan
pembatalan tetapi "kebatilan" yang berarti lawan mereka mengkompromikan ayat-ayat Al-Quran
dari kebenaran. Hukum Tuhan yang dibatalkannya yang tadinya dinilai kontradiktif. Sebagian dari
bukan berarti batil, karena sesuatu yang dibatalkan usaha mereka itu telah diterima secara baik oleh
penggunaannya karena adanya perkembangan para pendukung naskh sendiri, sehingga jumlah
dan kemaslahatan pada suatu waktu bukan berarti ayat-ayat yang masih dinilai kontradiktif oleh
bahwa yang dibatalkan itu ketika berlakunya para pendukung naskh dari hari ke hari semakin
merupakan sesuatu yang tidak benar, dan dengan berkurang.
demikian yang dibatalkan dan membatalkan Dalam hal ini agaknya dibutuhkan usaha
keduanya adalah hak dan benar, bukan batil.(8) rekonsiliasi antara kedua kelompok ulama
Agaknya kita dapat berkesimpulan bahwa tersebut, misalnya dengan jalan meninjau kembali
argumentasi yang dikemukakan oleh penolak pengertian istilah naskh yang dikemukakan oleh
adanya naskh dalam Al-Quran telah dibuktikan para ulama muta'akhir, sebagaimana usaha mereka
kelemahan-kelemahannya oleh para pendukung meninjau istilah yang dikemukakan oleh para
naskh. Namun demikian masalah kontradiksi ulama mutaqaddim.
belum juga terselesaikan. Untuk maksud tersebut, kita cenderung
Para pendukung naskh mengakui bahwa menjadikan pemikiran Muhammad 'Abduh dalam
naskh baru dilakukan apabila, (a) terdapat dua ayat penafsirannya tentang ayat-ayat Al-Quran sebagai
hukum yang saling bertolak belakang dan tidak titik tolak.
8  Lihat 'Abdul Azim Al-Zarqani, op cit., h. 208. 9  Ibid., h. 209.

157
Muhammad 'Abduh —walaupun tidak tentang siapa yang membawanya "turun" serta
mendukung pengertian kata "ayat" dalam Al- tuduhan kaum musyrik terhadapnya (Al-Quran).
Baqarah ayat 106 sebagai "ayat-ayat hukum Kembali kepada 'Abduh, di sana terlihat bahwa
dalam Al-Quran", dengan alasan bahwa penutup dia menolak adanya naskh dalam arti pembatalan,
ayat tersebut menyatakan "Sesungguhnya tetapi menyetujui adanya tabdil (pergantian,
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu" yang pengalihan, pemindahan ayat hukum di tempat
menurutnya mengisyaratkan bahwa "ayat" yang ayat hukum yang lain).
dimaksud adalah mukjizat— tetap berpendapat Dengan demikian kita cenderung memahami
bahwa dicantumkannya kata-kata "Ilmu Tuhan", pengertian naskh dengan "pergantian atau
"diturunkan", "tuduhan kebohongan", adalah pemindahan dari satu wadah ke wadah yang lain"
isyarat yang menunjukkan bahwa kata "ayat" (lihat pengertian etimologis kata naskh). Dalam
dalam surat Al-Nahl ayat 101 adalah ayat-ayat arti bahwa kesemua ayat Al-Quran tetap berlaku,
hukum dalam Al-Quran.(10) tidak ada kontradiksi. Yang ada hanya pergantian
Apa yang dikemukakan oleh 'Abduh di atas hukum bagi masyarakat atau orang tertentu,
lebih dikuatkan lagi dengan adanya kata "Ruh karena kondisi yang berbeda. Dengan demikian
Al-Quds" yakni Jibril yang mengantarkan turunnya ayat hukum yang tidak berlaku lagi baginya,
Al-Quran. Bahkan lebih dikuatkan lagi dengan tetap dapat berlaku bagi orang-orang lain yang
memperhatikan konteks ayat tersebut, baik kondisinya sama dengan kondisi mereka semula.
ayat-ayat sebelum maupun sesudahnya. Ayat 98 Pemahaman semacam ini akan sangat
sampai 100 berbicara tentang cara mengucapkan membantu dakwah Islamiyah, sehingga ayat-ayat
ta'awwudz (a'udzu billah) apabila membaca Al- hukum yang bertahap tetap dapat dijalankan oleh
Quran serta sebab perintah tersebut. Ayat 101 mereka yang kondisinya sama atau mirip dengan
berbicara tentang "pergantian ayat-ayat (yang kondisi umat Islam pada awal masa Islam.
tentunya harus dipahami sebagai ayat-ayat Al-
Quran)". Kemudian ayat 102 dan 103 berbicara
10  Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, op cit., h. 237.

158
Siapa yang Berwenang Melakukan Naskh?
Pertanyaan di atas tentunya hanya ditujukan Walaupun terjadi perbedaan pendapat di atas,
kepada mereka yang mengakui adanya naskh namun secara umum dapat dikatakan bahwa
dalam Al-Quran, baik dalam pengertian yang mereka semua bersepakat menyatakan bahwa
dikemukakan oleh para ulama muta'akhir maupun yang dapat me-naskh Al-Quran hanyalah wahyu-
dalam pengertian yang kita kemukakan di atas. wahyu Ilahi yang bersifat mutawatir (diyakini
Pengarang buku Manahil Al-'Irfan kebenaran nisbahnya kepada Nabi saw.). Walaupun
mengemukakan bahwa Para ulama berselisih demikian, mereka berselisih tentang cakupan kata
paham tentang boleh-tidaknya Nabi saw. me- "wahyu Ilahi" tersebut, apakah Sunnah termasuk
naskh ayat-ayat Al-Quran. Selanjutnya mereka yang wahyu atau bukan.
membolehkannya secara teoretis berbeda paham Syarat bahwa wahyu tersebut harus bersifat
pula tentang apakah dalam kenyataan faktual ada mutawatir, disebabkan karena sebagaimana
hadis Nabi yang me-naskh ayat atau tidak?(11) dikatakan oleh Al-Syathibi: "Hukum-hukum apabila
Menurutnya, Al-Syafi'i, Ahmad (dalam satu telah terbukti secara pasti ketetapannya terhadap
riwayat yang dinisbahkan kepadanya), dan Ahl mukallaf, maka tidak mungkin me-naskh-nya
Al-Zhahir, menolak —walaupun secara teoretis— kecuali atas pembuktian yang pasti pula."(12) Sebab
dapatnya Sunnah me-naskh Al-Quran. Sebaliknya adalah sangat riskan untuk membatalkan sesuatu
Imam Malik, para pengikut mazhab Abu Hanifah, yang pasti berdasarkan hal yang belum pasti.
dan mayoritas para teolog baik dari Asy'ariah Atas dasar hal tersebut di atas, kita dapat
maupun Mu'tazilah, memandang bahwa tidak ada berkata bahwa persoalan kini telah beralih dari
halangan logis bagi kemungkinan adanya naskh pembahasan teoretis kepada pembahasan praktis.
tersebut. Hanya saja mereka kemudian berbeda Pertanyaan yang muncul di sini adalah "apakah
pendapat tentang ada tidaknya Sunnah Nabi yang ada Sunnah Nabi yang mutawatir yang telah
me-naskh Al-Quran. membatalkan ayat-ayat Al-Quran?"
11  'Abdul Azim Al-Zarqani, op cit., h. 237. 12  Al-Syatibi, op cit., h. 105.

159
Dalam hal ini pengarang Manahil Al-Irfan Adapun jika yang dimaksud dengan naskh
mengemukakan empat hadis yang kesemuanya adalah "pergantian" seperti yang dikemukakan di
bersifat ahad (tidak mutawatir), namun dinilai atas, maka agaknya di sini terdapat keterlibatan
oleh sebagian ulama telah me-naskh ayat-ayat para ahli untuk menentukan pilihannya dari
Al-Quran. Apakah ini berarti bahwa tidak ada hadis sekian banyak alternatif ayat hukum yang telah
mutawatir yang me-naskh Al-Quran? Agaknya ditetapkan oleh Allah dalam Al-Quran menyangkut
memang demikian. Di sisi lain, keempat hadis kasus yang dihadapi. Satu pilihan yang didasarkan
tersebut, setelah diteliti keseluruhan teksnya, atas kondisi sosial atau kenyataan objektif dari
menunjukkan bahwa yang me-naskh ayat —kalau masing-masing orang. Ada tiga ayat hukum
hal tersebut dinamai naskh— bukannya hadis tadi, yang berbeda menyangkut khamr (minuman
melainkan ayat yang ditunjuk oleh hadis tersebut. keras). Ketiganya tidak batal, melainkan berubah
Hadis "La washiyyata li warits" (tidak dibenarkan sesuai dengan perubahan kondisi. Para ahli dapat
adanya wasiat untuk penerima warisan), yang oleh memilih salah satu di antaranya, sesuai dengan
sementara ulama dinyatakan sebagai me-naskh kondisi yang dihadapinya.
ayat "kewajiban berwasiat" (QS 2:180), ternyata Hal ini agaknya dapat dikuatkan dengan
setelah diteliti keseluruhan teksnya berbunyi: memperhatikan bentuk plural pada ayat Al-Nahl
Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tersebut, "apabila Kami mengganti suatu ayat
setiap yang berhak haknya, dengan demikian tidak ...", kata "kami" di sini menurut hemat penulis,
ada (tidak dibenarkan) wasiat kepada penerima sebagaimana halnya secara umum kata "Kami"
warisan. yang menjadi pengganti nama Tuhan dalam
Kata-kata "sesungguhnya Allah telah ayat-ayat lain, menunjukkan adanya keterlibatan
memberikan" dan seterusnya menunjuk kepada selain Tuhan (manusia) dalam perbuatan yang
ayat waris. Dan atas dasar itu, hadis tersebut digambarkan oleh kata kerja pada masing-masing
menyatakan bahwa yang me-naskh adalah ayat- ayat. Ini berarti ada keterlibatan manusia (yakni
ayat waris tersebut, bukan hadis Nabi saw. yang para ahli) untuk menetapkan alternatifnya dari
bersifat ahad tersebut. sekian banyak alternatif yang ditawarkan oleh ayat-

160
ayat Al-Quran yang mansukh atau diganti itu.

161
162
Pokok-Pokok Bahasan Tafsir
18
Problematik Tafsir
Al-Quran pada hakikatnya menempati posisi Di sisi lain, terdapat kaum terpelajar Muslim
sentral dalam studi-studi keislaman. Di samping yang mempelajari berbagai disiplin ilmu. Ini
berfungsi sebagai huda (petunjuk), Al-Quran juga antara lain didorong keinginan untuk memahami
berfungsi sebagai furqan (pembeda). Ia menjadi petunjuk; informasi dan mukjizat Al-Quran. Karena
tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan Al-Quran berbicara tentang berbagai aspek
kebatilan, termasuk dalam penerimaan dan kehidupan serta mengemukakan beraneka ragam
penolakan setiap berita yang disandarkan kepada masalah, yang merupakan pokok-pokok bahasan
Nabi Muhammad saw. berbagai disiplin ilmu, maka kandungannya tidak
Keberadaan Al-Quran di tengah-tengah umat dapat dipahami secara baik dan benar tanpa
Islam, ditambah dengan keinginan mereka untuk mengetahui hasil-hasil penelitian dan studi pada
memahami petunjuk dan mukjizat-mukjizatnya, bidang-bidang yang dipaparkan oleh Al-Quran.
telah melahirkan sekian banyak disiplin ilmu Syaikh Muhammad 'Abduh menegaskan
keislaman dan metode-metode penelitian. Ini —sebagaimana ditulis oleh muridnya, Rasyid
dimulai dengan disusunnya kaidah-kaidah ilmu Ridha— dalam Muqaddimah Tafsir Al-Manar: "Saya
nahwu oleh Abu Al-Aswad Al-Dualiy, atas petunjuk tidak mengetahui bagaimana seseorang dapat
'Ali ibn Abi Thalib (w. 661 M), sampai dengan menafsirkan firman Allah SWT, yang berbunyi
lahirnya ushul al fiqh oleh Imam Al-Syafi'i (767-820 'Kana al-nas ummah wahidah' (QS 2:213), kalau
M), bahkan hingga kini, dengan lahirnya berbagai dia tidak mengetahui keadaan umat manusia
metode penafsiran Al-Quran (yang terakhir adalah dan sejarahnya (sejarah dan sosiologi)." Tentunya
metode mawdhuiy atau tawhidiy). pernyataan ini berlaku pula dalam hubungannya
dengan ayat yang berbicara tentang astronomi, Islam, selalu merujuk kepada Al-Quran (dan
embriologi, ekonomi, dan sebagainya. hadis), baik ketika menarik ide-ide maupun ketika
Begitu juga dengan pembuktian tentang mempertahankannya. Semua itu membuktikan
mukjizat Al-Quran. Dalam hal ini, sungguh tepat bahwa Al-Quran menempati posisi sentral dalam
penegasan Malik bin Nabi, pemikir Muslim studi-studi keislaman.
kontemporer asal Aljazair itu, bahwa "Tidak Baiklah kita mengemukakan satu contoh.
seorang Muslim pun dewasa ini —lebih-lebih yang Dewasa ini tidak seorang pakar atau ulama pun
bukan dari negara-negara berbahasa Arab— yang menolak ide dasar pendapat yang menyatakan
dapat memahami kemukjizatan Al-Quran dengan bahwa metode ma'tsur, yakni memahami atau
membandingkan satu ayat dengan sepenggal menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat yang
kalimat berbentuk prosa atau puisi pra-Islam." lain atau dengan hadis-hadis Nabi Muhammad
Penegasan tersebut berarti tidak seorang pun saw. dan pendapat para sahabat sebagai metode
dewasa ini yang dapat merasakan secara sempurna tafsir terbaik. Masalahnya, yang dikandung oleh
keindahan bahasa Al-Quran —yang merupakan pendapat di atas tidak luput dari kekurangan yang
salah satu mukjizatnya— sejak lunturnya masih memerlukan pemikiran yang serius.
kemampuan dan rasa kebahasaan orang-orang Pertanyaan-pertanyaan yang dapat muncul,
Arab sendiri. Dan karena itu, kata Malik lebih jauh, sehubungan dengan metode tafsir ini, antara lain
harus diupayakan untuk mencari pembuktian adalah: Siapa yang berwewenang menetapkan
lain yang sesuai. Untuk maksud tersebut, ia telah bahwa ayat A ditafsirkan oleh ayat B? Apakah
mencoba dalam bukunya, Le Phenomena Quranic, hanya Rasulullah saw. sendiri, atau para sahabat,
melalui pendekatan sejarah agama. bahkan atau juga ulama-ulama sesudahnya,
Apa yang dilukiskan di atas menjadi salah misalnya Al-Thabari dan Ibnu Katsir? Apa kriteria
satu bukti betapa pentingnya. studi tentang yang harus dikandung oleh masing-masing ayat
Al-Quran. Akhirnya, walaupun bukan yang untuk maksud tersebut? Dan banyak pertanyaan
terakhir, kenyataan menunjukkan bahwa seluruh lain. Kesemuanya masih memerlukan jawaban
kelompok dan atau aliran yang berpredikat atau penjelasan yang konkret, karena —kalau

164
tidak— dapat saja terjadi penafsiran ulama yang Dewasa ini, cukup banyak tantangan yang
menggunakan ayat Al-Quran menempati posisi dihadapi masyarakat Islam, bahkan umat manusia,
yang lebih tinggi daripada penafsiran Rasul saw. yang menanti petunjuk pemecahannya. Ini harus
Ini menjadi masalah, sebab, bukankah para ulama diantisipasi. Sebab, bukankah kitab-kitab suci yang
terdahulu menyatakan bahwa peringkat tertinggi diturunkan oleh Allah berfungsi "memberi jalan
dari penafsiran adalah penafsiran ayat dengan keluar bagi perselisihan dan problem-problem
ayat, baru kemudian disusul dengan penafsiran masyarakat" (QS 2:213)? Umat Islam, melalui para
Rasulullah saw. (hadis), dan terakhir adalah pakarnya, dituntut untuk memfungsikan Al-Quran
penafsiran para sahabat? Ini merupakan salah satu sebagaimana ditunjuk di atas; dan hal ini tidak
contoh permasalahan masa lampau yang perlu mungkin dapat terlaksana tanpa pemahaman
diselesaikan. secara baik atas petunjuk-petunjuk kitab suci itu.

Pengertian dan Tujuan Pengajaran Tafsir


Berbagai definisi yang berbeda dikemukakan firman-firman Allah; atau apa yang menjelaskan
oleh para ahli tentang tafsir. Perbedaan tersebut arti dan maksud lafal-lafal Al-Quran". Bagi mereka,
pada dasarnya timbul akibat perbedaan mereka tafsir bukan suatu cabang ilmu.
tentang ada tidaknya kaidah-kaidah yang dapat Pihak lainnya yang berpendapat bahwa
dijadikan patokan dalam memahami firman-firman terdapat kaidah-kaidah tafsir, mengemukakan
Allah dalam Al-Quran. Satu pihak beranggapan definisi yang dapat disimpulkan dalam formulasi
bahwa kemampuan menjelaskan atau memahami berikut bahwa tafsir adalah "suatu ilmu yang
firman-firman Allah itu bukanlah berdasarkan membahas tentang maksud firman-firman Allah
kaidah-kaidah tertentu yang bersumber dari SWT, sesuai dengan kemampuan manusia".
ilmu-ilmu bantu, tetapi harus digali langsung Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
dari Al-Quran berdasarkan petunjuk-petunjuk perbedaan pendapat tersebut. Namun, yang
Nabi saw., dan sahabat-sahabat beliau. Pihak ini jelas, pendapat pihak pertama memperberat
mendefinisikan tafsir sebagai "penjelasan tentang tugas-tugas mufasir dalam menjelaskan atau

165
menemukan tuntunan-tuntunan Al-Quran dahulu tujuan pengajaran tafsir di IAIN.
yang bersifat dinamis, disamping mempersulit Tujuan yang dimaksud di atas bukannya
seseorang yang ingin memperdalam tujuan akhir yang ideal dari suatu pendidikan
pengetahuannya tentang Al-Quran dalam waktu yang kemudian diturunkan menjadi tujuan
yang relatif singkat. Inilah agaknya yang menjadi kurikuler sampai kepada tujuan instruksional,
sebab mengapa definisi kedua lebih populer dan tetapi terbatas hanya pada bidang kognitif tanpa
luas diterima oleh para pakar Al-Quran daripada mempermasalahkan segi afektif dan psikomotorik
definisi pertama. kehidupan peserta didik.
Diakui oleh semua pihak bahwa materi-materi Hemat penulis, pengajaran tafsir di perguruan
Tafsir dan ilmunya sedemikian luas, sehingga tidak tinggi seyogianya tidak ditekankan pada
mungkin akan dapat tercakup berapa pun jumlah pemahaman kandungan makna suatu ayat, atau
alokasi waktu yang diberikan. "Al-Shina'ah thawilah pemberian ide tentang suatu masalah dalam
wa al-'umr, gashir, " demikian kata Al-Zarkasyi bidang disiplin ilmu, tetapi melampaui hal
dalam Al-Burhan fi 'Ulum Al-Qur'an.(1) tersebut, yaitu dengan memberi mereka kunci-
Di sisi lain, perkembangan ilmu ini dan kunci yang kelak dapat mengantarkannya untuk
keanekaragaman disiplinnya, menuntut para memahami Al-Quran serta kandungannya secara
ahli agar bersikap sangat selektif dalam memilih mandiri.
matakuliah-matakuliah yang ditampung Jika itu yang menjadi tujuan pengajaran tafsir,
dalam satu kurikulum, suatu hal yang sering maka materi ayat-ayat yang dipilih, atau masalah-
mengakibatkan pengasuh matakuliah tertentu masalah ilmu tafsir yang diajarkan, (mesti) tidak
merasa dirugikan atau disepelekan oleh penyusun lagi menitikberatkan pada kandungan arti suatu
kurikulum tersebut. ayat atau masalah tertentu, satu hal yang selama
Kenyataan di atas mengantarkan kita untuk ini telah mengakibatkan tumpang-tindihnya
menekankan perlunya menetapkan terlebih permasalahan tersebut dengan disiplin ilmu lain
1  Badruddin Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi 'Ulum Al-Quran, yang juga memilih masalah yang sama. Pemilihan
Al-Halabi, Mesir, 1957, Jilid 1, h. 12. Artinya, "ilmu
hendaknya lebih banyak didasarkan pada
pengetahuan amat luas, sedangkan usia itu pendek".

166
cakupan kunci-kunci pemahaman yang dapat dimaksud.
mengantarkan peserta didik kepada tujuan yang

Pokok Bahasan Tafsir


Kalau kita menoleh kepada materi Ilmu Tafsir Al-Quran sebagai petunjuk dan mukjizat; (e)
atau 'Ulum Al-Qur'an sebagaimana dipaparkan otentisitas Al-Quran (tinjauan historis); (f) batas-
oleh Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan, maka akan batas keterlibatan peranan Nabi Muhammad
ditemukan 47 pokok bahasan, tidak termasuk di dalam Al-Quran; dan (g) sistematika perurutan ayat
dalamnya materi tafsir dan pengenalan terhadap dan surat-suratnya.
kitab-kitab tafsir, yang sebagian uraian tentangnya, Dengan mengetahui masalah-masalah di atas,
sebagaimana diakui oleh Al-Zarkasyi sendiri, belum peserta didik diharapkan dapat mengenal Al-
memadai. Quran secara sederhana tetapi utuh.
Hemat penulis, secara garis besar, terdapat
sekian banyak pokok bahasan tafsir yang harus 2. Pengenalan terhadap Beberapa Pokok
diketahui oleh seluruh mahasiswa IAIN, apa pun Bahasan Ilmu Tafsir
nama komponen matakuliahnya. Pokok bahasan Pokok bahasan ini mencakup: (a) arti tafsir dan
itu antara lain: ta'wil; (b) tafsir, sejarah dan kepentingannya; (c)
asbab al-nuzul; (d) al-munasabat (korelasi antar
1. Pengenalan terhadap Al-Quran ayat); (e) al-muhkam dan al-mutasyabih; (f) sebab-
Pokok bahasan ini hendaknya mencakup: sebab kekeliruan dalam menafsirkan Al-Quran; (g)
(a) persoalan wahyu, pembuktian adanya corak dan aliran-aliran tafsir yang populer; dan (h)
serta macam-macamnya; (b) Al-Quran dan sebab-sebab perbedaan corak penafsiran.
kedudukannya dalam syariat (agama) Islam; Dengan mengetahui masalah-masalah di
(c) garis-garis besar kandungannya (dengan atas, peserta didik diharapkan dapat mengetahui,
penekanan bahwa Al-Quran tidak mencakup secara umum, permasalahan tafsir, kesukaran
seluruh persoalan ilmu maupun agama); (d) dan kemudahannya, serta syarat-syarat yang

167
dibutuhkan untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Atas dasar pertimbangan tersebut, dapat kiranya
Selanjutnya, sebagaimana dikemukakan di atas, dikemukakan di sini beberapa pokok bahasan
pemilihan materi pengajaran hendaknya lebih yang dapat menunjang tercapainya tujuan yang
ditekankan pada cakupan materi tersebut pada dimaksud. Materi-materi yang disebutkan berikut
kunci-kunci yang dapat mengantarkannya secara dapat dibagi sesuai dengan alokasi waktu yang
mandiri untuk memahami kandungan Al-Quran. tersedia.

Materi 'Ulum Al-Quran


Materi-materi 'ulum Al-Qur'an dapat dibagi metode tafsir; dan (4) kitab-kitab tafsir dan para
dalam empat komponen: (1) pengenalan terhadap mufasir.
Al-Quran; (2) kaidah-kaidah tafsir; (3) metode-

Pengenalan terhadap Al-Quran


Komponen ini mencakup, (a) sejarah Al-Quran, (g) aqsam Al-Quran, (h) amtsal Al-Quran, (i) naskh
(b) rasm Al-Quran, (c) i'jaz Al-Quran, (d) munasabat dan mansukh, (j) muhkam dan mutasyabih, dan (k)
Al-Quran, (e) qishash Al-Quran, (f) jadal Al-Quran, al-qira'ah.

Kaidah-kaidah Tafsir
Komponen ini mencakup: (a) ketentuan- Al-Quran. Sebagai contoh dapat dikemukakan
ketentuan yang harus diperhatikan dalam kaidah-kaidah berikut: (1) kaidah ism dan fi'il, (2)
menafsirkan Al-Quran, (b) sistematika yang kaidah ta'rif dan tankir, (3) kaidah istifham dan
hendaknya ditempuh dalam menguraikan macam-macamnya, (4) ma'ani al-huruf seperti 'asa,
penafsiran, dan (c) patokan-patokan khusus yang la'alla, in, idza, dan lain-lain, (5) kaidah su'al dan
membantu pemahaman ayat-ayat Al-Quran, baik jawab, (6) kaidah pengulangan, (7) kaidah perintah
dari ilmu-ilmu bantu seperti bahasa dan ushul fiqh, sesudah larangan, (8) kaidah penyebutan nama
maupun yang ditarik langsung dari penggunaan dalam kisab, (9) kaidah penggunaan kata dan uslub

168
Al-Quran, dan lain-lain.

Metode-metode Tafsir
Komponen ini mencakup metode-metode tafsir syarat diterimanya suatu penafsiran serta metode
yang dikemukakan oleh para ulama mutaqaddim pengembangannya; dan mencakup juga metode-
dengan ketiga coraknya: al-ra'yu, al-ma'tsur, metode mutaakhir dengan keempat macamnya:
dan al-isyari, disertai penjelasan tentang syarat- tahliliy, ijmaliy, muqarin, dan mawdhu'iy.

Kitab-kitab Tafsir dan Para Mufasir


Komponen ini mencakup pembahasan keistimewaan dan kelemahannya.
tentang kitab-kitab tafsir baik yang lama maupun Pemilihan kitab atau pengarang disesuaikan
yang baru, yang berbahasa Arab, Inggris, atau dengan berbagai corak atau aliran tafsir yang
Indonesia, dengan mempelajari biografi, latar selama ini dikenal, seperti corak fiqhiy, shufiy, 'ilmiy,
belakang, dan kecenderungan pengarangnya, bayan, falsafiy, adabiy, ijtima'iy, dan lain-lain.
metode dan prinsip-prinsip yang digunakan, serta

Materi Tafsir
Sebagaimana dikemukakan di atas, pemilihan ayat-ayat berikut, yang mendukung berbagai
materi ayat-ayat di samping berdasarkan materi 'ulum Al-Quran: (1) Kisah: Al-Kahfi ayat 9-26
kandungannya, juga, dan yang terutama, (ashhab al-kahfi), 83-101 (Dzu Al-Qarnain); Al-Qalam
peranannya dalam menunjang pemahaman ayat 18-33 (ashhab Al-Jannah); (2) Jidal: Saba' ayat
materi-materi 'ulum Al-Quran, baik untuk 24-7; Al-Hajj ayat 8-10 (etika berdiskusi); (3) Amtsal:
pemahaman lebih dalam tentang Al-Quran, Al-Nur ayat 45; Al-Baqarah ayat 261-5; (4) Aqsam:
maupun contoh-contoh penerapan kaidah-kaidah Al-'Ashr dan Al-Dhuha, (5) pengulangan ism: Al-
tafsir dan metode-metodenya. Insyirah ayat 5-6; (6) Al-Nakirah fi Siyaq Al-Nafi:
Sebagai contoh dapat dikemukakan materi Yunus ayat 107; dan lain-lain.

169
170
Penafsiran "Khalifah" dengan Metoda
19
Tematik
Ada dua bentuk metode penafsiran tematik: satu kesatuan pembahasan sampai ditemukan
(1) Penafsiran satu surah dalam Al-Quran jawaban-jawaban Al-Quran menyangkut tema
dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara (persoalan) yang dibahas.
umum dan khusus atau tema sentral surah Dalam hal menghimpun ayat-ayat yang
tersebut, kemudian menghubungkan ayat-ayat berkaitan dengan satu tema, beberapa ulama
yang beraneka ragam itu satu dengan lain dengan menekankan bahwa tidak selalu keseluruhan
tema sentral tersebut. ayat yang berbicara tentang tema tertentu harus
Metode ini diterapkan pertama kali oleh Al- dikumpulkan. Boleh saja —kata mereka— ayat-
Syathibi dan dan dikembangkan juga antara lain ayat yang diduga keras telah dapat diwakili oleh
oleh Mahmud Syaltut. ayat-ayat lain, tidak lagi diangkat.
(2) Menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang Tulisan ini akan mencoba melihat beberapa
membahas masalah tertentu dari berbagai surah aspek dari ayat-ayat yang berbicara tentang
Al-Quran (sedapat mungkin diurut sesuai dengan khalifah dengan menggunakan metode tematik
masa turunnya, apalagi jika yang dibahas adalah dalam bentuknya yang kedua di atas. Namun,
masalah hukum) sambil memperhatikan sebab tidak dengan mengangkat seluruh ayat-ayat yang
nuzul, munasabah masing-masing ayat, kemudian berbicara tentang persoalan ini dalam berbagai
menjelaskan pengertian ayat-ayat tersebut yang redaksinya, karena hal tersebut memerlukan
mempunyai kaitan dengan tema atau pertanyaan- penelitian yang sangat rumit dan waktu yang
pertanyaan yang diajukan oleh penafsiran dalam cukup lama.
Arti Kata Khalifah
Kata khalifah dalam bentuk tunggal terulang dapat juga akibat penghormatan yang diberikan
dua kali dalam Al-Quran, yaitu dalam Al-Baqarah kepada yang menggantikan.
ayat 30 dan Shad ayat 26. Tidak dapat disangkal oleh para mufasir bahwa
Ada dua bentuk plural yang digunakan oleh perbedaan bentuk-bentuk kata di atas (khalifah,
Al-Quran, yaitu: khalaif, khulafa') masing-masing mempunyai
(a) Khalaif yang terulang sebanyak empat kali, konteks makna tersendiri, yang sedikit atau banyak
yakni pada surah Al-An'am 165, Yunus 14, 73, dan berbeda degan yang lain.
Fathir 39. Kalau kita bermaksud merujuk kepada Al-
(b) Khulafa' terulang sebanyak tiga kali pada Quran untuk mengetahui kandungan makna kata
surah-surah. Al-A'raf 7:69, 74, dan Al-Naml 27:62. khalifah (karena ayat Al-Quran berfungsi pula
Keseluruhan kata tersebut berakar dari kata sebagai penjelas terhadap ayat-ayat lainnya), maka
khulafa' yang pada mulanya berarti "di belakang". dari kata khalifah yang hanya terulang dua kali itu
Dari sini, kata khalifah seringkali diartikan sebagai serta konteks-konteks pembicaraannya, kita dapat
"pengganti" (karena yang menggantikan selalu menarik beberapa kesimpulan makna —khususnya
berada atau datang di belakang, sesudah yang dengan memperhatikan ayat-ayat surah Shad yang
digantikannya). menguraikan sebagian dari sejarah kehidupan
Al-Raghib Al-Isfahani, dalam Mufradat fi Gharib Nabi Daud.
Al-Qur'an, menjelaskan bahwa menggantikan Nabi Daud a.s. sebagaimana diceritakan oleh
yang lain berarti melaksanakan sesuatu atas nama Al-Quran, berhasil membunuh jalut:
yang digantikan, baik bersama yang digantikannya
maupun sesudahnya. Lebih lanjut, Al-Isfahani Dan Daud membunuh jalut. Allah memberinya
menjelaskan bahwa kekhalifahan tersebut dapat kekuasaan/kerajaan dan hikmah serta
terlaksana akibat ketiadaan di tempat, kematian, mengajarkannya apa yang Dia kehendaki ...
atau ketidakmampuan orang yang digantikan, dan

172
Jika demikian, kekhalifahan yang Kalau kita kembali kepada ayat Al-Baqarah 30,
dianugerahkan kepada Daud a.s. bertalian yang menggunakan kata khalifah untuk Adam
dengan kekuasaan mengelola wilayah tertentu. as., maka ditemukan persamaan-persamaan
Hal ini diperolehnya berkat anugerah Ilahi yang dengan ayat yang membicarakan Daud a.s., baik
mengajarkan kepadanya al-hikmah dan ilmu persamaan dalam redaksi maupun dalam makna
pengetahuan. dan konteks uraian.
Makna "pengelolaan wilayah tertentu", Adam juga dinamai khalifah. Beliau,
atau katakanlah bahwa pengelolaan tersebut sebagaimana Daud, juga diberi pengetahuan —Wa
berkaitan dengan kekuasaan politik, dipahami 'allama Adam al-asma' kullaha— yang kekhalifahan
pula pada ayat-ayat yang menggunakan bentuk keduanya berkaitan dengan Al-Ardha:
khulafa : (Perhatikan ketiga ayat yang ditunjuk Inni ja'il fi al-ardhi khalifah (Adam) dan Ya Daud
di atas). Ini, berbeda dengan kata khala'if, yang inna Ja'alnaka khalifatan fi al-ardh (Daud).
tidak mengesankan adanya kekuasaan semacam Adam dan Daud keduanya digambarkan
itu, sehingga pada akhirnya kita dapat berkata oleh Al-Quran sebagai pernah tergelincir tetapi
bahwa sejumlah orang yang tidak memiliki diampuni Tuhan. (Baca masing-masing QS 2: 36, 37,
kekuasaan politik dinamai oleh Al-Quran khala'if; dan QS 38:22-25).
tanpa menggunakan bentuk mufrad (tunggal). Sampai di sini, kita dapat mengambil
Tidak digunakannya bentuk mufrad untuk kesimpulan sementara, yaitu:
makna tersebut agaknya mengisyaratkan bahwa (1) Kata khalifah digunakan oleh Al-Quran
kekhalifahan yang diemban oleh setiap orang untuk siapa yang diberi kekuasaan mengelola
tidak dapat terlaksana tanpa bantuan orang wilayah, baik luas maupun terbatas. Dalam hal ini
lain, berbeda dengan khalifah yang bermakna Daud (947-1000 S.M.) mengelola wilayah Palestina,
penguasa dalam bidang politik itu. Hal ini dapat sedangkan Adam secara potensial atau aktual
mewujud dalam diri pribadi seseorang atau diberi tugas mengelola bumi keseluruhannya pada
diwujudkannya dalam bentuk otoriter atau awal masa sejarah kemanusiaan.
diktator. (2) Bahwa seorang khalifah berpotensi, bahkan

173
secara aktual, dapat melakukan kekeliruan dan tidak mengikuti hawa nafsu. (Baca QS 20:16, dan QS
kesalahan akibat mengikuti hawa nafsu. Karena itu, 38:261.
baik Adam maupun Daud diberi peringatan agar

Arti Kekhalifahan di Bumi


Muhammad Baqir Al-Shadr, dalam bukunya, adalah yang digambarkan oleh ayat tersebut
Al-Sunan Al-Tarikhiyah fi Al-Qur'an, yang antara dengan kata inni jail/inna ja'alnaka khalifat yaitu
lain mengupas ayat 30 Surah Al-Baqarah dengan yang memberi penugasan, yakni Allah SWT.
menggunakan metode tematik, mengemukakan Dialah yang memberi penugasan itu dan dengan
bahwa kekhalifahan mempunyai tiga unsur yang demikian yang ditugasi harus memperhatikan
saling kait-berkait. Kemudian, ditambahkannya kehendak yang menugasinya.
unsur keempat yang berada di luar, namun amat Menarik untuk diperbandingkan bahwa
menentukan arti kekhalifahan dalam pandangan pengangkatan Adam sebagai khalifah
Al-Quran. dijelaskan oleh Allah dalam bentuk tunggal
Ketiga unsur pertama adalah: inni (sesungguhnya Aku) dan dengan kata ja'il
Manusia, yang dalam hal ini dinamai khalifah. yang berarti akan mengangkat. Sedangkan
Alam raya, yang ditunjuk oleh ayat Al-Baqarah pengangkatan Daud dijelaskan dengan
sebagai ardh. menggunakan kata inna (sesungguhnya Kami) dan
Hubungan antara manusia dengan alam dan dengan bentuk kata kerja masa lampau ja'alnaka
segala isinya, termasuk dengan manusia. (Kami telah menjadikan kamu).
Hubungan ini, walaupun tidak disebutkan Kalau kita dapat menerima kaidah yang
secara tersurat dalam ayat di atas, tersirat karena menyatakan bahwa penggunaan bentuk plural
penunjukan sebagai khalifah tidak akan ada artinya untuk menunjuk kepada Allah mengandung
jika tidak disertai dengan penugasan atau istikhlaf. makna keterlibatan pihak lain bersama Allah dalam
Itulah ketiga unsur yang saling kait-berkait, pekerjaan yang ditunjuk-Nya, maka ini berarti
sedangkan unsur keempat yang berada di luar bahwa dalam pengangkatan Daud sebagai khalifah

174
terdapat keterlibatan pihak lain selain Allah, yakni hubungan manusia dengan sesamanya, bukan
masyarakat (pengikut-pengikutnya). Adapun merupakan hubungan antara Penakluk dan yang
Adam, maka di sini wajar apabila pengangkatannya ditaklukkan, atau antara Tuan dengan hamba,
dilukiskan dalam bentuk tunggal, bukan saja tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan
disebabkan karena ketika itu kekhalifahan kepada Allah SWT. Karena, kalaupun manusia
yang dimaksud baru berupa rencana (Aku akan mampu mengelola (menguasai), namun hal
mengangkat) tetapi juga karena ketika peristiwa tersebut bukan akibat kekuatan yang dimilikinya,
ini terjadi tidak ada pihak lain bersama Allah yang tetapi akibat Tuhan menundukkannya untuk
terlibat dalam pengangkatan tersebut. manusia.
Ini berarti bahwa Daud —dan semua Ini tergambar antara lain dalam firman-Nya,
khalifah— yang terlibat dengan masyarakat dalam pada surah Ibrahim ayat 32 dan Al-Zukhruf ayat 13.
pengangkatannya, dituntut untuk memperhatikan Demikian itu, sehingga kekhalifahan menuntut
kehendak masyarakat tersebut, karena mereka adanya interaksi antara manusia dengan
ketika itu termasuk pula sebagai mustakhlif. sesamanya dan manusia dengan alam sesuai
Tidak dikuatirkan adanya perlakuan dengan petunjuk-petunjuk Ilahi yang tertera
sewenang-wenang dari khalifah yang diangkat dalam wahyu-wahyu-Nya. Semua itu harus
Tuhan itu, selama ia benar-benar menyadari ditemukan kandungannya oleh manusia sambil
arti kekhalifahannya. Karena, Tuhan sendiri memperhatikan perkembangan dan situasi
memerintahkan kepada para khalifah-Nya untuk lingkungannya.
selalu bermusyawarah serta berlaku adil. Dalam ayat 32 surah Al-Zukhruf ditegaskan
Memang, dalam sejarah, terdapat khalifah- bahwa,
khalifah yang berlaku sewenang-wenang dengan
alasan bahwa ia adalah wakil Tuhan di bumi. Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat
Namun, di sini ia sangat keliru dalam memahami Tuhan? Kami telah menentukan antara mereka
dan mempraktekkan kekhalifahan itu. penghidupan mereka dalam kehidupan dunia
Hubungan antara manusia dengan alam atau dan kami telah meninggikan sebagian mereka

175
atas sebagian yang lain beberapa derajat, kuat terhadap kelompok lain yang dinamai oleh
agar sebagian mereka dapat mempergunakan Al-Quran mustadh'afin. Ayat yang menjelaskan
sebagian yang lain (agar mereka dapat saling hubungan interaksi yang diridhai Allah adalah ayat
mempergunakan). Dan rahmat Tuhanmu lebih yang menggunakan kata sukhriya.
baik dari apa yang mereka kumpulkan. Al-Baydhawi menafsirkan ayat Al-Zukhruf
di atas dengan menyatakan bahwa "Sebagian
Adalah keliru, menurut hemat penulis, manusia menjadikan sebagian yang lain secara
memahami arti sukhriya sebagai menundukkan. timbal-balik sebagai sarana guna memenuhi
Tetapi, hubungan satu sama lain adalah hubungan kebutuhan-kebutuhan mereka."
al-taskhir, dalam arti semua dalam kedudukan Inilah prinsip pokok yang merupakan landasan
yang sama dan yang membedakan mereka interaksi antar sesama manusia dan keharmonisan
hanyalah partisipasi dan kemampuan masing- hubungan itu pulalah yang menjadi tujuan dari
masing. Adalah logis apabila yang "kuat" lebih segala etika agama. Keharmonisan hubungan
mampu untuk memperoleh bagian yang melebihi inilah yang menghasilkan etika itsar, sehingga
perolehan yang lemah. etika agama tidak mengenal prinsip "Anda boleh
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa melakukan apa saja selama tidak melanggar hak
keistimewaan tidak dimonopoli oleh suatu orang lain", tetapi memperkenalkan "Mereka
lapisan atau bahwa ada lapisan masyarakat yang mendahulukan pihak lain atas diri mereka
ditundukkan oleh lapisan yang lain. Karena, jika walaupun mereka sendiri dalam kebutuhan." (QS
demikian maknanya, maka ayat tersebut di atas 59:9)
tidak akan menyatakan agar mereka dapat saling Di atas juga telah dikemukakan bahwa hanya
mempergunakan. kemampuan (kekuatan) yang dapat membedakan
Ayat di atas menggunakan kata sukhriya seseorang dari yang lain, dan dari keistimewaan
bukannya sikhriya, seperti antara lain dalam surah inilah segala sifat terpuji dapat lahir.
Al-Mu'minun yang menggambarkan ejekan dan Kesabaran dan ketabahan merupakan etika
tekanan yang dilakukan oleh satu kelompok atau sikap terpuji, karena ia adalah kekuatan,

176
yaitu kekuatan seseorang dalam menanggung antara lain melalui surah Al-Jin ayat 16:
beban atau menahan gejolak keinginan negatif.
Keberanian merupakan kekuatan karena Dan bahwasanya, jika mereka tetap berjalan lurus
pemiliknya mampu melawan dan menundukkan di jalan itu (petunjuk petunjuk Ilahi), niscaya pasti
kejahatan. Dan kasih sayang dan uluran tangan Kami akan memberi mereka air segar (rezeki yang
adalah juga kekuatan; bukankah ia ditujukan melimpah).
kepada orang-orang yang membutuhkan dan
lemah? Demikian itu dua dari hukum-hukum
Demikianlah segala macam sikap terpuji atau kemasyarakatan (kekhalifahan) dari sekian banyak
etika agama. hukum kemasyarakatan yang dikemukakan
Benar bahwa semakin kokoh hubungan Al-Quran sebagai petunjuk pelaksanaan fungsi
manusia dengan alam raya dan semakin dalam kekhalifahan, yang sekaligus menjadi etika
pengenalannya terhadapnya, akan semakin pembangunan.
banyak yang dapat diperolehnya melalui alam itu. Keharmonisan hubungan melahirkan kemajuan
Namun, bila hubungan itu sampai disitu, pastilah dan perkembangan masyarakat, demikian
hasil lain yang dicapai hanyalah penderitaan dan kandungan ayat di atas. Perkembangan inilah
penindasan manusia atas manusia. Inilah antara yang merupakan arah yang dituju oleh masyarakat
lain kandungan pesan Tuhan yang diletakkan religius yang Islami sebagaimana digambarkan
dalam rangkaian wahyu pertama. oleh Al-Quran pada akhir surah Al-Fath, yang
Sebaliknya, semakin baik interaksi manusia mengibaratkan masyarakat Islam yang ideal:
dengan manusia, dan interaksi manusia dengan
Tuhan, serta interaksinya dengan alam, pasti akan ... sebagai tanaman yang tumbuh berkembang
semakin banyak yang dapat diman faatkan dari sehingga mengeluarkan tunasnya dan tunas itu
alam raya ini. Karena, ketika itu mereka semua akan menjadikan tanaman tersebut kuat lalu menjadi
saling membantu dan bekerjasama dan Tuhan besar dan tegak lurus di atas pokoknya . . . (QS
di atas mereka akan merestui. Hal ini terungkap 48:29)

177
Keharmonisan tidak mungkin tercipta kecuali masyarakat dan tujuan pembangunan sebagai
jika dilandasi oleh rasa aman. Karena itu pula, pertambahan barang atau kecepatan pelayanan.
setiap aktivitas istikhlaf (pembangunan) baru Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:
dapat dinilai sesuai dengan etika agama apabila
rasa aman dan sejahtera menghiasi setiap anggota Barangsiapa yang tidak berpendapat bahwa
masyarakat. Dengan kata lain, pembangunan yang Tuhan memiliki anugerah untuknya selain dari
dihiasi oleh etika agama adalah "yang mengantar makanan, minuman dan kendaraan, maka
manusia menjadi lebih bebas dari penderitaan dan sesungguhnya ia telah membatasi usahanya dan
rasa takut". mempercepat kehadiran ajalnya.
Kalau hal ini dikaitkan dengan kisah kejadian
manusia, maka dapat pula dikatakan bahwa Arah yang dituju oleh istikhlaf adalah
keberhasilan pembangunan dalam pandangan kebebasan manusia dari rasa takut, baik dalam
agama adalah pada saat manusia berhasil kehidupan dunia ini atau yang berkaitan dengan
mewujudkan bayang-bayang surga di persada persoalan sandang, pangan dan papan, maupun
bumi ini. ketakutan-ketakutan lainnya yang berkaitan
Adam dan Hawa sebelum diperintahkan dengan masa depannya yang dekat atau yang jauh
turun ke bumi, hidup dalam ketenteraman dan di akhirat kelak. Ayat-ayat yang berbicara tentang
kesejahteraan. Tersedia bagi mereka sandang, la khawf 'alayhim wa la hum yahzanun tidak harus
pangan, dan papan; dan ketika itu mereka selalu dikaitkan dengan ketakutan dan kesedihan
diperingatkan agar jangan sampai terusir dari di akhirat, tetapi dapat pula mencakup ketakutan
surga karena akibatnya mereka akan bersusah dan kesedihan dalam kehidupan dunia ini.
payah memperolehnya (QS 20:117-119). Mereka Untuk mencapai rasa aman tersebut, ada sekian
juga diharapkan agar mengikuti petunjuk-petunjuk banyak sikap yang dituntut oleh agama dari para
Ilahi, karena dengan demikian mereka tidak akan pemeluknya. Prof. Mubyarto mengemukakan lima
merasa takut atau merasa sedih. hal pokok untuk mencapai hal tersebut:
Agama tidak mendefinisikan perkembangan Kebutuhan dasar setiap masyarakat harus

178
terpenuhi dan ia harus bebas dari ancaman dan Sesungguhnya kami menawarkan al-amanah
bahaya pemerkosaan. kepada langit, bumi dan gunung-gunung, namun
Manusia terjamin dalam mencari nafkah, tanpa mereka semua enggan dan kuatir, lalu (Kami
harus keterlaluan menghabiskan tenaganya. tawarkan kepada manusia) maka mereka pun
Manusia bebas untuk memilih bagaimana menerimanya, sesungguhnya mereka sangat
mewujudkan hidupnya sesuai dengan cita-citanya. aniaya lagi bodoh.
Ada kemungkinan untuk mengembangkan
bakat-bakat dan kemampuannya. Tentu yang dimaksud dengan kecaman di atas
Partisipasi dalam kehidupan sosial politik, adalah sebagian manusia, dan dengan demikian
sehingga seseorang tidak semata-mata menjadi kita dapat menyimpulkan bahwa dalam tugas
objek penentuan orang lain. kekhalifahan ada yang berhasil dengan baik dan
Di sisi lain harus pula diingat bahwa ada pula yang gagal. Kesimpulan ini diperkuat pula
kekhalifahan seperti telah dikemukakan di atas oleh isyarat yang tersirat dari jawaban Allah atas
mengandung arti bimbingan agar setiap makhluk pertanyaan malaikat:
mencapai tujuan penciptaannya.
Lebih jauh dapat ditambahkan bahwa unsur Apakah engkau akan menjadikan di sana (bumi)
keempat yang disebut di atas, digambarkan oleh siapa yang merusak dan menumpahkan darah
Al-Quran dalam dua bentuk: sedang kami bertasbih dan memuji engkau?
(1) Penganugerahan dari Allah (Inni jail fi al-ardh Tuhan berfirman (menjawab): "Aku tahu apa yang
khalifah). kalian tidak ketahui." (QS 2:30).
(2) Penawaran dari-Nya yang disambut dengan
penerimaan dari manusia, sebagaimana yang Dari sini kita dapat beralih untuk melihat lebih
tergambar dalam surah Al-Ahzab ayat 72: jauh apa saja sifat-sifat khalifah yang terpuji dan
apa pula ruang lingkup tugas-tugas mereka.

Sifat-sifat Terpuji Seorang Khalifah


179
Al-Tabrasi, dalam tafsirnya, mengemukakan dua ayat yang dapat dijadikan rujukan dalam
bahwa kata Imam mempunyai makna yang sama persoalan yang sedang dicari jawabannya ini, yaitu
dengan khalifah. Hanya saja -katanya lebih lanjut— ayat Al-Baqarah 124 yang berbunyi:
َ
kata Imam digunakan untuk keteladanan, karena ia
 ۖ ‫ن‬َّ ‫ات َف أ تَ َّ� ُه‬ َ ِ َ ‫ل إ ْ ب َ� ِاه ي َ� َر ُّب ُه ب‬
ٍ ‫ك‬ ِ
ََْ َ
ِ ٰ ‫۞ و ِإ ِذ اب ت‬
terambil dari kata yang mengandung arti "depan" َ َ َّ َ ُ َ ّ‫َ َ ن‬
yang berbeda dengan khalifah yang terambil dari
‫ ق ال َو ِم ن‬ ۖ ‫اس ِإ َم ًام ا‬ ِ ‫� ج ِاع ل ك ِل لن‬ ‫ي‬ ِ ‫ق ال ِإ‬
]٤٢١:٢[ � َ ‫ال ي ن‬
َّ ْ َ ُ ََ َ َ َ
ِ ِ ‫ ق ال ل ي ن ال ع ِد ي الظ‬ ۖ � ‫ُ ّ َّ ت‬
kata "belakang". ‫ذ ِر ي ِ ي‬
Ini berarti bahwa kita dapat memperoleh dan ayat Al-Furqan 74, yang berbunyi:
informasi tentang sifat-sifat terpuji dari seorang
‫ن‬ ْ ‫ب َل َن ا ِم‬ ْ ‫ون َر َّب َن ا َه‬ َ ‫� َي ُق ُول‬ َ‫َو َّال ِذ ي ن‬
khalifah dengan menelusuri ayat-ayat yang
َ‫� َو ْاج َع ْل َن ا ِل ْ ُل َّت ِق ي ن‬ ُ ْ َ َ َّ ُ َ َّ ّ ُ َ َ َ ْ َ
menggunakan kata Imam.
� ٍ ‫أز و ِاج ن ا وذ ِر ي� ِت ن ا ق رة أع ي ن‬
Dalam Al-Quran, kata Imam terulang sebanyak ]٤٧:٥٢[ ‫ِإ َم ًام ا‬
tujuh kali dengan makna yang berbeda-beda. Ayat yang terakhir ini, sebagaimana terlihat,
Namun, kesemuanya bertumpu pada arti "sesuatu hanya mengandung permohonan untuk dijadikan
yang dituju dan atau diteladani" Arti-arti tersebut Imam (teladan) bagi orang-orang yang bertakwa
adalah: sehingga tinggal ayat Al-Baqarah yang diharapkan
(a) Pemimpin dalam kebajikan, yaitu pada Al- dapat memberikan informasi.
Baqarah ayat 124 dan Al-Furqan ayat 74. Pada ayat tersebut, Nabi Ibrahim a.s. dijanjikan
(b) Kitab amalan manusia, yaitu pada Al-Isra' Allah untuk dijadikan Imam (Inni ja'iluka li al-
ayat 71. nas Imama), dan ketika beliau bermohon agar
(c) Al-Lawh Al-Mafhuzh, yaitu pada Yasin ayat kehormatan ini diperoleh pula oleh anak cucunya,
12. Allah SWT menggarisbawahi suatu syarat, yaitu
(d) Taurat, yaitu pada Hud ayat 17 dan Al-Ahqaf la yanalu 'ahdiya al-zhalimin (Janji-Ku ini tidak
ayat 12. diperoleh oleh orang-orang yang berlaku aniaya).
(e) Jalan yang jelas, yaitu pada Al-Hijr ayat 79. Keadilan adalah lawan dari penganiayaan.
Dari makna-makna di atas terlihat bahwa hanya Dengan demikian, dari ayat di atas dapat ditarik

180
satu sifat, yaitu sifat adil, baik terhadap diri, pentingnya keadilan sampai-sampai permintaan
keluarga, manusia dan lingkungan, maupun untuk memberi putusan yang hak diikuti lagi
terhadap Allah. dengan peringatan agar tidak menyimpang dari
Perlu sekali lagi diingatkan bahwa para khalifah kebenaran yang pada dasarnya mengandung
yang disebut namanya dalam Al-Quran (Adam makna yang sama dengan permintaan pertama
dan Daud a.s.) keduanya pernah melakukan —bahkan walaupun Daud telah bertobat dan
penganiayaan, baik terhadap diri maupun diterima tobatnya (QS 38:24-25). Namun, perintah
terhadap orang lain. Namun, mereka berdua untuk berlaku adil yang dikaitkan dengan tidak
bertobat dan mendapat pengampunan. mengikuti hawa nafsu masih tetap ditekankan:
Peristiwa Adam dan penyesalannya cukup
populer (baca antara lain QS 7:23), sedangkan Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu
"penganiayaan" yang dilakukan oleh Daud dapat khalifah di bumi, maka berilah putusan antara
terlihat pada kisah dua orang yang bertikai dan manusia dengan hak dan janganlah mengikuti
datang kepadanya meminta putusan (QS 38:22, hawa nafsu ... (QS 38:26)
dan seterusnya).
Menarik untuk dianalisis bahwa kedua orang Memberi keputusan yang adil saja dan tidak
yang bertikai itu berkata kepada Daud: mengikuti hawa nafsu, belum memadai bagi
seorang khalifah. Tetapi, ia harus mampu pula
Berilah keputusan antara kami dengan hak/adil untuk merealisasikan kandungan permintaan
dan janganlah menyimpang dari kebenaran dan kedua orang yang berselisih itu, yakni Wa ihdina ila
tunjukilah kami ke jalan lurus. sawa' al-shirath.
Memahami penggalan ayat ini, dalam kaitannya
Dari ucapan kedua orang yang bertikai itu dengan sifat-sifat terpuji seorang khalifah, baru
(yang pada hakikatnya tidak bertikai tetapi cara akan menjadi jelas bila dikaitkan dengan ayat-ayat
yang dilakukan Tuhan untuk memperingatkan yang berbicara tentang Imam/a'immah, dalam
Daud), terlihat betapa Tuhan menekankan kaitannya dengan pemimpin-pemimpin yang

181
menjadi teladan dalam kebaikan. Untuk maksud dan ketabahan), dijadikan Tuhan sebagai
tersebut, terlebih dahulu, kita akan membuka konsideran pengangkatan Wa jaalnahum aimmat
lembaran-lembaran Al-Quran untuk melihat ayat- lamma shabaru. Seakan-akan inilah sifat yang
ayat yang dimaksud. amat pokok bagi seorang khalifah, sedangkan
Kata a'immah terdapat dalam lima ayat sifat-sifat lainnya menggambarkan sifat mental
Al-Quran. Dua di antaranya dalam konteks yang melekat pada diri mereka dan sifat-sifat yang
pembicaraan tentang pemimpin-pemimpin yang mereka peragakan dalam kenyataan.
diteladani orang-orang kafir, yakni Al-Taubah ayat Di atas telah dijanjikan untuk membicarakan
9, dan Al-Qashash ayat 4. Sedangkan tiga lainnya arti wa ihdina ila sawa al-shirath (QS 38:26),
berkaitan dengan pemimpin-pemimpin yang yang merupakan salah satu sikap yang dituntut
terpuji, yaitu Al-Anbiya' ayat 73, Al-Qashash ayat 5, dari seorang khalifah, setelah memperhatikan
dan Al-Sajdah ayat 24. kandungan ayat-ayat yang berbicara tentang
Kalau ayat-ayat di atas diamati, nyatalah bahwa a'immat. Dalam surah Shad tersebut, redaksinya
QS 28:5 tidak mengandung informasi tentang sifat- berbunyi Wa ihdina ila ..., sedang dalam ayat-ayat
sifat pemimpin. Dan ini berbeda dengan kedua yang berbicara tentang a'immat yang dikutip di
ayat lainnya yang saling melengkapi. atas, redaksinya berbunyi Yahduna bi amrina.
Ada lima sifat pemimpin terpuji yang Salah satu perbedaan pokoknya adalah pada
diinformasikan oleh gabungan kedua ayat kata yahdi. Yang pertama menggunakan huruf
tersebut, yaitu: ila, sedang yang kedua tanpa ila. Al-Raghib Al-
1. Yahduna bi amrina. Isfahani menjelaskan bahwa kata hidayat apabila
2. Wa awhayna dayhim fi'la al-khayrat. menggunakan ila, maka ia berarti sekadar memberi
3. 'Abidin (termasuk Iqam Al-Shalat dan Ita'Al- petunjuk; sedang bila tanpa ila, maka maknanya
Zakat). lebih dalam lagi, yakni "memberi petunjuk dan
4. Yuqinun. mengantar sekuat kemampuan menuju apa
5. Shabaru. yang dikehendaki oleh yang diberi petunjuk". Ini
Dari kelima sifat tersebut al-shabr (ketekunan berarti bahwa seorang khalifah minimal mampu

182
menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya bila dikatakan, "Yu'jibuni qiyamuka", maka redaksi
dan yang lebih terpuji adalah mereka yang yang tidak menggunakan an ini mengandung
dapat mengantarkan umatnya ke pintu gerbang arti bahwa lawan bicaranya sudah berdiri
kebahagiaan. Atau, dengan kata lain, seorang dan si pembicara menyampaikan kepadanya
khalifah tidak sekadar menunjukkan tetapi mampu kekagumannya atas berdirinya itu. Demikian uraian
pula memberi contoh sosialisasinya. Abdul-Qadir Al-Jurjani yang disederhanakan dari
Hal ini mereka capai karena kebajikan telah Dala'il Al-Ijaz.
mendarah daging dalam diri mereka. Atau, Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan
dengan kata lain, mereka memiliki akhlak luhur bahwa seorang khalifah yang ideal haruslah
sebagaimana yang dapat dipahami dari sifat kedua memiliki sifat-sifat luhur yang telah membudaya
yang disebutkan di atas, yakni Wa awhayna ilayhim pada dirinya.
fi'la al-khayrat. Yuqinun dan 'abidin merupakan dua sifat yang
Jika seorang berkata, "Yu'jibuni an taqum", berbeda. Yang pertama menggambarkan tingkat
maka ini berarti bahwa lawan bicaranya ketika keimanan yang bersemi di dalam dada mereka,
itu belum berdiri dan ia akan senang melihatnya sedangkan yang kedua menggambarkan keadaan
berdiri. Pengertian ini dipahami dari adanya huruf nyata mereka. Kedua sifat ini sedemikian jelasnya
an pada susunan redaksi tersebut. Sedangkan sehingga tidak perlu untuk diuraikan lebih jauh.

Ruang Lingkup Tugas-tugas Khalifah


Di atas telah diuraikan bahwa seorang khalifah yaitu:
adalah siapa yang diberi kekuasaan mengelola
suatu wilayah, baik besar atau kecil. Cukup banyak Orang-orang yang jika Kami teguhkan
ayat yang menggambarkan tugas-tugas seorang kedudukan mereka di muka bumi ini, niscaya
khalifah. Namun, ada suatu ayat yang bersifat mereka mendirikan shalat dan menunaikan
umum dan dianggap dapat mewakili sebagian zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan
besar ayat lain yang berbicara tentang hal di atas, mencegah dari perbuatan yang munkar ... (QS

183
22:41)

Mendirikan shalat merupakan gambaran dari


hubungan yang baik dengan Allah, sedangkan
menunaikan zakat merupakan gambaran dari
keharmonisan hubungan dengan sesama manusia.
Ma'ruf adalah suatu istilah yang berkaitan dengan
segala sesuatu yang dianggap baik oleh agama,
akal dan budaya, dan sebaliknya dari munkar.
Dari gabungan itu semua, seseorang yang
diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola
suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan
suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah
baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan
agama, akal dan budayanya terpelihara.

184
Riba Menurut Al-Quran
Tulisan berikut tidak akan membahas kehalalan Perbedaan-perbedaan ini antara lain
20
atau keharaman riba, karena keharamannya telah disebabkan oleh wahyu mengenai riba yang
disepakati oleh setiap Muslim berdasarkan ayat- terakhir turun kepada Rasul saw. beberapa waktu
ayat Al-Quran serta ijma' seluruh ulama Islam, apa sebelum beliau wafat, sampai-sampai 'Umar bin
pun mazhab atau alirannya. Yang dibahas adalah Khaththab r.a. sangat mendambakan kejelasan
apa yang di maksud sesungguhnya oleh Al-Quran masalah riba ini.(1) Beliau berkata: "Sesungguhnya
dengan riba yang diharamkannya itu? termasuk dalam bagian akhir Al-Quran yang turun,
Para ulama sejak dahulu hingga kini, ketika adalah ayat-ayat riba. Rasulullah wafat sebelum
membahas masalah ini, tidak melihat esensi riba beliau menjelaskannya. Maka tinggalkanlah apa
guna sekadar mengetahuinya, tetapi mereka yang meragukan kamu kepada apa yang tidak
melihat dan membahasnya sambil meletakkan meragukan kamu."(2)
di pelupuk mata hati mereka beberapa praktek Keragu-raguan terjerumus ke dalam riba
transaksi ekonomi guna mengetahui dan yang diharamkan itu menjadikan para sahabat,
menetapkan apakah praktek-praktek tersebut sebagaimana dikatakan 'Umar r.a., "meninggalkan
sama dengan riba yang diharamkan itu sehingga ia sembilan per sepuluh yang halal".(3)
pun menjadi haram, ataukah tidak sama. Sebelum membuka lembaran-lembaran
Perbedaan pendapat dalam penerapan Al-Quran yang ayat-ayatnya berbicara tentang
pengertian pada praktek-praktek transaksi riba, terlebih dahulu akan dikemukakan selayang
ekonomi telah berlangsung sejak masa sahabat 1  Dalam beberapa riwayat dinyatakan bahwa ayat terakhir turun
dan diduga akan terus berlangsung selama masih sembilan hari sebelum Rasulullah saw. wafat.
terus muncul bentuk-bentuk baru transaksi 2  Lihat Ibn Hazm, Al-Muhalla, Percetakan Al-Munir, Mesir,
1350 H, Jilid VH1, h. 477.
ekonomi.
3 Ibid.
pandang tentang kehidupan ekonomi masyarakat 106. Di sana pun mereka telah mengenal prktek-
Arab semasa turunnya Al-Quran. praktek riba. Terbukti bahwa sebagian dari
Sejarah menjelaskan bahwa Tha'if, tempat tokoh-tokoh sahabat Nabi, seperti 'Abbas bin
pemukiman suku Tsaqif yang terletak sekitar 'Abdul Muththalib (paman Nabi saw.), Khalid bin
75 mil sebelah tenggara Makkah, merupakan Walid, dan lain-lain, mempraktekkannya sampai
daerah subur dan menjadi salah satu pusat dengan turunnya larangan tersebut. Dan terbukti
perdagangan antar suku, terutama suku Quraisy pula dengan keheranan kaum musyrik terhadap
yang bermukim di Makkah. Di Tha'if bermukim larangan praktek riba yang mereka anggap sama
orang-orang Yahudi yang telah mengenal praktek- dengan jual beli (QS 2:275). Dalam arti mereka
praktek riba, sehingga keberadaan mereka di sana beranggapan bahwa kelebihan yang diperoleh dari
menumbuhsuburkan praktek tersebut. modal yang dipinjamkan tidak lain kecuali sama
Suku Quraisy yang ada di Makkah juga terkenal dengan keuntungan (kelebihan yang diperoleh
dengan aktivitas perdagangan, bahkan Al-Quran dari) hasil perdagangan.
mengabarkan tentang hal tersebut dalam QS

Riba yang Dimaksud Al-Quran


Kata riba dari segi bahasa berarti "kelebihan". keharamannya.
Sehingga bila kita hanya berhenti kepada arti Dalam Al-Quran ditemukan kata riba terulang
"kelebihan" tersebut, logika yang dikemukakan sebanyak delapan kali, terdapat dalam empat
kaum musyrik di atas cukup beralasan. Walaupun surat, yaitu Al-Baqarah, Ali 'Imran, Al-Nisa', dan
Al-Quran hanya menjawab pertanyaan mereka Al-Rum. Tiga surat pertama adalah "Madaniyyah"
dengan menyatakan "Tuhan menghalalkan jual beli (turun setelah Nabi hijrah ke Madinah), sedang
dan mengharamkan riba" (QS 2:275), pengharaman surat Al-Rum adalah "Makiyyah" (turun sebelum
dan penghalalan tersebut tentunya tidak dilakukan beliau hijrah). Ini berarti ayat pertama yang
tanpa adanya "sesuatu" yang membedakannya, berbicara tentang riba adalah Al-Rum ayat 39: Dan
dan "sesuatu" itulah yang menjadi penyebab sesuatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar

186
ia menambah kelebihan pads harts manusia, maka Al-Quran tentang riba.
riba itu tidak menambah pads sisi Allah ... Menurut Al-Maraghi(6) dan Al-Shabuni,(7) tahap-
Selanjutnya Al-Sayuthi, mengutip riwayat- tahap pembicaraan Al-Quran tentang riba sama
riwayat Bukhari, Ahmad, Ibn Majah, Ibn Mardawaih, dengan tahapan pembicaraan tentang khamr
dan Al-Baihaqi, berpendapat bahwa ayat yang (minuman keras), yang pada tahap pertama
terakhir turun kepada Rasulullah saw. adalah ayat- sekadar menggambarkan adanya unsur negatif di
ayat yang dalam rangkaiannya terdapat penjelasan dalamnya (Al-Rum: 39), kemudian disusul dengan
terakhir tentang riba,(4) yaitu ayat 278-281 surat isyarat tentang keharamannya (Al-Nisa': 161).
Al-Baqarah: Hai orang-orang yang beriman, Selanjutnya pada tahap ketiga, secara eksplisit,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa dinyatakan keharaman salah satu bentuknya (Ali
riba, jika kamu orang-orang yang beriman. 'Imran: 130), dan pada tahap terakhir, diharamkan
Selanjutnya Al-Zanjani,(5) berdasarkan beberapa secara total dalam berbagai bentuknya (Al-
riwayat antara lain dari Ibn Al-Nadim dan Baqarah: 278).
kesimpulan yang dikemukakan oleh Al-Biqa'i serta Dalam menetapkan tuntutan pada tahapan
orientalis Noldeke, mengemukakan bahwa surat Ali tersebut di atas, kedua mufassir tersebut
'Imran lebih dahulu turun dari surat Al-Nisa'. Kalau tidak mengemukakan suatu riwayat yang
kesimpulan mereka diterima, maka berarti ayat mendukungnya, sementara para ulama sepakat
130 surat Ali 'Imran yang secara tegas melarang bahwa mustahil mengetahui urutan turunnya ayat
memakan riba secara berlipat ganda, merupakan tanpa berdasarkan suatu riwayat yang shahih,
ayat kedua yang diterima Nabi, sedangkan ayat 161 dan bahwa turunnya satu surat mendahului
Al-Nisa' yang mengandung kecaman atas orang- surat yang lain tidak secara otomatis menjadikan
orang Yahudi yang memakan riba merupakan seluruh ayat pada surat yang dinyatakan terlebih
wahyu tahap ketiga dalam rangkaian pembicaraan dahulu turun itu mendahului seluruh ayat dalam
4  Lihat Jalaluddin Al-Suyuthiy, Al-Itqan fi 'Ulum Al-Qur'an, 6  Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy,
Percetakan Al-Azhar, Mesir, 1318, H, Jilid I, h. 27. Mushthafa Al-Halabiy, Mesir, 1946, jilid III, h. 59 dst.
5  Abdullah Al-Zanjaniy, Tarikh Al-Qur'an, Al-'Alamiy, Beirut, 7  Muhammad 'Ali Al-Shabuniy, Tafsir Ayat Al-Ahkam, Dar Al-
1969, h. 60. Qalam, Beirut, 1971, jilid I, h. 389.

187
surat yang dinyatakan turun kemudian. Atas yang diharamkan. Al-Qurthubi(8) dan Ibn Al-'Arabi(9)
dasar pertimbangan tersebut, kita cenderung menamakan riba yang dibicarakan ayat tersebut
untuk hanya menetapkan dan membahas ayat sebagai riba halal. Sedang Ibn Katsir menamainya
pertama dan terakhir menyangkut riba, kemudian riba mubah.(10) Mereka semua merujuk kepada
menjadikan kedua ayat yang tidak jelas kedudukan sahabat Nabi, terutama Ibnu 'Abbas dan beberapa
tahapan turunnya sebagai tahapan pertengahan. tabiin yang menafsirkan riba dalam ayat tersebut
Hal ini tidak akan banyak pengaruhnya sebagai "hadiah" yang dilakukan oleh orang-orang
dalam memahami pengertian atau esensi yang mengharapkan imbalan berlebih.
riba yang diharamkan Al-Quran, karena Atas dasar perbedaan arti kata riba dalam ayat
sebagaimana dikemukakan di atas, ayat Al-Nisa' Al-Rum di atas dengan kata riba pada ayat-ayat
161 merupakan kecaman kepada orang-orang lain, Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan(11) menafsirkan
Yahudi yang melakukan praktek-praktek riba. sebab perbedaan penulisannya dalam mush-haf,
Berbeda halnya dengan ayat 130 surat Ali 'Imran yakni kata riba pada surat Al-Rum ditulis tanpa
yang menggunakan redaksi larangan secara menggunakan huruf waw [huruf Arab], dan dalam
tegas terhadap orang-orang Mukmin agar surat-surat lainnya menggunakannya [huruf Arab].
tidak melakukan praktek riba secara adh'afan Dari sini, Rasyid Ridha menjadikan titik tolak
mudha'afah. Ayat Ali 'Imran ini, baik dijadikan ayat uraiannya tentang riba yang diharamkan dalam Al-
tahapan kedua maupun tahapan ketiga, jelas sekali
mendahului turunnya ayat Al-Baqarah ayat 278, 8  Muhammad bin Ahmad Al-Anshariy Al-Qurthubiy, Al-Jami'
li Ahkam Al-Qur'an, Dar Al-Kitab, Kairo, 1967, jilid XIV, h.
serta dalam saat yang sama turun setelah turunnya 36.
ayat Al-Rum 39. 9  Abu Bakar Muhammad bin Abdillah (Ibn Al-'Arabiy), Ahkam
Di sisi lain, ayat Al-Rum 39 yang merupakan Al-Qur'an, tahqiq Muhammad Ali Al-Bajawi, 'Isa Al-Halabiy,
1957, Jilid III, h. 1479.
ayat pertama yang berbicara tentang riba, dinilai
10  Isma'il Ibn Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Azhim, Perc. Sulaiman
oleh para ulama Tafsir tidak berbicara tentang riba Mar'iy, Singapura, t.t., jilid III, h. 434.
11  Lihat Badruddin Al-Zarkasyiy, Al-Burhan 'Ulum Al-Qur'an,
Tahqiq Muhammad Abu Al-Fadhil, Isa Al-Halabiy, Mesir,
1957, jilid I., h. 409.

188
Quran bermula dari ayat Ali' Imran 131.(12) mudha'afah; (b) ma baqiya mi al-riba; dan (c) fa
Kalau demikian, pembahasan secara singkat lakum ru'usu amwalikum, la tazhlimuna wa la
tentang riba yang diharamkan Al-Quran dapat tuzhlamun.
dikemukakan dengan menganalisis kandungan Dengan memahami kata-kata kunci tersebut,
ayat-ayat Ali 'Imran 130 dan Al-Baqarah 278, atau diharapkan dapat ditemukan jawaban tentang
lebih khusus lagi dengan memahami kata-kata riba yang diharamkan Al-Quran. Dengan kata
kunci pada ayat-ayat tersebut, yaitu (a) adh'afan lain, "apakah sesuatu yang menjadikan kelebihan
12  Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Dar Al-Manar, tersebut haram".
Mesir, 1376 H., jilid III, h. 113.

Pelbagai Pandangan di Seputar Arti Adh'afan Mudha'afah


Dari segi bahasa, kata adh'af adalah bentuk ditemui oleh debitor dan berkata kepadanya,
jamak (plural) dari kata dha'if yang diartikan "Bayarlah atau kamu tambah untukku." Maka
sebagai "sesuatu bersama dengan sesuatu yang apabila kreditor memiliki sesuatu (untuk
lain yang sama dengannya (ganda)". Sehingga pembayarannya), ia melunasi utangnya, dan bila
adh'afan mudha'afah adalah pelipatgandaan tidak ia menjadikan utangnya (bila seekor hewan)
yang berkali-kali. Al-Thabraniy dalam Tafsirnya seekor hewan yang lebih tua usianya (dari yang
mengemukakan sekitar riwayat yang dapat pernah dipinjamnya). Apabila yang dipinjamnya
mengantar kita kepada pengertian adh'afan berumur setahun dan telah memasuki tahun kedua
mudha'afah atau riba yang berlaku pada masa (binti makhadh), dijadikannya pembayarannya
turunnya Al-Quran. Riwayat-riwayat tersebut kemudian binti labun yang berumur dua tahun dan
antara lain: telah memasuki tahun ketiga. Kemudian menjadi
Dari Ibn Zaid bahwa ayahnya mengutarakan hiqqah (yang memasuki tahun keempat), dan
bahwa "riba pada masa jahiliyah adalah dalam seterusnya menjadi jaz'ah (yang memasuki tahun
pelipatgandaan dan umur (hewan). Seseorang kelima), demikian berlanjut. Sedangkan jika yang
yang berutang, bila tiba masa pembayarannya, dipinjamnya materi (uang), debitor mendatanginya

189
untuk menagih, bila ia tidak mampu, ia bersedia ketika membahas ayat 130 surat Ali 'Imran.
melipatgandakannya sehingga menjadi 100, di Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi
tahun berikutnya menjadi 200 dan bila belum lagi menyangkut riwayat-riwayat yang dikemukakan
terbayar dijadikannya 400. Demikian setiap tahun tersebut. Pertama, penambahan dari jumlah
sampai ia mampu membayar.(13) piutang yang digambarkan oleh ketiga riwayat
Mujahid meriwayatkan bahwa riba yang tidak dilakukan pada saat transaksi, tetapi
dilarang oleh Allah SWT adalah yang dipraktekkan dikemukakan oleh kreditor (riwayat ke-2) atau
pada masa jahiliyah, yaitu bahwa seseorang debitor (riwayat ke-3) pada saat jatuhnya masa
mempunyai piutang kepada orang lain, kemudian pembayaran. Dalam hal ini, Ahmad Mustafa Al-
peminjam berkata kepadanya "untukmu Maraghi (1883-1951) berkomentar dalam Tafsirnya:
(tambahan) sekian sebagai imbalan penundaan "Riba pada masa jahiliyah adalah riba yang
pembayaran", maka ditundalah pembayaran dinamai pada masa kita sekarang dengan riba
tersebut untuknya.(14) fahisy (riba yang keji atau berlebih-lebihan), yakni
Sementara itu, Qatadah menyatakan bahwa keuntungan berganda. Tambahan yang fahisy
riba pada masa jahiliyah adalah penjualan (berlebih-lebihan) ini terjadi setelah tiba masa
seseorang kepada orang lain (dengan pembayaran) pelunasan, dan tidak ada dari penambahan itu
sampai pada masa tertentu. Bila telah tiba masa (yang bersifat keji atau berlebihan itu) dalam
tersebut, sedang yang bersangkutan tidak memiliki transaksi pertama, seperti memberikan kepadanya
kemampuan untuk membayar, ditambahlah 100 dengan (mengembalikan) 110 ataukah lebih
(jumlah utangnya) dan ditangguhkan masa atau kurang (dari jumlah tersebut). Rupanya
pembayarannya.(15) mereka itu merasa berkecukupan dengan
Riwayat-riwayat di atas dan yang senada keuntungan yang sedikit (sedikit penambahan
dengannya dikemukakan oleh para ulama Tafsir pada transaksi pertama). Tetapi, apabila telah
13  Lihat Muhammad Ibn Jarir Al-Thabariy, Jami'Al-Bayan fi tiba masa pelunasan dan belum lagi dilunasi,
Tafsir Al-Qur'an, Isa Al-Halabiy, Mesir 1954, Jilid IV, h. 90.
sedangkan peminjam ketika itu telah berada dalam
14  Ibid, Jilid III, h. 101.
genggaman mereka, maka mereka memaksa untuk
15 Ibid.

190
mengadakan pelipatgandaan sebagai imbalan mudha'afah adalah penambahan dari jumlah
penundaan. Dan inilah yang dinamai riba al-nasi'ah kredit akibat penundaan pembayaran atau apa
(riba akibat penundaan). Ibn 'Abbas berpendapat yang dinamai dengan riba al-nasi'ah. Menurut
bahwa nash Al-Quran menunjuk kepada riba al- Al-Thabari, seseorang yang mempraktekkan riba
nasi'ah yang dikenal (ketika itu).(16) dinamai murbin karena ia melipatgandakan harta
Kedua, pelipatgandaan yang disebutkan yang dimilikinya atas beban pengorbanan debitor
pada riwayat pertama adalah perkalian dua baik secara langsung atau penambahan akibat
kali, sedangkan pada riwayat kedua dan ketiga penangguhan waktu pembayaran.(17)
pelipatgandaan tersebut tidak disebutkan, tetapi Kesimpulan Al-Thabari di atas didukung oleh
sekadar penambahan dari jumlah kredit. Hal ini Muhammad Rasyid Ridha yang menurutnya juga
mengantar kepada satu dari dua kemungkinan: (1) merupakan kesimpulan Ibn Qayyim.(18)
memahami masing-masing riwayat secara berdiri 'Abdul Mun'in Al-Namir, salah seorang anggota
sendiri, sehingga memahami bahwa "riba yang Dewan Ulama-ulama terkemuka Al-Azhar dan
terlarang adalah penambahan dari jumlah utang wakil Syaikh Al-Azhar, menyimpulkan bahwa: "Riba
dalam kondisi tertentu, baik penambahan tersebut yang diharamkan tergambar pada seorang debitor
berlipat ganda maupun tidak berlipat ganda; (2) yang memiliki harta kekayaan yang didatangi oleh
memadukan riwayat-riwayat tersebut, sehingga seorang yang butuh, kemudian ia menawarkan
memahami bahwa penambahan yang dimaksud kepadanya tambahan pada jumlah kewajiban
oleh riwayat-riwayat yang tidak menyebutkan membayar utangnya sebagai imbalan penundaan
pelipatgandaan adalah penambahan berlipat pembayaran setahun atau sebulan, dan pada
ganda. Pendapat kedua ini secara lahir didukung akhirnya yang bersangkutan (peminjam) terpaksa
oleh redaksi syah. tunduk dan menerima tawaran tersebut secara
Dalam menguraikan riwayat-riwayat yang tidak rela."(19)
dikemukakan di atas, dan riwayat-riwayat lainnya, 17  Al-Thabariy, op. cit., Jilid III, h. 101.
Al-Thabari menyimpulkan bahwa riba adh'afan 18  Rasyid Ridha, op. cit., Jilid II, h. 113-114.
19  Abdul Mun'im Al-Nandr, Al-Ijtihad, Dar Al-Suruq, Kairo,
16  Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, op. cit., Jilid IV, h. 65. 1986, h. 351.

191
Di atas telah dikemukakan bahwa kata Di sini yang pertama dijadikan kunci adalah
adh'afan mudha'afah berarti berlipat ganda. firman Allah wa dzaru ma bagiya min al-riba.
Sedangkan riwayat-riwayat yang dikemukakan Pertanyaan yang timbul adalah: Apakah kata al-
ada yang menjelaskan pelipatgandaan dan ada riba yang berbentuk ma'rifah (definite) ini merujuk
pula yang sekadar penambahan. Kini kita kembali kepada riba adh'afan mudha'afah ataukah tidak?
bertanya: Apakah yang diharamkan itu hanya yang Rasyid Ridha dalam hal ini mengemukakan
penambahan yang berlipat ganda ataukah segala tiga alasan untuk membuktikan bahwa kata
bentuk penambahan dalam kondisi tertentu? al-riba pada ayat Al-Baqarah ini merujuk kepada
Yang pasti adalah bahwa teks ayat berarti kata al-riba yang berbentuk adh'afan mudha'afah
"berlipat ganda". Mereka yang berpegang pada itu.(20) Pertama, kaidah kebahasaan, yaitu kaidah
teks tersebut menyatakan bahwa ini merupakan pengulangan kosakata yang berbentuk ma'rifah.
syarat keharaman. Artinya bila tidak berlipat Yang dimaksud oleh Rasyid Ridha adalah kaidah
ganda, maka ia tidak haram. Sedangkan pihak yang menyatakan apabila ada suatu kosakata
lain menyatakan bahwa teks tersebut bukan berbentuk ma'rifah berulang, maka pengertian
merupakan syarat tetapi penjelasan tentang kosakata kedua (yang diulang) sama dengan
bentuk riba yang sering dipraktekkan pada masa kosakata pertama. Kata al-riba pada Ali 'Imran 130
turunnya ayat-ayat Al-Quran. Sehingga, kata dalam bentuk ma'rifah, demikian pula halnya pada
mereka lebih lanjut, penambahan walaupun tanpa Al-Baqarah 278. Sehingga hal ini berarti bahwa riba
pelipatgandaan adalah haram. yang dimaksud pada ayat tahapan terakhir sama
Hemat kami, untuk menyelesaikan hal ini perlu dengan riba yang dimaksud pada tahapan kedua
diperhatikan ayat terakhir yang turun menyangkut yaitu yang berbentuk adh'afan mudha'afah.
riba, khususnya kata-kata kunci yang terdapat di Kedua, kaidah memahami ayat yang tidak
sana. Karena, sekalipun teks adh'afan mudha'afah bersyarat berdasarkan ayat yang sama tetapi
merupakan syarat, namun pada akhirnya yang bersyarat. Penerapan kaidah ini pada ayat-ayat
menentukan esensi riba yang diharamkan adalah riba adalah memahami arti al-riba pada ayat
ayat-ayat pada tahapan ketiga.
20  Rasyid Ridha, loc. cit.

192
Al-Baqarah yang tidak bersyarat itu berdasarkan dibenarkan. Pembenaran ini berdasarkan riwayat-
kata al-riba yang bersyarat adh'afan mudha'afah riwayat yang jelas dan banyak tentang sebab nuzul
pada Ali 'Imran. Sehingga, yang dimaksud dengan ayat Al-Baqarah tersebut.
al-riba pada ayat tahapan terakhir adalah riba yang Kesimpulan riwayat-riwayat tersebut antara lain:
berlipat ganda itu. » Al-'Abbas (paman Nabi) dan seorang
Ketiga, diamati oleh Rasyid Ridha bahwa dari keluarga Bani Al-Mughirah bekerja
pembicaraan Al-Quran tentang riba selalu sama memberikan utang secara riba
digandengkan atau dihadapkan dengan kepada orang-orang dari kabilah Tsaqif.
pembicaraan tentang sedekah, dan riba Kemudian dengan datangnya Islam (dan
dinamainya sebagai zhulm (penganiayaan atau diharamkannya riba) mereka masih memiliki
penindasan). (pada para debitor) sisa harta benda
Apa yang dikemukakan oleh Rasyid Ridha di yang banyak, maka diturunkan ayat ini
atas tentang arti riba yang dimaksud oleh Al-Quran (Al-Baqarah 278 untuk melarang mereka
pada ayat tahapan terakhir dalam Al-Baqarah memungut sisa harta mereka yang berupa
tersebut, masih dapat ditolak oleh sementara riba yang mereka praktekkan ala jahiliyah
ulama —antara lain dengan menyatakan bahwa itu.(21)
kaidah kebahasaan yang diungkapkannya itu » Ayat tersebut turun menyangkut kabilah
tidak dapat diterapkan kecuali pada rangkaian Tsaqif yang melakukan praktek riba,
satu susunan redaksi, bukan dalam redaksi yang kemudian (mereka masuk Islam) dan
berjauhan sejauh Al-Baqarah dengan Ali 'Imran, bersepakat dengan Nabi untuk tidak
serta dengan menyatakan bahwa kata adh'afan melakukan riba lagi. Tetapi pada waktu
mudha'afah bukan syarat tetapi sekadar penjelasan pembukaan kota Makkah, mereka masih
tentang keadaan yang lumrah ketika itu, sehingga ingin memungut sisa uang hasil riba yang
dengan demikian kaidah kedua pun tidak dapat belum sempat mereka pungut yang mereka
diterapkan. Walaupun demikian, menurut hemat lakukan sebelum turunnya larangan riba,
penulis, kesimpulan Rasyid Ridha tersebut dapat
21  Al-Thabariy, op. cit., Jilid III, h. 106-107.

193
seakan mereka beranggapan bahwa berarti bahwa bila penambahan atau kelebihan
larangan tersebut tidak berlaku surut. Maka tidak bersifat "berlipatganda" menjadi tidak
turunlah ayat tersebut untuk menegaskan diharamkan Al-Quran?
larangan memungut sisa riba tersebut.(22) Jawabannya,menurut hemat kami, terdapat
Atas dasar riwayat-riwayat tersebut dan riwayat- pada kata kunci berikutnya, yaitu fa lakum ru'usu
riwayat lainnya, Ibn jarir menyatakan bahwa amwalikum (bagimu modal-modal kamu) (QS
ayat-ayat tersebut berarti: "Tinggalkanlah tuntutan 2:279). Dalam arti bahwa yang berhak mereka
apa yang tersisa dari riba, yakni yang berlebih dari peroleh kembali hanyalah modal-modal mereka.
modal kamu..."(23) jika demikian, setiap penambahan atau kelebihan
Karena itu, sungguh tepat terjemahan yang dari modal tersebut yang dipungut dalam kondisi
ditemukan dalam Al-Qur'an dan Terjemahnya, yang sama dengan apa yang terjadi pada masa
terbitan Departemen Agama, yakni "Tinggalkanlah turunnya ayat-ayat riba ini tidak dapat dibenarkan.
sisa riba yang belum dipungut." Dan dengan demikian kata kunci ini menetapkan
Atas dasar ini, tidak tepat untuk menjadikan bahwa segala bentuk penambahan atau kelebihan
pengertian riba pada ayat terakhir yang turun itu baik berlipat ganda atau tidak, telah diharamkan
melebihi pengertian riba dalam ayat Ali 'Imran Al-Quran dengan turunnya ayat tersebut. Dan ini
yang lalu (adh'afan mudha'afah). Karena riba yang berarti bahwa kata adh'afan mudha'afah bukan
dimaksud adalah riba yang mereka lakukan pada syarat tetapi sekadar penjelasan tentang riba yang
masa yang lalu (jahiliyah). Sehingga pada akhirnya sudah lumrah mereka praktekkan.
dapat disimpulkan bahwa riba yang diharamkan Kesimpulan yang diperoleh ini menjadikan
Al-Quran adalah yang disebutkannya sebagai persoalan kata adh'afan mudha'afah tidak penting
adh'afan mudha'afah atau yang diistilahkan lagi, karena apakah ia syarat atau bukan, apakah
dengan riba al-nasiah. yang dimaksud dengannya pelipatgandaan
Kembali kepada masalah awal. Apakah hal ini atau bukan, pada akhirnya yang diharamkan
adalah segala bentuk kelebihan. Namun perlu
22 Ibid.
digarisbawahi bahwa kelebihan yang dimaksud
23 Ibid.

194
adalah dalam kondisi yang sama seperti yang menunjukkan bahwa kebutuhan si peminjam
terjadi pada masa turunnya Al-Quran dan yang sedemikian mendesaknya dan keadaannya
diisyaratkan oleh penutup ayat Al-Baqarah 279 sedemikian parah, sehingga sewajarnya ia diberi
tersebut, yaitu la tazhlimun wa la tuzhlamun (kamu bantuan sedekah, bukan pinjaman, atau paling
tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya). tidak diberi pinjaman tanpa menguburkan
Kesimpulan yang diperoleh dari riwayat- sedekah. Kemudian pada ayat 280 ditegaskan
riwayat tentang praktek riba pada masa turunnya bahwa, Dan jika orang yang berutang itu dalam
Al-Quran, sebagaimana telah dikemukakan di kesulitan (sehingga tidak mampu membayar
atas, menunjukkan bahwa praktek tersebut pada waktu yang ditetapkan) maka berilah
mengandung penganiayaan dan penindasan tangguh sampai ia berkelapangan, dan kamu
terhadap orang-orang yang membutuhkan menyedekahkan (sebagian atau semua utang itu)
dan yang seharusnya mendapat uluran lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.
tangan. Kesimpulan tersebut dikonfirmasikan Ayat-ayat di atas lebih memperkuat kesimpulan
oleh penutup ayat Al-Baqarah 279 di atas, bahwa kelebihan yang dipungut, apalagi
sebagaimana sebelumnya ia diperkuat dengan bila berbentuk pelipatgandaan, merupakan
diperhadapkannya uraian tentang riba dengan penganiayaan bagi si peminjam.
sedekah, seperti dikemukakan Rasyid Ridha, yang

Kesimpulan
Kesimpulan terakhir yang dapat kita Kesimpulan di atas diperkuat pula dengan
garisbawahi adalah bahwa riba pada masa paktek Nabi saw. yang membayar utangnya
turunnya Al-Quran adalah kelebihan yang dengan penambahan atau nilai lebih. Sahabat
dipungut bersama jumlah utang yang Nabi, Abu Hurairah, memberitahukan bahwa
mengandung unsur penganiayaan dan Nabi saw. pernah meminjam seekor unta dengan
penindasan, bukan sekadar kelebihan atau usia tertentu kepada seseorang, kemudian orang
penambahan jumlah utang. tersebut datang kepada Nabi untuk menagihnya.

195
Dan ketika itu dicarikan unta yang sesuai umurnya dalam Tafsir Al-Manar, setelah. menjelaskan arti
dengan unta yang dipinjamnya itu tetapi Nabi riba yang dimaksud Al-Quran:
tidak mendapatkan kecuali yang lebih tua. Maka
beliau memerintahkan untuk memberikan unta "Tidak pula termasuk dalam pengertian riba,
tersebut kepada orang yang meminjamkannya jika seseorang yang memberikan kepada
kepadanya, sambil bersabda, "Inna khayrakum orang lain harta (uang) untuk diinvestasikan
ahsanukum qadha'an" (Sebaik-baik kamu adalah sambil menetapkan baginya dari hasil usaha
yang sebaik-baiknya membayar utang). tersebut kadar tertentu. Karena transaksi ini
Jabir, sahabat Nabi, memberitahukan pula menguntungkan bagi pengelola dan bagi
bahwa ia pernah mengutangi Nabi saw. Dan pemilik harta, sedangkan riba yang diharamkan
ketika ia mendatangi beliau, dibayarnya utangnya merugikan salah seorang tanpa satu dosa (sebab)
dan dilebihkannya. Hadis di atas kemudian kecuali keterpaksaannya, serta menguntungkan
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.(24) pihak lain tanpa usaha kecuali penganiayaan
Benar bahwa ada pula riwayat yang dan kelobaan. Dengan demikian, tidak mungkin
menyatakan bahwa kullu qardin jarra manfa'atan ketetapan hukumnya menjadi sama dalam
fahuwa haram (setiap piutang yang menarik pandangan keadilan Tuhan dan tidak pula
atau menghasilkan manfaat, maka ia adalah kemudian dalam pandangan seorang yang
haram). Tetapi hadis ini dinilai oleh para berakal atau berlaku adil."(26)
ulama hadis sebagai hadis yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kesahihannya, sehingga
ia tidak dapat dijadikan dasar hukum.(25)
Sebagai penutup, ada baiknya dikutip apa yang
telah ditulis oleh Syaikh Muhammad Rasyid Ridha
24  Muhammad bin 'Ali Al-Syawkaniy, Nayl Al-Authar,
Mushthafa Al-Halabiy, Mesir, 1952, Jilid V, h. 245.
25  Muhammad bin Isma'il Al-Kahlaniy Al-Shan'aniy, Subul
Alssalam, Mushthafa Al-Halabiy, Mesir, 1950, Jilid III, h. 53. 26  Rasyid Ridha, loc. cit.

196
Kedudukan Perempuan dalam Islam
21
S alah satu tema utama sekaligus prinsip
pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan
antara manusia, baik antara lelaki dan perempuan
Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama
besar Islam kontemporer berkebangsaan Mesir,
menulis: "Kalau kita mengembalikan pandangan
maupun antar bangsa, suku dan keturunan. ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan
Perbedaan yang digarisbawahi dan yang kemudian menemukan perempuan menikmati keistimewaan
meninggikan atau merendahkan seseorang dalam bidang materi dan sosial yang tidak dikenal
hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya oleh perempuan-perempuan di kelima benua.
kepada Tuhan Yang Mahaesa. Keadaan mereka ketika itu lebih baik dibandingkan
dengan keadaan perempuan-perempuan
Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami Barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam
telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan bahan
perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa- perbandingan."(1)
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling Almarhum Mahmud Syaltut, mantan Syaikh
mengenal, sesungguhnya yang termulia di antara (pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhar
kamu adalah yang paling bertakwa (QS 49: 13). di Mesir, menulis: "Tabiat kemanusiaan antara lelaki
dan perempuan hampir dapat (dikatakan) sama.
Kedudukan perempuan dalam pandangan Allah telah menganugerahkan kepada perempuan
ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau sebagaimana menganugerahkan kepada lelaki.
dipraktekkan sementara masyarakat. Ajaran Islam Kepada mereka berdua dianugerahkan Tuhan
pada hakikatnya memberikan perhatian yang potensi dan kemampuan yang cukup untuk
sangat besar serta kedudukan terhormat kepada
1  Muhammad Al-Ghazali, Al-Islam wa Al-Thaqat Al-Mu'attalat,
perempuan.
Kairo, Dar Al-Kutub Al-Haditsah, 1964, h. 138.
memikul tanggung jawab dan yang menjadikan Banyak faktor yang telah mengaburkan
kedua jenis kelamin ini dapat melaksanakan keistimewaan serta memerosotkan kedudukan
aktivitas-aktivitas yang bersifat umum maupun tersebut. Salah satu di antaranya adalah
khusus. Karena itu, hukum-hukum Syari'at pun kedangkalan pengetahuan keagamaan, sehingga
meletakkan keduanya dalam satu kerangka. Yang tidak jarang agama (Islam) diatasnamakan untuk
ini (lelaki) menjual dan membeli, mengawinkan pandangan dan tujuan yang tidak dibenarkan itu.
dan kawin, melanggar dan dihukum, menuntut Berikut ini akan dikemukakan pandangan
dan menyaksikan, dan yang itu (perempuan) sekilas yang bersumber dari pemahaman ajaran
juga demikian, dapat menjual dan membeli, Islam menyangkut perempuan, dari segi (1) asal
mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum kejadiannya, dan (2) hak-haknya dalam berbagai
serta menuntut dan menyaksikan."(2) bidang.
2  Mahmud Syaltut, Prof. Dr., Min Taujihat Al-Islam, Kairo, Al-Idarat Al-'Amat lil Azhar, 1959, h. 193

Asal Kejadian Perempuan


Berbedakah asal kejadian perempuan dari pandangan beberapa masyarakat abad ke-20 ini.
lelaki? Apakah perempuan diciptakan oleh tuhan Pandangan-pandangan tersebut secara tegas
kejahatan ataukah mereka merupakan salah satu dibantah oleh Al-Quran, antara lain melalui ayat
najis (kotoran) akibat ulah setan? Benarkah yang pertama surah Al-Nisa':
digoda dan diperalat oleh setan hanya perempuan
dan benarkah mereka yang menjadi penyebab Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
terusirnya manusia dari surga? Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
Demikian sebagian pertanyaan yang jenis yang sama dan darinya Allah menciptakan
dijawab dengan pembenaran oleh sementara pasangannya dan dari keduanya Allah
pihak sehingga menimbulkan pandangan atau memperkembangbiakkan lelaki dan perempuan
keyakinan yang tersebar pada masa pra-Islam dan yang banyak.
yang sedikit atau banyak masih berbekas dalam

198
Demikian Al-Quran menolak pandangan- Manar, menulis: "Seandainya tidak tercantum
pandangan yang membedakan (lelaki dan kisah kejadian Adam dan Hawa dalam Kitab
perempuan) dengan menegaskan bahwa Perjanjian Lama (Kejadian II;21) dengan redaksi
keduanya berasal dari satu jenis yang sama dan yang mengarah kepada pemahaman di atas,
bahwa dari keduanya secara bersama-sama Tuhan niscaya pendapat yang keliru itu tidak pernah akan
mengembangbiakkan keturunannya baik yang terlintas dalam benak seorang Muslim."(3)
lelaki maupun yang perempuan. Tulang rusuk yang bengkok harus dipahami
Benar bahwa ada suatu hadis Nabi yang dalam pengertian majazi (kiasan), dalam arti bahwa
dinilai shahih (dapat dipertanggungjawabkan hadis tersebut memperingatkan para lelaki agar
kebenarannya) yang berbunyi: menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena
ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka
Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak
kepada perempuan, karena mereka diciptakan disadari akan dapat mengantar kaum lelaki untuk
dari tulang rusuk yang bengkok. (Diriwayatkan bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu
oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi dari sahabat mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan.
Abu Hurairah). Kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal,
sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk
Benar ada hadis yang berbunyi demikian yang bengkok.
dan yang dipahami secara keliru bahwa Memahami hadis di atas seperti yang telah
perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, dikemukakan di atas, justru mengakui kepribadian
yang kemudian mengesankan kerendahan perempuan yang telah menjadi kodrat (bawaan)-
derajat kemanusiaannya dibandingkan dengan nya sejak lahir.
lelaki. Namun, cukup banyak ulama yang telah Dalam Surah Al-Isra' ayat 70 ditegaskan bahwa:
menjelaskan makna sesungguhnya dari hadis
tersebut.
3  Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Kairo, Dar Al-
Muhammad Rasyid Ridha, dalam Tafsir Al-
Manar, 1367 H jilid IV, h. 330.

199
Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak- orang-orang yang beramal, baik lelaki maupun
anak Adam. Kami angkut mereka di daratan perempuan (QS 3:195).
dan di lautan (untuk memudahkan mencari
kehidupan). Kami beri mereka rezeki yang baik- Pandangan masyarakat yang mengantar
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan kepada perbedaan antara lelaki dan perempuan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk- dikikis oleh Al-Quran. Karena itu, dikecamnya
makhluk yang Kami ciptakan. mereka yang bergembira dengan kelahiran
seorang anak lelaki tetapi bersedih bila
Tentu, kalimat anak-anak Adam mencakup lelaki memperoleh anak perempuan:
dan perempuan, demikian pula penghormatan
Tuhan yang diberikan-Nya itu, mencakup anak- Dan apabila seorang dari mereka diberi kabar
anak Adam seluruhnya, baik perempuan maupun dengan kelahiran anak perempuan, hitam-merah
lelaki. Pemahaman ini dipertegas oleh ayat 195 padamlah wajahnya dan dia sangat bersedih
surah Ali'Imran yang menyatakan: Sebagian kamu (marah). Ia menyembunyikan dirinya dari orang
adalah bagian dari sebagian yang lain, dalam arti banyak disebabkan "buruk"-nya berita yang
bahwa "sebagian kamu (hai umat manusia yakni disampaikan kepadanya itu. (Ia berpikir) apakah
lelaki) berasal dari pertemuan ovum perempuan ia akan memeliharanya dengan menanggung
dan sperma lelaki dan sebagian yang lain (yakni kehinaan ataukah menguburkannya ke dalam
perempuan) demikian juga halnya." Kedua tanah (hidup-hidup). Ketahuilah! Alangkah buruk
jenis kelamin ini sama-sama manusia. Tak ada apa yang mereka tetapkan itu (QS 16:58-59).
perbedaan antara mereka dari segi asal kejadian
dan kemanusiaannya. Ayat ini dan semacamnya diturunkan dalam
Dengan konsideran ini, Tuhan mempertegas rangka usaha Al-Quran untuk mengikis habis
bahwa: segala macam pandangan yang membedakan
lelaki dengan perempuan, khususnya dalam
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan amal bidang kemanusiaan.

200
Dari ayat-ayat Al-Quran juga ditemukan bahwa itu justru menunjuk kepada kaum lelaki (Adam),
godaan dan rayuan Iblis tidak hanya tertuju kepada yang bertindak sebagai pemimpin terhadap
perempuan (Hawa) tetapi juga kepada lelaki. Ayat- istrinya, seperti dalam firman Allah:
ayat yang membicarakan godaan, rayuan setan Kemudian setan membisikkan pikiran jahat
serta ketergelinciran Adam dan Hawa dibentuk kepadanya (Adam) dan berkata:
dalam kata yang menunjukkan kebersamaan
keduanya tanpa perbedaan, seperti: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepadamu
pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan
Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada punah?" (QS 20:120).
keduanya ... (QS 7:20).
Demikian terlihat bahwa Al-Quran
Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga mendudukkan perempuan pada tempat yang
itu dan keduanya dikeluarkan dari keadaan yang sewajarnya serta meluruskan segala pandangan
mereka (nikmati) sebelumnya ... (QS 2:36). yang salah dan keliru yang berkaitan dengan
kedudukan dan asal kejadiannya.
Kalaupun ada yang berbentuk tunggal, maka

Hak-hak Perempuan
Al-Quran berbicara tentang perempuan kepada hak-hak perempuan:
dalam berbagai ayatnya. Pembicaraan tersebut Bagi lelaki hak (bagian) dari apa yang
menyangkut berbagai sisi kehidupan. Ada ayat dianugerahkan kepadanya dan bagi perempuan
yang berbicara tentang hak dan kewajibannya, hak (bagian) dari apa yang dianugerahkan
ada pula yang menguraikan keistimewaan- kepadanya.
keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam Berikut ini akan dikemukakan beberapa hak
sejarah agama atau kemanusiaan. yang dimiliki oleh kaum perempuan menurut
Secara umum surah Al-Nisa' ayat 32, menunjuk pandangan ajaran Islam.

201
mengerjakan yang ma'ruf" mencakup segala segi
Hak-hak Perempuan dalam Bidang Politik kebaikan atau perbaikan kehidupan, termasuk
Salah satu ayat yang seringkali dikemukakan memberi nasihat (kritik) kepada penguasa. Dengan
oleh para pemikir Islam dalam kaitan dengan hak- demikian, setiap lelaki dan perempuan Muslimah
hak politik kaum perempuan adalah yang tertera hendaknya mampu mengikuti perkembangan
dalam surah Al-Tawbah ayat 71: masyarakat agar masing-masing mereka mampu
melihat dan memberi saran (nasihat) dalam
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan berbagai bidang kehidupan.(4)
perempuan, sebagian mereka adalah awliya' Keikutsertaan perempuan bersama dengan
bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh lelaki dalam kandungan ayat di atas tidak
untuk mengerjakan yang ma'ruf, mencegah dapat disangkal, sebagaimana tidak pula dapat
yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan dipisahkan kepentingan perempuan dari
zakat, dan mereka taat kepada Allah dan kandungan sabda Nabi Muhamad saw.:
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Barangsiapa yang tidak memperhatikan
Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi kepentingan (urusan) kaum Muslim, maka ia tidak
Mahabijaksana. termasuk golongan mereka.
Kepentingan (urusan) kaum Muslim mencakup
Secara umum, ayat di atas dipahami sebagai banyak sisi yang dapat menyempit atau meluas
gambaran tentang kewajiban melakukan kerja sesuai dengan latar belakang pendidikan
sama antarlelaki dan perempuan dalam berbagai seseorang, tingkat pendidikannya. Dengan
bidang kehidupan yang dilukiskan dengan demikian, kalimat ini mencakup segala bidang
kalimat menyuruh mengerjakan yang ma'ruf dan kehidupan termasuk bidang kehidupan politik.(5)
mencegah yang munkar. Di sisi lain, Al-Quran juga mengajak umatnya
Kata awliya', dalam pengertiannya, mencakup 4  Amin Al-Khuli, Prof. Dr., Al-Mar'at baina Al-Bayt wa
kerja sama, bantuan dan penguasaan, sedang Al-Muitama', dalam Al-Mar'at Al-Muslimah fi Al-'Ashr Al-
Mu'ashir, Baqhdad, t.t., h. 13.
pengertian yang dikandung oleh "menyuruh
5 Ibid

202
(lelaki dan perempuan) untuk bermusyawarah, perempuan pada zaman Nabi untuk melakukan
melalui pujian Tuhan kepada mereka yang selalu bay'at (janji setia kepada Nabi dan ajarannya),
melakukannya. sebagaimana disebutkan dalam surah Al-
Mumtahanah ayat 12.
Urusan mereka (selalu) diputuskan dengan Sementara, pakar agama Islam menjadikan
musyawarah (QS 42:38). bay'at para perempuan itu sebagai bukti
kebebasan perempuan untuk menentukan pilihan
Ayat ini dijadikan pula dasar oleh banyak ulama atau pandangannya yang berkaitan dengan
untuk membuktikan adanya hak berpolitik bagi kehidupan serta hak mereka. Dengan begitu,
setiap lelaki dan perempuan. mereka dibebaskan untuk mempunyai pilihan
Syura (musyawarah) telah merupakan salah satu yang berbeda dengan pandangan kelompok-
prinsip pengelolaan bidang-bidang kehidupan kelompok lain dalam masyarakat, bahkan
bersama menurut Al-Quran, termasuk kehidupan terkadang berbeda dengan pandangan suami dan
politik, dalam arti setiap warga masyarakat dalam ayah mereka sendiri.(6)
kehidupan bersamanya dituntut untuk senantiasa Harus diakui bahwa ada sementara ulama yang
mengadakan musyawarah. menjadikan firman Allah dalam surah Al-Nisa' ayat
Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa setiap 34, Lelaki-lelaki adalah pemimpin perempuan-
lelaki maupun perempuan memiliki hak tersebut, perempuan... sebagai bukti tidak bolehnya
karena tidak ditemukan satu ketentuan agama perempuan terlibat dalam persoalan politik. Karena
pun yang dapat dipahami sebagai melarang —kata mereka— kepemimpinan berada di tangan
keterlibatan perempuan dalam bidang kehidupan lelaki, sehingga hak-hak berpolitik perempuan
bermasyarakat —termasuk dalam bidang politik. pun telah berada di tangan mereka. Pandangan
Bahkan sebaliknya, sejarah Islam menunjukkan ini bukan saja tidak sejalan dengan ayat-ayat yang
betapa kaum perempuan terlibat dalam berbagai dikutip di atas, tetapi juga tidak sejalan dengan
bidang kemasyarakatan, tanpa kecuali. 6  Jamaluddin Muhammad Mahmud, Prof. Dr., Huquq
Al-Mar'at fi Al-Mujtama' Al-Islamiy, Kairo, Al-Haiat Al-
Al-Quran juga menguraikan permintaan para
Mishriyat Al-Amat, 1986, h. 60.

203
makna sebenarnya yang diamanatkan oleh ayat dan kepemimpinannya dalam peperangan
yang disebutkan itu. itu, menunjukkan bahwa beliau bersama para
Ayat Al-Nisa' 34 itu berbicara tentang pengikutnya itu menganut paham kebolehan
kepemimpinan lelaki (dalam hal ini suami) keterlibatan perempuan dalam politik praktis
terhadap seluruh keluarganya dalam bidang sekalipun.
kehidupan rumah tangga. Kepemimpinan ini pun
tidak mencabut hak-hak istri dalam berbagai segi, Hak-hak Perempuan dalam Memilih
termasuk dalam hak pemilikan harta pribadi dan Pekerjaan
hak pengelolaannya walaupun tanpa persetujuan Kalau kita kembali menelaah keterlibatan
suami. perempuan dalam pekerjaan pada masa awal
Kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan
di antara kaum wanita yang terlibat dalam soal-soal bahwa Islam membenarkan mereka aktif dalam
politik praktis. Ummu Hani misalnya, dibenarkan berbagai aktivitas. Para wanita boleh bekerja
sikapnya oleh Nabi Muhammad saw. ketika dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar
memberi jaminan keamanan kepada sementara rumahnya, baik secara mandiri atau bersama
orang musyrik (jaminan keamanan merupakan orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun
salah satu aspek bidang politik). Bahkan istri swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya
Nabi Muhammad saw. sendiri, yakni Aisyah r.a., dalam suasana terhormat, sopan, serta selama
memimpin langsung peperangan melawan 'Ali mereka dapat memelihara agamanya, serta
ibn Abi Thalib yang ketika itu menduduki jabatan dapat pula menghindari dampak-dampak
Kepala Negara. Isu terbesar dalam peperangan negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan
tersebut adalah soal suksesi setelah terbunuhnya lingkungannya.
Khalifah Ketiga, Utsman r.a. Secara singkat, dapat dikemukakan rumusan
Peperangan itu dikenal dalam sejarah Islam menyangkut pekerjaan perempuan yaitu bahwa
dengan nama Perang Unta (656 M). Keterlibatan "perempuan mempunyai hak untuk bekerja,
Aisyah r.a. bersama sekian banyak sahabat Nabi selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan

204
atau selama mereka membutuhkan pekerjaan Dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi
tersebut". yang pertama, Khadijah binti Khuwailid, tercatat
Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan oleh sebagai seorang yang sangat sukses. Demikian
perempuan pada masa Nabi cukup beraneka juga Qilat Ummi Bani Anmar yang tercatat sebagai
ragam, sampai-sampai mereka terlibat secara seorang perempuan yang pernah datang kepada
langsung dalam peperangan-peperangan, bahu- Nabi untuk meminta petunjuk-petunjuk dalam
membahu dengan kaum lelaki. Nama-nama bidang jual-beli. Dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa'ad,
seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila kisah perempuan tersebut diuraikan, di mana
Al-Ghaffariyah, Ummu Sinam Al-Aslamiyah, dan ditemukan antara lain pesan Nabi kepadanya
lain-lain, tercatat sebagai tokoh-tokoh yang terlibat menyangkut penetapan harga jual-beli. Nabi
dalam peperangan. Ahli hadis, Imam Bukhari, memberi petunjuk kepada perempuan ini dengan
membukukan bab-bab dalam kitab Shahih-nya, sabdanya:
yang menginformasikan kegiatan-kegiatan kaum Apabila Anda akan membeli atau menjual
wanita, seperti Bab Keterlibatan Perempuan dalam sesuatu, maka tetapkanlah harga yang Anda
Jihad, Bab Peperangan Perempuan di Lautan, Bab inginkan untuk membeli atau menjualnya,
Keterlibatan Perempuan Merawat Korban, dan baik kemudian Anda diberi atau tidak. (Maksud
lain-lain. beliau jangan bertele-tele dalam menawar atau
Di samping itu, para perempuan pada masa menawarkan sesuatu).
Nabi saw. aktif pula dalam berbagai bidang Istri Nabi saw., Zainab binti Jahsy, juga aktif
pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias bekerja sampai pada menyamak kulit binatang,
pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan yang dan hasil usahanya itu beliau sedekahkan. Raithah,
merias, antara lain, Shafiyah bin Huyay(7) —istri istri sahabat Nabi Abdullah ibn Mas'ud, sangat aktif
Nabi Muhammad saw. Ada juga yang menjadi bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak
perawat atau bidan, dan sebagainya. mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga ini.(8)

7  Ibrahim bin Ali Al-wazir, Dr., 'Ala Masyarif Al-Qarn. Al- 8  Lihat biografi para sahabat tersebut dalam Al-Ishabat fi Asma'
Khamis 'Asyar, Kairo, Dar Al-Syuruq 1979, h. 76. Al-Shahabat, karya Ibnu Hajar, jilid IV.

205
Al-Syifa', seorang perempuan yang pandai menulis, akhirnya menyimpulkan bahwa perempuan
ditugaskan oleh Khalifah Umar r.a. sebagai petugas dapat melakukan pekerjaan apa pun selama
yang menangani pasar kota Madinah.(9) ia membutuhkannya atau pekerjaan itu
Demikian sedikit dari banyak contoh yang membutuhkannya dan selama norma-norma
terjadi pada masa Rasul saw. dan sahabat agama dan susila tetap terpelihara.
beliau menyangkut keikutsertaan perempuan Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
dalam berbagai bidang usaha dan pekerjaan. yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum
Di samping yang disebutkan di atas, perlu juga wanita, mereka mempunyai hak untuk bekerja dan
digarisbawahi bahwa Rasul saw. banyak memberi menduduki jabatan jabatan tertinggi. Hanya ada
perhatian serta pengarahan kepada perempuan jabatan yang oleh sementara ulama dianggap tidak
agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan dapat diduduki oleh kaum wanita, yaitu jabatan
mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang Kepala Negara (Al-Imamah Al-'Uzhma) dan Hakim.
bermanfaat. Dalam hal ini, antara lain, beliau Namun, perkembangan masyarakat dari saat ke
bersabda: saat mengurangi pendukung larangan tersebut,
Sebaik-baik "permainan" seorang perempuan khususnya menyangkut persoalan kedudukan
Muslimah di dalam rumahnya adalah memintal/ perempuan sebagai hakim.
menenun. (Hadis diriwayatkan oleh Abu Nu'aim Dalam beberapa kitab hukum Islam, seperti
dari Abdullah bin Rabi' Al-Anshari). Al-Mughni, ditegaskan bahwa "setiap orang yang
Aisyah r.a. diriwayatkan pernah berkata: "Alat memiliki hak untuk melakukan sesuatu, maka
pemintal di tangan perempuan lebih baik daripada sesuatu itu dapat diwakilkannya kepada orang
tombak di tangan lelaki." lain, atau menerima perwakilan dari orang lain".
Tentu saja tidak semua bentuk dan Atas dasar kaidah itu, Dr. Jamaluddin Muhammad
ragam pekerjaan yang terdapat pada masa Mahmud berpendapat bahwa berdasarkan kitab
kini telah ada pada masa Nabi saw. Namun, fiqih, bukan sekadar pertimbangan perkembangan
sebagaimana telah diuraikan di atas, ulama pada masyarakat kita jika kita menyatakan bahwa
perempuan dapat bertindak sebagai pembela dan
9  Muhammad Al-Ghazali, op.cit., h. 134.

206
penuntut dalam berbagai bidang.(10) al-albab, yang berzikir dan memikirkan tentang
kejadian langit dan bumi. Zikir dan pemikiran
Hak dan Kewajiban Belajar menyangkut hal tersebut akan mengantar
Terlalu banyak ayat Al-Quran dan hadis Nabi manusia untuk mengetahui rahasia-rahasia
saw. yang berbicara tentang kewajiban belajar, alam raya ini, dan hal tersebut tidak lain dari
baik kewajiban tersebut ditujukan kepada lelaki pengetahuan. Mereka yang dinamai ulu al-albab
maupun perempuan. Wahyu pertama dari Al- tidak terbatas pada kaum lelaki saja, tetapi juga
Quran adalah perintah membaca atau belajar, kaum perempuan. Hal ini terbukti dari ayat yang
Bacalah demi Tuhanmu yang telah berbicara tentang ulu al-albab yang dikemukakan
menciptakan... Keistimewaan manusia yang di atas. Setelah Al-Quran menguraikan tentang
menjadikan para malaikat diperintahkan sujud sifat-sifat mereka, ditegaskannya bahwa:
kepadanya adalah karena makhluk ini memiliki Maka Tuhan mereka mengabulkan
pengetahuan (QS 2:31-34). permohonan mereka dengan berfirman:
Baik lelaki maupun perempuan diperintahkan "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
untuk menimba ilmu sebanyak mungkin, mereka orang-orang yang beramal di antara kamu, baik
semua dituntut untuk belajar: lelaki maupun perempuan..." (QS 3:195).
Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim Ini berarti bahwa kaum perempuan dapat
(dan Muslimah). berpikir, mempelajari dan kemudian mengamalkan
Para perempuan di zaman Nabi saw. menyadari apa yang mereka hayati dari zikir kepada Allah
benar kewajiban ini, sehingga mereka memohon serta apa yang mereka ketahui dari alam raya ini.
kepada Nabi agar beliau bersedia menyisihkan Pengetahuan menyangkut alam raya tentunya
waktu tertentu dan khusus untuk mereka dalam berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu, sehingga
rangka menuntut ilmu pengetahuan. Permohonan dari ayat ini dapat dipahami bahwa perempuan
ini tentu saja dikabulkan oleh Nabi saw. bebas untuk mempelajari apa saja, sesuai dengan
Al-Quran memberikan pujian kepada ulu keinginan dan kecenderungan mereka masing-
masing.
10  Jamaluddin Muhammad Mahmud, Prof. Dr., op.cit., h. 71.

207
Banyak wanita yang sangat menonjol sejarahwan Abdul-Latif Al-Baghdadi.(12) Kemudian
pengetahuannya dalam berbagai bidang ilmu contoh wanita-wanita yang mempunyai
pengetahuan dan yang menjadi rujukan sekian kedudukan ilmiah yang sangat terhormat adalah
banyak tokoh lelaki. Istri Nabi, Aisyah r.a., adalah Al-Khansa', Rabi'ah Al-Adawiyah, dan lain-lain.
seorang yang sangat dalam pengetahuannya Rasul saw. tidak membatasi anjuran atau
serta dikenal pula sebagai kritikus. Sampai- kewajiban belajar hanya terhadap perempuan-
sampai dikenal secara sangat luas ungkapan perempuan merdeka (yang memiliki status sosial
yang dinisbahkan oleh sementara ulama sebagai yang tinggi), tetapi juga para budak belian dan
pernyataan Nabi Muhammad saw.: mereka yang berstatus sosial rendah. Karena itu,
Ambillah setengah pengetahuan agama kalian sejarah mencatat sekian banyak perempuan yang
dari Al-Humaira' (Aisyah). tadinya budak belian mencapai tingkat pendidikan
Demikian juga Sayyidah Sakinah putri yang sangat tinggi.
Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kemudian Al-Muqarri, dalam bukunya Nafhu Al-Thib,
Al-Syaikhah Syuhrah yang digelari Fakhr Al- sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Wahid Wafi,
Nisa' (Kebanggaan Perempuan) adalah salah memberitakan bahwa Ibnu Al-Mutharraf, seorang
seorang guru Imam Syafi'i(11) (tokoh mazhab yang pakar bahasa pada masanya, pernah mengajarkan
pandangan-pandangannya menjadi anutan seorang perempuan liku-liku bahasa Arab.
banyak umat Islam di seluruh dunia), dan masih Sehingga sang wanita pada akhirnya memiliki
banyak lagi lainnya. kemampuan yang melebihi gurunya sendiri,
Imam Abu Hayyan mencatat tiga nama khususnya dalam bidang puisi, sampai ia dikenal
perempuan yang menjadi guru-guru tokoh dengan nama Al-Arudhiyat karena keahliannya
mazhab tersebut, yaitu Mu'nisat Al-Ayyubiyah dalam bidang ini.(13)
(putri Al-Malik Al-Adil saudara Salahuddin Al- Harus diakui bahwa pembidangan ilmu
Ayyubi), Syamiyat Al-Taimiyah, dan Zainab putri
12  Abdul Wahid Wafi, Prof. Dr., Al-Musawat fi Al-Islam, Kairo,
Dar Al-Ma'arif, 1965, h. 47.
11  Ibid., h. 77. 13 Ibid

208
pada masa awal Islam belum lagi sebanyak dan Syaqa'iq Al-Rijal (saudara-saudara sekandung kaum
seluas masa kita dewasa ini. Namun, Islam tidak lelaki) sehingga kedudukannya serta hak-haknya
membedakan antara satu disiplin ilmu dengan hampir dapat dikatakan sama. Kalaupun ada yang
disiplin ilmu lainnya, sehingga seandainya mereka membedakan, maka itu hanyalah akibat fungsi
yang disebut namanya di atas hidup pada masa dan tugas-tugas utama yang dibebankan Tuhan
kita ini, maka tidak mustahil mereka akan tekun kepada masing-masing jenis kelamin itu, sehingga
pula mempelajari disiplin-disiplin ilmu yang perbedaan yang ada tidak mengakibatkan yang
berkembang dewasa ini. satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain:
Dalam hal ini, Syaikh Muhammad 'Abduh Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa
menulis: "Kalaulah kewajiban perempuan yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu
mempelajari hukum-hukum agama kelihatannya lebih banyak dari sebagian yang lain, karena bagi
amat terbatas, maka sesungguhnya kewajiban lelaki ada bagian dari apa yang mereka peroleh
mereka untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan (usahakan) dan bagi perempuan juga ada bagian
dengan rumah tangga, pendidikan anak, dan dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan
sebagainya yang merupakan persoalan-persoalan bermohonlah kepada Allah dari karunia-Nya.
duniawi (dan yang berbeda sesuai dengan Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
perbedaan waktu, tempat dan kondisi) jauh lebih sesuatu (QS 4:32).
banyak daripada soal-soal keagamaan."(14) Maha Benar Allah dalam segala firman-Nya.
Demikian sekilas menyangkut hak dan
kewajiban perempuan dalam bidang pendidikan.
Tentunya masih banyak lagi yang dapat
dikemukakan menyangkut hak-hak kaum
perempuan dalam berbagai bidang. Namun,
kesimpulan akhir yang dapat ditarik adalah bahwa
mereka, sebagaimana sabda Rasul saw., adalah
14  Jamaluddin Muhammad Mahmud, Prof. Dr., op.cit., h. 79.

209
210
Laylat Al-Qadr
22
S urah Al-Qadr adalah surah ke-97 menurut
urutannya di dalam Mushaf. Ia ditempatkan
sesudah surah Iqra'. Para ulama Al-Quran
Tetapi, apa dan bagaimana malam itu? Apakah
ia terjadi sekali saja yakni pada malam ketika
turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu atau
menyatakan bahwa ia turun jauh sesudah turunnya terjadi setiap bulan Ramadhan sepanjang sejarah?
surah Iqra'. Bahkan, sebagian diantara mereka, Bagaimana kedatangannya, apakah setiap orang
menyatakan bahwa surah Al-Qadr turun setelah yang menantinya pasti akan mendapatkannya?
Nabi Muhammad saw. berhijrah ke Madinah. Benarkah ada tanda-tanda fisik material yang
Penempatan dan perurutan surah dalam menyertai kehadirannya (seperti membekunya air,
Al-Quran dilakukan langsung atas perintah Allah heningnya malam dan menunduknya pepohonan,
SWT, dan dari perurutannya ditemukan keserasian- dan sebagainya)? Masih banyak lagi pertanyaan
keserasian yang mengagumkan. yang dapat dan sering muncul berkaitan dengan
Kalau dalam surah Iqra', Nabi saw. diperintahkan malam Al-Qadr itu.
(demikian pula kaum Muslim) untuk membaca Yang pasti, dan ini harus diimani oleh setiap
dan yang dibaca itu antara lain adalah Al-Quran, Muslim berdasarkan pernyataan Al-Quran, bahwa
maka wajarlah jika surah sesudahnya —yakni surah "Ada suatu malam yang bernama Laylat Al-Qadr"
Al-Qadr ini— berbicara tentang turunnya Al-Quran (QS 97:1) dan bahwa malam itu adalah "malam yang
dan kemuliaan malam yang terpilih sebagai malam penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan
Nuzul Al-Qur'an (turunnya Al-Quran). segala urusan besar dengan penuh kebijaksanaan"
Bulan Ramadhan memiliki sekian banyak (QS 44:3).
keistimewaan. Salah satu di antaranya adalah Malam tersebut terjadi pada bulan Ramadhan,
Laylat Al-Qadr — satu malam yang oleh Al-Quran karena Kitab Suci menginformasikan bahwa ia
dinamai "lebih baik daripada seribu bulan". diturunkan oleh Allah pada bulan Ramadhan
(QS 2:185) serta pada malam Al-Qadr (QS 97:1). membedakan antara pertanyaan ma adraka dan
Malam tersebut adalah malam mulia, tidak ma yudrika yang juga digunakan oleh Al-Quran
mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. dalam tiga ayat.
Ini diisyaratkan oleh adanya "pertanyaan" dalam
bentuk pengagungan, yaitu Wa ma adraka ma Wa ma yudrika la 'alla al-sa'ata takunu qariba
laylat Al-Qadr. (Al-Ahzab: 63)
Tiga belas kali kalimat ma adraka terulang
dalam Al-Quran. Sepuluh di antaranya Wa ma yudrika la'alla al-sa'ata qarib ... (Al-
mempertanyakan tentang kehebatan yang Syura:17)
terkait dengan hari kemudian, seperti Ma adraka
ma Yawm Al-Fashl, ... Al-Haqqah .. 'illiyyun, dan Wa ma yudrika la allahu yazzakka (Abasa: 3).
sebagainya. Kesemuanya itu merupakan hal yang
tidak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, Dua hal yang dipertanyakan dengan wa ma
kalau enggan berkata mustahil dijangkaunya. Dari yudrika adalah pertama menyangkut waktu
ketiga belas kali ma adraka itu terdapat tiga kali kedatangan hari kiamat dan kedua apa yang
yang mengatakan: Ma adraka ma al-thariq, Ma berkaitan dengan kesucian jiwa manusia.
adraka ma al-aqabah, dan Ma adraka ma laylat Secara gamblang, Al-Quran —demikian pula
al-qadr. Al-Sunnah— menyatakan bahwa Nabi saw. tidak
Kalau dilihat pemakaian Al-Quran tentang mengetahui kapan datangnya hari kiamat, dan
hal-hal yang menjadi objek pertanyaan, maka tidak pula mengetahui tentang yang gaib. Ini
kesemuanya adalah hal-hal yang sangat hebat dan berarti bahwa ma yudrika digunakan oleh Al-
sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh Quran untuk hal-hal yang tidak mungkin diketahui
akal pikiran manusia. Hal ini tentunya termasuk walaupun oleh Nabi saw. sendiri. Sedangkan wa
Laylat Al-Qadr yang menjadi pokok bahasan kita, ma adraka, walaupun berupa pertanyaan, namun
kali ini. pada akhirnya Allah SWT menyampaikannya
Walaupun demikian, sementara ulama kepada Nabi saw., sehingga informasi lanjutan

212
dapat diperoleh dari beliau. mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena
Itu semua berarti bahwa persoalan Laylat Al- terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran serta
Qadr harus dirujuk kepada Al-Quran dan Sunnah karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan
Rasulullah saw., karena di sanalah dapat diperoleh yang dapat diraih. Kata qadr yang berarti mulia
informasinya. ditemukan dalam ayat ke-91 surah Al-An'am yang
Kembali kepada pertanyaan semula, bagaimana berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru
tentang malam itu? Apa arti malam Al-Qadr dan Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu 'ala
mengapa malam itu dinamai demikian? Di sini basyarin min syay'i (Mereka itu tidak memuliakan
ditemukan berbagai jawaban. Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya,
Kata qadr sendiri paling tidak digunakan untuk tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak
tiga arti: menurunkan sesuatu pun kepada manusia).
Penetapan dan pengaturan sehingga Laylat Sempit. Malam tersebut adalah malam yang
Al-Qadr dipahami sebagai malam penetapan sempit, karena banyaknya malaikat yang turun
Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surah Al-
ini dikuatkan oleh penganutnya dengan firman Qadr: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan
Allah pada surah 44:3 yang disebut di atas. Ada Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur
ulama yang memahami penetapan itu dalam batas segala urusan. Kata qadr yang berarti sempit
setahun. Al-Quran yang turun pada malam Laylat digunakan oleh Al-Quran antara lain dalam ayat
Al-Qadr diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT ke-26 surah Al-Ra'd: Allah yabsuthu al-rizqa liman
mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi yasya' wa yaqdiru (Allah melapangkan rezeki bagi
bagi Nabi-Nya, Muhammad saw., guna mengajak yang dikehendaki dan mempersempitnya [bagi
manusia kepada agama yang benar yang pada yang dikehendaki-Nya]).
akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah Ketiga arti tersebut, pada hakikatnya, dapat
umat manusia, baik sebagai individu maupun menjadi benar, karena bukankah malam tersebut
kelompok. adalah malam mulia, yang bila dapat diraih maka
Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam ia menetapkan masa depan manusia, dan bahwa

213
pada malam itu malaikat-malaikat turun ke bumi Ramadha.n. Bahkan, Rasul saw. menganjurkan
membawa kedamaian dan ketenangan? Namun umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut
demikian, sebelum melanjutkan pembahasan malam mulia itu secara khusus pada malam-malam
tentang hakikat dan hikmah Laylat Al-Qadr, gazal setelah berlalu dua puluh hari Ramadhan.
terlebih dahulu akan dijawab pertanyaan tentang Memang, turunnya Al-Quran lima belas abad
kehadirannya, apakah setiap tahun atau hanya yang lalu terjadi pada malam Laylat Al-Qadr,
sekali, yakni ketika turunnya Al-Quran lima belas tetapi itu bukan berarti bahwa malam mulia itu
abad yang lalu. hadir pada saat itu saja. Ini juga berarti bahwa
Dari Al-Quran kita menemukan penjelasan kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-
bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan pada Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor
Laylat Al-Qadr, tetapi karena umat sepakat intern pada malam itu sendiri. Pendapat tersebut
mempercayai bahwa Al-Quran telah sempurna dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk kata
dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi kerja mudhari' (present tense) pada ayat, Tanazzal
Muhammad saw., maka atas dasar logika itu, al-mala'ikat wa al-ruh, kata Tanazzal adalah
ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu bentuk yang mengandung arti kesinambungan,
sudah tidak akan hadir lagi. Kemuliaan yang atau terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa
diperoleh oleh malam tersebut adalah karena ia datang.
terpilih menjadi waktu turunnya Al-Quran. Pakar Nah, apakah bila ia hadir, ia akan menemui
hadis, Ibnu Hajar, menyebutkan satu riwayat dari setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam
penganut paham di atas yang menyatakan bahwa kehadirannya itu? Tidak sedikit umat Islam yang
Nabi saw. pernah bersabda bahwa malam qadr menduganya demikian. Namun, dugaan itu —
sudah tidak akan datang lagi. hemat penulis— keliru, karena itu dapat berarti
Pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah
ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun
serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan tidak. Di sisi lain, ini berarti bahwa kehadirannya
bahwa Laylat Al-Qadr terjadi pada setiap bulan ditandai oleh hal-hal yang bersifat fisik material,

214
sedangkan riwayat-riwayat demikian tidak dapat saw. menganjurkan sekaligus mempraktekkan
dipertanggungjawabkan kesahihannya. Dan i'tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada
seandainya, sekali lagi seandainya, ada tanda-tanda sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.
fisik material, maka itu pun tidak akan ditemui oleh Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai
orang-orang yang tidak mempersiapkan diri dan bersemi, dan Laylat Al-Qadr datang menemui
menyucikan jiwa guna menyambutnya. Air dan seseorang, ketika itu malam kehadirannya menjadi
minyak tidak mungkin akan menyatu dan bertemu. saat qadr —dalam arti, saat menentukan bagi
Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh perjalanan sejarah hidupnya pada masa-masa
Laylat Al-Qadr tidak mungkin akan diraih kecuali mendatang. Saat itu, bagi yang bersangkutan
oleh orang-orang tertentu saja. Tamu agung yang adalah saat titik tolak guna meraih kemuliaan dan
berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak, dan
menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun sejak saat itu, malaikat akan turun guna menyertai
setiap orang di tempat itu mendambakannya. dan membimbingnya menuju kebaikan sampai
Bukankah ada orang yang sangat rindu atas terbit fajar kehidupannya yang baru kelak di hari
kedatangan kekasih, namun ternyata sang kekasih kemudian. (Perhatikan kembali makna-makna Al-
tidak sudi mampir menemuinya? Demikian Qadr yang dikemukakan di atas!).
juga dengan Laylat Al-Qadr. Itu sebabnya bulan Syaikh Muhammad 'Abduh pernah menjelaskan
Ramadhan menjadi bulan kehadirannya, karena pandangan Imam Al-Ghazali tentang kehadiran
bulan ini adalah bulan penyucian jiwa, dan itu pula malaikat dalam diri manusia. Abduh memberikan
sebabnya sehingga ia diduga oleh Rasul datang ilustrasi berikut:
pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. "Setiap orang dapat merasakan bahwa dalam
Karena, ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang jiwanya ada dua macam bisikan, yaitu bisikan
berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah baik dan buruk. Manusia seringkali merasakan
mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian pertarungan antara keduanya, seakan apa yang
yang memungkinkan malam mulia itu berkenan terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang
mampir menemuinya. Dan itu pula sebabnya Rasul diajukan ke satu sidang pengadilan. Yang ini

215
menerima dan yang itu menolak, atau yang ini pengetahuan dan pengayaan iman. Itulah
berkata lakukan dan yang itu mencegah, demikian sebabnya ketika melakukan i'tikaf, seseorang
halnya sampai pada akhirnya sidang memutuskan dianjurkan untuk memperbanyak doa dan bacaan
sesuatu. Al-Quran, atau bahkan bacaan-bacaan lain yang
Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, dapat memperkaya iman dan ketakwaan.
sedangkan yang membisikkan keburukan adalah Malam Al-Qadr, yang ditemui atau yang
setan atau paling tidak penyebab adanya bisikan menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau
tersebut adalah malaikat atau setan. Nah, turunnya menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri
malaikat, pada malam Laylat Al-Qadr, menemui beliau dan masyarakat. Ketika jiwa beliau telah
orang yang mempersiapkan diri menyambutnya mencapai kesuciannya, turunlah Al-Ruh (Jibril)
berarti bahwa ia akan selalu disertai oleh malaikat membawa ajaran dan membimbing beliau
sehingga jiwanya selalu terdorong untuk sehingga terjadilah perubahan total dalam
melakukan kebaikan-kebaikan. Jiwanya akan selalu perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup
merasakan salam (rasa aman dan damai) yang tidak umat manusia.
terbatas sampai fajar malam Laylat Al-Qadr, tetapi Dalam rangka menyambut kehadiran Laylat
sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di Al-Qadr itu yang beliau ajarkan kepada umatnya,
hari kemudian kelak." antara lain, adalah melakukan i'tikaf. Walaupun
Di atas telah dikemukakan bahwa Nabi i'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu
saw., menganjurkan sambil mengamalkan i berapa lama saja —bahkan dalam pandangan
'tikaf di masjid dalam rangka perenungan dan Imam Syafi'i, walaupun hanya sesaat selama
penyucian jiwa. Masjid adalah tempat suci, tempat dibarengi oleh niat yang suci— namun, Nabi saw.
segala aktivitas kebajikan bermula. Di masjid, selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam
seseorang diharapkan merenung tentang diri dan terakhir bulan puasa. Di sanalah beliau bertadarus
masyarakatnya. Juga, di masjid, seseorang dapat dan merenung sambil berdoa.
menghindar dari hiruk-pikuk yang menyesakkan Salah satu doa yang paling sering beliau baca
jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan dan hayati maknanya adalah: Rabbana atina

216
fi al-dunya hasanah, wa fi al-akhirah hasanah
wa qina 'adzab al-nar (Wahai Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia
dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami
dari siksa neraka). Doa ini bukan sekadar berarti
permohonan untuk memperoleh kebajikan dunia
dan kebajikan akhirat, tetapi lebih-lebih lagi
bertujuan untuk memantapkan langkah dalam
berupaya meraih kebajikan yang dimaksud, karena
doa mengandung arti permohonan yang disertai
usaha. Permohonan itu juga berarti upaya untuk
menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang
diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya
terbatas dampaknya di dunia, tetapi berlanjut
hingga hari kemudian kelak.
Kalau yang demikian itu diraih oleh manusia,
maka jelaslah ia telah memperoleh kemuliaan
dunia dan akhirat. Karena itu, tidak heran jika kita
mendengar jawaban Rasul saw. yang menunjuk
kepada doa tersebut, ketika istri beliau 'A'isyah
menanyakan doa apa yang harus dibaca jika ia
merasakan kehadiran Laylat-Al-Qadr?

217
218
Makna Isra' dan Mi'raj
23
P erjalanan Nabi Muhammad saw. dari Makkah
ke Bayt Al-Maqdis, kemudian naik ke Sidrat Al-
Muntaha, bahkan melampauinya, serta kembalinya
hukum-hukum alam, tidak dapat dijangkau oleh
pancaindera, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh
patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah
ke Makkah dalam waktu sangat singkat, mereka yang menolak peristiwa ini.
merupakan tantangan terbesar sesudah Al-Quran Memang, pendekatan yang paling tepat untuk
disodorkan oleh Tuhan kepada umat manusia. memahaminya adalah pendekatan imaniy. Inilah
Peristiwa ini membuktikan bahwa 'ilm dan yang ditempuh oleh Abu Bakar AlShiddiq, seperti
qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan tergambar dalam ucapannya: "Apabila Muhammad
mengatasi, segala yang finite (terbatas) dan infinite yang memberitakannya, pasti benarlah adanya."
(tak terbatas) tanpa terbatas waktu atau ruang. Oleh sebab itu, uraian ini berusaha untuk
Kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan memahami peristiwa tersebut melalui apa yang
diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: kita percayai kebenarannya berdasarkan bukti-
Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan bukti ilmiah yang dikemukakan oleh Al-Quran.
melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang Salah satu hal yang menjadi pusat pembahasan
merupakan batas kecepatan tertinggi dalam Al-Quran adalah masa depan ruhani manusia
continuum empat dimensi ini, dapat terjadi? demi mewujudkan keutuhannya. Uraian Al-Quran
Bagaimana mungkin lingkungan material yang tentang Isra' dan Mi'raj merupakan salah satu cara
dilalui oleh Muhammad saw. tidak mengakibatkan pembuatan skema ruhani tersebut. Hal ini terbukti
gesekan-gesekan panas yang merusak tubuh jelas melalui pengamatan terhadap sistematika
beliau sendiri? Bagaimana mungkin beliau dapat dan kandungan Al-Quran, baik dalam bagian-
melepaskan diri dari daya tarik bumi? Ini tidak bagiannya yang terbesar maupun dalam ayat-
mungkin terjadi, karena ia tidak sesuai dengan ayatnya yang terinci.
Tujuh bagian pertama Al-Quran membahas adalah uraian yang terdapat dalam surat
pertumbuhan jiwa manusia sebagai pribadi- sebelumnya.(1) Sedangkan inti uraian satu surat
pribadi yang secara kolektif membentuk umat. dipahami dari nama surat tersebut, seperti
Dalam bagian kedelapan sampai keempat dikatakan oleh Al-Biqai'i.(2) Dengan demikian, maka
belas, Al-Quran menekankan pembangunan pengantar uraian peristiwa Isra' adalah surat yang
manusia seutuhnya serta pembangunan dinamai Tuhan dengan sebutan Al-Nahl, yang
masyarakat dan konsolidasinya. Tema bagian berarti lebah.
kelima belas mencapai klimaksnya dan tergambar Mengapa lebah? Karena makhluk ini memiliki
pada pribadi yang telah mencapai tingkat tertinggi banyak keajaiban. Keajaibannya itu bukan hanya
dari manusia seutuhnya, yakni al-insan al-kamil. terlihat pada jenisnya, yang jantan dan betina,
Dan karena itu, peristiwa Isra' dan Mi'raj merupakan tetapi juga jenis yang bukan jantan dan bukan
awal bagian ini, dan berkelanjutan hingga bagian betina. Keajaibannya juga tidak hanya terlihat
kedua puluh satu, di mana kisah para rasul pada sarang-sarangnya yang tersusun dalam
diuraikan dari sisi pandangan tersebut. Kemudian, bentuk lubang-lubang yang sama bersegi enam
masalah perkembangan ruhani manusia secara dan diselubungi oleh selaput yang sangat halus
orang per orang diuraikan lebih lanjut sampai menghalangi udara atau bakteri menyusup ke
bagian ketiga puluh, dengan penjelasan tentang dalamnya, juga tidak hanya terletak pada khasiat
hubungan perkembangan tersebut dengan madu yang dihasilkannya, yang menjadi makanan
kehidupan masyarakat secara timbal-balik. dan obat bagi sekian banyak penyakit. Keajaiban
Kemudian, kalau kita melihat cakupan lebah mencakup itu semua, dan mencakup pula
lebih kecil, maka ilmuwan-ilmuwan Al-Quran, sistem kehidupannya yang penuh disiplin dan
sebagaimana ilmuwan-ilmuwan pelbagai dedikasi di bawah pimpinan seekor "ratu". Lebah
disiplin ilmu, menyatakan bahwa segala sesuatu yang berstatus ratu ini pun memiliki keajaiban
memiliki pendahuluan yang mengantar atau
menyebabkannya. Imam Al-Suyuthi berpendapat 1  Lihat bukunya, Asrar Tartib Al-Qur'an.
2  Lihat dalam pengantar untuk bukunya, Nazhm Al-Durar fi
bahwa pengantar satu uraian dalam Al-Quran
Tanasub Al-Ayat wa Al-Suwar.

220
dan keistimewaan. Misalnya, bahwa sang ratu ini, disegerakan datangnya.
karena rasa "malu" yang dimiliki dan dipeliharanya, Dunia belum kiamat, mengapa Allah
telah menjadikannya enggan untuk mengadakan mengatakan kiamat telah datang? Al-Quran
hubungan seksual dengan salah satu anggota menyatakan "telah datang ketetapan Allah,"
masyarakatnya yang jumlahnya dapat mencapai mengapa dinyatakan-Nya juga "jangan meminta
sekitar tiga puluh ribu ekor. Di samping itu, agar disegerakan datangnya"? Ini untuk memberi
keajaiban lebah juga tampak pada bentuk bahasa isyarat sekaligus pengantar bahwa Tuhan tidak
dan cara mereka berkomunikasi, yang dalam hal mengenal waktu untuk mewujudkan sesuatu.
ini telah dipelajari secara mendalam oleh seorang Hari ini, esok, juga kemarin, adalah perhitungan
ilmuwan Austria, Karl Van Fritch. manusia, perhitungan makhluk. Tuhan sama
Lebah dipilih Tuhan untuk menggambarkan sekali tidak terikat kepadanya, sebab adalah
keajaiban ciptaan-Nya agar menjadi pengantar Dia yang menguasai masa. Karenanya Dia tidak
keajaiban perbuatan-Nya dalam peristiwa Isra' dan membutuhkan batasan untuk mewujudkan
Mi'raj. Lebah juga dipilih sebagai pengantar bagi sesuatu. Dan hal ini ditegaskan-Nya dalam
bagian yang menjelaskan manusia seutuhnya. surat pengantar ini dengan kalimat: Maka
Karena manusia seutuhnya, manusia mukmin, perkataan Kami kepada sesuatu, apabila Kami
menurut Rasul, adalah "bagaikan lebah, tidak menghendakinya, Kami hanya menyatakan
makan kecuali yang baik dan indah, seperti kepadanya "kun" (jadilah), maka jadilah ia (QS
kembang yang semerbak; tidak menghasilkan 16:40).
sesuatu kecuali yang baik dan berguna, seperti Di sini terdapat dua hal yang perlu
madu yang dihasilkan lebah itu." digarisbawahi. Pertama, kenyataan ilmiah
Dalam cakupan yang lebih kecil lagi, kita menunjukkan bahwa setiap sistem gerak
melontarkan pandangan kepada ayat pertama mempunyai perhitungan waktu yang berbeda
surat pengantar tersebut. Di sini Allah berfirman: dengan sistem gerak yang lain. Benda padat
Telah datang ketetapan Allah (Hari Kiamat). membutuhkan waktu yang lebih lama
Oleh sebab itu janganlah kamu meminta agar dibandingkan dengan suara. Suara pun

221
membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan terbit fajar bukanlah penyebab terbitnya fajar,"
dengan cahaya. Hal ini mengantarkan para kata Al-Ghazali jauh sebelum David Hume lahir.
ilmuwan, filosof, dan agamawan untuk "Bergeraknya sesuatu dari A ke B, kemudian dari
berkesimpulan bahwa, pada akhirnya, ada sesuatu B ke C, dan dari C ke D, tidaklah dapat dijadikan
yang tidak membutuhkan waktu untuk mencapai dasar untuk menyatakan bahwa pergerakannya
sasaran apa pun yang dikehendaki-Nya. Sesuatu dari B ke C adalah akibat pergerakannya dari A ke
itulah yang kita namakan Allah SWT, Tuhan Yang B," demikian kata Isaac Newton, sang penemu gaya
Mahaesa. gravitasi.
Kedua, segala sesuatu, menurut ilmuwan, Kalau demikian, apa yang dinamakan hukum-
juga menurut Al-Quran, mempunyai sebab- hukum alam tiada lain kecuali "a summary o f
sebab. Tetapi, apakah sebab-sebab tersebut yang statistical averages" (ikhtisar dari rerata statistik).
mewujudkan sesuatu itu? Menurut ilmuwan, Sehingga, sebagaimana dinyatakan oleh Pierce,
tidak. Demikian juga menurut Al-Quran. Apa yang ahli ilmu alam, apa yang kita namakan "kebetulan"
diketahui oleh ilmuwan secara pasti hanyalah dewasa ini, adalah mungkin merupakan suatu
sebab yang mendahului atau berbarengan proses terjadinya suatu kebiasaan atau hukum
dengan terjadinya sesuatu. Bila dinyatakan bahwa alam. Bahkan Einstein, lebih tegas lagi, menyatakan
sebab itulah yang mewujudkan dan menciptakan bahwa semua apa yang terjadi diwujudkan oleh
sesuatu, muncul sederet keberatan ilmiah dan "superior reasoning power" (kekuatan nalar
filosofis. yang superior). Atau, menurut bahasa Al-Quran,
Bahwa sebab mendahului sesuatu, itu benar. "Al-'Aziz Al-'Alim", Allah Yang Mahaperkasa lagi
Namun kedahuluan ini tidaklah dapat dijadikan Maha Mengetahui. Inilah yang ditegaskan oleh
dasar bahwa ialah yang mewujudkannya. "Cahaya Tuhan dalam surat pengantar peristiwa Isra' dan
yang terlihat sebelum terdengar suatu dentuman Mi'raj itu dengan firman-Nya: Kepada Allah saja
meriam bukanlah penyebab suara tersebut dan tunduk segala apa yang di langit dan di bumi,
bukan pula penyebab telontarnya peluru," kata termasuk binatang-binatang melata, juga malaikat,
David Hume. "Ayam yang selalu berkokok sebelum sedangkan mereka tidak menyombongkan diri.

222
Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa kecuali sedikit (QS 17:85); dan banyak lagi lainnya.
atas mereka dan mereka melaksanakan apa yang Itulah sebabnya, ditegaskan oleh Allah dengan
diperintahkan (kepada mereka) (QS 16:49-50). firman-Nya: Dan janganlah kamu mengambil satu
Pengantar berikutnya yang Tuhan berikan sikap (baik berupa ucapan maupun tindakan) yang
adalah: Janganlah meminta untuk tergesa-gesa. kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang
Sayangnya, manusia bertabiat tergesa-gesa, hal tersebut; karena sesungguhnya pendengaran,
seperti ditegaskan Tuhan ketika menceritakan mata, dan hati, kesemuanya itu kelak akan dimintai
peristiwa Isra' ini, Adalah manusia bertabiat pertanggungjawaban (QS 17:36).
tergesa-gesa (QS 17:11). Ketergesa-gesaan inilah Apa yang ditegaskan oleh Al-Quran tentang
yang antara lain menjadikannya tidak dapat keterbatasan pengetahuan manusia ini diakui oleh
membedakan antara: (a) yang mustahil menurut para ilmuwan pada abad ke-20. Schwart, seorang
akal dengan yang mustahil menurut kebiasaan, pakar matematika kenamaan Prancis, menyatakan:
(b) yang bertentangan dengan akal dengan yang "Fisika abad ke-19 berbangga diri dengan
tidak atau belum dimengerti oleh akal, dan (c) yang kemampuannya menghakimi segenap problem
rasional dan irasional dengan yang suprarasional. kehidupan, bahkan sampai kepada sajak pun.
Dari segi lain, dalam kumpulan ayat-ayat Sedangkan fisika abad ke-20 ini yakin benar bahwa
yang mengantarkan uraian Al-Quran tentang ia tidak sepenuhnya tahu segalanya, walaupun
peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, dalam surat Isra' yang disebut materi sekalipun." Sementara
sendiri, berulang kali ditegaskan tentang itu, teori Black Holes menyatakan bahwa
keterbatasan pengetahuan manusia serta sikap "pengetahuan manusia tentang alam hanyalah
yang harus diambilnya menyangkut keterbatasan mencapai 3% saja, sedang 97% selebihnya di luar
tersebut. Simaklah ayat-ayat berikut: Dia (Allah) kemampuan manusia."
menciptakan apa-apa (makhluk) yang kamu tidak Kalau demikian, seandainya, sekali lagi
mengetahuinya (QS 16:8); Sesungguhnya Allah seandainya, pengetahuan seseorang belum atau
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS tidak sampai pada pemahaman secara ilmiah atas
16:74); dan Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan peristiwa Isra' dan Mi'raj ini; kalau betul demikian

223
adanya dan sampai saat ini masih juga demikian, kekuasaan dan pengaturan Tuhan Yang Mahaesa.
maka tentunya usaha atau tuntutan untuk Sebelum Al-Quran mengakhiri pengantarnya
membuktikannya secara "ilmiah" menjadi tidak tentang peristiwa ini, dan sebelum diungkapnya
ilmiah lagi. Ini tampak semakin jelas jika diingat peristiwa ini, digambarkannya bagaimana kelak
bahwa asas filosofis dari ilmu pengetahuan adalah orang-orang yang tidak mempercayainya dan
trial and error, yakni observasi dan eksperimentasi bagaimana pula sikap yang harus diambilnya. Allah
terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku berfirman: Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah
di setiap tempat dan waktu, oleh siapa saja. kesabaranmu melainkan dengan pertolongan
Padahal, peristiwa Isra' dan Mi'raj hanya terjadi Allah. Janganlah kamu bersedih hati terhadap
sekali saja. Artinya, terhadapnya tidak dapat (keingkaran) mereka. Jangan pula kamu bersempit
dicoba, diamati dan dilakukan eksperimentasi. dada terhadap apa-apa yang mereka tipudayakan.
Itulah sebabnya mengapa Kierkegaard, tokoh Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
eksistensialisme, menyatakan: "Seseorang harus orang orang yang berbuat kebajikan. (QS 16:127-
percaya bukan karena ia tahu, tetapi karena ia tidak 128). Inilah pengantar Al-Quran yang disampaikan
tahu." Dan itu pula sebabnya, mengapa Immanuel sebelum diceritakannya peristiwa Isra' dan Mi'raj.
Kant berkata: "Saya terpaksa menghentikan Agaknya, yang lebih wajar untuk dipertanyakan
penyelidikan ilmiah demi menyediakan waktu bagi bukannya bagaimana Isra' dan Mi 'raj terjadi, tetapi
hatiku untuk percaya." Dan itu pulalah sebabnya mengapa Isra' dan Mi 'raj.
mengapa "oleh-oleh" yang dibawa Rasul dari Seperti yang telah dikemukakan pada
perjalanan Isra' dan Mi'raj ini adalah kewajiban awal uraian, Al-Quran, pada bagian kedelapan
shalat; sebab shalat merupakan sarana terpenting sampai bagian kelima belas, menguraikan dan
guna menyucikan jiwa dan memelihara ruhani. menekankan pentingnya pembangunan manusia
Kita percaya kepada Isra' dan Mi'raj, karena seutuhnya dan pembangunan masyarakat beserta
tiada perbedaan antara peristiwa yang terjadi konsolidasinya. Ini mencapai klimaksnya pada
sekali dan peristiwa yang terjadi berulang kali bagian kelima belas atau surat ketujuh belas, yang
selama semua itu diciptakan serta berada di bawah tergambar pada pribadi hamba Allah yang di-isra'-

224
kan ini, yaitu Muhammad saw., serta nilai-nilai yang pengetahuan seseorang tentang tata kerja alam
diterapkannya dalam masyarakat beliau. Karena raya ini, akan semakin tekun dan khusyuk pula ia
itu, dalam kelompok ayat yang menceritakan melaksanakan shalatnya.
peristiwa ini (dalam surat Al-Isra'), ditemukan Shalat juga merupakan kebutuhan jiwa. Karena,
sekian banyak petunjuk untuk membina diri dan tidak seorang pun dalam perjalanan hidupnya
membangun masyarakat. yang tidak pernah mengharap atau merasa
Pertama, ditemukan petunjuk untuk cemas. Hingga, pada akhirnya, sadar atau tidak, ia
melaksanakan shalat lima waktu (pada ayat 78). menyampaikan harapan dan keluhannya kepada
Dan shalat ini pulalah yang merupakan inti dari Dia Yang Mahakuasa. Dan tentunya merupakan
peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, karena shalat pada tanda kebejatan akhlak dan kerendahan moral,
hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk apabila seseorang datang menghadapkan dirinya
mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan kepada Tuhan hanya pada saat dirinya didesak oleh
akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana kebutuhannya.
ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan Shalat juga dibutuhkan oleh masyarakat
masyarakat yang diharapkan oleh manusia manusia, karena shalat, dalam pengertiannya
seutuhnya. Shalat dibutuhkan oleh pikiran dan akal yang luas, merupakan dasar-dasar pembangunan.
manusia, karena ia merupakan pengejawantahan Orang Romawi Kuno mencapai puncak keahlian
dari hubungannya dengan Tuhan, hubungan yang dalam bidang arsitektur, yang hingga kini tetap
menggambarkan pengetahuannya tentang tata mengagumkan para ahli, juga karena adanya
kerja alam raya ini, yang berjalan di bawah satu dorongan tersebut. Karena itu, Alexis Carrel
kesatuan sistem. Shalat juga menggambarkan tata menyatakan: "Apabila pengabdian, shalat, dan
inteligensia semesta yang total, yang sepenuhnya doa yang tulus kepada Sang Maha Pencipta
diawasi dan dikendalikan oleh suatu kekuatan disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat,
Yang Mahadahsyat dan Maha Mengetahui, Tuhan maka hal itu berarti kita telah menandatangani
Yang Mahaesa. Dan bila demikian, maka tidaklah kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut."
keliru bila dikatakan bahwa semakin mendalam Dan, untuk diingat, Alexis Carrel bukanlah

225
seorang yang memiliki latar belakang pendidikan perintahkan kepada orang-orang yang hidup
agama. Ia adalah seorang dokter yang telah mewah di negeri itu (supaya mereka menaati
dua kali menerima hadiah Nobel atas hasil Allah untuk hidup dalam kesederhanaan), tetapi
penelitiannya terhadap jantung burung gereja mereka durhaka; maka sudah sepantasnyalah
serta pencangkokannya. Dan, menurut Larouse berlaku terhadap mereka ketetapan Kami dan
Dictionary, Alexis Carrel dinyatakan sebagai satu Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya (QS
pribadi yang pemikiran-pemikirannya secara 17:16).
mendasar akan berpengaruh pada penghujung Ditekankan dalam surat ini bahwa
abad XX ini. "Sesungguhnya orang yang hidup berlebihan
Apa yang dinyatakan ilmuwan ini sejalan adalah saudara-saudara setan" (QS 17:27).
dengan penegasan Al-Quran yang ditemukan Dan karenanya, hendaklah setiap orang hidup
dalam pengantar uraiannya tentang peristiwa Isra' dalam kesederhanaan dan keseimbangan: Dan
dalam surat Al-Nahl ayat 26. Di situ digambarkan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu
pembangkangan satu kelompok masyarakat (pada lehermu dan sebaliknya), jangan pula kamu
terhadap petunjuk Tuhan dan nasib mereka terlalu mengulurkannya, agar kamu tidak menjadi
menurut ayat tersebut: Allah menghancurkan tercela dan menyesal (QS 17:29).
bangunan-bangunan mereka dari fondasinya, lalu Bahkan, kesederhanaan yang dituntut bukan
atap bangunan itu menimpa mereka dari atas; dan hanya dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga
datanglah siksaan kepada mereka dari arah yang dalam bidang ibadah. Kesederhanaan dalam
mereka tidak duga (QS 16:26). ibadah shalat misalnya, tidak hanya tergambar dari
Kedua, petunjuk-petunjuk lain yang ditemukan adanya pengurangan jumlah shalat dari lima puluh
dalam rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar
peristiwa Isra' dan Mi'raj, dalam rangka dalam petunjuk yang ditemukan di surat Al-Isra'
pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat ini juga, yakni yang berkenaan dengan suara
adil dan makmur, antara lain adalah: Jika kami ketika dilaksanakan shalat: Janganlah engkau
hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan

226
pula merendahkannya, tetapi carilah jalan tengah Akhirnya, sebelum uraian ini disudahi, ada
di antara keduanya (QS 17: 110). baiknya dibacakan ayat terakhir dalam surat
Jalan tengah di antara keduanya ini berguna yang menceritakan peristiwa Isra' dan Mi'raj ini:
untuk dapat mencapai konsentrasi, pemahaman Katakanlah wahai Muhammad: "Percayalah kamu
bacaan dan kekhusyukan. Di saat yang sama, shalat atau tidak usah percaya (keduanya sama bagi
yang dilaksanakan dengan "jalan tengah" itu tidak Tuhan)." Tetapi sesungguhnya mereka yang diberi
mengakibatkan gangguan atau mengundang pengetahuan sebelumnya, apabila disampaikan
gangguan, baik gangguan tersebut kepada kepada mereka, maka mereka menyungkur atas
saudara sesama Muslim atau non-Muslim, yang muka mereka, sambil bersujud (QS 17: 107).
mungkin sedang belajar, berzikir, atau mungkin Itulah sebagian kecil dari petunjuk dan kesan
sedang sakit, ataupun bayi-bayi yang sedang yang dapat kami pahami, masing-masing dari
tidur nyenyak. Mengapa demikian? Karena, dalam surat pengantar uraian peristiwa Isra ; yakni surat
kandungan ayat yang menceritakan peristiwa Al-Nahl, dan surat Al-Isra' sendiri. Khusus dalam
ini, Tuhan menekankan pentingnya persatuan pemahaman tentang peristiwa Isra' dan Mi'raj
masyarakat seluruhnya. Dengan demikian, ini, semoga kita mampu menangkap gejala dan
masing-masing orang dapat melaksanakan tugas menyuarakan keyakinan tentang adanya ruh
sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan intelektualitas Yang Mahaagung, Tuhan Yang
dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, Mahaesa di alam semesta ini, serta mampu
keyakinan, dan keimanan orang lain. Ini sesuai merumuskan kebutuhan umat manusia untuk
dengan firman Allah: memujaNya sekaligus mengabdi kepada-Nya.

Katakanlah wahai Muhammad, "Hendaklah


tiap-tiap orang berkarya menurut bidang dan
kemampuannya masing-masing." Tuhan lebih
mengetahui siapa yang lebih benar jalannya (QS
17:84).

227
228
Selamat Natal Menurut Al-Qur'an
Sakit perut menjelang persalinan, memaksa mengabadikan dan merestui ucapan selamat Natal
24
Maryam bersandar ke pohon kurma. Ingin rasanya pertama dari dan untuk Nabi mulia itu, Isa a.s.
beliau mati, bahkan tidak pernah hidup sama Terlarangkah mengucapkan salam semacam
sekali. Tetapi Malaikat Jibril datang menghibur: itu? Bukankah Al-Quran telah memberikan
"Ada anak sungai di bawahmu, goyanghan contoh? Bukankah ada juga salam yang tertuju
pangkal pohon kurma ke arahmu, makan, kepada Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, keluarga
minum dan senangkan hatimu. Kalau ada yang Ilyas, serta para nabi lainnya? Setiap Muslim harus
datang katakan: 'Aku bernazar tidak bicara.'" "Hai percaya kepada Isa a.s. seperti penjelasan ayat
Maryam, engkau melakukan yang amat buruk. di atas, juga harus percaya kepada Muhammad
Ayahmu bukan penjahat, ibumu pun bukan saw., karena keduanya adalah hamba dan utusan
penzina," demikian kecaman kaumnya, ketika Allah. Kita mohonkan curahan shalawat dan salam
melihat bayi di gendongannya. Tetapi Maryam untuk. mereka berdua sebagaimana kita
terdiam. Beliau hanya menunjuk bayinya. Dan mohonkan untuk seluruh nabi dan rasul. Tidak
ketika itu bercakaplah sang bayi menjelaskan jati bolehkah kita merayakan hari lahir (natal) Isa
dirinya sebagai hamba Allah yang diberi Al-Kitab, a.s.? Bukankah Nabi saw. juga merayakan hari
shalat, berzakat serta mengabdi kepada ibunya. keselamatan Musa a.s. dari gangguan Fir'aun
Kemudian sang bayi berdoa: "Salam sejahtera dengan berpuasa 'Asyura, seraya bersabda, "Kita
(semoga) dilimpahkan kepadaku pada hari lebih wajar merayakannya daripada orang Yahudi
kelahiranku, hari wafatku, dan pada hari ketika aku pengikut Musa a.s."
dibangkitkan hidup kembali." Bukankah, "Para Nabi bersaudara hanya
Itu cuplikan kisah Natal dari Al-Quran Surah ibunya yang berbeda?" seperti disabdakan
Maryam ayat 34. Dengan demikian, Al-Quran Nabi Muhammad saw.? Bukankah seluruh umat
bersaudara? Apa salahnya kita bergembira dan mati, tetapi tidur." Dan ketika terjadi gerhana
menyambut kegembiraan saudara kita dalam batas pada hari wafatnya putra Muhammad, orang
kemampuan kita, atau batas yang digariskan berkata: "Matahari mengalami gerhana karena
oleh anutan kita? Demikian lebih kurang kematiannya." Muhammad saw. lalu menegur,
pandangan satu pendapat. "Matahari tidak mengalami gerhana karena
Banyak persoalan yang berkaitan dengan kematian atau kehahiran seorang." Keduanya
kehidupan Al-Masih yang dijelaskan oleh sejarah datang membebaskan maanusia baik yang kecil,
atau agama dan telah disepakati, sehingga lemah dan tertindas -dhu'afa' dan al-mustadh'affin
harus diterima. Tetapi, ada juga yang tidak dalam istilah Al-Quran. Bukankah ini satu dari
dibenarkan atau diperselisihkan. Disini, kita sekian titik temu antara Muhammad dan Al-Masih?
berhenti untuk merujuk kepercayaan kita. Isa a.s. Bukankah ini sebagian dari kandungan Kalimat
datang mermbawa kasih, "Kasihilah seterumu Sawa' (Kata Sepakat) yang ditawarkan Al-Quran
dan doakan yang menganiayamu." Muhammad kepada penganut Kristen (dan Yahudi (QS 3:64)?
saw. datang membawa rahmat, "Rahmatilah yang Kalau demikian, apa salahnya mengucapkan
di dunia, niscaya yang di langit merahmatimu." selamat natal, selama akidah masih dapat
Manusia adalah fokus ajaran keduanya; karena itu, dipelihara dan selama ucapan itu sejalan dengan
keduanya bangga dengan kemanusiaan. apa yang dimaksud oleh Al-Quran sendiri yang
Isa menunjuk dirinya sebagai "anak manusia," telah mengabadikan selamat natal itu?
sedangkan Muhammad saw. diperintah:kan oleh Itulah antara lain alasan yang membenarkan
Allah untuk berkata: "Aku manusia seperti kamu." seorang Muslim mengucapkan selamat atau
Keduanya datang membebaskan manusia dari menghadiri upacara Natal yang bukan ritual . Di sisi
kemiskinan ruhani, kebodohan, dan belenggu lain, marilah kita menggunakan kacamata yang
penindasan. Ketika orang-orang mengira melarangnya.
bahwa anak Jailrus yang sakit telah mati, Al- Agama, sebelum negara, menuntut agar
Masih yang menyembuhkannya meluruskan kerukunan umat dipelihara. Karenanya salah,
kekeliruan mereka dengan berkata, "Dia tidak bahkan dosa, bila kerukunan dikorbankan atas

230
nama agama. Tetapi, juga salah serta dosa pula, pada satu tempat, hal yang mustahil bagi-Nya
bila kesucian akidah ternodai oleh atau atas dan mustahil pula diucapkan oleh Nabi. Dengan
nama kerukunan. alasan serupa, para ulama bangsa kita enggan
Teks keagamaan yang berkaitan dengan menggunakan kata "ada" bagi Tuhan, tetapi
akidah sangat jelas, dan tidak juga rinci. Itu "wujud Tuhan."
semula untuk menghindari kerancuan dan Natalan, walaupun berkaitan dengan Isa Al-
kesalahpahaman. Bahkan Al-Q!uran tidak Masih, manusia agung lagi suci itu, namun ia
menggunakan satu kata yang mungkin dapat dirayakan oleh umat Kristen yang pandangannya
menimbulkan kesalahpahaman, sampai dapat terhadap Al-Masih berbeda dengan pandangan
terjamin bahwa kata atau kalimat itu, tidak Islam. Nah, mengucapkan "Selamat Natal" atau
disalahpahami. Kata "Allah," misalnya, tidak menghadiri perayaannya dapat menimbulkan
digunakan oleh Al-Quran, ketika pengertian kesalahpahaman dan dapat mengantar kepada
semantiknya yang dipahami masyarakat jahiliah pengaburan akidah. Ini dapat dipahami sebagai
belum sesuai dengan yang dikehendaki Islam. pengakuan akan ketuhanan Al-Masih, satu
Kata yang digunakan sebagai ganti ketika itu keyakinan yang secara mutlak bertentangan
adalah Rabbuka (Tuhanmu, hai Muhammad) dengan akidah Islam. Dengan kacamata itu, lahir
Demikian terlihat pada wahlyu pertama hingga larangan dan fatwa haram itu, sampai-sampai ada
surah Al-Ikhlas. Nabi saw. sering menguji yang beranggapan jangankan ucapan selamat,
pemahaman umat tentang Tuhan. Beliau tidak aktivitas apa pun yang berkaitan dengan Natal
sekalipun bertanya, "Dimana Tuhan?" Tertolak tidak dibenarkan, sampai pada jual beli untuk
riwayat sang menggunakan redaksi itu karena keperluann Natal.
ia menimbulkan kesan keberadaan Tuhan

Adakah kacamata lain? Mungkin!


Seperti terlihat, larangan ini muncul dalam kekhawatiran kerancuan pemahaman, agaknya
rangka upaya memelihara akidah. Karena, lebih banyak ditujukan kepada mereka yang

231
dikhawatirkan kabur akidahnya. Nah, kalau akan mengucapkannya sesuai dengan garis
demikian, jika ada seseorang yang ketika keyakinannya. Memang, kearifan dibutuhkan
mengucapkannya tetap murni akidahnya dalam rangka interaksi sosial.
atau mengucapkannya sesuai dengan Tidak kelirulah, dalam kacamata ini, fatwa dan
kandungan "Selamat Natal" Qurani, kemudian larangan itu, bila ia ditujukan kepada mereka
mempertimbangkan kondisi dan situasi dimana yang dikhawatirkan ternodai akidahnya. Tetapi,
hal itu diucapkan, sehingga tidak menimbulkan tidak juga salah mereka yang membolehkannya,
kerancuan akidah baik bagi dirinya ataupun selama pengucapnya bersikap arif bijaksana dan
Muslim yang lain, maka agaknya tidak beralasan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika
adanya larangan itu. Adakah yang berwewenang hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan
melarang seorang membaca atau mengucapkan hubungan.
dan menghayati satu ayat Al-Quran? Dostojeivsky (1821-1881), pengarang
Dalam rangka interaksi sosial dan Rusia kenamaan, pernah berimajinasi tentang
keharmonisan hubungan, Al-Quran kedatangan kembali Al-Masih. Sebagian umat
memperkenalkan satu bentuk redaksi, dimana Islam pun percaya akan kedatangannya kembali.
lawan bicara memahaminya sesuai dengan Terlepas dari penilaian terhadap imajinasi
pandangan atau keyakinannya, tetapi bukan dan kepercayaan itu, kita dapat memastikan
seperti yang dimaksud oleh pengucapnya. bahwa jika benar beliau datang, seluruh umat
Karena, si pengucap sendiri mengucapkan dan berkewajiban menyambut dan mendukungnya,
memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dan pada saat kehadirannya itu pasti banyak hal
dan keyakinannya. Salah satu contoh yang yang akan beliau luruskan.
dikemukakan adalah ayat-ayat yang tercantum Bukan saja sikap dan ucapan umatnya, tetapi
dalam QS 34:24-25. Kalaupun non-Muslim juga sikap dan ucapan umat Muhammad
memahami ucapan "Selamat Natal" sesuai saw. Salam sejahtera semoga tercurah kepada
dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, beliau, pada hari Natalnya, hari wafat dan hari
karena Muslim yang memahami akidahnya kebangkitannya nanti.

232
233
digitized by:
PlantATree — Publishing

Anda mungkin juga menyukai