Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mutakhir


Pada tahun 2013, Nova Tirza melakukan penelitian mengenai
“Perhitungan Setting Relay OCR dan GFR pada Sistem Interkoneksi Diesel
Generator di Perusahaan X”. Dari hasil perhitungan dan analisa setting relay arus
lebih (OCR) dan relay gangguan tanah (GFR) dengan menggunakan karakteristik
normal inverse maka dapat disumpulkan bahwa relay-relay yang mempunyai
waktu operasi (top) yang kecil akan beroperasi lebih cepat dalam melokalisir
gangguan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya arus gangguan hubung singkat
tiga fasa dan fasa-tanah pada masing-masing feeder. Dimana terlihat untuk arus
gangguan hubung singkat yang besar (13 kA) waktu pemutusannya lebih kecil
100 ms dan arus gangguan hubung singkat yang kecil (0.001 kA) waktu
pemutusan 300 ms. Sehingga dapat dikatakan sistem yang telah dibuat
mengindikasikan koordinasi relay OCR dan GFR bekerja secara baik.

Tahun 2016, I Nyoman Upanayana melakukan penelitian dengan judul


“Pemasangan DGR (Directional Ground Relay) untuk mengatasi gangguan
sympathetic trip pada GIS Bandara penyulang Ngurah Rai I dan Ngurah Rai II”.
Dari hasil perhitungan relay DGR jika terjadi gangguan 1 fasa ketanah dan adanya
arus urutan nol pada saat gangguan, settingan relay DGR di peroleh. Arus
gangguan urutan nol dengan arus gangguan maksimum 93.34 A, arus gangguan
minimum 91.67 A, Iset = 9.334 A, TMS = 0.1 SI, waktu trip arus maksimum t =
0.297 arus minimum t = 0.927, ZCT = 1 A da GPT = 36.64 kV.

2.2 Sistem Tenaga Listrik


Pembangkit listrik pada umumnya terdapat jauh dari pusat beban, terlebih-
lebih pembangkit listrik berskala besar, sehingga untuk menyalurkan tenaga listrik
tersebut sampai ke konsumen atau pusat beban maka tenaga listrik tersebut harus
disalurkan.

4
5

Menurut Pandjaitan (1999), sistem tenaga listrik pada dasarnya dapat


dikelompokkan atas tiga komponen utama yaitu sebagai berikut :

a. Sistem pembangkit
b. Sistem transmisi
c. Sistem distribusi
d. Konsumen

Sistem tenaga listrik modern merupakan sistem yang komplek terdiri dari
pusat pembangkit, saluran transmisi dan jaringan distribusi yang berfungsi untuk
menyalurkan daya dari pusat pembangkit ke pusat beban. Untuk memenuhi tujuan
operasi sistem tenaga listrik, ketiga bagian yaitu pembangkit, penyaluran dan
distribusi tersebut satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan seperti terlihat
pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Jaringan Sistem Tenaga Listrik


(Sumber : PT PLN (Persero) Distribusi Bali, 2006)

Pada gambar 2.1 memperlihatkan suatu sistem tenaga listrik dari


pembangkit sampai ke konsumen. Tenaga listrik yang dibangkitkan atau
dihasilkan pada pusat pembangkit yang letaknya jauh dari pusat beban disalurkan
kepada konsumen melalui tahapan transmisi dan distribusi.

Untuk menyalurkan tenaga listrik dari suatu sumber daya baik berupa
pusat pembangkit maupun Gardu Induk sampai ke pusat-pusat beban digunakan
jaringan tegangan menengah 20 kV. Konsumen yang memiliki daya tersambung
yang besar tidak dapat disambung melalui Jaringan Tegangan Rendah (JTR)
6

melainkan disambung langsung pada Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dengan


transformator sendiri (Hartojo, 1984).

2.3 Sistem Konstruksi Jaringan Transmisi


Saluran transmisi merupakan media yang digunakan untuk
mentransmisikan tenaga listrik dari Generator station/Pembangkit listrik sampai
distribusi station hingga pada konsumen pengguna listrik. Tenaga listrik
ditransmisikan oleh suatu bahan konduktor yang mengalirkan tipe saluran
transmisi listrik. Berdasarkan sistem transmisi dan kapasitas tegangan yang
disalurkan terdiri dari :

1. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200 kV-500 kV


Pada umumnya saluran transmisi di Indonesia digunakan pada pembangkit
dengan kapasitas 500 kV. Dimana tujuannya adalah agar drop tegangan dari
penampang kawat dapat direduksi secara maksimal, sehingga diperoleh
operasional yang efektif dan efisien. Akan tetapi terdapat permasalahan mendasar
dalam pembangunan SUTET ialah konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi,
memerlukan tanah yang luas, memerluka isolator yang banyak, sehingga
memerlukan biaya besar. Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET
adalah masalah sosial, yang akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan.

Gambar 2.2 Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200kV-500kV


(Sumber : PT PLN (Persero) Jawa-Bali)
7

2. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30 kV – 150 kV


Pada saluran transmisi ini memiliki tegangan operasi antara 30 kV sampai
150 kV. Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau double sirkuit, dimana 1
sirkuit terdiri dari 3 phasa dengan 3 kawat atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat
dan penghantar netralnya diganti oleh tanah sebagai saluran kembali. Apabila
terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Quardrpole) dan berkas konduktor
disebut Bundle Conductor.

Gambar 2.3 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30kV-150kV


(Sumber : PT PLN (Persero) Jawa-Bali)

2.4 Sistem Proteksi


2.4.1 Pengertian Proteksi Tenaga Listrik
Secara umum pengertian sistem proteksi ialah suatu peralatan atau sistem
yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan parameter sistem, mengisolasi dan
memisahkan bagian yang berubah parameternya atau terkena gangguan dari suatu
kedaan yang tidak normal (Sutarti, 2010). Berdasarkan fungsinya pengaman dapat
dibagi dua yakni (Stevenson, 1994):
8

A. Pengaman Utama
Pengaman utama merupakan pengaman yang paling berperan didaerah
pengamanan atau daerah yang dilindungi dan sebagai pengaman utama, maka
bekerjanya selektif serta lebih cepat mengisolasi bagian sistem yang diamankan
dari gangguan yang terjadi.

B. Pengaman Cadangan
Pengaman cadangan (back-up) merupakan pengaman cadangan pada batas
tertentu bekerjanya lebih lambat dari pengaman utama. Maksudnya adalah
pengaman ini bekerja jika pengaman utama gagal operasi. Pengaman ini dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Local back-up yaitu pengaman cadangan terletak satu lokasi dengan


pengaman utama.
2. Remote back-up yaitu pengaman cadangan tersebut diletakkan pada
lokasi yang berlainan dengan pengaman utama.

2.5 Tujuan Sistem Proteksi


Gangguan pada sistem distribusi tenaga listrik hampir seluruhnya
merupakan gangguan hubung singkat, yang akan menimbulkan arus yang cukup
besar. Semakin besar sistemnya semakin besar gangguannya. Arus yang besar bila
tidak segera dihilangkan akan merusak peralatan tang dilalui arus gangguan.
Untuk melepaskan daerah yang terganggu itu maka diperlukan suatu sistem
proteksi, yang pada dasarnya adalah alat pengaman yang bertujuan untuk
melepaskan atau membuka sistem yang terganggu, sehingga arus gangguan ini
akan padam.
Adapun tujuan dari sistem proteksi antara lain:

1. Untuk menghindari atau mengurangi kerusakan akibat gangguan pada


peralatan yang terganggu atau peralatan yang dilalui oleh arus
gangguan.
2. Untuk mengisolir daerah gangguan menjadi sekecil mungkin.
9

3. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang


tinggi kepada konsumen. Serta memperkecil bahaya bagi manusia.

2.6 Daerah Proteksi


Daerah proteksi adalah bagian dari sistem tenaga yang diproteksi oleh
suatu pengaman, dimana pada umumnya daerah tersebut berisi satu atau
maksimum dua elemen sistem tenaga (Sulasno, 1993). Lebih lanjut dikatakan,
bahwa prinsip penting dari pembagian daerah proteksi ini adalah keharusan
adanya overlap (saling menutupi sebagian) antara dua daerah proteksi yang
berdekatan. Overlap ini terjadi di daerah kecil di sekitar pemutus daya oleh
masing-masing transformator arus daerah yang berdampingan tersebut. Konsep
daerah proteksi ini berhubungan erat dengan fungsi sistem proteksi seperti yang
dijelaskan pada bagian sebelumnya yakni melokalisir gangguan, sehingga bagian
yang terkena gangguan itu segera lepas dan bagian yang aman dari gangguan itu
tetap beroperasi. Dengan adanya pembagian daerah proteksi ini, maka setiap
gangguan yang terjadi di dalam daerah suatu proteksi yang menjadi tanggung
jawab alat proteksi utama pada daerah ini. Bilamana penanganan ini gagal maka
diharapkan sistem proteksi pada daerah yang berdekatan (proteksi cadangan) akan
mengambil alih fungsi pengaman. Contoh pembagian daerah proteksi
diperlihatkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Daerah perlindungan


(Sumber : Sulasno, 1993)

Keterangan;

Daerah 1 = daerah proteksi generator dan trafo


Daerah 2 = daerah proteksi rel
Daerah 3 = daerah proteksi saluran transmisi
10

Daerah 4 = daerah proteksi rel


Daerah 5 = daerah proteksi trafo

2.7 Karakteristik Sistem Proteksi


Beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh sebuah sistem proteksi
yang baik dan handal antara lain:

1. Reliabilitas (Reliability)
Relay dapat beroperasi seketika diperlukan dan tidak beroperasi jika tidak
diperlukan. Reliabilitas terbagi atas 2 karakteristik:
a. Dependabilitas: Kemampuan beroperasi sesuai kebutuhan (tidak gagal
beroperasi jika terjadi gangguan).
b. Security: Tetap dalam kondisi tidak beroperasi ketika tidak ada
gangguan yang terkait dengan sistem yang diproteksi (tidak salah
kerja).
2. Selectivitas (Selectivity)
Kemampuan mengisolasi bagian sistem yang mengalami gangguan, yang
tidak mengalami gangguan tetap beroperasi. Mekanisme ini dicapai dengan
pengaturan daerah proteksi (zona proteksi).
3. Kecepatan operasi (Speed of Operation)
Relay harus beroperasi secepat mungkin sehingga:
a. Waktu penghilangan gangguan (fault clearance time) tidak berlebihan.
b. Kerusakan peralatan sistem (akibat pemanasan berlebih/efek thermal
gangguan) dapat dihindari.
c. Resiko penurunan tegangan dikurangi.
d. Resiko keselamatan berkurang.
e. Ketidakstabilan sistem berkurang.
4. Fleksibel (Flexibility)
Kemampuan untuk mengakomodasi kondisi sistem yang berbeda dan
kemungkinan perluasan sistem yang ada.
5. Sensitivitas (Sensitivity)
11

Sistem pengaman harus peka dan mampu beroperasi pada kondisi gangguan
minimum sekalipun.

6. Diskriminasi (Discrimination)
Relay mampu membedakan kondisi operasi ketika gangguan minimal pada
daerah proteksinya dan tidak beroperasi ketika pembebanan maksimum dan
gangguan diluar daerahnya. Dicapai melalui beberapa cara:
a. Time grading : cepat untuk daerah dalam zona, lambat diluar zona.
b. Sensitivity grading : sensitive untuk daerah dalam zona, kuran
sensitive untuk luar zona.
c. Unit Protection : zona didefinisikan per unit.
d. Kombinasi metode diatas.
7. Pertimbangan Ekonomis
Dalam sistem distribusi aspek ekonomis hamper mengatasi aspek teknis, oleh
karena jumlah feeder, trafo dan sebagainya yang begitu banyak, asal saja
persyaratan keamanan yang pokok dipenuhi. Dalam sistem-sistem transmisi
justru aspek teknis yang penting. Proteksi relative mahal, namun demikian
pula sistem atau peralatan yang dilindungi dan jaminan terhadap kelangsungan
peralatan sistem adalah vital. Biasanya digunakan dua sistem proteksi yang
terpisah, yaitu proteksi primer atau proteksi utama dan proteksi pendukung
(back up).
8. Kecepatan Operasi
Sifat ini lebih jelas, semakin lama arus gangguan terus mengalir, semakin
besar kerusakan peralatan. Hal yang paling penting adalah perlunya membuka
bagian-bagian yang terganggu sebelum generator-generator yang dihubungkan
sinkron kehilangan sinkronisasi dengan sistem selebihnya. Waktu pembebasan
gangguan yang tipikal dalam sistem-sistem tegangan tinggi adalah 140 ms.
Dimana mendatang waktu ini hendak dipersingkat menjadi 80 ms sehingga
12

memerlukan relay dengan kecepatan yang sangat tinggi (very high speed
relaying).
9. Proteksi Pendukung
Proteksi pendukung (back up) merupakan susunan yang sepenuhnya terpisah
dan yang bekerja untuk mengeluarkan bagian yang terganggu apabila proteksi
utama tidak bekerja (fail). Sistem pendukung ini sedapat mungkin independent
seperti halnya proteksi utama, memiliki trafo-trafo dan relay-relay tersendiri.
Seringkali hanya triping dan trafo-trafo tegangan yang dimiliki Bersama oleh
keduanya. Tiap-tiap sistem proteksi utama melindungi suatu area atau zona
sistem daya tertentu. Ada kemungkinan suatu daerah kecil diantara zona-zona
yang berdekatan misalnya antara trafo-trafo arus dan circuit breaker tidak
dilindungi.

2.8 Relay Pengaman


Relay proteksi merupakan skema atau rangkaian yang mampu merespon
terhadap adanya suatu gangguan atau kesalahan dalam sistem tenaga listrik dan
secara otomatis memutuskan hubungan peralatan yang terganggu atau
memberikan sinyal (alaram). Relay proteksi dirancang untuk memutuskan jika
terjadi hubung singkat yang dapat mengakibatkan gangguan besar terhadap
operasi sistem yang normal (kerusakan peralatan, drop tegangan dan lain-lain)
untuk itu semua relay proteksi dirancang untuk memutuskan elemen sistem yang
mengalami gangguan (Pansini, 2005)
Relay juga di desain untuk memberikan sinyal apabila terjadi overload atau
hubung singkat yang tidak terlalu membahayakan elemen sistem yang terganggu
maupun sistem secara keseluruhan, sehingga mencegah pemutusan suplai tenaga
listrik kepada konsumen. Karakteristik operasi dari suatu relay tergantung pada
besaran-besaran yang diberikan padanya, misalnya arus atau tegangan dan
berbagai kombinasi dari kedua besaran ini dan juga dengan cara bagaimana relay
tersebut di desain untuk memberi respon terhadap terjadinya gangguan.

2.8.1 Prinsip Dasar Relay


13

Relay pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga elemen fundamental


seperti yang ditunjukan pada gambar yaitu (Titarenko, 1987) :
a. Elemen perasa, mengukur adanya perubahan besaran listrik, misalnya
perubahan arus atau tegangan pada sistem.
b. Elemen pembanding, bertugas membandingkan besaran yang terukur
dengan besaran yang telah diset sebelumnya.
c. Elemen pengontrol, merupakan sinyal atau mengontrol rangkaian lain,
misalnya membuat sakelar suatu rangkaian tertutup.

Berikut ini akan ditinjau bentuk yang paling sederhana dari suatu relay
arus elektromagnetik yang disiapkan untuk merespon magnitude arus yang
mengalir dalam rangkaian yang dikontrol.

Gambar 2.5 Elemen Dasar Relay


(Sumber : Titarenko, 1987)

Dalam rangkaian listrik terdiri dari tiga elemen, arus I adalah arus yang
diserap relay dan sumber DC adalah sumber untuk rangkaian pen-trip. Besar arus
ini dibatasi sampai harga tertentu, apabila melewati harga yang ditentukan maka
jaringan akan diputus oleh circuit breaker (CB) atau dikirim sinyal impuls kepada
alarm atau menunjukan telah mengalir arus yang besar dalam rangkaian. Agar
operasi rangkaian diatas berlangsung demikian, suatu peralatan khusus yang
disebut relay harus dilibatkan dalam rangkaian.

2.9 Impedansi Sumber


14

Besarnya impedansi sumber dapat digunakan untuk menghitung nilai


kapasitas daya hubung singkat. Kapasitas daya hubung singkat dapat dihitung
sebagai berikut:
MVA hs =√ 3 × I hs × ETT ………………….(2.1)
Dengan:
MVAhs = Kapasitas hubung singkat GI
Ihs = Arus hubung singkat GI
ETT = Tegangan sisi primer
Sehingga Reaktansi (Xzl) sumber dapat dihitung sebagai berikut:
E TT (kV )
2

X s 1= ………………………………...(2.2)
MVA hs
Dengan demikian Zs1 = jXs1
Zs1 = Impedansi sumber sisi primer
Xs1 = Reaktansi sumber sisi primer
ETT = Tegangan sisi primer
MVAhs = Kapasitas hubung singkat
2.9.1 Transformtor
Transformator adalah alat untuk memindahkan daya listrik arus bolak balk
dari satu rangkaian ke rangkaian lainnya dengan cara induksi elektromagnetik.
Dilihat dari jumlah kumparannya, transformator ada dua jenis yaitu transformator
satu fasa dan transformator tiga fasa. Rasio perbandingan trafo per fasanya
dihitung dengan persamaan (n) (Sarimun,2014):
N 1 V 1 I2
n= = = ……………………..(2.3)
N 2 V 2 I1
2.9.2 Sistem Pendingin Transformator
Sistem pendingin transformator ada dua jenis yaitu:
1. ONAN (Oil Natural Air Natural)
Pada jenis sirkulasi minyak secara alamiah dan sirkulasi udara pendingin
juga alamiah. Dalam hal ini terjadinya sirkulasi minyak pada radiator
karena adanya perbedaan berat jenis antara minyak dingin dengan minyak
panas (SPLN 77: 1987).
15

2. ONAF (Oil Natrural Air Force)


Pada pendingin ONAF sirkulasi minyak secara alami, tetapi sirkulasi
udara menggunakan tekanan, yaitu dengan hembusan kipas angina yang
digerakan dengan motor listrik. Biasanya operasi trafo ini dimulai dengan
ONAN atau ONAF dengan hanya sebagian kipas angin yang diputar jika
suhu telah naik pada suhu tertentu, maka kipas angin akan diputar secara
bertahap (SPLN 77: 1987).

3. OFAF (Oil Force Air Force)


Pada jenis ini sirkulasi minyak pada radiator menggunakan kekuatan
pompa (SPLN 77: 1987).
2.9.3 Transformator Daya
Transformator daya merupakan komponen utama dalam sebuah gardu
induk, fungsinya adalah untuk mentranformasikan harga arus dan
tegangan pada harga daya dan frekuensi yang tetap (biasanya 50-60 Hz).
2.9.4 Perhitungan Impedansi
Pada impedansi ada tiga macam impedansi urutan yaitu:
1. Impedansi urutan positif (Z1), yaitu impedansi yang hanya dirasakan
oleh arus urutan positif.
2. Impedansi urutan negatif (Z2), yaitu impedansi yang hanya diresakan
pleh arus urutan negatif.
3. Impedansi urutan nol (Z0), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh
arus urutan nol.
2.9.4.1 Impedansi Transformator
Pada perhitungan impedansi pada suatu transformator yang diambil adalah
harga reaktansinya, sedangkan tahanannya diabaikan karena harganya kecil.
Untuk mencari harga reaktansinya dalam ohm dihitung dengan cara sebagai
berikut. Langkah pertama mencari nilai ohm pada 100% untuk trafo 150 kV, yaitu
dengan menggunakan rumus (sutarjana,2015):
ETT
2

Zt= ……………………………..(2.4)
MVAtrafo
16

Dimana:
Zt = Impedansi trafo (Ω)
ETT2 = Tegangan sisi primer trafo tenaga (kV)
MVA = Kapasitas daya trafo (MVA)
2.9.4.2 Reaktansi Transformator
Reaktansi urutan positif (XT1) tercantum pada papan nama (nameplate)
transformator, besarnya tergantung dari kapasitas transformator tenaga,
dimana XT1 = XT2. Sedangkan reaktansi urutan negatif (XT0), diperoleh dari
data transformator tenaga itu sendiri, yaitu adanya belitan delta sebagai
belitan ketiga dalam transformator tersebut:
a. Untuk transformator tenaga dengan hubungan belitan NY, dimana
kapasitas belitan delta (Ñ) sama besar dengan kapasitas belitan Y,
maka XT0 = XT1.
b. Untuk transformator tenaga dengan hubungan belitan YyÑ, dimana
kapasitas belitan delta (Ñ), sepertiga dari kapasitas belitan Y (belitan
yang dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan belitan delta tetap
ada dalam transformator, tetapi tidak dikeluarkan kecuali satu terminal
delta untuk ditanahkan). Maka nilai (sutarjana,2015)
X T 0=3 × X n……………………..…(2.5)
c. Untuk transformator tenaga dengan hubungan belitan YY dan tidak
mempunyai belitan delta didalamya, maka besarnya XT0 berkisar antara
9 s/d 14 × XT1.

Nilai impedansi dari transformator tenaga yang tercantum pada nameplate


transformator tenaga adalah nilai transformator tenaga saat di hubung singkat
(short circuit) disisi primer menyebabkan terdapat kebocoran fluks (flux leakage)
yang dipresentasikan dalam reaktansi bocor (reactance leakage), dalam hal ini
nilai tahanan murni tidak ada, jadi impedansi transformator tenaga adalah nilai
reaktansinya (X) yang nilainya dalam persen (%) (Sutarjana, 2015).

E TT 2

X T 1=% X T × …………………….(2.6)
MVATR
17

Dengan:

XT1 = Reaktansi trafo

%XT = Presentase reaktansi trafo

ETT = Tegangan sisi primer

MVATR = Kapasitas trafo

2.9.4.3 Impedansi Saluran


Impedansi saluran dihitung berdasarkan besarnya impedansi per-meter
saluran yang bersangkutan, dimana besar nilainya ditentukan dari konfigurasi
tiang yang digunakan untuk jaringan 150 kV. Dalam perhitunganya diambil
dengan impedansi (Sutarjana, 2015)

Z = (R + jX) Ω/km…………………………(2.7)

Dengan:

Z = Impedansi saluran

R = Resistansi saluran

X = Reaktansi saluran

Dengan demikian nilai impedansi saluran untuk lokasi gangguan yang dalam
perhitungan ini disimulasikan terjadi pada lokasi dengan jarak 0%, 25%, 50%,
75%, dan 100% panjang saluran (Sarimun, 2012).

2.9.4.4 Impedansi Ekivalen Jaringan


Perhitungan besarnya nilai impedansi positif (Z1eq), negatif (Z2eq), dan nol
(Z0eq) dari titik gangguan sampai ke sumber. Karena dari sumber ke titik gangguan
impedansi yang terbentuk adalah tersambung seri, maka perhitungan Z1eq dan Z2eq
dapat secara langsung menjumlahkan impedansi-impedansi tersebut. Sedangkan
untuk perhitungan Z0eq dimulai dari titik gangguan sampai ke trafo tenaga yang
netralnya ditanahkan. Untuk menghitung Z0eq ini, diumpamakan trafo tenaga
18

terpasang mempunyai hubungan Yyd, mempunyai nilai X t0 = 3Xt1. Perhitungan


Z1eq dan Z2eq (Sarimun, 2012):
Z1eq = Z2eq = Zs1 + Zt1 + Z1penyulang ………………..(2.8)
Karena lokasi gangguan diasumsikan terjadi pada 0%, 25%, 50%, 75%,
dan 100% dari panjang saluran, maka Z1eq(Z2eq) yang didapat juga pada lokasi
tersebut. Untuk perhitungan Z0eq (Sarimun, 2012):
Z0eq = Zt0 = 3RN + Zsaluran ……………………….(2.9)
Karena lokasi gangguan diasumsikan terjadi pada 0%, 25%, 50%, 75%,
dan 100% dari panjang saluran, maka Z0eq yang didapat juga pada lokasi tersebut.
Setelah mendapatkan impedansi ekivalen sesuai dengan lokasi gngguan,
selanjutnya perhitungan arus gangguan hubung singkat dapat dihitung dengan
menggunakan rumus dasar seperti dijelaskan sebelumnya, hanya saja impedansi
ekivalen mana yang dimasukkan ke dalam rumus dasar tersebut adalah tergantung
dari hubung singkat 3 fasa 2 fasa, 1 fasa ke tanah (Sarimun, 2012).

2.10 Kuantitas Per-Unit


Saluran transmisi tenaga dioperasikan pada tingkat tegangan dimana kilo-
volt merupakan unit yang sangat memudahkan untuk menyatakan tegangan.
Karena besarnya daya yang harus disalurkan, kilo-watt atau mega-watt dan
kilovolt-ampere atau mega volt-ampere adalah istilah-istilah yang sudah biasa
dipakai. Tetapi kuantitas-kuantitas tersebut diatas Bersama-sama dengan ampere
dan ohm sering juga dinyatakan dengan suatu presentase atau per-unit nilai dasar
atau refrensi yang sudah ditentukan sebelumnya. (Stevenson.1990).
Sistem per unit digunakan untuk mempermudah perhitungan jaringan.
Perhitungan jaringan menggunakan banyak transformator dimana tingkat
tegangan yang berbeda-beda (Stevenson Jr, William D. 1983).
Nilai per unit adalah nilai yang asli dibagi nilai dasar dari sistem.
nilai asli
Nilai per unit = …………………………………………....
nilai dasar
(2.10)
19

Tegangan, arus, kilovolt-ampere dan impedansi mempunyai hubungan


sedemikian rupa sehingga pemilihan nilai dasar untuk dua besaran saja dari
kuantitas-kuantitas tersebut sudah dengan sendirinya menentukan nilai dasar
untuk dua nilai dari impedansi dan kilovolt-ampere dapat ditentukan. Kilovolt-
ampere dasar pada sistem fasa tunggal adalah hasil perkalian dari tegangan dasar
dalam kilo-volt dan arus dasar dalam ampere. Biasanya megavolt-ampere dasar
dan tegangan dasar dalam kilo-volt adalah kuantitas yang dipilih untuk
menentukan dasar atau refrensi. Jadi untuk sistem fasa tunggal atau sistem tiga
fasa dimana istilah arus berarti arus line/saluran, istilah tegangan berarti tegangan
fasa ke netral dan istilah kilovolt-ampere berarti kilovolt-ampere perfasa, berlaku
rumus untuk hubungan bermacam-macam kuantitas: (Stevenson,1990).

kV ln
Tegangan dasar dalam pu (Ea) = ………………………………..…(2.11)
kV ¿ dasar

KVA 3 ∅ dasar
Arus dasar (Ibase) = …..………………………………..
√ 3 × tegangan dasar (kV )
¿

(2.12)

(Tegangan dasar ,kV ¿¿ ¿)2


Impedansi dasar (Zbase) = ¿ ………………………….
MVA 3∅ dasar
…...(2.13)

(Tegangan nominal , kV ¿¿ ¿)2


Impedansi sumber (Zs) = ¿ ………………………….
MVA hs
…(2.14)

Daya hubung singkat : MVAhs = √ 3 ×kV ¿ nominal × I hs …………….…(2.15)

Keuntungan bila menggunakan sistem per unit ini adalah:


1. Analisis jaringan menjadi sederhana, karena impedansi dapat
dijumlahkan langsung dan tidak tergantung pada tegangan peralatan
dalam suatu sistem.
20

2. Perbedaan karakteristik kerja dari suatu mesin listrik dapat


diperhitungkan dengan membandingkan konstantanya dan dinatakan
dengan per unit.
3. Perhitungan dapat dipermudah.

Perhitungan penyetelan koordinasi pengaman trafo dan penyulang dpat


dilihat seperti dibawah ini: (Stevenson, 1990)
Impedansi urutan positif (Z1TP), urutan negative (Z2TP), dan urutan nol (Z0TP), untuk
sisi primer trafo adalah 0,5 × Z1T ……………………………………………………………………(2.16)
Pemilihan hubungan belitan trafo akan merubah nilai impedansi urutan nol pada
kumparan tersier. Karena dalam hal ini belitan trafo adalah tiga maka impedansi
urutan nol tersier (Z0TT) = 10 × Z1T …………………………………………(2.17)
Sehingga dalam hal ini, jika gangguan terjadi pada terminal trafo primer maka
menjadi:

ZP = Z1P = Z2P = Z0P Z1 = Z1P + Z1TP + Z1TS

ZT = Z1T = Z2T = Z0P Z2 = Z2P + Z2TP + Z2TSP

2.11 Teori Komponen Simetris


Teorema Fortescue membuktikan bahwa suatu sistem tak seimbang yang
terdiri dari n fasor yang berhubungan dapat diuraikan menjadi n buah sistem
dengan fasor seimbang yang dinamakan komponen-komponen simetris dari fasor
aslinya. N buah fasor pada setiap himpunan komponennya sama panjang, dan
sudut diantara fasor yang bersebelahan dalam himpunan itu sama besarnya.
2.11.1 Sintesis Fasor Tak Simetris dari Komponen Simetrisnya
Tiga fasor tak seimbang dari sistem tiga fasa yang timbul akibat
ketidakseimbangan beban ataupun gangguan lainnya dapat diuraikan menjadi tiga
sistem fasor yang seimbang, fasor yang tidak seimbang dapat dilihat pada gambar
2.6 (Gonen, Turan. 1988).
Gambar 2.6 Fasor Tak Simetris
(Sumber : Gonen, Turan. 1988)

Himpunan seimbang dari komponen adalah


21

1. Komponen urutan positif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,
terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 120 o, dan mempunyai
urutan fasa yang sama seperti fasor aslinya (Gonen, Turan. 1988).
Gambar 2.7 Fasor Urutan Positif
(Sumber : Gonen, Turan. 1988)
Dari gambar 2.7 diperoleh
Ia1 =I 1....................................................................................... (2.18)

Ib 1=a2 Ia 1=a2 I 1
Ic 1=a I a 1=a I 1
Va1=V 1 ...................................................................................... (2.19)
2 2
Vb1=a Va1=a V 1
Vc1 =a V a 1=a V 1
2. Komponen urutan negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,
terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 120 o, dan mempunyai
urutan fasa yang berlawanan dengan fasor aslinya (Gonen, Turan. 1988).
Gambar 2.8 Fasor Urutan Negatif
(Sumber : Gonen, Turan. 1988)
Dari gambar 2.8 diperoleh
Ia1 =I 1…………………………………………………………. (2.20)
❑❑=❑❑ ❑❑ =❑❑❑❑
❑❑=❑❑=❑❑
❑❑=❑❑
❑❑=❑❑ ❑❑ =❑❑❑❑
❑❑=❑❑=❑❑
3. Komponen urutan nol yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan
dengan pergeseran fasa nol antara fasor yang satu denga yang lainnya.
22

Gambar 2.6 Komponen Simetris


(Sumber : Stevenson, 1990)

Karena setiap fasor yang tidak seimbang merupakan jumah komponen-


komponen, maka fasor-fasor aslinya dapat ditulis sebagai berikut: (Stevenson,
1990)
Va = Va1 + Va2 + Va0 …………………….....
(2.17)
Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0 …………….………..(2.18)
Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0 ……………………….

(2.19)

Huruf a biasanya digunakan untuk menunjukan perputaran sebesar 120 o


berlawanan arah jarum jam. Bilangan kompleks yang besarnya satu dan sudutnya
120o serta didefinisikan sebagai berikut: (Stevenson, 1990)
a 1<120o = -0.5 + j0.866 ………………..
(2.20)
a2 1<240o = -0.5 – j0.866 ………………..
(2.21)
a3 1<360o = 1<0o = 1 ……………………(2.22)

Karena Va1 = V1

Vb1 = a2V1

Vc1 = a V1

Karena Va2 = V2
23

Vb2 = a V2

Vc2 = a2V2

Va0 = Vb0 = Vc0 = V0 ……………………………………………….


(2.23)

Dengan melihat persamaan (2.8) sampai (2.10) dihasilkan :

Va = Va1 + Va2 + Va0 …………………………………………


(2.24)

Vb = a2Va1 + aVa2 + Va0 ………………………………………


(2.25)

Vc = aVa1 + a2Va2 + Va0 ……………………………………….(2.26)

Sehingga diperoleh :

Vab = Va - Vb ………………………………………………..(2.27)

Vbc = Vb - Vc ………………………………………………...(2.28)

Vca = Vc – Va ………………………………………………..(2.29)

Keterangan:

Va = besarnya tegangan fasa “a” Va1 = tegangan fasa “a” urutan positif

Vb = besarnya tegangan fasa “b” Va2 = tegangan fasa “a” urutan


negatif

Vc = besarnya tegangan fasa “c” Va0 = tegangan fasa “a” urutan nol

Persamaan untuk kuantitas tegangan tersebut dia atas, dapat juga diganti
dengan kuantitas arus, dengan mengganti kuantitas tegangan (V) dengan kuantitas
Arus (I). (Stevenson, 1990)

Ib1 = a2Ia1 Ic = Ic1 + Ic2 + Ic0

Ib2 = aIa2 Ic1 = a Ia1


24

Ib0 = Ia0 Ic2 = a2 Ia2

Ia = Ia1 + Ia2 + I0 Ic0 = Ia0 ……………………………………….(2.30)

Ib = Ib1 + Ib2 + Ib0

Dengan demikian persamaan arusnya (I) menjadi:

1
Ia1 = ( I a +aI b +a 2 I c ) …………………………………………………….(2.31)
3

1
I a 2= ( I a +a 2 I b+ aI c )…………………………………………………..(2.32)
3

1
I a 0= ( I a + I b+ I c ) …………………………………………………...…(2.33)
3

Dalam sistem tiga fasa, jumlah arus saluran sama dengan residu (Ir) dalam
alur kembali lewat netral. Sehingga:

I a + I b + I c =I r …………………………………………………………...(2.34)

I r=3 I a 0 …………………………………….………………………….....(2.35)

Keterangan:

Ia1 = Arus fasa “a” urutan positif Ib0 = Arus fasa “b” urutan nol

Ia2 = Arus fasa “a” urutan negatif Ic1 = Arus fasa “c” urutan positif

Ia0 = Arus fasa “a” urutan nol Ic2 = Arus fasa “c” urutan negatif

Ib1 = Arus fasa “b” urutan positif Ic0 = Arus fasa “c” urutan nol

Ib2 = Arus fasa “b” urutan negatif

Sehingga arus gangguan

If = Ia (pu) × Idasar…………………………………………………………..
(2.36)
25

Jika tidak ada jalur kembali melalui netral pada sistem tiga fasa, maka Ir
sama dengan nol dan arus tidak mengandung komponen nol.

a. Gangguan Hubung Singkat


Pada sistem tenaga listrik tidak terlepas dari terjadinya berbagai macam
gangguan. Pada sistem tenaga listrik, gangguan (fault) yang terjadi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Gangguan listrik
Jenis gangguan ini adalah gangguan listrik yang timbul dan terjadi pada
bagian-bagian listrik.
2. Gangguan mekanis
Jenis gangguan ini terjadi dikarenakan adanya kerusakan secara fisik dari
peralatan.
3. Gangguan sistem
Jenis gangguan ini terjadi berhubungan dengan kondisi parameter pada sistem.
Bila ditinjau dari segi lamanya gangguan, jenis gangguan dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu:
a. Gangguan temporer
b. Gangguan permanen
Gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi dalam jaringan (sistem
kelistrikan) yaitu:
1. Gangguan hubung singkat tiga fasa
2. Gangguan hubung singkat dua fasa
3. Gangguan hubung singkat satu fasa ketanah
Semua gangguan hubung singkat diatas, arus gangguannya dihitung
dengan menggunakan rumus dasar yaitu:
V
I= ………………………………………(2.37)
Z

Dimana:
I = Arus yang mengalir pada hambatan Z (A)
V = Tegangan sumber (V)
26

Z = Impedansi jaringan, nilai ekivalen dari seluruh impedansi di dalam


jaringan dari sumber tegangan sampai titik gangguan (ohm).

Yang membedakan antara gangguan hubugan singkat tiga fasa, dua fasa dan satu
fasa ketanah adalah impedansi yang terbentuk sesuai dengan macam gangguan itu
sendiri, dan tegangan yang memasok arus ke titik gangguan. Impedansi yang
terbentuk dapat ditunjukan seperti berikut ini:

Z untuk gangguan tiga fasa, Z = Z1

Z untuk gangguan dua fasa, Z = Z1 + Z2

Z untuk gangguan satu fasa, Z = Z1 + Z2 + Z0 ……………………………..


(2.38)

Dimana:
Z1 = Impedansi urutan positif (ohm)

Z2 = Impedansi urutan negative (ohm)

Z0 = Impedansi urutan nol (ohm)

i. Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa Ketanah


27

Pada gambar 2.7 ditunjukkan rangkaian ekivalen gangguan satu fasa ke


tanah. Gangguan yang terjadi pada fasa a.

Gambar 2.7 Gangguan Satu Fasa ke Tanah


(Sumber : Sulasno. 1993)
Gangguan terjadi pada fasa α maka,
Va = 0 ……………………………………………………….(2.39)
Ib = Ic = 0 …………………………………………………...(2.40)
Dengan Ib = Ic = 0

Ia 0 1 1 1 1 Ia
[ ] [
Ia 1 = 1 a a2 0
Ia 2
3
1 a2 a 0 ][ ]
1
Diperoleh Ia0 = Ia1 = Ia2 = I ……………………………………………….(2.41)
3 a
28

Gambar 2.8 Rangkaian Urutan Gangguan Satu Fasa ke Tanah


(Sumber : Stevenson, 1990)
Dari Gambar 2.8 diperoleh,
Vf
Ia0 = Ia1 = Ia2 =
Z 0+ Z 1+ Z 2
Vf
Ia = 3Ia1 = 3 …………………………………………………….
Z 0+ Z 1+ Z 2
(2.42)

b. Relay Hubung Tanah


i. Pengertian GFR
Relay gangguan tanah adalah suatu relay yang bekerja berdasarkan adanya
kenaikan arus yang melebihi suatu nilai setting pengaman tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu bekerja apabila terjadi gangguan hubung singkat fasa
ketanah. Relay gangguan tanah hanya efektif dipakai untuk pentanahan netral
langsung atau tahanan rendah.
Dipasang pada setiap trafo tenaga di GI (khususnya untuk sistem dengan
tahanan netral rendah) untuk mengamankan gangguan tanah yang tidak dapat
ditangani relay arus tanah pada saluran utama, khususnya demi keselamatan
penduduk (misalnya : kawat jatuh ke tanah dengan tahanan gangguan tinggi).
29

Relay hubung tanah yang lebih dikenal GFR (Ground Fault Relay) pada
dasarnya mempunyai prinsip kerja sama dengan relay arus lebih (OCR) namun
memiliki perbedaan dalam kegunaannya. Bila relay OCR mendeteksi adanya
hubungan singkat antar phasa, maka GFR mendeteksi hubung singkat ke tanah.
ii. Prinsip Kerja GFR
Pada kondisi normal beban seimbang Ir, Is, It sama besar, sehingga pada
kawat netral tidak timbul arus dan relay hubung tanah tidak dialiri arus. Bila terjadi
ketidakseimbangan arus atau terjadi gangguan hubung singkat ketanah, maka akan
timbul arus urutan nol pada kawat netral, sehingga relay hubung tanah akan
bekerja.
c. Relay DEF (Directional Earth Fault)
DEF merupakan relay gangguan tanah berarah yang dipasang pada saluran
transmisi 150 kV sebagai pengaman unuk mengamankan gangguan satu fasa ke
tanah. Jenis relay ini dirancang untuk dapat mendeteksi selain besar arus juga arah
arus, supaya relay akan bekerja bila arus lebih itu arahnya ke depan, dan arah
sebaliknya. Relay ini bekerja berdasarkan dua besaran, yaitu arus I0 dideteksi ZCT
(Zero Current Transformer) yang baru muncul jika ada gangguan tanah dan
tegangan V0 dideteksi GPT (Ground Potential Transformer). Bila salah satu
komponen tidak terpenuhi maka relay tidak akan bekerja. Jika terjadi
ketidakseimbangan pada tegangan GPT akan mendeteksi V0. Jika terjadi
ketidakseimbagan pada arus maka ZCT akan mendeteksi I0. (Setiadji, 2006).
i. Prinsip Kerja DEF (Directional Earth Fault)
Relay ini mendeteksi jika terjadi gangguan satu fasa ke tanah, relay DEF
sangat sensitive karena arus gangguan fasa ke tanah pada sistem listrik relative
kecil akibat adanya netral ground resistance. Relay pengaman yang bekerja
karena adanya besaran arus dan tegangan yang dapat membedakan arah arus
gangguan ke depan atau arah arus ke belakang. Relay ini merupakn pengaman
cadangan dan relay akan bekerja jika nilai cos (φ – θ) positif, yaitu jika sudut (φ –
θ) nilainya antara -90o sampai 90o, dan relay akan restraint jika cos (φ – θ)
negatif.
ii. Setting GPT pada DEF
30

DEF mempunyai tap tegangan urutan nol (V0) 5 – 10 Volt. Tap setting
tegangan pada DEF menampilkan harga maksimum tegangan urutan nol pada
primer GPT yaitu sebesar 20 kV.
Apabila disetting pada tap V0 = 5 Volt, apabila ada sinyal 5 Volt maka ini
menunjukan bahwa tegangan urutan nol pada tegangan menengah (kV 0) sebesar
20 kV, dan untuk seiap 1 volt sinyal tegangan menunjukkan tegangan urutan nol
(kV0) sebesar 4 kV. Demikian pula untuk setting tegangan pada tap 10 Volt, maka
untuk setiap 1 volt sinyal tegangan menunjukan tegangan urutan nol (kV 0) sebesar
2 kV. Dengan mengetahui besarnya tegangan urutan nol yang timbul maka dapat
pula diketahui letak terjadinya gangguan satu fasa ke tanah, dimana apabila
tegangan urutan nol yang terbaca pada display DEF adalah maksimum, maka
gangguan satu fasa ke tanah terjadi pada daerah dekat dengan Gardu Induk. Telah
diketahui bahwa besaran tegangan residu (Vr) adalah sebesar 3 kali tegangan fasa
netral pada kondisi normal. Nilai tegangan GPT dapat diukur dengan
menggunakan rumus (Chen, Kao.1990).
Vr = 3Vr – n ……………………………………(2.43)
Sehingga
Tegangan
VR – N = 3 × …………………………
√3
(2.44)
iii. Setting Arus ZCT pada DEF
Penyetelan arus kerja DEF di dapatkan dari 10% I f maksimum. DEF
menyediakan tap setting unuk arus sebesar 1-2-3-4-5 A pada kumparan primer
ZCT yang dibulatkan 2A sama dengan 20A.
Untuk setting arus kerja DEF harus mengetahui besaran arus gangguan
maksimum dan minimum. Setting-an ini dapat di hitung dengan persamaan
sebagai berikut (Setiadji, 2006):
Iset = 10% × If maksimum ………………………...(2.45)

2.13.4 Setting GFR

a. Arus setting GFR


31

Penyetelan relay GFR pada sisi primer dan sisi sekunder transformator tenaga
terlebih dahulu harus dihitung arus nominal tansformator tenaga. Arus setting
untuk relay GFR baik pada sisi primer maupun pada sisi sekunder
transformator tenaga adalah:
Iset (primer) = 0,2 × Inominal trafo………………………………
(2.46)
Nilai tersebut adalah nilai primer, untuk mendapatkan nilai setelan sekunder
yang dapat disetkan pada relay GFR, maka harus dihitung dengan
mengunakan rasio trafo arus (CT) yang terpasang pada sisi primer maupun sisi
sekunder transformator tenaga.
1
Iset (sekunder) = Iset (primer) × …………………….
Ratio CT
(2.47)
Arus yang masuk ke relay GFR, dalam keaadan normal adalah sebesar arus
incoming atau outgoing dari trafo tenaga, sehingga arus normal yang terbaca
sama dengan arus trafo baik di sisi primer maupun sisi sekunder. Saat terjadi
gangguan satu fasa ke tanah, arus yang masuk ke relay GFR sama dengan arus
normal ditambah dengan arus hubung singkat yang terjadi.
Ir GFR = Ip + Ihs …………………………………………………….(2.48)

dimana:

Ir GFR : Arus gangguan yang masuk ke relai GFR

Ip : Arus primer trafo

Ihs : Arus hubung singkat 1 fasa ketanah

b. Setting waktu GFR


Hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat selanjutnya digunakan untuk
menentukan nilai setelan waktu kerja relay (TMS). Waktu kerja relay GFR
tergantung nilai setting dan karakteristik waktunya. Berdasarkan standar IEC
ada 4 karakteristik setelan tunda waktu inverse (disamping ada setelan tunda
waktu definite dan instantaneous) yaitu:
32

1. Karateristik standard inverse (SI)


0.14
t= …………………………..(2.49)
0.02
I −1

2. Karakteristik very inverse (VI)


13.5
t= ………………………………(2.50)
I −1
3. Karakteristik extreme inverse (EI)
80
t= 2……………...………………(2.51)
I −1
4. Karakteristik long time inverse (LTI)
120
t= ……………………………….(2.52)
I −1

Dengan I adalah arus gangguan hubung singkat yang terjadi di dalam ampere.

2.13.5 Syarat Deteksi Gangguan DEF


Relay arah atau DEF berfungsi jika arus gangguan mengalir banyak
menuju titik gangguan melalui lokasi relay, maka relay akan memberikan sinyal
kepada PMT untuk mengamankan satu arah (Darwanto, 2012).
DEF merupakan relay arah, jadi selain arus gangguan fasa ke tanah DEF
juga memiliki urutan tegangan (V0). Arah atau polaritas tersebut menjadi
pedoman dalam menentukan settingan relay DGR. Jadi relay DEF hanya dapat
membaca gangguan ini jika beberapa syarat di bawah ini terpenuhi:
1. Arus gangguan sudah melebihi setting-an
2. Tegangan (V0) memenuhi
3. Sudut/polaritas gangguan sesuai
2.14 Setelan Waktu TMS
TMS adalah Time Multiple Setting yang digunakan untuk menyetel
settigan pada relay, dimana TMS bertujuan agar relay lebih sensitive. Berikut
merupakan rumus dari TMS (Utomo, 2013):
33

α
If
TMS =
tx
I set(( ) ) −1
………………………….
β
(2.53)

Dan
β × tms
α
t = I fault ………………………………...
[ ]
I set
−1

(2.54)
Dimana:
Tms = Time Multiple Setting
T = Waktu Kerja
If = Arus Gangguan
Iset = Arus Setting
α dan β = Konstanta jenis karakteristik relay inverse

Anda mungkin juga menyukai