Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS

DI RUANG DAHLIA RSUD MAJALAYA

NAMA : DENDEN ARDIYANA R

NPM : 201FK04101

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2020
SIROSIS HEPATIS

A. DEFINISI
Sirosis hepatis adalah penyakit yan tidak diketahui penyebabny dengan pasti. Telah
diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadi
pengerasan dari hati (Sujono H, 2015). Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang
difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenarasi nodul. Distorsi arsitertur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzane C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare 2015). Sirosis hepatis adalah penyakit menahun yang difus di
tandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul . dimulai dengan adanya proses
peradangan , nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenenarsi
nodul (Iin Inayah, 2015).
B. KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas.
Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik
atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik,
Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi,
terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut darihepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris
dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan
demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran
empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
C. ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab
yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati,
apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah
penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk
terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel
hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi
lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya sirosis hati.
D. ANATOMI DAN FUNGSI HATI
1. ANATOMI HATI
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah
diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi
hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme,di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh
fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar
dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus,
dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan
dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari lambung
dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut
dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan
oksigen.
2. FUNGSI HATI
Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi yang
terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat dilihat dari
sel-sel dalam hati.
a. Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
1) Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan garam
akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2) Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3) Sebagai alat saringan (filter)
Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine akan
dialirkan ke organ melalui sistema portal.
b. Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi
1) Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
a) Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein, lemak,
empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
b) Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati
menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri tetapi untuk organ
lainya juga.
c) Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan
glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
d) Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun endogen
yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisa
atau konjugasi.
2) Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo
endothelial.
a) Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b) Membentuk a-globulin dan immune bodies
c) Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau makromolekuler.
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati
dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul
sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir
sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.
Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh
kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi
percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi
portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama.
Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo
endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible
menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan
parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan
etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin
dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak
memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta
menyebar ke parenkim hati.
F. GEJALA DAN TANDA KLINIS
1. GEJALA
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai
rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan
berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider
angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi
noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak
bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus
terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki
(edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik
pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3
cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai
normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada chirrosis hati
adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah
muntah darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak
dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik
yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama
koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital
terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma
hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara
langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites,
karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan
dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya
hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan
kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik
ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple
kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis,
kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya
adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada
penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4
meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen
empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah
menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang dalam
bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena
splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru
akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya
trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah
disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin
menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan
sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah
3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses
yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah
2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang
peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk
sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat
permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada
fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya
gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila
ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses
tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125
gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai
toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau
meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak
hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai
cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :
1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg
perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu
dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau
kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik
berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila
setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan cara
pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai
komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya
parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter
cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk
mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan
diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari. Hati-
hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan ensefalopati
hepatik
J. ASUHAN KEPERAWATAN
a. pengkajian keperawatan
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan data yang
meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa
lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan
chirrosis hepatis :
1. Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker
(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau tidak ada
bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah, Penurunan
berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema umum pada jaringan, Kulit
kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental, perubahan
mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku berhati-
hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru terbatas
(asites), Hipoksia
8. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis).
b. diagnosa keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
2. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis
3. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang
terganggu
5. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
dan gangguan gastrointestinal.
6. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan
dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta nyeri
tekan dan asites)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan
peningkatan kadar ammonia
10. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan
toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks
c. Pathway
d. rencana keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan


1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein
kelelahan dan penurunan berat badan selama 3x24 jam masalah teratasi (TKTP).
dengan kriteria: Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C
Melaporkan peningkatan kekuatan dan dan K)
kesehatan pasien. Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang
Merencanakan aktivitas untuk diselingi istirahat
memberikan kesempatan istirahat yang Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan
cukup. latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan
Meningkatkan aktivitas dan latihan secara bertahap.
bersamaan dengan bertambahnya
kekuatan.
Memperlihatkan asupan nutrien yang
adekuat dan menghilangkan alcohol dari
diet.
2. Perubahan suhu tubuh: hipertermia Setelah dilakukan asuhan keperawatan Catat suhu tubuh secara teratur.
berhubungan dengan proses inflamasi selama 3x24 jam masalah teratasi Motivasi asupan cairan
pada sirosis dengan kriteria: Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk
Melaporkan suhu tubuh yang normal menurunkan kenaikan suhu tubuh.
dan tidak terdapatnya gejala menggigil Berikan antibiotik seperti yang diresepkan.
atau perspirasi. Hindari kontak dengan infeksi.
Memperlihatkan asupan cairan yang Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara
adekuat. suhu tubuhnya tinggi

3. Gangguan integritas kulit yang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Batasi natrium seperti yang diresepkan.
berhubungan dengan pembentukan selama 3x24 jam masalah teratasi 2.   Berikan perhatian dan perawatan yang cermat
edema. dengan kriteria: pada kulit.
Memperlihatkan turgor kulit yang Balik dan ubah posisi pasien dengan sering.
normal pada ekstremitas dan batang Timbang berat badan dan catat asupan serta
tubun. haluaran cairan setiap hari.
Tidak memperlihatkan luka pada kulit. 5.   Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan
Memperlihatkan jaringan yang normal ekstremitas edematus.
tanpa gejala eritema, perubahan warna Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah
atau peningkatan suhu di daerah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya
tonjolan tulang.
Mengubah posisi dengan sering
4. Gangguan integritas kulit berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi dan catat derajat ikterus pada kulit
dengan ikterus dan status imunologi yang selama 3x24 jam masalah teratasi dan sklera.
terganggu dengan kriteria: Lakukan perawatan yang sering pada kulit,
Memperlihatkan kulit yang utuh tanpa mandi tanpa menggunakan sabun dan
terlihat luka atau infeksi. melakukan masase dengan losion pelembut
Melaporkan tidak adanya pruritus. (emolien).
Memperlihatkan pengurangan gejala Jaga agar kuku pasien selalu pendek.
ikterus pada kulit dan sklera.
Menggunakan emolien dan menghindari
pemakaian sabun dalam menjaga
higiene sehari-hari.
5. Perubahan status nutrisi, kurang dari Setelah dilakukan asuhan keperawatan Motivasi pasien untuk makan makanan dan
kebutuhan tubuh berhubungan dengan selama 3x24 jam masalah teratasi suplemen makanan.
anoreksia dan gangguan gastrointestinal dengan kriteria: Tawarkan makan makanan dengan porsi sedikit
Memperlihatkan asupan makanan yang tapi sering.
tinggi kalori, tinggi protein dengan Hidangkan makanan yang menimbulkan selera
jumlah memadai. dan menarik dalam penyajiannya.
Mengenali makanan dan minuman yang Pantang alkohol.
bergizi dan diperbolehkan dalam diet. Pelihara higiene oral sebelum makan.
Bertambah berat tanpa memperlihatkan Pasang ice collar untuk mengatasi mual.
penambahan edema dan pembentukan Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi
asites. mual, muntah, diare atau konstipasi.
Mengenali dasar pemikiran mengapa8  Motivasi peningkatan asupan cairan dan latihan
pasien harus makan sedikit-sedikit tapi jika pasien melaporkan konstipasi.
sering. Amati gejala yang membuktikan adanya
Melaporkan peningkatan selera makan perdarahan gastrointestinal
dan rasa sehat.
Menyisihkan alkohol dari dalam diet.
Turut serta dalam upaya memelihara
higiene oral sebelum makan dan
menghadapi mual.
Menggunakna obat kelainan
gastrointestinal seperti yang diresepkan.
Melaporkan fungsi gastrointestinal yang
normal dengan defekasi yang teratur.
Mengenali gejala yang dapat
dilaporkan: melena, pendarahan yang
nyata.
6. Resiko cedera berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Amati setiap feses yang dieksresikan untuk
hipertensi portal, perubahan mekanisme selama 3x24 jam masalah teratasi memeriksa warna, konsistensi dan jumlahnya.
pembekuan dan gangguan dalam proses dengan kriteria: Waspadai gejala ansietas, rasa penuh pada
detoksifikasi obat. Tidak memperlihatkan adanya epigastrium, kelemahan dan kegelisahan.
perdarahan yang nyata dari traktus Periksa setiap feses dan muntahan untuk
gastrointestinal. mendeteksi darah yang tersembunyi.
Tidak memperlihatkan adanya Amati manifestasi hemoragi: ekimosis,
kegelisahan, rasa penuh pada epitaksis, petekie dan perdarahan gusi.
epigastrium dan indikator lain yang 5.    Catat tanda-tanda vital dengan interval waktu
menunjukkan hemoragi serta syok. tertentu.
Memperlihatkan hasil pemeriksaan Jaga agar pasien tenang dan membatasi
yang negatif untuk perdarahan aktivitasnya.
tersembunyi gastrointestinal. Bantu dokter dalam memasang kateter untuk
Bebas dari daerah-daerah yang tamponade balon esofagus
mengalami ekimosis atau pembentukan Lakukan observasi selama transfusi darah
hematom. dilaksanakan.
Memperlihatkan tanda-tanda vital yang Ukur dan catat sifat, waktu serta jumlah
normal. muntahan.
Mempertahankan istirahat dalam Pertahankan pasien dalam keadaan puasa jika
keadaan tenang ketika terjadi diperlukan.
perdarahan aktif. Berikan vitamin K seperti yang diresepkan.
Mengenali rasional untuk melakukan Dampingi pasien secara terus menerus selama
transfusi darah dan tindakan guna episode perdarahan.
mengatasi perdarahan. Tawarkan minuman dingin lewat mulut ketika
Melakukan tindakan untuk mencegah perdarahan teratasi (bila diinstruksikan).
trauma (misalnya, menggunakan sikat lakukan tindakan untuk mencegah trauma :
gigi yang lunak, membuang ingus 1. Mempertahankan lingkungan yang aman.
secara perlahan-lahan, menghindari 2. Mendorong pasien untuk membuang ingus
terbentur serta terjatuh, menghindari secara perlahan-lahan.
mengejan pada saat defekasi). 3. Menyediakan sikat gigi yang lunak dan
Tidak mengalami efek samping menghindari penggunaan tusuk gigi.
pemberian obat. 4. Mendorong konsumsi makanan dengan
Menggunakan semua obat seperti yang kandungan vitamin C yang tinggi.
diresepkan. 5. Melakukan kompres dingin jika diperlukan.
Mengenali rasional untuk melakukan 6. Mencatat lokasi tempat perdarahan.
tindakan penjagaan dengan 7. Menggunakan jarum kecil ketika melakukan
menggunakan semua obat penyuntikan.
8. Berikan obat dengan hati-hati; pantau efek
samping pemberian obat
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pertahankan tirah baring ketika pasien
injuri biologi (hati yang membesar serta selama 3x24 jam masalah teratasi mengalami gangguan rasa nyaman pada
nyeri tekan dan asites) dengan kriteria: abdomen.
Mempertahankan tirah baring dan Berikan antipasmodik dan sedatif seperti yang
mengurangi aktivitas ketika nyeri diresepkan
terasa. Kurangi asupan natrium dan cairan jika
Menggunakan antipasmodik dan sedatif diinstruksikan.
sesuai indikasi dan resep yang
diberikan.
Melaporkan pengurangan rasa nyeri dan
gangguan rasa nyaman pada abdomen.
Melaporkan rasa nyeri dan gangguan
rasa nyaman jika terasa.
Mengurangi asupan natrium dan cairan
sesuai kebutuhan hingga tingkat yang
diinstruksikan untuk mengatasi asites.
Merasakan pengurangan rasa nyeri.
Memperlihatkan pengurangan rasa
nyeri.
Memperlihatkan pengurangan lingkar
perut dan perubahan berat badan yang
sesuai
8. Kelebihan volume cairan berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Batasi asupan natrium dan cairan jika
dengan asites dan pembentukan edema selama 3x24 jam masalah teratasi diinstruksikan.
dengan kriteria: Berikan diuretik, suplemen kalium dan protein
Mengikuti diet rendah natrium dan seperti yang dipreskripsikan.
pembatasan cairan seperti yang Catat asupan dan haluaran cairan.
diinstruksikan. Ukur dan catat lingkar perut setiap hari.
Menggunakan diuretik, suplemen Jelaskan rasional pembatasan natrium dan
kalium dan protein sesuai indikasi tanpa cairan
mengalami efek samping.
Memperlihatkan peningkatan haluaran
urine.
Memperlihatkan pengecilan lingkar
perut.
Mengidentifikasi rasional pembatasan
natrium dan kalium
9. Perubahan proses berpikir berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Batasi protein makanan seperti yang diresepkan.
dengan kemunduran fungsi hati dan selama 3x24 jam masalah teratasi Berikan makanan sumber karbohidrat dalam
peningkatan kadar amonia dengan kriteria: porsi kecil tapi sering.
Memperlihatkan perbaikan status Berikan perlindungan terhadap infeksi.
mental. 4.   Pertahankan lingkungan agar tetap hangat dan
Memperlihatkan kadar amonia serum bebas dari angin.
dalam batas-batas yang normal. Pasang bantalan pada penghalang di samping
Memiliki orientasi terhadap waktu, tempat tidur.
tempat dan orang. Batasi pengunjung.
Melaporkan pola tidur yang normal. Lakukan pengawasan keperawatan yang cermat
Menunjukkan perhatian terhadap untuk memastikan keamanan pasien.
kejadian dan aktivitas di lingkungannya. Hindari pemakaian preparat opiat dan
Memperlihatkan rentang perhatian yang barbiturat.
normal. Bangunkan dengan interval.
Mengikuti dan turut serta dalam
percakapan secara tepat.
Melaporkan kontinensia fekal dan urin.
Tidak mengalami kejang.

10. Pola napas yang tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Tinggalkan bagian kepala tempat tidur.
berhubungan dengan asites dan restriksi selama 3x24 jam masalah teratasi Hemat tenaga pasien.
pengembangan toraks akibat aistes, dengan kriteria: Ubah posisi dengan interval.
distensi abdomen serta adanya cairan Mengalami perbaikan status Bantu pasien dalam menjalani parasentesis atau
dalam rongga toraks pernapasan. torakosentesis.
Melaporkan pengurangan gejala sesak Berikan dukungan dan pertahankan posisi
napas. selama menjalani prosedur.
Melaporkan peningkatan tenaga dan Catat jumlah dan sifat cairan yang diaspirasi.
rasa sehat. Lakukan observasi terhadap bukti terjadinya
Memperlihatkan frekuensi respirasi batuk, peningkatan dispnu atau frekuensi denyut
yang normal (12-18/menit) tanpa nadi.
terdengarnya suara pernapasan
tambahan.
Memperlihatkan pengembangan toraks
yang penuh tanpa gejala pernapasan
dangkal.
Memperlihatkan gas darah yang normal.
Tidak mengalami gejala konfusi atau
sianosis

Anda mungkin juga menyukai