Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Saat ini, telah ditemukan jenis-jenis virus hepatitis antara lain virus hepatitis A, B, C,
D, E, G dan TT (masih dalam tahap penelitian). Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6
bulan disebut Hepatitis akut, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut hepatitis
kronis. Penyebab Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima
virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus
lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus.
Penyebab hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan obat-obatan. Penyakit hepatitis
telah menjadi masalah dunia saat ini.

Penyakit hepatitis juga menjadi masalah besar di Indonesia mengingat jumlah


penduduk Indonesia yang juga besar, jumlah penduduk yang besar ini membawa konsekuensi
yang besar pula. Penduduk dengan golongan sosial, ekonomi dan pendidikan rendah
dihadapkan pada masalah kesehatan terkait gizi, penyakit menular serta kebersihan sanitasi
yang buruk. Sedangkan penduduk dengan golongan sosial, ekonomi dan pendidikan tinggi
memiliki masalah kesehatan terkait gaya hidup dan pola makan.

Kasus hepatitis di Indonesia cukup banyak dan menjadi perhatian khusus pemerintah.
Sekitar 11 juta penduduk Indonesia diperkirakan mengidap penyakit hepatitis B, ada sebuah
asumsi bahwa 1 dari 20 orang di Jakarta menderita hepatitis B. Demikian pula dengan
hepatitis C yang merupakan satu dari 10 besar penyebab kematian di Dunia. Angka kasus
hepatitis C berkisar 0,5% hingga 4% dari jumlah penduduk. Jika jumlah pendudik Indonesia
saat ini adalah 220 juta maka angka asumsi penderita hepatitis C menjadi 1,1 hingga 8,8 juta
penderita. Jumlah ini dapat bertambah setiap tahunnya mereka yang terinfeksi biasanya tidak
mengalami gejala-gejala spesifik sehingga tidak diketahui oleh masyarakat dan tidak
terdiagnosis oleh dokter. Carrier/pembawa virus hepatitis B dan C berpotensi sebagai sumber
penyebaran penyakit hepatitis B dan C.
Pembahasan

Seorang pria berusia 50 tahun memeriksakan dirinya ke dokter karena merasa badannya lesu
dan lemah. Penderita mengaku tidak pernah menggunakan suntikan narkoba, tetapi pernah
mendapatkan tanfusi 25 tahun yang lalu waktu menjalani suatu pembedahan dan 10 tahun
yang lalu pernah mendapat imunisasi hepatitis B

Pemeriksaan : tidak tampak adanya ikterus, suhu tubuh 37celcius, nadi 78/menit, tekanan
darah 120/80 mmHg, hati teraba membesar 1jari di bawah arcus costae, LFT meningkat
( SGOT, SGPT, gamma GT), serologi HbsAg (-), anti Hbs (+), anti Hbc (-), anti HAV (-),
anti HCV (+)

Anamnesis

 Menanyakan identitas pasien (nama, alamat, TTL, status sosial, pekerjaan,


agama)
 Menanyakan keluhan utama yang dirasakan pasien
 Menanyakan riwayat penyakit sekarang
 Menanyakan riwayat terdahulu
 Menanyakan riwayat kesehatan keluarga
 Menanyakan riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung
alkohol dan jamu yang dijual bebas di masyarakat.
 Menanyakan beberapa gejala klinis seprti
 Menanyakan apakah ada kulit yang kuning
 Menanyakan adanya demam, fatique, myalgia, malaise, sakit
kepala, anoreksia, nausea
 Menanyakan apakah pasien menangalami hemetemesis-melena
 Menanyakan nyeri tekandi perut bagian kanan atas
 Adakah bengkak edema di kaki, asites BB turun, gatal-gatal
 Menanyakan warna urine pasien.

Pemeriksaan

1. Pemeriksaan fisik :
 Inspeksi
 Palpasi
 Perkusi
 Auskultasi
2. Pemeriksaan Penunjang :
A. Immunoserologi
 HBsAG
Untuk mengetahui adanya infeksi virus Hepatitis B.
-. Jika HBsAG Positif: Terinfeksi virus Hepatitis B
-. Jika HBsAG Positif selama lebih dari 6 bulan: Berarti pasien menderita
Hepatitis B kronis; disarankan untuk rutin memeriksakan fungsi hati
(SGOT, SGPT, Protein Total, Albumin, AFP) minimal 6 bulan sekali
 Anti HBs
Untuk mengetahui adanya antibody / zat kekebalan terhadap virus
Hepatitis B
 Pada penderita Hepatitis B, anti HBs positif merupakan tanda
kesembuhan.
 Pada pasien yang belum / sudah mmendapatkan vaksinasi Hepatitis
B, jika anti HBs positif berarti pasien sudah mempunyai kekebalan
terhadap infeksi virus Hepatitis B. Disarankan untuk rutin
memeriksakan kadar anti HBs, jika kadar Anti HBs menurun, perlu
diberikan vaksinasi ulang.
Jika HBsAg dan Anti HBs negatif: Pasien belum pernah terinfeksi dan
belum mempunyai kekebalan terhadap infeksi Hepatitis B, disarankan
untuk vaksinas
 HBeAg
Disarankan untuk diperiksa bila HBsAg positif. Bila HBeAg positif berarti
penderita masih infeksius (Berpotensi menularkan virus Hepatitis B)
 HBV DNA
Untuk mengetahui jumlah virus hepatitis B yang masih hidup: digunakan
untuk memantau perjalanan penyakit dan terapi Hepatitis B
 Anti HCV
Untuk mengetahui adanya antibody terhadap virus Hepatitis C. Anti HCV
positif berarti pasien menderita Hepatitis C.
 HCV RNA
Untuk mengetahui jumlah virus Hepatitis C yang masih hidup,
dipergunakan untuk memantau perjalanan penyakit dan terapi Hepatitis C
B. Laboratorium dan imaging

 Breath test dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam


memetabolisir sejumlah obat. Obat-obat tersebut ditandai dengan
perunut radioaktif, diberikan per-oral (ditelan) maupun intravena
(melalui pembuluh darah). Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan
penderita menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.
 USG menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati,
kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini bagus untuk
mengetahui kelainan struktural, seperti tumor. USG merupakan
pemeriksaan paling murah, paling aman dan paling peka untuk
memberikan gambaran dari kandung empedu dan saluran empedu.
Dengan USG, dokter dengan mudah bisa mengetahui adanya batu
empedu di dalam kandung empedu. USG dengan mudah membedakan
sakit kuning (jaundice) yang disebabkan oleh penyumbatan saluran
empedu dari sakit kuning yang disebabkan oleh kelainan fungsi sel
hati.
 Imaging radionuklida (radioisotop) menggunakan bahan yang
mengandung perunut radioaktif, yang disuntikkan ke dalam tubuh dan
diikat oleh organ tertentu. Radioaktivitas dilihat dengan kamera sinar
gamma yang dipasangkan pada sebuah komputer.
 Skening hati merupakan penggambaran radionuklida yang
menggunakan substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati.
 Koleskintigrafi menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang oleh
hati ke dalam saluran empedu. Pemeriksaan ini digunakan untuk
mengetahui peradangan akut dari kandung empedu (kolesistitis).
 CT scan bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama
digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan
kelainan yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati (fatty liver) dan
jaringan hati yang menebal secara abnormal (hemokromatosis).
Tetapi karena menggunakan sinar X dan biayanya mahal, pemeriksaan
ini tidak banyak digunakan.
 MRI memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan CT scan.
Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu lebih
lama dan penderita harus berbaring dalam ruangan yang sempit,
menyebabkan beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan
tempat sempit).
 Kolangiopankreatografi endoskopik retrograd merupakan suatu
pemeriksaan dimana suatu endoskopi dimasukkan ke dalam mulut,
melewati lambung dan usus dua belas jari, menuju ke saluran empedu.
Suatu zat radiopak kemudian disuntikkan ke dalam saluran empedu
dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini
menyebabkan peradangan pada pankreas (pankreatitis) pada 3-5%
penderita.
 Kolangiografi transhepatik perkutaneus menggunakan jarum panjang
yang dimasukkan melalui kulit ke dalam hati, kemudian disuntikkan
zat radiopak ke dalam salah satu dari saluran empedu. Bisa digunakan
USG untuk menuntun masuknya jarum.
 Kolangiografi operatif menggunakan zat radiopak yang bisa dilihat
pada rontgen. Selama suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan
secara langsung kedalam saluran empedu.
 Foto rontgen sederhana sering bisa menunjukkan suatu batu empedu
yang berkapur.

C. Fungsi Liver Test


Pemeriksaan fungsi hati dilakukan terhadap contoh darah. Sebagian besar
pemeriksaan bertujuan untuk mengukur kadar enzim atau bahan-bahan
lainnya dalam darah, sebagai cara untuk mendiagnosis kelainan di hati,
sebagai contoh pemeriksaan alkalin fosfatase, APT, ALT, dll.

D. Biopsi hati
Suatu contoh jaringan hati bisa diambil selama pembedahan
eksplorasi, tetapi lebih sering diperoleh melalui sebuah jarum yang
dimasukkan lewat kulit menuju ke hati. Sebelum dilakukan prosedur ini,
diberikan bius lokal kepada penderita.
Skening ultrasonik atau CT bisa digunakan untuk menentukan lokasi
daerah yang abnormal, darimana contoh jaringan hati diambil.
Biasanya penderita yang menjalani prosedur ini tidak perlu menjalani
rawat nap.
Setelah diperoleh contoh jaringan, penderita dianjurkan untuk tidak
segera meninggalkan rumah sakit (minimal selama 3-4 jam), karena
prosedur ini memiliki resiko terjadinya komplikasi seperti :
- Hati bisa mengalami robekan dan bisa terjadi perdarahan ke dalam perut
- Empedu bisa mengalami kebocoran ke dalam perut, menyebabkan
peradangan selaput perut (peritonitis). Setelah biopsi hati sering timbul
nyeri ringan di perut kanan bagian atas, yang kadang menjalar ke bahu
kanan, dan biasanya akan menghilang setelah pemberian analgesik (obat
pereda nyeri).

Diagnosis

1. Working Diagnosis

 Hepatitis C Virus

Peradangan pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C (VHC) yang tergolong
dalam famili flavivirus. Infeksi virus ini dapat menyebabkan peradangan hati yang
bersifat asimptomatik (tidak bergejala), apabila infeksi berlanjut akan menyebabkan
sirosis hati dan kanker hati. Virus hepatitis C menyebar melalui kontak darah-ke-
darah dari darah orang yang terinfeksi. Diperkirakan 150-200 juta orang di seluruh
dunia terinfeksi VHC. Walaupun sudah ditemukan vaksin pada hepatitis A dan B,
tidak ada vaksin yang dibuat untuk hepatitis C.

2.Differential Diagnosis

Etiologi

Virus hepatitis C (Hepatitis C Virus = HCV) merupakan virus RNA berantai tunggal dari
famili Flaviviridae. Virus ini bereplikasi di dalam hepatosit dan tidak merusak sel secara
langsung. Virus hepatitis C memiliki waktu paruh dalam serum: 2-3 jam. HCV
dikelompokkan ke dalam 6 genotip (1-6) yang terdistribusi di seluruh belahan dunia dengan
masa inkubasi kira-kira 2 minggu- 6 bulan. Virus hepatitis C dapat di tularkan melalui
beberapa cara, seperti :

 Parenteral (melalui darah)

Di Amerika Serikat, dan Jepang penularan hepatitis C terjadi terutama melalui cara
parenteral, seperti transfusi darah atau produk darah. Populasi dengan risiko tinggi
terlihat pada hemodialisis (cuci darah) mereka yang sering mendapatkan penyuntikan
obat-obatan secara intravena, disusul oleh penderita hemofilia dan thalasemia.

 Kontak personal

Peran kontak orang ke orang dalam penularan hepatitis C belum jelas. Penularan
secara kontak erat dengan penggunaan bersama alat cukur atau sikat gigi dalam
keluarga mungkin merupakan salah satu cara penularan.

 Transmisi seksual

Hasil penelitian akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa kontak seksual dengan banyak
partner heteroseksual atau dengan penderita hepatitis dapat berakibat terjangkitnya
penyakit.

 Transmisi neonatal (bayi baru lahir)

Penularan VHC dari ibu ke bayi melalui transmisi vertikal/perinatal namun demikian
angka kejadiannya kecil.

 Transmisi non parenteral

Ditemukannya antibodi pada para donor darah menunjukkan bahwa hepatitis C dapat
ditularkan melalui cara non parenteral.

Patogenesis

Studi mengenai mekanisme kerusakan sel hati VHC masih sulit dilakukan karena
terbatasnya kultur sel untuk VHC dan tidak adanya hewan model sebagai percobaan. Namun
beberpa bukti menunjukan adanya mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan sel
hati. Sebagai contoh yaitu protein core dapat menimbulkan pelepasan radikal oksigen pada
mitokondria, selain itu protein ini mampu berinteraksi pada mekanisme signaling dalam inti
sel terutama berkaitan dengan penekanan regulasi imunologik dan apoptosis.

Selain ini patogenesis dapat terjadi dengan cara virus atau bakteri yang menginfeksi
manusia masuk ke aliran darah dan terbawa sampai ke hati. di sini agen infeksi menetap dan
mengakibatkan peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada
pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan
konjugasii bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik.
Peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak
nafsu makan (anoreksia). Salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin
yang masuk berlebihan atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak
hati sendiri dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun.
Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat menghasilkan H2O2
yang berdampak pada keracunan secara lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus.
H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif
lama, ini biasanya terjadi pada alkoholik. Peradangan yang terjadi mengakibatkan
hiperpermea-bilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan
meraba / palpasi hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak.

Manifestasi Klinik

1. Tahap akut

 Kebanyakan pasien tidak menampakkan gejala dan tidak terdiagnosis setelah infeksi
HCV akut.
 RNA HCV terdeteksi dalam 1-2 minggu setelah infeksi dan meningkat dengan cepat.
 Kadar RNA HCV stabil pada 105 – 107 IU/mL menyebabkan peningkatan kadar ALT
dan timbulnya gejala-gekala hepatitis.
 Gejala timbul pada 7 minggu setelah infeksi dan berlangsung selama 3-12 minggu.
 Gejala-gejala yang dapat timbul:
-. Kelelahan
-. Hilang nafsu makan
-. Lemah
-. Jaundice /kuning
-. Nyeri perut
-. Urin berwarna gelap

Infeksi akut akan berkembang menjadi kronis pada 85% pasien, dapat dilihat dari RNA HCV
yang menetap selama 6 bulan.

2. Tahap kronis

 Pada tahap kronis, kadar RNA HCV dan ALT serum dapat berfluktuasi, bahkan tidak
terdeteksi/kembali normal.
 Hepatomegali dapat terlihat dari pemeriksaan fisik
 Gejala yang dapat timbul pada infeksi kronis:

 Kelelahan
 Nyeri perut bagian kanan atas
 Mual
 Nafsu makan hilang/menurun

3. Tahap lanjut

 Gejala yang dapat timbul:

 Spider nevi
 Splenomegali
 Eritema pada telapak tangan
 Atropi testis
 Caput medusae

 Inflamasi hati kronis dapat menyebabkan fibrosis pada hati.


 HCV kronis kadang dikaitkan dengan manifestasi ekstrahepatik, misalnya
cryoglobulinemia.
 Cryoglobulinemia adalah pengendapan kompleks imun yang dapat
menyebabkan vaskulitis.
 Gejala-gejalanya adalah: kelelahan, ruam kulit, purpura, artralgia,
gangguan ginjal, dan neuropati.
 Gejala yang lebih jarang: limfoma non-Hodgkin sel B, sindrom
Sjögren, glomerulonefritis, artritis, tukak kornea, penyakit tiroid,
neuropati, dan porphyria cutanea tarda.

Komplikasi dan Faktor Resiko

Komplikasi yang paling berat pada penderita Hepatitis C adalah kanker hati seperti
hepatocelular carsinoma. Sekitar 15 % pasien yang terinfeksi virus Hepatitis C dapat
menghilangkan virus tersebut dari tubuhnya secara spontan tanpa menghadapi
konskwensinya di kemudian hari. Hal tersebut disebut infeksi akut. Sayangnya, mayoritas
penderita penyakit ini menjadi kronis.

Hepatitis C kronis salah satu bentuk penyakit Hepatitis paling berbahaya dan dalam
waktu lama dapat mengalami komplikasi, apalagi bila tidak diobati.

Penderita Hepatitis kronis beresiko menjadi penyakit hati tahap akhir dan kanker hati.
Sedikit dari penderita Hepatitis kronis, hatinya menjadi rusak dan perlu dilakukan
transplantasi hati. Kenyataannya, penyakit hati terutama Hepatitis C penyebab utama pada
transplantasi hati sekarang ini.

Sekitar sepertiga kanker hati disebabkan oleh Hepatitis C. Hepatitis C yang menjadi
kanker hati terus meningkat di seluruh dunia karena banyak orang terinfeksi Hepatitis C tiap
tahunnya.

Penderitaan pengidap kanker hati


Walaupun Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, kerusakan hati terus berlanjut dan
menjadi parah seiring waktu. Saat hati menjadi rusak (sebagai contoh, karena Hepatitis C)
hati tersebut akan memperbaiki sendiri yang membentuk parut. Bentuk parut ini sering
disebut fibrosis. Semakin banyak parut menunjukkan semakin parahnya penyakit. Sehingga,
hati bisa menjadi sirosis.

Struktur sel hati mulai pecah, sehingga hati tidak lagi berfungsi normal. Kerusakan
hati yang disebabkan Hepatitis C biasanya terjadi secara bertahap selama 20 tahun, tetapi
beberapa faktor dapat membuat perkembangan penyakit lebih cepat, seperti alkohol, jenis
kelaminnya pria, umur dan infeksi HIV.

Karena infeksi Hepatitis C dapat menyebabkan kerusakan hati tanpa gejala, sangat
penting untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin dan bicarakan pilihan pengobatan
dengan dokter anda. Penelitian menunjukkan pasien yang diobati sebelum hatinya rusak
secara signifikan memiliki respon yang lebih baik terhadap pengobatan dibandingkan pada
pasien yang menunda pengobatannya.

Epidemologi

Infeksi hepatitis C dapat terjadi di seluruh dunia. Dilaporkan lebih kurang 170 juta
orang terinfeksi virus ini. Prevalensi hepatitis C berbeda-beda diseluruh dunia. Di indonesia
belum ada data resmi mengenai hepatitis C tapi pada laporan llembaga tranfusi darah
didapatkan lebih kurang 2% positif terinfeksi virus ini. Pada studi populasi umum di jakarta
pevalensi hepatitis C lebih kurang 4%/. Umumnya transmisi terbanyak berhubungan dengan
tranfusi darah. Infeksi HCV ini didapatkan secara sporadik atau tidak diketahui asal
infeksinya. Hal ini dikarnakan sosial ekonomi yang rendah, pendidikan kurang dan prilaku
seksual yang berisiko tinggi. Penularan dari ibu ke anak sangat jarang terjadi.

Prevalensi yang tinggi didapatkan dari beberapa kelompok pasien seperti pengguna
narkotika suntik ( 80%) dan pasien hemodialisis (70%). Pada pengguna narkotika selain
infeksi HCV tinggi, juga co-infeksi HIV nya tinggi. Hepatitis C virus didapatkan pada saliva
pasien tetapi infeksi hepatitis C melalui saliva dan kontak dalam rumah tangga diketahui
sangat tidak efisien untuk terjadi infeksi dan transmisi.
Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan ialah menyembuhkan infeksi HCV dan memulihkan kondisi


jaringan tubuh. Dalam penatalaksanaan di bagi menjadi 2 yaitu non-medika mentosa dan
medika mentosa

Terapi Non-medika mentosa

 Vaksin anti hepatitis A dan B


 Diet gizi seimbang
 Hindari alkohol
 Berhenti merokok
 Olahraga teratur

Terapi Medika mentosa

3 senyawa digunakan dalam pengobatan Hepatitis C adalah:

 Interferon alfa

Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk
meningkatkan sistem daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya.
Obat yang direkomendasikan untuk penyakit Hepatitis C kronis adalah dari inteferon
alfa bisa dalam bentuk alami ataupun sintetisnya.

 Pegylated interferon alfa


Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang disebut "polyethylene
glycol (PEG)" dengan molekul interferon alfa. Modifikasi interferon alfa ini lebih
lama ada dalam tubuh, dan penelitian menunjukkan lebih efektif dalam membuat
respon bertahan terhadap virus dari pasien Hepatitis C kronis dibandingkan interferon
alfa biasa.

 Ribavirin
Adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk pengobatan
Hepatitis C kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif melawan virus
Hepatitis C, tetapi dengan kombinasi interferon alfa, lebih efektif daripada inteferon
alfa sendiri.

Indikasi Ribavirin:Hepatitis C kronik pada pasien penyakit hati >18 tahun yang
mengalami kegagalan dengan monoterapi Interferon α-2a atau α-2b

Indikasi Ribavirin dengan Peginterferon α-2a atau α-2b : Hepatitis C kronik pada
pasien > 18 tahun yang mengalami relaps setelah mendapat terapi dengan Interferon
α.

Kontraindikasi: Wanita hamil dan suaminya, pasangan yang berencana memiliki anak
kandung, mempunyai reaksi alergi terhadap Ribavirin, kit jantung berat 6 bulan yang
lalu, haemoglobinopathy, hepatitis autoimun, sirosis hati yang tidak terkompensasi,
penyakit tiroid, adanya penyakit atau riwayat kondisi psikiatrik berat, terutama
depresi, keinginan atau ada upaya bunuh diri.

Efek samping: Hemolisis, anemia, neutropenia, mulut kering, hiperhidrosis, asthenia,


lemah, demam, sakit kepala, gejala menyerupai flu, kekakuan, berat badan menurun,
gangguan GI, artralgia, mialgia, insomnia, somnolen, batuk, dispnea, faringitis,
alopesia, depresi.

Interaksi Obat : Zidovudine, Stavudine.

Dosis:

 Ribavirin dengan Interferon α-2b

Interferon α-2b : 3 x 10^6 (baca: 10 pangkat 6) unit SC 3x seminggu dan


Ribavirin per hari berdasarkan berat badan:

< 75 kg, Ribavirin 400 mg pagi

> 75 kg, Ribavirin 600 mg pagi dan sore hari


 Ribavirin dengan Peginterferon α-2a

Peginterferon α-2a 180 mcg SC 1x seminggu dengan Ribavirin per hari


berdasarkan berat badan dan genotip HCV

 Ribavirin dengan Peginterferon α-2b

Peginterferon α-2b : 1,5 μg/kg SC 1 x seminggu dan Ribavirin berdasarkan berat


badan :

1. < 65 kg, SC Peginterferon α-2b 100 μg 1 x seminggu, oral Ribavirin


400 mg pagi dan malam hari.
2. 65-80 kg, SC Peginterferon α-2b 120 μg 1 x seminggu oral Ribavirin
400 mg pagi dan 600 mg malam hari
3. >80-85 kg, SC Peginterferon α-2b 150 μg 1 x seminggu, oral Ribavirin
400 mg pagi dan 600 mg malam hari.
4. > 85 kg, SC Peginterferon α-2b 150 μg 1 x seminggu, oral Ribavirin
600 mg pagi dan 600 mg malam hari

Pencegahan

1. Cara penyebaran yang paling efesien Hepatitis C adalah melalui suntikan yang
terkontaminasi oleh darah, misalnya di saat memakai obat suntik. Jarum suntik dan
alat suntik sebelum digunakan harus steril dengan demikian menghentikan
penyebaran penyakit Hepatitis C di antara pengguna obat suntik.

2. Meskipun resiko penularan melalui hubungan seksual kecil, anda seharusnya


menjalankan kehidupan seks yang aman. Penderita Hepatitis C yang memiliki lebih
dari satu pasangan atau berhubungan dengan orang banyak harus memproteksi diri
untuk mencegah penyebaran Hepatitis C virus.

3. Jangan pernah berbagi alat seperti jarum, alat cukur, sikat gigi, dan gunting kuku,
dimana dapat menjadi tempat potensial penyebaran virus Hepatitis C. Bila melakukan
manicure, tato dan tindik tubuh pastikan alat yang dipakai steril dan tempat usahanya
resmi.
4. Orang yang terpapar darah dalam pekerjaannya, seperti pekerja kesehatan, teknisi
laboratorium, dokter gigi, dokter bedah, perawat, pekerja ruang emergensi, polisi,
pemadam kebakaran, paramedis, tentara atau siapapun yang hidup dengan orang yang
terinfeksi, seharusnya sangat berhati-hati agar tidak terpapar darah yang
terkontaminasi.

5. Penggunaan peralatan tajam dan jarum dengan benar, mencuci tangan secara teratur
dan menggunakan sarung tangan dalam pekerjaannya. Jika pernah mengalami luka
karena jarum suntik, anda harus melakukan tes ELISA atau RNA HCV setelah 4-6
bulan terjadinya luka untuk memastikan tidak terinfeksi penyakit Hepatitis C.

Prognosis

Hepatitis C adalah virus yang dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada
hati. Namun, 75 sampai 85 persen kasus hepatitis C pergi untuk menjadi kronis, menurut
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) (2010). Dalam kasus hepatitis C kronis,
prognosis tergantung pada apakah komplikasi telah mengembangkan, jenis hepatitis C, daya
tahan individu dan respon terhadap pengobatan. Selain itu deteksi dini menawarkan
kesempatan terbaik untuk pengobatan sebelum timbulnya komplikasi hepatitis C.

Anda mungkin juga menyukai