Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Larutan adalah suatu sistem homogen yang komposisinya bervariasi.

Meskipun larutan dapat mengandung banyak komponen, tetapi pada kesempatan

ini hanya dibahas larutan yang mengandung dua komponen yaitu larutan biner,

komponen dari larutan biner yaitu zat terlarut (solut) dan zat pelarut (solven) (Tim

dosen kimia dasar UNM, 2006: 60).

Pelarutan adalah pembuatan larutan dari padatan murni dengan

mencampurkan zat terlarut dan pelarut dalam jumlah tertentu, sehingga

konsentrasinya tetap (Baharuddin dan Fitria, 2013: 73). Kelarutan merupakan

ukuran banyaknya zat terlarut yang akan melarut dalam pelarut pada suhu

tertentu. Ungkapan “yang sejenis melarutkan yang sejenis” membantu kita

memperediksi kelarutan zat dalam pelarut. Ungkapan ini menyatakan bahwa dua

zat dengan jenis dan besar gaya antarmolekul yang sama akan cenderung saling

melarutkan (Chang, 2005: 5).

Pengenceran merupakan suatu cara atau metode yang diterapkan pada

suatu senyawa dengan jalan menambahkan pelarut yang bersifat netral, umumnya

menggunakan aquades dalam jumlah tertentu. Penambahan pelarut dalam suatu

senyawa dan berakibat menurunnya kadar kepekatan atau tingkat konsentrasi dari

senyawa yang dilarutkan/diencerkan (Baharuddin dan Fitria, 2013: 73).

1
2

Berdasarkan uraian diatas, diharapkan mengetahui bagaimana cara

mengencerkan larutan dengan menggunakan zat padat. Pada percobaan ini

diharapkan mampu mengetahui dan memahami tujuan dari praktikum ini.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam percobaan ini adalah bagaimana cara penentuan

faktor pengenceran ?

C. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui cara

menetukan faktor pengenceran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Larutan

Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran homogen dari dua zat atau

lebih yang terdiri sebagai molekul ataupun ion yang komposisinya dapat

bervariasi. Disebut homogen karena komposisi larutannya begitu seragam (satu

fasa) hingga tidak dapat diamati bagian-bagian komponen penyusunnya meskipun

dengan mikroskop ultra. Dalam campuran heterogen permukaan-permukaan

tertentu dapat diamati antara fase-fase yang terpisah. Suatu larutan terdiri dari dua

komponen yang penting. Biasanya salah satu komponen yang mengandung

jumlah zat terbanyak disebut sebagai pelarut (solven), sedangkan komponen yang

lainnya yang mengandung jumlah zat sedikit disebut (solute). Kedua komponen

dalam larutan dapat sebagai pelarut atau zat terlarut tergantung komposisinya.

Karena fase larutan dapat berbentuk padat, cair, dan gas, berarti ada sembilan

kemungkinan jenis larutan. Diantara jenis-jenis larutan ini yang penting adalah

larutan gas dalam cair, cair dalam cair, dan padat dalam cair Pembentukan larutan

pada zat padat atau cairan larut dalam cairan, maka dalam campuran terjadi gaya

tarik-menarik antar molekul  (intermolekul) zat terlarut dan pelarut. Selain itu juga

terdapat gaya tarik dalam molekul (intramolekul) itu sendiri, yang menyebabkan

molekul atau ionnya masih tetap bersatu (Yazid, 2005 : 38-39).     

Laritan jenuh adalah larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam

jumlah maksimal, hingga tidak dapat ditambahkan lagi zat terlarut. Pada keadaan

3
4

ini tsrjadi kesetimbangan antara solute yang larut dan yang tak larut atau

kecepatan pelarutan sama dengan kecepatan pengenapan.(Yazid, 2005:43).

Larutan tak jenuh (unsaturated) adalah seatu larutan yang mengandung

jumlah solut lebih sedikit (encer) daripada larutan jenuhnya. Sedangkan

larutan lewat jenuh (supersaturated) mengandung solut lebih banyak (pekat) dari

pada yang ada dalam larutan jenuhnya pada suhu yang sama. Larutan lewat jenuh

tidak berada dalam kesetimbangan melainkan dalam sistem metastabil. Larutan ini

biasaya dibuat dengan membuat larutan jenuh pada suhu lebih tinggi (Yazid,

2005 : 44).

Larutan terdiri atas zat yang dilarutkan atau solut dan pelarut atau solvent.

Untuk larutan gula dalam air, gula merupakan zat pelarut dan air sebagai

pelarutnya. Untuk larutan alkohol dalam air, tergantung zat yang banyak. Karena

itu dapat dikatakan larutan air dalam alkohol atau alkohol dalam air. Faktor yang

mempengaruhi daya larut suatu zat dalam zat lain  dipengaruhi oleh jenis zat

pelarut, jenis zat pelarut  temperatur dan tekanan. Pengaruh temperatur tergantung

dari panas pelarutan. Bila panas pelarutan negatif, daya larut turun dengan

naiknya temperatur. Bila panas pelarutan positif, daya larut naik dengan nainnya

temperatur. Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap daya larut zat padat dan

zat cair, tetapi berpengaruh pada daya larut gas (Sukardjo, 2002 : 142).

Larutan dapat pula berbentuk padat dan gas. Karena molekul-molekul gas

terpisah jauh, molekul-molekul dalam campuran gas berbaur secara acak, semua

campuran gas adalah larutan. Contoh terbaik untuk larutan gas ialah udara, yang

terdiri dari N2, O2, Ar dan gas lain dalam jumlah kecil (Petrucci dkk, 2011 : 55)
5

  Ada dua komponen yang berhubungan dengan larutan, yaitu pelarut dan zat

terlarut. Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat

lain. Umumnya, pelarut merupakan jumlah terbesar dari sistem larutan. Zat

terlarut adalah komponen dari larutan yang memiliki jumlah lebih sedikit dalam

sistem larutan. Selain ditentukan oleh kuantitas zat, istilah pelarut dan terlarut juga

ditentukan oleh sifat fisikanya (struktur). Pelarut memiliki struktur tidak berubah,

sedangkan zat terlarut dapat berubah, contohnya Sirup tergolong larutan. Di dalam

sirup, jumlah air lebih banyak daripada gula. Oleh karena struktur air tidak

berubah (air tetap berupa cair), sedangkan struktur gula berubah dari kristalin

menjadi molekuler. Air tetap dinyatakan sebagai pelarut. Larutan tidak terbatas

pada sistem cairan, dapat juga berupa padatan atau gas. Udara di atmosfer adalah

contoh larutan sistem gas (pelarut dan terlarut berwujud gas). Logam kuningan

adalah contoh sistem larutan padat (campuran tembaga dan seng)  (Yazid, 2005 :

40).

Zat-zat tak larut, suatu zat dikatakan tak larut (insoluble), jika zat tersebut

larut sangat sedikit, misalnya kurang dari 0,1 g zat terlarut dalam 1000 g pelarut.

Pada dasarnya tidak ada yang bersifat mutlak tak larut dalam pelarut tertentu.

Namun kebanyakan zat padat yang berbentuk dengan ikatan kuat seperti logam-

logam, kaca, plastik, batuan silikat dan mineral praktis tidak larut dalam cairan

biasa (Yazid, 2005 : 40).

Bila dua cairan tak dapat larut satu sama lain, maka keduanya dikatakan

tak dapat campur (immiscible). Contohnya air dan minyak, bila keduanya

dicampur akan membentuk dua lapisan yang terpisah. Molekul air saling menarik
6

begitu kuat berdasarkan ikatan hidrogen, sehingga molekul non polar seperti

minyak terperas keluar menuju lapisan atas (Yazid, 2005 : 41)

Hubungan kelarutan suatu zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi

jumlahnya selalu terbatas. Batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah jumlah zat

terlarut yang dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai

membentuk larutan jenuh (Yazid, 2005 : 42).

B. Faktor Pengenceran

Pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan

cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika

suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah

panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat

pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang

harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan ke

dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat

menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik.

Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit (Petrucci dkk,

2011: 16).

Pengenceran yaitu suatu cara atau metode yang diterapkan pada suatu

senyawa dengan jalan menambahkan pelarut yang bersifat netral, lazim dipakai

yaitu aquadest dalam jumlah tertentu. Penambahan pelarut dalam suatu senyawa

dan berakibat menurunnya kadar kepekatan atau tingkat konsentrasi dari senyawa

yang dilarutkan/diencerkan (Petrucci dkk, 2011 : 16).


7

Menurut Anna (2013, 3-7), pada prinsipnya jumlah mol zat sebelum dan

sesudah diencerkan tetap, maka rumusnya:

M 1 ×V 1=M 2× V 2

Dimana,

M1 = kemolaran mula-mula

M2 = kemolaran larutan setelah pengenceran

V1 = volume larutan mula-mula

V2 = volume larutan setelah pengenceran

C. Tembaga (II) Sulfat

Tembaga (II) sulfida, juga dikenal dengan cupri sulfat, adalah sebuah

senyawa kimia dengan rumus molekul CuSO 4. Bentuk anhidratnya berbentuk

bubuk hijau pucat atau abu-abu putih, sedangkan bentuk pentahidratnya

(CuSO4·5H2O), berwarna biru terang. Tembaga adalah logam merah-muda, yang

lunak dapat ditempa dan dilihat. Tembaga melebur pada 1038˚C. Karena potensial

elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk pisangan Cu), ia tak larut dalam asam

klorida dan asam sulfat encer meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut

sedikit. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga (I)

diturunkan dari tembaga (I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion

tembaga (I) Cu+. Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga

(I). Mereka mudah dioksidasikan menjadi senyawa tembaga (II), yang dapat

diturunkan dari tembaga (II) oksida hitam. Garam-garam tembaga (II) umumnya

berwarna biru baik dalam bentuk hidrta, padat, maupun dalam larutan air (G.

Svehla, 1990: 229-230).


BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat

Percobaan ini dilakukan pada hari kamis, 26 November 2020 pukul 13.00-

15.00 WITA di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Alauddinj Makassar secara online.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adlah sebagai berikut:

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah bulp, pipet

skala 10mL, labu takar 100mL dan botol semprot.

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan pekat

pekat tembaga sulfat (CuSO4) dan aquades.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Pengenceran larutan CuSO4 0,1 M

Dipasang bulp pada pipet skala. Dipipet sampel sebanyak 10 mL

menggunakan pipet skala, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100

mL, lalu dihimpitkan hingga tanda batas menggunakan aquades. Setelah

itu dihomogenkan.

8
9

2. Pengenceran larutan CuSO4 0,01 M

Dipipet 10 mL CuSO4 0,01 M, kemudian dimasukkan ke dalam labu

takar 100 mL, lalu dihimpitkan hingga tanda batas menggunakan aquades.

Setelah itu dihomogenkan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan dari larutan tembaga (II) sulfat (CuSO4)

1. Menghitung larutan CuSO4 dalam 100 mL.

Diketahui:

M1 = 1 M

V1 = 10 mL

V2 = 100 mL

Ditanyakan:

Berapa molaritas larutan setelah diencerkan (M2)?

Penyelesaian:

M 1 ×V 1=M 2× V 2

1 M ×1 0 mL=M 2 ×100 mL

10
M 2=
100

M 2=0,1 M

Jadi, molaritas larutan setelah di encerkan adalah 0,1 M

2. Menghitung larutan CuSO4 0,1 M dalam 100 mL

Diketahui:

M1 = 0,1 M

V1 = 10 mL

V2 = 100 mL

10
11

Ditanyakan:

Berapa molaritas larutan setelah diencerkan (M2)?

Penyelesaian:

M 1 ×V 1=M 2× V 2

0,1 M × 10 m L=M 2× 100mL

1
M 2=
100

M 2=0 , 0 1 M

Jadi, molaritas larutan setelah di encerkan adalah 0,01 M

B. Pembahasan

Larutan yang digunakan adalah larutan antara padatan dalam cairan.

Larutan antara padatan dalam cairan yakni CuSO4 dan aquades dalam pelarut

aquades. Larutan tersebut terdiri dari zat terlarut dan zat pelarut, yang jumlahnya

mempengaruhi konsentrasi dari larutan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat

Brady (2000) bahwa Larutan terdiri atas zat terlarut dan zat pelarut. Pelarut

umunya berwujud cair yang jumlahnya lebih banyak sedangkan zat terlarut

umumnya berwujud gas, cair atau padatan yang jumlahnya lebih kecil sehingga

berbentuk larutan homogen.

Pengenceran adalah pencampuran larutan pekat untuk mengurangi

konsentrasi dan menambah volume larutan dengan menambah zat pelarut. Jika

suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah

panas dilepaskan. hal ini sesuai dengan Brady (2000: 44) yang menyatakn bahwa,

proses pengenceran adlaah mencampur larutan pekat konsentrasi tinggi dengan

cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika
12

suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah

panas dilepaskan.

Pada percobaan ini, dilakukan pengenceran larutan tembaga (II) sulfat

(CuSO4) sebanyak dua kali pengenceran yakni dengan menggunakan kemolaran

(M) 1 M dan 0,1 M dengan prosedur, pertama memasang bulp pada pipet skala

yang berukuran 10 mL kemudian tembaga (II) sulfat (CuSO 4) 1 M di pipet

sebanyak 10 mL, setelah itu dimsukkan ke dalam labu takar 100 mL. Lalu

dihimpitkan hingga tanda bats menggunakan aquades kemudian dihomogenkan.

Sehingga percobaan pertama dihasilakn molaritas 0,1 M. Percobaan kedua

dilakukan dengan memipet 10 mL CuSO4 0,1 M, kemudian dimasukkan ke dalam

labu takar 100 mL, lalu dihimpitkan hingga tanda batas setelah itu di

homogenkan. Sehingga menghasilkan molaritas 0,01 M.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan pada percobaan ini adalah untuk pengenceran, pertama

dihitung terlebih dahulu volume larutan yang akan diencerkan dengan

menggunakan rumus pengenceran yaitu M1 x V1 = M2 x V2. Setelah itu

dicampur dengan menggunakan zat pelarut aquades lalu menghomogengkannya.

Dalam membuat suatu larutan, yang harus diperhatikan adalah massa dan

konsentrasi zat terlarut dan zat pelarut.

B. Saran

  Saran untuk percobaan selanjutnya apabila melakukan percobaan faktor

pengenceran agar kiranya menggunakan bahan kimia padatan lain misalnya NaCl

supaya hasilnya dapat dibandingkan dengan percobaan CuSO4 

13
DAFTAR PUSTAKA

Anna I.S. Purwiyanto M.Si. 2013. Modul Praktikum Oseanografi Kimia.

Sriwijaya: Universitas Sriwijaya Press.

Baharuddin, Maswati dan Fitria Azis. 2013. Modul Manajemen Laboratorium.

UIN Alauddin Makassar.

Brady, J.E. 2000. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara.

Chang, Raymond. 2004. General Chemistry The Essentia Concepts. Terjemah

The McGraw-Hill Companies. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti Edisi

Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Petrucci RH, Harwood WS dkk . 2011. Kimia Dasar Prinsip- Prinsip dan Aplikasi

Modern Edisi Kesembilan. Indonesia: Erlangga.

Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta: Bineka Cipta.

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.

Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.

Tim Dosen Kimia Dasar UNM. 2006. Penuntun Belajat Kimia Dasar. Makassar:

UNM.

Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi Offset.

14

Anda mungkin juga menyukai