Anda di halaman 1dari 72

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Teknik Kimia Skripsi Sarjana

2018

Pemanfaatan Abu Kulit Buah Kelapa


Sebagai Sumber Alkali (Basa) Alami
pada Pembuatan Sabun

Nasution, Wirda Sari


Universitas Sumatera Utara

https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/9416
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PEMANFAATAN ABU KULIT BUAH KELAPA
SEBAGAI SUMBER ALKALI (BASA) ALAMI PADA
PEMBUATAN SABUN

SKRIPSI

Oleh

WIRDA SARI NASUTION


130405033

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NOVEMBER 2017

Universitas Sumatera Utara


PEMANFAATAN ABU KULIT BUAH KELAPA
SEBAGAI SUMBER ALKALI (BASA) ALAMI PADA
PEMBUATAN SABUN

SKRIPSI

Oleh

WIRDA SARI NASUTION


130405033

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN


PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NOVEMBER 2017

Universitas Sumatera Utara


i
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan
Skripsi dengan judul “Pemanfaatan Abu Kulit Buah Kelapa Sebagai Sumber
Alkali (Basa) Alami Pada Pembuatan Sabun”, berdasarkan hasil penelitian
yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri
tentang pemanfaatan abu kulit buah kelapa yang digunakan sebagai sumber alkali
(basa) alami pada pembuatan sabun.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak


mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ir. Lilis Sukeksi, M.Sc. Ph.D selaku Dosen Pembimbing Penelitian
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, MT dan Bode Haryanto, ST.,
MT., Ph.D selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan
yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T selaku Koordinator Penelitian Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Maya Sarah, S.T, M.T, Ph.D, IPM selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan M, Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan dukungan selama menjalani kuliah dan pengerjaan skripsi.
6. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik
Kimia.
7. Gilang Ramadhan, selaku partner penelitian sekaligus sahabat penulis yang
selalu menemani baik dalam dalam pengerjaan skripsi.

iii
Universitas Sumatera Utara
8. Keluarga Laboratorium Kimia Analisa terutama kepada Azhari Baharsyah
Gajah.
9. Teman-teman stambuk 2013, dan abang dan kakak stambuk 2012 yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, November 2017


Penulis

Wirda Sari Nasution

iv
Universitas Sumatera Utara
DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Ayah & Ibu tercinta


Ayah Darwis Nasution dan Ibu Herli Purba

Ayah adalah orang yang mengajariku akan betapa kerasnya hidup ini
dan menjadikanku pribadi yang tangguh sehingga dapat tetap tegar di
atas segala cobaan yang datang silih berganti. Ibu adalah wanita
hebat yang telah membesarkan, mendidik dan mendukungku dengan
penuh kesabaran dan kasih sayang. Mereka jugalah yang menjadi
alasanku untuk selalu bersyukur dalam setiap keadaan.

&

Ketiga Adik tersayang


Edo Wiranto Nasution, Syafrudin Nasution dan Dahrianto Sapri Ali
Nasution

Terima kasih telah menjadi adik yang senantiasa menyayangiku dan


menjadi alsanku untuk terus berjuang demi masa depan kita yang
lebih baik

v
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Wirda Sari Nasution


NIM: 130405033
E-mail: wirdasarinasution84@gmail.com
Tempat/Tgl. Lahir: Padang Sidimpuan/ 28 Maret 1996
Nama orang tua: Darwis Nasution dan Herli Purba
Alamat orang tua:
Jalan Paku Gang Emas Tanah Enam Ratus Lingkungan IX
Kecamatan Medan Marelan
Asal Sekolah :
 SD Negeri 066435 Medan, tahun 2001-2007
 SMP Negeri 20 Medan,tahun 2007-2010
 SMA Swasta Laksamana Martadinata Medan, tahun 2010-2013
Pengalaman Organisasi / Kerja:
1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode
2015/2016 sebagai anggota.
2. Covalen Study Group (CSG) Teknik Kimia FT USU periode 2015/2016
sebagai anggota bidang Hubungan Masyarakat.
3. Kerja Praktek di PT. Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu, Indonesia
tahun 2016 pada bagian Petroleum Engineer (PE).
Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai:
1. Finalis 10 besar Karya Tulis Ilmiah Nasional Gelar Teknologi Kimia
XVII, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2017.
2. Juara Harapan 1 Karya Tulis Ilmiah Nasional Gelar Teknologi Kimia
XVII, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2017..
3. Peserta Pada Kegiatan Dialog Pelibatan Komunitas Seni Budaya Dalam
Pencegahan Terorisme, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT)
Sumatera Utara, 2017

vi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Abu kulit buah kelapa merupakan hasil pembakaran kulit buah kelapa yang dilakukan secara
konvensional. Abu kulit buah kelapa memiliki kandungan kalium yang tinggi yang dapat
dijadikan sebagai basa untuk pembuatan sabun. Penelitian ini dilakukan pembuatan sabun
cair dari abu kulit buah kelapa sebagai sumber basa alami dengan variabel volume alkali dan
waktu pengadukan dengan analisa bilangan penyabunan, keasaman, densitas dan alkali bebas
untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap sabun yang dihasilkan. Pada
variasi volume alkali dan waktu pengadukan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka
diperoleh sabun cair yang ditinjau dari setiap analisa yang dilakukan adalah pada volume
alkali 20 ml dengan waktu pengadukan 180 menit maka pH yang terbaik yaitu sebesar 9,
pada analisa bilangan penyabunan yang terbaik dengan volume alkali 35 ml tanpa
pengadukan yaitu sebesar 205,4, densitas terbaik yang dilakukan pada volume alkali 20 ml
tanpa pengadukan yaitu sebesar 1,076 dan alkali bebas yang terbaik dilakukan pada volume
alkali 20 ml dengan waktu pengadukan 180 menit yaitu sebesar 0,056.

Kata Kunci : Abu kulit buah kelapa, Bilangan Penyabunan, Kalium, Sabun, Saponifikasi

vii
Universitas Sumatera Utara
UTILIZATION OF COCONUT PEEL ASH A NATURAL SOURCE OF ALKALI
(BASE) IN THE MAKING OF SOAP

ABSTRACT

Coconut peel ash is the result of coconut husk burning done conventionally. The coconut
peel ash has a high potassium content that can be used as a base for soap making. The
research is done making liquid soap from coconut husk ash as natural base source with
variable of alkaline volume and stirring time with analysis of saponification number, acidity,
density and alkali free to know the effect of these variable on the soap produced. In the
variation of alkali volume and stirring time carried out in this study, the obtained liquid soap
in terms of analysis carried ot was at 20 ml alkali volume with 180 minutes stirring time then
the best pH was 9, in the best lathering with an alkali volume of 35 ml without stirring of
205,4, the best density carried out 20 ml of alkali volume without stirring is 1,076 and the
best alkali free is carried out at an alkaline volume of 20 ml with a stirring time of 180
minutes of 0,056.

Keywords : Coconut husk ash, Numbers of saponification, Potassium, Soap, Saponification

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN SKRIPSI ii
PRAKATA iii
DEDIKASI v
RIWAYAT HIDUP PENULIS vi
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
DAFTAR SINGKATAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN 3
1.5 RUANG LINGKUP 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 SABUN ............................................................................................. 5
2.1.1 Pengertian Sabun ................................................................ 5
2.1.2 Sejarah Sabun ....................................................................... 7
2.1.3 Jenis Jenis Sabun .................................................................. 8
2.1.4 Mekanisme Reaksi Sabun................................................... 10
2.1.5 Proses Pembuatan Sabun .................................................... 10
2.1.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Penyabunan. 12
2.2 MINYAK DAN LEMAK................................................................ 14
2.2.1 Minyak Hewani .................................................................. 14
2.2.2 Minyak Nabati .................................................................... 14
2.2.2.1 Minyak Kelapa (Cocos nucifera)..................................... 15

ix
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................... 19
3.1 LOKASI PENELITIAN.................................................................... 19
3.2 BAHAN DAN PERALATAN .......................................................... 19
3.2.1 Bahan ................................................................................... 19
3.2.2 Peralatan ............................................................................... 19
3.3 RANCANGAN PERCOBAAN ....................................................... 20
3.4 Prosedur Percobaan ................................................................. 20
3.4.1 Prosedur Utama Percobaan.................................................. 20
3.4.1 Prosedur Penelitian ............................................................... 20
3.4.1.1 Prosedur Reaksi Saponifikasi ............................................ 20
3.4.2 Prosedur Analisa ................................................................... 20
3.4.2.1 Prosedur Analisa Densitas ................................................. 20
3.4.2.2 Prosedur Analisa Keasaman (pH)...................................... 21
3.4.2.3 Prosedur Analisa Bilangan Penyabunan ............................ 21
3.4.2.4 Prosedur Analisa Alkali Bebas .......................................... 22
3.5 FLOWCHART .................................................................................. 23
3.5.1 Flowchart Penelitian ............................................................. 23
3.5.1.1 Flowchart Reaksi Saponifikasi .......................................... 23
3.5.2 Flowchart Analisa ................................................................. 24
3.5.2.1 Flowchart Analisa Densitas ............................................... 24
3.5.2.2 Flowchart Analisa Keasaman (pH).................................... 25
3.5.2.3 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan .......................... 26
3.5.2.4 Flowchart Analisa Alkali Bebas ........................................ 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 28
4.1 Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan Terhadap
Kadar Keasaman Sabun......................................................... 30
4.2 Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan Terhadap
Kadar Densitas Sabun............................................................. 32
4.3 Pengaruh Volume Alkali danWaktu Pengadukan Terhadap
Bilangan Penyabunan Sabun .................................................. 34
4.4 Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan Terhadap
Kadar Alkali Bebas Sabun...................................................... 36

Universitas Sumatera Utara


4.5 Hasil Uji Anatomic Spectroscopy (AAS) Alkali dari Kulit Buah
Kelapa ..................................................................................... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 40

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Saponifikasi ............................................................ 10
Gambar 2.2 Komposisi Buah Kelapa........................................................................ 17
Gambar 2.3 Kulit Buah Kelapa.................................................................................. 18
Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Reaksi Saponifikasi................................ 23
Gambar 3.2 Flowchart Analisa Densitas ...................................................... 24
Gambar 3.3 Flowchart Analisa Keasaman pH.............................................. 25
Gambar 3.4 Flowchart Bilangan Penyabunan .............................................. 26
Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas..................................... 27
Gambar 4.1 Kulit Buah Kelapa (a) Sebelum Dibakar (b) Setelah Dibakar .. 29
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Volume Alkali Reaksi dan Waktu
Pengadukan Terhadap Kadar Keasaman Sabun........................ 30
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Volume Alkali Reaksi dan Waktu
Pengadukan Terhadap Kadar Densitas Sabun .......................... 32
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Volume Alkali Reaksi dan Waktu
Pengadukan Terhadap Bilangan Penyabunan Sabun ................ 34
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Volume Alkali Reaksi dan Waktu
Pengadukan Terhadap Kadar Alkali Bebas Sabun ................... 36
Gambar 4.6 Hasil Sabun ............................................................................... 38
Gambar LC.1 Foto Hasil Ekstraksi Alkali Kulit Buah Kelapa ....................LC-1
Gambar LC-2 Foto Proses Pembuatan Sabun ..............................................LC-2
Gambar LC-3 Proses Pemisahan Sabun.......................................................LC-3
Gambar LC-4 Foto Proses Analisa pH Sabun..............................................LC-3
Gambar LC-5 Foto Analisa (a) Sebelum Titrasi (b) Setelah Titrasi ............LC-4
Gambar LD-1 Hasil Analisa Kadar Kalium Menggunakan Scanning
Electrone Microscope-Energy Disperdive X-ray spectroscopy
(SEM-EDX) ..........................................................................LD-1

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Syarat Sabun Mandi Cair. 6
Tabel 2.2 Syarat Sabun Mandi Padat......................................................................... 6
Tabel 2.3 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia ................ 7
Table 2.4 Kapasitas Import Sabun Pada Tahun 2007-2010 di Indonesia.................. 7
Tabel 2.5 Senyawa Utama Abu Kelapa ................................................................... 18
Tabel LA-1 Data Hasil Percobaan Pembuatan Sabun......................................... LA-1

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

SLS Sodium laurat Sulphoshat


CO3 Karbonat
KOH Kalium Hidroksida
SNI Standar Nasional Indonesia
NaOH Natrium Hidroksida
NaCl Natrium Klorida
pH Kadar Keasamaan

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A DATA HASIL PERHITUNGAN 44
LA.1 Data Hasil Penelitian Pembuatan Sabun...................................... 44
LAMPIRAN B LAMPIRAN PERHITUNGAN...................................................... 45
LB.1 Perhitungan Densitas Sabun......................................................... 45
LB.2 Perhitungan Bilangan Penyabunan .............................................. 46 \
LB.3 Perhitungan Alkali Bebas............................................................. 47 555566666
LAMPIRAN C DOKUMENTASI PERHITUNGAN ............................................. 48
LC.1 Hasil Ekstraksi Alkali Dari Kulit Buah kelapa ............................ 48
LC.2 Proses Pembuatan Sabun.............................................................. 48
LC.3 Proses Pemisahan Sabun .............................................................. 49
LC.4 Pengukuran pH Sabun Menggunakan pH Meter ......................... 49
LC. 5 Analisa Titrasi Sabun .................................................................. 50
LAMPIRAN D HASIL UJI .........................................................................................
LD.1 Hasil Analisa Kalium................................................................... 51

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sabun merupakan salah satu kebutuhan utama manusia sehari-hari. Sabun
digunakan sebagai bahan baku untuk pencuci pakaian, pembersih lantai dan
pembersih badan [1]. Defenisi sabun adalah reaksi antara alkali dan asam lemak akan
membentuk garam yang berbentuk sabun yang disebut proses saponifikasi. Bahan
baku pembuatan sabun komersial dapat berasal dari minyak nabati dan hewani [2].
Minyak nabati dapat berupa minyak: kelapa, sawit, jarak dan lainya. Minyak hewani
dapat berasal dari lemak lard yaitu minyak yang berasal dari lemak babi dan tallow
yaitu minyak yang berasal dari lemak sapi ataupun domba. Masing-masing minyak
akan menghasilkan sabun yang berbeda sifat sesuai dengan karekteristik minyaknya,
seperti minyak sawit akan menghasilkan sabun yang keras, sulit berbusa dan
memiliki daya bersih yang tinggi [3]. Sabun dari minyak kelapa akan menghasilkan
sabun yang keras, daya bersih tinggi dan berbusa banyak [4].
Sabun yang beredar di pasaran sebagian besar adalah sabun kimia. Sabun kimia
merupakan sabun yang menggunakan sodium laurat sulposphat (SLS) sebagai bahan
baku utamanya. Seiring perkembangan zaman, gaya hidup manusia juga ikut
berkembang dengan meningkatnya kepedulian akan lingkungan, seperti kesadaran
pemakaian sabun natural yang pembuatannya tidak melibatkan bahan kimia sintesis
seperti SLS. Sabun kimia dan sabun natural dapat dibedakan berdasarkan kandungan
gliserin yang dihasilkan. Pada sabun komersial, umumnya gliserin yang dihasilkan
dari reaksi saponifikasi dipisahkan dan diolah menjadi produk kosmetik. Karena
mahalnya harga gliserin maka produsen sabun menggunakan base soap (SLS)
sebagai bahan baku pembuatan sabun. Sedangkan pada sabun natural gliserin yang
dihasilkan tetap terkandung pada sabun sehingga sabun akan bersifat lebih
melembabkan kulit.
Abu merupakan residu mineral yang diperoleh setelah pembakaran pada bahan
organik. Komposisi abu tergantung pada sumber, jenis bahan tanaman dan sifat tanah
tempat tumbuh suatu tanaman. Bahkan pada tanaman yang sama, komposisi logam

Universitas Sumatera Utara


dapat bervariasi, seperti yang diamati dalam studi melacak konsentrasi elemen dalam
kulit buah dan batang Musa paradisiaca [5].
Tanaman kelapa di Indonesia mencapai luas 3.759.397 ha. Sekitar 92,40 %
diantaranya berupa kelapa dalam yang diusahakan sebagai perkebunan rakyat,
sedangkan kelapa hibrida baru sekitar 4%. Oleh karena itu, Indonesia disebut sebagai
negara produsen kelapa kedua setelah Philipina, tentu dilihat dari segi total areal maupun
potensi produksinya.
Kulit buah kelapa merupakan bagian kelapa yang belum di manfaatkan secara
maksimal karena selama ini dalam rumah tangga hanya mengambil santan buah
kelapa saja sehingga biasanya kulit buah kelapa dibuang begitu saja atau terkadang
digunakan sebagai alat bakar. Abu hasil pembakaran kulit buah kelapa memiliki
senyawa utama kadar ion kalium (K) dan karbonat (CO3) yang tinggi masing-masing
40 dan 27,7 % [6]. Sehingga dalam hal ini hasil ekstraksi dari abu kulit buah kelapa
dimanfaatkan sebagai sumber alkali (basa) atau soda qui untuk pembuatan sabun natural.
Selain alkali seperti kalium dan natrium untuk menghasilkan sabun natural, harus
menggunakan minyak. Salah satu jenis minyak yang digunakan adalah minyak
kelapa yang berasal dari buah kelapa. Tanaman kelapa merupakan komoditi ekspor
dan dapat tumbuh disepanjang pesisir pantai khususnya, dan dataran tinggi serta
lereng gunung pada umumnya. Indonesia memiliki panjang garis pantai sebesar
95.181 kilometer persegi [7] yang sebagian besar ditanami pohon kelapa. Areal
tanaman kelapa Indonesia adalah 3,88 juta hektar dengan prduksi 3,2 juta ton kopra
pertahun. Kopra merupakan buah kelapa yang menjadi bahan baku minyak. Sabun
dari minyak kelapa memiliki kelebihan seperti; memiliki aroma manis berbau unik,
anti-jamur serta sifat anti-bakteri. Selain itu sabun yang berasal dari minyak kelapa
mamiliki busa yang banyak sepeti yang telah dijelaskan diatas dan berfungsi sebagai
emollient alami. Manfaat emollient untuk mengurangi kehilangan cairan pada
permukaan kulit (yang menyebabkan kulit kering), melembutkan dan menghaluskan
[4].
Peneliti sebelumnya yang membuat sabun dengan memanfaatkan alkali yang
bersumber dari tanaman diantaranya [8] fokus pada pembuatan sabun dari kulit
pisang mentah. Dimana kulit pisang mentah dikeringkan dalam oven pada 100 °C
sampai berat konstan. Pembakaran dilakukan selama 3 jam. Hasil analisis yang
diperoleh adalah kalium sebesar 81,98% dan natrium sebesar 15,86 %.

Universitas Sumatera Utara


Dalam peneitian ini akan dilakukan pembuatan sabun dengan memanfaatkan
minyak kelapa dan kandungan Kalium Karbonat yang ada pada kulit kelapa sebagai
sumber alkali melalui reaksi safonifikasi.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana potensi kalium dari abu kulit buah yang dimanfaatkan sebagai
alkali pada pembuatan sabun.
2. Bagaimana sifat fisik sabun yang dihasilkan dengan menggunakan alkali dari
abu kulit buah kelapa.
3. Bagaimana pengaruh alkali dari abu kulit buah kelapa pada kualitas sabun
yang dihasilkan.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memperoleh potensi kalium dari kulit buah kelapa yang dimanfaatkan pada
pembuatan sabun.
2. Memperoleh sifat fisik sabun yang dihasilkan dengan menggunakan alkali
dari abu kulit buah kelapa.
3. Memperoleh pengaruh alkali dari abu kulit buah kelapa pada kualitas sabun
yang dihasilkan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Memberikan informasi potensi kalium dari abu kulit buah kelapa yang
dimanfaatkan sebagai alkali pada pembuatan sabun.
2. Memberikan informasi mengenai sifat-sifat fisik sabun yang dihasilkan
dengan menggunakan alkali dari abu kulit buah kelapa.
3. Memberikan informasi mengenai pengaruh alkali dari abu kulit buah
kelapapada kualitas sabun yang dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara


1.5 RUANG LINGKUP
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini di
rencanakan memiliki ruang lingkup dan batasan sebagai berikut :
1. Sampel yang digunakan adalah minyak kelapa yang diperoleh dari pasar dan
kulit buah kelapa sebagai sumber alkali untuk pembuatan sabun yang
diperoleh dari tempat pengumpulan kelapa di Hamparan Perak.
2. Proses yang diterapkan dalam penelitian ini adalah proses saponifikasi.
3. Variabel penelitian antara lain :
Variabel Tetap :
- Volume minyak : 30 ml
- Temperature : 80 0C
Variabel Bebas :
- Volume Alkali : 20 ml, 25 ml, 30 ml dan 35 ml
- Waktu Pengadukan : Tanpa Pengadukan, 30 menit, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam.
Analisa yang dilakukan:
1. Densitas
2. Alkali Bebas
3. Bilangan Saponifikasi
4. Keasaman (pH)

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SABUN
2.1.1 Pengertian Sabun
Sabun adalah surfaktan atau campuran surfaktan yang digunakan dengan air
untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran). Sabun memiliki struktur kimiawi
dengan panjang rantai karbon C12 hingga C16. Sabun bersifat ampifilik, yaitu pada
bagian kepalanya memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekornya
memiliki gugus hidrofobik (non polar). Oleh sebab itu, dalam fungsinya, gugus
hidrofobik akan mengikat molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik
oleh gugus hidrofilik yang dapat larut di dalam air [9].
Sabun dapat didefinisikan sebagai komponen kimia atau campuran dari
komponen kimia yang merupakan hasil reaksi antara asam lemak asam gliserida
dengan metal radikal (atau alkali organik). Sabun juga dapat dideskribsikan sebagai
garam yang larut dalam air dengan asam lemak dengan ikatan atom karbon sebanyak
6 atau lebih. Metal yang biasa digunaka dalam pembuatan sabun berasal dari natrium
dan kalium, yang menjadikan sabun larut dalam air. Berbeda dengan sabun yang
dihasilkan dari metal divalent seperti, kalsium, magnesium besi dan alumunium yang
tidak larut didalam air [10].
Standar Nasional Indonesia (SNI) (1994) mendefinisikan sabun sebagai
pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara basa natrium (NaOH) atau kalium
(KOH) dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Minyak berfungsi
sebagai sumber asam lemak. Setiap jenis minyak menghasilkan karakteristik sabun
yang berbeda-beda [11]. Sifat – sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah
dan komposisi dari komponen asam – asam lemak yang digunakan. Komposisi asam
– asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan
tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon
dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang
rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar larut dan
sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam – asam lemak tak jenuh
menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Kandungan zat – zat

Universitas Sumatera Utara


yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat –
zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan [12].
Syarat mutu sabun mandi cair menurut standar nasional Indonesia [13].
Tabel 2.1 Syarat Sabun Mandi Cair
Persyaratan
No. Kriteria Satuan
Jenis S Jenis D
1. Keadaan:
Cairan
Cairan Homogen
Bentuk Homogen
Bau Khas Khas Khas Khas
Warna
2. pH 25◦ C 8-11 6-8
Tidak
3. % Maks 0,1
Alkali Bebas dpersyaratkan
Bobot Jenis
4. gr/cm³ 1,01-1,1 1,01-1,1
25◦C

Syarat mutu sabun mandi padat menurut standar nasional [13].

Tabel 2.2 Syarat Sabun Mandi Padat [13]

SNI
No. Uraian
Tipe 1 Tipe 2 Superfat
1. Kadar Air (%) Maks 15 Maks 15 Maks 15
2. Jumlah Asam Lemak (%) >70 64-70 >70
Maks
3.
Alkali Bebas (%) Maks 0,1 0,1 Maks 0,1
4. Asam Lemak Bebas (%) <2,5 <2,5 <2,5
5. Lemak Netral (%) <2,5 <2,5 <2,5

Indonesia memiliki jumlah penduduk 237.641.326 jiwa [14], yang setiap


penduduknya membutuhkan sabun setiap harinya untuk memberiskan diri dan
peralatan lainnya. Produksi sabun di Indonesia terlampir pada table 2. yang
menunjukan adanya pertumbuhan prosuksi sabun. Sedangkan data impor sabun
Indonesia ditunjukan pada table 2.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia [15]

No. Tahun MassaSabun (ton/tahun)

1. 2007 44.959,50

2. 2008 47.452

3. 2009 49.452

4. 2010 168.546,43

Table 2.4 Kapasitas Import Sabun Pada Tahun 2007-2010 di Indonesia [15].

No. Tahun MassaSabun (ton/tahun)

1. 2007 1.613,125

2. 2008 1.731,443

3. 2009 1478,155

4. 2010 1113,125

2.1.2 Sejarah Sabun


Istilah saponifikasi diambil dari bahasa latin “sapo” yang artinya soap atau
sabun. Sapo merupakan nama sebuah gunung –ada juga yang menyebutnya bukit–
dalam legenda Romawi kuno, yang biasa menjadi tempat pemotongan hewan kurban
dalam upacara. Ketika hujan, sisa-sisa lemak hewan itu tercampur abu kayu
pembakaran dan mengalir ke Sungai Tiber di bawah gunung. Tak diduga, saat
masyarakat sekitar sungai mencuci, mereka mendapati air mengeluarkan busa dan
pakaian mereka menjadi lebih bersih.
Pada abad ke-1 masyarakat Romawi Kuno melakukan saponifikasi dengan
cara mereaksikan ammonium karbonat yang terdapat dalam air seni (urine) dengan
minyak tumbuhan dan lemak hewan. Ada pekerja khusus yang mengumpulkan air

Universitas Sumatera Utara


seni (fullones) untuk dijual ke para pembuat sabun. Tapi baru pada abad ke-2 dokter
Galen (130-200 SM) menyebutkan penggunaan sabun untuk membersihkan tubuh.
Ahamad Y. al-Hassan dan Donald Hill dalam bukunya Islamic Technology:
An Illustrated History, menyebut Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi,
kimiawan Persia, sebagai peracik pertama ramuan sabun modern. Orang Arab
membuat sabun dari minyak nabati atau minyak atsiri, misalnya minyak thymus.
Sentra industri sabun berada di Kufah, Basrah, dan Nablus di Palestina. Sabunnya
sudah berbentuk padat dan cair.
Sebelum mengenal sabun, masyarakat di Nusantara biasanya mandi dengan
menggosokan lempeng-lempeng batu halus untuk menyingkirkan kotoran di tubuh.
Agar kulit harum dan halus, mereka menaburkan kuntum mawar, melati, kenanga,
sirih, dan minyak zaitun dalam wadah penampungan air. Kebiasaan ini masih
berlangsung hingga 1980-an, terutama di desa-desa. Bahkan saat ini, sekalipun
menggunakan sabun, ada yang merasa belum bersih tanpa menggosokkan batu ketika
mandi.
Kini, sabun sudah menjadi barang kebutuhan sehari-hari. Mandi takkan
terpisahkan dari sabun. Tinggal bagaimana membiasakan diri mencuci tangan pakai
sabun. Indonesia, berdasarkan survey Departemen Kesehatan tahun lalu, termasuk
negara yang malas cuci tangan pakai sabun. Padahal, sejak 2008, Perserikatan
Bangsa-Bangsa sudah menetapkan 15 Oktober sebagai Hari Cuci Tangan Pakai
Sabun Sedunia [16].

2.1.3 Jenis Jenis Sabun


Sabun berdasarkan kegunaanya dapat dibagi berdasarkan [17]:
1. Sabun Transparan
Sabun yang satu ini mempunyai kadar yang sangat ringan, sehingga
sabun ini sangat cocok sekali digunakan untuk semua kulit. Sabun ini juga
mempunyai sifat yang mudah larut, sehingga sangat cocok sekali digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Minyak lemak yang digunakan untuk membuat
sabun transparan memiliki rantai karbon yang tidak terlalu panjang, secara
umum dibawah 18. Bahan minyak untuk membuat sabun transparan yang
paling sering dijumpai adalah minyak kelapa.

Universitas Sumatera Utara


2. Sabun Kecantikan
Sabun kecantikan dapat berupa sabun foam yaitu sabun yang satu ini
mempunyai manfaat untuk membersihkan wajah secara sempurna. Kemasan
sabun ini sangatlah fleksibel sehingga sangat nyaman untuk dibawa
seharihari. Sabun scrub sabun ini mempunyai tekstur scrub yang sedikit
kasar. Sabun ini mempunyai manfaat untuk membersihkan serta mengangkat
sel kulit mati, sehingga wajah anda akan nampak semakin cerah. Namun
jangan memakai sabun ini terlalu sering karena dapat membuat kulit muka
menjadi kering. Selain itu ada sabun Acne sabun ini sangat cocok bagi anda
yang sedang mengalami masalah jerawat. Karena sabun ini memang
diformulisasikan secara khusus untuk membunuh sel jerawat yang
membandel.

3. Sabun Natural
Sabun natural mengacu pada proses pembuatannya yang tidak banyak
melibatkan bahan kimia sintetis. Sebuah sabun disebut natural ketika peran
SLS digantikan dengan bahan-bahan alami/natural berupa minyak alami
(nabati/hewani), pembuatannya tanpa melibatkan detergen (SLS/SLES atau
texapon) dan zat kimia sintetis (parabens/pengawet kimia, EDTA, pewarna
sintetis, dll). Hal ini menjadi salah satu keistimewaan yang membuat kualitas
sabun natural lebih baik dibanding dengan sabun biasa. Penjelasan kali ini
akan membahas tentang penggunaan minyak nabati yang memiliki fungsi
spesifik dalam pembuatan sabun, lebih dapat dipertanggung jawabkan
jaminan kehalalannya dan efektif manfaatnya bagi kulit.
Minyak alami (nabati) yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun
natural merupakan kombinasi dari minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa
(coconut oil), dan minyak kelapa sawit (palm oil). Ketiga minyak nabati
tersebut biasanya digunakan sebagai bahan baku utama dan memiliki fungsi
yang berbeda. Kombinasi ketiganya dapat menghasilkan sabun natural
dengan kualitas yang baik, mampu membersihkan kulit serta menjaga
kelembutan dan menutrisi kulit [18]

Universitas Sumatera Utara


2.1.4 Mekanisme Reaksi Sabun
C3H5(OOCR)3 + 3NaOH/ KOH → C3H5(OH)3 + 3NaOOCR
Minyak/Lemak Alkali Gliserol Sabun

Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Saponifikasi [19]


Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan
alkali merupakan larutan yang tidak saling melarut (immiscible). Setelah terbentuk
sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat, karena reaksi penyabunan bersifat
sebagai reaksi autokatalitik, maka pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi
karena jumlah minyak yang sudah berkurang. Reaksi penyabunan merupakan reaksi
eksotermis sehingga harus diperhatikan pada penambahan larutan alkali (KOH atau
NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk
menghasilkan sabun. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata maka
pengadukan harus lebih baik, penambahan panas dan pengadukan yang cepat
cenderung mempercepat proses saponifikasi. Apabila senyawa alkali yang
ditambahkan adalah kaustik soda (NaOH), maka sabun yang dihasilkan adalah sabun
yang bersifat keras (hard soap) dan gliserol yang terikut dalam sabun tersebut dapat
dipisahkan dari sabunnya dengan penambahan NaCl sedangkan bila senyawa alkali
yang ditambahkan kalium soda (KOH) maka akan didapat sabun lunak (soft soap)
tapi gliserolnya tidak dapat dipisahkan dengan NaCl sehingga berupa zat warna
kuning yang masih berisi alkohol dan air [20].

2.1.5 Proses Pembuatan Sabun


Terdapat tiga metode yang biasa digunakan dalam cara pembuatan sabun
yakni Hot Process (pemanasan), Cold Process (pendinginan) dan Melt and Pour
(melelehkan dan menuangkan) [21].
1. Metode Cold Process (Pendinginan)
Cold process adalah teknik yang paling populer dalam pembuatan sabun
natural. Teknik ini telah dikenal sejak berabad-abad lamanya dalam sejarah
kuno (Romawi) maupun sejarah modern (Eropa). Cold process merupakan
ketrampilan karya seni yang sangat tinggi dan dihargai para ratu dan para

Universitas Sumatera Utara


putri kerajaan-kerajaan untuk perawatan wajah dan kecantikan mereka. Sabun
seperti inilah yang istimewa
Sabun yang dibuat dengan cold process memerlukan curing time (waktu
pematangan sabun) yang lama sampai dengan sabun tersebut siap pakai.
Curing time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan air dalam
sabun natural sehingga sabun akan menjadi lebih keras, busa lebih baik,
semakin lembut jika dipakai, dan lebih tahan lama. Intinya, sabun akan
menjadi lebih sebaik secara keseluruhan. Istimewanya, semakin lama usia
sabun natural maka kualitasnya akan semakin baik karena telah melewati
proses cure (pematangan) yang lama, sabun menjadi padat sempurna dan
manfaat dari sabun natural akan lebih maksimal. Dapat bertahan sampai +3
tahun dengan cara penyimpanan yang tepat, yaitu dibiarkan dalam ruang
terbuka (agar proses curing tetap berjalan), tidak disimpan dalam suhu
lembab, dan tidak tekena sinar matahari langsung.
Memang, dalam pembuatan sabun natural yang menggunakan cold
process membutuhkan waktu lama, menuntut kualitas bahan baku yang baik
dan penakarannya yang presisi. Tuntutan tinggi inilah yang akan
menghasilkan sabun dengan kualitas istimewa dan mewah, kaya akan
glycerin dan zat-zat alami yang sangat baik untuk kesehatan dan perawatan
kulit. Inilah salah satu hal yang menyebabkan sabun natural menjadi begitu
mewah dan istimewa untuk memanjakan kulit Sabun yang dibuat dengan cara
ini membutuhkan waktu 4-6 minggu untuk dapat digunakan, karena selama
masa ini akan terjadi reaksi kimia antara soda api, minyak, dan air yang
nantinya akan menghasilkan sabun. Selain itu kandungan air dalam sabun
juga akan menguap sehingga sabun lebih keras sewaktu digunakan.

2. Metode Hot Process (Pemanasan)


Untuk memproduksi sabun secara massal, pabrik sabun komersial
menggunakan “hot process” atau proses panas. Hot process lebih mudah
dibanding dengan cold process (teknik pembuatan sabun natural) karena tidak
menuntut kualitas dan bahan baku yang baik. Berbeda dengan sabun natural,
dalam hot process waktu yang dibutuhkan sangat singkat karena sabun

Universitas Sumatera Utara


dipaksa untuk matang dengan cepat. Cara ini efektif untuk menekan biaya
produksi sehingga sabun dapat dijual dengan harga murah, tapi sifatnya tidak
ramah terhadap kulit dan juga lingkungan. Kandungan zat alam dalam sabun
yang bermanfaat bagi kulit pun mudah rusak karena proses panas ini.
Pembuatan sabun dengan metode ini lebih rumit dari proses dingin, Tetapi
dengan metode hot process, waktu tunggu hanya 7-10 hari agar sabun
mengeras untuk dapat digunakan.

3. Metode Leleh Tuang


Metode ini merupaka metode yang paling mudah, yang perlu dilakukan
adalah melelehkan sabun dasar (soap base), campur dengan pewarna dan
pewangi sabun, lalu tuang dalam cetakan. Masukan adonan sabun dalam
lemari es, tunggu hingga sabun mengeras, potong sesuai keinginan dan bisa
langsung dipakai.

2.1.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Penyabunan


Berikut merupak faktor-faktor yang memeperngaruhi reaksi penyabunan [20]:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri
reaksinya, dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar
tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan
menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen,
sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan
membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Suhu
Ditinjau dari segi termodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal
ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff :

ln Δ
=
RT

Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka


dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta

Universitas Sumatera Utara


keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan
menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius
berikut ini:
/
=
Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor
tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/gr mol), T adalah suhu (ºK), dan R
adalah tetapan gas ideal (cal/gr mol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka
dengan adanya kenaikan suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi)
bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan
mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat.
Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan
menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan reaksi K
akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain
hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh
naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat
eksotermis.
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan
molekulmolekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan
semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini
sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan
semakin besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan
dengan konstanta A.
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang
dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika
reaksi telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan
meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan.

Universitas Sumatera Utara


2.2 MINYAK DAN LEMAK
Minyak berdasarkan sumbernya dapat dikelompokan:
2.2.1 Minyak Hewani
Minyak hewani adalah minyak yang berasal dari lemak hewan, beberapa
contoh minyak hewani [22]:
1. Minyak Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industry pengolahan
daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titier
(temperature solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan
sapofikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan
dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan
dala pembuatan sabun cuci. Oleat dan strearat adalah asam lemak yang paling
banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar 0,75 – 7,0 %.
Titer pada tallow umumnya diatas 40 °C. Tallow dengan titer dibawah 40 °C
dikenal dengan grease.
2. Minyak Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak
jenih seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti strearat (35-40%).
Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial
terlebih dahulu untuk mengurangi ketidak jenuhannya. Sabun yang dihasilkan
dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
3. Minyak Marine
Minyak berasal dari mamalia laut (Paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.

2.2.2 Minyak Nabati


Minyak hewani adalah minyak yang berasal dari lemak hewan, beberapa
contoh minyak nabati [22] :
1. Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak
kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara


berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga
jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih
dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan
sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan
sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.
2. Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui
ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan
asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan
terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki
kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
3. Minyak Zaitun
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas
tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki
sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

2.2.2.1 Minyak Kelapa (Cocos nucifera)


Indonesia memiliki garis pantai terpanjang ke-4 dengan panjang garis pantai
sebesar 95.181 kilometer persegi, menurut data yang dikeluarkan Sekertaris Dewan
Kelautan Indonesia,Rizald Max, sebagian besar dari pesisr pantai tersebut ditumbuhi
oleh tanaman kelapa dan dapat dioleh menjadi minyak kelapa. Penggunaan minyak
kelapa di Indonesia nomor dua terbanyak setelah minyak sawit (lebih dari 70%) [23].
Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan
minyak pada daging buah kelapa tua sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan
sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dapat
diekstrak dari daging kelapa segar atau diekstrak dari daging kelapa yang telah
dikeringkan atau yang biasa disebut kopra.
Pengolahan minyak kelapa dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara
kering dilakukan dengan pengepresan kopra. Cara kering dilakukan di pabrik
pengolahan minyak kelapa karena memerlukan investasi yang cukup besar untuk
pembelian alat dan mesin-mesin. Cara basah dilakukan dengan cara membuat santan

Universitas Sumatera Utara


dari daging kelapa dan dipanaskan untuk memisahkan minyak dari bagian yang
mengemulsinya. Cara lain untuk mendapatkan minyak kelapa secara basah adalah
secara fermentasi. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme
sebagai inokulum seperti bakteri dan khamir. Pembuatan minyak kelapa secara
fermentasi ini dapat dilakukan dengan skala besar maupun rumah tangga. Cara
fermentasi memiliki beberapa keuntungan pokok yaitu efektifitas tenaga, waktu
relatif singkat dan biaya tidak terlalu tinggi. Minyak kelapa yang dihasilkan lebih
banyak dan warnanya lebih jernih.
Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam
minyak asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling tinggi jika
dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidak jenuhannya
yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), minyak kelapa dapat
dimasukkan ke dalam golongan non drying oils karena bilangan iod minyak tersebut
berkisar antara 7,5-10,5. Woodroof (1979) menyebutkan bahwa kandungan asam-
asam lemak utama di dalam minyak kelapa murni adalah laurat (45%), miristat
(18%), palmitat (9,5%), oleat (8,2%), kaprilat (7,8%), kaprat (7,6%) dan stearat
(5%). Minyak kelapa murni dikenal sebagai minyak laurat tinggi mengandung asam
lemak jenuh [9].

2.3 ALKALI
Kalium merupakan unsur yang tergolong kealam logam alkali. Struktur
kalium merupakan kation monovalen (K+) yang dapat ditemukan pada cairan sel
tanaman yang tidak terikat secara kuat dan bukan merupakan bagian dari jaringan tua
ke titik perhubungan akar dan tajak. Kalium juga memiliki banyak perilaku yang
sama dengan natrium, kalsium, dan magnesium di lingkungan. Unsur kalium
merupakan unsur yang paling mudah melakukan persenyawaan dengan unsur atau
zat lainnya, seperti klor dan magnesium. Kalium memiliki sifat mudah larut, mudah
terbawa hanyut dan mudah terfiksasi dalam tanah. Kalium dapat diperoleh dari
beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, air irigasi, larutan dalam
tanah, abu tanaman dan pupuk anorganik [24]. Untuk memperoleh alkali kalium, abu
tanaman yang telah diperoleh dari hasil dekarbonasi diekstraksi dengan
menggunakan pelarut air [25] menghasilkan alkali dalam bentuk KOH.

Universitas Sumatera Utara


Buah kelapa terdiri dari beberapa bagian, yaitu kulit luar, sabut, tempurung,
kulit daging buah, daging buah, air kelapa dan lembaga. Sabut kelapa merupakan hasil
samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35%
dari bobot buah kelapa yang merupakan sisa buah kelapa yang banyak terdapat di
Indonesia. Bagian yang berserabut merupakan kulit dari buah kelapa. Dengan
demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar
5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan
[26].
Kulit buah kelapa merupakan bagian kelapa yang belum di manfaatkan secara
maksimal karena selama ini dalam rumah tangga hanya mengambil santan buah
kelapa saja sehingga biasanya kulit buah kelapa dibuang begitu saja atau terkadang
digunakan sebagai alat bakar. Abu hasil pembakaran kulit buah kelapa memiliki
senyawa utama kadar ion kalium (K) dan karbonat (CO3) yang tinggi masing-masing
40 dan 27,7 % [6].

Gambar 2.2 Komposisi Buah Kelapa [27]


Kelapa memiliki potensi besar sebagai sumber ekonomis kaustik kalium
dengan cara mengekstrak garam kalium dari kulit kelapa. Kulit kelapa memiliki
kandungan kalium sekitar 40 % dari abunya (Ritonga, Dkk., 2013). Garam kalium
tersebut kemudian dapat dimanfaatkan untuk pembuatan sabun. Dengan pemanfaatan
kulit kelapa ini akan meningkatkan kesinambungan dan tidak hanya akan membuat
lingkungan bebas dari limbah pertanian tapi juga akan menyelamatkan lingkungan
dari efek berbahaya dari polusi yang sering diasosiasikan dengan penggunaan bahan
kimia sintetik.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3 Kulit buah kelapa [28]
Abu tersebut memiliki kadar ion Kalium dan Karbonat yang tinggi. Pada
penelitian ini mereka menggunakan katalis dari abu kulit buah kelapa. Senyawa
utama penyusun katalis abu kulit buah kelapa dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.5 Senyawa Utama Abu Kelapa (% Berat) [6]


Abu Kelapa
Senyawa
Kulit Buah Batang Sabut
Kalium (K) 40 35 9,2
Natrium (Na) 1,7 2,5 0,5
Kalsium (Ca) 1,1 2,8 4,9
Magnesium (Mg) 0,9 2,1 2,3
Klor (Cl) 2,7 14,5 2,5
Karbonat (CO3) 27,7 12,5 2,6
Nitrogen (N) 0,06 0,05 0,004
Posfat (P) 0,9 0,9 1,4
Silika (SiO2) 10,5 16,8 59,1

Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa kalium merupakan kation utama dalam
abu kulit kelapa sebesar 40 % berat [6], sehingga dapat diekstraksi untuk diambil
kalium nya sebagai alkali dalam proses pembuatan sabun dan proses pembuatan
alkalinya ini diambil dari peneliti sebelumnya dalam peneliatian ekstraksi kalium
dari abu kulit buah kelapa oleh Gilang, 2013.

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN


Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini
dilakukan lebih kurang 6 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 BAHAN
1. Alkali dari abu kulit buah kelapa
2. Minyak kelapa
3. Phenoftalein
4. Asam Klorida
5. Aquades

3.2.2 PERALATAN
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Neraca Elektrik
2. Peralatan kaca seperti Beaker glass, Erlenmeyer dan lain-lain.
3. Termometer
4. Oven
5. Cawan
6. Alumunium foil
7. Magnetic Stirrer
8. Gelas Ukur
9. Stopwatch
10. Spatula
11. Piknometer
12. Pipet Tetes

Universitas Sumatera Utara


13. Buret
14. Statif dan klem
15. pH meter
16. Kertas saring

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN


Penelitian ini menggunakan rancangan pola faktorial, dengan variable sebagai
berikut:
Volume minyak : 30 ml
Volume Alkali : 20 ml, 25 ml, 30 ml dan 35 ml
Temperature : 80 0C
Waktu Pengadukan : tanpa pengadukan, 30 menit,1 jam, 2 jam dan 3 jam

3.4 PROSEDUR UTAMA PERCOBAAN


3.4.1 Prosedur Penelitian
3.4.1.1 Prosedur Reaksi Saponifikasi
1. Minyak kelapa dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan diatas hot
plate dengan suhu 80 oC
2. Larutan basa juga dipanaskan dengan suhu 80 oC lalu ditambahkan dengan
volume alkali (20 ml, 25 ml, 30 ml dan 35 ml) terhadap minyak kelapa (30
ml) ke dalam beaker glass sambil diaduk selama (tanpa pengadukan, 30
menit, 1jam, 2 jam dan 3 jam)
3. Suhu dijaga pada 80 oC selama reaksi saponifikasi
4. Dilakukan proses pemisahan pada sabun yang dihasilkan.

3.4.2 Prosedur Analisa


3.4.2.1 Analisa Densitas
1. Piknometer kosong ditimbang dan dicatat massanya.
2. Piknometer diisi 10 ml dengan air hingga penuh.
3. Piknometer dimasukkan air dan dicatat massanya. Selisih antara massa
piknometer kosong dan piknometer yang berisi air merupakan massa air
yang diisi ke dalam piknometer.

Universitas Sumatera Utara


4. Dihitung volume air dengan rumus:
V= m/ρ
5. Piknometer diisi dengan sampel sebanyak volume air.
6. Piknometer yang berisi sampel ditimbang dan dicatat massanya. Selisih
antara piknometer kosong dan piknometer yang berisi sampel merupakan
massa sampel.
7. Dihitung densitas sampel dengan persamaan:
ρsampel = msampel/ mair x ρair

3.4.2.2 Analisa Keasaman (pH)


Adapun prosedur analisa keasaman, sebagai berikut:
1. Sample sabun diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan kedalam beaker glass
2. pH meter dicuci dengan aquadest dan dilakukan kalibrasi dengan larutan buffer
3. pH meter dimasukkan ke dalam sampel
4. Dicatat pH yang tampil

3.4.2.3 Analisa Bilangan Penyabunan


1. Sampel sabun ditimbang sebanyak 3 gram dan dicampurkan dengan 25 ml
potassium Hydroxide Etanol 0,5 mol/L
2. Campuran direfluks selama 30 menit
3. Phenolptalein ditambahkan dan didinginkan
4. Dititrasi dengan HCl 0,1 mol/L dan dicatat volume HCl yang terpakai
5. Dilakukan titrasi blangko
6. Dihitung bilangan penyabunan dengan rumus :
Bilangan Penyabunan =

V2 = volume titrasi blanko (ml)


V1 = volume titrasi (ml)
Cl = konsentrasi konversi koefisien (28,05)
(potassium hydroxide ex. 56,11 x 0,5)
TF = factor reagen (1,006)
W = berat

Universitas Sumatera Utara


3.4.2.4 Analisa Alkali Bebas
1. sebanyak 100 ml alkohol netral dididihkan, tambahkan 0,5 ml indicator
Phenolphetalein.
2. 4 gram sampel ditimbang dan masukkan kedalam alkohol netral, pasang
refluks kondensor dan didihkan selama 30 menit. Larutan bersifat alkali
(penunjuk Phenolphtalein berwarna merah)
3. Lakukan uji alkali bebas dengan meniternya menggunakan HCL 0,1 N dalam
alkohol dari buret, sampai warna merah teepat hilang
4. Dihitung kadar alkali bebas dengan rumus:

Alkali Bebas=

V = volume HCl yang digunakan (ml)


N = normalitas HCl yang digunakan (N)
W = berat sampel

Universitas Sumatera Utara


3.5 FLOWCHART
3.5.1 Flowchart Penelitian
3.5.1.1 Percobaan Reaksi Safonifikasi

Mulai

Minyak kelapa dimasukkan sebanyak 30


ml,kedalam beaker glass

Dipanaskan hingga suhu 80 oC

Larutan basa ditambahkan 20 ml, 25 ml, 30 ml dan 35

Diaduk selama tanpa pengadukan, 30 menit, 1 jam, 2 jam dan 3 jam

Dilakukan proses pemisahan pada sabun

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Reaksi Saponifikasi

Universitas Sumatera Utara


3.5.2 Flowchart Analisa
3.5.2.1 Analisa Densitas

Mulai

Piknometer kosong yang kering ditimbang dan


dicatat masssanya

Piknometer diisi dengan air hingga penuh

Piknometer yang berisi air ditimbang dan dicatat


massanya

Dihitung volume air

Piknometer diisi dengan sampel sabun sebanyak


volume air

Piknometer yang berisi sampel ditimbang dan


dicatat massanya

Dihitung densitas sampel

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart Analisa Densitas

Universitas Sumatera Utara


3.5.2.2 Analisa Keasaman pH

Mulai

Sebanyak 10 ml sampel sabun dimasukkan ke dalam


beaker glass

pH meter dicuci dengan aquadest dan dilakukan


kalibrasi menggunakan larutan buffer

Dimasukkan pH meter kedalam sampel

Dicatat pH ang tampil

Selesai

Gambar 3.3 Flowchart Analisa Keasaman pH

Universitas Sumatera Utara


3.5.2.3 Analisa Bilagan Penyabunan

Mulai

Sebanyak 3 gram sampel dimasukkan dan


dicampurkan dengan 25 ml potassium Etanol 0,5

Campuran di refluks selama 30 menit

Larutan didinginkan, ditambah indikator PP dan


dititrasi dengan HCl 0,5 mol/L

Tidak

Apakah larutan sudah


berwarna bening?

Ya

Dilakukan titrasi blanko

Dihitung bilangan penyabunannya

Selesai

Gambar 3.4 Flowchart Bilangan Penyabunan

Universitas Sumatera Utara


3.5.2.4 Analisa Kadar Alkali Bebas

Mulai

Alkohol didihkan100 ml , tambahkan 0,5 ml


indicator Phenolphetalein

Dinginkan larutan sampai 70 oC

4 gr sampel dimasukkan kedalam alkohol netral

Ditetesi dengan indikator phenolpthalein

Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N

Tidak
Apakah larutan sudah
berwarna bening ?

Ya
Dicatat volume titran yang digunakan

Selesai

Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Berdasarkan bentuknya, sabun yang dikenal pada saat ini ada
bermacam-macam diantaranya berupa sabun cair (liquid soap), sabun padat opaque
(sabun padat biasa), dan juga sabun padat transparan. Sabun berfungsi untuk
mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat
melalui proses saponifikasi lemak atau minyak menggunakan larutan alkali dengan
membebaskan gliserol. Lemak atau minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani,
minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Jenis-jenis minyak ataupun lemak yang
digunakan dalam pembuatan sabun ini akan mempengaruhi sifat-sifat sabun tersebut,
baik dari segi kekerasan, banyaknya busa yang dihasilkan, maupun pengaruhnya bagi
kulit. Untuk itu dalam pembuatan sabun perlu dipilih jenis minyak atau lemak yang
sesuai dengan kegunaan sabun itu sendiri [29]. Dalam penelitian ini digunakan minyak
kelapa untuk pembuatan sabun. Minyak kelapa kaya akan asam lemak berantai sedang
(C8-C14), khususnya asam laurat dan asam meristat. Asam laurat sangat diperlukan
dalam pembuatan sabun karena asam laurat mampu memberikan sifat pembusaan yang
sangat baik untuk produk sabun serta vitamin A dan C yang berfungsi sebagai
antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang bisa merusak kulit
seperti kulit kering, noda hitam, kusam, dan keriput [29].
Soda Kaustik (KOH) merupakan bahan penting dalam pembuatan sabun mandi
karena menjadi bahan utama dalam proses saponifikasi dimana minyak atau lemak akan
diubah menjadi sabun. Tanpa bantuan KOH maka proses kimia sabun tidak akan terjadi.
Soda kaustik (KOH) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan soda kaustik alami
yang diperoleh dari abu kulit buah kelapa.
Kulit buah kelapa yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah kelapa
yang diperoleh dari daerah Hamparan Perak, Medan.

Universitas Sumatera Utara


Abu dari buah kulit buah kelapa banyak mengandung senyawa Kalium (40 %) dan
Karbonat (27,7 %) [6]. Hasil ekstraksi Kulit buah kelapa merupakan soda kaustik alami
yang akan digunakan pada pembuatan sabun.
Berikut gambar hasil sabun yang dihasilkan

(a) (b)

Gambar 4.1 Gambar Hasil Sabun (a) Sebelum Dipisahkan (b) Setelah Dipisahkan

4.1 PENGARUH VOLUME ALKALI DAN WAKTU PENGADUKAN


TERHADAP KADAR KEASAMAN (pH) SABUN
Alkali yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkali yang diperoleh dari
abu kulit buah kelapa. Konsentrasi kalium yang dipakai akan berpengaruh terhadap
kualitas sabun yang dibuat karena dapat mempengaruhi salah satunya pH sabun
tersebut. Sedangkan waktu pengadukan juga akan berpengaruh pada proses
pembuatan sabun.
Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi volume alkali dan waktu
pengadukan terhadap kadar keasaman (pH) sabun yang dihasilkan:

Universitas Sumatera Utara


12
10
8
Volume
20Alkali
pH

6
25
4 30
2 35
0
0 30 60 120 180
Waktu Pengadukan (menit)

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Volume Alkali dan Waktu


Pengadukan terhadap Kadar Keasaman Sabun

Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa nilai kadar keasaman (pH)
tertinggi adalah pada volume alkali 20 ml, tanpa pengadukan yaitu 11. Sedangkan
nilai pH terendah adalah pada volume alkali 20 ml, waktu pengadukan 180 menit
yaitu 9.
Dari gambar 4.2 dapat dilihat adanya pengaruh waktu pengadukan terhadap
pH sabun yang dihasilkan. Dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan
dapat menyebabkan turunnya pH sabun yang dihasilkan. Sedangkan dengan
semakin besarnya volume alkali maka besar pula konsentrasi alkali penyabunan
yang menyebabkan pH sabun meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin lama
waktu pengadukan menyebabkan waktu interaksi antara minyak dan alkali
semakin besar, maka reaksi akan mendekati kesetimbangan sehingga residu alkali
akan semakin rendah yang menyebabkan sabun tidak terlalu basa. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Wijana, dkk.,(2009), nilai pH memiliki
kecenderungan yang semakin menurun dengan semakin lamanya pengadukan [31].
Reaksi yang jauh dari kesetimbangan akan menghasilkan sabun dengan residu
alkali yang besar dan berakibat pada pH sabun yang tinggi. pH yang sangat tinggi

Universitas Sumatera Utara


atau rendah dapat meningkatkan daya absorbsi kulit sehingga menyebabkan iritasi
pada kulit dan kulit kering [30].
Pada penelitian ini pH terbaik yang diperoleh adalah pada volume alkali 20
ml dan waktu pengadukan 180 menit yaitu 9. Nilai pH merupakan salah satu
parameter hang penting dalam penentuan mutu sabun, karena nilai pH menentukan
kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun yang diperoleh
pada penelitian ini memiliki pH antara 9,1–10,8 dan menurut SNI pH sabun cair
berkisar antara 8–11 [17]. Jadi sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai
dan layak untuk digunakan.

4.2 PENGARUH VOLUME ALKALI DAN WAKTU PENGADUKAN


TERHADAP DENSITAS SABUN
Densitas adalah suatu parameter yang berpengaruh dalam pembuatan sabun
sehingga mengetahui pengaruh bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi
sabun.
Berikut grafik yang menunjukkan variasi volume alkali dan waktu
pengadukan terhadap densitas sabun yang dihasilkan:

1,600
1,400
1,200
1,000
Densitas

20 Alkali
Volume
0,800
0,600 25
0,400 30
0,200 35
0,000
0 30 60 120 180
Waktu Pengadukan (menit)

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan


Terhadap Densitas Sabun

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara volume alkali dan waktu
pengadukan terhadap densitas sabun yang dihasilkan. Dari gambar diatas dapat
dilihat densitas sabun yang tertinggi adalah pada volume alkali 35 ml dan waktu
pengadukan 180 menit yaitu 1,395 (gr/ml), sedangkan densitas terendah adalah
pada volume alkali 20 ml dengan tanpa pengadukan yaitu 1,076 (gr/ml).

Dari gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa volume alkali dan waktu
pengadukan berpengaruh terhadap densitas sabun yang dihasilkan. Pengaruh
waktu pengadukan akan meningkat seiring dengan densitas sabun yang akan
semakin mningkat pula itu dikarenakan semakin lama waktu reaksi akan
menurunkan kadar lemak yang terdapat pada sabun. Densitas sabun cenderung
naik seiring dengan bertambahnya volume alkali penyabunan. Alkali yang
digunakan dilarutkan dengan menggunakan pelarut air sehingga semakin besar
volume alkali maka semakin besar pula kandungan airnya. Pengaruh volume alkali
terhadap densitas sabun akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya
volume alkali penyabunan. Hal ini disebabkan oleh adanya partikel H2O, yang
menyebabkan kandungan air pada sabun berlebih. Penurunan viskositas akibat
peningkatan rasio air/sabun dikarenakan viskositas dipengaruhi oleh kadar air
dalam sabun tersebut [31]. Viskositas merupakan densitas perwaktu, jika viskositas
sabun meningkat dengan turunnya rasio air/sabun, maka densitas sabun akan
meningkat dengan semakin sedikitnya kandungan air didalam sabun yang ditandai
dengan mengental nya sabun yang dihasilkan.

Sabun yang dihasilkan pada penelitian memiliki densitas antara 1,076 –


1,395 (gr/ml) menurut SNI densitas sabun berkisar 1,01 – 1,1 (Indonesia dan
Nasional 1994). Dapat dilihat bahwa ada beberapa sabun yang sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia yaitu pada volume alkali 20 ml waktu pengadukan 0
menit sebesar 1,076 dan pada volume alkali 25 ml, dengan waktu pengadukan 0
menit dan 20 ml waktu pengadukan 30 menit sebesar 1,129 (gr/ml)

Universitas Sumatera Utara


4.3 PENGARUH VOLUME ALKALI DAN WAKTU PENGADUKAN
TERHADAP BILANGAN PENYABUNAN SABUN

Bilangan penyabunan adalah suatu parameter yang digunakan untuk


mengukur besar alkali untuk menyabunkan sejumlah minyak untuk
menghasilkan kualitas sabun yang baik.
Berikut grafik yang menunjukkan variasi volume alkali dan waktu
pengadukan terhadap bilangan penyabunan sabun yang dihasilkan:

206,0

204,0
Bilangan Penyabunan

202,0 Volume Alkali


20
200,0
25
198,0 30

196,0
35

194,0
0 30 60 120 180
Waktu Pengadukan (menit)

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan


Terhadap Kadar Bilangan Penyabunan Sabun

Gambar 4.4 menunjukkan hubungan volume alkali dan waktu


pengadukan terhadap bilangan penyabunan sabun yang dihasilkan. Dari gambar
diatas dapat dilihat bahwa nilai bilangan penyabunan tertinggi adalah pada
volume 35 ml dengan tanpa pengadukan yaitu sebesar 205,4. Sedangkan nilai
bilangan penyabunan terendah adalah pada volume alkali 20 ml dengan waktu
pengadukan 180 menit yaiitu sebesar 197,8.

Universitas Sumatera Utara


Bilangan penyabunan adalah banyaknya alkali yang dibutuhkan untuk
menyabunkan sejumlah minyak. Semakin tinggi bilangan penyabunan
menunjukkan semakin tinggi pula kadar asam lemak bebas pada minyak
sehingga alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan minyak tersebut juga akan
semakin banyak [33].

Dari gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa adanya pengaruh volume
alkali dan waktu pengadukan terhadap nilai bilangan penyabunan. Dengan
semakin bertambahnya volume alkali menyebabkan nilai bilangan penyabunan
pada sabun akan semakin meningkat. Sedangkan dengan semakin bertambahnya
waktu pengadukan menyebabkan nilai bilangan penyabunan akan semakin
menurun. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya waktu pengadukan
akan menyebabkan waktu reaksi antara minyak dan alkali akan semakin besar,
maka reaksi akan mendekati kesetimbangan sehingga minyak yang belum
bereaksi dengan alkali akan semakin kecil dan kadar asam lemak bebasnya pun
semakin kecil [32].

Sabun hasil penelitian memiliki bilangan penyabunan antara 205,4–


197,8 dan menurut SNI nilai bilangan penyabunan adalah antara 196 – 206
(Indonesia dan Nasional 1994). Dari hasil penelitian yang sesuai dengan SNI
adalah pada volume alkali 35 ml dengan waktu pengadukan 0 menit sebesar
205,4.

Universitas Sumatera Utara


4.4 PENGARUH VOLUME ALKALI DAN WAKTU PENGADUKAN
TERHADAP KADAR ALKALI BEBAS SABUN

Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai
senyawa. Dimana alkali merupakan parameter pengukur kandungan alkali yang
terdapat pada sabun
Berikut grafik yang menunjukkan variasi volume alkali dan waktu
pengadukan terhadap kadar alkali bebas sabun yang dihasilkan:

0,12

0,10
Kadar Alkali Bebas %

0,08 Volume Alkali


20
0,06
25
0,04 30
0,02 35

0,00
0 30 60 120 180
Waktu Pengadukan (menit)

Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan


Terhadap Kadar Alkali Bebas Sabun

Gambar 4.5 menunjukkan hubungan volume alkali dan waktu


pengadukan terhadap kadar alkali bebas sabun yang dihasilkan. Dari gambar
diatas dapat dilihat bahwa nilai alkali bebas tertinggi adalah pada volume alkali
30 ml dan 35 ml waktu pengadukan 0 menit yaitu sebesar 0,126% Sedangkan
nilai alkali bebas terendah adalah pada volume alkali 20 ml waktu pengadukan
180 menit yaitu sebesar 0,056%.

Dari gambar 4.5 tersebut dapat dilihat adanya pengaruh volume alkali dan
waktu pengadukan terhadap kadar alkali bebas. Dengan semakin bertambahnya
waktu pengadukan dapat menyebabkan turunnya kadar alkali bebas pada sabun

Universitas Sumatera Utara


yang dihasilkan. Sedangkan dengan semakin besarnya volume alkali reaksi
penyabunan menyebabkan kadar alkali bebas pada sabun meningkat. Hal ini
disebabkan oleh semakin lamanya pengadukan maka waktu interaksi antara
minyak dengan alkali akan semakin besar, maka reaksi akan mendekati
kesetimbangan sehingga kadar alkali bebas pada sabun akan berkurang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijana, dkk., (2009), kadar
alkali bebas memiliki kecenderungan akan semakin menurun akibat semakin
kecil volume alkali dan waktu pengadukan pada proses pembuatan sabun [31].

Kadar alkali bebas merupakan salah satu parameter yang sangat penting
dalam penentuan mutu suatu sabun, Karena nilai kadar alkali bebas menentukan
kelayakan sabun cair untuk digunakan sebagai sabun mandi. Jika kadar alkali
bebas pada sabun melebihi standar yang telah ditetapkan dapat menyebabkan
iritasi pada kulit, seperti kulit luka dan mengelupas [34].

Sabun hasil penelitian memiliki kadar alkali bebas antara 0,126 – 0,056
% dan standar kadar alkali bebas menurut SNI adalah ≤ 0,14% [17]. Dari hasil
penelitian yang sesuai dengan SNI adalah pada volume alkali 20 ml dengan
waktu pengadukan 180 menit yaitu sebesar 0,056%.

Universitas Sumatera Utara


4.5 Hasil Analisa Kadar Kalium menggunakan Scanning Electrone Microscope
– Energy Dispersive X-ray spectroscopy(SEM-EDX)
Pada penelitian yang telah dilakukan, ekstrak abu kulit buah kelapa dianalisis dengan
Scanning Electrone Microscope-Energy Dispersive X-ray spectroscopy (SEM-EDX)
untuk mengetahui kandungan kalium. Hasilnya diberikan pada gambar 4.7 berikut.
cps/eV

1.0

0.8

K
O
0.6 C Ni Al K Na Si Ca

0.4

0.2

0.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
keV

Gambar 4.6 Hasil Analisa Kandungan Kalium dengan Scanning Electrone Microscope-
Energy Dispersive X-ray spectroscopy (SEM-EDX)

Universitas Sumatera Utara


Metode SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar
elektron berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati
sampel dan kemudian mendeteksi secondary electron dan backscattered electronyang
dikeluarkan. ‘Secondary electron’ berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan
memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi unsur
dalam sampel. Backscattered electron terlepas dari daerah sampel yang lebih dalam dan
memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel.
Peristiwa tumbukan berkas sinar electron, yaitu ketika memberikan energi pada
sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari atom-
atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tebaran energi spectrometer
dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel.
Dari gambar 4.6 diatas, dapat kita lihat hasil analisa kandungan kalium
menggunakan Scanning Electrone Microscope-Energy Dispersive X-ray spectroscopy
(SEM-EDX) pada ekstrak abu kulit buah kelapadiperoleh sebesar 42,86%. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada abu kulit buah kelapamengandung unsur alkali yang cukup
tinggi yang dapat diaplikasikan untuk pembuatan sabun cair..

Universitas Sumatera Utara


4.6 Hasil Uji Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) Alkali dari Kulit Buah
Kelapa
Karakteristik AAS alkali dari kulit buah kelapa dilakukan untuk
mengidentifikasi kandungan kalium yang ada pada kulit buah kelapa. Dari hasil
analisa AAS yang dilakukan diperoleh persentase kalium yang ada pada kulit
buah kelapa sebesar 38,9 %.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Nilai kadar keasaman (pH) yang terbaik pada penelitian ini diperoleh pada
volume alkali 20 ml dan waktu pengadukan 180 menit yaitu sebesar 9.
2. Densitas sabun yang sesuai dengan SNI adalah pada volume alkali 20 ml dengan
tanpa pengadukan yaitu 1,076 gr/ml dan pada volume alkali 25 ml, dan 20 ml
dengan masing-masing tanpa waktu pengadukan dan 30 menit yaitu 1,129 gr/ml.
3. Nilai bilangan penyabunan yang terbaik pada penelitian ini diperoleh pada
volume alkali 35 ml dengan tanpa pengadukan yaitu berturut-turut sebesar 205,4.
4. Nilai kadar alkali bebas pada sabun yang terbaik adalah pada volume alkali 20
ml dengan waktu pengadukan 180 menit yaitu sebesar 0,056% .
5. Ditinjau dari nilai ekonomisnya, limbah kulit buah kelapa dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun natural.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah:
1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan variasi pada perbandingan
antara minyak dan waktu reaksi agar diperoleh hasil yang lebih baik.
2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan perendaman lebih lama
terhadap abu yang telah dilarutkan dengan aquadest dan pada saat proses
ekstraksinya sebaiknya dilakukan dengan pemanasan.
3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan variasi pada analisa yang
dilakukan pada proses pembuatan sabun seperti analisa daya busa.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

[1] Naomi, Phatalina, Anna M Lumban Gaol dan M Yusuf Toha. 2013.
Pembuatan Sabun Lunak dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau dari
Kinetika Reaksi Kimia.Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 19.
[2] Aiwize.E.A dan J.I. Achebo. 2012. Liquid Soap Production With Blends
of Rubber Seed Oil (RSO) and Palm Kernel Oil (PKO) with Locally
Sourced Caustic Potash (KOH). Nigerian Journal of Technology. Vol.
3, No 1, pp. 63- 67.
[3] Sucipto, Irzaman, Tun Tedja Irwadi, Anas Mifta Fauzi. 2011. “Potential
of Conductence Measurment for Lard Detection”. International Journal
of Basic & Applied Science. IJBAS-IJENS. Vol:11 No:05.
[4] Kaltsum, U.B., Dosumu, O.O.,Oladipo, E. and Agunbiade, F.O. 2015.
Analysis of Locally Produced Soap Using Sheabutter Oil (SBO)
Blended with Palm Kernel Oil (PKO). Nigerian Journal of Science. Vol.
38 19 – 24.
[5] Ogundrian, Mary B.; Babayemi, J.O.; dan Nzeribe, Chima G.. 2011.
Determination of Metal Content and an Assessment of the Potential Use
of Waste Cashew Nut Ash (CNSA) as a Source For Potash Production.
BioResources, Vol. 6, No. 1, Hal.529-536
[6] Ritonga, Muhammad Yusuf, Doni Hermanto Sihombing dan Allen
Rianto Sihotang. “Pemanfaatan Abu Kulit Buah Kelapa sebagai Katalis
pada Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit Menjadi Metil Ester.”
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara, Medan: 2013
[7] Doloksaribu, Rommel. 2010. “Pengarh Konsentrasi Starter
Saccharomyces cereviceae dan Waktu Fermentasi Terhadap Hasil
dan Mutu Minyak Kelapa Virgin Coconut Oil. Program Magister
Biologi. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
[8] Oyegbado, C.O., Iyagbe E.T., dan Offor O.J.2002. Solid Soap

Universitas Sumatera Utara


Production Using Plantain Peel Ash as Source of Alkali. Journal of
Applied Science and Environmental Management, Vol. 6,No. 1, Hal.
73-77. JASEM
[9] Nurhadi, Siely Cicilia. 2012. “Pembuatan Sabun Mandi Gel Alami
dengan Bahan Aktif Mikroalga Chlorella Pyrenoidosa Beyerinck dan
Minyak Atsiri Lavandula Latifolia Chaix”, Tugas Akhir, Program Studi
Teknik Industri, Universitas Ma Chung, Malang.
[10] Ekke, U.B Dossumu, Oladipo dan Agunbiade. 2004. Analysis of
Locally produced Soap using Sheabutter Oil (SBO) Blended with Palm
Kernel Oil (PKO). Nigerian Journal of Science. Vol. 38. 19-24.
[11] Widyasari, Amalia.. 2010. “Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan
Konsenstrasi Gliserin terhadap Mutu Sabun Transparan”, Skripsi,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[12] Tambun, Rondang. 2006. “Buku Ajar Teknologi Oleokimia.”
Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan, hal 98.
[13] Badan Standarisasi Nasional 2005.SNI.06-4085.2005. Standarisasi
Nasional Indonesia Produk Sabun. Diakses tanggal 20 Oktober 2015
[14] Badan Pusat Statistik. 2014. “Statistik Padi Indonesia, 2000 -
2014.”www.bps.go.id. Diakses pada 9 Oktober 2015.
[15] BPS., 2012., “Badan Pusat Statistik Sabun di Indonesia”, 13 Septermber
2015.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_su
byek= 55&notab=
[16] Taufik, Fauzan. 2011. Studi Perbandingan Campuran Minyak Pal
Oil/Palm Stearin/ Palm Karnel Oil Terhadap Keretakan sabun Mandi
Padat. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuna
Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.
[17] Archita, Permatasari. Farichan Mansur. 2011. Pabrik Sabun Padat dari
RBDPS dan CNO Menggunakan Proses Sapnifikasi Trigleserida Secara
Kontinyu. Departemen Teknik Kimia. Institut Teknologi Sepuluh
November.
[18] Rozi, Muhammad. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Transparan
Minyak Atsiri Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dengan Cocamid DEA

Universitas Sumatera Utara


sebagai Surfaktan. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiah
Surakarta; Surakarta.
[19] Intan Afrilia, Aidil Saputra, Rikardo JGST Gultom, dan Aulia
Cahirunnisa, 2015. Pembuatan Sabun Transparan Non Alkohol dari
Palm Kernel Oil (PKO) dan Minyak Jarak (Castor Oil) dengan
kapasitan Produksi 50.000 Ton/ Tahun. Departemen Teknik Kimia.
Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. Medan
[20] Astuti, Dwi Hery dan Sani. 2012. “Pemanfaatan Minyak Biji Mimba
dari Biji Mimba sebagai Bahan Pembuatan Sabun dengan Proses Semi
Boiled”, Seminar Nasional Teknik Kimia Soebardjo Brotohardjono IX,
Program Studi Teknik Kima UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya, hal
D.12-2 – D.12-3.
[21] Retnowati, Diah S, Andri C. Kumoro, Ratnawati, Catarina S. Budiyati.
2013. Pembuatan dan Karakterisasi Sabun Susu dengan Proses Dingin.
Jurnal Rekayasa Proses. Vol:7 No:2
[22] Sucipto, Irzaman, Tun Tedja Irwadi, Anas Mifta Fauzi. 2011. “Potential
of Conductence Measurment for Lard Detection”. International Journal
of Basic & Applied Science. IJBAS-IJENS. Vol:11 No:05.
[23] Babayemi, J.O., Dauda, K.T., Nwude, D.O., and Kayode, A.A.A.,
“Evaluation of the Composition and Chemistry of Ash and Potash from
Various Plant Materials”, Journal of Applied Sciences, 1-4, ISSN
1812-5654, 2010.
[24] Luduena, Leandro, Diana Fasce, Vera A Alvarez and Pablo M, Stefani.,
“ Nanocellulose from Rice Husk Following Alkaline Treatment to
Remove Silica”, BioResources, 6(2), 1440 – 1453, 2011.
[25] Ogunsuyi.H.O, C.A. Akinnawo., “Quality Assessment of Soaps
Produced from Palm Bunch Ash-Derived Alkali and Coconut Oil”,
Journal Application Science Environment Management, Vol.6 (4), hal
363 – 366, 2012.
[26] Sijabat, Lisbeth Dameriahni. Skripsi: “Pembuatan Papan Partikel
Berbahan Dasar Sabut Kelapa (Cocos nucifera L.).” Program Studi
Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Universitas Sumatera Utara


Medan: 2016.
[27] Lase, Iwan Berkat Selamat. Skripsi: “Pemanfaatan Tepung Ampas
Kelapa (Cocos Nucifera L.) Fermentasi Terhadap Performans Kelinci
Rex Jantan Lepas Sapih.” Program Studi Peternakan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan: 2016.
[28] Siregar, Ahmad Ridhoan. Skripsi: “Analisis Kadar Bioetanol dari
Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Sabut Kelapa (Cocos Nucifera)
dengan Variasi Lama Fermentasi.” Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara,
Medan: 2016.
[29] Ahmadi, Kurniasih Yeti, Maripa Baiq Risni, 2013. “Pengaruh
Konsentrasi NaOH Terhadap Kualitas Sabun Padat Dari Minyak Kelapa
(Cocos Nucifera) yang Ditambahkan Sari Bunga Mawar (Rosa L.).
Pendidikan Kimia. FPMIPA.IKIP Mataram.
[30] Toba M Yusuf, Gaol Anna M Lumban, Naomi Phatalina. 2013.
“Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau Dari
Kinetika Reaksi Kimia”. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik.
Universitas Sriwijaya. Jurnal Teknik kimia No. 2, Vol. 19.
[31] Wijana, Susinggih and T. Harnawati, “Study Pembuatan Sabun Mandi
Cair Dari Daur Ulang Minyak Goreng Bekas (Kajian Lama Pengadukan
Dan Rasio Air : Sabun Terhadap Kualitas)”.J. Teknol. Peratian, vol. 10,
no. 1 (2009), pp. 54-6.
[32] Kurnia, Farid and Ibnu Hakim, “Pembuatan Sabun Cair dari Minyak
Jarakdan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Nilai Paasar Soda Q”. J.
Tek. Kim. 2010.
[33] Usmania, Diah Irma Ayu and Pertiwi Widya Rahma. “ Pembuatan Sabun
Transparan dari Minyak Kelapa Murni”. Skripsi. Program Sarjana
Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012.
[34] Sari, Tuti Indah, Evy Herdiana, Triana Amelia. “Pembuatan VCO
Dengan Metode Enzimatis Dan Konversinya Menjadi Sabun Padat
Transparan”. J. Tek. Kimia., 17, no. 3 (2010), pp. 50-58.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN A

DATA HASIL PERCOBAAN

LA.1 DATA HASIL PERCOBAAN PEMBUATAN SABUN

Berikut merupakan data hasil percobaan pembuatan sabun dengan berbagai


variable:
Tabel LA.1 Data Hasil Percobaan Pembuatan Sabun
Volume Volume Waktu Keasaman Densitas Bilangan Kadar
Minyak Alkali Pengadukan (pH) (gr/ml) Penyabunan Alkali
(ml) (ml) Bebas
30 20 0 11 1.076 200.6 0.1
30 25 0 10 1.129 203.5 0.1
30 30 0 10 1.150 204,5 0.1
30 35 0 10.8 1.225 205,4 0.1
30 20 30 9.8 1.129 199.7 0.09
30 25 30 9.8 1.150 200.6 0.1
30 30 30 10.8 1.225 203.5 0.1
30 35 30 10.8 1.300 204.5 0.1
30 20 60 9.7 1.150 199.7 0.08
30 25 60 9.7 1.225 199.7 0.09
30 30 60 10.7 1.300 200.6 0.09
30 35 60 10.8 1.332 203,5 0.1
30 20 120 9.4 1.225 197.8 0.07
30 25 120 9.6 1.300 199.7 0.08
30 30 120 10.7 1.332 199.7 0.08
30 35 120 10.8 1.342 200.6 0.09
30 20 180 9 1.300 197.8 0.05
30 25 180 9.4 1.332 199.7 0.07
30 30 180 10.7 1.342 200.6 0.07
30 35 180 10.7 1.395 200.6 0.08

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

LB.1 PERHITUNGAN DENSITAS SABUN

1. Aquadest
Berat aquadest = berat piknometer berisi air – berat piknometer kosong
= 33,8 – 24,2
= 9,6 gram
Densitas aquadest pada suhu 29 oC adalah 1,023 gr/ml

2. Densitas sabun
RUN I
Berat piknometer kosong = 24,2 gram
Berat piknometer berisi sampel = 34,3 gram
Berat sampel = berat piknometer berisi sampel – berat piknometer kosong
= 34,3 – 24,2
= 10,1 gram

Densitas sampel = x densitas air

,
= x 1,023 gr/ml
,

=1,076 gr/ml

Universitas Sumatera Utara


LB.2 PERHITUNGAN BILANGAN PENYABUNAN

RUN XIII
Massa sampel (W) = 3 gram
Volume pentiter (a) = 14,3 ml
Volume blanko (b) = 35 ml
Konsentrasi konversi koefisien (Cl) = 28,05
Factor reagen (TF) = 1,006

Bilangan penyabunan= ( )

, ( , ) ,
=

= 197,8

RUN IV
Massa sampel (W) = 3 gram
Volume pentiter (a) = 13,5 ml
Volume blanko (b) = 35 ml
Konsentrasi konversi koefisien (Cl) = 28,05
Factor reagen (TF) = 1,006

Bilangan penyabunan= ( )

, ( , ) ,
=

= 205,4

Universitas Sumatera Utara


LB.3 PERHITUNGAN KADAR ALKALI BEBAS SABUN

RUN XVII

Massa sampel = 4 gram

Volume pentiter = 0,9 ml

Normalitass HCL = 0,1 N

× , ×
Kadar alkali bebas = x 100 %

, × , × ,
= x 100%
= 0,126 %

RUN XVII

Massa sampel = 4 gram

Volume pentiter = 0,4 ml

Normalitass HCL = 0,1 N

× , ×
Kadar alkali bebas = x 100 %

, × , × ,
= x 100%

= 0,056 %

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PENELITIAN

LC.1 HASIL EKSTRAKSI ALKALI DARI KULIT BUAH KELAPA

Gambar LC.1 Foto HAsil Ekstraksi Alkali Kulit Buah Kelapa

LC.2 PROSES PEMBUATAN SABUN

Gambar LC.2 Foto Proses Pembuatan Sabun

Universitas Sumatera Utara


LC.3 PROSES PEMISAHAN SABUN

Gambar LC.3 Proses Pemisahan Sabun

LC. 4 PENGUKURAN pH SABUN MENGGUNAKAN pH METER

Gambar LC.4 Foto Proses Analisa pH Sabun

Universitas Sumatera Utara


LC.5 ANALISA TITRASI SABUN

(a) (b)
LC.5 Foto Analisa (a) Sebelum Titrasi dan (b) Setelah Titrasi

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN D

HASIL UJI

LD.1 Hasil Analisis Kalium

Berikut ini adalah hasil analisis kalium menggunakan Scanning Electrone


Microscope (SEM) dari abu kulit buah kelapa:

LD.1 Hasil Analisis Kalium Menggunakan Scanning Electrone Microscope (SEM)

Universitas Sumatera Utara


Berikut ini adalah hasil analisis kalium menggunakan Energy Dispersive X-ray
spectroscopy (EDX) dari abu kulit buah kelapa:

LD.2 Hasil Analisis Kalium Menggunakan Energy Dispersive X-ray spectroscopy (EDX)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai