Anda di halaman 1dari 24

ETIKA PROFESI HUKUM

“Etika Profesi Hukum Di Indonesia”

DOSEN PENGAMPU :

H. Ilhamdi Taufik, S.H., M.H.

NAMA:

Alief Ramadhoni Pratama


(1810113018)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT karena berkat
dan rahmat-nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika Profesi Hukum
Di Indonesia”.

Shalawat beserta salam tidak lupa selalu kita ucapkan untuk junjungan nabi kita
yakni Nabi Muhamad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita
semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam
yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia yang paling besar bagi seluruh alam
semesta. Sekaligus saya menyampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya untuk
Bapak H. Ilhamdi Taufik, S.H.,M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah Etika Profesi
Hukum yang telah menyerahkan kepercayaan kepada saya guna menyelesaikan makalah
ini.

Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah memberikan
masukan dalam menyelesikan makalah ini. Saya juga menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna. Maka dari itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini berguna bagi
pembaca. Terima kasih

Hormat saya

Alief Ramadhoni Pratama


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Bahasa Yunani Kuno, Etika berarti ethos. dalam bentuk tunggal, ethos
mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat, akhlak, watak
perasaan, sikap, dan cara berpikir. Adapun dalam bentuk jamak (ta etha), artinya adalah
adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal usul kata ini, “etika” berarti ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Arti inilah yang
menjadi latar belakang terbentuknya istilah “etika” yang digunakan oleh Aristoteles (384
– 322 SM) untuk menunjukan filsafat moral. Etika secara lebih detail merupakan ilmu
yang membahas moralitas atau manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.

Perkataan etika di Indonesia sering diartikan sebagai “susila” atau “kesusilaan”,


yaitu perbuatan yang baik atau perbuatan yang beradab sebagai akhlak manusia. Apabila
didasarkan pada kaidah Islam, etika adalah bagian dari akhlak manusia karena akhlak
bukanlah sekedar menyangkut Perilaku yang bersifat lahiriah semata, melainkan juga
mencakup hal – hal yang lebih kompleks, yaitu bidang akidah, ibadah, dan syariat.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah sebagai berikut:

1. Peristilahan Dan Hakikat Makna Etika.


2. Hakikat Profesi Dan Nilai Moral Pengemban Profesi.
3. Profesi Hukum.
4. Hakikat, Makna, dan Tujuan Kode Etik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peristilahan dan Hakikat Makna Etika

Pembicaraan tentang etika bagi setiap profesi termasuk profesi hukum berkaitan
dengan norma kehidupan antar manusia, yang sangat erat hubungannya dengan hak
asasi manusia (human rights), hak asasi manusia adalah hak dasar anugerah Tuhan yang
melekat sejak lahir. Esensi etika adalah norma hidup antar manusia supaya manusia yang
satu memperlakukan manusia lainnya sebagai manusia. Demikian juga sebaliknya.

Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, dari kata “Ethikos, etos” yang berarti adat,
kebiasaan, praktik. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari
bentuk jamak inilah terbentuk kata Etika yang oleh filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC)
sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Berdasarkan asal usul kata ini, maka
etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau, ilmu tentang adat kebiasaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjunya disebut KBBI) Etika adalah ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
Moral merupakan landasan dan patokan bertindak bagi setiap orang dalam kehidupan
sehari-hari ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam lingkungan
keluarga dan yang terpenting moral berada pada batin dan atau pikiran setiap insan
sebagai fungsi kontrol untuk penyeimbang bagi pikiran negatif yang akan direalisasikan.

Moral sebenarnya tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya, setempat yang
diyakini kebenarannya. Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai
manusia. Hal tersebut akan lebih mudah kita pahami manakala mendengar orang
mengatakan perbuatannya tidak bermoral. Perkataan tersebut mengandung makna
bahwa perbuatan tersebut dipandang buruk atau salah karena melanggar nilai-nilai dan
norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat.

Jadi kata etika dipakai dalam dua pengertian, yaitu:


1. Sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang diterima sebagai pegangan bagi
perilaku masyarakat. Dalam hal ini etika sama artinya dengan moral atau
moralitas, seperti dalam ungkapan “hal itu tidak etis”.

2. Etika adalah ilmu. Etika adalah studi tentang moralitas dan etika dalam arti
pertama. Etika mempelajari kehidupan baik dan buruk dalam arti moral dan
menentukan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

Di sisi lain, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika khusus
selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Pembedaan etika
menjadi etika umum dan etika khusus ini dipopulerkan oleh Magnis Suseno dengan istilah
etika deskriptif. Lebih lanjut Magnis Suseno menjelaskan bahwa etika umum membahas
tentang prinsip-prinsip dasar dari moral, seperti tentang pengertian etika, fungsi etika,
masalah kebebasan, tanggung jawab, dan peranan suara hati. Di lain pihak, etika khusus
menerapkan prinsip-prinsip dasar dari moral itu pada masing-masing bidang kehidupan
manusia. Adapun etika khusus yang individual memuat kewajiban manusia terhadap diri
sendiri sedangkan etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai
anggota umat manusia.

Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau pelbagai pendekatan
ilmiah tentang tingkah laku manusia. Ada 3 pendekatan ilmiah tentang moralitas yaitu,
etika deskripsi, etika Normatif dan Metaetika.

1. Etika Deskriptif
Mempelajari dan menguraikan atau mempelajari moral sesuatu masyarakat,
kebudayaan dan bangsa tertentu dalam suatu periode sejarah ia melukiskan adat
istiadat, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan
dan dilarang.

2. Etika Normatif
Secara sistematis berusaha menyajikan serta membenarkan suatu sistem moral. Disini
para ahli tidak bertindak sebagai penonton netral , seperti dalam etika deskriptif tapi
ia melibatkan diri dengan memberikan penilaian tentang perilaku manusia.

3. Metaetika
Erat hubungannya dengan etika normatif. Sampai tahap tertentu etika normatif dan
etika deskriptif mencakup juga kegiatan metaetika. Metaetika adalah studi tentang
etika normatif, ia terkadang disebut etika analitis , karena ia menganalisa. Metaetika
mengkaji makna istilah-istilah moral dan logika dari penalaran moral.

Dan selanjutnya, pada dasarnya etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku
manusia agar bisa mencapai tujuan hidupnya. Fungsi utama etika yaitu untuk membantu
kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan berbagai moralitas yang
mungkin membingungkan bagi seseorang. Fungsi ini berangkat dari rumusan etika adalah
pemikiran sistematis tentang moralitas, dan dihasilkannya secara langsung bukan
kebaikan, melainkan sesuatu pemikiran yang lebih mendasar dan kritis.

Fungsi etika juga memegang peranan penting. Pendidikan profesional tidak


lengkap tanpa pendidikan mengenai tanggung jawab dan etika profesional tersebut.
Menurut Magnis Suseno etika adalah pemikiran sistemmatis tentang moralitas ,dan yang
dihasilkan secara langsung bukan kebaikan melainkan suatu pengertian yang lebih
mendasar dan kritis F.Magnis Suseno menyatakan ada empat alasan yang melatar
belakanginya.
1. Etika dapat membantu dalam mengali rasionalitas dan moralitas agama,seperti
mengapa Than memerintahkan ini bukan itu

2. Etika membantu dalam meng interpretasikan ajaran agama yang saling


bertentangan

3. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah


masalah baru dalam kehidupan manusia

4. Etika dapat membantu mengadakan diaolog antar agama karena etika


mendasarkan pada rasionallitas bukan wahyu.

B. Hakikat Profesi Dan Nilai Moral Pengemban Profesi

kata profesi dan profesional dalam perkataan sehari-hari diartikan sebagai suatu
bentuk “pekerjaan tetap” yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh nafkah, baik
secara legal maupun tidak. Jadi, kata “profesi” diartikan sebagai suatu pekerjaan
(okupasi) untuk memperoleh uang.

Profesi dalam arti yang lebih teknis adalah suatu kegiatan tertentu. Untuk
memperoleh nafkah yang dilaksanakan berdasarkan suatu keahlian, yang berkaitan
dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi.Keahlian dalam profesi dapat
diperoleh, melalui pengalaman, proses belajar di lembaga pendidikan tertentu, latihan-
latihan secara intensif, atau perpaduan dari ketiganya.

Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan


yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang
rumit dari manusia. Pemakaian dengan cara yang benar akan keterampilan dan keahlian
tinggi, hanya dapat dicapai dengan adanya penguasaan pengetahuan dengan ruang
lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah, dan lingkungan
hidupnya, serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok
anggota yang menyandang profesi tersebut.

Dari pengertian ini, dapat diartikan okupasi atau pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang melalui proses tersebut adalah profesional, sedangkan orang yang melakukan
pekerjaan (okopasi) tanpa didasari oleh pengalaman dan proses pendidikan serta latihan-
latihan secara intensif hanya dapat dikatakan sebagai amatir atau sebagai suatu
pekerjaan yang dilakukan secara sambilan.

Selain itu, profesi adalah pekerjaan pelayanan yang menerapkan seperangkat


pengetahuan sistematika ilmu, pada masalah-masalah yang sangat relevan bagi nilai-nilai
utama masyarakat. Masyarakat awam tidak mampu menilai karya profesional. Oleh
karena itu, dibutuhkan pengendalian diri secara individual bagi para pengemban profesi
untuk tetap berpcgang kuat pada nilai-nilai dan norma-norma yang menjiwai tugas para
pengemban profesi.

Nilai-nilai dan norma ini kemudian diinstitusionalisasikan dalam struktur dan kultur
dari profesi yang bersangkutan sehingga pengendalian secara individual diperkuat oleh
pengawas formal dan informal olch komunitas sejawat sebagai imbalan masyarakat
memberikan keistimewaan (privilege) dan melindungi otonomi profesi terhadap
pengawasan dan campur tangan awam. Dari uraian tersebut pada hakikatnya profesi
dijalankan dengan menerapkan pengetahuan ilmiah dalam bidang tertentu, dihayati
sebagai suatu panggilan hidup, serta terikat pada etika umum dan etika khusus (etika
profesi) yang bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama manusia.

Profesi dapat juga dikatakan sebagai suatu fungsi kemasyarakatan tertentu yang
perwujudannya memasyarakatkan disiplin ilmu – ilmu tertentu. Dari pengertian ini, ada
lima sistem okupasi yang dapat dikualifikasi sebagai profesi, yaitu:
1. Ketuhanan, ulama;
2. Kedokteran;
3. Hukum;
4. Jurnalistik
5. Pendidikan

Kelima sistem okupasi tersebut berkaitan langsung dengan martabat manusia,


dalam keutuhan berupa relasi dengan yang transenden, kepatian hukum, yang
berkeadilan, indormasi yang relevan, dan solidaritas yang dinamis dan kreatif.

C. Profesi Hukum

Profesi hukum merupakan salah satu dari sekian profesi lain, misalnya profesi
dokter, profesi teknik, dn lain-lain. Profesi hukum mempunyai ciri tersendiri, karena
profesi ini sangat bersentuhan langsung dengan kepentingan manusia yang lazim disebut
dengan klien.

Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional dan fungsional,


memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan pengabdian yang tinggin
karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan sesama anggota masyarakat,
bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan
kode etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, mereka
harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik.
Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang akan mengoreksi
pelanggaran kode etik.
a. Nilai Moral Profesi Hukum
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai
moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan
mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral
yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang
mendasari kepribadian profesional hukum.

1. Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum
mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya.
Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani
atau secara cuma-cuma
b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter,
tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.

2. Otentik
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya,
kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
a. tidak menyalahgunakan wewenang;
b. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan
tercela;
c. mendahulukan kepentingan klien;
d. berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata
menunggu atasan;
e. tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
3. Bertanggung Jawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya
:
a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk
lingkup profesinya ;
b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara
cuma-cuma (prodeo);
c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
kewajibannya.

4. Kemandirian Moral
Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti
pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan
mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh
pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih),
penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.

5. Keberanian Moral
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan
kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain :
a. menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;
b. menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.

b. Etika Profesi Hukum


Dari hasil uraian diatas dapat kita rumuskan tentang pengertian etika profesi
hukum sebagai berikut : Ilmu tentang kesusilaan, tentang apa yang baik dan apa yang
buruk, yang patut dikerjakan seseorang dalam jabatannya sebagai pelaksana hukum dari
hukum yang berlaku dalam suatu negara. sesuai dengan keperluan hukum bagi
masyarakat Indonesi dewasa ini dikenal beberapa subyek hukum berpredikat profesi
hukum yaitu : Polisi, Jaksa, Penasihat hukum (advokad, pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi.

Seluruh sektor kehidupan, aktivitas, pola hidup, berpolitik baik dalam lingkup mikro
maupun makro harus selalu berlandaskan nilai-nilai etika. Urgensi etika adalah, pertama,
dengan dipakainya etika dalam seluruh sektor kehidupan manusia baik mikro maupun
makro diharapakan dapat terwujud pengendalian, pengawasan dan penyesuaian sesuai
dengan panduan etika yang wajib dipijaki, kedua, terjadinya tertib kehidupan
bermasyarakat, ketiga, dapat ditegakan nilai-nilai dan advokasi kemanusiaan, kejujuran,
keterbukaan dan keadilan, keempat, dapat ditegakkannya (keinginan) hidup manusia,
kelima, dapat dihindarkan terjadinya free fight competition dan abus competition dan
terakhir yang dapat ditambahkan adalah penjagaan agar tetap berpegang teguh pada
norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat sehingga tatanan kehidupan dapat
berlangsung dengan baik.

Urgensi atau pentingnya ber'etika sejak jaman Aristoteles menjadi pembahasan


utama dengan tulisannya yang berjudul " Ethika Nicomachela". Aristoteles berpendapat
bahwa tata pegaulan dan penghargaan seorang manusia, yang tidak didasarkan oleh
egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan pada hal-hal yang altruistik,
yaitu memperhatikan orang lain. Pandangan aristoles ini jelas, bahwa urgensi etika
berkaitan dengan kepedulian dan tuntutan memperhatikan orang lain. Dengan berpegang
pada etika, kehidupan manusia manjadi jauh lebih bermakna, jauh dari keinginan untuk
melakukan pengrusakan dan kekacauan-kekacauan.

Berlandaskan pada pengertian dan urgensi etika, maka dapat diperoleh suatu
deskripsi umum, bahwa ada titik temu antara etika dan dengan hukum. Keduanya
memiliki kesamaan substansial dan orientasi terhadap kepentingan dan tata kehidupan
manusia. Dalam hal ini etika menekankan pembicaraannya pada konstitusi soal baik
buruknya perilaku manusia. Perbuatan manusia dapat disebut baik, arif dan bijak
bilamana ada ketentuan secara normatif yang merumuskan bahwa hal itu bertentangan
dengan pesan-pesan etika. Begitupun seorang dapat disebut melanggar etika bilamana
sebelumnya dalam kaidah-kaidah etika memeng menyebutkan demikian. Sementara
keterkaitannya dengan hukum, Paul Scholten menyebutkan, baik hukum maupun etika
kedua-duanya mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia sebagai
manusia, yaitu ada aturan yang mengharuskan untuk diikuti, sedangkan di sisi lain ada
aturan yang melarang seseorang menjalankan sesuatu kegiatan, misalnya yang
merugikan dan melanggar hak-hak orang lain. Pendapat Scholten menunjukan bahwa
titik temu antara etika dengan hukum terletak pada muatan substansinya yang mengatur
tentang perilaku-perilaku manusia. apa yang dilakukan oleh manusia selalu mendapatkan
koreksi dari ketentuan-ketentuan hukum dan etika yang menentukannya. ada keharusan,
perintah dan larangan, serta sanksi-sanksi.

Kode etik Profesi Hukum


Etika atau kode etik profesi hukum adalah norma moral yang harus ditaati oleh
mereke yang berprofesi dibidang hukum. Untuk membuat hukum yang baik diperlukan
oleh orang-orang yang memiliki moral dan etika yang baik. Demikian juga untuk
melaksanakan dan penegakkannya. Beberapa contoh bidang-bidang profesi penegak
hukum antara lain:

1. Kode etik Hakim


Kode etik profesi hakim adalah norma etika yang berlaku dan harus ditaati oleh hakim,
organisasi ini dibuat oleh organisasi mereka yang berprofesi sebagai hakim, yaitu
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), dalam munas IKAHI VIII di Bandung tanggal 30
Maret 2001 diputuskan profesi kode etik hakim Indonesia. Dalam kode etik tersebut
antara lain dinyatakan:
1. Kode etik profesi hakim dan pedoman tingkah laku
2. Maksud dan tujuan
3. Sifat hakim
4. Sikap hakim
5. Kewajiban dan larangan hakim
6. Komisi Kehormatan profesi hakim
7. Sanksi
8. Pemeriksaan

2. Kode etik Jaksa


Sebagai pelengkapan dari pembinaan dan etika profesi sebagai jaksa berdasarkan
Keputusan Jaksa Agung Nomor: Kep/074/j.a.7/1978 tanggal 17 Juli 1978 disahkan
Panji Adhyaksa. Panji ini merupakan perangkat kejaksaan, lambang kebanggaan
korps, lambang cita-cita kejaksaan dan pengikat jiwa korps kejaksaan. Pada panji
tersebut terdapat lambang korps kejaksaan.

Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai
luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila
nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang
memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya.
Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.

Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum, adalah tepat


jika setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan keberadaan
institusinya, sehingga dari perenungan ini, diharapkan dapat muncul kejaksaan yang
berparadigma baru yang tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan, sehingga
kejaksaan tetap mengenal jati dirinya dalam memenuhi panggilan tugasnya sebagai
wakil negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang penegakan hukum.

Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta


disiplin tinggi guna melaksanakan tuigas penegakan hokum dalam rangka
mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka dikeluarkanlah kode prilaku jaksa
sebagaimana tertuang dalam peraturan jaksa agung RI (PERJA) No. : Per-
067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007.
Dalam kode perilaku jaksa antara lain disebut:
1. Kewajiban pasal (3)
2. Mentaati kaidah hokum, peraturan perundang-undang dan peraturan kedinasan
yang berlaku.
3. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan asas peradilan
yang diatur dalam KUHAP.
4. Berdasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan
kebenaran.
5. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan/ ancaman, opini public secara
langsung atau tidak langsung.
6. Bertindak secara objektif dan tidak memihak.
7. Memberitahukan dan atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh
tersangka/terdakwa maupun korban.
8. Membangun dan memelihara hubungan antara aparat penegak hokum dan
mewujudkan system peradilan pidana terpadu.
9. Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi
atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau financial atau
mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung.
10. Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan.
11. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Menghormati dan melindungan hak-hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan
sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undang dan instrument
hak asasi manusia yang diterima secara universal.
13. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana.
14. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan.
15. Yang bertanggung jawab secara eksternal kepada public sesuai dengan kebijakan
pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran.
Larangan (pasal 4)
Dalam menjalankan tugas profesi jaksa dilarang:
1. Menggunakan jabatan dan atau kekuasaanya untuk kepentingan pribadi atau
pihak lain.
2. Merekayasa fakta-fakta hokum dalam penanganan perkara.
3. Menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik
atau dan psikis.
4. Meminta dan atau menerima hadiah dan atau keuntungan serta melarang
keluarganya meminta dan atau menerima hadiah dan atau keuntungan
sehubungan dengna jabatannya.
5. Menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau
mempunyai hubungan pekerjaan, partai, atau financial atau mempunyai nilai
ekonomis secara langsung atau tidak langsung.
6. Bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun.
7. Membentuk opini public yang dapat merugikan kepentingan kepenegakan hukum.
8. Memberikan keterangan kepada public kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara
yang ditangani.

Sanksi
Jaksa yang melanggar akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pasal 5, yaitu;
(1) Pelanggaran yang dilakukan oleh Jaksa terhadap Kode Perilaku Jaksa dapat
berupa tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang
dilarang. Jaksa yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan
perbuatan yang dilarang dapat dijatuhi tindakan administratif.
(2) Penjatuhan tindakan administratif kepada Jaksa berdasarkan Kode Perilaku
Jaksa tidak menghapuskan pemberian sanksi pidana, antara lain
berdasarkan KUHP, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dsb;
pemberian sanksi berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan dan turunannya
serta pemberian hukuman disiplin pegawai negeri berdasarkan PP 30 Tahun
1980.
(3a) Tindakan administratif berupa pembebasan dari tugas-tugas Jaksa berarti
pencabutan segala wewenang yang melekat pada fungsi Jaksa.
(3b) Tindakan administartif berupa pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang
lain maksudnya adalah pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang
kelasnya lebih rendah paling singkat selama 1 (satu) tahun, dan paling
lama 2 (dua) tahun. Setelah masa menjalani tindakan administratif selesai,
maka Jaksa yang bersangkutan dapat dialihtugaskan lagi ketempat yang
setingkat dengan pada saat sebelum menjalani tindakan administrative.

3. Kode Etik Advokat


Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang
menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan
peraturan perundang-undangan. Hak Imunitas Advokat adalah hak advokat yang
tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas
profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang
pengadilan. Hak atas informasi dalam menjalankan profesinya advokat berhak
memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah
maupun pihak lain yang berkaitan untuk pembelaan kepentingan lainnya.

Advokat dalam menjalankan tugas dilarang membeda-bedakan karena jenis


kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
Advokat tidak dapat diidentikan dengan kliennya dalam membela perkara kliennya.

Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui dari kliennya, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang. Advokat berhak atas kerahasian hubungannya
dengan klien, termasuk perlindungan atas dokumennya terhadap penyitaan atau
pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik.
Advokat juga wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan
oleh klien, dan tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara
advokat dan kliennya.
Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan
tugas dan martabat profesinya. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang
meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau
mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
Advokat yang menjadi pejabat negara tidak melaksanakan tugas profesi advokat
selama memangku jabatan tersebut.

4. Kode Etik Notaris


Dasar hukum mengenai keberadaan Notaris/lembaga notariat terdapat pada Buku
Ke-empat KUH Perdata tentang Pembuktian dan Kedaluwarsa. Dikenal adanya alat
bukti tertulis, alat bukti tertulis yang paling kuat adalah berbentuk akta otentik.

Yang dimaksudkan dengan akta otentik (Pasal 1868 KUH Perdata) adalah suatu
akta yang didalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh
atau dihadapan pegawai-pegawai / pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat
dimana akta dibuat.

Pejabat yang berwenang membuat akta otentik ini ditentukan, dengan undang-
undang. Notaris diatur dalam NOTARIS REGLEMENT S. 1860 No. 3 yang
menggantikan Instructie voor Notarissen in Indonesia S. 1822 No. 11. Yang disebut
NOTARIS adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh
suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan, dikehendaki untuk dinyatakan
dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan
prosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu
peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan pada pejabat atau orang-
orang lain.
Inti tugas Notaris sebagai Pejabat Umum adalah mengatur secara tertulis dan
autentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta
jasa-jasa notaris, yang pada asasnya sama dengan tugas hakim memberi putusan
tentang keadilan para pihak yang bersengketa.

Notaris merupakan jabatan bebas dari pengaruh tekanan, maka jabatan notaris
diangkat oleh kepala negara. Notaris dalam membuat grosse akta tertentu
dicantumkan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” ini
membawa konsekwensi mempunyai kekuatan eksekutorial.

D. Hakikat, Makna, dan Tujuan Kode Etik

Sering kali kita mendengar tentang istilah kode etik, akan tetapi terkadang masih belum
kita ketahui arti kode etik yang sesungguhnya. Kode etik merupakan suatu sistem norma, nilai
serta aturan profesional secara tertulis yang dengan tegas menyatakan hal baik dan juga benar,
serta apa yang tidak benar dan juga tidak baik bagi profesional. Secara singkat pengertian kode
etik adalah suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis di dalam melakukan suatu kegiatan
ataupun suatu pekerjaan. Kode etik berhubungan dengan perilaku seseorang.
Pengertian kode etik lainnya adalah suatu aturan yang tertulis, secara sistematik dengan
sengaja di buat, berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada serta ketika dibutuhkan bisa
di fungsikan sebagai alat yang dapat digunakan menghakimi berbagai macam dari
tindakan yang pada umumnya dinilai menyimpang dari kode etik yang ada. Dalam
pembentukannya, kode etik tentu memiliki tujuan didalamnya yaitu,
1. Agar profesional dapat memberikan jasa dengan sebaik-baiknya kepada para
pemakai ataupun para nasabahnya.
2. Sebagai pelindung dari perbuatan yang tidak profesional.
Ketaatan dari tenaga profesional terhadap kode etik yang ada merupakan sebuah
ketaatan yang naluriah.
Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional. Sifat dan
orientasi kode etik professional meliputi:
1. Singkat;
2. Sederhana;
3. Jelas dan konsisten;
4. Masuk akal;
5. Dapat diterima;
6. Praktis dan dapat dilaksanakan;
7. Komprehensif dan lengkap;
8. Positif dalam formulasinya

Yang di orientasikan kepada rekan, profesi, badan, nasabah/pemakai, negara, dan


masyarakat

Penyelewengan/penyimpangan terhadap norma yang ditetapkan dan diterima oleh


sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya
bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata
masyarakat dinamakan pelanggaran terhadap kode etik profesi. Kode etik bagi sebuah
profesi adalah sumpah jabatan yang juga diucapkan oleh para pejabat Negara. Kode etik
dan sumpah adalah janji yang harus dipegang teguh. Artinya, tidak ada toleransi
terhadap siapa pun yang melanggarnya. Berdasarkan pengertian kode etik, dibutuhkan
sanksi keras terhadap pelanggar sumpah dan kode etik profesi. Bahkan, apabila
memenuhi unsur adanya tindakan pidana atau perdata, selayaknya para pelanggar
sumpah dan kode etik itu harus diseret ke pengadilan. Kita memang harus memiliki
keberanian untuk lebih bersikap tegas terhadap penyalahgunaan profesi .

Kita pun tidak boleh bersikap diskrimatif dan tebang pilih dalam menegakkan
hukum di Indonesia. Kode etik dan sumpah jabatan harus ditegakkan dengan sungguh-
sungguh. Profesi apa pun sesungguhnya tidak memiliki kekebalan di bidang hukum. Kita
harus mengakhiri praktik-praktik curang dan penuh manipulatif dari sebagian elite
masyarakat. Ini penting dilakukan, kalau Indonesia ingin menjadi sebuah Negara dan
Bangsa yang bermartabat. Pelanggaran kode etik profesi merupakan pelanggaran yang
dilakukan oleh sekelompok profesi yang tidak mencerminkan atau memberi petunjuk
kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi
itu dimata masyarakat.

Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki
kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan, hakim , Pelanggaran
kode etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti
melanggar hukum.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembicaraan tentang etika bagi setiap profesi termasuk profesi hukum berkaitan
dengan norma kehidupan antar manusia, yang sangat erat hubungannya dengan hak
asasi manusia (human rights), hak asasi manusia adalah hak dasar anugerah Tuhan
yang melekat sejak lahir. Esensi etika adalah norma hidup antar manusia supaya
manusia yang satu memperlakukan manusia lainnya sebagai manusia. Etika adalah ilmu
yang membahas tentang moralitas atau pelbagai pendekatan ilmiah tentang tingkah
laku manusia. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan
kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi
kebutuhan yang rumit dari manusia. Profesi hukum merupakan salah satu dari sekian
profesi lain, misalnya profesi dokter, profesi teknik, dn lain-lain. Profesi hukum
mempunyai ciri tersendiri, karena profesi ini sangat bersentuhan langsung dengan
kepentingan manusia.
DAFTAR PUSTAKA

- Nuh, Muhammad. 2011. Etika Profesi Hukum. Bandung: Pustaka Setia

- Supriadi. 2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia.


Jakarta: Sinar Grafika

- Kadir Muhammad, Abdul. 2006. Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya
Bakti

Anda mungkin juga menyukai