Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan

manusia. Dalam mencapai manusia yang sehat secara fisik, manusia harus

tahu bahwa sistem imunlah yang bekerja dalam menangkal semua penyakit

yang menyerang tubuh kita. Di dalam melindungi tubuh kita, sistem imun

memiliki kelainan-kelainan yang ada baik akibat keturunan ataupun akibat

penyakit. Salah satu kelainan tersebut adalah hemofilia.

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor

pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada

kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi

sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan

pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan

endogen maupun eksogen.

Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-

linked recessive yaitu :

 Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defesiensi atau disfungsi faktor

pembekuan VIII (F VIIIc).

 Hemofilia B (Christmas disease) akaibat defesiensi atau disfungsi F IX

(faktor Christmas)

1
 Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahn akibat

kekurangan faktor XI yang diturunkan secara autosomal recessive pada

kromosom 4q32q35.

Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekita

abad kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke-19 sejarah baru

hemofilia baru dimulai dengan dituliskannya silsilah keluarga Kerajaan

Inggris mengenai penyakit ini oleh Otta (1803). Sejak itu hemofilia

dikenal dengan kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-

linked recessive, sekitar setengah abad sebelum hukum Mandel

diperkenalkan. Selanjutnya legg pada tahun 1872 berhasil membedakan

hemofilia dari penyakit gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan

gejala klinis, yaitu berupa kelainan yang diturunkan dengan

kecenderungan perdarahan otot serta sendi yang berlangsung seumur

hidup. Pada permulaan abad 20 hemofilia masih didiagnosis berdasarkan

riwayat keluarga dan gangguan pembekuan darah. Pada tahun 1940-1950

para ahli baru berhasil mengidentifikasi defisiensi F VIII dan F IX pada

hemofilia A dan Hemofilia B. pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII

dari protein pembawanya di plasma, yitu faktor von Willebrand (F vW),

sehingga sekarang dapat dibedakan kelainan perdarahan akibat hemofilia

A dan penyakit van Willebrand. Memasuki abad 21, pendekatan

diagnostik dengan teknologi yang maju serta pemberian faktor koagulasi

yang diperlukan mampu membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas

seperti orang lainnya tanpa hambatan.

2
Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian

hemofilia A sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-

30.000 orang. Belum ada angka mengenai kekerapan di Indonesia saat ini.

Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai disbanding kasus hemofilia B,

yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras,

geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan

diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat

keluarga (Ilmu Penyakit Dalam, 2010).Berdasarkan survei yang dilakukan

oleh World Federation of Hemofilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat

257.182 penderita kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya

dijumpai 125.049 penderita hemofilia A dan 25.160 penderita hemofilia B.

Penderita hemofilia mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan

perdarahan. Penyakit von Willebrand merupakan jenis kelainan

perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia yaitu

sebesar 39.9%.

Sebagai seorang mahasiswa keperawatan, kita harus memahami

konsep dasar tentang penyakit hemofilia ini agar dapat menjadi acuan kita

dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan hemofilia dan

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan hemofilia agar tetap dapat

melakukan aktivitasnya seperti biasa.

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang kami buat maka muncul

keinginan kami sebagai calon perawat untuk membahas masalah penyakit

hemofilia guna untuk memperdalam ilmu pengetahuan mengenai penyakit

hemofilia agar dapat menjadi acuan dan konsep dasar kami untuk

melakukan asuhan keperawatan pasien dengan hemofilia.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberi tahu

kepada pembaca khususnya bagi kalangan perawat agar mengetahui

apa itu hemofilia dan apa saja asuhan keperawatan pasien dengan

hemofilia.

2. Tujuan khusus

Secara khusus dalam menyusun makalah ini adalah penulis bertujuan

untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah sistem imun & hematologi

yang telah diberikan oleh dosen pembimbing serta mahasiswa dapat

mampu :

a. Untuk mengetahui definisi hemofilia

b. Untuk mengetahui klasifikasi hemofilia

c. Untuk mengetahui etiologi hemofilia

d. Untuk mengetahui patofisiologi hemofilia

e. Untuk mengetahui manifestasi klinis hemophilia

4
D. Manfaat Penulisan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi penulis

Dapat menambah wawasan tentang penyakit hemofilia serta

memberikan bahan acuan bagi penelitian lebih lanjut terkait pencegahan

hemophilia.

2. Bagi masyarakat

Masyarakat dapat lebih mengetahui dan memahami informasi

tentang penyakit hemofilia dan cara penanganannya di masyarakat.

3. Bagi dunia pendidikan

Dapat digunakan sebagai data-data ilmiah untuk bahan

pembelajaran pelajar maupun mahasiswa mengenai penyalahgunaan obat

dextro.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Dasar Medis

A. Definisi Hemofilia

Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat

yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan

intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau

faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofilia B.

Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk

penyakit resesif terkait-X (Ginsberg,2011). Oleh karena itu, semua anak

perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit,

dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang

karier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia.

Dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu

karier), tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak

memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand,

Pettit, 2011).

Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat faktor

resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial

yang diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X (Wiwik Handayani,

2010).

6
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor

pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive

pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit

herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga

dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi

spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et al, 2010).

Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang diturunksn

dengan karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah

kelainan perdarahan kongenital terkait kromosom X dengan frekuensi

kurang lebih satu per 10.000 kelahiran. Jumlah orang yang terkena di

seluruh dunia diperkirakan kurang lebih 400.000. Hemofilia A lebih sering

dijumpai daripada hemofilia B, yang merupakan 80-85% dari keseluruhan

(Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2010).

B. Klasifikasi

Menurut Hadayani (2010) hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu

sebagai berikut.

1. Hemofilia A; dikarakteristikkan oleh defisiensi F VIII, bentuk paling

umum yang ditemukan, terutama pada pria.

2. Hemofilia B; dikarakteristikkan oleh defesiensi F IX yang terutama

ditemukan pada pria.

3. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikkam oleh defek pada

perlekatan trombosit dan defesiensi F VIII dapat terjadi pada pria dan

wanita.

7
Hemofilia juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F

VIIIC) dapat karena sintesis menurun atau pembekuan F VIIIC dangan

struktur abnormal.

2. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX .

F VIII diperlukan dalam pembentukkan tenase complex yang akan

mengaktifkan F X. defisiensi F VIII menganggu jalur intrinsic

sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukkan fibrin. Akibatnya

terjadilah gangguan koagulasi. Hemofilia diturunkan secara sex-linked

recessive. Lebih dari 30% kasus hemofilia tidak disertai riwayat

keluarga, mutasi timbul secara spontan (I Made Bakta, 2010).

Hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam 2 bentuk:

hemofiia A, defisiensi faktor koagulasi VIII, dan hemofilia B, defisiensi

faktor koagulasi IX. Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah gen mutan

dekat telomer lengan panjang kromosom X (Xq), tetapi pada lokus yang

berbeda, dan ditandai oleh pendarahan intramuskular dan subkutis;

perdarahan mulut, gusi, bibir, dan lidah; hematuria; serta hemartrosis.

1. Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait

–X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut

juga hemofilia klasik

2. Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X

yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Disebut juga

8
chrismast disease. Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi

faktor koagulasi IX, tendensi perdarahan menurun setelah pubertas.

3. Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan

faktor koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi

Aohkenazi dan ditandai dengan episode berulang perdarahan dan

memar ringan, menoragia, perdarahan pascabedah yang hebat dan

lama, dan masa rekalsifikasi dan tromboplastin parsial yang

memanjang. Disebut juga plasma tromboplastin antecedent deficiency.

PTA deficiency, dan Rosenthal syndrome. (Dorland’s Ilustrated

Medical Dictionary, 29/E. 2010).

Derajat penyakit pada hemofilia :

1. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat

dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-

kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.

2. Sedang: 1% – 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang

lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat.

Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat,

seperti olahraga yang berlebihan.

3. Ringan : 6 % – 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia

ringan mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti

operasi, cabut gigi, atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily

Lynn. 2010).

9
C. Etiologi

Hemofilia disebabkan oleh factor gen atau keturunan. hemofilia A

dan B, kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk

penyakit resesif terkait –X. Oleh karna itu semua anak perempuan dari

laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-

laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang kerier memiliki

kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia dapat terjadi pada

wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier) tetapi

keadaan ini sangat jarang terjadi .kira-kira 30% pasien tidak memiliki

riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit,

2011).

Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. (Muscari, Mary

E. 2010). Menurut Robbins (2010) 70-80% penderita Hemofilia

mendapatkan mutasi gen resesif X-linked dari pihak Ibu. Gen F VIII dan F

IX terletak pada kromosom X dan bersifat resesif., maka penyakit ini

dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan bermanifestasi klinis pada laki-

laki (laki-laki, XhY); dapat bermanifestasi klinis pada perempuan bila

kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh). Penyebab

hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk

koagulasi darah akibat kekurangna faktor VIII atau XI, terjadi hambatan

pembentukan trombin yang sangat penting untuk pembentukan normal

bekuan fibrin fungsional yang normal dan pemadatan sumbat trombosit

yang telah terbentuk pada daerah jejas vaskular. Hemofilia A disebabkan

10
oleh defisiensi F VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan karena defisiensi

F IX.

Terdapat faktor risiko pada penyakit hemofilia yaitu riwayat

keluarga dari duapertiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk

bawaaan resesif terkait-x. Hemofilia A (defisiensi faktor VIII terjadi pada

1 dari 5000 laki-laki. Hemofilia B ( defisiensi faktor IX) terjadi pada

seperlimanya.

D. Patofisiologi

Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital

karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor

IX (hemofilia B, atau penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini

diturunkan oleh gen resesif terkait-X dari pihak ibu. F VIII dam F IX

adalah protein plasma yang merupakan komponen yang yang diperlukan

untuk pembekuan darah; faktor-faktor tersebut diperlukan untuk

pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera vascular (Cecily Lynn

Betz, 2010)

Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit

dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons

pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan

bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada

tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah

melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.

11
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi

pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial.

Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit.

Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein

lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan

menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut.

Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan mengubah

permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah

dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan

distabilkan oleh faktor XIII.

Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff

pada tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini

menggambarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin.

Meskipun memiliki beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk

menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.

Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX

maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena

itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit

berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses

perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka

dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan

darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat

proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.

12
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8

dan F9. Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio

Xq28, sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari

2500 jenis mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8

merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50%

penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan

secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak

ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan

dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita

hemofilia pada kasus demikian.

Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala

perdarahan walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika Serikat

menemukan bahwa 5 di antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah

wanita (Muscari, Mary E. 2010).

13
Gambar.1

E. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia

adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan,

pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta

keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal

juga kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2010).

Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi

dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia

sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan.

Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan

perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan dapat mulai

terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya penderita

14
hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun.

Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih,

sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan

lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan

saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Indonesia (2006) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan

bahwa Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-

turut sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu,

pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami

hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena

ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat

gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu

menahan beban tersebut karena fungsinya.

Hematoma intramaskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar,

khususnya pada otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul)

dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah

yang nayata. Pendarahan intracranial bisaterjadi secara spontan atau

trauma yang menyebabkan kematian. Retriperitoneal dan retrofaringeal

yang membhayakan jalan nafas dan mengancam kehidupan.Kulit mudah

memar, Perdarahan memanjang akibat luka, Hematuria spontan, Epiktasis,

Hemartrosis (perdarahan pada persendian menyebabkannyeri,

pembengkakan, dan keterbatasan gerak, Perdarahan jaringan lunak.

15
Pembengkakan, keterbatasan gerak, nyeri dan kelainan degenerative pada

persendian yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kecacatan (Aru et

al, 2010).

Tabel.1 Hubungan aktivitas F VIII dan F IX dengan manifestasi

klinis perdarahan.

Berat Sedang Ringan


Aktivitas F VIII/F IX <0,01 (<1) 0,01-0,05 (1-5) >0,05 (>5)

U/ml (%)
Frek Hemofilia A (%) 70 15 15
Frek Hemofilia B (%) 50 30 20
Usia awitan ≤ 1 tahun 1-2 tahun  2 tahun
Gejala neonates Sering PCB Sering PCB Tak pernah PCB

Kejadian ICB Jarang ICB Jarang sekali

ICB
Perdarahan otot/sendi Tanpa trauma Trauma ringan Trauma cukup

kuat
Perdarahan SSP Resiko tinggi Resiko sedang Jarang
Perdaran post-op Sering dan fatal Butuh bebat Pada operasi

besar
Perdarahan oral Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi

(trauma, cabut gigi)


PCB : post circumsional bleeding

ICB : intracranial hemorrhage

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial

Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan

APPT memanjang, memberi kesan adanya defisiensi (kurang dari

16
25%) dari aktivitas satu atau lebih factor koagulasi plasma (F XII, F

XI, F IX, F VIII)

2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan

perdarahan yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan

pemeriksaan assay kuantitatif terhadap F VIII dan F IX untuk

memastikan diagnose.

3. Uji skrining koagulasi darah :

a. Jumlah trombosit

b. Masa protombin

c. Masa tromboplastin parsial

d. Masa pembekuan thrombin

e. Assay fungsional factor VIII dan IX

G. Penatalaksanaan

1. Terapi Suportif

a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan

b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar

aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%

c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi

perdarahan untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.

d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada

sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis

e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri

hebat, hindari analgetik yang mengganggu agregasi trombosit

17
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara

komprehensif dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan

pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan

baik fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi

medic atritis hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin

dan panas, penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi

rekreasi serta edukasi.

2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan

Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,

kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak

factor pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk

mengatasi episode perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada

factor yang kurang.

3. Terapi lainnya

a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A

ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor

VIII.

b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari

mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang

mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup

pasien Hemofilia (Aru et al, 2010)

c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)

d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM

18
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan

f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan

otak dan sendi (Hadayani, Wiwik, 2010)

H. Komplikasi

Menurut Handayani (2010), komplikasi yang dapat terjadi pada

pasien hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus

imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial,

kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal, serta

resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hemofilia (Cecily

Lynn Betz, 2010) :

1. Arthritis

2. Sindrom kompartemen

3. Atrofi otot

4. Kontraktur otot

5. Paralisis

6. Perdarahan intracranial

7. Kerusakan saraf

8. Hipertensi

9. Kerusakan ginjal

10. Splenomegali

11. Hepatitis

12. Sirosis

19
13. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi

14. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX

15. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah

16. Anemia hemolitik

17. Thrombosis

18. Nyeri kronis

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Biodata Klien

Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka

hanya memiliki 1 kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya

menjadi pembawa sifat saja (carrier)

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan

pada jaringan lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa

oral, ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Fokus primer yang sering terjadi pada hemofilia adalah

sering terjadi infeksi pada daerah luka, dan mungkin terjadi

hipotensi akibat perdarahan yang terus menerus dan apabila sering

20
terjadi perdarahan yang terus-menerus pada daerah sendi akan

mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak

adalah sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku. Pada

sendi engsel mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan,

akibatnya sering terjadi perdarahan.Sedangkan pada sendi peluru

seperti panggul dan bahu, jarang terjadi perdarahan karena pada

sendi peluru mempunyai perlindungan yang baik. Apabila terjadi

perdarahan, jarang menimbulkan kerusakan sendi.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter

seperti kekurangan faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX

yang:

 Kurang dari 1% tergolong berat

 Kurang dari 1%-5% tergolong sedang

 Kurang dari 5%-10% tergolong ringan

Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya

yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.

e. Riwayat Psikososial

Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang

dapat menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien

f. Pola Aktifitas

21
Klien sering mengalami nyeri dan perdarahan yang

memungkinkan dapat mengganggu pola aktifitas klien. Pola

istirahat akan terganggu dengan adanya nyeri anak sering

menangis.

2. Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini

mencakup yang berikut :

a. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat adanya

hematom

b. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan proses

pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan resiko

trauma

c. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit,

gambaran diri yang salah, perubahan peran

d. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit

3. Rencana Intervensi

a. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekauan ekstremitas akibat

adanya hematom

22
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri

dada

Kriteria hasil : secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa

nyeri, secara objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas

normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer.

Intervensi :

1) Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan

penyebarannya

R/ variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi

sebagai temuan pengkajian

2) Lakukan manajemen nyeri keperawatan :

 Atur posisi fisiologis

R/ posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O 2 ke

jaringan yang mengalami nyeri sekunder dari iskemia

 Istirahatkanlah klien

R/ istirahat akan menurunkan kebutuhan O 2 jaringan

perifer, sehingga kebutuhan demand oksigen jaringan

 Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi

pengunjung

R/ lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri

ekternal dan pembatasan pengunjung akan membantu

meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang

apabila banyak pengunjung yang beradaa di ruangan

23
 Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam

R/ meningkatkan asupan O2 sehingga menurunkan nyeri

sekunder dari iskemia jaringan

 Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

R/ distraksi (pengalihan perhatian ) dapat menurunkan

stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi

endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor

nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri, sehingga

menurukan persepsi nyeri

 Beri kompres es

R/ pemeberian es secara local efektif diberikan setelah

terjadi trauma jaringan dan menurunkan respons nyeri dari

efek vasokontriksi

 Lakukan manajemen sentuhan

R/ menejemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan

dukungan psikologis dapat menurunkan nyeri. Masase

ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan

otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri

dan menurunkan sensasi nyeri

3) Kolaborasi pemberian terapi :

 Analgesic

R/ digunakan untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan

hematoma otot yang besar dan perdaarahan sendi yang

24
analgetika oral dan opioid diberikan untuk menghindari

ketergantungan terhadaap narkotika pada nyeri kronis

 Pemberian konsentrat factor VIII dan IX

R/ konsentrat diberikan apabila klien mengalami

perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum

pencabutan gigi atau pembedahan. Klien dan keluarganya

harus diajar cara memberikan konsentrat dirumah, setiap

ada tanda perdarahan. Beberapa klien membentuk antibody

terhadap konsentrat, sehingga kadar factor tersebut tidak

dapat dinaikkan.

 Asam tranexamic

R/ penghambat enzim fibrinolitik. Obat ini dapat

memperlambat kelarutan bekuan darah yang sedang

terbentuk, dan dapat digunakan setelah pembedahan mulut

klien dengan Hemofilia.

b. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan proses

pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan resiko

trauma

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam resiko trauma tidak terjadi

25
Kriteria hasil : klien dan keluarga mau berpartisipasi terhadap

pencegahan trauma, mengenal factor-faktor yang potensial

meningkatkan resiko trauma, mengenal manajemen aktifitas

Intervensi :

1) Kaji kemampuan mobilisasi : catat factor yang potensial

meningkatkan cidera

R/ menjadi data dasar dan meminimalkan resiko cidera

2) Kaji adanya tanda dan gejala perfusi jaringan

R/ deteksi seperti hipoksia pada organ vital, gelisah, cemas,

pucat, kulit dingin, lembab, nyeri dada, dan penurunah curah

urine.

3) Ajarkan manajemen aktifitas

R/ klien didorong untuk bergerak perlahan dan mencegah stress

pada sendi yang terkena.

4) Ajarkan cara pemantauan dan pencegahan komplikasi

R/ pemantauan dan pencegahan komplikasi pada klien

hemofilia sangat penting diketahui klien atau orang tua dengan

tujuan menurunkannya pemantauan dan pencegahan

komplikasi tersebut meliputi :

 monitor tekanan darah, denyut nadi, respirasi, tekanan vena

sentral dan tekanan arteri pumonal harus dipantau, begitu

juga hemoglobin dan hematocrit, waktu perdarahan dan

pembekuan, serta angka trombosit

26
 monitor adanya pedarahan dari kulit, membrane mukosa

dan luka, serta adanya perdaarahan internal

 istirahat selama terjadinya episode perdarahan

 kompres dingin diberikan pada tempat pendarahan

 obat parenteral diberikan dengan jarum ukuran kecil untuk

mengurangi trauma dan resiko perdaarahan

 lingkungan dijaga agar bebas dari rintangan yang dapat

menyebabkan jatuh, klien dipindah dan digeser dengan

sangat hati-hati

 darah dan komponen darah diberikan sesuai kebutuhan dan

diusahakan untuk mencegah terjainya komplikasi

 kompres panas harus dihindari selama episode perdarahan

karena dapat mengakibatkan perdarahan lebih lanjut.

 pemberian alat bantu, bidai tongkat, kruk sangat berguna

untuk memindahkan beban tubuh pada sendi yang sangat

nyeri

5) Lakukan pencegahan perdarahan

R/ pecegahan perdaarahan pada klien hemofilia sangat penting

di ketahui klien atau orang tua dengan tujuan

menurunkannya. Pencegahan tersebut, meliputi hal-hal berikut:

 klien dan keluarganya diberi informasi mengenai resiko

perdarahan dan usaha pengamanan yang perlu

27
 anjurkan untuk mengubah lingkungan rumah sedemikian

rupa, sehingga dapat mencegah terjadinya trauma fisik

 mencukur harus dilakukan dengan cukur listrik dan

menggosok gigi dengan sikat yang lembut untuk menjaga

kebersihan mulut

 hindari mengeluarkan ingus dengan kuat, batuk, dan

mengejan saat buang air besar harus dihindari

 pemberian laxantia

 hindari pemberian aspirin atau obat yang mengandung

aspirin harus dihindari

 anjurkan lakukan aktivitas fisik, ttp dengan keamanaan

yang baik

 olahraga tanpa kontak seerti berenang, mendaki gunung,

dan golf merupakan aktifitas yang dapat diterima,

sementara olahraga dengan kontak harus dihindari

 berikan latihan penguatan tungkai untuk rehabilitasi setelah

hemartosisi akutjelaskan pentingnya control yang teratur

dan pemeriksaan laboratorium

6) Kolaborasi pemberian atibiotika

R/ antibiotic bersifat bakteriosida/baktiostatika untuk

membunuh/menghambat perkembangan kuman

28
7) Evaluasi tanda atau gejala perluasan cidera jaringan

(peradangan, lokasi/sistemik, seperti peningkatan nyeri, edema,

dan demam)

R/ menilai perkembangan masalah klien

c. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit,

gambaran diri yang salah, perubahan peran

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam klien atau keluarga mampu

mengembangkan koping yang positif

Kriteria hasil : klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan,

mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang

terdekat tentang situasi yang sedang terjadi, mampu menyatakan

penerimaan diri terhadap situai, mengakui dan menggabungkan

perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa

harga diri yang negative

Intervensi

1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan

derajat ketiadakmampuan

R/ menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana

perawatan atau pemilihan intervensi

2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien

R/ beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan

fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri,

29
sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan

mengenal dan mengatur kekurangan.

3) Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk,

permushan dan kemarahan

R/ menunjukan penerimaan membantu klien untuk mengenali

dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut

4) Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau

mengingkari dan menyatakan inilah kematian

R/ mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan

negative terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang

menunjukan kebutuhan dan intervensi serta dukungan

emosional

5) Berikan informasi status kesehatan pada klien dan keluarga

R/ klien dengan hemofilia sering memerlukan bantuan dala

menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan, dan

kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit yang

akan diturunkan ke generasi berikutnya

6) Dukung mekanisme koping efektif

R/ sejak masa kanak-kanak, klien dibantu menerima dirinya

sendiri dan penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif

dari kehidupan mereka. Mereka harus di dorong untuk merasa

berarti dan tetap mandiri dengan mencegah trauma yang dapat

30
menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu

kegiatan normal

7) Hidari factor peningkatan stress emosional

R/ perawat harus mengetahui pengaruh stress tersebut secara

professional dan personal serta menggali semua sumber

dukungan untuk mereka sendiri begitu juga untuk klien dan

keluargnya

8) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan perbaiki

kebiasaan

R/ membntu meningkatkan perasaan harga diridan mengontrol

lebih dari satu area kehidupan

9) Anjurkan orang yang terdekat untuk mneginzinkan klien

melakukan sebanyak-banyaknya untuk dirinya

R/ menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan

membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi

proses rehabilitasi

10) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minta atau

partisipasi dalam aktifitas rehabilitasi

R/ klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian

tentang peran individu masa mendatang

11) Dukung pengguaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan

klien, tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter

31
R/ meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan

kebutuhan fisik dan menunjukan posisi untuk lebih aktif dalam

kegiatan sosial

12) Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi,

letargi, dan rendah diri

R/ dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi

sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi

dan evaluasi lebih lanjut

13) Kolaborasi : rujuk pada ahli neuro

R/ dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk

perkembangan perasaan

d. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien berkurang

Kriteria hasil : klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal

perasaannya dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang

mempengaruhinya, koperatif terhadap tindaka, wajah rileks

Intervensi

1) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingi klien

dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak.

R/ reaksi verbal atau non verbal dapat menunjukkan rasa

agitasi marah dan gelisah

2) Hindari konfrontasi.

32
R/ konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan

kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.

3) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri

lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat .

R/ mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

4) Tingkatkan control sensasi klien.

R/ control sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan)

dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien,

menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber

koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan

relaksasi, dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respon

balik yang positif.

5) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang

diharapkan.

R/ orientasi dapat menurunkan kecemasan.

6) Beri kesempatan kepada klien untuk engungkapkan

ansietasnya.

R/ dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran

yang tidak diekspresikan.

7) Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.

R/ memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,

menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya

keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas

33
dan pengalihan (membaca akan menurunkan perasaan

terisolasi).

8) Kolaborasi berikan anti cemas sesuai indikasi, contohnya

diazepam.

R/ meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

BAB III

34
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat

yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan

intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau

faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofilia B.

Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk

penyakit resesif terkait-X,

Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX

maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena

itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit

berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses

perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka

dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan

darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat

proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.

Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia

adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan,

pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta

keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal

juga kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2010).

35
Menurut Handayani (2010), komplikasi yang dapat terjadi pada

pasien hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus

imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial,

kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal, serta

resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.

Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini

mencakup yang berikut :

a. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat adanya

hematom

b. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan proses

pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan resiko trauma

c. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit,

gambaran diri yang salah, perubahan peran

d. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit

B. Saran

Hemofilia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat di cegah

maka untuk penderita hemophilia kami sarankan agar tetap sabar dan

berusaha untuk pengobatan rutin. Dan berusahasa agar menjaga kesehatan

dan mencegah dampak dari hemofilia.

36
DAFTAR PUSTAKA

Aru et al. 2010. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing

Betz, Cecily L.. 2010. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC

Brunner&Suddarth.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,Ed.8.Jakarta:

EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2011. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.

Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2010. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Doenges, E Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Hoffard, A.V. 2010. Hematologi: Edisi IV. Jakarta: EGC

I Made Bakta. 2010. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Muscari, Mary E.. 2010. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, E/3. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

37
Nur Arif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC.Yogyakarta : Media

Action Publishing.

Sudoyo, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi 4. Jakarta :

Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran, Universitas

Indonesia

World federation of Hemophilia, Canada.2011.

38

Anda mungkin juga menyukai