Anda di halaman 1dari 3

Standar Kecantikan? Ada?

Standar cantik perempuan, ini lagi ramai di bahas mulai dari sosial media, artikel, konten youtube
bahkan sampai di buat dalam sebuah film. Seperti film imperfect yang baru tayang akhir tahun 2019,
di film itu menunjukkan kalau standar kecantikan itu benar adanya, Rara yang menjadi tokoh utama
dalam film imperfect ini, diceritakan memiliki tubuh yang gemuk, berkulit hitam, rambut ikal dan
sangat berbanding terbalik dengan sang adik yang memiliki tubuh yang tinggi semampai, dan
berkulit putih.

Pandangan masyarakat di sekitar Rara tampaknya menganggap remeh kondisi fisik Rara, dari ibunya
yang memaksa Rara untuk diet, lingkungan kantor yang tidak mau bergaul dengan Rara, bahkan
bosnya sendiri akan memberi jabatan tinggi kepada Rara apabila gadis itu bisa merubah
penampilannya menjadi lebih cantik.

Standar kecantikan menurut saya, yang sering bersliweran di lingkungan, sebutan cantik itu terkait
dengan sesuatu yang merujuk kepada ketika kita punya fisik yang good looking, enak dilihat, orang
lain ngga bosen memandang kita, yang berkulit putih, rambut hitam panjang, hidung mancung,
bertubuh langsing dan tinggi. Tapi faktanya standar kecantikan itu berbeda-beda di setiap negara
dan berubah-ubah seiring berjalannya waktu.

1. Mesir Kuno (c. 1292-1069 B.C.)

Memiliki tubuh yang ramping dengan bahu sempit dan tatanan rambut yang panjang dan berwarna
gelap.

2. Italian Renaissance (c. 1400-1700)

Kesan seksi sangat nampak pada standar kecantikan dari wanita Italian Renaissance. Biasanya, para
wanita ini memiliki ciri-ciri bentuk payudara yang besar, kulit putih, bokong besar dan rambut ikal.

Banyak perempuan indonesia sudah terpengaruh dengan stigma standar kecantikan, kenapa sih kulit
putih, tubuh langsing, bibir merah, hidung mancung, dan rambut panjang, selalu jadi patokan
kecantikan yang diidealkan masyarakat dari seorang perempuan? Pandangan yang tak asing lagi dan
sering kali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari.

“Coba deh kamu putih sedikit, pasti kamu bakal cantik.”

“Coba deh kamu diet, kan kalo langsing cakepan tuh.”

“Coba kulit kamu ngga hitam pasti banyak cowo yang naksir kamu.”

Sering ngga sih kalimat itu muncul atau kalian dengar. Mungkin sebagian orang beranggapan kalau
itu hal yang biasa, mereka udah ngga terlalu menghiraukan lontaran kalimat itu, ngga baperan.
Namun siapa sangka kalau pernyataan itu bukan suatu hal yang biasa. Kondisi sosial ini yang
membuat perempuan banyak terpengaruh dengan stigma standar yang dibuat lingkungan sekitar
membuat mereka merasa tidak nyaman dengan tubuh mereka sendiri.

Memang, perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang sulit dipisahkan, bisa dibilang perempuan
itu identik dengan kata ‘cantik’. “Semua perempuan itu cantik kok”, “cantik itu kan relatif ”, namun
pernyataan tadi yang awalnya berdampak positif tergantikan dengan standar kecantikan yang dibuat
sendiri oleh pemikiran masyarakat.

ZAP Beauty Index 2019 (survei online yang dilakukan oleh ZAP Clinic bersama MarkPlus Inc terhadap
6.460 responden perempuan usia 13-65 tahun di Indonesia-Gen X (45-65 tahun), Gen Y (23-44
tahun), dan Gen Z (13-22 tahun) sepanjang Juli-September 2019) menyebutkan bahwa 82,5%
perempuan Indonesia mendefinisikan cantik sebagai memiliki kulit yang bersinar, glowing. 46,7%
responden juga mendefinisikan cantik dengan memperindah penampilan secara keseluruhan.

Menurut saya media merupakan salah satu kontributor terbesar dalam membentuk pemikiran
standar kecantikan, seperti instagram, majalah-majalah fashion dan kecantikan atau televisi
misalnya selebriti instagram yang hampir setiap harinya update postingan di akun sosial media
mereka, walaupun tujuannya memang untuk mempercantik feed atau tampilan akun. Postingan
mereka kerap kali muncul di beranda dan banyak orang yang tidak sengaja melihat para selebriti
tersebut, “Ih kok dia cantik banget ya?.” Muncul satu pertanyaan di benak mereka ketika melihat
unggahan poto tersebut. Banyak juga majalah-majalah fashion atau kecantikan yang menampilkan
model-model yang berkulit putih, tubuh tinggi semampai, rambut lurus dan panjang.

Sekarang lagi ramai di salah satu platform sosial video pendek, yaitu aplikasi tiktok, banyak orang
membuat konten dengan backsound mata ke hati dari hivi, mereka membuat konten tentang
‘semua perempuan itu cantik’. Seperti contoh “Video ini banyak yang share kalau kalian setuju
semua perempuan itu cantik bagaimanapun bentuknya”, “video ini banyak yang share kalo kalian
setuju aku tetap cantik walaupun banyak jerawat.” Para netizen tentu setuju dengan konten
tersebut banyak dari mereka ikut menyebarkkan video tersebut untuk mendukung kalau semua
perempuan itu cantik, banyak juga komentar yang memberi semangat pembuat konten tersebut.

Ditambah lagi selebriti instagram yang hampir setiap harinya update postingan di akun sosial media
mereka, walaupun tujuannya memang untuk mempercantik feed atau tampilan akun. Postingan
mereka kerap kali muncul di beranda dan banyak orang yang tidak sengaja melihat para selebriti
tersebut, “Ih kok dia cantik banget ya?.” Muncul satu pertanyaan di benak mereka ketika melihat
unggahan poto tersebut. Banyak juga majalah-majalah fashion atau kecantikan yang menampilkan
model-model yang berkulit putih, tubuh tinggi semampai, rambut lurus dan panjang, dan
menimbulkan banyak perempuan yang langsung merasa tidak percaya diri dan insecure.

Banyak campaign yang mendukung bahwa semua perempuan itu cantik, mengajak semua orang
untuk self love, memiliki paras cantik yang sangat beragam, tapi langkah-langkah yang campaign
lakukan itu sepertinya kini dirubah dan kembali menciptakan stigma standar kecantikan diikuti oleh
netizen sosial media, dan menghasilkan masalah baru bagi perempuan, yaitu rasa tidak puas dan
insecurity.
Banyak perempuan yang berlomba-lomba mengubah penampilannya agar menjadi tipe ideal
masyarakat. Apakah mereka behasil?, mungkin beberapa dari mereka berhasil tapi banyak juga yang
gagal dalam usaha merubah penampilan tersebut. Terkena anorexia merupakan salah satu dampak
kegagalan mereka.

Beberapa dampak itu mengajarkan banyak hal. Salah satunya, mengajak para perempuan untuk
mencintai diri sendiri, agar tidak mudah terjebak untuk mengikuti standar kecantikan yang berlaku di
masyarakat. Karena pada dasarnya,

Perlu adanya batas tegas yang menggarisbawahi bahwa cantik tidak harus putih. Cantik tidak harus
kurus. Cantik tidak harus langsing. Cantik tidak harus memiliki rambut lurus. Cantik tidak harus
berhidung mancung. Semua perempuan itu bebas menentukan cantiknya sendiri. Tidak memilki
keharusan untuk memenuhi tuntutan orang lain.Semua perempuan cantik selama mereka bisa
nyaman dengan diri mereka sendiri.

Maka dari itu, kita sebagai masyarakat harus memulai untuk menghentikan pandangan beauty
standard ini, dengan hal-hal kecil seperti kalau kita bertemu orang berhenti untuk membicarakan
fisiknya. Terakhir yang paling penting adalah kita harus self love, cintai diri sendiri, lakukan hal-hal
yang membuat kita jauh lebih sehat.

Anda mungkin juga menyukai