Anda di halaman 1dari 2

Nama: Kayla audynia rimadanti

Kelas: 9.4

Pasir Pertama

Saya adalah orang biasa dengan kehidupan yang juga biasa saja sehingga tidak ada yang
menarik untuk diceritakan. Jadi saya meminta maaaf jika ceritanya sediikit membosankan.

Jadi ini adalah cerita tentang ingatan saya saat berusia kurang lebih 9 tahun.

Saat itu hari ke 2 setelah hari raya idul fitri. Saya merasa sedikit kesal, kecewa, dan, sedih
karena tahun lalu saya dan keluarga tidak bisa merayakan lebaran di kampung bersama
dengan keluarga besar karena alasan tertentu, sementara keluarga besar saya semuanya
pulang kampung pada tahun lalu. Saya merasa seakan ketinggalan banyak cerita dan moment
– moment seru yang terjadi pada lebaran tahun lalu. Ditambah dengan sepupu saya yang
menunjukan foto keluarga lengkap tahun lalu kecuali keluarga saya yang tidak ada didalam
foto tersebut. Saat itu saya merasa sangat iri pada sepupu – sepupu saya. Merekapun mulai
bercerita tentang moment - moment yang menyenangkan pada tahun lalu, dimulai dari
bermain kartu bersama, lengkapnya keluarga saat itu, sampai liburan ke pantai.

Pantai? Ya, Pantai, saya menjadi lebih iri lagi saat mereka bercerita tentang pantai.
Biasanya setiap lebaran kami sekeluarga pergi berkunjung ke wisata Batu Raden, namun kali
ini berbeda yaitu ke pantai. Mereka berkata dipantai sangat menyenangkan dan seru, disana
mereka berlari dikejar ombak,mengumpulkan kerang, sampai mengubur sepupuku dengan
pasir. Saya pun langsung merengek meminta pergi ke pantai hari itu juga. Semuanya setuju
dan kami langsung berangkat menggunakan mobil.

Sesampainya disana, saya merasa sangat senang dan bahagia. Tetapi, sayangnya bukan
disitulah pantai yang kami tuju, kami harus menyeberanginya dengan perahu terlebih dahulu.
Sebenarnya saya merasa sedikit kecewa karena ternyata kami belum sampai ditujuan
sementara saya sudah tidak sabar lagi. Itu juga termasuk pengalaman pertama saya menaiki
perahu diatas laut. Ibu saya terlihat agak sedikit mabuk laut saat itu, sementara saya merasa
baik – baik saja.

Setelah itu akhirnya kami sampai di pantai yang kami tuju. Pantai Ayah begitulah mereka
menyenyebutnya, atau kalian kalian juga bisa menyeebutnya sebagai pantai Logending. Itu
adalah pertama kalinya saya merasakan rasanya berada di Pantai, mungkin dulu saya pernah
pergi ke pantai Anchol tetapi rasanya benar – benar berbeda. Sensasi saat ombak menyapu
pasir sehingga kaki saya terkubur didalamnya tidak terlupakan. Tanpa membuang waktu saya
langsung berenang diantara pasir dan air pantai. Maksud saya berenang disini bukan
berenang seperti di kolam renang, tetapi saya tengkurap lalu ombak datang dan disitu tinggi
airnya bisa mencapai paha saya ketika berdiri atau menengelamkan saya yang sedang
tengkurap seolah saya berenang. Ombaknya cukup besar, sehingga kami tidak boleh terlalu
ke tengah.

Ada saat – saat yang cukup menegangkan untuk saya saat itu, saat itu saya sedang
tengkurap dan ombak datang. Saya tidak bisa bangun karena pasir pantai menarik saya kearah
laut, saya bingung dan tidak tau harus apa, untung ayah saya langsung menarik saya, dan saya
pun selamat. Walaupun sudah begitu, saya tetap melakukannya lagi. Berlari mengejar dan
berlari dikejar hanya itu yang dilakukan oleh adik tertua saya. Di satu sisi lain adik saya yang
paling kecil tidak berani sama sekali menyentuh air pantai

Selesai itu kami membilas tubuh ditempat yang disediakan. Lalu Ibu saya membelikan
saya jagung bakar sebagai penghangat tubuh atau memang mau membelikan saja karena tau
saya lapar dan suka jagung bakar. Mata saya memerah karena terkena air pantai tadi telinga
saya juga tersumbat air. Walaupun sudah dibilas saya masih merasa kotor karena saya masih
merasakan adanya butiran – butiran pasir kecil.

Akhirnya kamipun pulang. Sesampainya dirumah kami langsung berebut kamar mandi
untuk membilas ulang tubuh kami. Keesokannya semua mengeluh karena kesulitan mencuci
baju yang penuh dengan pasir, terutama Ibu saya karena saat itu celana saya banyak
kantongnya. Tetapi semenjak saat itu mengunjungi pantai sudah menjadi kebiasaan yang
kami lakukan setiap lebaran, walaupun tidak selalu ke Pantai Ayah.

Anda mungkin juga menyukai