Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan seseorang baik dalam hal keluarga maupun masyarakat. Sekolah
sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memiliki peranan yang sangat
penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan melalui proses belajar mengajar.
Siswa memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pendidikan sekolah
(Marchianggita,2011). Sikap mandiri dalam belajar harus memiliki oleh para
siswa agar dapat bersikap dan melaksanakan tugas tidak tergantung dengan
orang lain dan tanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan. Siswa yang
mandiri dapat mengembangkan sendiri strategi belajarnya agar mereka dapat
berhasil dan memperoleh prestasi yang baik.
Dalam konteks belajar di dalam kelas, kemandirian belajar menentukan
keberhasilan anak didik dalam menguasai materi pelajaran. Pengembangan
kemandirian belajar penting dilakukan karena kemandirian belajar akan
menentukan kemampuan sikap adaptasi seseorang terhadap perkembangan ilmu
dan teknologi di kemudian hari. Kemandirian belajar sebagai suatu bentuk
perilaku yang mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri tentang sesuatu
yang harus dilakukan, menentukan dan memillih kemungkinan-kemungkinan
dari hasil perbuatannya dan akan memecahkan sendiri masalah-masalah yang
dihadapi tanpa harus mengharapkan orang lain (Hakim,2012). Dalam
kemandirian belajar ini sangat berkaitan dengan siswa sekolah, terutama pada
siswa remaja.
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju
masa dewasa di sertai dengan perubahan. Perubahan biologis, kognitif, sosial
emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses
berpikir abstrak sampai pada kemandirian. Remaja berasal dari kata adolescence
yang berasal dari kata dalam bahasa latin “Adolescere” yang artinya tumbuh
menjadi dewasa atau tumbuh ke arah kematangan (maturasi). Tahap remaja awal
dari usia 11-14 tahun, remaja tengah dari usia 15-18 tahun, dan remaja akhir dari
18-21 tahun yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri Steinberg
dalam Nurhadi (2013).
Remaja merupakan masa transisi, suatu masa dimana priode anak-anak
di lewati dan di suatu sisi belum di katakana dewasa (Stuat dan Sundeen 1995).
Steinberg (2002) menyatakan masa remaja sebagai masa peralihan dari ketidak
matangan pada masa anak-anak menuju kematangan pada masa dewasa. Pada
masa ini remaja mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun kognitif dan
mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Dalam hal ini, yang
dimaksud remaja pada fenomena ini adalah masa remaja tengah dari usia 15- 18
tahun yang sedang menempuh pendidikan di SMA 03 MUHAMMADIYAH
JEMBER.
Hurlock (1980) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa,
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak
lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak Integrasi dalam
masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih
berhubungan dengan masa puber, termasuk perubahan intelektual yang
mencolok. Tranformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang
dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode
perkembangan ini. Sehubungan dengan itu pula rasa tanggung jawab dan
kemandirian mengalami proses pertumbuhan.
Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan
perubahan fisik, yang dapat memicu terjadinya perubahan emosional, kognitif
yang memberikan pemikiran logis tentang cara berpikir yang mendasari tingkah
laku dalam pengambilan keputusan serta nilai dalam peran sosial melalui
pengasuhan orang tua dan aktivitas individu. Kemandirian menuntut suatu
kesiapan individu, baik kesiapan fisik maupun emosional untuk mengatur,
mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya tanpa banyak
mengantungkan diri pada orang lain.
Menurut Steinberg dalam Santosa & Marheni (2002) kemandirian
merupakan kemampuan dalam mengatur perilaku sendiri untuk memilih dan
memutuskan keputusan sendiri serta mampu mempertanggung jawabkan tingkah
laku nya sendiri tanpa terlalu tergantung pada orang terdekat seperti teman dan
orangtua. Hal ini mendorong remaja untuk tidak tergantung kepada teman dan
orang tua, mampu membuat keputusan, mampu belajar dengan mandiri,
bertanggung jawab dan tidak mudah di pengaruhi orang lain. Kemandirian tidak
hanya pada kehidupan sehari-hari, namun juga dalam belajar memerlukan
kemandirian agar tidak bergantung ada orang lain.
Menurut Garisson, 1997 (dalam L. Munadiroh 2015) kemandirian
belajar disebut juga dengan self-directed learning yang artinya sebagai sebuah
cara yang memotivasi pelajar untuk bertanggung jawab secara personal
menggunakan kontrol kognitif dan proses kontekstual (manajemen diri) dalam
membentuk dan memastikan hasil pembelajaran yang maksimal.
Seperti yang diketahui, kami menemukan masih banyak siswa sekolah
yang kurang mandiri dalam mengerjakan tugas individunya atau yang biasa
disebut pekerjaan rumah (PR). Pemberian PR dimaksud agar siswa di rumah
mengulangi pelajaran yang diajarkan di sekolah oleh gurunya. Pemberian PR
atau pemberian tugas adalah dimana murid diberikan tugas khusus diluar jam
pelajaran. Dalam pelaksanaan metode ini siswa dapat mengerjakan tugasnya
tidak hanya dirumah saja, tapi dapat juga dikerjakan di perpustakaan, di
laboratorium, di ruang pratikum dan lain sebagainya dengan mengerjakan
sendiri untuk dapat dipertanggungjawabkan kepada guru.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002), pemberian tugas seperti
pekerjaan rumah adalah suatu bentuk metode penyampaian bahan dimana guru
memberikan tugas tertentu agar peserta didik melakukan kegiatan belajar di
rumah. Tugas adalah yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk
dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang, pekerjaan yang
dibebankan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 1492).
Namun kenyataan yang ada berbeda, disini kami menemukan bahwa
siswa cenderung mengerjakan PR tersebut di kelas dengan mencontek milik
temannya. Dengan datang ke sekolah pagi-pagi dan menunggu temannya yang
sudah selesai mengerjakan PR di rumah, lalu siswa tersebut menyalin tugas dari
temannya tersebut dengan cepat sebelum bel jam pelajaran berbunyi.
Dari fenomena yang kami temukan tersebut, kami tindak lanjuti dengan
membuktikan gambaran dari kemandirian belajar pada siswa SMA tersebut.
Kami mengambil populasi siswa SMA kelas 10 – 11 yaitu siswa remaja usia 15
– 17 tahun. Kami mengambil siswa yang berusia 15 – 17 tahun tersebut karena
pada usia itulah menurut Sarwono (2006) tahapan usia remaja madya yaitu
remaja sangat membutuhkan kawan-kawan, remaja juga berada dalam kondisi
kebingungan karena dia tidak tahu harus memilih yang mana : peka atau tidak
peka, peduli atau tidak peduli, ramai atau tidak ramai, mengikuti atau tidak
mengikuti, mandiri atau bergantung pada teman, dan sebagainya.
Untuk memperkuat fenomena tersebut, kami telah mengambil data awal
yaitu dengan melakukan wawancara kepada beberapa siswa SMA 03
MUHAMMADIYAH kelas 10 dan kelas 11. Hasil dari wawancara tersebut yaitu
subjek pertama berinisial P mengakatakan bahwa alasan subjek mengerjakan
tugas di kelas bersama dengan teman-temannya yaitu karena subjek tidak
memahami materi yang diberikan oleh guru, namun subjek tidak selalu
menyelasaikan tugasnya di kelas bersama teman, subjek hanya mengerjakan
tugas di kelas bersama temannya jika ada materi yang tidak dimengerti saja.
Subjek kedua berinisial A mengakatakan bahwa alasan subjek mengerjakan
tugas di kelas bersama dengan teman-temannya yaitu karena subjek merasa tidak
paham dengan materi tugas yang diberikan dan malas untuk mengerjakan tugas
di rumah, subjek merasa malas karena teralu banyak kegiatan ketika pulang
sekolah sampai sore, dan ketika malam hari digunakan untuk istirahat. Dan
subjek ketiga dengan inisial Y yaitu, ketika memiliki banyak tugas maka si
subjek memutuskan untuk tidak mengerjakan tugasnya dulu karena merasa
bingung dengan banyaknya tugas dan baru mengerjakan tugasnya di sekolah
dengan cara bertanya kepada teman atau guru, sesekali Y langsung meminta
jawaban kepada temannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat alat ukur kemandirian belajar siswa ?
2. Bagaimana kemandirian belajar pada siswa SMA 03 MUHAMMADIYAH
JEMBER
C. Tujuan Penelitian
1. Mampu membuat alat ukur kemandirian belajar
2. Kemandirian belajar pada siswa SMA 03 MUHAMMADIYAH JEMBER
D. Manfaat Penelitian
a. Untuk Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan atau pertimbangan untuk
mengetahui gambaran kemandirian belajar siswa di sekolah tersebut sudah
sejauh mana agar pihak sekolah bisa lebih memaksimalkan metode-metode
belajar yang diberikan pada siswa di sekolah.
b. Untuk Orangtua
Dari hasil penelitian ini orang tua dapat mengetahui tingkat kemandirian
belajar siswa tersebut.sehingga orang tua dapat memberikan tindakan yang
tepat dan bijak dalam mendidik anaknya. Dapat lebih memantau anak jika
sedang belajar di rumah, karena masa remaja ini adalah masa transisi menuju
dewasa yang diperlukan perhatian lebih pada remaja.
c. Untuk Peneliti Selanjutnya
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pengetahuan
tentang kemandirian belajar siswa di sekolah bagi para peneliti yang tertarik
meneliti lebih dalam lagi.
BAB II
Kajian Pustaka
A. Definisi Kemandirian
Menurut Rober (Santrock, 2008) bahwa kemandirian merupakan suatu
sikap otonomi dimana seseorang relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat,
dan kenyakinan orang lain. Menurut Steinberg dalam Santosa & Marheni (2002)
kemandirian merupakan kemampuan dalam mengatur perilaku sendiri untuk
memilih dan memutuskan keputusan sendiri serta mampu mempertanggung
jawabkan tingkah laku nya sendiri tanpa terlalu tergantung pada orang terdekat
seperti teman dan orangtua. Chaplin (2002) mengatakan bahwa kemandirian
adalah kebebasan individu untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa
memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri. Barnadib (dalam
Fatimah, 2006) yang mengatakan bahwa kemandirian meliputi perilaku mampu
berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya
diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
Dari beberapa definisi kemandirian yang dikemukakan oleh beberapa
tokoh tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa, kemandirian adalah sikap
otonomi diri dan kebebasan untuk memilih atas inisiatif sendiri tanpa bantuan
orang lain serta mampu bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.
B. Definisi Belajar
Belajar merupakan aktivitas manusia untuk mendapatkan perubahan
dalam dirinya. Belajar dapat dilakukan dengan berlatih atau mencari pengalaman
baru. Dengan demikian, belajar dapat membawa perubahan bagi seseorang, baik
berupa pengetahuan,sikap, maupun keterampilan.
Menurut W.S. Winkel (Yatim Riyanto, 2009:5) pengertian belajar adalah
suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-
pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
Menurut Oemar Hamalik (2005: 36) belajar merupakan suatu proses,
suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Menurut Syaiful Bahri D. &
Aswan Zain (2002: 11), belajar adalah proses perubahan perilaku berkat
pengalaman dan latihan. Belajar merupakan usaha menggunakan sarana atau
sumber, di dalam atau di luar pranata pendidikan, guna perkembangan dan
pertumbuhan pribadi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu
aktivitas mental/psikis, suatu proses dan kegiatan guna memperoleh
pengetahuan dan pengalaman, melalui interaksi individu terhadap lingkungan
yang ditandai dengan perubahan tingkah laku dalam dirinya.
C. Definisi Kemandirian Belajar
Abu Ahmadi (2004) Kemandirian belajar adalah sebagai belajar mandiri,
tidak menggantungkan diri pada orang lain. Menurut Umar Tirtaraharja dan La
Sulo (2005) Kemandirian Belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang
berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan
disertai rasa tanggung jawab dari diri pembelajar. Kemandirian belajar menurut
Garisson (1997) juga disebut dengan istilah self-directed learning yang artinya
sebagai sebuah cara yang memotivasi pelajar untuk bertanggung jawab secara
personal menggunakan kontrol kognitif dan proses kontekstual (manajemen diri)
dalam membentuk dan memastikan hasil pembelajaran maksimal.
Dari beberapa definisi kemandirian belajar yang telah di kemukakan oleh
para tokoh tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kemandirian belajar
adalah aktivitas pembelajaran yang didorong atau dimotivasi oleh diri sendiri,
tidak menggantungkan diri pada orang lain untuk memastikan hasil
pembelajaran yang maksimal.
D. Aspek – aspek Kemandirian Belajar
Terdapat tiga aspek dalam self-directed learning menurut Garisson (1997),
yaitu:
1. Self-management (manajemen diri)
Merupakan pengendalian tugas, termasuk diberlakukannya tujuan
pembelajaran, pengelolaan dan dukungan sumber belajar.
2. Self-monitoring (pemantauan diri)
Merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kognitif dan proses
metakognitif termasuk mamantau stratgi pembelajaran, serta kesadaran dan
kemampuan untuk berpikir. Ini adalah suatu proses dimana siswa mengambil
tanggngjawab untuk membangun makna pribadi melalui pengintegrasian
ide-ide dan konsep-konsep yang baru dengan pengetahuan sebelumnya.
3. Motivation (motivasi)
Merupakan suatu dorongan dalam diri untuk membantu ketika melalui suatu
hal dan mempertahankan usaha terhadap pembelajaran dan pencapaian
tujuan kognitif.
E. Ciri – ciri Kemandirian Belajar
Menurut Sardiman sebagaimana dikutip oleh Ida Farida Achmad (2008)
menyebutkan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar yaitu meliputi :
1. Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan bertindak atas
kehendaknya sendiri.
2. Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan.
3. Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun untuk
mewujudkan harapan.
4. Mampu untuk berfikir dan bertindak secara kreatif, penuh inisiatif dan tidak
sekedar meniru.
5. Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu untuk
meningkatkan prestasi belajar.
6. Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukan tanpa
mengharapkan bimbingan dan tanpa pengarahan orang lain.
Listyani (2008) menjelaskan bahwa terdapat enam buah indikator sikap
kemandirian belajar, yaitu : (1) Ketidak tergantungan terhadap orang lain, (2)
Memiliki kepercayaan diri, (3) Berperilaku disiplin, (4) Memiliki rasa tanggung
jawab, (5) Berperilaku berdasarkan inisiatif sendiri, dan (6) Melakukan kontrol
diri.
Ciri-ciri Kemandirian Belajar menurut (Hasnah, 2010), yaitu :
1. Mampu berpikir aktif, seorang yang mandiri selalu mempunyai keinginan,
keberanian untuk menampilkan minat serta kebutuhan dan permasalahannya.
2. Mampu berpikir kreatif, kreatif adalah kecenderungan seseorang untuk
menciptakan dan merealisasikan sesuatu yang baru.
3. Bertanggungjawab terhadap kegiatan dan hasil kelompok, seorang yang
mandiri tidak akan lari dari tanggungjawab terhadap suatu kegiatan atau
suatu hasil kelompok yang telah dilaksanakan.
4. Berusaha dengan penuh keyakinan dan disiplin, dengan disiplin akan
terbentuk sikap mematuhi segala aturan yang dibentuknya sendiri.
F. Faktor – faktor Kemandirian Belajar
Menurut Andri (1982), kemandirian belajar pada siswa akan terjadi jika
memiliki beberapa faktor yang berasal dari dalam (hereditas) dan faktor yang
berasal dari luar (lingkungan), faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor dari dalam diri anak yaitu pembawaan (hereditas) yang melekat pada
organisme dan citra diri (self concept) :
a. Usia, dengan bertambahnya usia anak akan mendorong timbulnya
kecenderungan untuk melepaskan diri dari orangtua dengan melihat
fakta-fakta yang ada sesuai jenjang umur.
b. Motivasi sebagai penggerak bagi aktivitas belajar. Motivasi diartikan
sebagai suatu dorongan yang berasal dari diri seseorang yang
menyebabkan seseorang tersebut melakukan suatu perbuatan.
Motivasi yang kuat akan membuat anak memiliki banyak tenaga dan
mendorong anak untuk belajar mandiri sehingga kemahiran anak
meningkat dan tumbuh maksimal. Motivasi yang berasal dari orang
lain hanya sebagai pancingan saja. Motivasi yang lemah akan
menyebabkan anak sulit menjadi mandiri dan belajar akan mudah
luntur.
c. Keperibadian, pribadi yang tangguh akan membuat anak memiliki
semangat tinggi, rasa ingin tahu yang tinggi dan giat demi tercapai
cita-citanya. Pribadi yang lemah seperti kurang percaya diri, pemalu,
takut gagal dan mudah putus asa akan menjadi tantangan bagi anak
menjadi mandiri. Faktor kematangan usia dan intelegensia
berpengaruh pada kemandirian.
2. Faktor yang berasal dari luar yaitu faktor lingkungan, terutama lingkungan
sosial :
a. Keluarga adalah unit terkecil dalam kehidupan manusia sebagai makhluk
sosial. Pengaruh keluarga telah dimulai sejak dari bayi bahkan sejak ia
dalam kandungan. Dapat dikatakan bahwa pengaruh yang diterimanya
waktu kecil itu jauh lebih menentukan dalam kehidupannya dikemudian
hari. Karena pengalamannya waktu kecil itu akan lebih membentuk
kepribadian dan kemandirian anak.
b. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak.
Sekolah memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak, sehingga
mereka tidak hanya pintar secara intelektual, tetapi juga pintar (baik)
dalam perilaku hingga menjadi pribadi yang mandiri dan taat berilmu
serta taat beramal. Oleh karena itu, tidak baik jika keluarga dan sekolah
terdapat kontradiksi. Sekolah dan keluarga diharapkan menyatu dalam
satu tujuan yaitu terbentuknya kemandirian anak seperti yang
diharapkan.
c. Masyarakat (lingkungan sosial), secara umum dapat dikatakan bahwa
masyarakat dapat mempengaruhi pembentukan kemandirian anak.
Karena setiap anak tidak akan mungkin hidup tanpa adanya bantuan dari
masyarakat. Apabila anak hidup dalam lingkungan masyarakat yang
terbiasa hidup dengan kemandirian, maka anak itu akan tumbuh dan
terlatih untuk hidup mandiri. Sebaliknya jika anak hidup dalam
lingkungan masyarakat yang selalu dimanjakan, maka kemandirian anak
tidak akan tumbuh dan dalam melakukan segala sesuatu bergantung
dengan orang lain.
d. Faktor budaya juga dapat mempengaruhi kemandirian karena masyarakat
yang maju dan kompleks tuntutan hidupnya cenderung mendorong
tumbuhnya kemandirian dibanding dengan masyarakat yang masih
sederhana.
Menurut Muhammad Nur Syam (1999), ada dua faktor yang
mempengaruhi, kemandirian belajar yaitu sebagai berikut :
1. Faktor internal yaitu disiplin (mematuhi tata tertib yang berlaku, sadar
hak
dan kewajiban), percaya diri (yakin pada kemampuan yang dimiliki,
motivasi (Ingin mengatasi sendiri kesulitan-kesulitan dan permasalaha
yang timbul pada dirinya), inisiatif (berkembangnya pikiran, karsa, cipta
dan karya secara berangsur), dan tanggung jawab (melaksanakan apa
yang dipercayakan dan ditugaskan).
2. Faktor eksternal sebagai pendorong kedewasaan dan kemandirian belajar
meliputi : potensi jasmani rohani yaitu tubuh yang sehat dan kuat,
lingkungan hidup, dan sumber daya alam, sosial ekonomi, keamanan dan
ketertiban yang mandiri.
G. Definisi Remaja
Remaja berasal dari kata adolescence yang berasal dari kata dalam
bahasa latin “Adolescere” yang artinya tumbuh menjadi dewasa atau tumbuh ke
arah kematangan (maturasi). Tahap remaja awal dari usia 11-14 tahun, remaja
tengah dari usia 15-18 tahun, dan remaja akhir dari 18-21 tahun yang masing-
masing memiliki karakteristik tersendiri Steinberg dalam Nurhadi (2013).
Remaja merupakan masa transisi, suatu masa dimana priode anak-anak
di lewati dan di suatu sisi belum di katakan dewasa (Stuat dan Sundeen 1995).
Steinberg (2002) menyatakan masa remaja sebagai masa peralihan dari
ketidakmatangan pada masa anak-anak menuju kematangan pada masa dewasa.
Jika disimpulkan maka, remaja adalah masa dimana periode anak-anak telah
dilewati dan disuatu sisi belum dikatakan dewasa, suatu masa belajar yang luas
meliputi bidang intelegensi, sosial, maupun hal-hal yang berhubungan dengan
kepribadian.
Hurlock (1980) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa,
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak
lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak Integrasi dalam
masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih
berhubungan dengan masa puber, termasuk perubahan intelektual yang
mencolok. Tranformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang
dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode
perkembangan ini. Sehubungan dengan itu pula rasa tanggung jawab dan
kemandirian mengalami proses pertumbuhan.
Dari beberapa uraian definisi remaja tersebut, maka dapat disimupulkan
bahwa masa remaja adalah masa transisi menuju dewasa, pada masa remaja ini
redapat tiga tingtkatan usia, yaitu tahap remaja awal dari usia 11-14 tahun,
remaja tengah dari usia 15-18 tahun, dan remaja akhir dari 18-21 tahun dengan
karateristik dan perkembangan yang berbeda-beda pada setiap diri individu.
H. Ciri – ciri Remaja
I. Perkembangan Remaja
( REMAJA AWAL, MADYA, AKHIR )
Remaja madya atau tengah adalah periode peralihan ke masa dewasa, di mana
mereka seharusnya mulai mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa,
termasuk dalam aspek seksualnya. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap yang
sangat bijaksana dari para orang tua, pendidik, dan masyarakat pada umumnya
serta dari para remaja itu sendiri, agar mereka dapat melewati masa transisi itu
dengan selamat (Sarwono, 2012).
Menurut Sarwono (2006) tahapan usia remaja madya yaitu remaja sangat
membutuhkan kawan-kawan, remaja juga berada dalam kondisi kebingungan
karena dia tidak tahu harus memilih yang mana : peka atau tidak peka, peduli
atau tidak peduli, ramai atau tidak ramai, mengikuti atau tidak mengikuti,
mandiri atau bergantung pada teman, dan sebagainya.
Remaja pada usia madya telah memasuki Sekolah Menengah Atas, dimana tugas
perkembangan yang utama adalah mencapai kemandirian dan otonomi dari
orang tua, terlibat dalam perlusan hubungan dengan kelompok sebaya dan
mencapai kapasitas keintiman hubungan pertemanan. Pada tahap ini remaja
senang jika banyak teman yang menyukainya. Selain itu remaja tidak jarang
berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu harus memilih yang mana.

Anda mungkin juga menyukai