Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267.

Vol.1. No.1 (2016): 44-59


JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
Email: lppm.akjp2@gmail.com

TOKSISITAS BIOFUNGISIDA YANG MENGANDUNG Trichoderma sp.


TERHADAP TESTIS DAN PROSES SPERMATOGENESIS MENCIT
(Mus musculus)
Berliana Naomi Rumondang Sari Aritonang1*
1
Akademi Kesehatan John Paul II Pekanbaru
*Email: berliana.aritonang@gmail.com

ABSTRAK ABSTRACT
Penggunaan pestisida kimiawi dikalangan pertanian Due to the fact that the use of pesticides in
dapat menimbulkan berbagai macam masalah pada agriculture has potential health effects, expert have
bidang kesehatan oleh karena itu para ahli telah invented a viable alternative like biofungicides.
menemukan bahan alternatif berupa pestisida alami However, the potential risk of biofungicides
yaitu biofungisida. Pengaruh kontaminasi contamination on human health is still unknown.
penggunaan biofungisida yang mengandung spora Biofungicide containing Trichoderma sp spore
Trichoderma sp terhadap bidang kesehatan belum produce antibiotic like gliotoxin and viridian which
diketahui. Biofungisida yang mengandung could be toxic, and they could accumulate over time
Trichoderma sp yang menghasilkan antibiotika in the bodies of human and animal. The purpose of
berupa gliotoxin dan viridin dimana zat tersebut this study was to measure the toxicity of
bersifat toksik dan dapat terakumulasi di dalam biofungicide on histopathology of male
tubuh manusia maupun hewan. Tujuan penelitian reproductive system. The study was an
ini untuk mengetahui toksisitas biofungisida experimental study which used twelve-week-old
terhadap gambaran histopatologi testis. Penelitian male albino laboratory mice (Mus musculus).
ini menggunakan hewan uji mencit albino (Mus Those mice were divided into five groups. Each
musculus) berumur 12 minggu, dan dibagi menjadi group consisted of five mice. Biofungiced were
5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 orally administered in the dose of 0, 16, 24, 36, and
ekor mencit. Pemberian biofungisida dilakukan 54 cc per kilogram body weight daily for 14 days.
secara oral dengan dosis 0 cc/Kg BB, 16 cc/Kg BB, The data were analyzed using Analysis of Variance
24 cc/Kg BB, 36 cc/Kg BB, dan 54 cc/Kg BB and Bonferoni test, difference was considered
setiap hari selama 14 hari. Data dianalisis dengan significant when P value was < 0.05. The result
ANOVA dan dilanjutkan dengan uji lanjut showed a decrease in testis weight, diameter of
Bonferroni dengan taraf signifikan p<0,05. Hasil seminiferus tubules, nuclear diameter of leydig cell,
penelitian menunjukkan penurunan berat testis, the number of leydig cell, and the number of certoly
diameter tubulus seminiferus, tebal epitel germinal cell. There were significant differences between
tubulus seminiferus, diameter inti sel leydig, jumlah control groups and treatment groups. The
sel leydig dan jumlah sel sertoli terjadi perbedaan comparison of average spermatogenic index
bermakna antara kelompok kontrol dengan showed significant difference between control
kelompok perlakuan. Untuk indeks group and treatment groups; the greatest decrease
spermatogenesis kelompok kontrol menunjukkan (66,032%) was found in the dose 54 cc per
perbedaan yang bermakna dengan perlakuan kilogram body weight. In conclusion, biofungicide
penurunan terbesar pada dosis 54 cc/Kg BB sebesar affects the testis weight and histopathology of
66,032%. Berdasarkan hasil penelitian dapat testes. Consequently, it is toxic to the male
disimpulkan bahwa pemberian biofungisida reproductive system of albino laboratory mice (Mus
mempengaruhi berat testis dan histopatologi testis, musculus).
jadi biofungisida tersebut bersifat toksik terhadap
organ reproduksi mencit jantan albino (Mus Keywords : Biofungicide, Testes, Trichoderma sp.
musculus).

Kata kunci : Biofungisida, Testis, Trichoderma sp.

44
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1 (2016): 44-59

infertilitas pada individu jantan. Gangguan


PENDAHULUAN
spermatogenesis disebabkan oleh banyak
Selama ini penggunaan pestisida faktor, salah satunya adalah toksikan (Lu,
kimiawi di kalangan pertanian dapat 1995).
menimbulkan berbagai macam masalah Leilani et al. (2006) melaporkan
pada bidang kesehatan oleh karena itu para bahwa biofungisida yang diberikan secara
ahli telah menemukan bahan alternatif oral pada mencit mengakibatkan
berupa pestisida alami yaitu biofungisida. hepatotoksik pada dosis 21 cc/kg BB, 32
Biofungsida dengan bahan aktif cendawan cc/kg BB, 48 cc/kg BB dan 72 cc/kg BB.
Trichoderma sp. memiliki banyak manfaat Bramono (2005) melaporkan bahwa
untuk membunuh berbagai macam patogen ditemukannya Candida dari kelompok
penyakit tanaman seperti jamur akar putih Deuteromycetes pada kultur semen
(JAP) pada tanaman advokad juga pada mempunyai korelasi bermakna dengan
sayuran seperti pada tanaman selada, azoospermia pada laki-laki. Selain itu satu
jagung, kedelai, cabai keriting laporan kasus menunjukkan bahwa
(Suwahyono et al., 2001). Layu fusarium Candida menyebabkan kerusakan
pada semangka, melon, tomat, kentang, chromatin packaging sperma dan apoptosis
antraknose, busuk buah dan akar pada sehingga mengakibatkan kegagalan
cabe, busuk pangkal umbi dan lodoh daun fertilisasi in vitro. Berbagai jenis
pada bawang merah. Spesies Trichoderma mikotoksin dapat dihasilkan berbagai jenis
sp dapat menghasilkan racun berupa jamur dan dilepaskan pada substratnya,
Gliotoxin dan Viridin sebagai zat apabila substrat tersebut kemudian
antibiotika dimana zat tersebut mampu termakan oleh manusia atau hewan maka
membunuh cendawan patogen yang pada jumlah tertentu akan menimbulkan
menyebabkan penyakit (Suryono, 2006). kelainan organ antara lain pada hepar,
Spermatogenesis adalah suatu ginjal dan organ reproduksi. Beberapa
proses differensiasi sel yang bersifat mikotoksin bersifat kumulatif dan tidak
kompleks dimana terjadi perubahan sel-sel dapat dieliminasi dari tubuh.
spermatogonium menjadi sperma yang Biofungisida ini memang sangat
prosesnya dipengaruhi oleh regulasi bermanfaat dibidang pertanian tetapi kita
hormonal (hormonal dependent) (Arsyad, belum mengetahui apakah biofungisida ini
1980). Apabila terjadi gangguan pada aman untuk kesehatan manusia khususnya
proses spermatogenesis akan terjadi para petani yang menggunakan

45
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

biofungisida tersebut. Apalagi petani yang


melakukan penyemprotan tanaman tanpa Mencit sering dipergunakan
menggunakan sarung tangan sehingga sebagai hewan uji dalam penelitian
mereka bisa saja terkontaminasi bahan fisiologi reproduksi dan embriologi pada
aktif biofungisida berupa Trichoderma sp manusia karena mempunyai sistem
yang menghasilkan antibiotika berupa reproduksi yang tidak jauh berbeda, siklus
gliotoxin dan viridin, pada saat makan bila reproduksi yang relatif singkat, sehingga
mereka lupa mencuci tangan atau cuci hasil ujinya dengan cepat dapat segera
tangan tidak bersih. Manusia diketahui. Selain itu hewan ini mudah
kemungkinan dapat terkontaminasi melalui diperoleh, mudah dipelihara, mudah
hewan yang memakan rumput yang dikembangbiakkan, dan mudah dikelola
terkena semprotan biofungisida kemudian (Rugh, 1968; Hafez,1987). Selain itu
hewan tersebut dimakan oleh manusia. kesamaan sistem reproduksi mencit dengan
Akibat kontaminasi tersebut kemungkinan manusia, seperti adanya vesikula seminalis
dapat mempengaruhi organ tubuh manusia (Nalbandov, 1990). Menurut Smith &
seperti hati, sehingga fungsi hati akan Mangkoewidjojo (1988), publikasi data
terganggu dan metabolisme tubuh juga biologis mencit sudah banyak diketahui
akan termasuk organ reproduksi seperti dan dapat dijadikan sebagai acuan
testis. penelitian.
Dari uraian di atas, mengingat Spermatogenesis
biofungisida dapat menghasilkan racun Merupakan serangkaian proses
berupa gliotoxin dan viridin, sedangkan perubahan dari primordium sel-sel benih
laporan pengaruh biofungisida terhadap jantan yang mengadakan seri pembelahan
histologi testis dan proses spermatogenesis mitosis dan meiosis diikuti oleh proses
mencit (Mus musculus) belum dilaporkan, diferensiasi, transformasi struktur dan
guna melengkapi informasi ini, penulis metamorfosis yang kompleks sampai
tertarik melakukan penelitian dengan judul terbentuknya spermatozoa (sel gamet
toksisitas biofungisida yang mengandung jantan) yang masak, sehingga mampu
Trichoderma sp terhadap testis dan proses untuk membuahi ovum (sel gamet betina)
spermatogenesis pada mencit (Mus (Carlson, 1984).
musculus). Spermatogenesis adalah proses
perkembangan sel spermatogonium
TINJAUAN TEORITIS
menjadi spermatozoa. Secara umum
Mencit (Mus musculus) proses ini dibagi 3 fase, yaitu multifikasi

46
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

mitotik, spermasitogenesis dan spermiogenesis meliputi 3 fase yaitu fase


spermiogenesis. Aktivitas mitosis sel golgi, fase akrosomal dan fase maturasi
germinal primordial dimulai pada usia menghasilkan spermatozoa matang yang
pubertas dan menghasilkan siap dilepaskan ke lumen tubulus
spermatogonium (Amelar et al., 1977). (Bardin et al., 1988).
Tahap spermasitogenesis juga disebut Waktu yang dibutuhkan mencit
dengan tahap perbanyakan (proliferasi), untuk proses spermatogenesis yaitu 35,5
karena spermatogonium menjadi sejumlah hari (Rugh, 1968) atau spermatogenesis
spermatogonia secara mitosis pada saat akan selesai setelah menempuh empat kali
setelah lahir. Pada mencit terdapat tiga daur epitel seminiferus. Lama satu daur
macam spermatogonia, yaitu epitel seminiferus pada mencit adalah 207
spermatogonia A, spermatogonia  6,2 jam (Lestari, 1994), dapat diartikan
Intermediate dan spermatogonia B. bahwa setiap selang waktu 207 6,2 jam,
Spermatogonia A mengadakan proliferasi spermatogonia A akan selalu memasuki
menjadi spermatogonia intermediate dan spermatogenesis dan pada waktu selang ini
sebagian lagi tetap merupakan sperma dilepas ke dalam lumen tubulus
spermatogonia A, yang bertindak sebagai (Johnson & Everitt, 1988).
stem cell. Spermatogonia Intermediate Spermatogenesis pada tikus 48 hari
bermitosis menjadi spermatogonia B, dan sedangkan pada manusia membutuhkan
spermatogonia B bermitosis menjadi waktu selama 74 hari (Johnson & Everitt,
spermatosit primer. Spermatosit primer 1988). Waktu yang diperlihatkan dalam
kemudian memasuki masa profase yang proses spermatogenesis berbeda-beda.
panjang (Bronson et al., 1988). Pada manusia, satu siklus spermatogenesis
Spermatosit primer kemudian segera memerlukan waktu 64 hari, dan satu siklus
mengalami meiosis menjadi spermatosit epitelium spermatogenikum membutuhkan
sekunder, setelah itu spermatosit sekunder waktu 16 hari (Steinberger, 1975).
mengalami pembelahan meiosis kedua Proses spermatogenesis mencit
membentuk spermatid, dengan jumlah terdiri dari 16 tingkat, pada tikus terdiri
kromosom setengah dari jumlah kromosom dari 19 tingkat dan meliputi 3 fase yaitu
induk (Setchell & Brooks, 1988). fase golgi, fase akrosomal dan fase
Spermatid kemudian akan mengalami maturasi. Pada fase golgi terbentuk
spermiogenesis, yaitu proses transformasi granulum akromaticum dari akumulasi
(perubahan bentuk) menjadi sperma yang granulum dan vesicular acrosomatica
matang (Bronson, et al., 1988). Proses menutupi nukleus yang memadat dan
47
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

membentuk akrosoma. Sementara itu oleh hormon atau antihormon akan


sentriol memanjang membentuk flagelum mengganggu proses spermatogenesis.
dan mitokondria berakumulasi di sekitar Hipotalamus menghasilkan Gonadotropin
flagelum proksimal. Fase terakhir adalah Releasing Hormone (GnRH) yang
fase maturasi, sisa sitoplasma difagositosis merangsang hipofisis untuk mensekresikan
oleh sel sertoli dan menghasilkan Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan
spermatozoon matang yang siap dilepaskan Luteinizing Hormone (LH). Vander (2001)
ke lumen tubulus (Junquera, et al., 1995). mengatakan di testis LH akan berikatan
Di dalam tubulus seminiferus sel- dengan reseptor di sel leydig dan
sel spermatogenik dengan berbagai tahap berdampak sel leydig memproduksi
perkembangan tidak terdistribusi acak testosteron. FSH akan berikatan dengan
tetapi tertata dengan pola asosiasi dengan reseptornya di sel sertoli.
sel tertentu. Proses yang terjadi antara Untuk menjaga keseimbangan
penampakan asosiasi sel tertentu dengan hormon-hormon pada poros hipotalamus-
asosiasi sel yang sama berikutnya disebut hipofisis-testis, terdapat beberapa
satu siklus epitelium. Dalam satu siklus mekanisme umpan balik. Testoteron akan
spermatogenesis terjadi 4 siklus epithelium mengatur sekresi LH, peningkatan
spermatogenikum. Steinberger (1975) testoteron akan menurunkan sekresi LH
mengemukakan bahwa pada manusia dan FSH dan sebaliknya penurunan
siklus epithelium spermatogenikum terdiri testoteron akan meningkatkan sekresi LH
dari 6 tahap, setiap tahap memiliki dan FSH. Kontrol umpan balik negatif LH
komposisi sel pada perkembangan tertentu oleh testoteron ini dapat langsung melalui
yang disebut asosiasi sel. Perubahan hipofisis anterior atau melalui
jumlah anggota sel yang berasosiasi pada penghambatan sekresi GnRH oleh
tahap tertentu dapat dijadikan indikator hipotalamus. Sekresi FSH bisa dihambat
adanya gangguan spermatogenesis (De oleh inhibin yang dihasilkan oleh sel
Kretser & Kerr, 1988). Pada prinsipnya sertoli (Vander, 2001).
proses spermatogenesis dikendalikan oleh Follicle Stimulating Hormone
sistem saraf melalui poros hipotalamus (FSH) berpengaruh dalam proliferasi
hipofisis testis yang merupakan sistem spermatogonium (Mackawa & Abe,1995),
neuroendokrin. Selama sistem ini berjalan dalam mitosis spermatogonium
seimbang, maka proses spermatogenesis membentuk spermatosit primer serta dalam
akan berjalan normal. Adanya gangguan spermiogenesis (Stephan et al.,1997).
keseimbangan dari poros ini dipengaruhi

48
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

Proses spermatogenesis erat Penelitian ini merupakan penelitian


kaitannya dengan fungsi sel sertoli. Dalam eksperimen dengan menggunakan hewan
hal ini fungsi sel sertoli adalah sebagai uji mencit (Mus musculus). Rancangan
pemelihara sel-sel spermatogenik, penelitian digunakan untuk
melakukan fagositosis sisa sitoplasma pengelompokan dan pemberian perlakuan
spermatid dan melepaskan spermatozoa ke terhadap hewan uji adalah Rancangan
lumen tubulus. Sel ini juga berperan dalam Acak Lengkap (RAL). Kelompok
mempertahankan testis yang berfungsi perlakuan dalam eksperimen ini adalah
untuk menjaga keseimbangan ion-ion, kelompok mencit yang diberi senyawa
molekul kecil dan kadar protein antara biofungisida berbahan aktif Trichoderma
darah dan cairan tubuler. Hal ini penting sp secara oral, sedangkan kelompok
sebagai proteksi sel-sel spermatogenik kontrol diberi akuabides steril.
terhadap bahan mutagenik (Bardin et al., Alat dan bahan yang digunakan
1988). untuk penelitian ini antara lain botol vial
penampung testis, gelas ukur, gelas objek
METODE PENELITIAN dan kaca penutup, kandang berupa bak
Penelitian dilaksanakan di Rumah plastik dengan tutup dari kawat kasa,
Hewan Fakultas Kedokteran sebagai peralatan bedah, spuit 1 ml diberi sonde,
tempat pemeliharaan dan perlakuan timbangan analitik, sarung tangan,
terhadap hewan coba. Laboratorium mikroskop merk Olympus tipe CX21FS2,
Bagian Biologi Kedokteran, Fakultas timbangan analitik. Akuabides,
Kedokteran Universitas Sriwijaya, Biofungisida (Trichoderma sp), NaCl
Palembang dan laboratorium Patologi 0,9%, canada balsam, kertas saring, satu
Anatomi RSMH Palembang. Penelitian ini set bahan kimia untuk pembuatan irisan
dilaksanakan pada bulan Juli 2006 sampai mikroanatomi testis dengan metode
Agustus 2006. parafin dengan pewarna hematoksilin-
Hewan uji yang digunakan dalam eiosin.
penelitian ini adalah mencit jantan albino Prosedur penelitian mencit diberi
berumur 12 minggu, sebanyak 25 ekor. makanan dan minuman secara ad libitum,
Mencit yang digunakan diperoleh dari dikondisikan pada lingkungan, dan
Universitas Indonesia (UI) Jakarta Mencit perlakuan yang sama. Sebelum digunakan
diambil dari suatu populasi yang sudah untuk penelitian mencit diaklimatisasi
dibuat homogen, yaitu umur 12 minggu. terlebih dahulu selama satu minggu di
Berat badan mencit 30 – 42 gram. rumah hewan, Fakultas Kedokteran

49
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

Universitas Sriwijaya, Palembang, P4 diberi biofungisida (Trichoderma sp)


kemudian dikelompokkan menjadi 5 sebanyak 54 cc/kg BB menurut Klaasen
kelompok perlakuan. Setiap perlakuan (2001).
terdiri atas 5 ekor mencit. Perlakuan Pengambilan testis kemudian
dilakukan per oral dengan menggunakan dilakukan penghitungan berat testis,
spuit 1 ml diberi sonde selama 14 hari dilakukan pembuatan sediaan histopatologi
kemudian diamati hasilnya. Perlakuan dan testis, diamati sediaan histopatologi testis
kontrol yang digunakan dalam penelitian serta pembuatan mikrofoto.
ini adalah : Analisis data yang berupa diameter
1. P0 : kelompok kontrol, mencit diberi tubulus seminiferus, tebal epitel tubulus
akuabides sebagai kontrol normal 16 seminiferus, berat testis, indeks
cc/kg BB spermatogenesis, diameter sel leydig,
2. P1 : kelompok perlakuan, mencit diberi jumlah sel leydig serta jumlah sel sertoli
biofungisida (Trichoderma sp) 16 dengan Analisis Varians (ANOVA)
cc/kg BB dengan tingkat kemaknaan p<0,05.
3. P2 : kelompok perlakuan, mencit diberi Apabila terjadi perbedaan yang bermakna
biofungisida (Trichoderma sp) 24 dilanjutkan uji lanjut Bonferroni dengan
cc/kg BB menggunakan program SPSS versi 11,5.
4. P3 : kelompok perlakuan, mencit diberi Data disajikan dalam bentuk tabel.
biofungisida (Trichoderma sp) 36
HASIL DAN PEMBAHASAN
cc/kg BB
5. P4 : kelompok perlakuan, mencit diberi Hasil pengamatan toksisitas
biofungisida (Trichoderma sp) 54 biofungisida yang mengandung
cc/kg BB Trichoderma sp selama 14 hari terhadap
Dengan perhitungan yang sudah testis dan proses spermatogenesis pada
dikonversikan kepada rerata berat badan mencit (Mus musculus) antara kelompok
mencit yaitu 30 gram maka pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan
P1 diberi biofungisida (Trichoderma sp) (variasi dosis biofungisida (Trichoderma
sebanyak 16 cc/kg BB, P2 diberi sp) dosis 16; 24; 36; 54 cc/kg BB) dapat
biofungisida (Trichoderma sp) sebanyak dilihat pada tabel dan gambar sebagai
24 cc/kg BB, P3 diberi biofungisida berikut :
(Trichoderma sp) sebanyak 36 cc/kg BB,

50
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

Tabel 1. Rata-Rata Tebal Epitel Germinal Tubulus Seminiferus Mencit Albino


(Mus musculus) Setelah 14 Hari Pemberian Biofungisida
Dosis (cc/kg BB) Ulangan (n) Rata-rata Tebal Epitel Tubulus Seminiferus (µm) ( x  SD)

Kontrol (0) 5 57,0 ± 3,6572a


16 5 31,5 ± 3,01619b
24 5 28,3 ± 3,0125b
36 5 27,2 ± 3,4749bc
54 5 21,3 ± 4,3960c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang bermakna pada
uji Bonferroni p<0,05.

Toksisitas Biofungisida menunjukkan adanya rata-rata penurunan


Pengamatan yang dilakukan setelah diameter tubulus seminiferus yang dapat
pemberian biofungisida selama 14 hari dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Rata-Rata Diameter Tubulus Seminiferus Mencit Albino (Mus musculus) Setelah
14 Hari Pemberian Biofungisida

Dosis (cc/kg BB) Ulangan (n) Rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus (µm) ( x  SD)

Kontrol (0) 5 141,4 ± 9,0719a


16 5 101,4 ± 5,3666b
24 5 98,8 ± 4,3244b
36 5 94,8 ± 7,3959b
54 5 91,4 ± 11,7388b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang bermakna pada
uji Bonferroni p<0,05.

Tabel 3. Rata-Rata Indeks Spermatogenesis Dan Jumlah Sel Sertoli Mencit Albino
(Mus musculus ) Setelah 14 Hari Pemberian Biofungisida
Dosis (cc/kg BB) Ulangan (n) Indeks Spermatogenesis % ( x  SD) Jumlah Sertoli ( x  SD)

Kontrol (0) 5 83,944 ± 1,5224a 14,4 ± 6,9857a


16 5 81,758 ± 3,4175a 11,0 ± 1,5811a
24 5 79,612 ± 3,4036a 10,2 ± 0,8367a
36 5 70,790 ± 2,8429b 8,80 ± 0,8367a
54 5 66,032 ± 6,8509b 7,40 ± 0,5477b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang bermakna pada
uji Bonferroni p<0,05.

51
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

Tabel 4. Rata-Rata Berat Testis Mencit Albino ( Mus musculus ) Setelah 14 Hari
Pemberian Biofungisida

Dosis (cc/kg BB) Ulangan (n) Berat Testis (g) ( x  SD)

Kontrol (0) 5 0,1349 ± 0,0257a


16 5 0,1015 ± 0,0147b
24 5 0,0982 ± 0,0072b
36 5 0,0946 ± 0,0042b
54 5 0,0867 ± 0,0032b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang bermakna pada

uji Bonferroni p<0,05.

Tabel 5. Rata-Rata Diameter inti sel leydig Mencit Albino (Mus musculus) Setelah
14 Hari Pemberian Biofungisida

Dosis (cc/kg BB) Ulangan (n) Rata-rata Diameter Inti Sel Leyig (µm) ( x  SD)
Kontrol (0) 5 8,04 ± 0,3577a
16 5 6,76 ± 0,3912b
24 5 6,16 ± 0,4336b
36 5 6,16 ± 0,7733b
54 5 5,36 ± 0,6426bc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang bermakna pada uji Bonferroni p<0,05.

Tabel 6. Rata-Rata Jumlah Sel leydig Mencit Albino ( Mus musculus ) Setelah
14 hari pemberian Biofungisida

Dosis (cc/kg BB) Ulangan (n) Jumlah Sel Leydig ( x  SD)


Kontrol (0) 5 8,058 ± 1,5861a
16 5 6,960 ± 0,8007ab
24 5 5,620 ± 0,9085b
36 5 4,674 ± 0,7787bc
54 5 4,414 ± 0,2134bc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang bermakna pada uji Bonferroni p<0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN Seminiferus Mencit Albino (Mus


Pembahasan musculus)
1. Toksisitas Biofungisida Terhadap Berdasarkan pengamatan histopatologi
Tebal Epitel Germinal Tubulus testis terlihat adanya penurunan tebal epitel

52
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

germinal tubulus seminiferus. Dosis 16 tebal epitel germinal. Menurut Brinkworth


cc/Kg sudah menunjukkan perbedaan yang & Handelsman (2000) penurunan jumlah
bermakna p<0,05 apabila dibandingkan sel-sel spermatogenik akan menyebabkan
dengan kontrol. Kemungkinan penurunan berkurangnya tebal epitel germinal tubulus
tebal epitel germinal tubulus seminiferus seminiferus.
disebabkan oleh sel-sel spermatogenik
2. Toksisitas Biofungisida Terhadap
sangat rentan terhadap senyawa yang Diameter Tubulus Seminiferus Mencit
bersifat toksik (Working & Chellman, Albino (Mus musculus)

1993), dimana biofungisida yang Berdasarkan pengamatan


mengandung Trichoderma sp histopatologi testis terlihat adanya
menghasilkan zat toksik berupa gliotoxin penurunan ukuran diameter tubulus
dan viridin. Dalam keadaan normal, sel seminiferus. Dosis 16 cc/Kg BB sudah
spermatogenik mampu menghasilkan ROS menunjukkan perbedaan yang bermakna
(“ Reactive Oxygen Species”). Pemberian p< 0,05 apabila dibandingkan dengan
biofungisida menyebabkan ROS kontrol. Hal ini menunjukkan dosis
meningkat. Hal ini mungkin disebabkan biofungisida 16 cc/Kg BB sudah
terjadinya ikatan yang kuat antara memberikan pengaruh terhadap tubulus
gliotoxin dengan gugus (-SH) pada sistein, seminiferus sebagai tempat proses
yang merupakan prekusor glutation (GSH). spermatogenesis.
Gliotoxin akan berkonjugasi dengan Berdasarkan hasil penelitian
glutation (Orr et al., 2004). Glutation semakin tinggi dosis biofungisida yang
sendiri terdapat pada sel spermatogenik diberikan semakin kecil ukuran diameter
(Fujii, 2003), sehingga pemberian tubulus seminiferus. Penurunan diameter
biofungisida dapat mengganggu tubulus seminiferus menunjukkan bahwa
keseimbangan antioksidan (glutation/GSH) pemberian biofungisida menyebabkan
dalam sel dan dapat menimbulkan tubulus seminiferus menjadi atrofi, yang
produksi ROS yang berlebihan (Faix, terjadi akibat berkurangnya sel-sel
2003). Produksi ROS yang berlebihan spermatogenik. Hal ini diperkuat oleh
dapat memacu terjadinya stress oksidatif Jalius (1994) menyatakan bahwa
dan peroksidasi lipid pada sel-sel penurunan ukuran diameter tubulus
spermatogenik, yang kemudian dapat seminiferus sejalan dengan berkurangnya
menyebabkan kerusakan bahkan kematian jumlah sel-sel spermatogenik. Robin et al.
pada sel spermatogenik, yang pada (1984) juga menyatakan berkurangnya
akhirnya akan menyebabkan berkurangnya

53
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

jumlah sel-sel spermatogenik akan Pengaruh FSH pada spermatogonia ini


berlanjut menjadi atrofi tubulus bersifat langsung karena spermatogonia
seminiferus yang ditandai dengan mempunyai reseptor terhadap FSH.
mengecilnya diameter tubulus seminiferus. Penurunan jumlah sel-sel
3. Toksisitas Biofungisida Terhadap spermatogenik ini tidak terlepas dari
Indeks Spermatogenesis Mencit Albino optimal tidaknya fungsi dari sel sertoli,
(Mus musculus) dimana fungsi sel sertoli antara lain untuk
memelihara sel- sel spermatogenik
Berdasarkan penelitian ini rata-rata
termasuk menberi nutrisi pada sel-sel
indeks spermatogenesis terjadi penurunan
spermatogenik. Fungsi sel sertoli ini
yang bermakna (p<0,05) antara
dikendalikan oleh FSH dan testoteron (Du
kelompok kontrol dengan kelompok
Pan & Campana, 1993). Apabila jumlah
perlakuan. Penurunan indeks
sel sertoli berkurang maka kerja dari fungsi
spermatogenesis terjadi perbedaan yang
sel sertoli akan berkurang juga dan juga
bermakna pada dosis 36 cc/Kg BB bila
akan mengakibatkan jumlah sel
dibandingkan dengan control (Tabel 3).
spermatogenik akan berkurang sehingga
Kita ketahui bahwa proses
akan terjadi penurunan indeks
spermatogenesis terdiri dari beberapa tahap
spermatogenesis. Penurunan indeks
diawali dengan pembelahan spermatogonia
spermatogenesis disebabkan karena
sehingga jika sejak awal jumlah
hambatan mitosis yang terjadi selama
spermatogonia berkurang maka jumlah sel
spermatogenesis. Biofungisida yang masuk
perkembangan berikutnya juga berkurang.
ke dalam tubuh mempengaruhi siklus sel
Perubahan jumlah sel-sel spermatogenik
spermatogonia yang berlangsung dalam
pada tubulus seminiferus bisa digunakan
tubulus seminiferus. Gangguan tersebut
sebagai indikator adanya gangguan pada
dapat berupa hambatan pada tahap
proses spermatogenesis (De Kretser &
interfase (Fase G1, S, dan G2) yang
Keir 1988). Menurut Du Pan & Campana
merupakan tahap terjadinya sintesis
(1993) penurunan jumlah sel-sel
protein, replikasi DNA, dan persiapan
spermatogenik ini juga berkaitan dengan
energi untuk pembelahan sel. Albert
penurunan FSH dan testosteron. Penurunan
(1993) melaporkan bahwa sel mamalia
spermatogonia pada penelitian ini diduga
yang sedang berada pada fase S, bila
karena penghambatan sekresi FSH
sintesis DNA terhambat maka sel tidak
mengingat hormon ini diperlukan dalam
mitosis dan proliferasi spermatogonia.

54
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

akan memasuki sel mitosis sampai Berdasarkan hasil dari penelitian


hambatan hilang. ternyata rata-rata berat testis mengalami
penurunan. Pemberian dosis 16 cc/Kg BB
Berdasarkan hasil pengamatan
sudah menunjukkan adanya perbedaan
jumlah spermatid semakin sedikit sejalan
yang bermakna tetapi antara dosis 16
dengan bertambahnya dosis biofungisida.
cc/Kg BB dengan 24 cc/Kg BB, 36 cc/Kg
Menurut Amelar (1997 ) & Mc Lachan et
BB dan 54 cc/Kg BB menunjukkan
al., (1994) bahwa ada beberapa
perbedaan tak bermakna (Tabel 4).
kemungkinan mekanisme terjadinya
penurunan jumlah spermatid (1) adanya Penurunan berat testis
gangguan dalam proses meiosis, (2) mengindikasikan bahwa suatu senyawa
adanya gangguan dalam proses bersifat toksik terhadap testis.
spermiogenesis awal, (3) karena lepasnya Menurunnya berat testis menunjukkan
spermatid ke lumen tubulus dan atau (4) bahwa biofungisida menyebabkan
karena terjadi apoptosis spermatid. kematian sel-sel spermatogenik,
Keempat mekanisme di atas berhubungan selanjutnya mengakibatkan kerusakan pada
dengan penurunan testoteron. Proses epitel germinal dan pada akhirnya
meiosis dari spermatosit primer menjadi menyebabkan degenerasi testis. Kita
spermatosit sekunder dan membentuk mengetahui bahwa berat testis ditentukan
spermatid diatur oleh testoteron melalui antara lain oleh perkembangan epitel
aksinya pada sel sertoli pengikatan seminiferus, tubulus seminiferus yang
spermatid pada sel sertoli melibatkan menempati sebagian besar volume testis.
hormon testoteron, sedangkan penurunan Akibat adanya senyawa toksik seperti
hormon testoteron akan menurunkan adesi gliotoxin dan viridin dapat menyebabkan
antara spermatid dan sel sertoli. Hal ini kerusakan epitel germinal tubulus
sesuai dengan Working & Chellman seminiferus dan pada akhirnya dapat
(1993) yang menyatakan bahwa spermatid menyebabkan degenerasi testis. Penelitian
merupakan tahap perkembangan akhir dari Faix (2003) mengatakan bahwa pemberian
sel spermatogenik sangat rentan terhadap senyawa toksik yaitu merkuri dapat
senyawa yang bersifat toksik. mengakibatkan produksi ROS menjadi
berlebih, produksi ROS yang berlebih
4. Toksisitas Biofungisida Terhadap
dapat menyebabkan degenerasi testis.
Berat Testis Mencit Albino (Mus
Acharya et al., (2003), menyatakan bahwa
musculus)
ROS dapat menyebabkan sel-sel

55
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

spermatogenik menjadi rusak bahkan mati, menghambat inti sel untuk mereplikasi
kemudian dapat menurunkan jumlah DNA sehingga DNA maupun RNA yang
sperma secara signifikan dan pada dihasilkan berkurang dan akan
akhirnya mempengaruhi penurunan berat mengganggu kerja sel leydig. Hal tersebut
testis. Hal tersebut didukung Working & didukung oleh pernyataan Rhamalingan &
Chellmen (1993) senyawa yang bersifat Vimaladevi (2002) bahwa pada fase S
toksik dapat mempengaruhi testis. Vander (sintesis) dalam siklus sel, DNA
et al. (2001) juga mengatakan bahwa mengalami replikasi dan hal ini dinyatakan
penurunan berat testis ada kaitannya dengan peningkatan volume inti dan
dengan menurunnya tebal epitel germinal peningkatan diameter inti, dengan
tubulus seminiferus dengan diameter demikian diameter inti dapat dijadikan
tubulus seminiferus yang menyusun 90% parameter untuk mengamati aktif tidaknya
dari volume testis. inti sel.

5. Toksisitas Biofungisida Terhadap Sel Penurunan jumlah sel leydig pada


Leydig Mencit Albino (Mus musculus) kelompok perlakuan karena sel leydig
mengalami degenerasi, sel leydig yang
Berdasarkan penelitian terhadap
mengalami degenerasi ditunjukkan dengan
diameter sel leydig ternyata biofungisida
adanya inti yang mengecil. Penelitian Faix
sudah menunjukkan perbedaan yang
(2003) mengatakan bahwa pemberian
bermakna pada dosis 16 cc/ Kg BB jika
senyawa toksik yaitu merkuri dapat
dibandingkan dengan kontrol, sedangkan
mengakibatkan produksi ROS menjadi
jumlah sel leydig baru menunjukkan
berlebih, produksi ROS yang berlebih
perbedaan yang bermakna pada dosis 24
dapat menyebabkan degenerasi sel. Akibat
cc/Kg BB jika dibandingkan dengan
adanya pemberian biofungisida yang
kontrol. Berdasarkan gambar histopatologi
juga dapat dilihat jumlah sel leydig pada mengandung Trichoderma sp dan
menghasilkan zat toksik gliotoxin dan
perlakuan kontrol terlihat banyak,
viridin dapat menyebabkan degenerasi sel
sedangkan pada kelompok perlakuan 54
leydig sehingga jumlah sel leydig
cc/Kg BB semakin sedikit (Tabel 5).
berkurang.
Pada penelitian ini pemberian dosis
biofungisida yang bervariasi menunjukkan
adanya penurunan rata-rata diameter inti. KESIMPULAN DAN SARAN

Hal tersebut kemungkinan karena


Kesimpulan
biofungisida bersifat toksik yang dapat

56
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

Kesimpulan dari penelitian ini Amelar, R .D., Dubin, L., and


adalah pemberian biofungisida dosis 16 Walsh,P.C.1977. Male Infertility.
Saunders, Philadelphia.
cc/Kg BB secara oral bersifat toksik
terhadap berat testis, diameter tubulus Arsyad, K.M. 1980. Prociding Seminar
Spermatogenesis. Pengurus Besar
seminiferus, tebal epitel germinal tubulus
Perkumpulan Andrologi (PANDI).
seminiferus, diameter sel leydig. Dosis 24 Surabaya.
cc/Kg BB secara oral bersifat toksik Bardin, C.W, Cheng, C.Y, Musto, N.E and
terhadap jumlah sel leydig. Dosis 36 Gunsalus. 1988. The Sertoli Cell.
In Knobil, E and Neil, J(Editor).
cc/Kg BB secara oral bersifat toksik The Phisiology of Reproduction.
terhadap indeks spermatogenesis. Dosis 54 Rven Press,Ltd.New York

cc/Kg BB secara oral bersifat toksik Bramono, K. 2005. Peranan Jamur Pada
Infertilitas. Buku Kumpulan
terhadap jumlah sel sertoli. Makalah/Abstrak Kongres PANDI
IX dan Kongres PERSANDI I. P
Saran 168-169. Jakarta. April 19-22.2005.
Perlu dilakukan penelitian untuk Brinkwoth,M.H. and D.J. Handelsman.
2000. Environment Influence on
mengetahui apakah pemberian
Male Reproductive Health. In
biofungisida dengan dosis yang lebih Neischlog,E and H.M. Behne
rendah dan dalam jangka waktu yang lebih (Editor). Andrology (2nd Edition).
Springer, Berlin.
lama dapat mempengaruhi testis dan
proses spermatogenesis. Bronson, F.H., C.P Dagg and G.D Snell.
1988. Reproduction. In E.L. Green
(Editor) Biology of the Laboratory
Mouse. Mcgraww-Hill Book
DAFTAR PUSTAKA Company, New York, USA. P 933-
974.
Acharya, U.R., M. Mishra. 2003. Lead
Carlson, B.M. 1984. Pattern’s Foundation
Acetat Induced Cytotoxicity in
of Embriology. 4th Edition. TMH
Male Germinal Cells of Swiss
Edition Tata. McGraw-Hill
Mice. Industrial Health 41: 291-
Publishing Company. Ltd. New
294.
Delhi.
(http://www.nih.go.jp/jp/indu_hel?
2003/pdf/ih_41_3_21.pdf) diakses De Kretser, D.M.1988. Evalution of
02 Mei 2006. Male Gonadal Function. In PJ.
Rowe and E.M. Vikhlyaeva
(eds). Diagnosis and
Alberts,B.,Bray,D.,Lewis,J.,Raff,M.,Rober
Treatement of Infertility. Hans
ts,K. and Watson,J.D.1993.
Huber Publisher. Toronto. p: 93-
Molecular Biology of Cell.3rd ed.
97.
Gerland Pibl.,Inc., New York.
Du Pan, M.R. and Campana. 1993.
Physiopathology of

57
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

Spermatogenic Arrest. Fertil Mangkoewidjojo & S Smith, J.B..1988.


Steril. 60(6): 937-951. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di
Faix, S. 2003. Effect of Per Os Daerah Tropis.
Administration of Mercuric
Chloride on Peroxidation Processes Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi
in Japanese Quail. Acta Vet. Brno, Reproduksi Mamalia dan Burung.
72:23-26. (http://www.vfu.cz/acta- Terjemahan Sunaryo Keman. UI
Press. Jakarta.
vet/vol72/pdf/72_023.pdf).
Orr, J.G, V. Leel, G.A. Cameron, C.J.
Fujii. 2003. Cooperative Function of Marek, E.L. Haughton, L.J. Elrick,
Antioxidant and Redox System J.E. Trim, G.M. Hawksworth, A.P.
Against Oxidative Stress in Male Halestrap, M.C. Wright. 2004.
Reproductive Tissue. Asian Journal Mechanism Of Action of
Antifibrionic Compound Gliotoxin
of Andrology, Sep;5;231-242.
in Rat Liver Cells. Hepatology 40:
(http://www.asiaandro.com/1008- 232-42.
628x/5/231.htm) diakses 02 Mei (http://www.caspases.org/showabst
2006. ract.php?pmid=93044400) diakses
30 September 2006.
Jalius, 1994. Pengaruh Antispermatogenik
Ekstrak Etanil Daging Buah Pare Rhamalingan, V & V. Vimaladelfi. 2002.
(Momordica charantia L) Pada Effect of Mercuric Chloride on
Tikus. Maj. Kedokt. Indon. 44(1):9- Membrane-Bound Enzymes in Rat
13. Testis. Asian Journal Andrology.
December; 4: 309-311.
Johnson, M.H. and B.J. Everit. 1988.
Essential Reproduction (3 th Robins, S.L., Ramsis & Vinay, K. 1984.
editition) Butler and Tanner Ltd.
Pathologic Basis of Disease 3rd.ed.
Junquera, L.C., Carneiro, J., and W.B. Saunders Co. Ontario.
Kelley,R.O.1995. Basic Histology
(8th. Edition) Prentice- Hall Rugh, R. 1968. The Mouse: Its
International,London. Reproduction and Development. 1st
ed. Burgess Publishing. Co,
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar Azas Mineapolis.
Organ Sasaran dan Penilaian Setchell, B.P & D.E, Brooks. 1988.
Resiko. Diterjemahkan oleh Anatomy, Vasculature, Innervation,
Nugroho. Edisi kedua. Universitas and Fluids of The Male
Indonesia. Jakarta. Reproductive Tract. In E. Knobil
and J.D. Neill ( Editors). The
Mackawa, K., & Abe, S.O. 1995
Physiology of Reproduction, Vol 1.
Proliferation of New Spermatogonia
Raven Press, Ltd, New York, USA.
by Mammalian
P.753 – 836.
FSH via Sertoli Cell Invivo.
Journal Experiment. Zoology,272 (5) Stephan J.P., Syed,V., and Jegon,
B. 1997. Regulation of Sertoli Cell
: 516-520.
Interleukin-

58
Jurnal Sains dan Teknologi Laboratorium Medik. ISSN: 2527-5267. Vol.1. No.1. (2016): 44-59

I and Interleukin-6 Produktion Lingkungan. Seminar Teknologi


Invitro. Moll.Cell. Endocrinol. 134 Untuk Negeri. Jakarta.
(2): 109-118. Vander , A, Sherman , J, Luciana, D.
Steinberger.E., and Steinberger, A . 1975. 2001. Male Reproduktive
Spermatogenik Fungtion of the Physiology, Human Phisiology (8th),
Testis. In Greep.R.O. Astwood, Mc Graw Hill Inc. New York, USA.
E.B., Hamilton, D.W., and
Working, P.K and.Chellman, G.J. 1993.
Geiger,S.R.(eds) Handbook of The Testis, Spermatogenesis. And
Physiology, section Endocrinology The Excurrent Duct, In Zinaman,
vol.V.Waverly Press,Inc., Baltimore. MJ dan Seiali,AR(Editor).
Reproductive Toxicology and
Suryono. 2006. Pestisida Biologis.
infertility. p.39.
(http://www.tanindo.com/abdi8/hal42
01.htm.) diakses 02 Mei 2006.
Suwahyono, Untung, Wahyudi, Priyo.
2001. Biofungisida Trichoderma
harzianum, Pestida Ramah

59

Anda mungkin juga menyukai