0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan2 halaman
Teologi Islam dan Covid-19 membahas berbagai perspektif teologis Islam mengenai pandemi Covid-19, seperti pandangan Jabariah yang meyakini takdir Tuhan sepenuhnya menentukan, sementara Qadariah memberikan ruang kebebasan bagi manusia dengan ikhtiar untuk mencegah penularan. Dokumen ini juga menyinggung perdebatan ulama tentang kaitan sejarah wabah penyakit di masa lalu dengan Covid-19 saat ini.
Teologi Islam dan Covid-19 membahas berbagai perspektif teologis Islam mengenai pandemi Covid-19, seperti pandangan Jabariah yang meyakini takdir Tuhan sepenuhnya menentukan, sementara Qadariah memberikan ruang kebebasan bagi manusia dengan ikhtiar untuk mencegah penularan. Dokumen ini juga menyinggung perdebatan ulama tentang kaitan sejarah wabah penyakit di masa lalu dengan Covid-19 saat ini.
Teologi Islam dan Covid-19 membahas berbagai perspektif teologis Islam mengenai pandemi Covid-19, seperti pandangan Jabariah yang meyakini takdir Tuhan sepenuhnya menentukan, sementara Qadariah memberikan ruang kebebasan bagi manusia dengan ikhtiar untuk mencegah penularan. Dokumen ini juga menyinggung perdebatan ulama tentang kaitan sejarah wabah penyakit di masa lalu dengan Covid-19 saat ini.
Pandemi Covid-19 kini masih bergejolak di seantero dunia, dengan angka
kematian yang cukup mengenaskan. Di Indonesia bagian dari salah satu Negara yang menjadi korban, dengan kasus positif virus corona sebanyak 643.508, pasien sembuh 526.979, pasien meninggal 19.390 (update tanggal 17/12/2020). Berbagai wilayah di Indonesia dilakukan PSBB untuk menekan pandemi Covid-19 ini dengan risiko ekonomi yang sangat tinggi untuk menyelematkan kemanusiaan. Kegelisahan sosial menjadi kohesi yang rentan, antara mempertahankan hidup dari segi kesehatan versus segi ekonomi. Pandemi Covid-19 yang mematikan ini, memaksa rakyat tinggal di rumah (stay at home), bekerja dari rumah (work from home), menjaga jarak interaksi sosial (physical distancing), dan menjaga daya tahan tubuh (imunitas). Dampak dari tragedi kehidupan ini, jutaan pekerja dirumahkan, keramaian ditiadakan, mulai dari rapat, pertemuan ilmiah, hajatan, sampai pada kegiatan keagamaan. Berbagai tanggapan bermunculan sebagai respons terhadap tragedi pandemi Covid-19 ini, di antaranya adalah bentuk keserakahan oleh hegemoni dunia, dampak dari kemajuan teknologi digital yang tidak terkendali lagi, bagian dari murka Tuhan terhadap kesombongan manusia, ujian kemanusiaan yang telah kehilangan nurani, pembelajaran bagi ketahanan ekonomi dan kesehatan dalam kehidupan sosial secara institusional, dan berbagai tanggapan lainnya. Bagi kaum rasionalis, melihat tragedi ini dalam hukum kausalitas yakni akibat terjadi karena adanya sebab, yakni pandemi Covid-19 terjadi disebabkan oleh kecerobohan orang tertentu dalam berinovasi di dunia biologi (jika asumsi ini diterima). Bagi kaum teologis, boleh jadi melihat sebagai teguran keras Tuhan terhadap tatanan kehidupan manusia yang kehilangan kendali diri, yakni keserakahan, kesombongan, eksploitasi, kejumudan, dan lainnya. Meskipun wabah penyakit Covid-19 dalam catatan sejarah Islam masih menjadi perdebatan dan kontroversial baik di kalangan ulama, kyai, ustadz, bahkan di mediamedia sosial, dan cenderung di kait- kaitkan satu sama lain. Namun faktanya wabah penyakit Covid-19 ini memang sangat mirip kasusnya seperti wabah penyakit yang menyerang kaum muslim di masa lalu. Misalnya dalam sejarah Islam bisa kita simak tentang wabah penyakit yang terjadi pada masa kaum muslimin menaklukkan Irak dan Syam. Setelah Peperangan yang sangat sengit di Yarmuk, kemudian kaum muslimin menetap di Negeri Syam. Setelah itu datanglah wabah penyakit korela yang menelan kurang lebih 25.000 jiwa pada saat itu.10 Oleh karena itulah tidak heran jika para ulama, kyai, ustadz, peneliti dan yang lainnya mengaitkan peristiwa ini dengan wabah penyakit Covid-19. Karena memang wabah penyakit tersebut secara sekilas sangat mirip dengan wabah Covid-19 yang terjadi saat ini yang menelan puluhan ribu jiwa. Covid-19 atau virus Corona tak hanya mengguncang rasa kemanusian kita, tetapi juga memunculkan kembali atmosfir khazanah perdebatan di langit pemikiran teologi Islam, perihal sejauh mana sebenarnya peran Tuhan pada semua hal yang terjadi pada diri manusia dalam perjalanan kehidupannya di dunia. Pembelaan-pembelaan kita, dan juga argumentasi yang dibangun dan disampaikan mereka yang tetap menginginkan shalat berjamaah dan shalat jumat di masjid pekan lalu, di tengah wabah Corona yang berkecamuk, tanpa sadar telah mendekatkan diri kita pada sebuah pemikiran dan perdebatan teologi dalam peradaban Islam yang pernah hidup maupun yang masih bertahan hingga kini, diantaranya Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Ahlussunnah dan Jama’ah, serta Jabariah dan Qadariah. Beragam aliran teologi tersebut seperti kembali memasuki sisi-sisi terdalam wilayah keyakinan umat Islam, utamanya pasca keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengimbau penundaan sementara kegiatan shalat berjamaah dan shalat jumat di masjid. Keputusan ini ditanggapi beragam, melahirkan perdebatan di media sosial dan ruang-ruang publik, serta menyentuh wilayah paling dasar dalam beragama, yakni teologi. Jika diperhatikan, tidak ada satu pun umat Islam saat ini sungguh-sungguh menganut sebuah teologi secara mentah. Pun, pada semua teologi yang ada dalam perjalanannya juga mengalami dinamika dan perkembangan, yang melahirkan beragam pemahaman pada tingkat awam, utamanya ketika umat dihadapkan pada pertanyaan mendasar sejauh mana Tuhan mengatur skenario (takdir) kehidupan manusia di dunia. Apakah Tuhan sepenuhnya menentukan seluruh perjalanan dan gerak-gerik kehidupan manusia, ataukah manusia memiliki peran dan peluang untuk mengubah takdir yang telah ditentukan untuk dirinya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini kerap muncul dalam benak seorang muslim, termasuk dalam menghadapi wabah virus Corona saat ini. Jabariah dan Qadariah Tentu, bagi kaum Jabariah yang berideologi fatalis, mereka memandang semua hal yang terjadi pada diri manusia tidak ada sebab sama sekali dari manusia. Karena itu, kata kaum neo Jabariah, tak perlu takut Corona. Toh, seperti apa model dan takdir kematianmu telah ditulis di lauh mahfuzh jauh sebelum semesta dicipta. Bagi mereka, semua persoalan Tuhanlah yang menjadi penyebab. Termasuk misalnya ketika seseorang yang tidak pintar berenang, namun memaksakan diri terjun ke kolam renang, lalu tenggelam dan meninggal. Berbeda Jabariah, dalam konteks infeksi wabah Corona, kaum Qadariah melihat Tuhan memberikan ruang kebebasan dan kekuatan (qudrah) kepada manusia untuk tidak terinfeksi, melalui ikhtiar dan upaya manusia itu sendiri. Jika kemudian ada manusia terinfeksi, itu bukan disebabkan Tuhan menghendaki demikian, tetapi lebih pada ketidakhati-hatian manusia itu sendiri. Salah satu argumentasi yang diajukan kaum Qadariah adalah firman Allah SWT yang terkenal dalam surat Ar- Rad:11 bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Sementara ayat-ayat yang diajukan kaum Jabariah sebagai argumentasi ajaran teologi mereka, diantaranya QS: As-Saffat : 96 (Padahal Allah-lah yang telah menciptakan kalian dan apa yang kalian perbuat itu). Bagi Jabariah ekstrem yang dipopulerkan oleh Jahm Ibn Safwan, manusia tidak memiliki daya kekuatan untuk berbuat apa-apa terhadap skenario kehidupannya di dunia. Semua telah digariskan dan ditentukan. Tidak ada pilihan, manusia tinggal menjalaninya dengan suka rela. Dalam pandangan faham ini jika seseorang terinfeksi Corona, itu karena memang telah digariskan oleh Tuhan seperti itu, dan bukan karena orang itu tidak waspada, tidak menghiraukan imbauan pemerintah atau karena tidak memakai masker, tapi semata karena Tuhan telah mentakdirkan dia mati karena corona. Jadi tak perlu takut dan khawatir kata mereka. Takdirmu telah ditentukan jauh sebelum wabah ini menyerang bumi. Menghadapi Corona kita tak cukup berpangku tangan menunggu takdir baik buruk, tetapi harus ada ikhtiar. Salah satu ikhtiar dimaksud, ikuti anjuran pemerintah terkait social distancing, menggunakan masker, memakai hand sanitizer, tidak jabat tangan dan lain sebagainya