ABSTRAK
Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan proses pembentukan
produk hukum dan produk politik dengan tujuan untuk mengatur aktivitas manusia demi
terselenggaranya ketertiban masyarakat. Maka dari itu diperlukan partisipasi masyarakat untuk
mewujudkan peraturan perundang-undangan yang dapat diterima dan diimplementasikan oleh
berbagai lapisan masyarakat. Sampai saat ini, belum terdapat pedoman dalam implementasi
partisipasi masyarakat dalam penyusunan undang-undang di Indonesia, sehingga dapat dikatakan
implementasinya di belum berjalan secara maksimal. Metode yang dipergunakan yaitu penelitian
yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dari bahan hukum primer dan sekunder.
Pendekatan perbandingan dilakukan untuk melihat bagaimana partisipasi masyarakat dalam
pembentukan Undang-Undang di Indonesia dan Afrika Selatan. Di Afrika Selatan, partisipasi
masyarakat merupakan salah satu ketentuan dalam pembentukan undang-undang. Dari berbagai
bentuk partisipasi yang dilakukan di Afrikas Selatan, terdapat beberapa bentuk yang dapat
menjadi masukan bagi konsep partisipasi masyarakat di Indonesia. Demi terwujudnya demokrasi,
partisipasi masyarakat sebaiknya menjadi syarat dalam pembentukan undang-undang dengan
adanya mekanisme lebih lanjut sebagai pedoman pelaksanaan.
Kata kunci: Afrika Selatan; partisipasi masyarakat; pembentukan undang-undang; perbandingan.
ABSTRACT
Lawmaking process is the process of forming legal product and political products with
the aim to regulate human activities for the implementation of public order. Therefore public
participation important to create the law which can be accepted and implemented by differ society.
Untill now, there are no guidelines in the implementation of public participation in legislative
process in Indonesia, so that the implementation has not been running optimally. The research
method used in this study is normative juridicial research, using secondary data in the form of
primary law materials and secondary law materials. A comparative approach is carried out to
see how public participation in legislative process in Indonesia and South Africa. In South Africa,
public participation become one of provision in legislation process. From various forms in public
participation di South Afria, there are several forms which can become input for the concept of
public participation in Indonesia. For the sake of democracy, public participation should become
term in legislation process with further mechanism for guidelines.
Keyword: comparative; legislative process; public participation; South Africa.
*
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jl. Diponegoro No. 57, Bandung 40122, email: tyakecil@gmail.com.
225 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 3, Nomor 2, Maret 2019
1
Hernadi Effendi, Persamaan Kedudukan di Depan Hukum dan Pemerintahan Konsepsi dan Impelementasi, Mujahid Press, Bandung:
2017, hlm. 61.
2
Ibid, hlm. 63.
Siti Hidayati 226
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang
Afrika Selatan dapat dijadikan pembanding bagi Negara bangsa (Nation-state) dapat
konsep partisipasi masyarakat di Indonesia. digunakan sebagai basis dalam menentukan
Tulisan ini akan mengkaji bagaimana Identitas Konstitusi (Constitutional Identity)
partisipasi masyarakat dalam pembentukan Indonesia. Indonesia termasuk ke dalam Negara
Undang-Undang di Indonesia dan Afrika bangsa pos-kolonial, karena terbentuk dari
Selatan. Dari uraian tersebut akan dilakukan sejarah panjang perlawanan untuk terlepas dari
perbandingan terhadap kedua negara yang sejarah panjang perlawanan untuk terlepas dari
diharapkan dapat memberi masukan terhadap penjajahan (dekolonisasi) bangsa Belanda dan
formula yang tepat bagi partisipasi masyarakat Jepang. Kedudukan Indonesia sebagai Negara
dalam pembentukan undang-undang di bangsa pos-kolonial memiliki pengaruh dalam
Indonesia. pembentukan identitas konstitusi, sehingga
identitas konstitusi tersebut terbentuk dari
METODE PENELITIAN tujuan historis pembentukan konstitusi
Indonesia dan oleh karena itu Indonesia
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis memiliki identitas konstitusi pos-kolonial
normatif dengan menggunakan data sekunder berdasarkan UUD 1945. Identitas konstitusi pos-
dari bahan hukum primer dan sekunder. Bahan- kolonial yang dimiliki Indonesia dapat dilihat
bahan tersebut berupa peraturan perundang- dari norma-norma yang bersifat fundamental
undangan, literatur, dan hasil-hasil penelitian yang terdapat dalam UUD 1945.3
yang relevan dengan objek penelitian.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian Sejak tahun 2011, proses pembuatan
ini adalah pendekatan perbandingan. Bahan- undang-undang mengacu pada satu Undang-
bahan yang diperoleh kemudian dianalisis Undang yaitu UU No. 12 Tahun 2011. Secara
secara deskriptif kualitatif. garis besar proses pembentukan Undang-
Undang terdiri dari beberapa tahap yaitu:
PEMBAHASAN 1. Proses persiapan pembentukan undang-
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan undang yang merupakan proses
Undang-Undang di Indonesia penyusunan dan perancangan di lingkungan
pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat,
Pembentukan undang-undang adalah atau Dewan Perwakilan Daerah.
bagian dari pembangunan hukum yang 2. Proses pembahasan di Dewan Perwakilan
mencakup pembangunan sistem hukum Rakyat
nasional dengan tujuan mewujudkan tujuan 3. Proses pengesahan oleh Presiden,
negara yang dilakukan mulai dari perencanaan 4. Proses pengundangan oleh Menteri yang
atau program secara rasional, terpadu dan tugas dan tanggungjawabnya di bidang
sistematis. Undang-Undang Dasar 1945 peraturan perundang-undangan.
mengatur bahwa kewenangan membentuk
undang-undang berada pada Dewan Perwakilan Partisipasi masyarakat dalam
Rakyat (DPR) dan Presiden. pembentukan undang-undang penting karena
Franko Johner, dkk., “Negara Bangsa Pos-Kolonial Sebagai Basis Dalam Menentukan Identitas Konstitusi Indonesia: Studi Terhadap
3
Undang-Undang Dasar 1945”, Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol. 2 No. 2 2018, hlm. 195.
227 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 3, Nomor 2, Maret 2019
4
Pataniari Siahaan, Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Pasca Amandemen UUD 1945, Penerbit Konpress, Jakarta: 2012,
hlm. 431.
5
Ibid, hlm. 432.
6
Ibid, hlm. 434.
Siti Hidayati 228
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang
Keterlibatan publik bisa dilihat dari dua Contoh lain partisipasi masyarakat dalam
sisi. Pertama, inisiatif DPR dan/atau inisiatif penyusunan RUU sebagaimana disampaikan
masyarakat. Adapun bentuk pelibatan yang dalam penelitian Maharanie yaitu pada
dilakukan oleh DPR misalnya melalui RDPU dan pembentukan Undang-Undang Nomor 13
kunjungan kerja. Dalam RDPU, kelompok yang Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
dianggap dapat mewakili masyarakat diundang Korban. Sebelum dilakukan RDPU, studi banding
untuk menyampaikan aspirasinya dalam rangka mengenai pelaksanaan sistem perlindungan
pembahasan suatu undang-undang. Berbeda saksi di negara lain (Amerika dan Australia).
halnya dengan kunjungan kerja. Kunjungan RDPU yang pertama dengan mengundang
kerja adalah saat DPR menjemput bola Komisi Pemberantasan Korupsi, perwakilan
menghampiri masyarakat dan melihat langsung Kejaksaan Amerika, dan perwakilan dari
apa yang terjadi sebagai pengalaman untuk Australia. RDPU yang kedua mengundang ahli
merangsang persepsi saat pembahasan. Kedua, hukum pidana. Dari RDPU tersebut hanya KPK
bentuk keterlibatan publik yang diinisiasi oleh dan ahli hukum pidana sebagai pihak terkait.
masyarakat juga beragam macamnya. Ada DPR tidak melibatkan kelompok keahlian
diskusi, unjuk rasa, hingga judicial review. lainnya. Dari hasil penelitian terlihat adanya
Penyampaian aspirasi melalui media juga tidak keterlambatan akses terhadap dokumen RDPU,
jarang dilakukan.7 laporan singkat, risalah rapat, dan daftar hadir.
DPR sebagai lembaga perwakilan berfungsi Jadwal juga seringkali berubah sehingga sulit
untuk menyalurkan aspirasi rakyat yang untuk memantau perkembangan rapat.9
diwakilinya. Isu-isu yang dibawa masyarakat Dalam analisis yang dilakukan oleh koalisi
dalam proses pembentukan suatu RUU belum masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi
tentu akan diterima oleh fraksi di DPR. Di DPR Masyarakat Selamatkan Pemilu, ternyata ruang
terdapat berbagai forum yang dapat digunakan partisipasi publik dalam proses pembuatan
untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. peraturan perundang-undangan masih sangat
Berdasarkan penelitian Saifudin terdapat 6 rendah (Perludem 2011). Paling tidak persoalan
forum penyampaian partisipasi masyarakat tersebut dapat dilihat dari lima tahapan yang
dalam proses pembentukan RUU.8 biasa dilakukan dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Menurut Wawan Ichwanuddin, diantaranya10:
Pertama, tahap penyusunan program
legislasi nasional. Keterlibatan masyarakat
dalam tahap konsultasi dan komunikasi
dimungkinkan untuk memberi masukan
dan memantapkan Ranlegnas (Perancangan
7
Joko Riskiyono, Pengaruh Partisipasi Publik dalam Pembentukan Undang-Undang: Telaah Atas Pembentukan Undang-Undang
Penyelenggara Pemilu, Perludem, Jakarta: 2016, hlm. 209.
8
Ibid, hlm. 258.
9
Maharanie, Skripsi Kedaulatan Rakyat dalam Pembentukan Kebijakan Publik (Studi Kasus : Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan
Undang-Undang di Indonesia), Universitas Indonesia, Depok: 2008.
10
Joko Riskiyono, Op. Cit., hlm. 174-175.
229 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 3, Nomor 2, Maret 2019
Legislasi Nasional). Sayangnya, tidak jelas siapa didasarkan atas prinsip-prinsip accountability,
yang dimaksud dengan wakil masyarakat dalam transparancy, and oppennes. Sejumlah bagian
forum tersebut karena semua ditunjuk oleh dari Konstitusi berkaitan langsung dengan
pemerintah. public paricipation sedangkan sebagian yang
Kedua, penyusunan prakarsa rancangan lain secara tidak langsung mendukung interaksi
undang-undang. Ada dua tahap masyarakat bisa publik dengan pemerintah.11
terlibat dalam penyusunan naskah akademik Berdasarkan Konstitusi Afrika Selatan
dan forum konsultasi. Namun keduanya bersifat 1996, fungsi legislatif berada di Parlemen.
fakultatif tergantung dari niat dan kepentingan Parlemen berkedudukan sebagai kekuasaan
pemerintah untuk mengikutsertakan legislatif nasional, dimana parlemen memiliki
masyarakat. kewenangan untuk membentuk undang-
Ketiga, proses perancangan undang- undang. Lembaga ini terdiri dari the National
undang di DPR. Peran masyarakat dapat Assembly dan the National Council of Provinces.
dilakukan melalui perguruan tinggi yang diberi The National Assembly dipilih untuk mewakili
tahu Badan Legislasi DPR untuk membuat masyarakat dan menjamin pemerintahan yang
RUU. Perancangan masyarakat tergantung demokratis berdasarkan konstitusi. Sementara
keikutsertaan kalangan civil society untuk the National Council of Provinces merupakan
berpartisipasi. Perancangan oleh P3LI DPR perwakilan daerah atau provinsi untuk
(Pusat Pengkajian Layanan Informasi) dan menjamin kepentingan provinsi diperhitungkan
Setjen DPR yang melibatkan kalangan akademisi dalam lingkup nasional.
atau LSM untuk memberikan masukan. The National Assembly memiliki tugas
Keempat, proses pengusulan di DPR. untuk melakukan pemilihan presiden,
Dalam tahap ini tidak ada peran serta masyarakat menyediakan forum nasional untuk mendapat
karena sifatnya DPR hanya menyampaikan pertimbangan public terhadap suatu isu,
informasi saja. membentuk undang-undang, melakukan
pengawasan terhadap tindakan eksekutif,
Kelima, pembahasan di DPR. Peran serta melakukan perubahan konstitusi. Selain itu,
masyarakat terletak dalam Rapat Dengar dalam pembentukan RUU terdapat keterlibatan
Pendapat Umum (RDPU). Sayangnya, RDPU National Council of Provinces yang memiliki
tersebut lebih banyak inisiatif dari DPR sehingga tugas untuk ikut berpastisipasi dalam proses
tidak terlihat dari kelompok masyarakat legislasi nasional dan menyediakan forum
mana yang didengarkan dan dapat memberi nasional untuk mendapat pertimbangan publik
masukan.” terkait isu-isu yang memiliki dampak terhadap
provinsi. Presiden merupakan kepala negara dan
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan kepala pemerintahan. Presiden juga memiliki
Undang-Undang di Afrika Selatan fungsi legislatif dan kewenangan antara lain
menerapkan undang-undang kecuali konstitusi
Konsitusi Afrika Selatan 1996 menjadi menentukan lain, membentuk dan menerapkan
tonggak awal pemerintahan Afrika Selatan yang
Saifudin, Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, FH UII Press, Yogyakarta: 2009, hlm. 114.
11
Siti Hidayati 230
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang
12
Parliament of South Africa, “How a Law is Made”, tanpa tahun, <https://www.parliament.gov.za/storage/app/media/EducationPubs/
how-a-law-is-made.pdf>, [diakses pada tanggal 11/12/2017}.
13
Id.
231 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 3, Nomor 2, Maret 2019
14
Parliament of Republic of South Africa, “What Parliament Does”, tanpa tahun, <https://www.parliament.gov.za/what-parliament-
does>, [diakses pada tanggal 12/12/2017].
15
Renee Scott, An Analysis of Public Participation in the South African Legislative Sector, Stellenbosch University, Stellenbosch: 2009,
hlm. 81-96.
Siti Hidayati 232
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang
Parliament of The Republic of South Africa, “Petitions”, tanpa tahun, <https://www.parliament.gov.za/petitions#>, [diakses pada
16
tanggal 12/12/2017].
233 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 3, Nomor 2, Maret 2019
17
Monique Doyle, Public Participation Parliament-Survey of Participant, Parliamentary Monitoring Group, Cape Town: 2017, hlm. 14.
18
Joko Riskiyono, Op. Cit., hlm. ix.
19
Renee Scott, Op. Cit., hlm. 25.
Siti Hidayati 234
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang
20
Karen Czapanskiy and Rashida Manjoo, “Righ of Public Participation in the Law-Making Process and the Role of the Legislature in the
Promotion of This Right”, Duke Journal of Comparative & International Law, Vol. 19: 1, 2009, <https://papers.ssrn.com/sol3/papers.
cfm?abstract_id= 1273610>, [diakses pada tanggal 5 Maret 2019].
21
Iza Rumesten R.S., “Model Ideal Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah”, Jurnal Dinamika Hukum , Vol. 12 No.
1 Januari 2012, hlm. 139.
22
László Vértesy, “The Public Participation in the Drafting of Legislation in Hungary”, International Public Administration Review, 14 (4),
<https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id= 3002383>, [diakses pada tanggal 5 Maret 2019]
23
Saifudin, Op. Cit., hlm. 93.
24
Sherry R. Arnstein, “The Ladder of Citizen Participation”, Journal of the American Planninng Association, 2010, hlm. 218-223.
235 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 3, Nomor 2, Maret 2019
jawab dan berbagai pilihan, tetapi tidak ada untuk membuat keputusan pada
umpan balik atau kekuatan untuk negosiasi rencana tertentu. Untuk menyelesaikan
dari masyarakat. Informasi diberikan pada permasalahan, pemerintah harus
tahapan akhir perencanaan dan masyarakat mengadakan negosiasi dengan masyarakat
hanya memiliki sedikit kesempatan untuk tidak dengan tekanan dari atas,
mempengaruhi rencana yang telah disusun dimungkinkan masyarakat mempunyai
4. Consultation, masyarakat tidak hanya tingkat kendali atas keputusan pemerintah.
diberitahu tetapi juga diundang untuk 8. Citizen control, masyarakat dapat
berbagi pendapat, meskipun tidak berpartisipasi di dalam dan mengendalikan
ada jaminan bahwa pendapat yang seluruh proses pengambilan keputusan.
dikemukakan akan menjadi pertimbangan Pada tingkatan ini masyarakat memiliki
dalam pengambilan keputusan. Metode kekuatan untuk mengatur program atau
yang sering digunakan adalah survei tentang kelembagaan yang berkaitan dengan
arah pikiran masyarakat atau pertemuan kepentingannya. Masyarakat mempunyai
lingkungan masyarakat dan public hearing wewenang dan dapat mengadakan
atau dengar pendapat dengan masyarakat. negosiasi dengan pihak-pihak luar yang
5. Placation, pemegang kekuasaan hendak melakukan perubahan. Usaha
(pemerintah) perlu menunjuk sejumlah bersama warga ini langsung berhubungan
orang dari bagian masyarakat yang dengan sumber dana untuk memperoleh
dipengaruhi untuk menjadi anggota bantuan tanpa melalui pihak ketiga.
suatu badan publik, di mana mereka Mencari konsep terbaik partisipasi
mempunyai akses tertentu pada proses masyarakat dalam pembentukan undang-
pengambilan keputusan. Walaupun undang bukanlah perkara mudah. Salah satu
dalam pelaksanaannya usulan masyarakat upaya tersebut dapat dilakukan melalui metode
tetap diperhatikan, karena kedudukan perbandingan. Dalam proses membandingkan
relatif rendah dan jumlahnya lebih sedikit partisipasi masyarakat dalam pembentukan
dibandingkan anggota dari pemerintah undang-undang pada dua negara, kita harus
maka tidak mampu mengambil keputusan mencari persamaan dan perbedaaan dari
6. Partnership, masyarakat berhak berunding keduanya. Persamaan dan perbedaan tersebut
dengan pengambil keputusan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
pemerintah, atas kesepakatan bersama sejarah, konsep, struktur, dan latar belakang
kekuasaan dibagi antara masayrakat budaya.
dengan pemerintah. Untuk itu, diambil Afrika Selatan dan Indonesia merupakan
kesepakatan saling membagi tanggung negara yang sedang berupaya mewujudkan
jawab dalam perencanaan, pengendalian demokrasi dalam berbagai segi kehidupan
keputusan, penyusunan kebijakan serta bernegara. Kondisi sosial politiknya tidak
pemecahan masalah yang dihadapi jauh berbeda terlihat dari kesamaan dalam
7. Delegated power, pada tingkatan ini terjadinya proses pemberdayaan rakyat dalam
masyarakat diberi limpahan kewenangan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Siti Hidayati 236
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang
25
Legislative Sector South Africa, Public Participation Framework for the South African Legislative Sector, Legislative Sector South Africa,
Cape Town: 2013, hlm. 32.
26
Parliament of Republic of South Africa, What Parliament Does, Loc. Cit.
27
Monique Doyle, Op. Cit., hlm. 18.
Siti Hidayati 238
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang
Sementara di Afrika Selatan, Parlemen karena dapat berdialog secara langsung aspirasi
lebih terbuka terhadap keterlibatan masyarakat masyarakat Aceh.
terlihat dari lebih beragamnya praktek bentuk Lain halnya dengan kunjungan kerja ke
partisipasi. Parlemen tidak boleh melarang luar negeri yang sering dilakukan oleh DPR.
masyarakat untuk berada di Komite. Terdapat Sebagai contoh, dalam penyusunan Undang-
rapat yang terbuka untuk umum maupun yang Undang Nomor 14 Tahun 2011 tentang
tertutup. Untuk rapat yang terbuka untuk umum Keinsinyuran, DPR melakukan kunjungan kerja
akan diumumkan baik melalui media maupun ke Jeman. Kunjungan kerja tersebut disinyalir
undangan secara langsung terhadap pemangku kurang tepat, karena pertemuan yang dilakukan
kepentingan terkait materi RUU yang akan oleh DPR di Jerman dengan Deutsches Institut
dibahas. Berdasarkan hasil survey partisipasi fur Normung yang merupakan lembaga untuk
masyarakat dalam pembentukan undang- standardisasi ‘produk’, bukan standardisasi
undang yang dilakukan oleh Parliamentary profesi seperti yang menjadi agenda utama
Monitoring Group pada tahun 2015-2016, anggota DPR.29 Maka dari itu untuk bentuk
sebanyak 46,1% partisipan merasa puas dengan kunjungan kerja perlu disusun SOP sehingga
batas waktu yang diberikan untuk memberi jelas latar belakang, siapa yang ditemui, apa
masukan terhadap suatu RUU. Dari hasil survey yang dilakukan, dimana kunjungan dilakukan,
tersebut terlihat bahwa masyarakat diberi kapan waktu kunjungan kerja, dan bagaimana
waktu yang cukup untuk memberi masukan metode yang dilakukan.
terhadap suatu RUU.28
Persamaan berikutnya yaitu, di Afrika
Untuk metode kunjungan kerja, di Selatan tidak diatur kewajiban legislatif untuk
Afrika Selatan terkait pembentukan undang- terikat dengan masukan masyarakat. Dari
undang metode ini dirasa kurang signifikan hasil survey Parliamentary Monitoring Group,
hasilnya karena seringkali bercampur dengan hanya 30% responden merasa masukan mereka
kegiatan lain yang melibatkan massa banyak. terhadap RUU diakomodir oleh lembaga
Sehingga masukan terkait RUU tertentu kurang legislatif. Bahkan 79,5% responden merasa
maksimal. Walaupun secara manfaat terhadap bahwa setelah oral hearing masukannya
masyarakat kunjungan kerja ini juga menjadi tidak direspon secara memadai.30 Dari hasil
sarana komunikasi antara masyarakat dengan survey tersebut terlihat bahwa mengakomodir
lembaga legislatif. Di Indonesia, kunjungan kerja kepentingan masyarakat bukanlah hal yang
dalam rangka penyusunan RUU juga dilakukan. mudah. Tidaklah mungkin bagi pembentuk
Sebagai contoh, kunjungan kerja DPR ke Aceh undang-undang untuk mengakomodir semua
dalam rangka penyusunan Undang-Undang masukan dari masyarakat. Sehingga pembentuk
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan undang-undang harus menindaklanjuti
Aceh. Kunjungan kerja tersebut bermanfaat masukan dari masyarakat baik masukan
terhadap penyusunan UU No. 11 Tahun 2006 tersebut ditolak ataupun diterima. Hal ini sangat
28
Ibid, hlm. 8.
29
Gilang Fauzi, “Deretan Kasus Kunjungan Ke Luar Negeri DPR”, 2015, <https://www.cnnindonesia.com/
nasional/20150908104558-32-77282/deretan-kasus-kunjungan-luar-negeri-dpr>, [diakses pada tanggal 12/12/2017].
30
Monique Doyle, Op. Cit., hlm. 9.
239 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 3, Nomor 2, Maret 2019
penting dilakukan agar tujuan dari partisipasi DPR masih belum optimal. Masih terdapat
masyarakat dapat terwujud. keterbatasan informasi dalam situs www.dpr.
Maka dari itu di Afrika Selatan terdapat go.id. Untuk memperoleh informasi dari DPR,
proceeding committee yang memperbolehkan banyak pihak masih harus mendatangi secara
masyarakat untuk mengakses proceeding langsung DPR. Mereka khawatir ketinggalan
committee. Hasil masukan dari partisipasi informasi legislasi hingga perlu berdiskusi
masyarakat didokumentasi kemudian diolah panjang lebar.31
dalam proceeding committee untuk menjadi Jika dilihat dalam situs www.dpr.go.id,
bahan bagi Parlemen dan kemudian tindak tidak terdapat informasi mengenai partisipasi
lanjutnya disampaikan kepada pemangku masyarakat. Situs badan legislatif Afrika
kepentingan terkait. Kegiatan ini merupakan Selatan yaitu www.parliament.gov.za memuat
aspek yang penting dalam partisipasi informasi secara lengkap mengenai sarana
masyarakat. Kegiatan ini diumumkan melalui partisipasi masyarakat apa saja yang disediakan
berbagai cara, seringkali melalui radio, koran, dalam proses legislasi.
tempat umum, dan internet. Kegiatan public outreach Afrika Selatan,
Tidak terdapat ketentuan mengenai lembaga legislatif atau Komite membuat
kewajiban pemerintah atau DPR untuk terikat mailing list dari masyarakat yang diundang
dengan masukan atau aspirasi masyarakat secara perseorangan untuk berpartisipasi, dan
dalam proses pembentukan undang-undang. data ini sudah terkomputerisasi dan terdaftar.
Berdasarkan Tata Tertib DPR, hasil partisipasi Hal ini dapat diadaptasi sebagai salah satu upaya
masyarakat tersebut dijadikan bahan masukan untuk menjaring masukan dari masyarakat.
dalam pengambilan keputusan. Walaupun tidak Sebagai negara dengan kondisi geografis berupa
disebut sebagai bentuk partisipasi, berdasarkan kepulauan, maka cara ini dapat mengefektifkan
pasal 218 Peraturan DPR No. 1 Tahun 2014, komunikasi antara pembuat undang-undang
pimpinan alat kelengkapan yang menerima dan masyarakat.
masukan menyampaikan informasi mengenai
tindak lanjut atas masukan kepada masyarakat Penutup
melalui surat atau media elektronik. Implementasi partisipasi masyarakat
Di Indonesia walaupun jadwal rapat dalam pembentukan undang-undang baik di
tercantum dalam situs DPR dan masyarakat Afrika Selatan maupun di Indonesia sudah
boleh memasuki ruang rapat tetapi faktanya mulai berjalan. Secara umum bentuk yang
akses masyarakat di DPR masih terbatas. dipergunakan hampir sama di kedua negara.
Sebagaimana tercantum dalam temuan PSHK, Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat
dimana layanan informasi publik di DPR masih standar baku bentuk partisipasi masyarakat.
perlu dibenahi. Kecepatan menyediakan risalah Di Afrika Selatan sudah terdapat pedoman
rapat atau informasi status suatu rancangan bagi partisipasi masyarakat tetapi belum
undang-undang yang sedang dibahas di dilaksanakan secara optimal.
31
Ronald Rofiandri, “Mengamankan Akses Publik di Parlemen”, 2016, <http://www.pshk.or.id/id/blog-id/mengamankan-akses-publik-
di-parlemen/>, [diakses pada 12 Desember 2017].
Siti Hidayati 240
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang
Tahapan partisipasi Afrika Selatan lebih Joko Riskiyono, Pengaruh Partisipasi Publik
tinggi daripada Indonesia. Hal ini dikarenakan dalam Pembentukan Undang-Undang:
akses informasi di parlemen Afrika Selatan Telaah Atas Pembentukan Undang-
cukup baik terlihat dari kewajiban untuk Undang Penyelenggara Pemilu, Perludem,
melibatkan masyarakat dalam proses legislasi Jakarta: 2016.
dan kewaijban parlemen untuk melakukan Pataniari Siahaan, Politik Hukum Pembentukan
publikasi terhadap berbagai dokumen legislasi, Undang-Undang Pasca Amandemen UUD
kecuali yang dikecualikan. Berbeda dengan 1945, Penerbit Konpress, Jakarta: 2012.
Indonesia, keterlibatan masyarakat dalam
proses legislasi merupakan pilihan. Saifudin, Partisipasi Publik Dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, FH UII
Diperlukan adanya ruang untuk bentuk Press, Yogyakarta: 2009.
lain selain yang tercantum dalam UU No. 12
Tahun 2012. Salah satu yang dapat diadaptasi Jurnal
dari Afrika Selatan yaitu public hearing yang
dapat dihadiri dan diberi masukan oleh Franko Johner, dkk., “Negara Bangsa Pos-
warga masyarakat, penjaringan masukan dari Kolonial Sebagai Basis Dalam Menentukan
masyarakat melalui maling list, dan pengolahan Identitas Konstitusi Indonesia: Studi
aspirasi masyarakat dalam committee Terhadap Undang-Undang Dasar 1945”,
proceeding. Dengan committee proceeding Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol. 2 No. 2
masyarakat dapat mengetahui tindak lanjut 2018, hlm. 195.
dari masukan yang disampaikan. Iza Rumesten R.S., “Model Ideal Partisipasi
Partisipasi masyarakat sebaiknya menjadi Masyarakat dalam Pembentukan
syarat dalam pembentukan undang-undang Peraturan Daerah”, Jurnal Dinamika
dengan adanya pedoman pelaksanaan Hukum, Vol. 12 No. 1 Januari 2012.
partisipasi masyarakat dalam pembentukan Karen Czapanskiy and Rashida Manjoo, “Right
Undang-Undang. Seperti dalam proses apa of Public Participation in the Law-Making
keterlibatan partisipasi, standar pihak-pihak Process and the Role of the Legislature in
yang dapat terlibat, perencanaan sampai the Promotion of This Right”, Duke Journal
dengan monitoring dan evaluasi sehingga of Comparative & International Law, Vol.
bentuk partisipasi yang dilakukan dapat terarah 19: 1, 2009, <https://papers.ssrn.com/
dan mencapai tujuannya. sol3/papers.cfm?abstract_id= 1273610>.
László Vértesy, “The Public Participation in
DAFTAR PUSTAKA the Drafting of Legislation in Hungary”,
Buku International Public Administration
Hernadi Effendi, Persamaan Kedudukan di Review, 14 (4), <https://papers.ssrn.com/
Depan Hukum dan Pemerintahan Konsepsi sol3/papers.cfm?abstract_id= 3002383>.
dan Impelementasi, Mujahid Press, Sherry R. Arnstein, “The Ladder of Citizen
Bandung: 2017. Participation”, Journal of the American
Planninng Association, 2010.
241 Jurnal Bina Mulia Hukum
Volume 3, Nomor 2, Maret 2019