AIRWAY
Fungsi dari sistem pernafasan adalah untuk mengambil O2 dari atmosfer ke
dalam sel-sel tubuh dan untuk mentransport CO2 yang dihasilkan sel-sel
tubuh kembali ke atmosfer.
6
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
PENDAHULUAN
Sumbatan jalan nafas yang berat atau total dapat mengakibatkan kematian
dalam beberapa menit kalau tidak dikelola dengan benar.
Pada orang yang tidak sadar mudah terjadi sumbatan jalan nafas yang
disebabkan oleh sebab intrinsik (lidah) dan ekstrinsik (benda asing).
Sumbatan jalan nafas karena benda asing (tersedak) merupakan penyebab
henti jantung yang dapat dicegah.
Obstruksi jalan nafas dibagi menjadi 2 jenis, yaitu obstruksi total dan
obstruksi parsial.
A. OBSTRUKSI TOTAL
Obstruksi total terdiri dari obstruksi total akut dan perlahan (insidious).
Obstruksi total akut biasanya disebabkan oleh benda asing yang tertelan lalu
menyangkut dan menyumbat pangkal larinks. Sedangkan obstruksi total
perlahan (insidious) berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi
total.
Adanya sumbatan jalan nafas karena benda asing harus dicurigai pada
seseorang yang mendadak mengalami kesulitan bernafas dan menjadi biru
(sianotik) dan tidak sadar dengan sebab yang tidak jelas.
Benda asing dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas sebagian atau total.
Pada sumbatan jalan nafas sebagian, si korban masih mampu bernafas (ada
pertukaran gas). Dengan demikian korban masih sadar dan dapat batuk
meskipun ada suara wheezing diantara batuknya. Pada kondisi ini korban
diperintah untuk batuk sampai benda asing keluar, dipantau terus dan bila
berkelanjutan segera minta bantuan /EMS.
Pada sumbatan jalan nafas yang berat maka secara mendadak tidak ada
pertukaran gas atau dari ada pertukaran gas yang baik lambat laun menjadi
buruk. Keadaan ini ditandai dengan korban menjadi lemah, batuk tidak
efektif, sewaktu inspirasi ada suara melengking, kesulitan inspirasi dan
menjadi sianosis.
7
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Pada sumbatan yang total, korban tidak mampu berbicara, bernafas atau
batuk, dan akan bersikap memegang leher dengan ibu jari dan jari-jari lain,
memberikan tanda khas tersedak (gb.1)
Bila sumbatan jalan nafas yang berat atau total tidak dikelola, maka saturasi
oksigen darah akan turun dan korban menjadi tidak sadar dan terjadi
kematian.
I. Pasien Sadar
8
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
9
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Angkat rahang bawah-lidah dan ambil benda asing dengan jari (tongue-
jaw lift dan finger sweep)
10
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Jika terjadi Obstruksi Benda Asing pada anak segera lakukan penyelamatan
pada anak tersebut. Jika obstruksi partial / sebagian dan ada usaha batuk
pada anak, jangan lakukan intervensi apapun tapi biarkan terjadi batuk
spontan sehingga benda asing dapat keluar.
Usaha mengeluarkan benda asing dilakukan jika anak tak bisa batuk, sulit
bernafas, stridor, atau kesadaran menurun.
11
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
1. Buka jalan nafas dengan menggunakan tougue - jaw lift dan lihat
objek pada pharynx, jika obyek terlihat keluarkan benda tersebut. Jika
tidak terlihat jangan lakukan sweeping dengan jari.
2. Buka jalan nafas dengan manuver head tilt chin lift (jika tidak ada
trauma), Jika nafas tak efektif berikan ventilasi.
3. Jika nafas tetap tidak efektif langkahi korban diatas pinggang dan
siapkan hemlich manuver.
12
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Bayi ditelungkupkan pada satu tangan badan terletak pada lengan kiri
dengan posisi kepala lebih rendah dari pada badan. Kemudian lakukan 5 kali
pukulan pada punggung. Jika benda asing tidak keluar lakukan chest thrust
sampai 5 kali. Chest thrust adalah kompresi pada bagian bawah sternum 1
jari dibawah garis intermammary. Lokasi ini sama dengan RJP pada bayi.
Chest thrust dilakukan pada bayi terlentang, badan pada 1 lengan penolong
dengan letak kepala lebih rendah dari pada badan
13
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Tahapan teknik back blows dan chest thrust pada bayi dengan OBA:
1. Letakkan bayi pada posisi telungkup dengan kepala lebih rendah dari
badan. Tahan kepala bayi dengan menahan rahang, hati – hati untuk
tidak menekan tenggorokan bayi. Letakkan tangan anda pada paha
untuk menopang bayi.
2. Berikan 5 pukulan pada punggung, di tengah punggung, diantara 2
skapula dengan menggunakan pangkal tangan.
3. Setelah 5 pukulan pada punggung, letakkan tangan anda yang bebas
pada punggung bayi, telapak tangan menahan kepala bagian belakang
bayi.
4. Lakukan tubuh bayi sebagai 1 unit dengan menopang leher dan kepala
bersamaan. Letakkan bayi pada posisi telentang pada tangan kiri anda
dan tangan kiri anda diletakkan diatas paha. Posisikan kepala lebih
rendah dari badan bayi.
5. Berikan 5 kali chest thrust pada lokasi seperti RJP, yakni lebih kurang
1 jari dibawah garis intermammary. Chest thrust diberikan dengan
kecepatan 1 x / detik setiap tindakan dengan penekanan yang kuat
untuk membuat batuk artificial agar benda asing dapat dikeluarkan.
6. Ulangi secara berturut – turut 5 x pukulan pada punggung (back
blows) dan 5 kali chest thrust sampai benda asing keluar dari mulut
korban.
14
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
B. OBSTRUKSI PARSIAL
Bila ada sumbatan jalan nafas, sudah jelas bahwa sumbatan tersebut harus
diatasi. Walaupun demikian dalam keadaan tertentu, misalnya penderita
dengan koma, tetap dilakukan pemasangan alat jalan nafas, karena
sumbatan dalam keadaan ini adalah mengancam nyawa.
1. PENGHISAPAN ( SUCTION )
ALAT YANG DIGUNAKAN
Suction dapat dilakukan dengan kateter suction (kateter lunak, soft/flexible
tipped) atau alat suction khusus seperti yang dipakai di kamar operasi (rigid
tip, tonsil tip atau Yankauer tip). Untuk cairan (darah, secret, dsb) dapat
diapakai soft tip, tetapi untuk materi yang kental (sisa makanan, dsb)
sebaiknya memakai tipe yang rigid.
Soft tip kateter dapat dipakai untuk melakukan suction daerah hidung atau
naso-farinks serta dapat di masukkan melalui tube endo-tracheal.
Rigid tip dapat menyebabkan timbulnya refleks muntah bila tersinggung
dinding farinks atau bahkan dapat menimbulkan perdarahan.
Walaupun demikian rigid tip lebih disukai karena manipulasi alat lebih mudah
dan suction lebih efisien.
15
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Bila memakai soft tip masuk ke arah naso-farinks harus selalu diukur, jangan
sampai terlalu jauh. Pada fraktur basis kranii alat yang dimasukkan lewat
hidung selalu ada kemungkinan masuk rongga tengkorak.
Catatan :
Bila penderita muntah dan nampaknya suction tidak akan menolong, maka
kepala harus dimiringkan. Bila penderita trauma, jangan mencoba
memiringkan kepala saja, seluruh badan penderita harus dimiringkan dengan
rog roll.
LAMANYA SUCTION
Prosedur suction akan juga menghisap oksigen yang ada dalam jalan nafas,
karena itu lamanya suction maksimal 15 detik pada orang dewasa, 5 detik
pada anak kecil dan 3 detik pada bayi.
Perhatian :
Pada bayi letakkan pada posisi sniffing posision dan tidak boleh hyper
ekstensi.
Bila petugas mencurigai adanya trauma servikal, buka jalan nafas dengan
manuver jaw thrust tanpa ekstensi kepala.
16
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
17
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Cara lain adalah dengan memasukkan alat secara terbalik sampai menyentuh
palatum molle, lalu alat diputar 180 0 dan diletakkan dibelakang lidah. Teknik
ini tidak boleh diapakai pada anak kecil karena mungkin mematahkan gigi
Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa oro pharyngeal airway tidak boleh
dipasang pada penderita sadar atau penderita setengah sadar yang berusaha
menolak alat ini karena akan menyebabkan muntah dan kemudian aspirasi.
Besar tube diukur berdasarkan jari kelingking penderita. Panjang tube yang
dapat dihitung dari pangkal cuping hidung sampai cuping telinga.
Cara pemasangan :
Selalu usahakan masuk lubang hidung
kanan, walaupun lubang kiri juga
boleh. Tube dilakukan pelumasan, lalu
dimasukkan perlahan ke belakang
sehingga ujung nya terletak di faring.
18
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Ada tiga macam airway definitif, yaitu pipa orotrakheal, pipa naso trakheal,
dan airway surgical (krikotiroidotomi). Keperluan untuk pemasangan airway
definitif dapat dilihat pada diagram
INTUBASI ENDOTRAKHEAL
Pemasangan intubasi endotrakheal harus memperhatikan adanya
kecurigaan fraktur servikal. Sebaiknya dilakukan oleh dua orang untuk
melakukan imobilisasi segaris pada servikal. Penderita yang mempunyai skor
GCS 8 atau lebih rendah harus segera dilakukan intibasi, karena penderita
tersebut tidak bisa mennjaga patensi jalan nafasnya dan memerlukan
oksigenasi yang adekuat.
Intibasi endotrakheal dilakukan dengan memasukan pipa kedalam trakhea
melalui mulut (orotracheal intubation) atau melalui hidung (nasotracheal
intubation). Nasotrakheal dilakukan hanya pada penderita yang masih bisa
bernafas, karena pada saat pemasangannya dilakukan dengan mengikuti
suara pernapasan penderita. Suara pernapasan tersebut berfungsi sebagai
guide untuk menjangkau posisi lubang trakhea secara tepat.
a.INTUBASI OROTRAKHEAL
Intubasi orotrakheal adalah memasukan pipa kedalam trachea melalui
mulut penderita. Pada pasien non trauma memasukan pipa trachea bisa
dilakukan dengan cara menengadahkan kepala penderita. Tetapi pada
pasien trauma dengan kecurigaan fraktur servikal hal ini tidak boleh
dilakukan. Servikal harus tetap di imobilisasi pada posisi segaris, oleh
karena itu sebaiknya intubasi dilakukan oleh dua orang.
19
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
20
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
21
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
b.INTUBASI NASOTRAKHEAL
Intubasi nasotrakheal adalah memasukkan pipa ETT kedalam trachea
melalui hidung penderita. Pemasangan pipa nasotrakheal tanpa
menggunakan alat bantu laringoskop, tetapi dimasukkan secara manual
dengan mengikuti irama nafas penderita. Oleh karena itu pipa naso Tracheal
hanya dipasang pada penderita yang masih bernafas spontan. Pemasangan
naso tracheal tidak dianjurkan pada penderita dengan apnea, fraktur mid
face dan fraktur basis cranii karena beresiko untuk masuk kedalam rongga
tengkorak.
Pemasangan naso trakhea pada prinsipnya sama dengan
pemasangan nasofaringeal airway. Pemasangan naso trakheal dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. apabila dicurigai fraktur servikal biarkan neck collar (bidai leher)
terpasang untuk imobilisasi leher.
b. Pastikan oksigenasi dan ventilasi yang cukup tetap berjalan.
c. Kembangkan balon ETT u/ memastikan balon tidak bocor,
kemudian kempiskan lagi.
d. Bila perlu minta seorang asisten u/ melakukan immobilisasi leher.
e. Lumasi ETT dengan menggunakan Xylocain Jelly.
f. Masukkan ETT kedalam lubang hidung, dorong pelan-pelan tetapi
pasti kedalam lorong hidung sambil mengikuti suara nafas
penderita. Pada saat inspirasi dorong dan pada saat ekspirasi tahan
dan rasakan hembusan nafas. Apabila hembusan nafas tidak terasa
maka ETT harus ditarik kembali sampai nafas terasa kembali
kemudian dorong lagi pelan-pelan sambil mengikuti suara nafas.
Bila perlu lakukan penekanan ringan pada cartilago tiroid.
Dengarkan nafas
g. Lengkungan pipa harus sesuai untuk memudahkan masuknya
kelorong yang melengkung.
h. Setelah masuk kembangkan balon secukupnya.
i. Periksa ketepatan penempatan ETT dengan cara memberikan
ventilasi dengan menggunakan Bag Valve Mask.
j. Perhatikan pengembangan dada penderita sambil melakukan
ventilasi.
k. Auskultasi dada dan abdomen dengan menggunakan stetoskop u/
memastikan letak ETT.
l. Amankan / fiksasi ETT dengan plester. Apabila penderita
22
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
23
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
BREATHING
Penentuan adanya jalan nafas yang baik barulah langkah pertama yang
penting, langkah kedua adalah memastikan bahwa ventilasi cukup. Ventilasi
dapat terganggu karena sumbatan jalan nafas, tetapi juga dapat terganggu
oleh mekanika pernafasan atau depresi susunan syaraf pusat (SSP).
PERNAFASAN NORMAL
Kecepatan bernafas manusia adalah :
- Dewasa : 12 – 20 kali/menit (20)
- Anak-anak : 15 – 30 kali/menit (30)
- Bayi baru lahir : 30 – 50 kali/menit (40)
Pada orang dewasa abnormal bila pernafasan > 30 atau < 10 kali/menit.
Pernafasan umumnya torako-abdominal. Bila pada penderita trauma (yang
tidak sadar) ditemukan pernafasan abdominal selalu harus dipikirkan
kemungkinan cedera tulang belakang. Pada anak-anak pernafasan
abdominal lebih dominan.
a. INSPEKSI
Perhatikan peranjakan dada simetris atau tidak. Bila asimetris pikirkan
kelainan intra torakal. Setiap pernafasan yang sesak harus dianggap sebagai
ancaman terhadap oksigenisasi.
Selain untuk mengetahui peranjakan dada inspeksi juga dilakukan untuk
mengetahui :
Adakah jejas / tidak
Adakah perubahan bentuk / tidak
Adakah pelebaran Vena Jugularis / tidak
24
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
c. PERKUSI
Perkusi dilakukan pada kedua sisi paru, dimulai dari sisi yang normal, perkusi
ini kita lakukan untuk mengetahui adanya suara dull, sonor atau hipersonor.
d. PALPASI
Palpasi ini kita lakukan untuk mengetahui adakah krepitasi / tidak.
Berhati-hatilah terhadap tachypneu karena mungkin disebabkan hipoksia.
PEMBERIAN OKSIGEN
Pemberian oksigen selalu diperlukan bila keadaan penderita buruk.
Indikasi pemberian oksigen adalah antara lain :
1. Pada saat resusitasi jantung paru (RJP)
2. Setiap penderita trauma berat
3. Setiap nyeri pre-kordial
4. Gangguan paru seperti asthma, COPD, dsb
5. Gangguan jantung seperti decompensatio cordis, dsb
PENGELOLAAN BREATHING
1. PENDERITA MASIH BERNAFAS
Cara pemberian oksigen dapat dengan :
25
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Bila anda memeriksa penderita selama 10 detik dan penderita tidak bernafas
berikan nafas bantuan 2 kali.
26
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Pada bayi gunakan tekhnik mulut –mulut hidung, pada anak gunakan tekhnik
mulut - mulut. Penyebab sulitnya pemberian ventilasi adalah jalan nafas
yang terbuka tidak sempurna, jadi jika dada penderita tidak mengembang /
naik dengan nafas bantuan yang pertama, buka jalan nafas dengan manuver
head tilt chin lift dan berikan nafas bantuan kedua.
CIRCULATION
Fungsi system sirkulasi adalah penghubung antara lingkungan eksternal dan
lingkungan cairan internal tubuh, system ini membawa nutrient dan gas ke
semua sel, jaringan, organ serta membawa produk akhir metabolic keluar
dari jantung.
Jantung terbagi atas 4 ruang, yaitu dua ruang bagian atas (atrium) dan dua
ruang bagian bawah (ventrikel). Fungsi atrium adalah mengakumulasi darah
sehingga ventrikel dapat terisi dengan cepat, meminimalkan penundaan
dalam siklus pemompaan.
Ventrikel kiri (LV) jantung memompa darah melalui pembuluh darah arteri
27
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Pada orang dewasa saat beristirahat jantung berkontraksi antara 60-80 kali
per menit. Denyut nadi adalah tanda dari tekanan yang diberikan setiap
kontraksi.
Setiap kali jantung memompa, gelombang darah akan dikirimkan melalui
arteri. Gelombang tersebut dirasakan sebagai denyut nadi. Dapat dirasakan
pada arteri besar yang terletak diatas tulang.
28
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
B. SHOCK
Syok dapat disebabkan berbagai hal. Apapun sebabnya penderita selalu
dipasang infus. Gejala syok adalah kulit pucat dan dingin (gangguan perfusi
kulit), tachycardia, berkurangnya urin (oliguria sampai anuria karena
gangguan perfusi ginjal), gangguan kesadaran (gangguan perfusi otak) dan
turunnya tekanan darah (bukan gejala dini). Pengelolaan syok ditujukan
terhadap penyebabnya, bila syok karena pendarahan misalnya maka
pendarahan harus dihentikan.
29
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Henti nafas dapat disebabkan oleh gangguan atau penyakit pada jalan nafas
atau pernafasan (primer), dan henti jantung diakibatkan gangguan atau
penyakit kardiovaskular (primer). Meskipun demikian banyak penyakit-
penyakit yang secara sekunder akan membahayakan pernafasan dan jantung
yang pada akhirnya mengakibatkan henti nafas dan henti jantung.
Sistem kardiovaskular dan pernafasan selalu berinteraksi.
30
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
3. Gangguan neuromuskular
Otot-otot pernafasan utama adalah diafragma dan otot-otot
interkostal. Otot-otot interkostal dapat lumpuh bila terjadi kerusakan
pada vertebra servikalis. Misalnya pada:
1. Myasthenia gravis
2. Sindrom Guillain-Barre
3. Multiple sclerosis
4. Poliomyelitis
5. Kyphoscoliosis
6. Distrofi muskuler
7. Penyakit motor neuron
Henti jantung primer adalah apabila penyebab yang langsung terjadi dari
jantung, yaitu :
31
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
1. Gagal jantung
2. Tamponade jantung
3. Miokarditis
4. Kardiomiopatik hipertrofik
5. Fibrilasi ventrikel akibat : iskemia miokardium, infark miokardium,
sengatan listrik, obat-obatan, gangguan elektrolit.
Henti jantung sekunder terjadi akibat gangguan yang berasal dari luar
jantung, misalnya:
1. Asfiksia karena sumbatan jalan nafas
2. Anoksia karena tercekik, edema paru
3. Kehilangan darah banyak yang akut
4. Hipoksemia karena anemia
5. Syok septik stadium akhir
INDIKASI BHD
1. Henti nafas
2. Henti jantung
TAHAPAN-TAHAPAN BHD
Tindakan BHD dilakukan secara berurutan dimulai dengan penilaian dan
dilanjutkan dengan tindakan.
Urutan tahapan BHD adalah menilai, mengaktifkan LGD/EMS (Emergency
Medical Systems), melakukan tindakan ABCD.
MENILAI KESADARAN
Periksa pasien dan lihat responsnya dengan menggoyang bahu pasien
dengan lembut dan bertanya cukup keras ”Apakah kamu baik-baik saja?”
atau ”Siapa namamu?” (gb.1).
1. Bila pasien menjawab atau bergerak, biarkan pasien tetap pada posisi
ditemukan kecuali bila ada bahaya pada posisi tersebut, dan dipantau
secara terus-menerus.
2. Bila pasien tidak memberikan respons, aktifkan EMS/LGD. Berteriaklah
mencari bantuan, sembari buka jalan nafas (lihat AIRWAY).
32
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Posisi pasien
Posisi pasien terbaik untuk dinilai pernafasan dan diberi bantuan resusitasi
adalah pasien posisi telentang pada dasar yang keras dan datar. Apabila
pada saat ditemukan pasien dalam posisi telungkup, maka harus
ditelentangkan secara simultan antara kepala, bahu dan dada tanpa
memutar badan (teknik roll-on).
Posisi penolong
Posisi penolong disamping pasien; posisi siap untuk melakukan pemberian
nafas buatan dan kompresi dada.
33
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Jaw-thrust maneuver
Posisikan setiap tangan pada sisi kanan dan kiri kepala pasien, dengan siku
bersandar pada permukaan tempat pasien telentang, dan pegang sudut
rahang bawah dan angkat dengan kedua tangan akan mendorong rahang
bawah kedepan.
BREATHING (Pernafasan)
34
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Pernafasan buatan
Bantuan ini harus diberikan pada semua pasien yang tidak bernafas atau
pernafasannya tidak memadai. Nafas buatan dimulai dengan 2 kali nafas
pelan, efektif (dalam 1 detik), kemudian dilanjutkan nafas buatan 12 x /
menit.
Beberapa cara memberikan bantuan pernafasan buatan adalah:
- Pernafasan buatan mulut-ke-mulut.
- Pernafasan buatan mulut-ke-hidung.
- Pernafasan buatan mulut-ke-sungkup.
- Pernafasan buatan dengan kantung nafas buatan (bag-mask
device).
35
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Nafas buatan mulut ke mulut adalah cara yang paling sederhana, cepat
meskipun menggunakan udara ekhalasi penolong dengan kadar oksigen
sekitar 16% saja.
Caranya (gb.6):
- Pertahankan head tilt-chin lift.
- Jepit hidung dengan ibu jari dan telunjuk dengan tangan yang
melakukan head tilt.
- Buka sedikit mulut pasien.
- Tarik nafas panjang dan tempelkan rapat bibir penolong
melingkari mulut pasien, kemudian tiupkan lambat, setiap
tiupan selama 2 detik dan pastikan sampai dada terangkat.
- Tetap pertahankan head tilt-chin lift, lepaskan mulut penolong
dari mulut pasien, lihat apakah dada pasien turun waktu
ekshalasi.
36
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Alat kantung-nafas terdiri dari kantung dan katup satu arah yang menempel
pada sungkup muka. Volume dari kantung nafas ini 1600 ml. Alat ini bisa
digunakan untuk pemberian nafas buatan dengan atau disambungkan
dengan sumber oksigen. Bila disambungkan ke oksigen dengan kecepatan
aliran sampai 12 L/menit (ini dapat memberikan konsentrasi oksigen yang
diinspirasi sebesar 7,40 %), maka penolong hanya memompa sekitar 400-
600 ml (6-7ml/kg) dalam 1-2 detik ke pasien, bila tanpa oksigen dipompakan
10 ml/kg berat badan pasien dalam 2 detik. Caranya dengan menempatkan
tangan untuk membuka jalan nafas dan meletakkan sungkup menutupi muka
dengan teknik E – C Clamp, yaitu ibu jari dan jari telunjuk penolong
membentuk huruf ”C” dan mempertahankan sungkup di muka pasien. Jari –
jari ketiga, empat dan lima membentuk huruf ”E” dengan meletakkannya di
bawah rahang bawah untuk mengangkat dagu dan rahang bawah ; tindakan
ini akan mengangkat lidah dari belakang farung dan membuka jalan nafas,
(gb.9 dan 10):
37
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
CIRCULATION (SIRKULASI)
38
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Pertahankan posisi head tilt dengan satu tangan penolong, dan tangan yang
lainnya memegang leher pasien dan mencari trakhea dengan 2-3 jari sampai
meraba batas trakhea dan otot-otot samping leher tempat lokasi nadi karotis
bisa diraba. Dengan tekanan lembut nadi karotis akan teraba.
Apabila nadi karotis tidak teraba segera lakukan kompresi dada.
Kompresi dada
39
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Setelah 5 siklus kompresi dan ventilasi (rasio 30:2), dinilai kembali keadaan
pasien dengan memeriksa tanda-tanda sirkulasi, dan dilakukan tidak lebih
dari 10 detik:
40
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Komplikasi BLS :
1. Regurgitasi, aspirasi
2. Fraktur sternum, costae
3. Pneumotoraks, hemotoraks, kontusio paru
4. Laserasi hati, limpa
1. Tidak sadar.
2. Pernafasan tidak memadai.
3. Tidak ada tanda-tanda sirkulasi (tidak ada nafas, tidak ada batuk,
tidak ada gerakan), termasuk tidak ada nadi.
TAHAPAN-TAHAPAN BHD
Tahapan BHD pada anak dilakukan secara berurutan dimulai dengan menilai
kesadaran, mengaktifkan LGD/EMS dan tindakan ABC (Airway, Breathing,
Circulation).
BHD pada anak umur 8 tahun keatas sama dengan dewasa.
Posisi pasien
Bila anak tidak sadar, posisikan anak sebagai satu unit ke posisi terlentang
pada alas yang datar dan keras, sehingga bila diperlukan tindakan kompresi
dada bisa segera dilakukan.
41
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Jaw-thrust maneuver
Untuk membuka jalan nafas digunakan cara angkat rahang bawah, yaitu:
tempatkan dua atau tiga jari di bawah kedua sisi rahang bawah yaitu pada
sudutnya dan angkat rahang bawah ke atas dan keluar. (Gb.2)
42
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
BREATHING
Penilaian pernafasan
Pertahankan jalan nafas terbuka dan melihat tanda-tanda pernafasan anak.
Melihat naik dan turunnya dada dan perut, dengarkan pada hidung dan mulut
anak adanya udara ekshalasi dan rasakan gerakan udara yang keluar dari
mulut anak dengan pipi penolong. Tindakan ini tidak lebih dari sepuluh detik.
Apabila anak bernafas spontan dan tidak ada riwayat trauma, posisikan anak
ke posisi sisi mantap untuk mempertahankan jalan nafas terbuka. (Gb.3)
Pernafasan buatan
Apabila pernafasan tidak ada atau tidak memadai, tetap jaga jalan nafas
terbuka dan berikan dua nafas buatan pelan (1 detik per nafas). Pemberian
nafas buatan dapat dilakukan dengan:
- Pernafasan buatan dari mulut ke mulut dan hidung.
- Pernafasan buatan dari mulut ke mulut.
- Pernafasan buatan dengan alat kantong nafas.
43
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Bila anak berumur 1 sampai 8 tahun dilakukan pernafasan buatan dari mulut
ke mulut.
Dengan menjaga jalan nafas terbuka, tutup hidung anak dengan ibu jari dan
telunjuk penolong kemudian mulut penolong menutupi mulut anak dan
berikan dua kali bantuan nafas sampai terlihat dada terangkat pada setiap
bantuan nafas. (Gb.5)
44
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
45
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Kesimpulan :
1. Henti jantung mengakibatkan hal yang buruk pada bayi dan anak.
Oleh karena itulah petugas kesehatan harus mampu mengatasi hal ini.
2. Henti jantung paru pada bayi dan anak biasanya merupakan
kegagalan progresif dari sistem pernafasan.
3. Idealnya RJP pada anak dilakukan secara simultan dengan
mengaktifkan sistem Layanan Gawat Darurat (EMS = Emergency
Medical System).
4. Jika penolong tunggal menemukan anak tidak sadar lakukan RJP
selama 2 menit lalu kontak telepon dengan UGD Rumah Sakit
setempat.
5. Buka jalan nafas dengan manuever Head tilt Chin lift. Berikan
pernafasan buatan dari mulut ke mulut dan hidung, dan mulut ke
mulut adalah teknik yang dapat diterapkan pada bayi.
6. Penolong awam dan petugas kesehatan sebaiknya memakai alat
pelindung untuk memberi nafas buatan pada pasien yang tidak sadar.
7. Petugas kesehatan sebaiknya melakukan cek nadi sambil melihat
tanda – tanda sirkulasi (bernafas, batuk, pergerakan).
8. Rasio 30 kompresi dan 2 ventilasi dianjurkan baik untuk 1 penolong,
15 kompresi dan 2 ventilasi untuk 2 penolong. Kecepatan kompresi
untuk 1 atau 2 penolong paling sedikit 100 x / menit pada bayi dan
100 kompresi / menit pada anak.
46
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
1. Nilai kesadaran.
2. Jika pasien tidak sadar buka jalan nafas dengan manuver head tilt
chin lift atau jaw thrust dan menilai pernafasan (lihat, dengar, dan
raba).
3. Jika pasien tidak bernafas berikan nafas buatan.
4. Cek tanda sirkulasi (untuk pelayan kesehatan harap memeriksa nadi,
pernafasan, batuk dan pergerakan).
5. Jika tidak ada tanda sirkulasi lakukan kompresi paling sedikit 100 x
/menit pada bayi dan 100 x / menit pada anak dengan rasio 30 : 2.
Jika anak berusia 1 – 8 tahun pada kondisi pra rumah sakit (Pre
hospital setting) gunakan defibrillator otomatis (DEO) secepatnya.
Gunakan lembaran elektroda pada anak 1 – 8 tahun jika tersedia dan
lembaran electroda dewasa untuk anak usia diatas 8 tahun.
6. Jika telah melakukan RJP selama 1 menit hubungi segera sistim
LGD/EMS dari rumah sakit terdekat .
47
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
Dewasa &
RJP/Penyelamatan Jalan Anak (1-8 thn) Bayi (<1 thn) Bayi Baru Lahir
Anak > 8 thn
Nafas
Pastikan adanya
ketidaksadaran, aktifkan
sistem kegawatdaruratan
(minta pertolongan
Open airway Head tilt-chin lift Head tilt-chin lift Head tilt-chin lift Head tilt-chin lift
(head tilt-chin lift or jaw (jika ada trauma (jika ada trauma (jika ada trauma
thrust) gunakan jaw thrust gunakan jaw thrust gunakan jaw thrust
untuk petugas untuk petugas untuk petugas
kesehatan) kesehatan) kesehatan)
Cek pernafasan : (lihat,
dengar, raba)
Jika pasien bernafas: letakkan
pada posisi mantap.
Jika pasien tidak bernafas:
berikan 2 nafas buatan
perlahan.
Awal 2 efektif nafas 2 efektif nafas 2 efektif nafas 2 efektif nafas
selama 1 detik / selama 1 detik / selama 1 detik / selama 1detik/
nafas (sampai nafas nafas nafas
oksigen tersedia)
Selanjutnya 12 nafas/menit 20 nafas/menit 20 nafas/menit 30-60 nafas/menit
(approximate) (approximate) (approximate) (approximate)
Obstruksi benda asing Abdominal thrusts Abdominal thrusts Back blows atau Back blows atau
chest thrusts (no chest thrusts (no
abdominal thrusts) abdominal thrusts)
Check of circulation / cek Pulse check (petugas (petugas (petugas
tanda sirkulasi (petugas kesehatan)* kesehatan)* kesehatan)*
Cek pernafasan, batuk, gerakan, kesehatan)* Carotid Brachial Umbilical
atau nadi. Carotid
Jika ada sirkulasi: buka jalan
nafas dan berikan nafas
buatan.
Jika tidak ada sirkulasi: mulai
kompresi dan berikan nafas
buatan.
Daerah kompresi ½ bagian bawah ½ bagian bawah ½ bagian bawah ½ bagian bawah
sternum sternum sternum (1 jari sternum (1 jari
dibawah garis dibawah garis
intermammary) intermammary)
Metode kompresi Tumit tangan Tumit satu tangan 2 jari atau 2 2 jari atau 2
dengan tangan lain thumb-encircling thumb-encircling
diatasnya hands for 2-rescuer hands for 2-
trained providers rescuer trained
providers
Kedalaman kompresi 1½ - 2 inch (4-5 1/3 –1/2 tebal 1/3 –1/2 tebal 1/3 tebal dada
cm) dada dada
Kecepatan kompresi 100 x/menit 100 x/menit 100 x/menit 100 - 120
x/menit
Ratio kompresi – ventilasi 30:2 (1 atau 2 30:2 (1 penolong) 30:2 (1 penolong) Ratio 3:1
penolong HCP 15:2 HCP 15:2
(2 Penolong) (2 penolong
* Cek nadi dilaksanakan oleh petugas kesehatan. Penolong awam menilai tanda sirkulasi
seperti tanda pernafasan, batuk, atau gerakan.
48
AGD Dinkes Prov DKI Jakarta
49