Anda di halaman 1dari 11

KELOMPOK 2

MATERI : AL-QURAN SEBAGAI SUMBER HUKUM

DISUSU OLEH:
NURAFIFA (30700119054)
MUHAMMAD FARID MOPILIE (30700119055)
AKMAL NURDIN (30700119057)
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

        Allah telah menetapkan sumber hukum islam yang wajib diikuti setiap muslim. Kehendak Allah
tersebut, terekam dalam al-Qur’an yang menjadi sumber hukum pertama dalam agama islam. Aturan
Allah yang terdapat dalam al-Qur’an memiliki tiga fungsi utama sebagai huda (petunjuk), bayyinat
(penjelasan), dan furqon (pembeda). Sebagai huda, artinya al-Qur’an merupakan aturan yang harus
diikuti tanpa tawar menawar sebagaimana papan petunjuk arah jalan yang dipasang di jalan-jalan. Kalau
seseorang tidak mengetahui arah jalan tetapi sikapnya justru mengabaikan petunjuk yang ada papan itu,
maka sudah pasti ia akan tersesat. Pengibaratan tadi menunjukkan bahwa apabila al-Qur’an ditinggalkan
atau diabaikan, sudah pasti akan tersesat.

          Petunjuk yang ada pada al-Qur’an benar-benar sebagai ciptaan Allah, bukan cerita yang dibuat-
buat. Semua ayatnya harus menjadi rujukan termasuk dalam mengelola bumi. Melihat pentingnya
pembelajaran tersebut, maka menarik untuk dikaji khususnya isi dari al-Qur’an sebagai sumber hukum.

2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan al-Qur’an dan fungsi dari al-Qur’an?

2. Apakah semua ulama mazhab sepakat dengan kehujahan al-Qur’an?

3. Bagaimana penjelasan al-Qur’an terhadap hukum?

4. Bagaimana hukum yang terkandung dalam al-Qur’an?

3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian al-Qur’an dan fungsi al-Qur’an.

2. Untuk mengetahui kesepakatan ulama mengenai kehujahan al-Qur’an.

3. Untuk mengetahui penjelasan al-Qur’an terhadap hukum.

4. Untuk mengetahui hukum yang terkandung dalam al-Qur’an.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Al-Qur’an dan Fungsi Al-Qur’an

Secara etimologis, al-Qur’an dalam Bahasa Arab diambil dari kata ‫( قرا‬qara-a) artinya membaca. Seperti
yang tertuang dalam firman Allah:

‫ َفا َِذا َق َر ْأ َنﻩُ َفا َّت ِبعْ قُرْ آ َن ُه‬٬‫اج ْم َع ُه َوقُرْ ۤا َن ُه‬
َ ‫اع َل ْي َن‬
َ ‫ِا َّن‬
Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya di dadamu dan membuatmu pandai
membaca. Apabila Kami telah selesai membacanya ikutilah bacaannya itu. (QS. al Qiyamah:17-18)

Secara terminologis, al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan oleh Allah dengan perantaraan
malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafal Arab dan makna yang
pasti sebagai bukti bagi Rasul bahwasanya dia adalah utusan Allah, sebagai undang-undang sekaligus
petunjuk bagi manusia, dan sebagai sarana pendekatan (seorang hamba kepada Tuhannya) sekaligus
sebagai ibadah bila dibaca, diawali surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Naas, yang sampai kepada kita
secara teratur (perawinya tidak terputus) secara tulisan maupun lisan, dari generasi ke generasi,
terpelihara dari adanya perubahan dan penggantian.[1]

Menurut Syaltut, al-Qur’an adalah lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dinukilkan
kepada kita secara mutawatir.

Al-Syaukani mengartikan al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw,
tertulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir. Menurut Ibn Subku mendefinisikan al-Qur’an
adalah  lafaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, mengandung mu’jizat setiap suratnya, yang
beribadah membacanya.

Dari definisi di atas dapat ditarik suatu rumusan mengenai definisi al-Qur’an, yaitu lafaz berbahasa Arab
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang dinukilkan secara mutawatir.[2]

Adapun fungsi Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

1. Sebagai huda (petunjuk bagi kehidupan umat). Fungsi huda ini banyak sekali terdapat dalam al-
Qur’an, lebih dari 79 ayat, salah satunya:

‫ْب فِ ْي ِه ُه ًدى ل ِْل ُم َّتقِي َْن‬ َ ِ‫ٰذل‬


َ ‫ك ْال ِك َتبُ الَ َري‬
Kitab (al-qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (al-Baqarah: 2)

2. Sebagai rahmat (keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih sayangnya. Al-Qur’an
sebagai rahmat untuk umat ini, tidak kurang dari 15 kali disebutkan dalam Al-Qur’an, salah
satunya:

‫لحكي ِْم ُه ًدى َو َرحْ َم ًةل ِْلمُحْ سِ ِني َْن‬


َ ‫ب ْا‬
ِ ‫ات ْال ِك َت‬ َ ‫ت ِْل‬
ُ ‫ك آ َي‬
Inilah ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.
(Luqman: 2)
3. Sebagai furqon (pembeda antara yang baik dengan yang buruk; yang halal dengan yang haram;
yang salah dengan benar; yang indah dengan jelek; yang dapat dilakukan dengan yang terlarang
untuk dilakukan). Fungsi aL-qur’an sebagai alat pemisah terdapat dalam tujuh ayat al-Qur’an,
salah satunya:

ُ
ِ ‫ت م َِن ْال ُهدَى و ْالفُرْ َق‬
‫ان‬ ِ ‫ان اّل ِذيْ أ ْن ِز َل ِف ْي ِه ْالقُرْ آنُ ُه ًدى لِل َّن‬
ٍ ‫اس َو َب ِّي َنا‬ َ ‫ض‬َ ‫َش ْهر َُر َم‬
Bulan ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang
bathil). (al-Baqarah: 185)

4. Sebagai mau’izhah (pengajaran yang akan mengajarkan dan membimbing umat dalam
kehidupannya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat). Fungsi mau’izhah ini
terdapat setidaknya dalam lima ayat al-Qur’an, salah satunya:

‫اح ِمنْ ُك ِّل َشيْ ٍء َم ْوعِ َظ ًة‬ َْ


ِ ‫َو َك َت ْب َنا َل ُه فِيْ ْاألل َو‬
Dan telah kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan
penjelasan bagi segala sesuatu. (al-A’raf: 145)

5. Sebagai busyra (berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada Allah dan sesama
manusia). Fungsi busyra itu terdapat sekitar delapan ayat al-Qur’an, seperti pada surat al-
Naml:1-2

‫آن َو ِك َتابٌ م ُِبيْنٌ ُه ًدى َوب ُْثرً ى ل ِْلم ُْؤ ِم ِني َْن‬ َ ‫﴾ت ِْل‬١﴿‫طس‬
ُ ‫ك آَ َي‬
ِ ْ‫ات ْالقُر‬
Tha-Syin. (Surat) ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an, dan ayat-ayat Kitab yang menjelaskan, untuk menjadi
petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman.

6. Sebagai tibyan atau mubin (penjelasan atau yang menjelaskan terhadap segala sesuatu yang
disampaikan Allah). Contoh fungsinya sebagai tibyan dalam surat an-Nahl: 89

‫اب ِت ْي َبا ًنالِ ُك ِّل َشيْ ٍء‬ َ ‫َو َن َّز ْل َنا َع َل ْي‬
َ ‫ك ْال ِك َت‬
Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.

Sedangkan contohnya sebagai mubin terdapat dalm surat al-Naml: 1-2

7. Sebagai mushaddiq (pembenar terhadap kitab yang datang sebelumnya). Seperti dalam surat ali
Imran: 3

‫ص ِّد ًقالِّ َما َبي َْن َي َد ْي ِه‬ َ ْ‫اب ِبا‬


َ ‫لح ِّق ُم‬ َ ‫ْك ْال ِك َت‬
َ ‫ن ََّز َل َع َلي‬
Dia menurunkan al-kitab (al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya: membenarkan kitab yang telah di
turunkan sebelumnya…

8. Sebagai nur (cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia dalam menempuh jalan menuju
keselamatan). Seperti pada surat al-Maidah: 46

‫ص ِّد ًقالِّ َما َبي َْن َي َد ْي ِه‬


َ ‫فِ ْي ِه ُه ًدى َو ُن ْور ٌَو ُم‬
Di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab sebelumnya…

9. Sebagai tafsil (memberikan penjelasan secara rinci sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan
yang dikehendaki Allah). Seperti dalam surat Yusuf: 111:

‫َو ٰل ِكنْ َتصْ ِدي َْق الَّ ِذيْ َبي َْن َي َد ْي ِه َو َت ْفصِ ْي َل ُك ِّل َشيْ ٍء‬
Al-Qur’an itu bukan cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan segala sesuatu…

10. Sebagai syifa’u al-shudur (obat bagi rohani yang sakit). Seperti dituliskan dalam surat al-Isra: 82

‫آن َما ه َُوشِ َفاء ٌَو َرحْ َم ٌة لِ ٔلم ُْؤ ِم ِني َْن‬
ِ ْ‫َو ُن َن ِّز ُل م َِن ْالقُر‬
Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.

11. Sebagai hakim (sumber kebijaksanaan). Sebagaimana dalam surat luqman: 2

َ ‫ب ْا‬
‫لح ِكي ِْم‬ ُ ‫ك ٰآ ٰي‬
ِ ‫ات ْال ِك َتا‬ َ ‫ت ِْل‬
Inilah ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung hikmah.

2. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Menurut Ulama Imam Mazhab

1. Pandangan Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum
islam. Namun, Imam Abu Hanifah itu berpendapat bahwa al-Quran itu mencakup maknanya saja.
Diantara dalil yang menunjukan pendapat Imam Abu Hanifah tersebut, bahwa dia membolehkan shalat
dengan menggunakan bahasa selain Arab, misalnya dengan bahasa Parsi walaupun tidak dalam keadaan
madharat.

2. Pandangan Imam Malik

Menurut Imam Malik, hakikat al-Quran adalah kalam Allah yang lafadz dan maknanya dari Allah SWT. Ia
bukan makhluk, karena kalam Allah termasuk sifat Allah. Imam Malik juga sangat menentang orang-
orang yang menafsirkan al-Qur’an secara murni tanpa memakai atsar, sehingga beliau berkata,
“Seandainya aku mempunyai wewenang untuk membunuh seseorang yang menafsirkan al-Qur’an
(dengan daya nalar murni), maka akan kupenggal leher orang itu.”

Dengan demikian, dalam hal ini Imam Malik mengikuti Ulama Salaf (Sahabat dan Tabi’in) yang
membatasi pembahasan al-Qur’an sesempit mungkin karena mereka khawatir melakukan kebohongan
terhadap Allah SWT. Maka tidak heran kalau kitabnya, Al-Muwathha dan Al Mudawwanah sarat dengan
pendapat sahabat dan tabi’in. Dan Imam Malik mengikuti jejak mereka dalam cara menggunakan ra’yu.

3. Pendapat Imam Syafi’i

Imam Syafi’i berpendapat bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang paling pokok, dan
beranggapan bahwa al-Quran tidak bisa dilepaskan dari as-Sunnah, karena hubungan antara keduanya
sangat erat sekali. Sehingga seakan-akan beliau menganggap keduanya berada pada satu martabat,
namun bukan berarti Imam Syafi’i menyamakan derajat al-Qur’an dengan Sunnah, perlu di pahami
bahwa kedudukan as-Sunnah itu adalah sumber hukum setelah al-Qur’an, yang mana keduanya ini
sama-sama berasal dari Allah SWT. Dengan demikian tak heran bila Imam Syafi’i dalam berbagai
pendapatnya sangat mementingkan penggunaan bahasa Arab, misalkan dalam shalat, nikah dan ibadah
lainnya. Beliau mengharuskan penguasaan bahasa Arab bagi mereka yang mau memahami dan
mengistinbat hukum dari al-Qur’an.

4. Pandangan Imam Ahmad Ibnu Hambal

Imam Ibnu Hambal berpendapat bahwa al-Qur’an itu sebagai sumber pokok hukum islam, yang tidak
akan berubah sepanjang masa. Al-Qur’an juga mengandung hukum-hukum yang bersifat global dan
penjelasan mengenai akidah yang benar, di samping sebagai hujjah untuk tetap berdirinya agama islam.
Seperti halnya Imam As-Syafi’i, Imam Ahmad memandang bahwa Sunnah mempunyai kedudukan yang
kuat di samping al-Qur’an sehingga tidak jarang beliau menyebutkan bahwa sumber hukum itu adalah
nash, tanpa menyebutkan al-Qur’an dahulu atau as-Sunnah dahulu, tetapi yang dimaksud Nash tersebut
adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.[3]

3. Penjelasan Al-Qur’an terhadap Hukum

Ayat-ayat Al-Qur’an dari segi kejelasannya artinya ada dua macam, yaitu:

1. Ayat muhkam: ayat yang jelas maknanya, tersingkap secara terang sehingga menghindarkan
keraguan dalam mengartikannya dan menghilangkan adanya beberapa kemungkinan
pemahaman.

2. Ayat mutasyabih: ayat yang tidak pasti arti dan maknanya, sehingga dapat dipahami dengan
beberapa kemungkinan.[4]

Dari segi penjelasannya terhadap hukum, ada beberapa cara yang digunakan al-Qur’an, yaitu:

1. Secara Juz’I (terperinci), al-Qur’an memberikan penjelasan secara lengkap, sehingga dapat
dilaksanakan menurut apa adanya, meskipun tidak dijelaskan Nabi dengan Sunnahnya.

2. Secara Kulli (global), penjelasan aL-Qur’an terhadap hukum berlaku secara garis besar, sehingga
masih memerlukan penjelasan dalam pelaksanaanya. Yang paling berwenang memberikan
penjelasan adalah Nabi Muhammad dengan sunnahnya.

3. Secara Isyarah, al-Qur’an memberikan penjelasan terhadap apa yang secara lahir disebutkan di
dalamnya dalam bentuk penjelasan secara isyarat. Di samping itu, juga memberikan pengertian
secara isyarat kepada maksud lain. Dengan demikian satu ayat al-Qur’an dapat memberikan
beberapa maksud.[5]

5. Hukum yang Terkandung dalam Al-Qur’an

Secara garis besar hukum-hukum dalam al-Qur’an dapat dibedakan menjadi tiga macam:

1. Hukum-hukum yang bertalian dengan I’tiqad yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah mengenai apa-apa yang harus diyakini dan yang harus dihindari
sehubungan dengan keyakinannya, seperti keharusan mengesakan Allah dan larangan
mempersekutukan-Nya.
2. Hukum-hukum yang bertalian dengan akhlak yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan
pergaulan manusia mengenai sifat-sifat baik yang harus dimiliki dan sifat-sifat buruk yang harus
dijauhi dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Hukum-hukum yang bertalian dengan Amaliyah yaitu hukum-hukum yang menyangkut tindak-
tanduk manusia dan tingkah laku lahirnya dalam hubungan dengan Allah, dalam hubungan
dengan sesama manusia, dan dalam bentuk apa-apa yang harus dilakukan atau harus dijauhi.
Hukum amaliyah secara garis besar terbagi dua:

4. Hukum ‘ibadah dalam arti khusus, hukum yang mengatur tingkah laku dan perbuatan lahiriah
manusia dalam hubungannya dengan Allah, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.

5. Hukum mu’amalah dalam arti umum, hukum yang mengatur tingkah laku lahiriah manusia
dalam hubungannya dengan manusia atau alam sekitarnya, seperti jual beli, kawin, dan
pembunuhan. Bentuk hukum muamalah ada beberapa macam, yaitu:

6. Hukum mu’amalat dalam arti khusus, hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia
yang menyangkut kebutuhan akan harta bagi keperluan hidupnya. Contoh: jual beli, sewa
menyawa, pinjam meminjam. Contoh ayat: Allah berfirman dalam surat al-Qasas: 26-27

‫ك إِحْ دَى‬ َ ‫ َق َل إِ ِّن ۤيْ أ ُ ِر ْي ُدأَنْ أ ُ ْنك َِح‬۰ ُ‫ت ْال َق ِوىُّ ْاأَل َ ِميْن‬ ِ ‫ت إِحْ ٰد ُه َم ٰۤايا َ َب‬
َ ْ‫ت اسْ َتأْ ِجرْ هُ إِنَّ َخي َْر َم ِن اسْ َتأْ َجر‬ ْ ‫َقا َل‬
‫ك‬ َ ‫ش َّق َع َل ْي‬ُ َ‫ك َو ۤ َماأ ُ ِر ْي ُدأَنْ أ‬ َ ‫ْت َع ْشرً ا َف ِمنْ عِ ْن ِد‬ َ ‫ْن َع ۤ َلى أَنْ َتأْج َُر ِنيْ َث َمان َِي ح َِج ٍج َفإِنْ أَ ْت َمم‬ ِ ‫ا ْب َن َتيْ ٰه َتي‬
‫َس َت ِج ُد ِن ۤيْ إِ ْن َش ۤا َءهّٰللا ُ م َِن الصَّالِ ِحي َْن‬
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada
kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud
menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja
denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari
kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk
orang- orang yang baik”.

1. Hukum munakahat, hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia yang menyangkut
kebutuhan akan penyaluran nafsu syahwat secara sah dan yang berkaitan dengan itu. Contoh:
kawin, cerai, rujuk dan pengasuhan atas anak yang dilahirkan. Contoh ayat: Allah berfiman
dalam QS. al-Baqarah: 236

‫ض ًة وَّ َم ِّتع ُْوهُنَّ َع َلى ْالم ُْوسِ ِع‬َ ‫اَل ُج َنا َح َع َل ْي ُك ْم ِانْ َطلَّ ْق ُت ُم ال ِّن َسآ َء َما َل ْم َت َمس ُّْو هُنَّ اَ ْو َت ْف ِرض ُْوا َلهُنَّ َف ِر ْي‬
‫دَرهُ َو َع َلى ْال ُم ْقت ِِر َقدَ ُرهُ َم َتاعًا َباْل َمعْ ر ُْوفِ َح ًّقا َع َلى ْالمُحْ سِ ِني َْن‬
َ ‫َق‬
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan
menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka
secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan janganlah
kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah
bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.

1. Hukum mawarits atau wasiat, hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia yang
menyangkut perpindahan harta yang tersebab oleh adanya kematian. Contoh ayat: Allah
berfiman dalam QS an-Nisa’:11

ۤ ‫هّٰللا‬
ْ‫ك َو ِان‬ ِ ‫ْن َف ِانْ ُكنَّ ِن َسآ ًء َف ْو َق ْاث َن َتي‬
َ ‫ْن َف َلهُنَّ ُثلُ َثا َما َت َر‬ ِ ‫ي ُْوصِ ْي ُك ُم ُ ِفيْ اَ ْواَل ِد ُك ْم ل َِّلذ َك ِرم ِْث ُل َح ِّط ْاال ُ ْن َث َيي‬
‫ان َل ُه َو َل ٌد َف ِانْ لَّ ْم َي ُكنْ لَّ ُه‬َ ‫ك ِانْ َك‬ َ ‫ت َواهِدَ ًة َف َل َهاال ِنصْ فُ َواِل َ َب َو ْي ِه لِ ُك ِّل َوا ِه ٍد ِّم ْن ُه َماال ُّس ُدسُ ِممّا َت َر‬ ْ ‫َكا َن‬
ۤ َ ‫ث َفانْ َك‬ ُّ ‫َو َل ٌد َّو َو ِر َس ۤ ُه اَ َب ٰوهُ َفاِل ُ ِّم ِه‬
ُ ُ‫الثل‬
‫ْن‬ٍ ‫ي ِب َهآاَ ْو َدي‬Uْ ِ‫ان َل ُه ا ِْخ َوةٌ َفاِل ُ ِّم ِه ال ُّس ُدسُ ِمنْ َبعْ د َِوصِ َّي ٍةي ُّْوص‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ًاح ِك ْيمًا‬َ ‫ان َعلِ ْيم‬ َ ‫ض ًة م َِّن ُ اِنَّ َ َك‬ َ ‫ٰا َبآؤُ ُك ْم َواَ ْب َنآؤُ ُك ْم الَ َت ْدر ُْو َن اَ ُّي ُه ْم اَ ْق َربُ َل ُك ْم َن ْفعًا َف ِر ْي‬
1. Hukum Jinayah atau pidana, hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia
lain yang menyangkut dengan usaha pencegahan terjadinya kejahatan atas harta, maupun
kejahatan penyaluran nafsu syahwat atau menyangkut kejahatan dan sanksi bagi pelanggarnya.
Contoh: pencurian, pembunuhan, dan perzinahan. Contoh ayat: Allah berfiman dalam QS al-
Baqarah: 178

‫ ِباْل ُع ْن ٰثى َف َمنْ ُعف َِي َل ُه‬U‫صاصُ فِى ْال َق ْت ٰلى ْالحُرُّ ِباْلحُرِّ َو ْال َع ْب ُد ِباْل َع ْبد َِو ْال ْن ٰثى‬ َ ‫ٰۤيا َ ُّي َهاالَّ ِذ ْي َن ٰاا َم ُن ْوا ُكت‬
َ ‫ِب َع َل ْي ُك ُم ْال ِق‬
‫ان ٰدل َِك‬ٍ ‫ِمنْ اَ ِح ْي ِه َشيْ ٌء َفا ِّت َبا ٌع باْل َمعْ ر ُْوفِ َواَ ۤدا ٌء ِا َل ْي ِه ِب ِاحْ َس‬
1. Hukum murafa’at atau qadha atau acara, hukum yang mengatur hubungan antara sesama
manusia yang berkaitan dengan usaha penyelesaian akibat tindak kejahatan di pengadilan.
Contoh: kesaksian, gugatan, dan pembuktian di pengadilan. Contoh ayat: Allah berfirman dalam
QS. an-Nisaa’: 135
ٰۤ ‫ش َهدَآ َءهّٰلِل ِ َو َل ْو َع‬
ُ ِ‫ْن ِباْلقِسْ ط‬Uَ ‫ٰۤيا َ ُّي َهاالَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا ُك ْو ُن ْوا َقوَّ ا ِمي‬
ْ‫ْن َو ْاالَ ْق َر ِبي َْن ِانْ َّي ُكن‬ ِ ‫لى اَ ْنفُسِ ُك ْم اَ ِو ْال َوالِ َدي‬
‫هّٰللا‬ ٰ ‫اَ ْو‬  ُ ‫َغ ِن ًّيااَ ْو َفقِيْرً ا َفاهّٰلل‬
َ ‫ُواال َه ٰۤوى اَنْ َتعْ ِدلُ ْوا َو ِانْ َت ْل ۤوُ ااَ ْو ُتعْ ِرض ُْوا َفاِنَّ َ َك‬
‫ان ِب َما َتعْ َملُ ْو َن‬ ْ ‫لى ِب ِه َما َفالَ َت َّت ِبع‬
‫َخ ِبيْرً ا‬
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi
saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya
ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.

1. Hukum dusturiyah atau tata negara, hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan
manusia lain yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Contoh: ulil amri,
khalifah, baitul mal. Contoh ayat: Allah berfirman dalam QS al- A’raf: 142

ُ ‫َو ٰو َع ْد َنام ُْو ٰسى َث ٰل ِثي َْن َل ْي َل ًةوَّ اَ ْت َمم ْٰن َه ِاب َع ْش ٍر َف َت َّم ِم ْي َق‬
‫ات َر ِّب ۤ ِه اَرْ َب ِعي َْن َل ْي َل ًة َو َقا َل م ُْو ٰسى اِل َ ِخ ْي ِه ٰهر ُْو َن‬
‫سب ْي َل ْال ُم ْفسِ ِدي َْن‬
ِ ْ‫اخلُ ْف ِنيْ ِفيْ َق ْو ِميْ َواَصْ لِحْ َواَل َت َّت ِبع‬ ْ
Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam,
dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang
telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun:
“Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan
orang-orang yang membuat kerusakan”.

1. Hukum dualiyah atau antar negara atau internasional, hukum yang mengatur hubungan
manusia dengan sesamanya dalam suatu negara dengan manusia di negara lain, dalam keadaan
damai dan keadaan perang. Contoh: tawanan, ekstradisi, perjanjian. Contoh ayat: Allah
berfirman dalam QS. Muhammad: 4
ۤ
‫اق َف ِامَّا َم ًّنا َبعْ ُد َو ِامَّافِ ۤ َداء ًَح ٰ ّتى‬ ْ ‫ب َح ٰ ّتى ا ۤ َِذااَ ْث َخ ْن ُتم ُْو ُه ْم َف ُث ُّد‬
َ ‫واال َو َث‬ ِ ‫ب الرِّ َقا‬ َ ْ‫ضر‬ َ ‫َفا َِذا َلقِ ْي ُت ُم الَّ ِذي َْن َك َفر ُْوا َف‬
‫هّٰللا‬
ْ‫ض َوالَّ ِذي َْن قُ ِتلُ ْوافِي‬ ٍ ْ‫ض ُك ْم ِب َبع‬َ ْ‫ص َر ِم ْن ُه ْم َو ٰ َل ِكنْ لِّ َي ْبلُ َو ْا َبع‬
َ ‫ك َو َل ْو َي ۤ َشا ُء ُ اَل ْن َت‬َ ِ‫ار َها ٰذل‬
َ ‫ض َع ْال َحرْ بُ اَ ْو َز‬ َ ‫َت‬
‫َسبي ِْل هّٰللا ِ َف َلنْ يَّضِ َّل اَعْ َما َل ُه ْم‬
Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher
mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu
kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah
apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji
sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah
tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.
BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian makalah di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengertian dan fungsi al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dalam bahasa Arab yang
dinukilkan kepada generasi setelahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, tertulis
dalam mushaf; dimulai dari surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Naas.

Fungsi al-Qur’an yaitu sebagai huda, sebagai rahmat, sebagai furqon, sebagai mau’izhah, sebagai busyra,
sebagai tibyan atau mubin, sebagai mushaddiq, sebagai nur, sebagai tafsil, sebagai syifa’u al-shudur, dan
sebagai hakim.

1. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Menurut Ulama Imam Mazhab

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa al-Quran itu mencakup maknanya saja. Imam Malik, hakikat al-
Quran menentang orang-orang yang menafsirkan al-Qur’an secara murni tanpa memakai atsar. Imam
Syafi’i berpendapat bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang paling pokok, dan tidak bisa
dilepaskan dari as-Sunnah. Imam Ibnu Hambal berpendapat bahwa al-Qur’an itu sebagai sumber pokok
hukum islam, yang tidak akan berubah sepanjang masa.

1. Ayat-ayat Al-Qur’an dari segi kejelasannya artinya ada dua macam, yaitu ayat muhkam  dan
ayat mutasyabih sedangkan dari segi penjelasannya terhadap hukum, ada beberapa cara yang
digunakan al-Qur’an, yaitu secara juz’i (terperinci), secara kulli (global), dan secara isyarah.

2. Secara garis besar hukum-hukum dalam al-Qur’an dapat dibedakan menjadi tiga macam:
hukum-hukum yang bertalian dengan I’tiqad, hukum-hukum yang bertalian dengan akhlak,
hukum-hukum yang bertalian dengan amaliyah.

 
DAFTAR PUSTAKA

Khalaf, Abdul Wahhab. 2003. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka Amani.

Salam, Zarkasji Abdul, Oman Fathurrohman SW. 1994. Pengantar Ilmu          Fiqh Usul Fiqh I. Yogyakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam.

Syafe’i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia.

Syarifuddin, Amir. 1997. Ushul Fiqh Jilid I. Ciputat: Logos

[1] Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, cet. Ke-1 (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), hlm. 17.

[2] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, cet. ke-1 (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 47.

[3] Rahcmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, cet. ke-4, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 54.

[4] Amir Syarifuddin, op. cit., hlm. 68.

[5] Ibid., hlm. 70.

Anda mungkin juga menyukai