Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................v
BAB I STATUS PASIEN...............................................................................1
1.2 Anamnesa.......................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik...........................................................................3
1.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................4
1.5 Resume...........................................................................................5
1.6 Diagnosa.........................................................................................6
1.7 Planning..........................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ANTE PARTUM BLEEDING........................8
2.1. Definisi............................................................................................8
2.2. Epidemiologi...................................................................................9
2.3. Faktor Risiko.................................................................................10
2.4. Tipe Pendarahan Antepartum.......................................................12
2.5. Patofisiologi...................................................................................14
Penyebab serviks dan vagina.............................................................14
Penyebab plasenta..............................................................................15
APH yang tidak dapat dijelaskan.........................................................17
2.6. Diagnosis......................................................................................17
2.7. Tatalaksana..................................................................................19
2.8. Komplikasi.....................................................................................22
2.9. Pencegahan..................................................................................24
2.10. Prognosis......................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................26

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Solusio plasenta.....................................................................13


Gambar 2 (A) Plasenta previa. Ini terjadi saat plasenta terletak menutupi
os servikal interna. Biasanya ditandai dengan perdarahan vagina yang
tidak disertai nyeri. (B) Gambaran ultrasound plasenta previa, dengan
ujung bawah plasenta, menutupi os servikal interna.................................14

iii
BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas
Nama : Ny. Fitri Safira Alfiana
Usia : 17 tahun 9 bulan 22 hari
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Tanggal : 1 Januari 2020, pukul 21.30
No. Reg : 872419

1.2 Anamnesa
- Keluhan utama :
- Keluhan tambahan :
- Riwayat penyakit sekarang :
- Riwayat keluhan :
Perut kenceng kenceng, ada bagian janin yang keluar dari
kemaluan.
- Riwayat penyakit dahulu :
Herpes sejak 1 mnggu yang lalu
- Riwayat penyakit keluarga : (-)
- Riwayat alergi :
Obat : tambah darah
Makanan : Udang
- Kebutuhan Bio psikososial spiritual:
Pola makan 3x/hari , pola minum ± 1500 cc/hari
Pola eliminasi BAK : warna kuning, terakhir pukul 07.45 WIB
Pola istirahat: tidur ± 7 jam/hari
Psikologi: menerima
Dukungan sosial : suami dan orang tua
Spiritual : Islam
- Status Gizi : skor 0 → Tidak berisiko malnutrisi

1
- Riwayat haid :
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari
Durasi : 7 hari.
Volume : (-)
Keluhan haid : Dismenorhea
HPHT : 27 Juni 2020
HPL : 9 Februari 2021
- Usia kehamilan : 35/36 minggu
- Riwayat perkawinan
Kawin ke-1
- Riwayat kehamilan, persalinan, nifas : Hamil ke tiga
- Riwayat ANC : (-)
- Riwayat KB :
Implan
- Keluhan saat hamil : mual
- Riwayat Gynekologi : (-)

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 4-5-6
BB/TB : (-)
Tanda-tanda vital:
TD : 112 / 72 mmHg
Nadi : 118 kali/menit
Pernafasan : 21 kali/menit
Suhu : 38 °C
Status Generalis
- Mata : (-)
- Thorax
Mammae
Bentuk : simetris

2
Pengeluaran : tidak ada data
Kebersihan : tidak ada data
Cor : tidak ada data
Pulmo : tidak ada data
- Abdomen : nyeri tekan (-)
- Ekstremitas : simetris
Status Obstetri
Abdomen
Inspeksi :
Luka bekas operasi : (-)
Linea alba : tidak ada data
Area pembesaran : Memanjang
Kelainan : (-)
Palpasi :
a. TFU : Setinggi pusat
b. TBJ :
c. Letak punggung : Tidak ada data
d. Presentasi : Tidak ada data
e. Kontraksi : ada
f. Mobilitas : tidak ada data
Auskultasi:
DJJ : Tidak terdengar
Status Ginekologi
Anogenital
Inspeksi :
Pengeluaran pervaginam : Bagian kecil janin

1.4 Pemeriksaan Penunjang


- Darah lengkap
Hb : 8.6 g/dl (Normal : 10,8 – 14,7)
Lekosit : 15,990 /mm3 (Normal:4500-13.500)
Hematokrit : 26.9% (Normal : 33-45%)
Trombosit : 236.000/mm3 (Normal: 150.000-440.000)

3
- FH (RJ)
PPT : 9,3 C: 11 detik (Normal: 9,3 – 11,4 detik)
INR : 0,84 (Normal : 0,8-1,2)
APTT : 25,4 C:24,9 detik (Normal: 24,5-32,8 detik)
- Kimia Klinik
GDA : 75 mg/dl (normal: 50-140)
Albumin : 3,3 g/dl (normal: 3,5-5,2)
- Non- serologi
RAPID TES COVID 19 : Tidak ada data
HBS Ag : Non-reaktif
- Anti HIV : Non-reaktif
- Sifilis : Non-reaktif
- Urin Lengkap:
BJ : 1.010
pH : 6,5
Nitrit : (-)
Protein : (-)
Glukosa : Normal
Keton : (-)
Urobilin : Normal
Bilirubin : (-)
Sedimen eritrosit :
Eritrosit : 3-5 plp (normal: 0-1)
Leukosit : 0-1 plp (normal: 0-1)
Silinder : Negatif plp (normal: negatif)
Epitel : 0-1 plp (normal: 0-1)
Bakteri : Negatif plp (normal: negatif)
Kristal : Negatif plp (normal: negatif)
Lain-lain : Negatif plp (normal: negatif)
- USG : Abortus Komplit

4
1.5 Resume
Anamnesa
Pasien datang ke IGD RSU Haji Surabaya tanggal 1 Januari 2021
pukul 22 dengan keluhan perut kenceng kenceng, ada bagian janin
yang keluar dari kemaluan.

Pemeriksaan Fisik
GCS : 4-5-6
BB/TB : (-)
TD : 112 / 72 mmHg
Nadi : 118 kali/menit
Pernafasan : 21 kali/menit
Suhu : 38°C
Status generalis :
- Mata : Konjunctiva: (-)
Pemeriksaan obstetri
a. TFU : Setinggi pusat
b. TBJ : Tidak ada data
c. Letak punggung : Tidak ada data
d. Presentasi : Tidak ada data
e. Kontraksi : tidak ada data
f. Mobilitas : tidak ada data
Auskultasi:
DJJ : Tidak terdengar
Pemeriksaan Ginekologi
- Pengeluaran pervaginam : Bagian kecil janin
- Inspekulo vagina : Vagina : tidak ada kelainan
Pemeriksaan Penunjang
- Darah :
Hb: 8 gr/dl, leukosit : 12,770 mm3, GDA: 84 mg/dl, HbsAg : (-),
HIV: NR , Rapid covid : NR
Serum ion : 22 ug/dl , TIBC : 582 ug/dl
- USG :

5
(tanggal 18/12/20) : janin tunggal, kepala, plasenta menutupi oui
sebagian, uk 30-33 minggu, TBJ : 2135 gram

• (tanggal 27/12/2020) : janin tunggal, hidup, kepala, ♂


BPD : 8,46 ~ 34 *AC : 30,4 ~ 34/35 j, uk 34/35 minggu, amnion
cukup, plasenta posterior, menutupi OUI, Berat janin 2360 gram
- NST : reaktif
- Lainya : Foto thorax : tidak didapatkan kelainan

1.6 Diagnosa
GIIP201

1.7 Planning
Tindakan :

Tanggal 1 januari 2021 :

− Jam 21.35 : menjelaskan kondisi pasien bahwa akan melahirkan


janin premature, melakukan persiapan persalinan normal
− Jam 21.50 : partus abortus spontan / laki-laki / 300gr / As 0-8 /
ketuban negative, memberikan injeksi oksitosin 1 ampul IM,
menunggu tanda pelepasan plasenta.
− Jam 22.10 : plasenta belum lahir  memasukan injeksi oksitosin
ke-2 1 ampul IM, keluar darah 150cc.
− Jam 22.30 : dilakukan digital pelepasan plasenta  belum lahir
− Jam 22.45 : pasang infus RL, transfuse WB 3 kantong, coba
dilakukan manual plac, di VK, bila tidak lahir hubungu ilang dr.
Eddy, Sp.OG.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ABORTUS SPONTAN

2.1. Pendahuluan

Abortus merupakan kejadian produk konsepsi yang keluar sebelum


usia kehamilan 20 minggu. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi
secara spontan tanpa ada unsur kesengajaan. Abortus disengaja (induced
abortion) adalah abortus yang terjadi karena tindakan yang sengaja
dilakukan untuk mengakhiri kehamilan sebelum usia 20 minggu. WHO
menetapkan bahwa abortus termasuk dalam masalah kesehatan
reproduksi yang perlu mendapatkan perhatian dan merupakan penyebab
penderitaan wanita di seluruh dunia. Masalah abortus mendapat perhatian
penting dalam kesehatan masyarakat karena berpengaruh terhadap
morbiditas dan mortalitas maternal (Cunningham et al., 2018).

Setiap tahun, diperkirakan terjadi 79 juta kehamilan yang tidak


diinginkan (unintended pregnancy). Lebih dari setengah kehamilan
tersebut berakhir dengan abortus. Abortus spontan merupakan penyebab
terbanyak fetal loss. Delapan puluh persen fetal loss disebabkan oleh
abortus spontan. Sekitar 10-15% kehamilan berakhir dengan abortus
spontan pada usia kehamilan antara bulan kedua dan kelima. Sekitar
setengahnya disebabkan oleh anomali kromosom pada embrio
(Prawirohardjo, 2016).

Angka kematian ibu (AKI) secara global mencapai angka


210/100.000 kelahiran hidup. AKI di negara-negara berkembang sekitar
240/100.000 kelahiran hidup sedangkan untuk AKI di negara maju sekitar
14/100.000 kelahiran hidup (Chhabra, 2014). Berdasarkan data yang
diperoleh dari WHO, abortus menyumbang setidaknya 7,9% kematian ibu
di seluruh dunia (Say et al., 2014). Berdasarkan hasil Riskesdas 2015,
angka kejadian abortus spontan di Jawa Tengah cukup tinggi berada pada
angka 3,6% dari rentang 2,4–6% angka kejadian per provinsi. Di Jawa
Tengah terutama di Kota Semarang, perdarahan menempati urutan kedua
setelah eklamsi sebagai penyebab kematian terbanyak pada ibu hamil
(Balitbang Kemenkes, 2015).

2.2. Definisi
Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu
hidup luar kandungan dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, 2016).

7
2.3. Epidemiologi
Antara 10–15% dari semua kehamilan yang diakui secara klinis
menyebabkan abortus spontan. Sekitar seperempat dari semua wanita
mengalami setidaknya satu kali keguguran selama hidup mereka. Hingga
5% dari semua pasangan akan mengalami keguguran berulang. Risiko
keguguran lebih tinggi dengan bertambahnya usia ibu. Seorang wanita
berusia 25 tahun memiliki peluang rata-rata 15% untuk mengalami
keguguran, sedangkan untuk wanita berusia 40 tahun diperkirakan 40%
(Steegers et al., 2019).

Tingkat keguguran bervariasi menurut populasi penelitian. Pada usia


kehamilan 5 sampai 20 minggu, angka kejadian berkisar antara 11-22%
dan lebih tinggi pada minggu-minggu sebelumnya (Cunningham et al.,
2018).

2.4. Etiologi

a. Faktor genetik
Mayoritas (50%) abortus dini disebabkan oleh kelainan
kromosom pada konseptus. Trisomi autosomal adalah kelainan
sitogenetik yang paling umum (50%). Trisomi yang paling umum
adalah trisomi 16 (30%). Poliploidi telah diamati pada sekitar 22%
kasus abortus. Monosomi X (45, X) adalah kelainan kromosom
tunggal yang paling umum terjadi pada abortus (20%). Kelainan
kromosom lain seperti mozaik, trisomi ganda, dll. ditemukan pada
sekitar 4% abortus (Dutta, 2015).
b. Faktor endokrin dan metabolik
Luteal Phase Defect (LPD) menyebabkan abortus dini karena
implantasi dan plasentasi tidak didukung secara memadai.
Defisiensi progesteron yang di sekresi oleh korpus luteum atau
respon endometrium terhadap progesteron yang buruk adalah
penyebabnya. Kelainan tiroid: Hipotiroidisme atau hipertiroidisme
nyata dikaitkan dengan peningkatan abortus. Antibodi otomatis
tiroid sering kali meningkat. Diabetes mellitus bila tidak terkontrol
menyebabkan peningkatan abortus (Dutta, 2015).
c. Infeksi
Infeksi janin transplasenta terjadi dengan sebagian besar
mikroorganisme dan kematian janin dapat disebabkan oleh apa
saja. Infeksi dapat berupa— (i) Virus: Rubella, cytomegalovirus,
variola, vacinia atau HIV. (ii) Parasitik: Toxoplasma, malaria. (iii)
Bakteri: Ureaplasma, chlamydia, brucella. Spirochetes sulit

8
menyebabkan abortus sebelum minggu ke-20 karena ketebalan
penghalang plasenta yang efektif (Dutta, 2015).
d. Kelainan imunologis
 Sindrom antibodi antifosfolipid (APAS) —disebabkan oleh
adanya antibodi antifosfolipid, seperti: antikoagulan lupus
(LAC), antibodi anticardiolipin (ACA) dan antibodi b-
glikoprotein 1 (b-GP1). Mekanisme keguguran pada wanita
dengan APAS adalah: (a) penghambatan fungsi trofoblas
dan diferensiasi, (b) aktivasi jalur komplemen, (c) pelepasan
mediator inflamasi lokal (sitokin, interleukin) dan (d)
trombosis lapisan vaskular uteroplasenta. Patologi utama
adalah hipoksia janin (Dutta, 2015).
 Faktor imun: Sitokin adalah molekul kekebalan. Respons
sitokin dapat berupa tipe T-helper 1 (Th1) atau tipe T-helper
2 (Th2). Respon Th1 adalah produksi sitokin proinflamasi
[interleukin-2, interferon dan tumor necrosis factor (TNF)].
Respon Th2 adalah produksi sitokin anti inflamasi
(interleukin -4, -6 dan -10). Kehamilan yang sukses adalah
hasil dari respon sitokin Th2. Wanita dengan abortus
berulang memiliki lebih banyak respons Th 1 (Dutta, 2015).
e. Ruptur membran prematur
 Faktor paternal: Anomali kromosom sperma (translokasi)
dapat menyebabkan abortus. Beberapa wanita yang
mengalami abortus berulang mungkin mengalami kehamilan
normal setelah menikah dengan pria yang berbeda (Dutta,
2015).
 Trombofilia: Trombofilia yang diturunkan menyebabkan
abortus karena koagulasi dan trombosis intravaskular.
Resistensi protein C (mutasi faktor V Leiden) adalah
penyebab tersering. Kondisi lainnya adalah: Defisiensi
protein C dan hyperhomocysteinemia antithrombin III atau
mutasi gen protrombin (Dutta, 2015).
f. Faktor lingkungan
 Merokok — meningkatkan risiko akibat pembentukan
karboksihemoglobin dan penurunan transfer oksigen ke
janin.
 Agen kontrasepsi — IUD in situ meningkatkan risiko
sedangkan pil oral tidak.
 Obat-obatan, bahan kimia, bahan berbahaya — gas
anestesi, arsenik, anilin, timbal, formaldehida meningkatkan
risikonya (Dutta, 2015).

9
g. Tidak dapat dijelaskan
Terlepas dari banyak faktor yang disebutkan, pada umumnya
sulit untuk menentukan penyebab pasti dari keguguran. Terlalu
sering ada lebih dari satu faktor. Namun, risiko aborsi meningkat
dengan bertambahnya usia ibu (Dutta, 2015).

2.5. Faktor Resiko

Peningkatan usia ibu, obesitas (25-30 kg/m2), konsumsi kopi dan alkohol
yang berlebihan, penggunaan obat-obatan seperti NSAID, status sosial
dan profesi, dan merokok merupakan faktor risiko yang diketahui untuk
abortus spontan dan berulang. Status sosial dan profesi diketahui
memengaruhi risiko keguguran, dengan risiko tertinggi terjadi pada wanita
yang mengalami stres fisik dan psikologis tingkat tinggi. Baik perokok pasif
maupun aktif meningkatkan risiko keguguran (Steegers et al., 2019).

2.6. Patofisiologi

Secara umum penyebab terjadinya abortus spontan dimulai dari


berbagai macam kondisi (abnormalitas kromosom, defek fase luteal,
autoimun, infeksi, kelainan uterus, paparan zat dari lingkungan) yang
akhirnya mengakibatkan gangguan proses implantasi hingga terjadi
abortus. Peristiwa awal abortus terjadi perdarahan dalam decidua basalis,
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan
hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan
benda asing didalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya (Prawirohardjo, 2016).

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya


dikeluarkan seluruhnya, karena vili koreales belum menembus desidua
terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, telah
masuk agak tinggi, karena plasenta tidak dikeluarkan secara utuh
sehingga banyak terjadi perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas,
yang umumnya bila kantong ketuban pecah maka disusul dengan
pengeluaran janin dan plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan
tidak banyak terjadi jika plasenta terlepas dengan lengkap.

10
Hasil konsepsi pada abortus dikeluarkan dalam berbagai bentuk.Ada
kalanya janin tidak tampak didalam kantong ketuban yang disebut blighted
ovum, mungkin pula janin telah mati lama disebut missed abortion.
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka
ovum akan dikelilingi oleh kapsul gumpalan darah, isiuterus dinamakan
mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karneosa apabila pigmen darah
diserap sehingga semuanya tampak seperti daging.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses mumifikasi: janin mengering dan menjadi agak gepeng atau fetus
compressus karena cairan amnion yang diserap. Dalam tingkat lebih lanjut
janin menjadi tipis seperti kertas perkamen atau fetus papiraseus.
Kemungkinan lain yang terjadi apabila janin yang meninggal tidak
dikeluarkan dari uterus yaitu terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak
menjadi lembek, dan seluruh janin berwarna kemerah merahan (Dutta,
2015)

2.7. Macam Abortus

a. Threatened miscarriage
Definisi
Threatened miscarriage adalah keadaan klinis di mana proses
keguguran telah dimulai tetapi belum berkembang ke keadaan di
mana pemulihan tidak mungkin dilakukan (Dutta, 2015).
Gambaran klinis
Pasien dengan gejala yang mengarah ke kehamilan,
mengeluhkan (Dutta, 2015):
 Perdarahan per vaginam, biasanya ringan dan mungkin berwarna
kecoklatan atau merah cerah dan biasanya berhenti secara
spontan.
 Nyeri: Pendarahan biasanya tidak menimbulkan rasa sakit tetapi
mungkin ada sakit punggung ringan atau nyeri tumpul di perut
bagian bawah. Nyeri biasanya muncul setelah perdarahan.

11
Pemeriksaan panggul

 Pemeriksaan spekulum mengungkapkan — perdarahan jika ada,


keluar melalui ostium eksterna.
 Pemeriksaan digital menunjukkan ostium eksternal yang tertutup
(Gambar 16.2A).
 Ukuran uterus sesuai dengan periode amenore.
 Rahim dan serviks terasa lembut.
b. Inevitable miscarriage

Definisi

Inevitable miscarriage adalah tipe klinis abortus di mana


perubahan telah berkembang ke keadaan di mana kehamilan tidak
mungkin dilanjutkan (Dutta, 2015).
Gambaran klinis
Pasien dengan fitur threatened miscarriage, berkembang sebagai
manifestasi berikut (Dutta, 2015):
 Peningkatan perdarahan vagina.
 Nyeri bertambah di perut bagian bawah yang mungkin bersifat
kolik.
 Pemeriksaan internal menunjukkan ostium internal serviks yang
melebar karena produk konsepsi (Gbr. 16.2B). Kadang-kadang,
gambaran tersebut dapat berkembang dengan cepat tanpa bukti
klinis dari threatened miscarriage sebelumnya.
 Pada trimester kedua, bagaimanapun, inevitable miscarriage
mungkin dimulai dengan pecahnya ketuban atau nyeri perut
bagian bawah yang intermiten (mini labor).
c. Complete miscarriage

Definisi

Ketika produk konsepsi dikeluarkan secara massal, itu disebut


Complete miscarriage.

12
Gambaran klinis

Ada riwayat pengeluaran massa berdaging per vaginam diikuti


oleh (Dutta, 2015):

 Berkurangnya nyeri perut.


 Perdarahan vagina berhenti.
 Pemeriksaan internal mengungkapkan:
a) Uterus lebih kecil dari periode amenore dan sedikit lebih
kencang.
b) Ostium serviks ditutup.
c) Perdarahan adalah jejak.
 Pemeriksaan massa berdaging yang dikeluarkan ditemukan
lengkap.
 Ultrasonografi (TVS): menunjukkan rongga rahim yang kosong.

Gambar ? (A) Threatened miscarriage; (B) Inevitable miscarriage; (C)


Incomplete miscarriage

d. Incomplete miscarriage

Definisi

Ketika seluruh hasil konsepsi tidak dikeluarkan, tetapi


sebagiannya tertinggal di dalam rongga rahim, itu disebut keguguran
tidak lengkap. Ini adalah jenis yang paling umum ditemui di antara

13
wanita, dirawat di rumah sakit karena komplikasi keguguran (Dutta,
2015).

Gambaran klinis

Riwayat pengeluaran massa berdaging per vaginam diikuti oleh


(Dutta, 2015):

 Nyeri yang berlanjut di perut bagian bawah.


 Perdarahan vagina yang terus-menerus.
 Pemeriksaan internal mengungkapkan:
a) rahim lebih kecil dari periode amenore
b) ostium serviks yang tipis sering terlihat di ujung jari dan
c) jumlah perdarahan yang bervariasi.
 pada pemeriksaan, massa yang keluar ditemukan tidak lengkap
(Gbr. 16.2C).
 Ultrasonografi — menunjukkan bahan echogenic (hasil konsepsi)
di dalam rongga.
e. Missed miscarriage

Definisi

Ketika janin meninggal dan tertahan di dalam rahim untuk


periode yang bervariasi, hal itu disebut missed miscarriage atau
kematian janin dini (Dutta, 2015).

Gambaran klinis

Pasien biasanya datang dengan gambaran threatened


miscarriage diikuti oleh (Dutta, 2015):

 Masih adanya discharge berwarna kecoklatan.


 Penurunan gejala kehamilan.
 Kemunduran perubahan payudara.
 Berhentinya pertumbuhan rahim yang ternyata semakin mengecil.

14
 Nonaudibilitas bunyi jantung janin bahkan dengan USG Doppler
jika sudah pernah terdengar sebelumnya.
 Serviks terasa kencang.
 Tes imunologi untuk kehamilan menjadi negatif.
 Ultrasonografi waktu nyata menunjukkan kantung kosong di awal
kehamilan atau tidak adanya gerakan jantung janin dan gerakan
janin.
f. Septic abortion
Definisi
Setiap aborsi yang terkait dengan bukti klinis infeksi rahim dan
isinya disebut septic abortion. Meskipun kriteria klinis bervariasi,
abortus biasanya dianggap septik jika terdapat (Dutta, 2015).:
 Kenaikan suhu minimal 100,4°f (38°c) selama 24 jam atau lebih,
 Keputihan yang menyinggung atau purulen dan
 Bukti lain infeksi panggul seperti nyeri perut bagian bawah dan
nyeri tekan.
Gambaran klinis

Bergantung pada tingkat keparahan dan luasnya infeksi,


gambaran klinis sangat bervariasi.

Tabel?. Gambaran Klinis septic abortion.

Penilaian klinis

 Derajat I: Infeksi terlokalisasi di rahim.

15
 Derajat II: Infeksi menyebar ke luar rahim ke parametrium, tuba
dan ovarium atau peritoneum panggul.
 Derajat III: Peritonitis umum dan / atau syok endotoksik atau
ikterus atau gagal ginjal akut.

Gambar ? klasifikasi abortus.

2.8. Diagnosis

a. Riwayat
 LMP (Last menstrual periode): ingat untuk mengkonfirmasi
lamanya siklus, keteraturan, penggunaan kontrasepsi sekitar
waktu konsepsi, yang mana saja dapat mengubah perkiraan
waktu ovulasi (diasumsikan sebagai 15 hari setelah LMP untuk
tujuan menghitung kehamilan) dan karenanya mengakibatkan
perkiraan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah pada usia
kehamilan.
 Gejala: nyeri dan/atau perdarahan. Lokasi dan sifat nyeri juga
merupakan indikator prognostik yang buruk. Frekuensi buang air
kecil atau diare bisa menjadi tanda dari iritasi peritoneum akibat
perdarahan intraperitoneal, yang berhubungan dengan kehamilan
ektopik.

16
 Riwayat obstetrik dan ginekologi di masa lalu dapat
memberikan bukti faktor risiko penyebab perdarahan non-
kehamilan lainnya atau menunjukkan faktor risiko kehamilan
ektopik seperti infeksi menular seksual atau penyakit radang
panggul. Penting untuk memastikan tanggal smear terakhir dan
riwayat kelainan serviks / pengobatan kolposkopi
 Riwayat kesehatan: diabetes mellitus yang tidak terkontrol
diketahui terkait dengan abortus dan penyakit kronis lainnya
mungkin juga terlibat, meskipun ini cenderung dikaitkan dengan
penurunan kesuburan (kapasitas untuk hamil) daripada fekunditas
(kapasitas untuk mempertahankan kehamilan).
 Riwayat pengobatan: dengan resep, tanpa resep dan
rekreasional (Edmonds et al., 2018).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum untuk menilai keadaan pasien adalah hal
yang wajib. Wanita muda dapat menutupi kehilangan darah dan
dekompensasi yang signifikan adalah tanda yang terlambat,
misalnya takikardia dan / atau peningkatan laju pernapasan. Pucat,
tingkat kesadaran yang berkurang atau capillary return yang
menurun semuanya penting. Perlu diperhatikan bahwa distensi
peritoneum juga dapat menyebabkan bradikardia (Edmonds et al.,
2018).
Palpasi abdomen
 Tentukan tinggi fundus uterus: umumnya dapat teraba di atas tepi
panggul pada usia kehamilan 12 minggu, meskipun hal ini akan
dipengaruhi oleh kehamilan multipel dan adanya fibroid uterus.
 Bukti adanya massa pelvis lain yang dapat menjelaskan adanya
nyeri, misalnya torsio ovarium, fibroid yang menurun.
 Bukti perdarahan intra-abdominal: distensi abdomen yang
menyeluruh.
 Konfirmasikan lokasi nyeri.
Pemeriksaan vagina

17
Pemeriksaan vaginal akan menunjukkan apakah serviks
terbuka atau jika hasil konsepsi dapat diidentifikasi di ostium serviks.
Jika demikian, jaringan yang relevan harus diangkat dan dikirim
untuk diagnosis histopatologi. Hasil konsepsi tidak dapat dipastikan
dengan pemeriksaan makroskopis kecuali jika bagian janin terlihat.
Pemeriksaan spekulum juga dapat dilaukan untuk memeriksa serviks
dan vagina, serta menyingkirkan penyebab lokal perdarahan
(Edmonds et al., 2018).
c. Pemeriksaan penunjang
Ultrasound
Ultrasonografi telah berkembang pesat sejak digunakan
pertama kali pada kehamilan pada tahun 1967. Ultrasonografi
memiliki peran penting dalam diagnosis abortus. Ultrasonografi
transvaginal telah membantu mengidentifikasi fitur ultrasonografi
awal yang terlihat pada kehamilan intrauterin awal yang normal (Gbr.
40.2). Tanda ultrasound yang terlihat pada pemindaian transvaginal
adalah sebagai berikut (Edmonds et al., 2018):
 Minggu 5: kantung kehamilan terlihat.
 Minggu 6: kantung kuning telur terlihat.
 Minggu 6: embrio terlihat.
 Minggu 7: amnion terlihat.

Gambar ? Janin usia kehamilan 7 minggu dengan kantung ketuban terlihat


jelas.

18
Kriteria ultrasound untuk diagnosis abortus didasarkan oleh
(Edmonds et al., 2018):

 kantung kehamilan kosong dengan mean sac diameter (MSD) ≥25


mm; atau
 embrio dengan crown–rump length (CRL) ≥7 mm dan tidak ada
detak jantung (Gbr. 40.3).

Gambar ? Diagnosis keguguran USG harus didasarkan pada diameter


kantung rata-rata ≥ 25mm atau embrio dengan panjang mahkota ‐ pantat
(CRL) ≥ 7mm.

Jika tidak satu pun dari kriteria ini terpenuhi pada pemindaian
ultrasonografi awal, kehamilan harus diklasifikasikan sebagai
kehamilan dengan viabilitas yang tidak diketahui (PUV) dan
pemindaian ultrasonografi kemudian dilakukan dengan interval untuk
memberikan ulasan viabilitas secara definitif. Menurut Preisler et al.
interval waktu yang digunakan minimal adalah 7 hari dengan tingkat
spesifisitas 100% untuk abortus di mana pemindaian awal
mengidentifikasi kehamilan dengan embrio kurang dari 7 mm tanpa
aktivitas jantung atau kehamilan tanpa embrio dan kantung
kehamilan kosong dengan MSD 12 mm atau lebih. Apabila
pemindaian awal mengidentifikasi kantung kehamilan kosong
dengan Mean sac diameter (MSD) kurang dari 12 mm, interval waktu
minimal 14 hari (Edmonds et al., 2018).

Serum β-human chorionic gonadotrophin

19
Ada sedikit bukti yang mendukung peran β ‐ human chorionic
gonadotrophin (β ‐ hCG) dalam menentukan viabilitas setelah
visualisasi kantung kehamilan intrauterin dan kantung kuning telur,
karena terdapat variasi yang cukup besar dalam peningkatan normal
β ‐ hCG dan terkadang jatuh. Pengukuran serum β-hCG memiliki
peran dalam mengelola kehamilan di lokasi yang tidak diketahui
(PUL): peningkatan 66% selama 48 jam dikaitkan dengan kehamilan
intrauterin yang layak; tingkat antara peningkatan 65% dan
penurunan 13% dikaitkan dengan kemungkinan kehamilan ektopik;
dan penurunan lebih dari 13% dikaitkan dengan kegagalan
kehamilan (Edmonds et al., 2018).

2.9. Tatalaksana

a. Abortus imminens2,3
 Istirahat baring agar aliran darah ke uterus
bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
 Progesteron 10 mg sehari untuk terapi
substitusi dan untuk mengurangi
kerentanan otot-otot rahim.
 Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila
hasil negatif, mungkin janin sudah mati.
 Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
 Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30
mg.

 Pasien tidak boleh berhubungan seksual


dulu sampai lebih kurang 2 minggu.
b. Abortus insipiens2
 Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu
dengan pemberian cairan dan transfusi

20
darah.
 Pada kehamilan kurang dari 12 minggu,
yang biasanya disertai perdarahan,
tangani dengan pengosongan uterus
memakai kuret vakum atau cunam
abortus, disusul dengan kerokan memakai
kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5
mg intramuskular.
 Pada kehamilan lebih dari 12 minggu,
berikan infus oksitosin 10 IU dalam
dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per
menit dan naikkan sesuai kontraksi
uterus sampai terjadi abortus komplet.
 Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta
masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara digital yang dapat
disusul dengan kerokan.
 Memberi antibiotik sebagai profilaksis.
c. Abortus inkomplet2,3
 Bila disertai syok karena perdarahan,
berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
ringer laktat yang disusul dengan
ditransfusi darah.
 Setelah syok diatasi, lakukan kerokan
dengan kuret lalu suntikkan ergometrin 0,2
mg intramuskular untuk mempertahankan
kontraksi otot uterus.
 Berikan antibiotik untuk rnencegah infeksi.
d. Abortus komplet2,3
 Bila pasien anemia, berikan hematinik
seperti sulfas ferosus atau transfusi

21
darah.
 Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
 Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin. dan
mineral.
e. Missed abortion2
 Bila terdapat hipofibrinogenemia
siapkan darah
segar atau fibrinogen.
 Pada kehamilan kurang dari 12 minggu.
Lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu
dilakukan dilatasi serviks dengan dilatator
Hegar. Kemudian hasil konsepsi diambil
dengan cunam ovum lalu dengan kuret
tajam.
 Pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
Infus intravena oksitosin 10 IU dalam
dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai
dengan 20 tetes per menit dan naikkan
dosis sampai ada kontraksi uterus.
Oksitosin dapat diberikan sampai 10 IU
dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang
infus oksitosin setelah pasien istirahat
satu hari.
 Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari
bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi
dengan menyuntik larutan garam 20%
dalam kavum uteri melalui dinding perut.
f. Abortus infeksius dan septik2
 Tingkatkan asupan cairan.
 Bila perdarahan banyak, lakukan transfusi darah.

22
 Penanggulangan infeksi:
 Gentamycin 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 juta.
 Chloromycetin 4 x 500 mg.
 Cephalosporin 3 x 1.
 Sulbenicilin 3 x 1-2 gram.
 Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam
karena pengeluaran sisa-sisa abortus
mencegah perdarahan dan
menghilangkan jaringan nekrosis yang
bertindak sebagai medium
perkembangbiakan bagi jasad renik.

 Pada abortus septik diberikan antibiotik


dalam dosis yang lebih tinggi misalnya
Sulbenicillin 3 x 2 gram.
 Pada kasus tetanus perlu diberikan ATS,
irigasi dengan H2O2, dan histerektomi
total secepatnya.
g. Abortus Habitualis2
 Memperbaiki keadaan umum,
pemberian makanan yang sehat,
istirahat yang cukup, larangan koitus,
dan olah raga.
 Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi
atau dihentikan.
 Pada serviks inkompeten terapinya adalah
operatif: Shirodkar atau Mac Donald
(cervical cerclage).

23
Gambar 7. Manajemen Perdarahan pada Kehamilan
Trimester 19

2.10. Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah


perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.

a. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan


uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu
pemberian tranfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan pada waktunya.

b. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi


terutama pada uterus dalam posisi
hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita
perlu diamat-amati dengan teliti. Jika ada tanda

24
bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan
tergantung dari luar dan bentuk perforasi,
penjahitan luka perforasi atau histerektomi.
Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan
oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat
karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin
juga terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian
terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya cedera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi komplikasi.

c. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat


terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya
ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih
sering pada abortus buatan yang dikerjakan
tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah
peritonitis umum atau sepsis, dengan
kemungkinan diikuti oleh syok.

d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena


perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat (syok endoseptik).

2.11. Prognosis

Prognosis pada kasus abortus spontan tergantung jenis nya. Jika


kehamilan berlanjut atau dipertahankan pada abortus iminens dapat

25
meningkatkan terjadinya plasenta previa, IUGR, persalinan dini. selain itu
pada abortus komplit dapat terjadi kematian janin (Prawirohardjo, 2016)

2.12 . Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

C Cunningham, F. G. et al. (2018) Williams Obstetrics. 25th ed. Edited by


A. Moyer and R. Y. Brown. New York: McGraw-Hill Education.

Dutta, D. (2015) Textbook of Obstetrics. 8th ed. Edited by H. Konar. New


Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.

Edmonds, D. K., Lees, C. and Bourne, T. (2018) Dewhurst’s Texbook of


Obstetrics and Ginecology. 9th ed. Malden: John Wiley & Sons Ltd.

Steegers, E. A. P. et al. (2019) Textbook of Obstetrics and Gynaecology A


life course approach. Edited by E. A. P. Steegers et al. Chennai: Bohn
Stafleu van Loghum.

Balitbang Kemenkes RI, 2015, Riset Kesehatan Dasar, Kementerian


Kesehatan RI, Jakarta

Chhabra, P., 2014, Maternal near miss: an indicator for maternal health
and maternal care., Indian J Community Med 39(3):132-7
Cunningham, G. F. et al. (2018) Williams Obstetrics 25Th Edition, Mc
Graw Hill Education.
Dutta, D. (2015) DC Dutta’s Textbook of Obstetrics, DC Dutta’s Textbook
of Obstetrics. doi: 10.5005/jp/books/12540.
Prawirohardjo, S. (2016) ‘Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo’, Edisi
Ke-4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Say, L., Chou, D., Gemmill, A., Tunçalp, Ö., Moller, A.B., Daniels J.,
Gülmezoglu, A.M., Temmerman, M., Alkema, L., 2014, Global causes of
maternal death: a WHO systematic analysis, Lancet Glob Health
2(6):e323-33.

26
27

Anda mungkin juga menyukai