Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hospitalisasi merupakan keadaan yang mengharuskan anak tinggal di


rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan karena suatu alasan yang
berencana maupun kondisi darurat. Tinggal di rumah sakit dapat
menimbulkan stres bagi anak-anak dan keluarga mereka (Mendri & Prayogi,
2012). Pada saat hospitalisasi anak akan mengalami stres karena lingkungan
yang asing bagi anak. Stres yang di alami anak akan menimbulkan banyak
reaksi misalnya terhadap penyakit atau masalah diri anak pra sekolah seperti
perpisahan, tidak mengenal lingkungan, hilangnya kasih sayang, body image
maka akan beraksi seperti regresi yaitu hilangnya kontrol, displacement,
agresi (menyangkal), menarik diri, tingkah laku protes, serta lebih antaranya
mengalami ketakutan saat petugas kesehatan akan melakukan perawatan pada
anak (Wahyuni, 2016). Anak-anak dapat bereaksi terhadap stress hospitalisasi
sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi dan setelah pemulangan.

Dampak hospitalisasi pada masa prasekolah yaitu sering menolak


makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan, anak sering merasa cemas, ketakutan, tidak yakin, kurang percaya
diri, atau merasa tidak cukup terlindungi dan merasa tidak aman. Tingkat rasa
aman pada setiap anak berbeda. Beberapa anak lebih pemalu dan cepat cemas
dibanding anak lain. Hospitalisasi dapat dianggap sebagai pengalaman yang
mengancam dan menjadi stresor sehingga dapat menimbulkan krisis bagi
anak dan keluarga. Bagi anak, hal ini mungkin terjadi karena anak tidak
memahami mengapa ia dirawat / terluka, stres dengan adanya perubahan akan
status kesehatan, lingkungan, kebiasaan sehari-hari dan keterbatasan
mekanisme koping (Ngastiyah, 2005).
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tahun 2010
bahwa 3%-10% pasien anak yang di rawat di Amerika Serikat mengalami
stress selama hospitalisasi. Sekitar 3%-7% dari anak usia sekolah yang di
rawat di Jerman juga mengalami hal yang serupa, 5%-10% anak yang di
hospitalisasi di Kanada dan Selandia Baru juga mengalami tanda stress
selama di hospitalisasi. Data di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) Indonesia bahwa 35 anak dari 420 anak yang di rawat rumah sakit
sepanjang tahun 2010 mengalami stress selama hospitalisasi. Di Indonesia,
jumlah anak usia pra sekolah (3-5 tahun) berdasarkan data Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016 jumlah anak usia pra sekolah
9.603.173 jiwa.

Anak-anak balita yang lolos melampui usia 5 tahun masih tampak


tidak terlalu sehat, mereka masih lesu, kurang nafsu makan, masih banyak
yang tidak bisa menangkap pelajaran disekolah dengan baik.(Ig.n. Gede
Ranuh, 2013). Anak-anak yang dirawat lebih dari 2 (dua) minggu memiliki
resiko mengalami gangguan bahasa dan perkembangan ketrampilan kognitif,
serta pengalaman buruk di Rumah Sakit sehingga dapat merusak hubungan
dekat antara ibu dan anak. Perawatan anak di ruang anak sangat berbeda
dengan perawatan orang dewasa. Maka untuk perawat anak tidak cukup
hanya terampil dalam melaksanakan prosedur keperawatan tetapi juga harus
mempunyai minat, motivasi serta mengetahui tahap-tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan umurnya.

Karakteristik perkembangan anak usia pra sekolah antara lain


egosentris, keras kepala, mulai belajar mencintai dari orang yang terdekat
atau orang satu rumah, usia bermain dan anak sudah mulai belajar untuk
bersosialisasi. Apabila anak usia pra sekolah menderita sakit dan harus
dirawat di Rumah Sakit reaksi-reaksi yang muncul biasanya sangat kompleks
dan bervariasi diantaranya regresi (rasa tergantung/tidak mau ditinggal), rasa
takut, dan cemas, merasa dipisahkan dari keluarga, putus asa, dan protes
(Wong).
Kemampuan individu dalam mengatasi dampak hospitalisasi ini
sangat dipengaruhi oleh penyelesaian tugas-tugas pada fase perkembangan,
pengalaman dirawat di Rumah Sakit, image individu terhadap Rumah Sakit
(perawat), dan umur individu tersebut. Upaya perawat untuk meminimalkan
dampak hospitalisasi dapat dilaksanakan dengan mengadakan pengkajian
pada pasien/ keluarga tentang : Pengalaman sakit atau dirawat di Rumah
Sakit, kesiapan anak masuk Rumah Sakit melalui pendekatan keluarga,
kebiasaan makan/minum yang paling disukai, kegiatan yang biasa dilakukan
atau permainan yang paling disukai, kemampuan anak menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang baru, hal-hal yang menyebabkan anak mudah marah,
tingkah laku yang dimunculkan apabila anak sedang marah atau cemas,
bahasa yang biasa digunakan dalam berkomunikasi dengan anak setiap hari
(Mark).

Pengetahuan perawat cukup menentukan dampak hospitalisasi selama


berinteraksi dengan pasien, tetapi melalui pemberian asuhan keperawatan
yang komprehensif diharapkan respon tersebut dapat lebih diminimalkan.
Perawat sebagai pribadi unik memiliki perbedaan dalam mengetahui dampak
hospitalisasi anak yang dirawat di Rumah Sakit. Adapun perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa ;
temperamen,pendidikan. Sedangkan untuk faktor eksternal ;penampilan,
komunikasi teraupetik.

Upaya perawat untuk meminimalkan dampak hospitalisasi dapat


dilaksanakan dengan mengadakan pengkajian pada pasien/keluarga tentang :
pengalaman sakit atau dirawat di rumah sakit, kesiapan anak masuk rumah
sakit melalui pendekatan keluarga, kebiasaan makan/minum yang paling
disukai, kegiatan yang biasa dilakukan atau permainan yang paling disukai,
kemampuan anak menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, hal-hal
yang menyebabkan anak mudah marah, tingkah laku yang dimunculkan apa
bila anak sedang marah atau cemas, bahasa yang biasa digunakan dalam
berkomunikasi dengan anak setiap hari. Perawat dapat mengetahui dan
mengambil sikap yang tepat dalam pemberian asuhan keperawatan. Selain
pengkajian tersebut diatas juga diperlukan keterampilan tertentu dari perawat
dalam mengadakan pendekatan dengan pasien anak-anak, khususnya yang
menyangkut pelaksanaan prosedur-prosedur yang menimbulkan rasa sakit
(seperti pungsi vena), sebaiknya pelaksanaannya ditunggu sampai anak
tenang (Agustin, 2013).

Menurut penelitian Melindasari & Sari, 2013 menunjukkan bahwa


peran perawat masih rendah (12,9%) dan semua anak mengalami stress
hospitalisasi dengan tingkat stress (61,3%). Penelitian menurut Asmayanty,
2010 menunjukkan bahwa lama hospitalisasi anak mempunyai ratarata 3-4
hari, sehingga dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
mengalami kecemasan pada tingkatan sedang yaitu 17 orang anak (77,27%).
Hal tersebut di karenakan hospitalisasi anak pra sekolah mempunyai kategori
yang lama yaitu > 3 hari, sehingga anak akan mengalami gangguan
psikologis yang di wujudkan dengan adanya perubahan perilaku pada saat
anak di rumah sakit.

B. Tujuan Penelitian

1.    Tujuan Umum
Untuk mendapatkan hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat
dalam meminimalkan stres akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah.

2.    Tujuan Khusus
a.         Mengidentifikasi pengetahuan perawat dalam meminimalkan stres
akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah.
b.         Mengidentifikasi sikap perawat dalam meminimalkan stres akibat
hospitalisasi pada anak pra sekolah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak Usia Pra Sekolah

Masa BALITA (Bawah Lima Tahun) atau lebih dikenal dengan


prasekolah (Preschool Age) yaitu menginjak usia 6 (enam) tahun merupakan
masa dimana lingkungan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak,
utamanya perkembangan otak untuk menangkap segala stimulasi yang
didapatkan selama itu.

Anak pra sekolah merupakan periode kanak-kanak awal antara usia 3-


5 tahun. Pada usia ini anak mampu melakukan berbagai gerakan seperti
berlari, melempar, berhitung (Wahyuni, 2016). System musculoskeletal
masih belum matang sepenuhnya membuat anak sekolah rentan terhadap
cidera, terutama dengan pengerahan tenaga yang berlebihan atau aktivitas
yang berlebihan. Anak pra sekolah menangis dengan tenang, menolak untuk
makan atau meminum obat, atau secara umum tidak kooperatif. Selain itu,
anak pra sekolah yang dihospitalisasikan kehilangan kontrol terhadap
lingkungan (Kyle & Carman, 2012).

B. Pengertian Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan keadaan yang mengharuskan anak tinggal di


rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan karena suatu alasan yang
berencana maupun kondisi darurat. Tinggal di rumah sakit dapat
menimbulkan stres bagi anak-anak dan keluarga mereka (Mendri & Prayogi,
2012). Pada saat hospitalisasi anak akan mengalami stres karena lingkungan
yang asing bagi anak. Stres yang di alami anak akan menimbulkan banyak
reaksi misalnya terhadap penyakit atau masalah diri anak pra sekolah seperti
perpisahan, tidak mengenal lingkungan, hilangnya kasih sayang, body image
maka akan beraksi seperti regresi yaitu hilangnya kontrol, displacement,
agresi (menyangkal), menarik diri, tingkah laku protes, serta lebih antaranya
mengalami ketakutan saat petugas kesehatan akan melakukan perawatan pada
anak (Wahyuni, 2016). Anak-anak dapat bereaksi terhadap stress hospitalisasi
sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi dan setelah pemulangan.

C. Stressor Hospitalisasi Dan Reaksi Anak

Stressor utama dari hospitalisasi antara lain adalah perpisahan,


kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis
tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka; pengalaman mereka
sebelumnya dengan penyakit, perpisahan, atau hospitalisasi; keterampilan
koping yang mereka miliki dan dapatkan; keparahan diagnosis dan sitem
pendukung yang ada.

D. Efek Hospitalisasi

Anak-anak dapat bereaksi terhadap stress hospitalisasi sebelum


mereka masuk,selama hospitalisasi dan setelah pemulangan. Konsep sakit
yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia dan kematangan
intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi
( Carson,Gravley dan Council,1992; Clatworthy, Simon dan Tiedeman, 1999
dalam Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Edisi 6, oleh Wong et al. 2009 ).
Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh durasi kondisi dan sebelum hospitalisasi,
bisa juga tidak. Oleh karena itu, perawat tidak boleh terlalu berlebihan
memperkirakan konsep sakit anak dengan pengalaman medis sebelumnya.

Faktor risiko yang meningkatkan kerentanan anak terhadap stress


hospitalisasi :
1. Temperamen “sulit”
2. Ketidaksesuain antara anak dan orangtua
3. Usia (terutama anak usia 6 bulan – 5 tahun)
4. Jenis kelamin laki-laki
5. Kecerdasan dibawah rata-rata
6. Stress multiple dan kontinu (mis. Sering di hospitalisasi)

E. Cemas Akibat Perpisahan

Dari hasil penelitian sebelumnya, biasanya berdasarkan perenungan


orang dewasa, menunjukan bahwa keluarga tidak memainkan peranan
penting bagi anak usia prasekolah. Akan tetapi, penelitian baru-baru ini yang
menanyakan pada anak-anak tentang ketakutan mereka pada saat dirawat di
rumah sakit, anak-anak tersebut menunjukkan jawaban “jauh dari keluarga
saya” memiliki peringkat yang lebih tinggi daripada ketakutan yang lainnya
yang muncul akibat hospitalisasi.

F. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perawat


1. Faktor internal
a. Temperamen
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Gaghiwu, 2013 tentang hubungan perilaku caring perawat dengan
stress hospitalisasi pada anak usia pra sekolah di Irina E BLU
RSUP Prof Dr. R. D. Kandau Manado. Hal ini disebabkan karena
sikap perawat dipengaruhi oleh karateristik individu seperti
temperamen (faktor internal).

b. Pendidikan
Berdasarkan pengalaman penelitian yang dilakukan oleh
Wahyu Rima Agustin,2013 tentang pengetahuan perawat terhadap
respon hospitalisasi pada anak usia prasekolah hal ini terbukti dari
hasil wawancara dengan responden, yang mempunyai latar
belakang pendidikan sama namun mempunyai masa kerja yang
berbeda. Perawat yang mempunyai masa kerja yang lebih lama
mampu memberikan masukan yang lebih lengkap berdasarkan
pengalamannya, dibandingkan dengan responden yang
mempunyai masa kerja yang lebih pendek. Hal ini mungkin
disebabkan karena pengalaman praktis akan semakin melengkapi
dan memperkaya seseorang dalam mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang pernah dipelajari selama masa pendidikan.

Tingkat pendidikan merupakan suatu proses berulang tanpa


henti mengatasi berbagai konflik sosial. Pendidikan tidak hanya
mempengaruhi unsur kognitif seperti persepsi, proses belajar dan
pemecahan masalah atau pemilihan perilaku, tetapi juga merubah
nilai-nilai seperti minat, perasaan dan sikap. Melalui pendidikan
akan menghasilkan perubahan dalam keseluruhan hidup
seseorang.
Seseorang yang mempunyai pendidikan yang tinggi
mempunyai keinginan untuk mengembangkan dirinya, sedangkan
mereka yang berasal dari pendidikan yang rendah cenderung
untuk mempertahankan tradisi yang sudah ada (Irawan).Perawat
yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih tinggi ternyata
mampu memberi informasi data yang lebih tepat dan lebih
lengkap dibandingkan dengan responden yang mempunyai latar
belakang pendidikan yang lebih rendah. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, individu tersebut akan semakin mampu
untuk merasionalkan pengalamannya selama berinteraksi dengan
orang lain

2. Faktor Eskternal
a. Penampilan
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Rima
Agustin (2013) tentang pengetahuan perawat terhadap respon
hospitalisasi anak usia prasekolah didapatkan respon hospitalisasi
yang sering muncul pada anak usia pra sekolah yang dirawat di
Rumah Sakit adalah, 2 diantara mereka mengungkapkan anak
menolak untuk dirawat, anak menangis karena berhadapan
dengan lingkungan yang baru dan melihat alat-alat medis, hal
tersebut disampaikan oleh 3 orang perawat. 2 orang dari mereka
mengatakan anak takut pada perawat/dokter yang berbaju putih
dan tidak mau ditinggal orang tuanya disampaikan oleh 2 orang
responden. Anak berontak, tidak mau makan, tidak kooperatif,
dan rewel karena aktiÞ tasnya terbatas (bed rest). 3 dari mereka
menyampaikan anak takut pada perawat/dokter yang berbaju
putih dan yang mengungkapkan anak merasa tertekan oleh alat-
alat medis yang dipasang pada dirinya seorang responden.
Sangat mencolok disini bahwa anak usia pra sekolah adalah
termasuk anak usia bermain sehingga istirahat ditempat tidur
merupakan penyebab stres yang utama serta perawat/dokter yang
berbaju putih, trauma akan tindakan perawatan/medis juga
menunjukkan prosentase yang cukup besar yaitu (75%).
Respon anak terhadap tempat tidur di Rumah Sakit yang pada
umumnya masih berwarna putih merupakan masalah yang cukup
serius bagi anak, mengingat dunia anak cenderung lebih suka
akan barang yang berwarna-warni dengan warna yang mencolok.
Bagi anak warna putih juga mempunyai image yang kurang baik
seperti telah dipaparkan diatas misalnya perawat/dokter yang
berbaju putih merupakan hal yang menakutkan bagi anak.

b. Komunikasi teraupetik
Menurut Hidayat (2006), komunikasi pada anak merupakan
bagian terpenting dalam membangun kepercayaan diri kita
dengan anak. Melalui komunikasi akan terjalin rasa percaya,
kasih saying, dan selanjutnya anak akan merasa memiliki suatu
penghargaan pada dirinya. Sakit dan dirawat dirumah sakit
merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika seseorang
anak dirawat dirumah sakit, maka anak tersebut akan mudah
mengalami krisis atau stress (Nur, 2003).
Hal ini sesuai dengan pendapat Mundakir (2006) yang
menyatakan bahwa terapi komunikasi teraupetik efektif
menurunkan kecemasan pada anak. Dengan komunikasi
teraupetik rasa takut atau cemas dapat dikurangi , dimana anak
dapat rileks dan mampu lebih beradaptasi dengan lingkungannya.
Komunikasi teraupetik juga sebagai sarana untuk memfasilitasi
proses penyembuhan.

G. Peran Perawat Dalam Hospitalisasi.

Menurut penelitian Melindasari & Sari, 2013 menunjukkan bahwa


peran perawat masih rendah (12,9%) dan semua anak mengalami stress
hospitalisasi. Untuk mengurangi dampak rawat nginap di rumah sakit, peran
perawat sangat berpengaruh dalam mengurangi ketegangan anak.   Usaha-
usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak stres hospitalisasi menurut 
Wong (2009) antara lain :

1. Meminimalkan dampak perpisahan


2. Mengurangi kehilangan kontrol.
3. Meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan nyeri.

Untuk dapat mengambil sikap sesuai dengan peran perawat dalam


usahanya meminimalkan stress akibat hospitalisasi, perlu adanya pengetahuan
sebelumnya tentang stres hospitalisasi, karena keberhasilan suatu asuhan
keperawatan sangat tergantung dari pemahaman dan kesadaran mengenai
makna yang terkandung dalam konsep-konsep keperawatan serta harus
memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menjalankan tugas
sesuai dengan perannya.
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah


modifikasi dari beberapa konsep pengetahuan perawat terhadap respon
Hospitalisasi Anak Usia Pra Sekolah Dari Wahyu Rima Agustin (2013),
Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Stress Hospitalisasi Pada Anak
Usia Pra Sekolah Dari Konsep Gaghiwu (2013), Hubungan Sikap Perawat
Dengan Stres Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Rsu
Pancaran Kasih Gmim Manado dari konsep Ismanto Hulinggi ,Gresty Masi
Amatus dan Yudi Ismanto.

Variabel yang diteliti ada 2 faktor yaitu Faktor Internal (Temperamen


dan Pendidikan), dan faktor eksternal (penampilan dan komunikasi
teraupetik). Sedangkan variabel terikat adalah hospitalisasi pada anak Usia
prasekolah

Skema 1.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel


Dependent

Faktor Internal :

1. Temperamen
2. Pendidikan

Hospitalisasi Pada Anak


Usia Sekolah
Faktor Eksternal :

1. Penampilan
2. Komunikasi Teraupetik
B. Hipotesis

Sesuai dengan kerangka konsep yang dikembangan diatas , maka


peneliti mengambil hipotesis yaitu :

1. Ada hubungan antara Temperamen Perawat dalam meminimalkan


Stress Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra-Sekolah
2. Ada hubungan antara Pendidikan Perawat dalam meminimalkan
Stress Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra-Sekolah
3. Ada hubungan antara Penampilan Perawat dalam meminimalkan
Stress Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra-Sekolah
4. Ada hubungan antara Komunikasi Teraupetik Perawat dalam
meminimalkan Stress Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra-
Sekolah

C. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Skal Hasil


Ukur a Ukur

Hospitalisasi Kuesio Ordi a. Baik


pada anak ner nal b. Kurang
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,


memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi akurasi suatu hasil. Desain dapat digunakan meliputi sebagai
petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan untuk mencapai suatu tujuan atau
menjawab suatu pertanyaan penelitian (Nursalam, 2003)

Rancangan atau desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan
penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun
peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2008) . desain penelitian yang
digunakan penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional. Penedekatan deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui Hubungan
antara pengetahuan & sikap perawat dalam meminimalkan stress akibat
hospitalisasi pada anak usia pra-sekolah.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Islam Jakarta yang menjadi responden
peneliti merupakan orangtua anak prasekolah.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan oleh peneliti (Nursalam, 2008). Populasi yang diambil sebagi
subjek peneliti adalah orangtua anak prasekolah di Rumah Sakit Islam
Jakarta. Target populasi yang diambil sebagi subjek penelitian adalah
orangtua anak prasekolah di Rumah Sakit Islam Jakarta dengan jumlah
orangtua anak prasekolah sebanyak 50 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Sedangkan
sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk menjadi sampel
dari populasi untuk mewakili populasi (Nursalam, 2013). Pada garis besarnya
hanya ada dua jenis sampel, yaitu sample probabilitas (probability sampling)
atau sering disebut random sample (sample acak) dan sample
nonprobabilitas (nonprobability sampling). Tehnik random sampling hanya
boleh digunakan apabila setiap unit atau anggota populasi itu bersifat
homogen atau diasumsikan homogeny. Hal ini berarti setiap anggota populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2012). Sedangkan Non Random yaitu tehnik yang tidak
memberi kesempatan yang sama bagi anggota populasi untuk dipilih menjadi
sampel (Setiadi, 2013).

Menurut Notoatmodjo (2005) untuk mengetahui besarnya sampel dapat


menggunakan rumus, salah satunya sebagai berikut :

N
n=
1 + N (d)2

Keterangan:
n : Jumlah sampel yang diperlukan
N : Jumlah populasi
d : nilai presisi/kesalahan yang ditolerir 5%

jumlah populasi orangtua anak prasekolah di Rumah Sakit Islam Jakarta yaitu
berjumlah 50 orang.

50
n=
1 + 50 (0,05)2
50
n=
1 + 50 (0,025)

50
n=
1 + 1,25

50
n=
2,25
n = 22,22

kriteria inklusi pada sampel penelitian ini adalah :

1. Orangtua atau wali anak usia prasekolah di Rumah Sakit Islam Jakarta
2. Anak usia prasekolah yang sedang dirawat
3. Bersedia menjadi responden penelitian
4. Bisa membaca ataupun menulis

Kriteria inklusi merupakan karakteristik yang memiliki anggota populasi yang


dapat menyebabkan seorang termasuk dalam target populasi dan tidak dapat
diambil sebagi sampel (Notoadmodjo, 2012)

Tehnik yang dilakukan untuk pengambilan sampel pada penelitian adalah


menggunakan probability sampling dengan cara metode acak sederhana (simple
random sampling) dari populasi yang berjumlah 30 anak. Simple random
sampling dilakukan dengan cara membuat daftar nama populasi kemudian
dikocok mendapatkan nama sebanyak 22 responden.

D. Etika Penelitian
1. Informed Concent
Lembar persetujuan diberikan dengan tujuan agar subjek mengerti maksud
penelitian, jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus
menghormati haknya.

2. Anonymity (Tanpa Nama)


Responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode nama mereka pada
lembar pengumpulan data.

3. Confidentialy (Kerahasian)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasian oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
E. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah
dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah tehnik pengumpulan data
melalui formulir yang berisi pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada
seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau
tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti. Kuesioner dapat
digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian apabila sudah teruji validitas
dan reliabilitasnya (Notoadmodjo, 2010).

F. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa Univariat digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif
mengenai distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variable yang
diteliti, baik variable bebas maupun variable terikat (Sumatri, 2011).
Analisa ini dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari hasil
pengamatan pada pengetahuan dan peran perawat dalam meminimalkan
hospitalisasi anak prasekolah di Rumah Sakit Islam Jakarta. Analisa
univariat pada penelitian ini dilakukan pada variable demografi yang
meliputi karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin, agama, suku,
pendidikan dan pekerjaan.

2. Analisa Bivariat
Analisa ini menghubungkan setiap variable dependent yang ada dalam
konsep penelitian dengan variable independent, dengan tujuan untuk
melihat apakah hubu ngan yang terjadi memang bermakna secara statistic
atau terjadi secara kebetulan. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui adanya hubungan antara variable independent dan
variable dependen serta jenis data yang diteliti adalah kategorik-numerik
maka tehnik analisa data yang dipergunakan adalah uji T dengan
independent atau seringkali disebut uji independent sampel T test, karena
kelompok independent bila data kelompok yang satu tidak tergantung dari
kelompok kedua.
DAFTAR PUSTAKA

Ranuh, GDE IG.N. 2013. Beberapa Catatan Kesehatan Anak. Jakarta: CV


Sagung Seto

Wong, L Donna et al. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Ed.6,
Vol 2. Jakarta : EGC Kodekteran

Patmonodewo, Soemiarti. 2008. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT


Rineka Cipta

Beherman, Richard E & Kliegman, Robert M. 2010. Nelson Esensi Pediatri


Ed.4. Jakarta: EGC Kodekteran

Ismanto Hulinggi dkk. 2018. Hubungan Sikap Perawat Dengan Stres Akibat
Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Rsu Pancaran Kasih Gmim
Manado

Wahyu Rima Agustin. 2013. Pengetahuan Perawat Terhadap Respon


Hospitalisasi Anak Usia Pra Sekolah

Nelko Rudini Henwil Tewuh Dkk. 2013. Hubungan Komunikasi Terapeutik


Perawat Dengan Stres Hospitalisasi Pada Anak Usia Sekolah 6 -12 Tahun
Di Irina E Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Anda mungkin juga menyukai