Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

PENATALAKSANAAN PASIEN DI RECOVERY ROOM

Pembimbing:

Dr. M. F. Susanti Handayani, Sp. An

Disusun Oleh :

Adeta Yuniza Mulia

2015730002

KEPANITERAAN KLINIK

STASE ILMU ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi membutuhkan perawatan setelah

tindakan. Jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya. Kondisi

berbahaya ini disebabkan oleh jalan nafas yang masih tertekan walaupun pasien tampak

sudah bangun. Depresi pernapasan dapat mengakibatkan kematian karena hipoksia. Dalam

hal ini, hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca operasi. Banyak

komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan operatif, baik efek dari anestesi maupun dari

tindakan operatif itu tersendiri.1,2

Secara garis besar ada empat hal yang harus diperhatikan pada pasien pasca

anestesi, yaitu masalah pernapasan, kardiovaskuler, keseimbangan cairan, sistem

persarafan, perkemihan, dan gastrointestinal.

Pasien yang baru saja menjalani tindakan operasi harus dirawat sementara di PACU

(Post Anesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan (recovery room) untuk perawatan post

anestesi sampai kondisi pasien stabil. Apabila pasien tidak mengalami komplikasi operasi

dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan, dalam hal ini peran dokter di

ruang pemulihan sangat dibutuhkan untuk memberikan tindakan pada pasien pasca operasi

dan yang mengalami operasi dengan anestesi.4

Ruang pemulihan mempunyai angka cidera dan tuntutan pengadilan yang tinggi

di rumah sakit. Resiko ini berkurang jika perawatan pascaoperatif di ruang pemulihan

dilakukan secara optimal. Instalasi Bedah Sentral RSUD setiap hari rata – rata melayani

5-6 pasien operasi dengan anestesi umum. Langkah-langkah tindakan keamanan dan

tindakan keperawatan harus berlangsung terus menerus selama tahap pascaoperatif.4,5


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi

Recovery room atau post-anesthesia care unit (PACU) adalah bagian vital dari

sebuah rumah sakit, pusat perawatan gawat darurat, dan fasilitas medis lain. RR atau PACU

merupakan tempat yang dirancang seperti kamar operasi dan bertujuan untuk menyediakan

perawatan pasca anestesi, baik anestesi umum, anestesi regi onal, ataupun anestesi lokal.1,2

Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar bedah,

dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga apabila

timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi pertolongan.2

2.2 Tujuan Recovery Room

Pasien yang menjalani tindakan baik operatif maupun diagnostik yang

membutujkan anestesi ataupun sedasi akan memasuki Recovery Room, dimana tanda-tanda

vital (seperti nadi, tekanan darah, suhum dan level oksigen) akan dipantau secara ketat

sampai efek anestesi dianggap hilang. Pasien dapat saja mengalami penurunan kesadaran,

sementara itu staf RR akan bekerja untuk memulihkan kesadaran pasien dan memastikan

kenyamanan fisik serta emosi si pasien. 2,3

Pembedahan

Nyeri
Respon stres/ disfungsi organ
Mual, muntah, ileus
Hipoksemia, gangguan tidur
Kelelahan
Imobilisasi, rasa lapar
Drainase/ pipa nasogastrik,
restriksi
Bagan 1. Manajemen Pasca Operasi

Keterlambatan pemulihan
Staf RR akan memantau jalannya pernafasan pasca anestesi. Pulse oxymetry juga

terpasang untuk menilai level saturasi oksigen dalam darah, sebagai acuan kestabilan

pernafasan. Jika level saturasi oksigen sangat rendah, maka staf akan memberikan oksigen

tambahan melalui kanul nasal atau face mask. Pemberian cairan intravena juga

dimonitoring selama pasien berada di RR. 4

Oleh karena anestesia umum dapat menyebabkan suhu tubuh pasien akan menurun,

sehingga penting untuk diberikan pemanas tubuh yang akan mencegah hipotermia dan

memperbaiki sirkulasi tubuh. Pasien dapat diselimuti dengan selimut hangat ataupun

dengan sistem selimut udara hangat yang akan mengembalikan suhu tubuh normal. Dapat

juga dengan pemberian cairan intravena yang telah dihangatkan. 3,4

Waktu yang dibutuhkan seorang pasien untuk berada di RR tergantung pada

tindakan diagnostik maupun operatif dan juga jenis anestesia yang digunakan. Setelah

pasien pulih dari anestesia, kondisi pasca operatif akan dinilai oleh staf perawat RR. 2,3

2.3 Syarat Recovery Room

Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang, dan alat-alat yang

tidak berguna disingkirkan. Sebaliknya, semua alat yang diperlukan harus berada di RR.

Sirkulasi udara harus lancar dan suhu di dalam kamar harus sejuk. Bila perlu dipasang

AC.2,3
Gambar 1. Ruang Pemulihan yang Memenuhi Syarat
Sumber: Kepustakaan No.3
           

Bila pengaruh obat bius sudah tidak berbahaya lagi, tekanan darah stabil-bagus,

perafasan lancar-adekuat dan kesadaran sudah mencukupi (lihat Aldered Score),

barulah klien dipindahkan ke kamarnya semula (bangsal perawatan).2,3

Syarat ruangan pemulihan antara lain sebagai berikut:

1.      Tenang, bersih dan bebas dari peralatan yang tidak dibutuhkan

2.     Warna ruangan lembut dan menyenangkan

3.      Pencahayaan tidak langsung

4.      Plafon kedap suara

5.     Peralatan yang mengontrol atau menghilangkan suara (ex : karet pelindung

tempat tidur supaya tidak mengeluarkan suara saat terbentur)

6.      Tersedia peralatan standart : alat bantu pernafasan; oksigen, laringoskop, set

trakeostomi, peralatan bronkial, kateter, ventilator mekanis dan perlatan suction)

7.      Peralatan kebutuhan sirkulasi : aparatus tekanan darah, peralatan parenteral,

plasma ekspander, set intravena, defibrilator, kateter vena, dan tourniquet

8.      Balutan bedah, narkotik dan medikasi kedaruratan


9.      Set kateterisasi dan peralatan drainage

10.  Tempat tidur pasien yang dapat diakses dengan mudah, aman dan dapat

digerakkan dengan mudah

11.   Suhu ruangan berkisar antara 20 –22.2oC dengan ventilasi ruangan yang baik.2,3

Adapun pihak yang bertanggung jawab memberikan pengawasan pada pasien di

Recovery Room yakni koordinasi yang baik antara perawat, ahli anestesia dan ahli

bedah yang dipermudah pekerjaannya dengan adanya alat pemantau dan peralatan

khusus.3,4

2.4 Peralatan di Recovery Room

Berdasarkan rekomendasi yang diterbitkan oleh Association of Anaesthetic of

Great Britain and Ireland untuk peralatan yang penting pada sebuah ruang pemulihan

disajikan pada tabel berikut ini.3

Sumber: Kepustakaan 3
2.5 Penerimaan Pasien di Ruang Pemulihan

Perawatan diruang pemulihan tidak kalah penting dibanding dengan pengelolaan

anestesi dikamar operasi, karena hampir semua dari penyakit serta kematian dapat

terjadi pasca bedah. Hal-hal yang perlu dilakukan antara lain :

1. Posisi penderita disesuaikan dengan jenis operasi, misal : abduksi untuk post

injection Moore prothese, fleksi untuk post supracondilair humeri.

2. Pengawasan bagian yang telah dioperasi, meliputi tekanan gips,balutan,drainase,

sirkulasi dan perdarahan.

3. Observasi adanya perdarahan, dapat diketahui dari perembesan, produksi drain,

hematom,cek Hb bila turun usahakan tranfusi, Lab dan Ro foto.

4. Pengobatan luka atau medikasi, bisanya dikerjakan sehari setelah operasi kecuali ada

pesan khusus dari operator, misal pada operasi skin graft.

Menurut Brunner and Suddarth (2002) bahwa dalam serah terima pasien

pascaoperatif meliputi diagnosis medis dan jenis pembedahan, usia, kondisi umum, 

tanda-tanda vital, kepatenan jalan nafas, obat-obat yang digunakan, masalah yang

terjadi selama pembedahan, cairan yang diberikan, jumlah perdarahan, informasi

tentang dokter bedah dan anestesi.2,4


2.6 Kriteria Pemulihan Pasca Operasi

Tabel 2. Kriteria Aldrete

Sumber: Kepustakaan No. 6


Pasien dianggap sudah pulih dari anestesia dan dapat pindah dari ruang

pemulihan ke ruang  perawatan apabila skor>8.6

Tabel 3. Steward Score (Anak)4

Pergerakan : gerak bertujuan 2

gerak tak bertujuan 1

tidak bergerak 0

Pernafasan : batuk, menangis 2

Pertahankan jalan nafas 1

perlu bantuan 0
Kesadaran : menangis 2

bereaksi terhadap rangsangan 1

tidak bereaksi 0

Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

2.7 Monitoring Pasca Operasi

Monitoring setelah operasi perlu dilakukan setelah pasien menjalani operasi

pembedahan. Pada saat penderita berada diruang pemulihan perlu dicegah dan

ditanggulangi keadaan-keadaan yang ada sehubungan dengan tindakan anestesi, antara

lain :

1. Hipoksia

Disebabkan tersumbatnya jalan nafas.

Terapi dengan O2 3-4 L/menit, bebaskan jalan nafas, bila perlu pernafasan buatan.

2. Irama jantung dan nadi cepat, hipertensi

Sering disebabkan karena kesakitan, permulaan hipoksia atau memang penyakit

dasarnya.

Terapi dengan O2, analgetik, posisi fowler.

3. Hipotensi

Biasanya karena perdarahan, kurang cairan, spesial anestesi.

Terapi dengan posisi datar, infus RL dipercepat sampai tensi normal.

4. Gaduh gelisah
Biasanya karena kesakitan atau sehabis pembiusan dengan ketamin, pasien telah sadar

tapi masih terpasang ganjal lidah/airway. Terapi dengan O2, analgetik, ganjal dilepas,

atau kadang perlu bantal.

5. Muntah

Bahaya berupa aspirasi paru.

Terapi miringkan kepala dan badan sampai setengah tengkurap, posisi trendelenberg,

hisap muntah sampai bersih.

6. Menggigil

Karena kedinginan, kesakitan atau alergi.

Terapi dengan O2, selimuti, bila perlu beri analgetika.

7. Alergi sampai syok

Oleh karena kesalahan tranfusi atau obat-obatan.

Terapi dengan stop tranfusi, ganti Na Cl.

2.7.1 Monitoring Jalan Nafas

Monitoring klinis pasaca operasi dapat dibagi menjadi penilaian airway,

breathing, dan circulation. Airway dapat dinilai dengan memperhatikan tanda atau

gejala obstruksi jalan nafas seperti retraksi dinding dada atau retraksi supraklavikular

pada saat inspirasi serta terdengarnya bising saat pernafasan. Hal ini dapat dipebaiki

dengan memperbaiki posisi pasien menjadi berbaring ke lateral kiri yang akan

menghindarkan jatuhnya lidah menutup orofaring yang akan mempersulit pernafasan.

Kesulitan pernafasan berkaitan dengan tipe spesifik anesthesia. Pasien yang

menerima anesthesia lokal atau oksida nitrat biasanya akan sadar  kembali dalam waktu

beberapa menit setelah meninggalkan ruang operasi. Namun, pasien yang mengalami
anesthesia general/lama biasanya tidak sadar, dengan semua otot-ototnya rileks.

Relaksasi ini meluas sampai ke otot-otot faring, oleh karenanya ketika pasien berbaring

terlentang, rahang bawah dan lidahnya jatuh ke belakang dan menyumbat jalan udara.

Tanda-tandanya:

 Tersedak

 Pernafasan bising dan tidak teratur

 Dalam beberapa menit kulit menjadi kebiruan.

Cara untuk mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak adalah dengan

menempatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan

hembusan nafas. Gerakan thoraks dan diafragma tidak selalu menandakan bahwa pasien

bernafas. Tindakan terhadap obstruksi hipofaringeus termasuk mendongakkan kepala

ke belakang dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah, seperti jika mendorong

gigi bawah di depan gigi atas. Manuver ini menarik lidah ke arah depan dan membuka

saluran udara.

 2.7.2 Monitoring Pernafasan

Pernafasan dapat dipantau dengan memperhatikan pergerakan abdomen, dada

atau dengan mendekatkan tangan kita pada hidung atau mulut pasien. Oksigenasi dapat

juga dinilai dengan memperhatikan warna kulit pasien. Kebiruan yang umum dijumpai

di bibir atau lidah dapat menandai suatu hipoksia. Respirasi harus dimonitor dengan

teliti, mulai dengan cara-cara sederhana sampai monitor yang menggunakan alat-alat.

Pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah thorakal atau abdominal, apakah ada

nafas paradoksal retraksi intercostal atau supraclavicula. Pemantauan terhadap tekanan

jalan nafas, tekanan naik bila pipa endotrakhea tertekuk, sekresi berlebihan,
pneumothorak, bronkospasme, dan obat-obat relaksan habis. Pemantauan terhadap

Oxygen Delivery dan end tidal CO2. End tidal CO2, korelasi antara Pa O2 dan Pa CO2

cukup baik pada pasien dengan paru normal. Alat pemantaunya adalah kapnometer

yang biasa digunakan untuk memantau emboli udara pada paru, malignan hiperthermi,

pasien manula, operasi arteri karotis. Stetoskop esofagus, merupakan alat sederhana,

murah, non invasif, dan cukup aman. Dapat secara rutin digunakan untuk memantau

suara nafas dan bunyi jantung.

2.7.3 Monitoring Sirkulasi

Pemantauan cairan pascaopertif di ruang pemulihan sangat diperlukan karena

bila pasien bisa mengalami hipovolemia dan hipervolemia. Cairan intravena perlu

diatur, dan dicatat jumlah cairan yang masuk. Keluaran cairan ditentukan dengan

pemantauan melalui urin, drain, dan jumlah perdarahan. Hipovolemia terjadi karena

perdarahan dan penguapan tubuh bertambah karena pemberian gas anestesi yang kering

dan luka operasi yang lebar menambah penguapan tubuh meningkat sehingga

kehilangan cairan lebih banyak.Hipervolemia pada pasien pascaoperatif disebabkan

pemberian cairan intravena melebihi 30% dari yang seharusnya, kesalahan dalam

pemantauan hemodinamik.

2.7.4 Monitoring Suhu Pasien

Brunner and Suddarth (2002) berpendapat bahwa Pasien yang mengalami

anestesi mudah menggigil, selain itu pasien  menjalani pemejanan lama terhadap dingin

dalam ruang operasi dan menerima cairan intravena yang cukup banyak sehingga harus

dipantau terhadap kejadian hipotermia 24 jam pertama pascaoperatif. Association of


Operating Room Nursing (2007) menyarankan ruangan dipertahankan pada suhu yang

nyaman, dan selimut disediakan untuk mencegah menggigil.

2.7.5. Penilaian Derajat Kesadaran

Level kesadaran dapat dinilai dengan melihat refleks kedip, menelan, dan

pengucapan kata-kata. Sementara jika pasien menjalani operasi dengan anestesia

regional seperti spinal atau epidural, harus dinilai ketinggian penurunan level blok

anestesi. Jangan mendudukkan pasien terlalu cepat karena akan menimbulkan hipotensi

postural.

2.7.6 Manajemen Nyeri Pasca Operasi

Tindakan pembedahan selalu menimbulkan trauma jaringan dan melepaskan

mediator inflamasi dan nyeri yang poten. Substansi yang dilepaskan dari jaringan yang

mengalami cedera memicu respon hormon stres selain aktivasi sitokin, molekul adhesi,

dan faktor-faktor koagulasi. Aktivasi ‘respon stres’ tersebut menimbulkan kenaikan

tingkat metabolisme, retensi air, dan memicu reaksi ‘fight or fight’ dengan gejala-gejala

otonom. Respon-respon tersebut menimbulkan nyeri dan morbiditas pembedahan antara

lain komplikasi kardiovaskuler dan pernapasan yang dapat timbul khususnya pada

pasien lanjut usia dan pasien-pasien dengan penyakit kardio-respiratorik sebelumnya.2

Obat-obatan analgesik non-opioid yang paling umum digunakan diseluruh dunia

adalah aspirin, paracetamol, dan OAINS, yang merupakan obat-obatan utama untuk

nyeri ringan sampai sedang. Obat-obatan ini dapat dikombinasi untuk mencapai hasil

yang lebih sempurna. Karena kebutuhan masing-masing individu adalah berbeda-beda,

maka penggunaan Patient Controlled Analgesia dirasakan sebagai metode yang paling
efektif dan menguntungkan dalam menangani nyeri pascaoperasi meskipun dengan

tidak lupa mempertimbangkan faktor ketersediaan dan keadaan ekonomi pasien.

2.8 Komplikasi Pasca Operasi

2.8.1 Syok

Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan

ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah metabolisme. Tanda-

tandanya:

a. Pucat

b. Kulit dingin dan terasa basah

c. Pernafasan cepat

d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah

e. Nadi cepat, lemah dan bergetar

f. Penurunan tekanan nadi

g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.

Pencegahan :

a. Terapi penggantian cairan

b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum

c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan

menggunakan narkotik secara bijaksana

d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)

e. Ruangan tenang untuk mencegah stres

f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi

g. Pemantauan tanda vital


Pengobatan :

a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan

b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan

c. Pemantauan status pernafasan dan CV

d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika

diindikasikan

e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen

darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)

f. Penggunaan beberapa jalur intravena

g. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik

(mengurangi retensi cairan dan edema)

2.8.2     Perdarahan

Jenis :

a. Hemorrhagi Primer : terjadi pada waktu pembedahan

b. Hemorrhagi Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan

tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan

tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat

c. Hemorrhagi Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip

karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau

mengalami erosi oleh selang drainage.

Tanda-tanda :
Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat,

suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien

melemah.

Penatalaksanaan :

a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok

b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi

c. Inspeksi luka bedah

d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi

e. Transfusi darah atau produk darah lainnya

f. Observasi VS.

2.8.3     Trombosis Vena Profunda (TVP)

Merupakan trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial.

Manifestasi klinis :

a. Nyeri atau kram pada betis

b. Demam, menggigil dan perspirasi

c. Edema

d. Vena menonjol dan teraba lebih mudah

Pencegahan :

a. Latihan tungkai

b. Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah

c. Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau

bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut

d. Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama

Pengobatan :
a. Ligasi vena femoralis

b. Terapi antikoagulan

c. Pemeriksaan masa pembekuan

d. Stoking elatik tinggi

e. Ambulasi dini.

2.8.4  Embolisme Pummonal

Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna

menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan paling efektif adalah dengan ambulasi dini

pasca operatif.

2.8.5  Retensi urine

Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina.

2.8.6  Delirium

Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol.

2.9 Kriteria Pentransferan Pasien ke Bangsal Perawatan

Pasien pasca operasi yang telah dinilai cukup pulih setelah dirawat di RR

berdasarkan skor Aldrete ataupun Steward. Serah terima mempunyai legalitas, dan

harus sesuai dengan pedoman serah terima yang disarankan oleh Brunner and Suddarth

(2002) dan  American Society of Post Anesthesia Nurses (2001).

Faktor keamanan harus dipertimbangkan dalam memindahkan pasien dari ruang

pemulihan. Sebelum dipindahkan, laporan yang perlu disampaikan meliputi prosedur

operasi yang dilakukan,kondisi umum pasien,kejadian pascaanestesi, informasi tentang

balutan, drain, alat pemantauan, obat yang diberikan, cairan yang masuk dan keluar dan
informasi lain yang ditentukan oleh protokol institusi, informasi kepada keluarga

tentang kondisi pasien.

Anda mungkin juga menyukai