PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASA
N
2.1.1.1 Maserasi
a) Pengertian Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya
merendam). Cara ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair
yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam
menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya
etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku
resmi kefarmasian (Anonim, 2014).
Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini
pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi
merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak
tahan panas ataupun tahan panas (Hamdani, 2014). Maserasi merupakan cara
penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari (Afifah,2012).
Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan
cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa
pemanasan
b) Prinsip Maserasi
Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat
kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya adalah
merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu
selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil
beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif
dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-
pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut
pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton,
etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik).
Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut
non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam
pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada
pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya
larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya
akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar
sel belum terisi zat aktif (0 %) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di
dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan
didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat
aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah
terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya “jenuh”).
Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di
dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing
50%. Alat maserasi ditunjukkan pada gambar No. 1
(a) (b)
Gambar 1. (a) maserasi sederhana (b) maserasi yang dilengkapi pengaduk
c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi
Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a) Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam
b) Biaya operasionalnya relatif rendah
c) Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan
Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a) Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja
b) Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
1.1.1.2 Perkolasi
a) Pengertian Perkolasi
Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi adalah cara penyarian
dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi. Perkolasi
adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang
selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari
bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas (Agutina, 2013).
Jadi, perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan mengalirkan penyari
melalui bahan yang telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan selalu baru.
b) Prinsip Perkolasi
Perkolasi bertingkat
Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar
yang maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia,
maka terjadi aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai
pelarutan zat aktifnya. Proses penyarian tersebut akan menghasilkan perkolat yang
pekat pada tetesan pertama dan tetesan terakhir akan diperoleh perkolat yang
encer. Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dilakukan cara perkolasi
bertingkat.serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna, sebelum dibuang, disari
dengan penyari yang baru, diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari
sempurna. Sebaliknya serbuk simplisia yang baru, disari dengan perkolat yang
hampir jenuh dengan demikian akan diperoleh perkolat akhir yang jenuh. Perkolat
dipisahkan dan dipekatkan.
Cara ini cocok jika digunakan untuk perusahaan obat tradisional,termasuk
perusahaan yang memproduksi sediaan galenik. Agar diperoleh cara yang tepat,
perlu dilakukan percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat
ditetapkan:
1. Jumlah perkolator yang diperlukan
2. Bobot serbuk simplisia untuk tiapa perkolasi
3. Jenis cairan penyari
4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi
5. Besarnya tetesan dan lain-lain
2.1.2.1 Refluks
a) Pengertian Refluks
2.1.2.2 Soxhletasi .
a) Pengertian Soxhletasi
Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat
dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang–ulang dengan pelarut yang
sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan
sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana (C 6H14) untuk
sampel kering dan metanol (CH3OH) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang
dugunakan tergantung dari sampel alam yang digunakan. Nama lain yang
digunakan sebagai pengganti sokletasi adalah pengekstrakan berulang–ulang
(continous extraction) dari sampel pelarut (Rahman: 2012).
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi
menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia
dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah
melewati pipa sifon ( Rene,2011).
Kelebihan:
a) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.
b) Digunakan pelarut yang lebih sedikit
c) pemanasannya dapat diatur
kekurangan:
a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.
b) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.
c) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi (Keloko,
2013).
Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air adalah metode pemisahan
yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat
dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan
pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang
tidak saling bercampur, seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform.
Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam
kedua fase pelarut.
Ekstraksi pelarut terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan
cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop
atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi
padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaltu
pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan
kedua fasa cair itu sesempurna mungkin.
Ekstraksi cair-cair dengan pengkelat logam adalah salah satu aplikasi
utama ekstraksi cair-cair yaitu ekstraksi selektif ion logam menggunakan agen
pengkelat. Pada umumnya ion-ion logam tidak larut dalam pelarut organik non
polar. Ion logam harus diubah menjadi bentuk molekul yang tidak bermuatan
dengan pembentukan kompleks agar ion logam tersebut dapat terekstrak ke dalam
pelarut organik non polar. Senyawa kompleks adalah suatu senyawa dimana ion
logam bersenyawa dengan ion atau molekul netral yang mempunyai sepasang
atau lebih elektron bebas yang berikatan secara kovalen koordinasi (Anonim:
2011).
Pembagian solut antara dua cairan yang tak saling campur memberikan
banyak kemungkinan yang menarik bagi pemisahan-pemisahan analitik juga
untuk keadaan yang tujuan utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif,
maka ekstraksi solven dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang
memberikan hasil murni di dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia.
Meskipun kadang-kadang digunakan alat yang sukar, seringkali diperlukan hanya
sebuah corong pemisah (gambar 5). Sering pemisahan secara ekstraksi solvent
dapat dilakukan dalam beberapa menit. Tekniknya dapat diterapkan untuk suatu
batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah digunakan secara ekstensif untuk
isotop-isotop bebas pembawa dalam jumlah-jumlah yang sangat sedikit yang
diperoleh baik dari transmutasi nuklir maupun dari material-material industri yang
dalam jumlah ion (Underwood,1988).
Menurut Hukum Distrbusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut,
maka akan teradi pembagian solut dengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut
tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek, solut akan terdistribusi
dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan
terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap,
tetapaan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang
Arti dari persamaan (6) adalah bahwa harga D dipengaruhi oleh harga K d,
Ka dan PH air.
Misalkan, 1 gram asam benzoat dilarutkan dalam100 mL air kemudian
dimasukkan 100 mL eter. Koefisien distribusi asam benzoat = 100, Ka =6,5 x 10-5
dan lapisan air mempunyai pH 3, 5, dan 7 maka koefisien distribusi (D) dapat
dihitung sebagai berikut.
𝐾𝐷𝐻𝐴
Rumus D =
𝐾𝑎
1+ [𝐻+]
100
= 6,5 𝑥 10−5
1+ [10−3]
= 93,89
b) Analog dengan cara a, didapat D= 13,33
c) Analog dengan cara a, didapat D= 0,1536
Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa harga D semakin kecil
dengan berkurangnya keasaman larutan. Berdasarkan definisi harga D di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa jumlah total solut dalam pelarut organik semakin
berkurang dengan berkurangnya keasaman larutan.
100 𝐴 𝑜.𝑉𝑜
%𝐸 = 𝐴 𝑜 .𝑉𝑎 + 𝐴 𝑎 .𝑉𝑎 ...................................................................(7)
Bila kedua penyebut dan pembilang dibagi dengan [A]a dan kemudian dibagi
dengan Vo 𝐴
serta karena = D, maka penyelesaian persamaan di atas
𝑜
𝐴 𝑎
menghasilkan rumus:
100 𝐷
%𝐸=
𝐷+ 𝑉 𝑜
𝑉𝑎 ...................................................................(8)
0,15
= 0,025
= 6,00
100 𝐷
b) % 𝐸 =
𝐷+ 𝑉𝑎
𝑉𝑜
100 𝑥 6,00
= 6,00+
20
10
= 75 % (Soebagio,2005).
2.3 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Ekstraksi
Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara
lain:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal.
Semakin kecil ukurannya, semakin besar luas permukaan antara padat dan cair;
sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar. Dengan kata lain, jarak
untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam padatan adalah kecil.
2. Zat pelarut
Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan
pelarut pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat
dapat bersikulasi dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan diapaki pada
awalnya, tetapi setelah proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan naik
dan laju ekstraksinya turun, pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang
dan kedua zat terlarutnya menjadi lebih kental.
3. Temperatur
Dalam banyak hal, kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di
dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan temperatur untuk
memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.
4. Pengadukan fluida
Pengadukan pada zat pelarut adalah penting karena akan menaikkan proses
difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan partikel ke zat
pelarut.
Pemilihan juga diperlukan tahap-tahap lainnya. pada ektraksi padat-cair
misalnya, dapat dilakukan pra-pengolahan (pengecilan) bahan ekstraksi atau
pengolahan lanjut dari rafinat (dengan tujuan mendapatkan kembali sisa-sisa
pelarut).
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut
ini :
1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada
ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut
dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan
ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya di ekstraksi
lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
3. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas)
larut dalam bahan ekstraksi.
4. Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaaan
kerapatan yaitu besar amtara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan
agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatan kecil, seringkali pemisahan
harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam
ekstraktor sentrifugal).
5. Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu
diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan
reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada
dalam bentuk larutan.
6. Titik didih
Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan it tidak boleh terlalu dekat,
dan keduanya tidak membentuk aseotrop. ditinjau dari segi ekonomi, akan
menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi
(seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).
7. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus:
1. Murah
2. Tersedia dalam jumlah besar
3. Tidak beracun
4. Tidak dapat terbakar
5. Tidak eksplosif bila bercampur dengan udara
6. Tidak korosif
7. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi
8. Memilliki viskositas yang rendah
9. Stabil secara kimia dan termis.
Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi syarat di atas, maka
untuk setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Beberapa
pelarut yang terpenting adalah : air, asam-asam organik dan anorganik,
hidrokarbon jenuh, toluen, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang
mengandung khlor, isopropanol, etanol (Nurul, 2013).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akhyar.2010. Uji Daya Hambat dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar dan
Buah Bakau (rhizophora stylosa griff.) terhadap vibrio harveyi. Makassar:
Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Day. Jr, R.A., dan A.L. Underwood. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga
Irawan, Bambang. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan
Destilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut. Semarang: Universitas
Negeri Gorontalo
Muhiedin, Fuad. 2008. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan
Metode Ekstraksi Multi Tahap. Malang: Universitas Brawijaya