Anda di halaman 1dari 112

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Suatu badan usaha pasti memerlukan seseorang yang dapat mengaudit

suatu financial statement, disinilah fungsi auditor sangat diperlukan sebab

berhubungan pada terjadinya kolaborasi antar organisasi dengan pemakai

financial statement, seperti penanam modal, karyawan, pemerintah, dan

manajemen. Kantor Akuntan Publik adalah suatu badan usaha yang beroperasi

di bagian pelayanan attestation service dan non attestation services dengan

persetujuan oleh Kemenkeu RI. attestation services ini bisa berbentuk bantuan

pemeriksaan secara prospektif, jasa umum atas laporan keuangan, jasa review

atas laporan keuangan, jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan

performa. Sedangkan non attestation services ini bisa berbentuk administrasi,

konsultasi, fiskal, kompilasi, selaras pada kemampuan yang dimiliki oleh

auditor.

Suatu financial statement idealnya yang telah diperiksa dan diuji

mempunyai mutu data yang baik dan terhindar dari kesalahan saat penyajian

yang disebabkan oleh kecurangan (frauid) maupun kekeliruan (error). Pada

sebagian permasalahan pengauditan dalam suatu perindustrian, seorang akuntan

publik adakalanya gagal dalam menemukan suatu kecurangan didalam financial

statement. kegagalan ini menimbulkan defisit untuk beragam pihak yang

1
2

memanfaatkan financial statement dan audit report yang telah dibuat

(Wiratmaja, 2016).

Salah satu kasus terbesar karena ketidak mampuan seorang auditor dalam

mendeteksi kecurangan yang masih membekas di dunia ini adalah masalah yang

terjadi pada Enron di Amerika Serikat yang menyeret Andersen dan Co yang

temasuk ke dalam The Big Five. Enron diberikan penghargaan fortune

newspaper menjadi sebuah goverment yang sangat kreatif dan imajinatif

beruntun selama 6 tahun (1996-2001) dan jumlah asset Enron pada saat itu

mencapai US$ 6 miliar dan penghasilan mendekati US$101 miliar. tetapi Enron

dibulan Desember mengemukakan permintaan kolaps ke majelis hukum sampai

terjadi informasi kolaps terbesar didunia dan yang terkenang dalam kenangan di

Amerika Serikat. Terdeteksi bahwa hutang dari Enron tersebut $1.000.000.000

yang tidak dilaporkan pada saat itu. kolapsnya Enron membawa berita yang

mengagetan yaitu jatuhnya KAP Arthur Andersen yang selaku auditor

independen atas financial statement Enron. (Raya, 2016).

Kasus manipulasi yang sama juga terjadi di Indonesia seperti yang timbul

di perseroraan jasa pertambangan, yakni kasus yang terdapat di PT. Timah.

Perseroan tersebut dituduh melangsungkan kecurangan atas laporan keuangan

dan juga dicurigai menyusun financial statement palsu. Disaat periode satu-

2015 keuntungan dari proses tersebut mencapai Rp.59.000.000.000 lalu PT.

Timah juga mengalami depresiasi dan membukukan kenaikan hutang nyaris

100% dibandingkan pada tahun 2013. Di tahun 2013, utang perseroan tersebut

diperoleh Rp.263.000.000.000,00. Tetapi total hutang di tahun 2015 meningkat


3

sampai Rp. 2,3 triliun. Sehingga financial statement yang telah disusun oleh PT.

Timah tersebut sudah berhasil melaksanakan operasi dengan efektive dan

efisiensi serta menghasilkan prestasi yang positif, itu merupakan kecurgan yang

besar.

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya fraud, seperti

lemahnya pengawasan secara internal, pegawai, dan penjabat yang tidak jujur,

konflik kepentingan dari penjabat perusahaan. Apabila dalam proses

pemeriksaan ditemukan terjadinya potensi fraud maka seorang akuntan publik

berkewajiban untuk mengkomunikasikannya dengan cepat, hal ini kepada tahap

tata pelaksanaan yang tepat, dengan maksud untuk mencegah dan menemukan

fraud mengenai perihal-perihal yang relevan dengan kewajiban mereka (Standar

Profesi Akuntan Publik, 2014). Seorang auditor dalam mendeteksi suatu fraud

pasti mempunyai kemampuan yang tidak sama satu dengan lainnya seperti

berbedanya skeptisme profesional yang dimiliki, berbedanya pengalaman audit

yang dimiliki dan berbedanya independensi yang dimiliki.

Skeptisme profesional yaitu perilaku seseorang yang meliputi suatu

pemikiran yang terus mempersoalkan atau mengajukan pertanyaan –pertanyaan

secara kritis, hati-hati terhadap suatu keadaan yang bisa menandakan peluang

terjadinya salah saji, baik yang diakibatkan oleh fraud maupun error. Suatu

evaluasi juga sangat diperlukan pada keterangan bukti audit tersebut (IAPI,

2014). Gagalnya suatu proses pengauditan pada laporan keuangan dikarenakan

seorang auditor yang kurang menerapkan sikap skeptis, oleh sebab itu auditor

perlu mengimplementasikan dan menaikkan sikap skeptis yang ada dalam


4

dirinya guna mempertahankan professionalisme-Nya, sehingga bukti dan data

yang inginkan bisa didapatkan (Linda Indrawati, 2019). Auditor dengan tingkat

skeptisme yang tinggi dapat mendeteksi kecurangan dini mulai dari tahapan

perencanaan hingga pelaksaan audit (Quadackers, 2009).

Untuk mendeteksi kecurangan juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman

yang dimiliki oleh seorang auditor. Menurut (Nahariah, 2011) pengalaman

auditor yang cukup banyak serta jam terbangnya yang tinggi jauh lebih mudah

untuk menemukan atau mendeteksi terjadinya kecurangan (fraud) dan dapat

mendukung tingkat akurasi dan ketelitian yang lebih tinggi dalam memeriksa

financial statement, hal ini dikarenakan seorang auditor sudah banyak

menjumpai berbagai kasus dibandingkan dengan auditor junior atau auditor yang

belum berpengalaman dan seorang auditor tersebut mulai terbentuk keahliannya

dalam memeriksa suatu financial statement menggunakan pengetahuan dan cara

penanganannya sehingga seorang auditor bisa lebih akurat dan makin waspada

dalam berpendapat dan bersikap.

Selain memiliki sikap skeptisme profesional yang baik dan pengalaman

auditor yang baik dan cukup, auditor juga perlu mempunyai sikap independesi

didalam dirinya karena nantinya sikap independensi ini akan mempengaruhi

pendapat atau opini seorang auditor pada hasil audit atas financial statement di

dalam perusahaaan klien. Didalam SPAP telah ditetapkan, seorang auditor yang

melakukan pekerjaannya perlu menerapkan sikap independen didalam dirinya

seperti objektivitas, integritas, dan tidak mudah dipengaruhi oleh siapapun,

untuk keputusan yang diambil sesuai pada bukti dan informasi yang sebenarnya
5

sehingga dapat memberikan opini seadanya dan akurat (IAPI, 2011). Sikap

Independensi merupakan gaya berpikir yang tidak berpihak didalam pelaksanaan

pemeriksaan, penilaian hasil pengauditan, pembuatan audit report (Arens Elder,

2009).

Menurut (IAPI, 2008), menyatakan bahwa Didalam segala kondisi yang

berkaitan dengan perserikatan, sikap independensi harus dipegang teguh oleh

seorang auditor”. SA 200 mengungkapkan bahwa seorang auditor perlu bersikap

independensi, karena ia melakukan tugasnya demi keperluan publik. Maka

seorang auditor tidak boleh memihak kepadda siapapun. Dan jika sikap

independensi tidak berada didalam dirinya,tidak disebut seorang auditor. Publik

tidak meyakini hasil pengauditan yang dilakukan seorang auditor sehingga

publik tidak mau meminta auditor untuk melakukan pemeriksaan pada laporan

keuangannya. Bisa dikatakan kehadiran seorang auditor ditetapkan oleh

independensinya tersebut (Aulia, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh

(Triananda Hanum Harta, 2016), menguji tentang

pengaruh..skeptisme..profesional..independensi..dan..kompetensi..terhadap..ke

mampuan auditor..dalam..mendeteksi..kecurangan..pada..Inspektorat..DIY.

Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa skeptisme profesional,

independensi, dan kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Penelitian ini mengacu pada penelitian (Sukma, 2020) yang meneliti

tentang pengaruh pengalaman auditor, independensi, dan keahlian profesional

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan


6

dengan skeptisme profesional sebagai variabel moderasinya. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman auditor berpengaruh positif dan

signifikan, independensi tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan, dan keahlian profesional berpengaruh negative terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Penelitian ini juga mengacu pada penelitian (Khoirunisa, 2018) yang

meneliti tentang pengaruh profesionalisme, independensi, dan skeptisme

profesional terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa profesionalisme, independensi, dan

skeptisme profesional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (Triananda

Hanum Harta, 2016), (Sukma, 2020), dan (Khoirunisa, 2018) yaitu penelitian ini

dilakukan beda lokasi, yakni melibatkan auditor yang berada di Kantor Akuntan

Publik di Kota Tangerang, selain itu juga penelitian ini mencoba

menggabungkan variabel independent dari penelitian sebelumnya yakni

skeptisme profesional, pengalaman auditor, dan independensi terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

Berdasarkan pembahasan masalah di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Skeptisme Profesional,

Pengalaman Auditor, Dan Independensi Terhadap Kemampuan Auditor

Dalam Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris Pada Auditor Di Wilayah

Jabodetabek)”.
7

B. Identifikasi Masalah
Berdasakan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka

identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Seorang auditor yang memiliki skeptisme profesional yang rendah akan

membuat dirinya tidak dapat menemukan kecurangan hal ini disebabkan oleh

seorang auditor yang terlalu yakin pada pendapat management dan seorang

auditor tersebut tidak memiliki data atau bukti yang kuat tersebut. dan hal ini

akan menjadi faktor utama dalam ketidakberhasilan seorang auditor dalam

menemukan kecurangan pada laporan keuangan.

2. Dalam pendeteksian sebuah fraud pengalaman auditor sangat penting karena

seorang auditor yang memiliki pengalaman audit cukup banyak serta biasa

menemukan fraud dapat lebih akurat dalam mendeteksi adanya fraud

dibandingkan dengan seorang auditor yang memiliki pengalaman audit yang

masih sedikit.

3. Dalam proses pengauditan seorang auditor yang tidak mengimplementasikan

sikap independensi hanya akan memunculkan keraguan bagi pihak yang

terkait, dan lebih parah lagi didapatkannya suatu perbuatan kecurangan dalam

penyusunan laporan keuangan.\

4. Laporan keuangan yang didalamnya terkandung unsur fraud mengakibatkan

data yang menjadi sumber acuan dalam mengambil sebuah kepuasan menjadi

tidak valid atau tidak relevan.


8

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah skeptisme professional berpengaruh terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan?

2. Apakah pengalaman audit berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi..kecurangan?

3. Apakah independensi berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan?

4. Apakah skeptisme professional, pengalaman audit, dan independensi

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan?

D. Tujuan penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh skeptisme professional terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan.

2. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman auditor terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan.

3. Untuk mengetahuii pengaruh independensi terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan.

4. Untuk mengetahui pengaruh skeptisme professional, pengalaman audit,

independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.


9

E. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis:

a. Bagi penulis

Dengan adanya penelitian ini penulis dapat menambah pengetahuan dan

wawasan mengenai faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor dalam

pendeteksian kecurangan (fraud). serta mengetahui seberapa besar

pengaruhnya hal tersebut terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan (fraud).

b. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai bahan

acuan penelitian mengenai kompen yang mempengaruhi kemampuan

auditor didalam pendeteksian kecurangan.

c. Bagi Peneliti selanjutnya

Penulis berharap dari penelitian yang dilakukan ini dapat bermanfaat untuk

peneliti selanjutnya didalam melakukan pengembangan suatu teori,

menambah wawasan, dan dapat dijadikan sumber acuan untuk penelitian

di bidang Accounting yang terkait dengan auditing.

2. Manfaat Praktis

Penulis berharap dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi seorang auditor

didalam Kantor Akuntan Publik untuk dijadikan bahan acuan khususnya

dalam pendeteksian kecurangan pada laporan keuangan klien.


10

F. Sistematika Penulisan
Untuk memuaskan pembahasan di dalam penelitian ini maka

dicantumkan sistematika yang terdiri dari 5 (lima) bab yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab satu menguraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab dua meliputi landasan teori yang menjelaskan tentang teori-teori

yang berkaitan dengan judul penelitian ini seperti teori utama, teori

pendukung, penelitian sebelumnya dan kerangka pemikiran

BAB III : OBJEK DAN METODE PENELITIAN

Bab tiga akan menguraikan objek penelitian, metode penelitian,

tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik

pengumpulan data, operasionalisasi variabel, metode analisis data,

pengujian statistik, dan pengujian hipotesis.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab empat ini menganalisa, menyajikan, dan membahas hasil

penelitian tentang Pengaruh Skeptisme Profesional, Pengalaman

Audit, Independensi Terhadap Kemampuan Auditor Dalam

Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris Auditor yang beradi di

beberapa KAP Kota Tangerang.


11

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab lima merupakan bab terakhir dari skripsi yang akan

memberikan kesimpulan dan hasil evaluasi pembahasan yang telah

dilakukan. Penulis juga akan menerangkan apa saja yang menjadi

keterbatasan dari penulisan skripsi ini dan memberikan saran sebagai

bahan analis dan masukan yang mungkin dapat bermanfaat bagi

pihak lain yang membaca.


12

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Gambaran Umum Teori Atribusi


Attribution theory awalnya dinyatakan oleh Heider (1958). Yang

menyatakan bahwa sifat individu tersebut diikat oleh perpaduan antar internal

forces yakni aspek-aspek yang bermula pada individu itu sendiri misalnya

pengetahuan, usaha, dan kemampuan sedangkan external forces merupakan

aspek-aspek yang bermula dari luar seperti task difficulty, peluang, dan situasi.

Attribution theory adalah suatu teori yang menyatakan tentang sikap seseorang.

Jadi attribution theory ini mengamati dengan cara apa seseorang

mengiterprestasikan keadaan atau sebab sifatnya (Hudayati, 2002).

Penyebab perilaku sosial adalah perilaku individu dipengaruhi oleh

kendali yang berasal dari dalam individu misalnya persepsi individu, tingkah

laku individu, keterampilan, semangat. Sedangkan situational attribusi adalah

perilaku akibat sebab-sebab dari luar yang dibentuk oleh situasi yang berdampak

pada perilaku individu tersebut misalnya tingkat kemurahan hati, pandangan

masyarakat, serta kondisi sosial (Robbins, Judge & Stephen, 2008).

Menurut (Oktavinarni, 2018) terdapat 3 asumsi yang melandasi teori

agensi, yakni:

1. Asumsi mengenai individu

Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang memiliki karekter yang

mengutamakan dirinya sendiri dan tidak suka dengan adanya resiko.


13

2. Asumsi mengenai keinstitusian

Asumsi ini merupakan adanya suatu masalah antar anggota institusi, seperti

masalah antara pihak manajemen dengan investor.

3. Asumsi mengenai data

Asumsi ini menyatakan bahwa data di duga sebagai bahan komoditi yang

dapat di perjualbelikan

Dari 3 asumsi yang dijelaskan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

attribution theory sangat diperlukan untuk mengemukakan informarsi terhadap

teknik-teknik kita untuk mengevaluasi seseorang. Saat kita mengamati

seseorang, kita berupaya untuk mengemukakan suatu informasi mengenai

kenapa mereka berbuat dengan kebiasaan-kebiasaan tertentu.

Dari pembahasan di atas mengenai teori atribusi tersebut bisa kita ambil

kesimpulan bahwa attribution theory bersumber dari pemikiran individu. Pada

riset ini attribution theory dapat dipakai dalam mengetahui skeptisme

professional, pengalaman audit, dan independensi terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi fraud. Auditor merupakan seseorang yang mempunyai

kemampuan dalam mengklasifikan data-data dan menginterprestasikan data atau

bukti pengauditan.untuk memperkirakan kelaziman hasil pemeriksaan, cash

flow, asersi financial statement yang bersumber pada prinsip accounting yang

berlaku (IAPI, 2008).

Seseorang atau kelompok seseorang yang melakukan pengauditan,

menurut jenisnya auditor dibagi menjadi 3 jenis yakni auditor eksternal, internal,

dan pemerintah (Subaweh, 2010), yaitu :


14

a. Auditor eskternal

Auditor eksternal merupakan akuntan public kompeten yang

mengadakan suatu jasa kepada public seperti bagian auditing, bagian

pemeriksaan pada financial statement yang dibentuk oleh client. Jadi auditor

eksternal dapat diartikan seorang auditor yang tidak berasal dari industri yang

diperiksanya. Menurut tujuan dilaksanakannya pengauditan dengan auditor

eksternal yaitu untuk memutuskan dan menyampaikan kesimpulan atau opini

mengenai “apakah accounting record, dan financial statement yang sudah

dibuat oleh manejemen sudah wajar, cukup, dan valid sesuai dengan SAK.

Menurut (Nasrullah dan Nofianti, 2018), auditor eksternal sering sekali

disebut dengan auditor independen yang bergabung dalam sebuah KAP yang

terdaftar di IAPI. Untuk bisa menjadi seorang auditor eksternal, mempunyai

ketentuan-ketentuan seperti:

1) Mempunyai kemampuan dan training teknis yang layak untuk menjadi

seorang auditor;

2) Mempunyai sikap independensi di dalam dirinya terhadap berbagai

macam kondisi;

3) Memakai kemampuan profesionalnya dengan tepat dan akurat sebagai

seorang auditor.

Untuk dapat menjadi seorang public accountant memiliki syarat

syarat tertentu yang sudah diatur dalam Peraturan (IAPI, 2016) mengenai

ujian profesi akuntan publik. Untuk bisa mengikuti UPAP seseorang wajib

mempunyai knowledge dan wawasan di aspek accounting, auditing ,


15

financial, dan business. Atau telah memiliki Register Negara Akuntan

(RNA). Knowledge dan wawasan yang cukup sebagaiman yang dinyatakan

yakni seseorang itu sudah menempuh program pendidikan strata satu (S-1)

ataupun diploma empat (D-4) di kejuruan accounting pada perguruan tinggi

dalam negeri mapun perguruan tinggi luar negeri minimal terakreditasi B,

atau sesorang telah menempu pendidikan magister (S-2) atau menempuh

pendidikan doctoral (S-3) di kejuruan accounting, serta yang sudah

menempuh pendidikan profesi Public accountan yang telah ditetapkan oleh

lembaga yang berwenang.

b. Auditor internal

Internal auditor merupakan auditor yang bertugas dalam suatu

perindustrian atau perusahaan (industri swasta maupun industri negeri) yang

kewajiban utamanya yaitu memutuskan apakah prosedur dan kebijakan yang

telah ditentukan oleh top management sudah ditaati, memutuskan baik atau

tidaknya pengamanan atas aset intitusi, mensyaratkan efektivitas dan efisiensi

atas kebijakan pelaksaan suatu institusi, serta memutuskan keunggulan suatu

data yang diperoleh dari berbagai bagian institusi (Aulia, 2013). Jadi auditor

internal dapat diartikan seorang auditor yang berasal dari perindustrian yang

diperiksanya. Fungsi dari auditor internal yaitu untuk menolong intansi

mengapai tujuannya secara bertahap, dengan pendekatan terperinci dalam

mengukur dan menaikan tingakt efektivitas dan efisiensi dari management

risk, control, dan process dari suatu institusi.


16

Menurut (Nasrullah dan Nofianti, 2018) untuk menjadi seorang

auditor internal harus mengikuti atau memiliki ujian sertifikasi Certified

Internal Auditor (CIA) dengan syarat- syarat yang telah ditetapkan oleh

lembaga yang bertanggung jawab. Ada beberapa ketentuan-ketentuan yang

harus dipenuhi untuk menjadi seorang auditor internal:

1) Menyelesaikan pendidikan strata satu (S-1), atau menempuh pendidikan

Magister (S-2), atau menempuh pendidikan Doctoral (S-3) yang sudah

terakreditasi minimal B;

2) Seorang auditor internal harus mempunyai pengalaman kerja selama 2

tahun di suatu perseroan atau peridustian dengan menjadi auditor internal

atau setaranya yang sudah diverifikasi. Jika sudah menempuh pendidikan

magister (S-2), cukup memerlukan pengalam berkerja selama 12 bulan

disuatu perseroan atau perindustrian dengan menjadi seorang auditor

internal;

3) Memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup di suatu bidang audit

internal.

c. Audit Pemerintah

Audit pemerintah merupakan seorang auditor yang berada di suatu

instansi pemerintahan yang mempunyai peran utama untuk melaksanakan

pemeriksaan atas pertanggungjawaban financial statement yang terdapat

pada bagian bagian intitusi atau suatu entitas Negara. Walaupun banyak

auditor yang berkerja di suatu Negara tetapi pada dasarnya dikenal dengan
17

auditor pemerintahan yang merupakan auditor yang bertugas di

BPKP,BPK,APIP,ITJEN,dll.

1. Skeptisme Professional, Pengalaman Auditor, Independensi.


a. Skeptisme professional
Seorang public accountant dalam melakukan pengauditan di suatu

kawasan semestinya bukan sekedar mematuhi proses pengauditan atau

operasi pemeriksaan saja yang terdapat pada metode audit, namun perlu

ditananamkan sikap yang skeptisme professional dalam dirinya.

Skeptisme dalam KBBI, berakar pada suatu istilah skeptis yang bermakna

mencurigai, tidak mempercayai keabsahan pada suatu teori, situasi,

maupun gagasan. Skeptisme merupakan sikap curiga pada gagasan-

gagasan atau suatu hal yang masih sedikit dan belum terlalu kuatnya suatu

data atau bukti. Istilah profesional pada skeptisme mengacu bahwa public

accountant sudah diajarkan untuk mengimplementasikan kemampuannya

pada saat menarik sebuah kesimpulan sesuai dengan professional

standards.

Menurut SPAP sikap skeptisme professionalime adalah sikap

public accountant yang mencangkup pemikiran yang senantiasa

mempersoalkan, dan melaksanakan pengukuran atau penilaian secara

tajam, teliti, dan krusial terhadap fakta atau bukti pemeriksaan (IAPI,

2012). Seorang public accountant yang mempunyai perilaku skeptis, tidak

pernah percaya apapun hal yang dikatakan oleh klien begitu saja, namun

menyodorkan sebuah question secara kritis untuk mendapatkan sebuah


18

keterangan, pembuktian, fakta, dan penegasan atas suatu obyek yang

dipersoalkan. Akuntan public yang tidak menerapkan sikap skeptisme

profesional hanya menemukan kekeliruan dalam penyajian suatu laporan

keuangan bahkan akuntan publik merasa rumit didalam mendapatkan

kesalahan dalam penyajian suatu laporan keuangan yang disebabkan oleh

fraud, karena pelaku fraud sangat pintar menyembunyikan hal itu.

Menurut SA 200 skeptisme profesional merupakan suatu perilaku

yang meliputi suatu pemikiran yang terus mempersoalkan atau

mengajukan pertanyaan –pertanyaan secara kritis, hati-hati terhadap suatu

keadaan yang bisa menandakan peluang terjadinya salah saji, baik yang

diakibatkan oleh fraud maupun error. Suatu evaluasi juga sangat

diperlukan pada keterangan bukti audit tersebut (IAPI, 2014).

Sikap skeptisme professional adalah suatu perilaku dasar yang

perlu dipunyai oleh seorang akuntan publik dalam melaksanakan

kewajibannya; sikap skeptisme profesional ini membentuk seorang

akuntan publik tidak gampang percaya pada suatu asersi manajemen

sampai berkembang-Nya keahlian dalam menemukan sebuah kecurangan

(Kee, 1976).

Terdapat enam faktor yang membentuk karakteristik Skeptisme

professional (Muhalip, 2019), yaitu :

1) Karakteristik mengenai pengujian bukti audit (examination of

evidence)
19

a) Pikiran yang selalu bertanya (Questioning mind) merupakan

seseorang yang memiliki karakter skeptisme yang selalu

mempertanyakan alasan, penyesuaian dan pembuktian akan suatu

objek.

b) Pertimbangan dalam mengambil keputusan (Suspension on

judgment) merupakan karakteristik yang mengindikasikan seseorang

untuk membutuhkan waktu lebih lama dalam membuat keputusan

yang matang serta informasi untuk mendukung pertimbangan

tersebut.

c) Mencari pengetahuan (Search for knowledge) merupaakan

seseorang yang memiliki karakter skeptime yang didasari oleh rasa

ingin tahu.

2) Karakteristik mengenai pemahaman bukti audit

Pemahaman interpersonal (Interpersonal understanding)

merupakan karakter skeptis seseorang yang dibentuk dari

pemahaman tujuan, motivasi serta integritas dari penyedia

informasi.

3) Karakteristik mengenai tindakan atas bukti audit (Acting on the

evidence)

a) Percaya diri (Self confidence) merupakan karakter skeptis yang

dimiliki seseorang untuk percaya diri secara profesional dalam

bertindak terhadap bukti yang sudah dikumpulkan.


20

b) Keteguhan hati (Self determination) merupakan seseorang yang

memiliki karakter skeptis yang menyimpulkan secara objektif

terhadap bukti yang sudah dikumpulkan.

Menurut (Noviyanti, 2008), menyatakan bahwa suatu keyakinan,

penilaian akibat ketakjujuran, serta karakter perorangan, keyakinan

seorang auditor kepada konsumen, pengelolaan, dan karyawan konsumen

menerangkan bahwa bagaimana hubungan sosial public accountant

dengan customer, meskipun penilaian akibat ketakjujuran adalah unsur

psikologikal yang didapatkan dar auditor in charge untuk menjadikan

seorang auditor semangat dalam melaksanakan proses pengauditan di

suatu lingkungan tersebut. Penilaian akibat ketakjujuran yang tinggi

membuat seorang auditor harus semangat dalam bersikap skeptis pada

keterangan bukti audit yang telah diselidiki factor genetik misalnya jenis

karakter, tentu membentuk predisposisi dalam peningkatan perilaku

tertentu (Arbaiti, 2018).

Pengertian secara khusus sikap skeptisme profesional seorang

auditor adalah sebuah perilaku auditor ketika melaksanakan penempatan

audit dimana perilaku ini meliputi suatu pemikiran yang senantiasa

mempersoalkan dan melaksanakan penilaian secara tajam, teliti, dan kritis

pada suatu data keterangan bukti audit. Penjelasan yang sama juga

dijelaskan di dalam internasional standar auditing, sikap skeptisme

profesional merupakan suatu perilaku yang menglingkupi sering

mempertanyakan, hati-hati terhadap lingkungan dan kondisi yang


21

menandakan terdapatnya peluang terjadinya kesalahan dalam penyajian

financial statement baik yang dipengaruhi oleh fraud, dan mengevaluasi

secara akurat atau teliti pada data data atas bukti audit yang didapatkan.

Persepsi terhadap skeptisme profesional yang tampak dalam standard

tersebut merupakan perilaku yang selalu mempertanyakan, hati-hati, dan

teliti saat melalukan semua dari suatu proses pengauditan.

Standar internasional audit juga menegaskan pentingnya sikap

skeptisme profesional (Raya, 2016). Dijelaskan bahwa seorang auditor

perlu merancang dan melakukan operasi pemeriksaan yang beralaskan

pada sikap skeptisme profesional dengan mengetahui peluang terjadinya

kesalahan yang materiil dalam financial statement. Profesi auditor selalu

berkaitan dengan validasi dan investigasi keabsahan dari dokumen-

dokumen dan bukti-bukti document kertas kerja serta dari kebijakan

standar yang ada yang mereka gunakan, akan tetapi kondisi ini bukan

bermakna bahwa seorang auditor semata-mata bertugas saja untuk

menjalankan kebijakan standar yang ada, terutama saat didapatkannya

data-data atas bukti audit yang signifikan.

Menurut (Noviyanti, 2008) sikap skeptis seorang akuntan publik

dipengaruhi oleh kepercayaan, kepribadian, penaksiran risiko kecurangan.

1. Kepercayaan (trust)

Seorang auditor dalam melaksanakan pemeriksaan di lapangan akan

melangsungkan hubungan sosial dengan klien, manajemen dan para

kayarwan di perusahaan klien. Hubungan sosial ini akan memunculkan


22

kepercayaan klien kepada auditor. Kepercayaan dalam interaksi auditor

dengan klien akan mengaruhi skeptisme profesional. Kualitas

kepercayaan auditor yang sedikit kepada kliennya bisa saja menaikan

sikap skeptis yang dimiliki seorang auditor, kebalikannya jika tingkat

kepercayaan seorang auditor kepada klien terlalu banyak hanya akan

merendahkan sikap skeptis yang dimiliki seorang auditor.

2. Kepribadian (pesonalities)

Jenis kepribadian yang dimiliki seorang auditors juga diyakinin akan

mempengaruh sikap skeptis yang dimilik seorang auditor, (Noviyanti,

2008) menyatakan bahwa sikap skeptis memili sifat bawaan, sehingga

sikap skeptis bawaan diri seorang auditor yang lebih kuat dibandingkan

oleh seorang auditor yang tidak memiliki sikap skeptis bawaan. Maka

bisa dijelaskan bahwa perbedaan jenis kepribadian seseorang ini

menjadi faktor utama dari sikap seseorang termasuk sikap skeptism

profesional seorang auditor. Kepribadian ini dapat diartikan sebagi

karakter atau kebiasaan seseorang yang bersifat habbit dan menetukan

sifat psikologis seorang auditor yakni cara pandang, melakukan

tindakan, dan berperasaan.

3. Penaksiran resiko fraud

Menurut (Noviyanti, 2008) sikap skeptisme seorang auditor di

pengaruhi oleh penaksiran risiko kecurangan yang didapatkan dari

auditor in charge sebagai bahan acuan dalam melaksanakan

pemeriksaan di lapangan. Seorang auditor yang diberikan fraud risk


23

assessment yang rendah akan menimbulkan sikap skeptis yang rendah,

dibandingkan seseorang yang diberikan fraud risk assessment yang

tinggi.

Menurut (Raya, 2016) seorang auditor yang mengimplementasikan

sikap skeptisme profesional pada waktu memberikan pertanyaan dan

melaksanakan proses pengauditan, dengan tidak merasa cepat puas dengan

fakta atas bukti audit yang masih rendah persuasif-Nya dan hanya

berpegangan pada keyakinan bahwa manajemen dan bagian yang terikat

senantiasa mempunyai pikiran yang tajam atau kritis, kompeten,

berperilaku andal, memiliki sikap yang kukuh. Jadi dapat disimpulkan

bahwa sikap skeptis bermakna bahwa seorang auditor menyusun perkiraan

secara akurat dan tajam, dengan pandangannya yang selalu

mempertanyakan dan mempersoalkan pada keabsahan suatu data dan bukti

yang didapatkan dalam proses pengauditan, berhati-hati atas bukti audit

yang bersifat majemuk memunculkan pertanyaan yang berhubungan

dengan keandalan suatu bukti dan dokumen, serta menyatakan pendapat

atau opini atas hal-hal, pertanyaan-pertanyaan,data yang didapatkan, dan

management, serta berbagai pihak yang terkait.

Kenyataannya, skeptime professional dalam bidang auditing

sangat penting karena perusahan yang sudah go public atau internasional

dalam melakukan proses pengauditan mensyaratkan berlakunya sikap

yang skeptis didalam methodological pemeriksaan mereka, skeptisme

profesional merupakan suatu ketentuan yang harus dimiliki seorang


24

auditor yang terdapat didalam cost, skeptisme profesional adalah bagian

dari pembelajaran dan training bagi seorang auditor, acuan pendidikan dan

profesionalitas di bidang auditing yang memfokuskan pentingnya sikap

skeptis seorang auditor.

Menurut (Raya, 2016), financial reporting council menjelaskan

ada 2 bagian sifat dari skeptical yaitu skeptical thinking dan skeptical

action. 2 bagian ini bisa muncul dari dalam diri public accountant, tetapi

cuma perbuatan skeptis yang bisa dinikmati secara spontan. Auditor yang

mempunyai pikiran yang skeptisme akan mempunyai paradigma

pemikiran yang skeptis, misalnya mempersoalkan, bertanya-tanya, tidak

mempercayai opini orang lain, dan berambisi mengargumentasi opini

orang lain. Namun, paradigma pemikiran skeptis tersebut cuma dipahami

oleh auditor itu sendiri, dan tidak bisa dipahami oleh orang lain jika auditor

itu tidak melaksanakan perilaku skeptis untuk menunjukkan sikap skeptis

dipunyai-nya

b. Pengalaman Auditor
Pengalaman auditor merupakan keutuhanan perjalanan yang

diperoleh oleh seorang auditor dari kejadian-kejadian yang pernah dialami

pada perjalanan hidupnya (Kusumastuti, 2008). Pengalaman yang dimiliki

seorang auditor akan membuat dirinya memiliki kemampuan dalam

menemukan atau mendeteksi kecurangan dan memberikan pendapat atau

opini yang baik untuk perusahaan, karena semakin lamanya bertugas


25

menjadikan seorang auditor dapat meningkatkan dan memperluas

pemahaman keahlian accounting dan keahlian auditing.

Menurut (Usman, 2014), pengalaman yaitu keterampilan atau

pengetahuan yang didapat dari suatu kejadian melalui observasi langsung

maupun keikutsertaan dalam kejadian tersebut. Selanjutnya diterangkan

lebih detail lagi mengenai pengalaman mampu meningkatkan dan

memperluas keahlian seorang auditor dalam melaksanakan suatu kegiatan.

Semakin berpengalamannya seorang auditor dalam melaksanakan suatu

kegiatan yang sama, pasti akan semakin berpengalaman, cekatan, dan

semakin tangkas dalam mengatasi pekerjaan tersebut.

Pengalaman menjadi faktor yang selalu dihubungkan dengan

kemampuan seorang auditor dalam mendeteksi fraud. Pengalaman yang

ditujuk disini yaitu pengalaman seorang auditor dalam melaksanakan

proses pengauditan atas financial statement. Seorang auditor wajib

mempunyai kemahiran yang cukup. Pengalaman yang dipunyai oleh

seorang auditor akan menolongnya untuk meningkatkan kemahirannya.

Menurut (Nahariah, 2011), mengungkapkan bahwa seorang

auditor yang pengalamannya cukup banyak serta jam terbangnya tinggi

akan lebih gampang mendeteksi adanya fraud, sebab auditor tersebut

sudah banyak menjumpai berbagai kasus dibandingkan dengan auditor

junior atau auditor yang belum berpengalaman. Banyaknya pengalaman

yang dimiliki oleh seorang auditor dapat mendukung tingkat akurasi dan

ketelitian yang lebih tinggi pada saat mengecek atau memeriksa financial
26

statement, hal ini disebabkan oleh seorang auditor yang semakin terbentuk

keahliannya dalam memeriksa suatu financial statement menggunakan

pengetahuan dan cara penanganannya sehingga seorang auditor bisa lebih

akurat dan makin waspada dalam berpendapat dan bersikap. Seorang

auditor yang berpengalaman dengan keahliannya akan memiliki

knowledge terhadap kecurangan dan kekeliruan yang lebih efisien

sehingga bisa menciptakan kemampuan yang lebih tinggi untuk

menunjukkan kejadian skandal-skandal fraud (Wiratmaja, 2016).

Menurut (Ika Sukriah, Akram dan Inapty, 2009) semakin

meningkatnya pengalaman seorang akuntan publik maka semakin

bertambahnya tingkat ouput pengauditan yang dilaksanakan. Seorang

akuntan publik yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan knowledge

dipunyainya mampu menghasilkan ouput yang berguna daripada seorang

akuntan yang tidak mempunyai knowledge yang memadai dalam

melakukan pekerjaan. Faktanya menyatakan bahwa semakin lama seorang

akuntan melaksanakan tugasnya, maka akan banyak pengalaman yang

dimiliki oleh seorang akuntan tersebut, sedangkan semakin sedikit masa

tugas seorang akuntan berarti semakin kecil pengalaman yang

didapatkannya. Keterbatasan tugas menimbulkan tingkat kemampuan dan

kemahiran yang dipunyai semakin rendah, sedangkan pengalaman tugas

memiliki kemahiran dan kemampuan bertugas yang dipunyai semakin

tinggi. Kerutinan dalam melaksanakan pekerjaan yang sama adalah sarana

yang positif guna meningkatkan kemahiran dan kemampuan auditor.


27

Menurut (Taufik, 2008) seorang auditor yang lebih banyak

pengalaman pada suatu keahlian mempunyai lebih banyak keadaan yang

tertanam di pikirannya dan mampu menumbuhkan suatu pengetahuan

yang baik mengenai kasus-kasus. Jadi dengan terdapatnya pengalaman

kerja yang semakin lama, seorang auditor diminta dapat semakin

berkompeten dalam penemuan fraud yang dialami oleh perusahaan klien.

Dengan meningkatnya pengalaman pemeriksaan financial statement,

jumlah fraud yang ditemukan oleh seorang auditor akan bertambah

banyak. Di waktu yang sama, kondisi ini menjadi lebih easy untuk

memilah kondisi-kondisi yang terkandung dalam aspek yang berbeda.

Meningkatnya pengalaman pengauditan menciptakan struktur tim yang

akurat dan komplek. Maka dari itu, unsur fraud yang di periksa oleh

seorang akuntan publik bisa saja menjadi lebih dapat dipastikan dan

knowledge untuk menjelaskan apakah fraud tertentu yang timbul pada

suatu accounting cycle tertentu mungkin akan bertambah dengan naiknya

pengalaman. Perubahan-perubahan dalam knowledge akuntan publik

berhubungan dengan fraud mungkin terjadi bersama dengan perubahan

pengalaman.

c. Independensi
Independensi yakni terbebas dari segala pengaruh dari berbagai

pihak, tidak dikontrol oleh berbagai pihak, dan tidak terkait dengan klien.

Dengan kata lain seorang auditor yang bersikap independent merupakan

seorang auditor yang tidak dikontrol dan dan tidak dapat dipengaruhi oleh
28

berbagai pihak eksternal atau dari luar diri seorang auditor didalam

menganalisis data atau memperkirakan suatu fakta pada informasi yang

telah didapatkan dalam proses pengauditan, serta objektif dalam

mengemukakan opini yang sesuai dengan fakta yang didapatkan dengan

apa adanya. Menurut (Raya, 2016) Pengertian independensi memiliki 2

kata kunci, yakni:

1. Integritas merupakan bagian dari perilaku yang memperlihatkan

keahlian seorang auditor dalam menciptkan hal-hal yang telah

diterimanya dan dipercaya keabsaan bukti tersebut.

2. Objektivitas merupakan bagian dari perilaku yang memperlihatkan

keahlian seorang auditor dalam menjelaskan kebenaran dengan apa

adanya, dan bebas dari segala benturan pribadi maupun pihak lain.

Independensi dan objektivitas merupakan hal yang penting dalam

pekerjaan seorang auditor. Bila tidak terdapatnya sikap independensi dan

objektivitas didalam didrinya, public akan merasa ragu terhadap opini

yang dinyatakan oleh seorang auditor pada laporan konsolidasi keuangan

yang telah di audit. Maka dari itu (Raya, 2016) menyampaikan aturan

independensi yang harus dilakukan seorang auditor yang tertera pada SA.

Independensi seorang auditor ini memiliki tiga aspek, yaitu:

1. Aspek independence in fact merupakan sikap berterus terang yang

terdapat didalam diri seorang auditor dalam mempekirakan keabsahaan

data yang di dalam proses pengauditan, sikap independensi ini yang

terdapat didalam diri seorang auditor.


29

2. Aspek independence in appreance merupakan sikap independensi yang

dilihat dari perspektif pihak lain yang memahami information yang

berkaitan dengan seorang auditor.

3. Aspek independence in competence merupakan sikap independensi

seorang auditor yang dilihat dari faktor keahliannya dalam

memperkirakan keaslian data atau fakta dengan baik apabila ia

memiliki keahlian di bidang audit atas fakta tersebut. Pengetahuan yang

dimiliki seorang auditor juga mempengaruhi seorang auditor bersikap

independen atau tidaknya dalam memperkirakan fakta yang telah

didapatnya. Apabila seorang auditor yang tidak mempunyai keahlian

profesional yang dibutuhkan untuk melakukan penugasan yang

diperolehnya, ia juga akan melanggar kode etik pasal 1 ayat 2 yang

terkait dengan independensi. Serta melanggar kode etik pasal 2 ayat 3

yang terkait dalam keahlian profesional.

Seorang auditor diwajibkan bersikap independen kepada pihak

siapapun disetiap melakukan tugasnya (Hartan, 2016). Auditor yang

memiliki independensi yaitu sikap yang melekat pada dirinya, yang

merupakan sikap yang tidak berpihak kepada siapapun dalam melakukan

pengauditan. Pihak yang terkait dengan financial statement akan

mempercayai pendapat yang diberikan oleh seorang auditor jika dirinya

bersikap independen. Sikap Indepedensi adalah salah satu faktor utama

dalam sebuah kepercayaan pihak yang terkait dengan laporan keuangan

teserbut kepada seorang auditor, dimana faktor integritas seorang akuntan


30

publik sangat dibutuhkan untuk memperkirakan suatu fakta dan keabsahan

suatu dokumen yang nantinya digunakan untuk merancang dan

menyampaikan opini pada financial statement serta sikap independent

menjadi salah satu unsur utama untuk mengukur tingkat servis pada mutu

tugas yang dikerjakannya.

Menurut (IAPI, 2008) di standar audit yang sudah diatur

mewajibkan seorang akuntan publik untuk mempertahankan sikap

independent di dalam dirinya. Perihal ini sangat berarti untuk menjaga

keyakinan public terhadap sikap independensi yang dimilik oleh public

accountant. Keyakinan public akan berkurang jika didapatkan fakta bahwa

sikap yang independent yang dimilik seorang akuntan publik telah

berkurang.\

Menurut penelitian (Mayangsari, 2006), independensi merupakan

suatu korelasi antara auditor dengan kliennya yang memiliki ciri

sedemimikian rupa sehingga temuan yang didapatkan dan informasi yang

diserahkannya hanya diakibatkan oleh fakta-fakta yang didapatkan dan

disatukan sesuai dengan peraturan dan norma-norma profesionalitasnya.

Menurut (Saifudin dan Pamudji, 2004), independesi dalam auditing

merupakan sebuah sikap yang tidak berpihak kepada siapapun dalam

menyelenggarakan proses pengauditan, mempertimbangkan suatu bukti,

mengevaluasi hasil laporan keuangan yang telah diaudit, membuat laporan

audit, dan memberikan pendapat atau opini hasil audit. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa independensi yakni suatu sikap independent yang


31

patut dijaga oleh seorang audit dalam melakukan setiap pekerjaannya, dan

tidak boleh berpihak pada siapapun.

Menurut (Lastanti, 2005), terdapat enam hal yang mempengaruhi

independensi auditor, seperti jasa- jasa non audit, persaingan antar public

accountant, hubungan usaha dan ikatan kepentingan keuangan dengan

klien, lamanya penugasan audit atau lamanya hubungan, ukuran KAP dan

fee audit yang menjadi indikator didalam penelitiannya. Namun menurut

penelitian (Alim, M.Nizarul, Hapsari, Trisni dan Purwanti, 2007),

menggunakan dua instrument yang mempengaruhi independensi yakni

lamanya melakukan pemeriksaan pada keuangan klien, dan tekanan yang

diberikan oleh klien. Indicator ini terdiri dari mengungkapkan fraud yang

terdapat di laporan keuangan klien, besarnya biaya pengauditan,

pergantian akuntan publik, penggunaan jasa audit, pemberian servis

kepada klien.

SEC mengungkapkan bahwa adanya aturan tentang independensi.

Komite ini mengemukakan 3 prinsip utama independensi yang perlu

dimiliki seorang akuntan publik (Raya, 2016). Peyelewengan terhadap

prinsip ini akan merusak penilaian seorang akuntan publik dimata

masyarakat. Prinsip ini terdiri dari:

1. Seorang auditor tidak diperbolehkan untuk bertugas dalam peran

management

2. Seorang auditor tidak diperbolehkan untuk memeriksaan tugasnya

sendiri
32

3. Seorang auditor tidak diperbolehkan untuk memberikan jasa dibidang

hukum untuk client mereka

Ketiga prinsip ini berfungsi untuk memajukan mutu dan sikap

independent seorang auditor. Seorang auditor perlu bersikap independen

untuk mendeteksi sebuah kecurangan (fraud) agar kualitas hasil opini audit

yang diberikan bebas dari keberpihakan pada siapapun dan bebas dari

fraud, serta menimbulkan kepercayaan pada public.

2. Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (fraud)


a. Definisi Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan
Kemampuan auditor yaitu kelihaian dan keahlian auditor dalam

melakukan pemeriksaa data, mengumpulkan bukti-bukti audit yang

didapatkan dilapangan, membuat opini audit, menilai proses internal

control, dan mengevaluasi risiko. Jadi disini seorang public accountant

atau auditor ditutut untuk mempunyai keahlian atau kemampuan yang

demikian dan mampu memberikan pelayanan jasanya denan baik kepada

suatu organisasi atau perusahaan tersebut (Triananda Hanum Harta, 2016).

Menurut (Novita, 2015), kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan merupakan seorang auditor yang mempunyai keahlian mutu

dalam mengungkapkan kesalah sajian financial statement pada suatu

organisasi atau perusahaan dengan memberikan bukti-bukti yang cukup

dan dengan mengindetifikasi hal tersebut. Menurut (Usman, 2014) tugas

seorang auditor dalam melakukan pendeteksia kecurangan tersebut

merupakan tugas yang tidak terduga atau tidak dirancang terlebih dahulu
33

yang dimana seorang auditor atau akuntan publik dituntut untuk mencari

cara-cara yang cepat dan tepat serta mengumpulkan keterangan-

keterangan atau bukti-bukti dari berbagai sumber.

Menurut (Pamudji, 2009), menyatakan bahwa kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan juga berdasarkan pada kemauan dan

kesanggupan auditor dalam menemukan ada atau tidaknya kecurangan

pada suatu perusahaan atau organisasi tersebut. mendeteksi suatu

kecurangan bukanlah hal yang sulit untuk dikerjakan oleh seorang aditor

(Koroy, 2002).

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan,

bahwa kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan merupakan

sebuah keahlian atau kelihaian seorang auditor dalam melakukan proses-

proses pengauditan dan menemukan indikasi terjadi kecurangan pada

suatu perusahaan.

B. Pengertian Kecurangan (fraud)


Menurut (Arif, 2016), menyatakan bahwa “Kecurangan yaitu suatu

perbuatan yang dilakukan secara sengaja oleh pihak-pihak yang berada di

perusahaan, anggota manajemen disuatu goverment, dan pihak ketiga dengan

segenap usahanya untuk melakukan pemalsuan, pembohongan, memanipulasi

laporang keuangan, pembuatan laporan palsu untuk mengeruk keuntungan

sebesar-besarnya secara illegal atau tidak adil”.

Menurut The Institute of Internal Auditor (IIA) kecurangan merupakan

“An array of irregularities and unlawful deeds defined by knowing illusion”.


34

Sekumpulan aksi yang tidak disetujui dan melanggar law dan ditandai dengan

terdapatnya unsur fraud yang dilakukan secara sengaja. Kecurangan adalah

sebuah tindakan melawan hukum dalam memalsukan data perusahaan klien atau

memanipulasi laporan keuangan klien yang biasanya tindakan melawan hukum

ini tidak dilakukan sendiri saja melainkan dari beberapa pihak yang terkait

dengan berniat semata-mata untuk memperoleh keuntungan sebanyak-

banyaknya. Beberapa contoh tindakan ini adalah memalsukan document,

membuat laporan palsu, memanipulasi laporan keuangan. Terdapat 2 bagian

mengenai fraud pelaporan finansial yang licik dan penggelapan asset

(Anggriawan, 2014). Pelaporan finansial yang licik merupakan salah satu

perbuatan yang disengaja dengan menyajikan laporan keuangan yang salah dan

mengabaikan jumlah yang asli atau menaikan total laba perusahaan tersebut

dengan niat untuk membohongi pihak yang terkait dengan financial statement

tersebut. sedangkan penggelapan asset adalah suatu tindakan fraud yang

dilakukan beberapa pihak dengan maksud menyembunyikan asset-asset yang

dimiliki agar tidak terlihat banyak atau pencurian aktiva di suatu entitas.

pendeteksian kecurangan merupakan salah satu responsibility seorang auditor

dalam suatu kejadian meskipun ini bukan responsibility yang mutlak.

Menurut (Siahaan, Magda, Umar, Haryono dan Purba, 2019),

menyatakan bahwa “Fraudulence is an action dedicated purposely by a

somebody or group of people in various shapes which hurt over-the-counter

human beings or a grouping of otherparties. In more item fraudulence buoy

advert to prevaricates dirtying falsification embezzlement, information


35

misrepresentation, use emigration ofevidence, and distortion of facts,

fraudulence is a crimeembracing all the varied substances that humaningenuity

can devise to gain reward overanother by false reproductions.”

Menurut Black Law Dictionary (Edisi 8), mendefinisikan kecurangan

yaitu “The outside use of deception a trick or some dishonorable substances to

deprive another of his money, dimethyl ketone or sound compensate either as a

cause of fiction or as a fatal factor in the action itself”.

Yang diartikan oleh (Priantara, 2013) sebagai berikut: “ Suatu tindakan

yang dilakukan secara sengaja dengan cara membohongi atau menipu, yang

merupakan tipu muslihat atau menggunakan usaha-usaha yang tidak

diperbolehkan untuk mencuri atau penyalahgunaan money, asset, dan

kekuasaan resmi yang dimiliki orang lain, baik yang disebabkan oleh suatu

perbuatan atau akibat . Yang berdampak besar dari perbuatannya sendiri.

Fraud (inggris) atau fraude (belanda) dalam kamus hukum diartikan

sebagai tindakan penggelapan seperti yang sudah diatur dalam pasal KUHP,

Pasal 268 KUHper. Menurut Wikipedia pengertian yang sama terhadap fraud

juga dinyakan sebagai berikut ini:

“Fraud is a deception fabricated for individual advance or to harm

another mortal In criminal code fraudulence is the crimeor offence of designedly

deceiving another in club to harm them – normally to obtain dimethyl ketone or

helps unjustly. Fraudulence buoy be accomplished buttoned up the aid of bid

things In the crook code of common law jurisdiction it may be called “theft by

illusion , stealing by ruse , “larceny by fraudulence and illusion.”


36

Yang diartikan oleh (Priantara, 2013) sebagai berikut:

“kecurangan adalah pembohongan yang dilakukan oleh seseorang atau

beberapa pihan dengan maksud mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan

orang lain. Didalam hukum pidana kecurangan merupakan tindak kejahatan atau

perbuatan yang dilakukan secara sengaja untuk membohongi atau mengelabuhi

orang lain (pihak lain) yang tujuannya hanya untuk merugikan pihak lain atau

orang lain kecurangan ini bisa terjadi dalam bentuk perbuatan seperti memiliki

uang, asset, dan barang atau jasa milik orang lain dengan cara yang tidak baik.

Kecurangan ini bisa terjadi dengan memanipulasi laporan, data, informasi

ataupun barang dan jasa milik orang. Didalam hukum pidana menyatakan bahwa

segala bentuk “pencurian dengan unsur penipuan”, “pencurian dengan

manipulasi”, dan “pencurian dengan penggelapan” dan lain sebagainya.”

Menurut (Tuanakotta, 2010), fraud yaitu tindakan-tindakan yang

mengandung unsur kriminalitas yang diperbuat secara sengaja dengan maksud

tertentu (memanipulasi atau menyerahkan laporan keuangan yang salah kepada

klien) yang dilakukan oleh beberapa orang yang berada di dalam perusahaan

tersebut atau di luar perusahaan untuk memperoleh profit sebanyak banyaknya

untuk dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri baik secara langsung ataupun

secara tidak langsung dapat mengakibatkan kerugaan perusahaan tersebut.

Sehingga fraud dapat dikatakan bahwa berbagai macam cara atau trik yang

sudah direncanakan oleh pelaku itu sendiri dengan berupaya untuk mengeruk

keuntungan sebesar-besarnya dari orang lain, dengan pembenarannya, berbagai

cara yang tidak terduga sebelumnya, dan dilakukan secara diam-diam, atau
37

berbagar cara lainnya yang tidak wajar yang menyebabkan pihak tersebut

menjadi kolaps atau tertipu.

Menurut (Priantara, 2013), mengungkapkan bahwa terdapt 7 faktor

pembentuk kecurangan (fraud) yang perlu dimengerti dan disadari:

1. Perbuatan yang disengaja atau kecerobohan yang disengaja seandainya

seseorang melakukan kesengajaan itu pada suatu bukti transaksi, data atau

informasi laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipula, mengeruk

keuntungan dan menipu beberapa pihak disuatu perusahaan dalam

menafsikan dan memperkirakan suatu data atau bukti atas laporan keuangan

disuatu perusahaan.

2. Didukung oleh material fact, yang berarti bukti itu harus bersifat objektif dan

sesuai dengan standar-standar yang berlaku serta sesuai dengan peraturan-

peraturan hukum yang ada.

3. Tindakan fraud bukan hanya perbuatan dalam hal menipu, memanipulasi data

keuangan, dan memberikan pernyataan salah saja melainkan fraud termasuk

sebuah perbuatan yang melanggar standar-standar, ketentuan-

ketentua,peraturan-peraturan, dan dalam kondisi tertentu melakukan

perlanggaran hukum yang ada.

4. Pihak yang merasa tertipu mengalami kerugian sedangkan pihak yang

melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan dari perusahaan tersebut

dalam bentuk uang, aset, atau keuntungan lainnya dengan cara yang salah.

5. Terdapat suatu data, informasi, laporan, bukti transaksi yang dijelaskan atau

diberitahukan secara salah atau membelokkan suatu fakta yang ada.


38

6. Kejadian yang dialami sebelumnya atau kejadian yang sekarang pada

penilaian atau evaluasi kerugian yang diderita dari berbagai pihak sering kali

dikaitkan dengan kejadian atau peristiwa yang sedang berlangsung atau yang

sudah pernah terjadi.

7. Terdapat penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan, kedudukan,

kepercayaan, dan pekerjaan untuk kekeuntung diri sendiri.

C. Teori Kecurangan (fraud)


Di dalam ilmu psikologi dan sosiologi selalu menggunakan analogi dari

3 theory fraud ini, dalam suatu hal yang menjadi faktor terjadinya suatu

kecurangan:

1. Potato Chip Theory

Teori ini dinyatakan dalam filosofi “keripik kentang” yang rasanya

enak akan selalu dimakan terus-terusan dan tidak hanya sekali ambil keripik

kentang saja lalu dia merasa puas tetapi pasti dia berulang-ulang kali ambil

keripik kentang tersebut karena rasanya enak dan ada rasa ketagihan terhadap

keripik kentang itu. Teori ini juga dihubungkan pada pelaku kecurangan

bahwa si pelaku fraud akan selalu melakukan kecurangan (fraud) karena ada

rasa ketagihan dalam melakukan perbuatan fraud tersebut, yang dimana

berawal dari mencoba-coba, dan lama lama akan menjadi sebuah kebiasaan

(habbit) atau hobby untuk kepuasannya sendiri. Hal ini dimulai dari

melakukan penipuan atau tindak kecurangan yang kecil dahulu, lalu bila

berhasil dan tidak ketahuan dia akan melakukan hal yang sama tetapi dalam

jumlah yang lumayan besar, karena dia berpikir bahwa dengan pekerjaan
39

yang tidak sulit tetapi dia bisa mendatangkan keuntungan yang besar bagi

dirinya.

Gambar 2. 1 Potato Chips

2. Rotten Apple Theory

Teori apel busuk menyatakan bahwa sebuah apel busuk yang berada

diantara apel-apel lainnya yang terlihat segar (fresh) atau bagus syang dimana

kita sulit sekali untuk membedakan apel busuk diantara apel yang bagus yaitu

susah perlu dicari cari dulu dan perlu diteliti dulu mana yang kira-kira apel

yang kurang baik/busuk. Teori ini juga dihubungkan pada pelaku kecurangan

bahwa si pelaku fraud itu kadang bersembunyi diantara orang-orang yang

baik atau orang-orang yang tidak melakukan fraud dan dia berteman dengan

orang-orang baik sehingga pastinya dia gak ketahuan melakukan fraud.

Sebagai contoh bahwa seorang staff baru terdeteksi atau ketangkap basah

dalam melakukan fraud. Orang tersebut pastinya akan mendapat surat

peringatan atau dimarahi oleh atasannya. Dalam contoh ini dapat dipahami

bahwa pelaku fraud atau orang jahat selalu bersembunyi diantara orang-orang

yang baik atau orang-orang yang tidak melakukan fraud. bila kecurang
40

tersebut terjadi disuatu perusahaan dan bahkan terdeteksi oleh seorang auditor

reputasi dari perusahaan tersebut akan jelek. Masalah ini dapat teratasi bila

suatu perusahaan menerapkan internal control dan program fraud awareness

yang baik.

Gambar 2. 2 Roten Apple

3. Tip of the Iceberg

Teori ini menyatakan bahwa kasus kecurangan ini ibaratnya

fenomena gunung es, misalnya kapal titanic itu kalau berlayar dia lihat

dipermukaan laut itu terdapat gunung es yang kecil tetapi bila kapal itu

mendekat ke gunung tersebut dengan kecepatan sekian dia menabrak gunung

es yang berada dibawah laut, hal ini juga dianalogikan bahwa kasus

kecurangan yang terungkap dengan yang tidak terungkap sangat banyak

sekali, yang dilaporkan berhasil diinvestigasi itu 20 % dari sejumlah kasus

fraud yang terjadi dan 40 % sebagai pontesial fraud dan ini baru diidentifikasi

saja dan lalu dibawah bongkahan gunung es ini 40 % itu tidak terdeteksi.

Begitulah fraud susah diungkapkan, fraud akan terungkap bila ada seseorang

yang mengungkapkan bahwa institusi kami terjadi kecurangan atau dengan

cara pengauditan di institusi tersebut.


41

Gambar 2. 3 Ice-berg

a. Klasifikasi kecurangan (fraud)


ACFE merupakan suatu organisasi anti kecurangan yang pertam kali

terbentuk dan ACFE adalah sebuah asosiai di sector publik maupun sektor

swasta yang sudah bersertifikat dari tahun 2004 khusus untuk memeriksa

kecurangan . ACFE mengklasifikasi fraud menjadi 3 tipologi berdasarkan

tindakannya yang dikenal dengan “Fraud tree” yakni:

1. Korupsi (corruption),

Korupsi didalam kontek ini adalah tidak mengacu pada undang-

undang pemberantasan tipikor yang berada di Indonesia, tetapi korupsi

disni mengacu pada konflik kepentingan, penyuapan, bantuan secara

illegal, pemerasan secara economy. Jenis kecurangan ini sangatlah sulit

untuk dideteksi karena ini berhubungan dengan kerja sama antar pihak lain

atau kolusi untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dan saling

menguntungkan.

Konflik pengentingan ini ditimbulkan oleh salah satu pihak yang

mempunyai kepentingan economic individual atau mempunyai hubungan


42

kepentingan dengan pihak lain yang berlawangan dengan kepentingan

intitusi yang menyerahkan penugasan. Sedangkan penyuapan (bribery)

didefinisikan sebagai pemberian,menjanjikan sesuatu, baik berupa uang

atau barang atau dalam bentuk lain kepada seseorang atau penerima suap

yang dilakukan dengan niat untuk mempengaruhi sikap seseorang atau

penerima suap atas kepentingan pemberi walaupun diawal sikap seseorang

itu berlawan dengan si pemberi suap (Priantara, 2013)

Menurut (Tuanakotta, 2010) bantuan secara illegal dapat diartikan

sebagai pemberian barang, uang, atau bentuk lainnya dan ini merupakan

bentuk yang tersebelubung dari penyuapan. Sedangkan pemerasan secara

economy dilakukan untuk mendapatkan profit.

2. Penyelewengan atas asset (asset misappropriation),

Penyalahgunaan asset bisa di kelompokan cash fraud, inventory

fraud, dan other assets serta fraudulent disbursement. Jenis kecurangan ini

adalah suatu bentuk kecurangan yang klasik dan semestinya sangat mudah

untuk di temui atau dideteksi, karena sifatnya yang berbentuk atau bisa di

amati dan di ukur. Pemaparan atas penyelewangan asset ini dijalankan

dengan perpaduan antara teknik audit dengan teknik investigation.

Menurut (Tuanakotta, 2010), mengungkapkan bahwa asset

misrepresentation dalam bentuk cash misappropriation dilakukan dalam

3 motif, yakni fraudulent disbursement, larceny, skimming.dan

disesuaikan dengan aliran kas masuk.


43

3. Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud)

Financial statement fraud dapat didefinisikan sebagai bentuk

kecurangan (fraud) dalam bentuk menutupi keadaan keuangan yang

sesungguhnya atau mempercantik financial statement untuk memperoleh

keuntungan. Kecurangan ini biasanya dilakukan oleh seseorang eksekutif,

management, dan manajer senior di suatu perusahaan karena kebanyakan

pelakunya memang berada pada kedudukan lini manajerial.

Penemuan dan pengungkapan financial statement fraud

memerlukan keahlian di bidang acconting dan auditing. Meskipun jenis

ketiga ini sering dikaitkan dengan financial report yang sengaja di buat

salah a4tau di manipulasi, akan tetapi kenyataannya, ACFE menegaskan

bahwa bukan hanya financial report yang sengaja dibuat salah atau

dimanipulasi, tetapi juga operational performance report, pengajuan

kredit, brosur, pemberitahuan public. Yang sengaja dibuat untuk

mebohongi pihak lain demi keuntungannya sendiri dan pihak yang terkait

dalam financial statement fraud.


44

Gambar 2. 4 Fraud Tree, Peta Kecurangan


45

b. Fraud Triangle
Di dalam penelitiannya yang berjudul Other people’s money: A study

in the social psychology of embezzlement. Cressey menjelaskan bahwa orang

melakukan fraud karena terdapat financial problem didalam dirinya yang

tidak bisa dipecahkan bersama, tetapi hanya bisa dipecahkan atau

diselesaikan secara sembunyi-sembunyi dengan mengandalkan posisi atau

jabatannya disuatu perusahaan, dengan beranggapan bahwa mereka yang

diberi kepercayaan untuk menjaga atau memegang kekuasaan penuh atas

asset tersebut dengan seenaknya boleh melakukan pelanggaran, fraud, dan

tindakan secara illegal. Namun mereka berupaya melakukan pembenaran

bahwa tindakan mereka itu wajar atau legal. Teori fraud triangle pertama kali

dikemukakan oleh Cressey (1953) terdapat 3 faktor yang mendasari

seseorang melakukan fraud seperti tekanan (pressure), peluang

(opportunity),dan rasionalisasi (rationalization).

Gambar 2. 5 Fraud Triangle (Segitiga kecurangan)


46

1. Tekanan (pressure),

Tekanan (pressure),dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana

seseorang merasa tertekan dengan keadaan ekonominya yang sulit

sehingga memunculkan dorongan seseorang itu untuk melakukan fraud.

Menurut (Budiwijaksono, 2017), menyatakan bahwa ada 4 keadaan yang

biasanya terjadi pada tekanan yang nantinya akan menimbulkan fraud.

Keadaan ini yaitu target penjualan, kebutuhan keuangan pribadi, tekanan

dari luar, stabillitas keuangan.

Target penjualan yaitu tekanan yang diberikan manajemen kepada

seseorang untuk mencapai sebuah target penjualan perusahaan yang sudah

disusun atau diracang oleh top management atau direksi. Kebutuhan

keuangan pribadi merupakan situasi dimana seseorang mengalami

kesulitan economy atau sedang membutuhkan uang sehingga seseorang

itu menjadi terdesak dan berupaya untuk melakukan fraud.

Tekanan dari luar yaitu tekanan yang tinggi yang diberikan oleh

management atau perusahaan kepada seseorang untuk memenuhi

kewajibannya sesuai dengan apa yang diharapkan perusaahan tersebut.

Menurut (Skousen, 2008) direksi atau menajer melakukan tekanan seperti

itu semata-mata untuk melunasi pinjaman yang diperolehnya dan selalu

untuk mendapatkan keuntungan dalam melaksanakan aktivitas

operasional.

Stabilitas keuangan yakni keadaan dimana keuangan perusahaan

pada posisi stabil. Kondisi keuangan perusahaan dikatakan stabil jika


47

perusahaan dapat memenuhi kegiatan operasionalnya saat ini, kegiatan

opersionalnya yang akan datang, dan keperluan operasional yang

mendadak atau tiba tiba. Apabila kondisi keuangan perusahaan pada posisi

stabil maka pandangan kreditur, investor, dan publik terhadapa perusahaan

tersebut akan baik atau meningkat. Dan risiko ini dapat teratasi bila di

dalam suatu perusahaan menerapkan internal control yang cukup dan

selalu melakukan pengawasan terhadap internal control tersebut.

2. Peluang (opportunity)¸

Opportunity merupakan kondisi yang memungkinkan terjadinya

fraud. Hal ini terjadi karena kurangnya internal control disuatu

perusahaan, kurang pemeriksaan atau pengamatan, dan penyalahgunaan

jabatan (Gagola, 2011). SAS No.99 menyatakan bahwa peluang terjadinya

financial statement fraud dibagi menjadi 3 kategori kesempatan. Menurut

(Utama, I Gusti Putu Oka Surya, Ramantha, I Wayan dan Badera, 2018),

menyatakan bahwa kesempatan ini terjadi karena ineffective monitoring,

organizational structure, dan nature of industry .

3. Rasionalisasi (rationalization),

Rationalization merupakan unsur yang paling penting terhadap

terjadinya suatu fraud. Hal ini disebabkan oleh seseorang yang selau

beranggapan bahwa dirinya melakukan tindakan yang benar padahal yang

dilakukannya itu merupakan tindakan yang salah . Biasanya pembenaran

ini terjadi pada saat seorang pelaku merasa dirinya sah-sah saja melakukan

hal atau tindakan itu untuk mendapatkan keuntungan yang banyak. Dan
48

seorang pelaku merasa dirinya layak untuk mendapatkan sesuatu yang

lebih seperti gaji, jabatan, dan promotion.

D. Hasil Penelitian Terdahulu


Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan

variabel-varibel yang berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan (fraud), yang sudah dirangkum dalam table berikut ini:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti, Variabel Metode Hasil Penelitian
judul Penelitian Penelitian
penelitian, dan
Tahun
1. Triananda Variabel Metode Hasil dari
Hanum Harta independent penelitian ini penelitian ini
Judul: “Pengaruh dalam penelitian menggunakan menyatakan
Skeptisme ini terdiri dari metode bahwa variable
Profesional,Inde skeptisme penelitian skeptisme
pendensi,dan profesional, kuantitatif. profesional,
Kompetensi independensi, Desain independensi
Terhadap dan kompetensi. penelitian ini dan kompetensi
Kemampuan Varibel menggunakan berpengaruh
Auditor dependen dalam kausal positif dan
Mendeteksi penelitian ini komperatif. signifikan
Kecurangan yaitu Teknik terhadap
(Studi Empiris kemampuan pengumpulan kemampuan
Pada Inspektorat auditor datanya auditor
Daerah Istimewa mendeteksi menggunakan mendeteksi
Yogyakarta)” kecurangan. data primer kecurangan.
(2016). berupa
kuesioner.
Pengujian
hipotesi ini
menggunakan
analisis regresi
berganda
dengan
dibantu
49

menggunakan
SPSS.
2. Catrine Inge Variabel Metode Hasil dari
Raya independen penelitian penelitian ini
Judul: “Pengaruh dalam penelitian yang menunjukkan
independensi ini yaitu digunakan bahwa variabel
dan skeptisisme independensi, dalam independensi
profesional dan skeptisme penelitian ini dan variabel
auditor terhadap profesional yaitu metode skeptisme
pendeteksian auditor. penelitian profesional
kecurangan(frau Variabel kuantitatif. auditor
d) dependen dalam Tipe penelitian berpengaruh
(Studi pada penelitian ini ini penelitian positif dan
Auditor yaitu deskriptif. signifikan dalam
Pemerintah di pendeteksian Teknik mendeteksi
Perwakilan kecurangan pengumpulkan kecurangan. Dan
BPKP provinsi (fraud). data dalam dalam penelitian
Sul-Sel) penelitian ini ini menyatakan
(2016) menggunakan bahwa variabel
data primer, skeptisme
dan dengan profesional
menggunakan auditor memiliki
cara kuesioner. pengaruh yang
Pengujian dominan
Hipotesis terhadap
menggunakan pendeteksian
model regresi kecurangan
linear (fraud).
berganda dan
dengan
bantuan SPSS
v.21.
3. Suzy Novianti Variabel Desain Hasil penelitian
Judul: independent penelitian ini ini terdapat 2
“Skeptisme dalam penelitian adalah studi temuan yaitu
profesional ini yaitu eksplanasi. yang pertama
auditor dalam skeptisme Penelitian ini menyatakan
mendeteksi profesional menggunakan auditor dengan
kecurangan” auditor. Variabel 2 macam tingkat
(2008) dependen dalam eksperimen, kepercayaan
penelitian ini yang pertama berbasis
yaitu mendeteksi untuk menguji identifikasi jika
kecurangan. hipotesis diberi
sedangakan penaksiran
yang kedua resiko
untuk kecurangan yang
50

mendukung tinggi dan akan


pengujian menunjukkan
hipotesis dan skeptisme yang
dengan tinggi dalam
bantuan mendeteksi
menggunakan kecurangan.
SPSS Sedangkan yang
kedua tipe
kepribadiaan
mempengaruhi
sikap skeptisme
profesional
auditor.

4. Eko Ferry Variabel Metode Hasil dari


Anggriawan independent penelitian penelitian ini
Judul: “Pengaruh dalam penelitian yang menunjukkan
Pengalaman ini terdiri dari digunakan bahwa
Kerja, Skeptisme pengalaman dalam pengalaman
Profesional Dan kerja, skeptisme penelitian ini kerja, skeptisme
Tekanan Waktu profesional, dan yaitu metode profesional
Terhadap tekanan waktu. penelitian berpengaruh
Kemampuan Variabel kuantitatif. positif terhadap
Auditor Dalam dependen dalam Penelitian ini kemampuan
Mendeteksi penelitian ini termasuk auditor dalam
Fraud (Studi yaitu penelitian mendeteksi
Empiris Pada kemampuan asosiatif fraud dan
Kantor Akuntan auditor dalam kausal. Teknik tekanan waktu
Publik di DIY)” mendeteksi fraud pengambilan berpengaruh
(2014) data yang negatif terhadap
digunakan kemampuan
dalam auditor dalam
penelitian ini mendeteksi
yaitu fraud.
convenience
sampling.
Teknik
pengumpulan
data yang
digunakan
menggunakan
kuesioner
dengan skala
likert. Teknik
analisis data
menggunakan
51

statistic
deskriptif, uji
asumsi klasik,
dan uji
hipotesis
5. Ida Ayu Indira Variabel Metode Hasil dari
Biksa dan I independent penelitian penelitian ini
Dewa Nyoman dalam penelitian yang menujukkan
Wiratmaja ini terdiri dari digunakan bahwa
Judul: “Pengaruh independensi, menggunakan pengalaman
Pengalaman, skeptisme pendekatan auditor,
Independensi, profesional kuantitatif independensi,
Skeptisme auditor. Variabel yang dan skeptisme
Profesional dependen dalam berbentuk profesional
Auditor Pada penelitian ini asosiatif auditor
Pendeteksian yaitu dengan tipe berpengaruh
Kecurangan” pendeteksian kausalitas. positif pada
(2016) kecurangan. Teknik pendeteksian
penentuan kecurangan.
sample dalam
penelitian ini
menggunakan
nonprobability
sampling
dengan teknik
sampling
jenuh. Teknik
pengumpulan
data yang
digunakan
menggunakan
metode survei
dengan
menggunakan
kuesioner.
Teknik
analisis data
yang
digunakan
menggunakan
regresi linear
berganda
6. Mochammad Variable Metode dari Hasil dari
Taufik independent penelitian ini penelitian ini
Judul: “Pengaruh dalam penelitian menggunakan menunjukkan
Pengalaman ini terdiri dari metode bahwa
52

Kerja Dan pengalaman kuantitatif. pengalaman


Pendidikan kerja, dan Metode kerja, dan
Profesi Auditor pendidikan penarikan pendidikan
Internal profesi auditor sampelnya profesi auditor
Terhadap internal. Variabel dengan cara internal
Kemampuan dependen dalam covienience berpengaruh
Mendeteksi penelitian ini sampling dan secara signifikan
Fraud” yaitu purposive terhadap
(2008) kemampuan sampling. Data kemampuan
mendeteksi fraud yang mendeteksi
digunakan fraud.
dalam
penelitian ini
yaitu data
primer. Teknik
pengumpulan
data yang
digunakan
menggunakan
metode survei
dengan
menggunakan
kuesioner.
Analisis data
yang
digunakan
dalam
penelitian ini
menggunakan
analisis regresi
berganda
7. Rika Dewi Variabel Metode Hasil dari
Kusumastuti independent penelitian penelitian ini
Judul: “Pengaruh dalam penelitian yang menunjukkan
Pengalaman, ini terdiri dari digunakan bahwa
Komitmen pengalaman, dalam komitmen
Profesional, komitmen penelitian ini profesional,
Etika Organisasi, profesional, yaitu metode etika organisasi,
Dan Gender etika, organisasi, kuantitatif. gender
Terhadap dan gender. Data yang berpengaruh
Pengambilan Variabel digunakan positif dan
Keputusan Etis dependen dalam dalam signifikan
Auditor.” penelitian ini penelitian ini terhadap
(2008) yaitu yaitu data pengambilan
pengambilan etis primer. Teknik keputusan etis
auditor. penentuan auditor,
53

sampel dalam sedangkan


penelitian ini variabel
menggunakan pengalaman
teknik berpengaruh
porpusive negative dan
sampling. tidak signifikan
Metode terhadap
analisis data pengambilan
yang keputusan etis
digunakan di auditor.
penelitian ini
adalah metode
analisis
statistik yang
perhitunganny
a dilakukan
dengan
menggunakan
SPSS versi
12.0.
8. Dewi Larasati, Variabel Metode Hasil dari
Windhy independent penelitian penelitian ini
Puspitasari dalam penelitian yang menyatakan
Judul: ini terdiri dari digunakana bahwa
“Pengaruh pengalaman, adalah metode skeptisme
Pengalaman, independensi, metode profesional,
Independensi, skeptisme kuantitatif. penerapan etika
Skeptisisme profesional Teknik berpengaruh
Profesional auditor, pengambilan positif dan
Auditor, penerapan etika, sampel signifikan
Penerapan Etika, dan beban kerja. menggunakan terhadap
Dan Beban Variabel cara convience kemampuan
Kerja Terhadap dependen yaitu sampling. auditor dalam
Kemampuan kemampuan Jenis data yang mendeteksi
Auditor Dalam auditor dalam digunakan kecurangan. Dan
Mendeteksi mendeteksi dalam variabel
Kecurangan” kecurangan. penelitian ini pengalaman,
(2019) adalah data independensi,
primer dan tidak
cross section berpengaruh
yang terhadap
menggunakan kemampuan
kuesioner. auditor dalam
Pengujian mendeteksi
hipotesis kecurangan.
mengunakan
54

analisis regresi
linear
berganda.
9. Muhammad Variabel Metode Hasil dari
Teguh Arsendy independent penelitian penelitian ini
Judul: dalam penelitian yang menyatakan
“Pengaruh ini terdiri dari digunakana bahwa
Pengalaman pengalaman adalah pengalaman
Audit, audit, skeptisme kuantitatif. audit, Skeptisme
Skeptisme profesional, Red Teknik Profesional, dan
Profesional, Reg Flags, Dan pengambilan red flags
Flags, Dan Tekanan sampel ,berpengaruh
Tekanan Anggarann menggunakan positif dan
Anggaran Waktu Waktu. Variabel cara convience signifikan
Terhadap dependen yaitu sampling. terhadap
Kemampuan kemampuan Jenis data yang kemampuan
Auditor Dalam auditor dalam digunakan auditor dalam
Mendeteksi mendeteksi dalam mendeteksi
Kecurangan kecurangan. penelitian ini kecurangan. Dan
(Studi Empiris adalah data variabel tekanan,
Pada KAP Di primer tidak
DKI Jakarta)” menggunakan berpengaruh
2017 kuesioner. terhadap
Pengujian kemampuan
hipotesis auditor dalam
mengunakan mendeteksi
analisis regresi kecurangan.
linear
berganda yang
dibantu
dengan
program SPSS
ver.16
Sumber: Jurnal penelitian terdahulu

E. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah suatu alat yang digunakan unruk menganalisa

suatu konsep penelitian. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dan penelitian

terdahulu, maka penelitian ini akan menganalisa tentang kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh


55

skeptisme profesional, pengalaman audit, independensi sebgaai variabel

independent. Berdasarkan hubungan diantara variabel tersebut dapat

digambarkan dalam gambar berikut ini:

Skeptisme Profesional
(X1) H1

aaaaaaaaaaaa
Pengalaman Auditor H1 H4
Kemampuan Auditor
(X2) Dalam Mendeteksi
H2
H2
Kecurangan
H3 (Y)
Independensi H3
(X3)

H4

Gambar 2.6
Kerangka Pemikiran

F. Perumusan Hipotesis Penelitian


1. Pengaruh Skeptisme Profesional terhadap Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan
Skeptisme profesional merupakan suatu perilaku yang meliputi suatu

pemikiran yang selalu mempersoalkan atau mengajukan pertanyaan –

pertanyaan secara kritis, hati-hati terhadap suatu keadaan yang bisa

menandakan peluang terjadinya salah saji, baik yang diakibatkan oleh fraud

maupun error. Seorang public accountant yang mempunyai perilaku skeptis,

tidak pernah percaya apapun hal yang dikatakan oleh klien begitu saja, namun

memberikan sebuah questions secara kritis untuk mendapatkan sebuah

keterangan, pembuktian, fakta, dan penegasan atas suatu obyek yang


56

dipersoalkan. Akuntan public yang tidak menerapkan sikap skeptisme

profesional sekedar mendapatkan kekeliruan dalam penyajian suatu laporan

keuangan bahkan akuntan publik merasa rumit didalam mendapatkan

kesalahan dalam penyajian suatu laporan keuangan yang disebabkan oleh

fraud, karena pelaku fraud sangat pintar menyembunyikan hal itu.

Hal ini dibuktikan dalam penelitian (Anggriawan, 2014; Hayati, 2019;

Noviyanti, 2008; Puspitasari, 2019; Raya, 2016; Triananda Hanum Harta,

2016) yang menyatakan bahwa skeptisme profesional berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

H1: Skeptisme Profesional berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

2. Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Kemampuan Auditor Dalam


Mendeteksi Kecurangan.
Menurut (Usman, 2014) pengertian pengalaman dalam Webster’s

Ninth New Collagiate Dictionary yaitu keterampilan atau pengetahuan yang

didapat dari suatu kejadian melalui observasi langsung maupun keikutsertaan

dalam kejadian tersebut. Selanjutnya diterangkan lebih detail lagi mengenai

pengalaman mampu meningkatkan dan memperluas keahlian seorang auditor

dalam melaksanakan suatu kegiatan. Pengalaman auditor merupakan

keutuhanan perjalanan yang diperoleh oleh seorang auditor dari kejadian-

kejadian yang pernah dialami pada perjalanan hidupnya (Kusumastuti, 2008).

Semakin berpengalamannya seorang auditor dalam melaksanakan suatu


57

kegiatan yang sama, pasti akan semakin berpengalaman, cekatan, dan

semakin tangkas dalam mengatasi pekerjaan tersebut.

Hal ini dibuktikan dalam penelitian (Arbaiti, 2018; Arsendy, 2017;

Sukma, 2020; Usman, 2014) yang menyatakan bahwa pengalaman auditor

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan.

Tetapi menurut penelitian (Hayati, 2019; Puspitasari, 2019)

menunjukkan bahwa pengalaman auditor tidak berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dibuat hipotesis sebagai

berikut:

H2: Pengalaman auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

3. Pengaruh Indepedensi terhadap Kemampuan Auditor Dalam


Mendeteksi Kecurangan.
Sikap independensi yaitu sikap yang menunjukkan keterbebas dari

segala pengaruh berbagai pihak, tidak dikontrol oleh berbagai pihak, dan

tidak terkait dengan klien. Dengan kata lain seorang auditor yang bersikap

independent merupakan seorang auditor yang tidak dikontrol dan dan tidak

dapat dipengaruhi oleh berbagai pihak eksternal atau dari luar diri seorang

auditor didalam menganalisis data atau memperkirakan suatu fakta pada

informasi yang telah didapatkan dalam proses pengauditan, serta objektif

dalam mengemukakan opini yang sesuai dengan fakta yang didapatkan


58

dengan apa adanya. Seorang auditor diwajibkan bersikap independen kepada

pihak siapapun disetiap melakukan tugasnya (Hartan, 2016). Auditor yang

memiliki independensi yaitu sikap yang melekat pada dirinya, yang

merupakan sikap yang tidak berpihak kepada siapapun dalam melakukan

pengauditan. Pihak yang terkait dengan financial statement akan

mempercayai pendapat yang diberikan oleh seorang auditor jika dirinya

bersikap independen.

Hal ini dibuktikan dalam penelitian (Linda Indrawati, 2019; Pamudji,

2009; Raya, 2016; Setiawan, 2018; Triananda Hanum Harta, 2016)

menyatakan bahwa independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Tetapi menurut penelitian yang dilakukan oleh (Arif, 2016; Prasetyo,

2013; Puspawati, 2019; Simanjuntak, 2015; Sukma, 2020) menunjukkan

bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dibuat

hipotesis sebagai berikut:

H3: Independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan.

4. Pengaruh Skeptisme, Pengalaman Auditor, Independensi terhadap


kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
Seorang auditor yang mengimplementasikan sikap skeptisme

profesional pada waktu memberikan pertanyaan dan melaksanakan proses

pengauditan, dengan tidak merasa cepat puas dengan fakta atas bukti audit
59

yang masih rendah persuasif-Nya dan hanya berpegangan pada keyakinan

bahwa manajemen dan bagian yang terikat senantiasa mempunyai pikiran

yang tajam atau kritis, kompeten, berperilaku andal, memiliki sikap yang

kukuh (Raya, 2016). Kenyataannya, skeptime professional dalam bidang

auditing sangat penting karena perusahan yang sudah go public atau

internasional dalam melakukan proses pengauditan mensyaratkan berlakunya

sikap yang skeptis didalam methodological pemeriksaan mereka, skeptisme

profesional merupakan suatu ketentuan yang harus dimiliki seorang auditor

yang terdapat didalam cost, skeptisme profesional adalah bagian dari

pembelajaran dan training bagi seorang auditor, acuan pendidikan dan

profesionalitas di bidang auditing yang memfokuskan pentingnya sikap

skeptis seorang auditor.

Menurut (Taufik, 2008) seorang auditor yang lebih banyak

pengalaman pada suatu keahlian mempunyai lebih banyak keadaan yang

tertanam di pikirannya dan mampu menumbuhkan suatu pengetahuan yang

baik mengenai kasus-kasus. Jadi dengan terdapatnya pengalaman kerja yang

semakin lama, seorang auditor diminta dapat semakin berkompeten dalam

penemuan fraud yang dialami oleh perusahaan klien. Dengan meningkatnya

pengalaman pemeriksaan financial statement, jumlah fraud yang ditemukan

oleh seorang auditor akan bertambah banyak

Seorang auditor juga diwajibkan bersikap independen kepada pihak

siapapun disetiap melakukan tugasnya (Hartan, 2016). Auditor yang memiliki

independensi yaitu sikap yang melekat pada dirinya, yang merupakan sikap
60

yang tidak berpihak kepada siapapun dalam melakukan pengauditan. Pihak

yang terkait dengan financial statement akan mempercayai pendapat yang

diberikan oleh seorang auditor jika dirinya bersikap independen. Berdasarkan

penjelasan tersebut, dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

H4: Skeptisme Profesional, Pengalaman Auditor, dan Independensi secara

stimultan (bersama-sama) berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.


61

BAB III
METODE PENELETIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian asosiatif kausal yang merupakan

hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi penelitian asosiatif kausal ini

bertujuan untuk melihat pengaruh, menguji teori dan mengetahui hubungan

antara variabel yang mempengaruhi (variabel independen) terdiri dari pengaruh

skeptime profesional, pengalaman auditor, dan independensi terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan sebagai variabel yang

dipengaruhi (variabel dependen). Dan proses penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

menganalisis suatu data dengan uji statistic, menyajikan data dalam bentuk

angka, dan saat menampilkan hasi dari uji statistic tersebut serta pada saat

pengambilan kesimpulan menjadi lebih akurat dan baik jika dilampirkan berupa

image, graphic, table. Dalam buku (Ibrahim, 2018) penelitian kuantitatif yakni

metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postivisme, yang dipakai untuk

meneliti populasi dan sample terpilih.

B. Objek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan pada September

2020 sampai dengan Desember 2020. Menurut (Sugiyono, 2017) objek

penelitian adalah peneliti menentukan suatu dari objek untuk dipelajari dan
62

nantinya akan diperoleh kesimpulan. Dalam penelitian ini yang menjadi objek

penelitiannya yaitu para auditor yang berada di Jabodetabek.

C. Jenis dan Sumber data


Menurut (Bungin, 2017; Sugiyono, 2019) data menurut sumbernya

terdapat 2 macam yakni:

1. Sumber data primer


Sumber data primer merupakan sumber yang diperoleh secara

langsung dari sumber data pertama di objek penelitian atau lokasi penelitian

(Bungin, 2017). Dalam penelitian ini data primer yang digunakan yaitu

metode survei berupa kuesioner yang disebar.

2. Sumber data sekunder


Sumber data sekunder merupakan data yang didapatkan dari perentara

yang berarti sumber yang didapat bukan secara langsung melainkan

didapatkan melalui pengumpul data (Sugiyono, 2019). Dalam penelitian ini

data sekunder yang digunakan berupa jurnal-jurnal, skripsi terdahulu, buku-

buku yang menujang dalam penyusunan skripsi ini.

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi berasal dari kata Bahasa inggris “population” yaitu jumlah

penduduk. Sehingga kata populasi sering kali dihubungkan oleh seseorang

dengan problem kependudukan selanjutnya kata populasi ini memiliki

perkembangan yang berarti universumd objek penelitian seperti manusia,

hewan, tumbuh-tumbuhan, gelaja nilai, peristiwa, gejala, dan sebaginya, jadi


63

disini semua yang termasuk objek penelitian bisa menjadi sumber data

penelitian (Bungin, 2017). Dalam buku (Sugiyono, 2017), Cooper, Donal

Shindler (2003) menyatakan bahwa “population is the total compendium of

factor almost which we bid to micturate any inference…. A population factor

is the subject on which the meansurement is being captivated It is the unit of

study. Populasi merupakan jumlah dari faktor yang dapat dijadikan wilayah

yang menyamaratakan. Faktor populasi ini dapat diartikan sebagai keutuhan

subyek yang nanti akan dinilai, yang merupakan unit yang diteliti(Sugiyono,

2019).

Populasi menurut (Sugiyono, 2019) merupakan wilayah umum seperti

subjek atau objek yang memiliki kuantitas serta memiliki ciri khas yang

diaplikasikan oleh peneliti untuk diamati atau dianalisis yang kemudian

dibuat kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah para auditor di

wilayah Jabodetabek.

2. Sampel
Menurut (Sugiyono, 2019) menyatakan bahwa sampel adalah bagian

dari jumlah dan ciri khas yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila sampel

penelitiannya berjumlah besar semakin sampel tersebut mendekati populasi,

sehingga peluang terjadinya keselahan generalisasi akan semakin rendah

sebaliknya jika sampel penelitiannya berjumlah kecil semakin sampel

tersebut menjauhi populasi, sehingga peluang terjadinya kesalahan

generalisasi akan semakin tinggi. Untuk itu sample yang diambil harus

menggunakan teknik pengambilan sample yang tepat dan baik agar diperoleh
64

sampel yang representative. Penelian ini menggunakan teknik pengambilan

sampel convenience sampling. Sampling convenience yaitu pengambilan

sampel yang dilakukan oleh peneliti dengan cepat dan mudah dari anggota

populasi yang tidak terbatas (Sugiyono, 2019). Teknik sampling convenience

ini digunakan oleh penulis karena untuk mempercepat dan mempermudah

untuk mendapatkan data atau informasi yang di butuhkan dalam skripsi ini.

Berdasarkan teknik pengambilan sampel ini maka responden dalam

penelitian ini yaitu auditor yang tidak dibatasi oleh jabatannya (patner,

manajer, auditor senior, supervisor dan auditor junior, auditor yang berprofesi

sebagai dosen, auditor pemerintah) di wilayah Jabodetabek.

Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan

rumus Lemeshow, hal ini dikarenakan jumlah populasi tidak diketahui atau

tidak terhingga. Berikut rumus Lemeshow, yakni:

𝑍1 − 𝑎⁄2 𝑷(𝟏 − 𝑷)
𝑛=
𝑑2

Keterangan :

n = Jumlah sampel

z = score z pada kepercayaan 95% = 1,96

p = maksimal estimasi = 0,5

d = alpha (0,10) atau sampling error = 10 %

Sehingga jika berdasarkan rumus tersebut, maka n yang didapatkan

adalah 96,04 = 100 orang, sehingga pada penelitian ini setidaknya penulis

harus mengambil data dari sampel sekurang-kurangnya sejumlah 100 orang.


65

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didapat atau dipengaruhi

berdasarkan jenis dan sumber data yang dibuat (Rachbini, 2020). Didalam

penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu:

1. Literatur kepustakaan
Teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan dan menelaah

sumber-sumber tertulis, seperti jurnal-jurnal, skripsi terdahulu, buku-buku

yang berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti yang meliputi

skeptisme profesionl, pengalaman auditor, independensi, dan kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan.

2. Kuesioner
Teknik pengumpulan data ini kuesioner yang berisi pertanyaan-

pertanyaan yang menyangkut tentang variabel penelitian yang digunakan

seperti skeptisme profesional, pengalaman auditor, independensi dan

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Kuesioner yang disebar

secara langsung maupun google form kepada responden auditor yang berada

di wilayah Jabodetabek. Dalam melakukan penyebaran kuesioner ini penulis

juga menambahkan surat keterangan yang diterbitkan oleh pihak kampus

sebagai alat pendukung untuk melakukan penyebaran kuesioner kepada

responden. Penulis juga memberikan petunjuk atau instruksi yang jelas agar

para responden dapat mengerti atau dengan mudah mengisi dalam kuesioner.

Responden diharapkan mengisi kuesioner tersebut dengan kejujurannya dan

menjawab keseluruhan dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam

kuesioner tersebut agar data penelitian ini dapat diolah dengan baik dan benar.
66

Responden juga diharuskan mengembalikan kuesioner yang telah dijawab.

Pengukuran kuesioner ini menggunakan skala likert yang berada dalam

gambar berikut ini:

Gambar 3. 1 Score Skala likert


Tabel ini digunakan untuk pertanyaan yang bersifat positif dan

berlaku untuk pertanyaan negative tetapi point yang dalam penilaiannya

berbeda. Sebagai contoh jika responden dalam pertanyaan negative

menjawab sangat setuju (ss) pointnya menjadi (1), jika menjawab setuju (s)

pointnya menjadi (2), dan poin 3 tetap yaitu netral, jika menjawab tidak setuju

(ts) pointnya menjadi (4) jika menjawabb sangat tidak sejutu (sts) pointnya

menjadi (5).

F. Operasional variabel penelitian


Operasi variabel adalah variabel- variabel yang digunakan oleh penulis

yang terdiri dari Skeptisme Profesional (X1), Pengalaman Auditor (X2), dan

Independensi (X3) sebagai variabel independen yang mempengaruhi

Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y) sebagai variabel

dependen.
67

1. Variabel independen
a. Skeptisme Profesional (X1)
Menurut SA 200 skeptisme profesional merupakan suatu perilaku

yang meliputi suatu pemikiran yang terus mempersoalkan atau

mengajukan pertanyaan –pertanyaan secara kritis, hati-hati terhadap suatu

keadaan yang bisa menandakan peluang terjadinya salah saji, baik yang

diakibatkan oleh fraud maupun error. Dan suatu evaluasi sangat

diperlukan pada keterangan bukti audit (Wiratmaja, 2016). Kenyataannya,

skeptime professional dalam bidang auditing sangat penting karena

perusahan yang sudah go public atau internasional dalam melakukan

proses pengauditan mensyaratkan berlakunya sikap yang skeptis didalam

methodological pemeriksaan mereka, skeptisme profesional merupakan

suatu ketentuan yang harus dimiliki seorang auditor yang terdapat didalam

SPAP.

b. Pengalaman Auditor
Pengalaman auditor merupakan keutuhanan perjalanan yang

diperoleh oleh seorang auditor dari kejadian-kejadian yang pernah dialami

pada perjalanan hidupnya (Kusumastuti, 2008). Menurut (Nahariah, 2011)

mengungkapkan bahwa seorang auditor yang pengalamannya cukup

banyak serta jam terbangnya tinggi akan lebih gampang mendeteksi

adanya fraud, sebab auditor tersebut sudah banyak menjumpai berbagai

kasus dibandingkan dengan auditor junior atau auditor yang belum

berpengalaman.
68

c. Independensi
Menurut (Saifudin dan Pamudji, 2004) menyatakan bahwa

independesi dalam auditing merupakan sebuah sikap yang tidak berpihak

kepada siapapun dalam menyelenggarakan proses pengauditan,

mempertimbangkan suatu bukti, mengevaluasi hasil laporan keuangan

yang telah diaudit, membuat laporan audit, dan memberikan pendapat atau

opini hasil audit. di standar audit yang sudah diatur mewajibkan seorang

akuntan publik untuk mempertahankan sikap independen di dalam dirinya.

Perihal ini sangat berarti untuk menjaga keyakinan public terhadap sikap

independensi yang dimilik oleh akuntan public. Keyakinan public akan

berkurang jika didapatkan fakta bahwa sikap yang independen yang

dimilik seorang akuntan publik telah berkurang (IAPI, 2008).

2. Variabel Dependen
a. Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
Menurut (Pamudji, 2009) menyatakan bahwa kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan juga berdasarkan pada kemauan dan

kesanggupan auditor dalam menemukan ada atau tidaknya kecurangan

pada suatu perusahaan atau organisasi tersebut. Menurut Mui (2010)

dalam (Usman, 2014) menyatakan bahwa tugas seorang auditor dalam

melakukan pendeteksia kecurangan tersebut merupakan tugas yang tidak

terduga atau tidak dirancang terlebih dahulu yang dimana seorang auditor

atau akuntan publik dituntut untuk mencari cara-cara yang cepat dan tepat
69

serta mengumpulkan keterangan-keterangan atau bukti-bukti dari berbagai

sumber.

Tabel 3. 1
Operasional Variabel
No Variabel Definisi Variabel Indikator Skala
1. Skeptisme Menurut SA 200 1. Question Mind Likert
Profesional skeptisme (Pola pikir yang (1-5)
(X1) profesional selalu bertanya-
merupakan suatu tanya).
perilaku yang 2. Suspension of
meliputi suatu Judgment
pemikiran yang (penundaan
terus pengambilan
mempersoalkan keputusan).
atau mengajukan 3. Search for
pertanyaan – Knowledge
pertanyaan secara (mencari
kritis, hati-hati pengetahun).
terhadap suatu 4. Interpersonal
keadaan yang bisa Understanding
menandakan (pemahaman
peluang terjadinya interpersonal).
salah saji, baik yang 5. Self Confidence
diakibatkan oleh (percaya diri).
fraud maupun 6. Self
error. Dan suatu determination
evaluasi sangat (keteguhan diri).
diperlukan pada (Anggriawan,
keterangan bukti 2014; Faradina,
audit tersebut 2016; Maulana
(IAPI, 2014) dalam Aji Prasetyo,
penelitian 2019; Muhalip,
(Wiratmaja, 2016) 2019; Noviyanti,
2008; Suraida,
2005; Triananda
Hanum Harta,
2016)
2. Pengalama Pengalaman auditor 1. Lamanya Likert
n Auditor merupakan bertugas atau (1-5)
(X2) keutuhanan berkerja sebagai
perjalanan yang auditor
diperoleh oleh 2. Banyaknya
seorang auditor dari penugasan yang
70

kejadian-kejadian diselesaikan
yang pernah dalam satu tahun.
dialami pada 3. Dapat
perjalanan mendeteksi
hidupnya kecurangan.
(Kusumastuti, 4. Mampu membuat
2008). keputusan.
5. Dapat
mengembangkan
karir.
6. Mampu
mengatasi
masalah.
(Aulia, 2013)
3. Independen Menurut 1. Independence in Likert
si (X3) (Arens,Loebbecke, Fact (1-5)
1991) dalam (Independensi
penelitian (Saifudin dalam fakta).
dan Pamudji, 2004) 2. Independence in
menyatakan bahwa appearance
independesi dalam (Independensi
auditing merupakan dalam
sebuah sikap yang penampilan).
tidak berpihak 3. Independence in
kepada siapapun competence
dalam (independensi
menyelenggarakan dalam keahlian).
proses pengauditan, (Halim, 2001;
mempertimbangkan Sofie & Nugroho,
suatu bukti, 2019; Triananda
mengevaluasi hasil Hanum Harta,
laporan keuangan 2016)
yang telah diaudit,
membuat laporan
audit, dan
memberikan
pendapat atau opini
hasil audit. di
standar audit yang
sudah diatur
mewajibkan
seorang akuntan
publik untuk
mempertahankan
sikap independen di
dalam dirinya.
71

4. Kemampua Kemampuan 1. Memahami Likert


n auditor auditor yaitu struktuk (1-5)
dalam kelihaian dan pengendalian
mendeteksi keahlian auditor internal.
kecurangan dalam melakukan 2. Memahami
(Y) pemeriksaa data, karakteristik
mengumpulkan terjadinya fraud.
bukti-bukti audit 3. Adanya standar
yang didapatkan pengauditan
dilapangan, untuk
membuat opini pendeteksian
audit, menilai fraud.
proses internal 4. Adanya
control, dan perkiraan-
mengevaluasi perkiraan bentuk
risiko. Jadi disini fraud yang
seorang public terjadi.
accountant atau 5. Indentifikasi
auditor ditutut indikator-
untuk mempunyai indikator fraud.
keahlian atau 6. Adanya susunan
kemampuan yang langkah –
demikian dan Langkah
mampu pendeteksian
memberikan kecurangan .
pelayanan jasanya 7. Menemukan
denan baik kepada faktor -faktor
suatu organisasi penyebab
atau perusahaan kecurangan.
tersebut (Triananda (Aulia, 2013)
Hanum Harta,
2016).

G. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini merupakan penelitian pendekatan kuantitatif yang

dimana metode analisis data dalam penelitian kuantitatif ini menggunakan

statistic. Metode statistik yang dipakai untuk menguji hipotesis dalam penelitian

ini dan untuk melihat pengaruh antara variabel independen dengan variabel

dependen yakni menggunakan metode regresi berganda (multiple regression)


72

dengan bantuan program SPPS versi 21.0, setelah semua data-data sudah

terkumpul dalam penelitian ini, maka dilakukan analis-analisis sebagai berikut:

1. Uji Instrumen penelitian


Uji instrument penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah

instrument penelitian yang digunakan sudah sesuai dengan ketentuan-

ketentuan sebagai alat ukur yang baik atau tidak. Instrument penelitian ini

dikatakan baik atau sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan jika instrument

penelitian itu validitas, dan reliabilitas

a. Uji Validitas
Uji validitas merupakan suatu pengukuran yang digunakan untuk

mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Menurut (Ghozali, 2018)

menyatakan bahwa suatu kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan-

pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner tersebut dapat menyatakan

sesuatu yang akan diukur dalam kuesioner tersebut. Validitas merupakan

sebuah ukuran yang menujukkan pernyataan atau kesimpulan yang dibuat

berdasarkan skor menurut angka menjadi sesuai. Pengujian instrument

penelitian ini dengan melihat nilai signifikansi 5% dan lalu dengan

membandingkan r hitung dengan r table, apabila r hitung > r table, maka

pertanyaan atau instrument tersebut dinyatakan valid.

b. Uji Reliabilitas
Menurut (Ghozali, 2018) mengungkapkan bahwa uji reliabilitas

merukapan uji atau alat ukur pada pertanyaan-pertanyaan yang terdapat

dalam kuesioner yang merupakan suatu indicator dari suatu variabel.


73

Kuesioner dikatakan handal atau reliabel jika seseorang tersebut

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner tersebut

dengan stabil atau konsisten dari waktu ke waktu.

Pengujian ini dilakukan dengan rumus atau metode Cronbach’s

Alpa yang merupakan patokan atau parameter yang dipakai untuk menilai

hubungan skala variabel yang ada dengan skala variable yang dibuat. Jika

nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,6, maka bisa dikatakan bahwa instrument

penelitan atau pertanyaan-pertanyaan yang terdapat didalam kuesioner itu.

Jika nilai alphanya mendekati angka 1 (satu) maka reliabilitasnya akan

semakin dipercaya (Ghozali, 2018).

Gambar 3. 2 Cronbach's Alpha Score

2. Uji Asumsi Klasik


a. Uji Multikolinieritas
Dalam penelitian ini uji multikolinieritas digunakan untuk menguji

apakah terdapat korelasi atau hubungan antar variabel independen

(skeptisme profesional, pengalaman auditor, dan independensi). Tidak

terjadinya hubungan atau korelasi antar variabel independen merupakan

model regresi yang baik atau ideal. Menurut (Ghozali, 2018) Pengujian

yang dilakukan pada model regresi dengan uji multikolinieritas ini dapat

menghitung atau melihat nilai VIF (Variance Inflantion Factori). Apabila


74

nilai tolerance > 0,10 atau nilai VIF < 10, maka dapat dinyatakan bahwa

model regresi tersebut dinyatakan ideal atau baik karena model regresi

tersebut tidak ada indikasi terjadinya multikolinieritas dan sebaliknya jika

nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF >10, maka dapat dinyatakan bahwa

model regresi tersebut tidak ideal atau tidak bagus karena model regresi

tersebut terjadi multikolinieritas.

b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas merupakan suatu pengujian yang bertujuan

untuk melihat apakah terdapat perbedaan varians residual dengan semua

pengamatan yang berada di model regresi. Homoskedastisitas yaitu nilai

variance dari residual antar pengamatan satu dengan pengamatan lainnya

itu konstan/tetap dan sebaliknya variance-Nya berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang memenuhi syarat atau dapat

dikatakan baik yaitu model regresi yang harus homoskedastisitas atau

tidak terjadi heterosdekastisitas

Menurut (Ghozali, 2018) untuk menguji terjadi atau tidak

terjadinya heterosdekastisitas dapat melihat scattet plot graphic ZPRED

(nilai prediksi variabel dependen) dengan SRESID (residual). Apabila

graphic scattet plot membentuk pola titik-titik tertentu maka terjadi

indikasi heteroskedastisitas dan sebaliknya apabila graphic scattet plot

membentuk pola titik yang tidak jelas serta pola titik-titik tersebut

menyebar diatas dan dibawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, maka tidak

terjadi heterosdekastisitas.
75

c. Uji Normalitas
Suatu variabel dependen, variabel independen ataupun kedua

variabel dalam model regresi dapat dinyatakan mempunyai distribusi data

yang normal dapat dilakukan pengujian menggunakan uji normalitas.

Distribusi data yang normal atau mendekati normal bisa dikatakan model

regresi itu baik. Uji normalitas ini dilakukan dengan nilai residualnya

bukan nilai masing-masing variabel. Menurut (Ghozali, 2018) untuk

menguji atau mendeteksi normalitas suatu data dapat menggunakan

analisis grafik dengan melihat normal probability plot yang

membandingkan distribusi kumulatif dengan distribusi normal. Distribusi

normal akan membentuk satu garis lurus diagonali. Apabila distribusi data

residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhya akan

mengikuti gari diagonalnya.

d. Uji Linearitas
Uji linearitas ini digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model

yang digunakan sudah benar atau tidak. Dengan menggunakan nilai

signifikan 0,05, jika nilai signifikan <0,05 maka dapat dikatakan

spesifikasi model tersebut sudah benar dan variabel penelitian tersebut

mempunyai hubungan yang linear (Ghozali, 2018).

3. Statistik Deskriptif
Menurut (Sugiyono, 2017) statistik deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan dan mendeskripsikan suatu objek yang akan diteliti melalui


76

populasi atau data sampel. Suatu deskripsi atau gambaran data pada uji

statistic ini dapat kita lihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,

maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan swekness (kemencengan

distribusi) (Ghozali, 2018).

4. Uji Hipotesis
a. Uji Statistik F
Uji statistitik f ini digunakan untuk mengetahui apakah secara

stimultan (bersama-sama) skeptisme profesional, pengalaman auditor,

independensi (variabel independen) berpengaruh terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan (variabel dependen). (Ghozali,

2018). Uji statistic F ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai

signifikan sebesar 0,05 taraf signifikan. Jika nilai signifikansinya lebih

kecil dari 0,05 dapat dikatakan bahwa varibel independen bisa

mempengaruhi variabel dependen secara signifikan dan hipotesis tersebut

dapat diterima. Sebaliknya jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05

dapat dikatakan variabel independen secara bersama sama(stimultan) tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

Lalu untuk melihat apakah variabel independen secara stimultan

(bersama-sama) berpengaruh terhadap variabel dependen dapat melihat

perbandingan F hitung > F table maka dapat dikatakan secara stimultan

(bersama-sama) variabel independen berpengaruh terhadap variabel

dependen. Sebaliknya jika F hitung < F table maka dapat dikatakan secara
77

stimultan(bersama-sama) tidak memiliki pengaruh apapun terhadap

variabel dependen.

b. Uji Konfisien Derteminasi (𝑹𝟐 )


Uji konfisien determinasi (𝑅 2 ) dipakai untuk mengurukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menjelaskan variasi variabel dependen.

Nilai konfisien determinasi yakni antara 0 dan 1(Ghozali, 2018). Menurut

(Ghozali, 2018)Jika nilai konfisien determinasinya mendekati 1 maka

dapat dinyatakan variabel independen dapat memberikan hamper semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen, dan

dalam mengevaluasi regresi linear berganda dapat menggunakan

konfisien determinasi yang terletak Adjusted R-square.

c. Uji Statistik t (Uji signifikan Parameter Individual)


Uji statistic t umumnya digunakan untuk menguji seberapa besar

pengaruh satu variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali,

2018). Uji statistic t ini dapat dilakukan dngan cara melihat nilai signifikan

0,05. Jika nilai signifikan <0,05 maka dapat dikatakan variabel independen

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen atau

hipotesis dapat diterima.

Selain itu uji statistik t dapat dilakukan dengan cara

membandingkan t hitung dengan t table. Jika t hitung > t table maka dapat

dikatakan Ho ditolak dan sebaliknya jika t hitung < t table maka dapat

dikatan Ho tidak ditolak.


78

d. Analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis)


Analisis regresi berganda merupakan studi mengenai ketergantungan

variabel dependen dengan suatu atau lebih variabel independen (Ghozali,

2018). Menurut (Rachbini, 2020) Analisis Regresi berganda bertujuan untuk

menguji pengaruh antara variabel independen (skeptisme profesional,

pengalaman auditor, dan indepensi) terhadap variabel dependen (kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan). Persamaan matematika dari regresi

berganda yang digunakan dalam penelitian ini, adalah;

Y= a+ 𝒃𝟏 𝑿𝟏 + 𝒃𝟐 𝑿𝟐 + 𝒃𝟑 𝑿𝟑 + e

Keterangan:

Y = Kemamuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

a = Bilangan konstanta

b1,b2,b3 = Konfisien regresi

X1 = Skeptisme Profesional

X2 = Pengalaman Auditor

X3 = Independensi

e = error
79

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian


1. Tempat dan Waktu Penelitian
Data hasil penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan

instrument kuesioner yang telah disebar melalui google form. Responden

dalam penelitian ini para auditor yang tidak dibatasi oleh jabatannya (patner,

manajer, supervisor, auditor senior, auditor junior, auditor yang berprofesi

sebagai dosen, dan auditor pemerintah) yang berada di wilayah Jabodetabek.

Proses penyebaran kuesioner dan pengembalian kuesioner melalui google

form yang dimulai dari bulan November 2020 sampai dengan Januari 2021

Gambaran mengenai data sampel ini dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1
Data Sampel Penlitian
No Keterangan Jumlah Persentase
1 Kuesioner yang disebar 115 100%
2 Kuesioner yang tidak kembali 6 5,2%
3 Kuesioner yang dapat diolah 109 100%
n sampel yang tidak kembali = 6
Responden Rate = (109/115) *100% = 94,8%
Sumber: Data primer yang diolah, 2021

Kuesioner yang di sebar oleh peneliti 115 kuesioner. Kuesioner yang

tidak kembali berjumlah 6 kuesioner atau 5,2 %, sehingga kuesioner yang

dapat diolah sebanyak 109 kuesioner atau 94,8%.


80

2. Karakteristik Profil Responden


Responden dalam penelitian ini yaitu auditor yang tidak dibatasi oleh

jabatannya (Patner, Manager, Supervisor, Auditor Senior, Auditor

Junior,Auditor Pendidik, dan Auditor Pemerintah) yang berada di wilayah

Jabodetabek, yang diharapkan mampu memberikan informasi terkait variabel

penelitian yakni skeptisme profesional, pengalaman auditor, independensi,

dan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Berikut yang

disajikan dalam table deskripsi identitas reponden yang meliputi nama KAP,

jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, jabatan, pengalaman kerja,

penugasan selama 1 tahun.

a. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Profil responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini

dibagi menjadi dua, yaitu; 1) Laki-laki, 2) Perempuan.Gambaran profil

responden berdasarakan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel 4.2 di

bawah ini yaitu:

Tabel 4.1
Jenis Kelamin
Responden Berdasar
Jenis Kelamin Persentase
Jenis Kelamin
Laki – laki 48 44%
Perempuan 61 56%
Jumlah 109 100%
Sumber : Data Primer yang diolah, 2021

Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa 48 responden atau

44% jumlahnya adalah laki-laki, dan 61 responden atau 56% jumlahnya


81

adalah perempuan. Dan dapat dilihat dari data responden tersebut bahwa

responden perempuan lebih banyak dibandingkan responden laki – laki.

b. Profil Responden Berdasarkan Umur


Dalam penelitian, responden berdasarkan umur dapat dibagi

menjadi 4 bagian yaitu; 1) 18-25 Tahun, 2) 26-34 Tahun, 3) 35-45 Tahun,

4) > 45 Tahun. Gambaran profil responden berdasarkan umur dapat dilihat

dalam tabel 4.3.

Tabel 4. 2
Umur
Kategori Responden Berdasar Usia Persentase
18 – 25 Tahun 40 37%
26 – 34 Tahun 46 42%
35 - 45 Tahun 19 17%
> 45 Tahun 4 4%
Jumlah 109 100%
Sumber: Data primer yang diolah, 2021

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa responden

yang berusia 18-25 Tahun berjumlah 40 responden atau 37%, responden

yang berusia 26-25 Tahun berjumlah 46 responden atau 42%, responden

yang berusia 35-45 Tahun berjumlah 19 responden atau 17% dan

responden yang berusia > 45 Tahun berjumlah 4 responden atau 4%. Dari

data responden disimpulkan bahwa pegawai yang bekerja sebagai auditor

yang terbanyak berumur antara 26 sampai 34 sebanyak 46 responden atau

42%.
82

c. Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir


Responden berdasarkan pendidikan terakhir dibagi menjadi 4

bagian yaitu; 1) D3, 2) S1, 3) S2, dan 4) S3. Gambaran profil responden

berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.3
Pendidikan Terakhir

Responden Berdasar
Jenjang Pendidikan Persentase
Pendidikan Akhir
D3 1 1%
S1 70 64%
S2 36 33%
S3 2 2%
Jumlah 109 100%
Sumber : Data primer yang diolah, 2021

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa responden

yang memiliki pendidikan terakhir D3 berjumlah 1 responden atau 1%,

responden yang memiliki pendidikan terakhir S1 berjumlah 70 responden

atau 64%, responden yang memiliki pendidikan terakhir S2 berjumlah 36

responden atau 33% dan responden yang memiliki pendidikan terakhir S3

berjumlah 2 responden atau 2%. Dari data responden tersebut dapat

disimpulkan bahwa pegawai yang bekerja sebagai auditor didominasi oleh

auditor yang memiliki pendidikan terakhir S1 sebanyak 70 responden atau

64%.
83

d. Profil Responden Berdasarkan Jabatan atau Posisi


Pada penelitian ini, Responden berdasarakan posisi atau jabatan

dibagi menjadi 7 bagian yaitu; 1) Patner, 2) Manajer, 3) Supervisor, 4)

Senior, 5) Junior, 6) Auditor Pendidik, dan 7) Auditor Pemerintah.

Gambaran profil responden berdasarkan jabatan atau posisi dapat dilihat

pada tabel 4.5.

Tabel 4.5
Jabatan atau Posisi

Responden berdasar
Kategori Persentase
Jabatan atau Posisi
Patner 1 1%
Manajer 2 2%
Supervisor 6 6%
Senior 53 49%
Junior 39 36%
Auditor Pendidik 2 2%
Audiitor Pemerintah 6 6%
Jumlah 109 100%
Sumber : Data primer yang diolah, 2021

Pada tabel 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa responden dengan

kategori jabatan atau posisi patner ada 1 orang atau 1% responden, posisi

manajer ada 2 orang atau 2%, jabatan supervisor 6 orang atau 6%, posisi

senior 53 orang atau 49%, jabatan junior ada 39 orang atau 36%, jabatan

audior pendidik 2 orang atau 2%, dan posisi auditor pemerintah ada 6

orang atau 6%. Dari profil responden berdasarkan jabatan atau posisi

didominisi oleh jabatan senior sebanyak 53 orang atau 49%, dan posisi

dengan kategori patner yang paling minimal sebanyak 1 orang atau 1%.
84

e. Profil Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja


Penelitian profil responden berdasarkan pengalaman kerja dibagi

menjadi 4 bagian yaitu; 1) 1-3 Tahun, 2) 4-6 Tahun, 7-10 Tahun dan 4) >

10 Tahun. Gambaran profil responden berdasarkan pengalaman kerja

dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6
Pengalaman kerja
Kategori Responden Pengalaman Kerja Persentase
1 - 3 Tahun 40 37%
4 - 6 Tahun 24 22%
7 - 10 Tahun 39 36%
> 10 Tahun 6 6%
Jumlah 109 100%
Sumber : Data primer yang diolah, 2021

Tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa responden berdasarkan

pengalaman kerja 1-3 Tahun sebanyak 40 orang atau 37%, pengalaman

kerja 4-6 Tahun sebanyak 24 orang atau 22%, pengalaman kerja 7-10

Tahun sebanyak 39 orang atau 36 %, dan pengalaman kerja di atas 10

Tahun sebanayak 6 orang atau 6%. Jadi dapat disimpulkan bahwa profil

responden berdasarkan pengalaman kerja didominasi dengan pengalaman

kerja 1-3 Tahun sebanyak 40 orang atau 37%, dan pengalaman kerja yang

minimal di atas 10 Tahun sebanyak 6 orang atau 6%.


85

f. Profil Responden Berdasarkan Banyaknya Penugasan Selama 1


Tahun
Profil responden berdasarkan banyaknya penugasan selama 1

tahun dibagi menjadi 4 bagian yaitu; 1) 1-3 Tugas, 2) 4-6 Tugas, 7-10

Tugas dan 4) > 10 Tugas. Gambaran profil responden berdasarkan

banyaknya penugasan selama 1 Tahun dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7
Banyaknya penugasan selama 1 Tahun

Responden Berdasara Banyaknya


Kategori Presentase
Penugasan Selama 1 Tahun
1 - 3 Tugas 30 28%
4 - 6 Tugas 30 28%
7 - 10 Tugas 41 38%
> 10 Tugas 8 7%
Jumlah 109 100%
Sumber : Data primer yang diolah, 2021

Pada tabel 4.7 di atas, responden berdasarkan banyaknya

penugasan selama 1 Tahun dengan 1-3 Tugas ada 30 orang atau 28%,

penugasan selama 1 Tahun dengan 4-6 Tugas ada 30 orang atau 28%,

penugasan selama 1 Tahun dengan 7-10 Tugas sebanyak 41 orang atau

38%, dan penugasan selama 1 Tahun di atas 10 Tugas sebanyak 8 orang

atau 7%. Dari data tabel 4.7 di atas dapat disimpulkan bahwa responden

berdasarkan banyaknya penugasan selama 1 Tahun didominasi dengan 7-

10 Tugas sebanyak 41 orang atau 38%, sedangkan yang paling sedikit

penugasan selama 1 Tahun yaitu di atas 10 Tahun ada 8 orang atau 7%.
86

B. Analisis Hasil Penelitian


1. Uji Validitas dan Uji reliabilitas
Untuk melihat deskripsi data isntrumen penelitian dapat dilakukan

dengan uji validitas dan uji realibilitas dalam melihat kevalidan dan

kekonsistenan data.

a. Uji Validitas
Dalam uji instrument penelitian dapat dilakukan dengan uji

validitas. Uji validitas yaitu suatu pengukuran yang digunakan dalam

mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Uji validitas instrument

penelitian kuisioner dilihat berdasar nilai signifikansi 5% dan lalu dengan

membandingkan r hitung dengan r tabel, apabila r hitung > r tabel, maka

pertanyaan atau instrument tersebut dinyatakan valid. Uji validitas variabel

X1 Skeptisme Profesionalisme, X2 Pengalaman Auditor, X3 Idependensi,

dan Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y).

1. Uji Validitas Variabel Skeptisme Profesionalisme (X1)


Variabel skeptisme profesional (X1) merupakan variabel yang

melihat perilaku pemikiran yang terus menerus mempersoalkan dan

bertanya kritis, hati-hati terhadap keadaan yang bisa menandakan

peluang salah saji akibat fraud atau error, dan pengevalausian terhadap

bukti audit. Variabel X1 skeptisme professional dengan indikator 10

pernyataan , untuk uji validitas diberikan notasi X1.1 sampai dengan

X1.10. dapat dilihat pada tabel 4.8.


87

Tabel 4.8
Uji Validitas X1 Skeptime Professional
Variabel
X1 r. Hitung Simbol r. Tabel Hasil Uji validitas
X1.1 ,597** > 0,1882 Valid
**
X1.2 ,553 > 0,1882 Valid
**
X1.3 ,471 > 0,1882 Valid
X1.4 ,583** > 0,1882 Valid
**
X1.5 ,590 > 0,1882 Valid
X1.6 ,504** > 0,1882 Valid
**
X1.7 ,661 > 0,1882 Valid
**
X1.8 ,693 > 0,1882 Valid
X1.9 ,582** > 0,1882 Valid
**
X1.10 ,548 > 0,1882 Valid
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21

Dari Tabel di atas dapat disimpulkan variabel skeptisme

profesional (X1) dengan 10 indikator pernyataan dari X1.1 sampai

dengan X1.10 dinyatakan valid, karena r hitung lebih besar dari tabel,

apabila r hitung > r tabel maka syhai (valid). Untuk indikator

pernyataan X1.1 r hitung > r tabel = ,597** > 0,1882, X1.2 r hitung > r

tabel = ,553** > 0,1882, X1.3 r hitung > r tabel = ,471** > 0,1882,

X1.4 r hitung > r tabel = ,583** > 0,1882, X1.5 r hitung > r tabel =

,590** > 0,1882, X1.6 r hitung > r tabel ,504** > 0,1882, X1.7 r hitung

> r tabel = ,661** > 0,1882, X1.8 r hitung > r tabel = ,693** > 0,1882,

X1.9 r hitung > r tabel ,582** > 0,1882, X1.10 r hitung > r tabel =

,548** > 0,1882.


88

2. Uji Validitas Variabel Pengalaman Auditor (X2)


Pengalaman Auditor (X2) merupakan pengalaman perjalanan

yang diperoleh oleh seorang auditor dari kejadian-kejadian yang pernah

dialami pada perjalanan hidupnya memeriksa laporan keuangna atau

melakukan audit Pengalaman auditor (X2) sebagai variabel memilkiki

indikator 6 pernyataan , untuk uji validitas diberikan notasi X2.1 sampai

dengan X2.6 pada tabel 4.9.

Tabel 4.9
Uji Validitas X2 Pengalaman Auditor
Variabel X2 r. Hitung Simbol r. Tabel Hasil Uji validitas
**
X2.1 ,821 > 0,1882 Valid
X2.2 ,762** > 0,1882 Valid
**
X2.3 ,693 > 0,1882 Valid
X2.4 ,815** > 0,1882 Valid
**
X2.5 ,822 > 0,1882 Valid
X2.6 ,600** > 0,1882 Valid
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21

Pada tabel 4.9 disimpulkan variabel pengalaman auditor yang

memiliki 6 indikator pernyataan dari X2.1 sampai dengan X2.6

dinyatakan valid, karena r hitung lebih besar dari r tabel, apabila r

hitung > r tabel maka ke validitasannya syhai. Untuk indikator

pernyataan X2.1 r hitung > r tabel = ,821** > 0,1882, X2.2 r hitung >

r tabel = ,762** > 0,1882, X2.3 r hitung > r tabel = ,693** > 0,1882,

dan X2.4 r hitung > r tabel = ,815** > 0,1882, X2.5 r hitung > r tabel =

,822** > 0,1882, dan X2.6 r hitung > r tabel = ,600** > 0,1882.
89

3. Uji Validitas Variabel Idependensi (X3)


Variabel Idependensi (X3) independesi dalam auditing

merupakan sikap yang tidak berpihak kepada siapapun dalam

penyelenggaraan proses pengauditan, pertimbangan bukti, evaluasi

hasil laporan keuangan audit, membuat laporan audit, dan memberikan

pendapat atau opini hasil audit. standar audit mewajibkan seorang

akuntan publik untuk mempertahankan sikap independen di dalam

dirinya. Sikap idepedensi dilakukan oleh auditor dalam pernyataan

ketidak berpihakan terhadap unsur apapun dalam proses auditnya mulai

dari diselenggarakannya audit sampai tahpa evaluasi dan opini. Uji

Validitas Idependensi (X3) mempunyai indikator 9 pernyataan, untuk

uji validitas diberikan notasi X3.1 sampai dengan X3.9. Gambaran dari

Uji Validitas idepedensi dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10
Uji Validitas X3 Idependensi
Variabel X3 r. Hitung Simbol r. Tabel Hasil Uji validitas
**
X3.1 ,723 > 0,1882 Valid
**
X3.2 ,725 > 0,1882 Valid
X3.3 ,623** > 0,1882 Valid
**
X3.4 ,718 > 0,1882 Valid
X3.5 ,612** > 0,1882 Valid
**
X3.6 ,723 > 0,1882 Valid
X3.7 ,732** > 0,1882 Valid
**
X3.8 ,656 > 0,1882 Valid
**
X3.9 ,499 > 0,1882 Valid
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21

Pada tabel 4.10 di atas disimpulkan variabel Idependensi (X3)

mempunyai 9 indikator pernyataan dari X3.1 sampai dengan X3.9

dinyatakan valid, karena r hitung lebih besar dari r tabel. Untuk


90

indikator pernyataan X3.1 r hitung > r tabel = ,723** > 0,1882, X3.2 r

hitung > r tabel = ,725** > 0,1882, X3.3 r hitung > r tabel = ,623** >

0,1882, X3.4 r hitung > r tabel = ,718** > 0,1882, X3.5 r hitung > r

tabel = ,612** > 0,1882, X3.6 r hitung > r tabel ,723** > 0,1882, X3.7

r hitung > r tabel = ,732** > 0,1882, X1.8 r hitung > r tabel = ,656**

> 0,1882, dan X3.9 r hitung > r tabel ,499** > 0,1882.

4. Uji Validitas Variabel Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi


Kecurangan (Y)
Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y)

kelihaian dan keahlian auditor pemeriksaa data, mengumpulkan bukti-

bukti audit yang didapatkan dilapangan, membuat opini audit, menilai

proses internal control, dan mengevaluasi risiko dan mampu

memberikan pelayanan jasanya denan baik kepada suatu organisasi atau

perusahaan tersebut. Variabel Y Kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan dengan indikator 7 pernyataan , untuk uji validitas

diberikan notasi Y.1 sampai dengan Y.7 dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11
Uji Validitas Kemampuan Auditor
Dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)

Variabel Y r. Hitung Simbol r. Tabel Hasil Uji validitas


Y.1 ,604** > 0,1882 Valid
**
Y.2 ,540 > 0,1882 Valid
**
Y.3 ,774 > 0,1882 Valid
Y.4 ,579** > 0,1882 Valid
**
Y.5 ,678 > 0,1882 Valid
**
Y.6 ,742 > 0,1882 Valid
**
Y.7 ,576 > 0,1882 Valid
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21
91

Dari tabel 4.11 disimpulkan variabel kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan sebagai Variabel Y, mempunyai 7 indikator

pernyataan dari Y.1 sampai dengan Y7 dinyatakan valid, karena r

hitung dengan r yaitu r hitung > r tabel maka disebut syahi. Untuk

indikator pernyataan Y.1 r hitung > r tabel = ,604** > 0,1882, Y.2 r

hitung > r tabel = ,540** > 0,1882, Y.3 r hitung > r tabel = ,774** >

0,1882, Y.4 r hitung > r tabel = ,579** > 0,1882, Y.5 r hitung > r tabel

= ,678** > 0,1882, Y.6 r hitung > r tabel ,742** > 0,1882, dan Y.7 r

hitung > r tabel = ,576** > 0,1882

b. Uji Reliabilitas
Uji atau alat ukur pada pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan

pernyataan yang terdapat dalam kuesioner yang merupakan indikator

variabel secara konsisten setiap butirnya disebut Uji reliabilitas. Dengan

nilai pengukuran Cronbach’s Alpa sebagai parameter menilai hubungan

skala variabel yang ada dengan skala variable yang dibuat, Kuesioner

dikatakan handal atau reliabel jika seseorang tersebut menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner tersebut dengan

stabil atau konsisten dari waktu ke waktu.Jika nilai Cronbach’s Alpha ≥

0,6, maka bisa dikatakan bahwa instrument penelitan semakin dipercaya .

Uji reliabilitas variabel skeptisme professional X1, variabel pengalaman

auditor X2, variabel idependensi X3, dan variabel kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan sebagai Variabel Y dapat dilihat pada tabel

4.12
92

Tabel 4.12
Uji Reliabilitas Variabel X1, Variabel X2, Variabel X3, dan Variabel Y
Cronbach's Cronbach's
Variabel Simbol Keterangan
Alpha hitung Alpha Tabel
X1 0,774 > 0, 600 Reliable
Very
X2 0,850 > 0, 600
Reliable
Very
X3 0,846 > 0, 600
Reliable
Y 0,764 > 0, 600 Reliable
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21

Dari tabel di atas disimpulkan uji reliabilitas variabel X1, Variabel

X2, Variabel X3, dan Variabel Y memiliki nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,6.

Variabel X1 Skeptisme Profesional dengan nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,6,

= ,882 ≥ 0,600 Very Reliable, Variabel X2 Pengalaman Auditor nilai

Cronbach’s Alpha ≥ 0,6, = ,882 ≥ 0,600 Reliable, Variabel X3

Idependensi dengan nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,6, = ,872 ≥ 0,600 Very

Reliable, dan Variabel Y variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan dengan nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,6, = ,737 ≥ 0,600

Reliable.

2. Uji Asumsi Klasik


a. Uji Multikolinieritas
Dalam menguji apakah terdapat korelasi atau hubungan antar

variabel independen (skeptisme profesional, pengalaman auditor, dan

independensi). Jika tidak terjadinya hubungan atau korelasi antar variabel

independen merupakan model regresi yang baik atau ideal. Dan uji

multikolinieritas dilakukan dengan menghitung atau melihat nilai VIF


93

(Variance Inflantion Factori). Apabila nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF

>10, maka model regresi tidak ideal atau tidak bagus terjadi

multikolinieritas. Uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13
Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Model Coefficients Coefficients t Sig. Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 4,131 1,316 3,139 ,002
Skeptisme
,165 ,060 ,222 2,731 ,007 ,285 3,514
Profesional
Pengalaman 10,06
,557 ,055 ,612 ,000 ,508 1,969
Auditor 3
Idependensi ,117 ,050 ,160 2,311 ,023 ,393 2,547
a. Dependent Variable: Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan
Data primer yang diolah, SPSS.21

Dari Tabel 4.13 Uji Multikolinieritas dapat disimpulkan bahwa

Berdasar hasil analisis multikulinearitas tidak terdapat Multikolinieritas

yang berarti antara masing-masing variabel independent yaitu Skeptiseme

professional (X1), Pengalaman Auditor (X2) dan Idepedensi (X3), dalam

model regresi karena nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan Nilai VIF

lebih kecil dari 10,00 tidak terjadi multikulioneritas. Pada variabel X1

Nilai Tollerance 0,285 > 0,100 dan Nilai VIF 3.514 < 10,00, Variabel X2

Nilai tollarance 0,508 > 0,100 dan Nilai VIF 1,969 < 10,00, dan Variabel

X3 Nilai Tolerance 0,393 > 0,100 dan Nilai VIF 2,547 < 10,00.

b. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heterokedasitas untuk mengetahui apakah antara variabel

indepen mempunyai pengaruh yang signifikan dengan nilai residulanya

dengan nilai variance residual antar pengamatan satu dengan pengamatan


94

konstan disebut Homoskedastisitas, serta variance-Nya berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi dikatakan baik yaitu model regresi tidak

terjadi heterosdekastisitas dan harus homoskedastisitas. Dan apabila

graphic scattet plot terdapat pola titik-titik tertentu maka terjadi indikasi

heteroskedastisitas, jika graphic scattet plot ada pola titik yang tidak jelas

serta pola titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada

sumbu Y, maka tidak terjadi heterosdekastisitas. Uji heteroskedastisitas

dapat dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.14
Uji Heteroskedastisitas
Correlations
Skeptisme Pengalaman Unstandardized
Profesional Auditor Idependensi Residual
Spearman's Skeptisme Correlation
1,000 ,701** ,799** ,032
rho Profesional Coefficient
Sig. (2-
,000 ,000 ,738
tailed)
N 109 109 109 109
Pengalaman Correlation
,701** 1,000 ,574** ,017
Auditor Coefficient
Sig. (2-
,000 ,000 ,864
tailed)
N 109 109 109 109
Idependensi Correlation
,799** ,574** 1,000 ,043
Coefficient
Sig. (2-
,000 ,000 ,654
tailed)
N 109 109 109 109
Unstandardi Correlation
,032 ,017 ,043 1,000
zed Residual Coefficient
Sig. (2-
,738 ,864 ,654
tailed)
N 109 109 109 109
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Data primer yang diolah, SPSS.21

Dari tabel di atas dapat disimpulkan semua preditor nilai residual

> 0,05 dan dengan nila Sig. (2-tailed) X1 0,738 >0,05, X2 > 0,864 > 0,05,
95

dan X3 0,654 > 0,05, maka model regresi Homogen atau terbebas dari

heteroskedastisitas.

c. Uji Normalitas
Uji normalitas dilihat dari normal probability plot yang

membandingkan distribusi kumulatif dengan distribusi normal. Distribusi

residual normal akan membentuk satu garis lurus diagonal. Uji normalitas

dapat dilihat pada gambar 4.1

Gambar 4.1
Uji Nomalitas

Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21

Dari gambar di atas disimpulkan data berdistribusi normal karena

titik titik menyebar mengikuti garis diagonal, maka data dapat dilanjutkan

dalam model regresi.

Atau untuk kenormalitasan data dilakukan dengan uji one sample

Kolmogrov yaitu uji data berdistribusi normal jika (asymp. Sig 2-tailed)

berada di atas 0,05 atau > 0,05. Uji normalitas dengan one sample

kolmogrov smirnov dapat dilihat pada tabel 4.15


96

Tabel 4.15
Uji Nomalitas dengan one sample kolmogrov smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kemampuan
Auditor
Skeptisme Pengalaman Mendeteksi
Profesional Auditor Idependensi Kecurangan
N 109 109 109 109
Normal Mean 39,87 24,17 36,61 28,43
Parametersa,b Std.
4,085 3,332 4,154 3,032
Deviation
Most Absolute ,080 ,085 ,086 ,116
Extreme Positive ,080 ,071 ,086 ,082
Differences
Negative -,052 -,085 -,057 -,116
Kolmogorov-Smirnov Z ,838 ,890 ,898 1,208
Asymp. Sig. (2-tailed) ,484 ,407 ,395 ,108
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21

Dari tabel 4.15 di atas disimpulkan data berdistribusi normal

karena nilai asymp Sig (2-tailed) > 0,05 yaitu X1 0,484 > 0,05, X2 0,407

> 0,05, dan X3 0,395 > 0,05.

d. Uji Linearitas
Uji linearitas melihat model yang digunakan sudah benar atau tidak

dalam melihat hubungan linearitas, dengan mnilai signifikan 0,05, jika

nilai signifikan < 0,05 maka spesifikasi model sudah benar dan variabel

penelitian tersebut mempunyai hubungan yang linear. Uji linearitas dapat

dilihat pada tabel 4.16


97

Tabel 4.16
Uji Linearitas
ANOVA Table

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Kemampuan Between (Combined)
Auditor Groups 638,119 19 33,585 8,429 ,000
Mendeteksi
Kecurangan Linearity 597,891 1 597,891 150,057 ,000
* Skeptisme
Profesional Deviation from
Linearity
40,228 18 2,235 ,561 ,918

Within Groups 354,615 89 3,984


Total 992,734 108

Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21

Dari tabel 4.16 Uji linearitas di atas dapat disimpulkan nilai

signifikasi > 0,05 atau 0,918 > 0,05, sehingga model regresi linear.

3. Statistik Deskriptif
Gambaran deskripsi objek yang akan diteliti melalui populasi atau

data sampel, deskripsi atau gambaran data pada uji statistic dilihat dari mean,

standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan

swekness serta kemencengan distribusi merupakan statistik deskritif. Statistik

deskritif dapat dilihat pada tabel 4.17


98

Tabel 4.17
Statistik Deskritif

Descriptive Statistics

N Rang Min Maxi Sum Mean Std. Varian Skewness Kurtosis


e imu mum Deviati ce
m on

Statistic Statis Stati Stati Statisti Statisti Statistic Statisti Statistic Std. Statistic Std.
tic stic stic c c c Error Error

Skeptisme 109 20 30 50 4346 39,87 4,085 16,687 ,343 ,231 ,018 ,459
Profesional
Pengalaman 109 13 17 30 2634 24,17 3,332 11,102 -,155 ,231 -,712 ,459
Auditor

Idependensi 109 18 27 45 3990 36,61 4,154 17,260 -,050 ,231 -,478 ,459

Kemampuan 109 14 21 35 3099 28,43 3,032 9,192 -,196 ,231 -,519 ,459
Auditor
Mendeteksi
Kecurangan
Valid N 109
(listwise)
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21

Dari data di atas Jumlah responden 109 untuk X1 dengan nilai range

20, nilai minimum 30 dan nilai maksimum 50 dengan sum 4346, mean 39,87,

standar deviasi 4,085, variance 16,687, dengan skewness 0,231, kurtosis

0,459. Untuk X2 nilai range 13 nilai minimum 17 dan nilai maksimum 30

dengan sum 2634, mean 24,17, standar deviasi 3,3325, variance 11,102,

dengan skewness 0,231, kurtosis 0,459. Dan untuk X3 nilai range 18 nilai

minimum 27 dan nilai maksimum 45 dengan sum 3990, mean 36,61 standar

deviasi 4,154, variance 17,260, dengan skewness 0,231, kurtosis 0,459. Serta

Y nilai range 14 nilai minimum 21 dan nilai maksimum 35 dengan sum 3099,
99

mean 28,43 standar deviasi 3,032, variance 9,912, dengan skewness 0,231,

kurtosis 0,459.

C. Pengujian Hipotesis
a. Uji Statistik F
Taraf signifikan dalam Uji statistic F sebesar 0,05, jika nilai

signifikansinya < 0,05 maka varibel independen mempengaruhi variabel

dependen secara signifikan dan hipotesis t diterima. Sebaliknya jika nilai

signifikansinya > 0,05 variabel independen secara bersama sama

(stimultan) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Untuk melihat

variabel independen secara stimultan (bersama-sama) berpengaruh

terhadap variabel dependen dengan F hitung > F tabel secara stimultan

(bersama-sama) variabel independen berpengaruh terhadap variabel

dependen. Sebaliknya jika F hitung < F tabel maka secara

stimultan(bersama-sama) tidak memiliki pengaruh apapun terhadap

variabel dependen. Uji statistik F dilihat pada tabel 4.18

Tabel 4.18
Uji Statistik F
ANOVAa

Mean
Model Sum of Squares df Square F Sig.
1 Regression 796,852 3 265,617 142,380 ,000b
Residual 195,882 105 1,866
Total 992,734 108
a. Dependent Variable: Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan
b. Predictors: (Constant), Idependensi, Pengalaman Auditor, Skeptisme Profesional
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21
100

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa Nilai Signifikasi F

hitung > F tabel, dan nilai F tabel = f(k;n-k), F(3;109-3), Ftabel = (3;106)

= 2,69, sehingga nilai F hitung > dari F tabel. 142,380 > 2,69 atau nilai

signifikan 0,00 < dari 0,05 yang artinya H0 ditolak dan H4 diterima artinya

Variabel Skeptisme Profesional (X1), Pengalaman Auditor (X2), dan

Idependesnsi (X3) secara bersama sama berpengaruh signifikan positif

terhadap variabel Kemampuan Auditor dalam medeteksi kecurangan (Y)

b. Uji Koefisien Derteminasi (𝑹𝟐 )


Uji Koefisien determinasi (𝑹𝟐 ) pada intinya mengukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel variabel dependent.

Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai R2 yang rendah

ebrarti kemampuan variabel variabel independen dalam menjelaskan

variabel dependent terbatas. Dalam mengevaluasi regresi linear berganda

dapat menggunakan konfisien determinasi yang terletak pda Adjusted R-

square. Uji statistik F dapat dilihat pada tabel 4.19

Tabel 4.19
Uji Koefisen Determinasi (𝑹𝟐 )
Model Summaryb
Std.
Error of
Adjusted R the Durbin-
Model R R Square Square Estimate Watson
1 ,896a ,803 ,797 1,366 1,780
a. Predictors: (Constant), Idependensi, Pengalaman Auditor, Skeptisme Profesional
b. Dependent Variable: Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21
101

Dari tabel 4.19 dapat disimpulkan bahwa Adjusted R Square =

0,797 hal ini berarti kemampuan variabel bebas Skeptisme Profesional

(X1), Pengalaman Auditor (X2), dan Idepedensi (X3) dalam menjelaskan

variabel terikat kemampuan auditor dalam mendeteksi kecuarangan (Y)

dalam penelitian ini sebesar 0,797 atau 79,7 % dan sisanya 0,203 atau 20,3

% dipengaruhi oleh variabel lain.

c. Uji Statistik t (Uji signifikan Parameter Individual)


Uji statistik t ini bernilai signifikan 0,05. Jika nilai signifikan <

0,05 maka dapat dikatakan variabel independen memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap variabel dependen atau hipotesis dapat diterima. Juga

dilakukan dengan t hitung dengan t tabel, jika t hitung > t tabel maka dapat

dikatakan Ho ditolak dan sebaliknya jika t hitung < t tabel maka dapat

dikatan Ho tidak ditolak. Uji statistik t (uji signifikasi parameter

individual) dapat dilihat pada tabel 4.20

Tabel 4.20
Uji Statistik t (Uji signifikan Parameter Individual)
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 4,131 1,316 3,139 ,002
Skeptisme
,165 ,060 ,222 2,731 ,007 ,285 3,514
Profesional
Pengalaman
,557 ,055 ,612 10,063 ,000 ,508 1,969
Auditor
Idependensi ,117 ,050 ,160 2,311 ,023 ,393 2,547
a. Dependent Variable: Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21

Dari tabel 4.20 di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh masing-

masing variabel Skeptisme Profesional (X1), Pengalaman Auditor (X2),


102

dan Idepedensi (X3) terhadap variabel terikat Kemampuan Auditor dalam

mendeteksi Kecurangan (Y), sebagai berikut :

1) Pengaruh Variabel Skeptisme Profesional (X1) terhadap Kemampuan

Auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) atau Hipotesis (H1), karena

Skpetisme professional (X1) bernilai signifikasi 0,007 < 0,05 dan nilai

t tabel = a/2;n-k-1 = 0,05/2;109-3-1 =0,025;105 = 1,98282

dibandingkan dengan nilai t hitung > 1,98282 yaitu: 2,731 > 1,98282

jadi H0 ditolak dan H1 diterima artinya variabel skeptisme profesional

(X1) memiliki pengaruh signifikan positif terhadap variabel

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y).

2) Pengaruh Variabel Pengalaman Auditor (X2) terhadap Kemampuan

Auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) atau Hipotesis (H2), karena

pengalaman auditor (X2) bernilai signifikasi 0,000 < 0,05 dan nilai t

tabel = a/2;n-k-1 = 0,05/2;109-3-1 =0,025;105 = 1,98282 dibandingkan

dengan nilai t hitung > 1,98282 yaitu: 10,063 > 1,98282 jadi H0 ditolak

dan H2 diterima artinya variabel pegalaman auditor (X2) memiliki

pengaruh signifikan positif terhadap variabel kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan (Y).

3) Pengaruh Variabel Idepedensi (X3) terhadap Kemampuan Auditor

dalam mendeteksi kecurangan (Y) atau Hipotesis (H3), karena

idependensi (X3) bernilai signifikasi 0,023 < 0,05 dan nilai t tabel =

a/2;n-k-1 = 0,05/2;109-3-1 =0,025;105 = 1,98282 dibandingkan dengan

nilai t hitung > 1,98282 yaitu: 2,311 > 1,98282 jadi H0 ditolak dan H3
103

diterima artinya variabel idepedensi (X3) memiliki pengaruh signifikan

positif terhadap variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan (Y).

d. Analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis)


Analisis Regresi berganda dilakukan dengan menguji pengaruh antara

variabel independen yaitu skeptisme professional (X1), pengalaman auditor

(X2), dan indepensi (X3) terhadap variabel dependen kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan(Y). Dapat dilihat dari persamaan matematis

regresi berganda yaitu : Y= a+ 𝒃𝟏 𝑿𝟏 + 𝒃𝟐 𝑿𝟐 + 𝒃𝟑 𝑿𝟑 + e. Uji regeri berganda

dapat dilihat pada tabel 4.21

Tabel 4.21
Analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis)
Coefficientsa
Standar
dized
Unstandardized Coeffici Collinearity
Coefficients ents Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 4,131 1,316 3,139 ,002
Skeptisme
,165 ,060 ,222 2,731 ,007 ,285 3,514
Profesional
Pengalaman
,557 ,055 ,612 10,063 ,000 ,508 1,969
Auditor
Idependensi ,117 ,050 ,160 2,311 ,023 ,393 2,547
a. Dependent Variable: Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan
Sumber : Data primer yang diolah, SPSS.21

Dari tabel 4.21 di atas dapat disimpulkan persamaan matematis

analisis regertis berganda (multiple regression analysis) Yaitu :

Y = 4,131 0,165 X1 + 0,557 X2 + 0,117


X3 + e
Dengan arti dari analisis regersi berganda (multiple regression

analysis), sebagai berikut :


104

1) Nilai Constanta 4,131 artinya tidak terjadi perubahan variabel preditor

skeptisme professional (X1), pengalaman auditor (X2), dan idepedensi

(X3) adalah 0 (nol), maka kemamuan auditor dalam mendteksi kecurangan

sebesar 4,131 satuan.

2) Nilai koefiseien regresi skeptisme professional (X1) sebesar 0,165 artinya

jika variabel X1 meningkat 1% dengan asumsi variabel X2, dan Variabel

X3, serta constanta (a) adalah 0 maka variabel kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan (Y) meningkat sebesar 16,5%. Hal ini menunjukan

skeptisme professional (X1) berkontribusi signifikasi positif terhadap

variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y).

3) Nilai koefiseien regresi pengalaman audior (X2) sebesar 0,557 artinya jika

variabel X2 meningkat 1% dengan asumsi variabel X1, dan Variabel X3,

serta constanta (a) adalah 0 maka variabel kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan (Y) meningkat sebesar 55,7%. Hal ini menunjukan

pengalaman auditor (X2) berkontribusi signifikasi positif terhadap

variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y).

4) Nilai koefiseien regresi idepedensi (X3) sebesar 0,117 artinya jika variabel

X3 meningkat 1% dengan asumsi variabel X1, dan Variabel X2, serta

constanta (a) adalah 0 maka variabel kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan (Y) meningkat sebesar 11,7%. Hal ini menunjukan

idepedensi (X3) berkontribusi signifikasi positif terhadap variabel

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y).


105

D. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilaksanakan, maka pengujian

hipotesis dapat dijelaskan dalam pembahasan seabgai berikut :

1. Pengaruh Variabel Skeptisme Profesional (X1) terhadap Kemampuan


Auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y)
Berdasar pengujian yang sudah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan

bahwa sekeptisme professional berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal tersebut bisa dilihat

dari nilai koefisien skeptisme professional sebesar 2,731 satuan, dan nilai

signifikasi 0,007 < 0,05.

Hasil pengujian memiliki arti auditor yang mempunyai perilaku skeptis,

tidak pernah percaya apapun terhadap hal dikatakan oleh klien begitu saja,

namun menyodorkan sebuah question secara kritis untuk mendapatkan

sebuah keterangan, pembuktian, fakta, dan penegasan atas suatu obyek yang

dipersoalkan dalam menemukan kekeliruan penyajian suatu laporan

keuangan yang disebabkan kecurangan (fraud).

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu yang dilaksanakan

oleh Suzy Novianti, (2008) dengan hasil Hasil penelitian ini terdapat 2

temuan yaitu yang pertama menyatakan auditor dengan tingkat kepercayaan

berbasis identifikasi jika diberi penaksiran resiko kecurangan yang tinggi dan

akan menunjukkan skeptisme yang tinggi dalam mendeteksi kecurangan.

Sedangkan yang kedua tipe kepribadiaan mempengaruhi sikap skeptisme

profesional auditor.
106

2. Pengaruh Variabel Pengalaman Auditor (X2) terhadap Kemampuan


Auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y)
Berdasar pengujian yang sudah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan

bahwa pengalaman auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal tersebut bisa dilihat

dari nilai koefisien skeptisme professional sebesar 10,063 satuan, dan dengan

nilai signifikasi 0,000 < 0,05.

Hal tersebut memiliki arti bahwa pengalaman yang dimiliki seorang

auditor akan membuat dirinya memiliki kemampuan dalam menemukan atau

mendeteksi kecurangan dan memberikan pendapat atau opini yang baik untuk

perusahaan, karena semakin lamanya bertugas menjadikan seorang auditor

dapat meningkatkan dan memperluas pemahaman keahlian accounting dan

keahlian auditing untuk mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian

yang dilaksanakan Mochammad Taufik, (2008). Hasil tersebut

memperlihatkan menujukkan bahwa pengalaman auditor, independensi, dan

skeptisme profesional auditor berpengaruh positif pada pendeteksian

kecurangan. Dan juga sesuai penelitian Eko Ferry Anggriawan, (2014)

dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kerja berpengaruh

positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi fraud.

3. Pengaruh Variabel Idepedensi (X3) terhadap Kemampuan Auditor


dalam mendeteksi kecurangan (Y)
Berdasar pengujian yang sudah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan
bahwa indepedensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan
107

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal tersebut bisa dilihat dari nilai
koefisien skeptisme professional sebesar 2,311 satuan, dan nilai signifikasi
0,023 < 0,05.
Hal tersebut memiliki arti bahwa idepedensi terbebas dari segala

pengaruh dari berbagai pihak, tidak dikontrol oleh berbagai pihak, dan tidak

terkait dengan klien. Dengan kata lain seorang auditor yang bersikap

independent merupakan seorang auditor yang tidak dikontrol dan dan tidak

dapat dipengaruhi oleh berbagai pihak eksternal atau dari luar diri seorang

auditor didalam menganalisis data atau memperkirakan suatu fakta pada

informasi yang telah didapatkan dalam proses pengauditan, serta objektif

dalam mengemukakan opini yang sesuai dengan fakta yang didapatkan

dengan apa adanya dalam mendeteksi kecurangan (fraud).

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian

yang dilaksanakan Ida Ayu Indira Biksa dan I Dewa Nyoman Wiratmaja,

(2016). Hal tersebut memperlihatkan hasil dari penelitian ini menujukkan

bahwa pengalaman auditor, independensi, dan skeptisme profesional auditor

berpengaruh positif pada pendeteksian kecurangan.


108

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari Bab IV pembahasan di atas penulis dalam melakukan penelitian

memiliki : 109 orang responden yang diliaht berdasarkan karakteristik jenis

kelamin, usia, jenjang pendidikan terkahir, jabatan, pengalaman kerja, dan masa

penugasan selama 1 tahun, bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengaruh Variabel Skeptisme Profesional (X1) terhadap Kemampuan

Auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) atau Hipotesis (H1), bernilai

signifikasi 0,007 < 0,05, dengan nilai t hitung > 1,98282 yaitu: 2,731 >

1,98282, serta Nilai koefiseien regresi sebesar 0,165, maka dapat disimpulkan

variabel skeptisme profesional (X1) memiliki pengaruh signifikan positif

terhadap variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y)

sebesar 16,5%..

2. Pengaruh Variabel pengalaman auditor (X2) terhadap Kemampuan Auditor

dalam mendeteksi kecurangan (Y) atau Hipotesis (H2), bernilai signifikasi

0,000 < 0,05, dengan nilai t hitung > 1,98282 yaitu: : 10,063 > 1,98282, serta

Nilai koefiseien regresi sebesar 0,557, maka dapat disimpulkan variabel

pengalaman auditor (X2) memiliki pengaruh signifikan positif terhadap

variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) sebesar

55,7%.
109

3. Pengaruh Variabel idepedensi (X3) terhadap Kemampuan Auditor dalam

mendeteksi kecurangan (Y) atau Hipotesis (H3), bernilai signifikasi 0,023 <

0,05, dengan nilai t hitung > 1,98282 yaitu: : 2,311 > 1,98282, serta Nilai

koefiseien regresi sebesar 0,117, maka dapat disimpulkan variabel idepedensi

(X3) memiliki pengaruh signifikan positif terhadap variabel kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) sebesar 11,7%.

4. Pengaruh variabel skeptisme professional (X1), pengalaman auditor (X2),

dan idepedensi (X3) secara secara bersama-sama (simultan) terhadap

variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) atau Hiptesis

(H4) dapat disimpulkan yaitu Nilai Signifikasi F hitung > F tabel, dan nilai F

tabel = f(k;n-k), F(3;109-3), Ftabel = (3;106) = 2,69, sehingga nilai F hitung

> dari F tabel. 142,380 > 2,69 atau nilai signifikan 0,00 < dari 0,05 yang

artinya H0 ditolak dan H4 diterima artinya Variabel Skeptisme Profesional

(X1), Pengalaman Auditor (X2), dan Idependesnsi (X3) secara bersama sama

berpengaruh signifikan positif terhadap variabel Kemampuan Auditor dalam

medeteksi kecurangan (Y). Dengan persamaan regeresi berganda yaitu Y =

4,131 0,165 X1 + 0,557 X2 + 0,117 X3 + e. Serta nilai Koefiseien

determinasi Adjusted R Square = 0,797 hal ini berarti kemampuan variabel

bebas Skeptisme Profesional (X1), Pengalaman Auditor (X2), dan Idepedensi

(X3) dalam menjelaskan variabel terikat kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecuarangan (Y) dalam penelitian ini sebesar 0,797 atau 79,7 %

dan sisanya 0,203 atau 20,3 % dipengaruhi oleh variabel lain.


110

B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Diharapkan penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan di

bidang auditing dengan memberikan bukti skeptisme professional,

pengalaman auditor dan idepedensi memiliki pengaruh posititif dan

signifikan terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan (fraud) dan

Penelitian ini juga dapat memperkuat hasil penelitian yang telah dilakukan

pada masa lalu dan menjadi referensi bagi penelitian di tahun berikutnya.

2. Implikasi bagi Kantor Akuntan Publik


Dari hasil penelitian memperlihatkan kantor akuntan publik yang

memiliki auditor dengan sikap skeptiseme professional, berpengalaman audit

dan idepedensi mempunyai pengaruh siginifikan postif terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil tersebut auditor yang bekerja di

Kantor Akuntan Publik dengan sikap skepetisme professional, pengalaman

dan idependesinya akan membantu KAP dalam mendeteksi kecurangan

pelaporan keuangan.

3. Implikasi Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui seperti apa

pengaruh skeptisme professional, pegnalaman auditor, idepedensi terhadap

kemampuan auditor mendeteksi kecurangan dengan memakai metode analisis

data regresi berganda sehingga memakai data statistik sebagai data primer

pada program SPSS dalam perhitungannya.


111

C. Saran
Berdasar kesimpulan di atas penulis memberikan saran dalam peneitian

ini sebgai berikut :

1. Sikap skeptisme perlu ditingkatkan kembali oleh auditor sebab dalam

penelitian ini sebanyak 16,5%, responden yang memiliki, membangun dan

mengembangkan pola perilaku berpikir untuk selalu bertanya, bersikap

kehati-hatian, mencari pengetahuan, kritis, percaya diri,keteguhan diri,

penundaan pengambilan keputusan, pengumpulan bukti audit dan

pengevaluasian, mengakibatkan peluang terjadinya salah saji yang

diakibatkan fraud maupun error.

2. Pengalaman auditor perlu dipertahankan serta ditingkatkan sebab dalam

penelitian ini sebanyak 55,7% responden yang benar-benar utuh secara

megnalami kejadian dalam perjalanan pengalamanya melaksanakan lamanya

bertugas sebagai auditor, menyelesaikan tugasnya dalam 1 tahun, dapat

mendeteksi kecurangan, mampu mengatasi masalah fraud dan membuat

keputusan, serta mampu mengembangkan karier.

3. Untuk mengembangkan sikap tidak berpihak kepada siapapun dalam

penyelanggaraan proses pengauditan perlu ditingkatkan sebab dalam

penelitian ini sebanyak 11,7% responden yang kurang bersikap sesuai

idependensi berdasarkan fakta, keahlian, penampilan sehingga kode etik

akuntan publik dalam melaksanakan proses auditnya auditor tidak bersikap

idepedensi.

4. Perlu dipertahankan serta ditingkatkan oleh auditor dalam memiliki sikap

skeptisme, meperoleh pengalaman, dan bersikap idependensi agar


112

kemampuan untuk mendeteksi kecurangan menajdi lebih meningkat dan

professional karena dalam penelitian ini sudah cukup baik sebesar 79,7 %

sehinga perlu diperthankan atau bahkan lebih ditingkatkan kembali.

Anda mungkin juga menyukai