Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN AKHIR

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

APOTEK KITA BANDAR LAMPUNG

Periode 16 November – 19 Desember 2020

Disusun Oleh :

Fella Salinda Putri

41201097000019

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
2020

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang utama dan penting bagi manusia agar dapat bertahan
hidup dan mapu melakukan aktivitas. Kesehatan juga merupakan hak bagi seluruh
masyarakat Indonesia dan salah satu indikator keberhasilan pemerintah bila tingkat kesehatan
masyarakat terjamin. Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap
kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan
berkelanjutan. Bentuk dari sumber daya di bidang kesehatan adalah sediaan farmasi dan alat-
alat kesehetan
Pentingnya kesehatan ini mendorong pemerintah untuk mendirikan fasilitas pelayanan
kesehatan, agar masyarakat dapat mengakses kebutuhan kesehatan.Fasilitas pelayanan
kesehatan salah satu jenis layanan publik merupakan ujung tombak dalam pembangunan
kesehatan masyarakat.

Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat adalah
apotek. Apotek merupakan salah satu tempat dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
seorang apoteker. Tertuang pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dikatakan bahwa, apoteker merupakan tenaga
kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian, dimana pekerjaan kefarmasian
didefinisikan sebagai pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.
Berdasarkan Peraturan Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 terlihat bahwa pekerjaan
kefarmasian tidak hanya berfokus pada pengelolaan sediaan farmasi tetapi juga berupa
pelayanan kefarmasian kepada pasien. Pergeseran paradigma mengenai pelayanan
kefarmasian ini berubah pada pelayanan kefarmasian yang terfokus pada pengelolaan obat
(drug-oriented) telah menjadi pelayanan kefarmasian yang terfokus kepada pasien (patient
oriented )yang dilakukan dengan kegiatan asuhan kefarmasian (pharmaceutical care).
Kegiatan pharmaceutical care atau asuahan kefarmasian ini juga merupakan salah satu
standar pelayanan kefarmasian di apotek yang disebutkan pada Peraturan Pemerintah No 73
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasain di Apotek. Pharmaceutical care atau
asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang dilakukan oleh apoteker
terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan pasien. Apoteker berperan dalam memberikan konsultasi, informasi dan edukasi
(KIE) dan konseling terkait terapi pengobatan yang dijalani pasien, mengarahkan pasien
untuk melakukan pola hidup sehat sehingga mendukung agar keberhasilan pengobatan dapat
tercapai, dan melakukan monitoring hasil terapi pengobatan yang telah dijalankan oleh pasien
serta melakukan kerja sama dengan profesi kesehatan lain yang tentunya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien (ISFI, 2000). Hal tersebut menegaskan peran apoteker
untuk lebih berinteraksi dengan pasien, lebih berorientasi terhadap pasien dan mengubah
orientasi kerja apoteker yang semula hanya berorientasi kepada obat dan berada di belakang
layar menjadi profesi yang bersentuhan langsung dan bertanggungjawab terhadap pasien.

Berkenaan dengan hal itu institusi pendidikan Profesi Apoteker berperan penting
dalam membekali sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompeten demi
menghasilkan apoteker yang profesional, terampil, berwawasan luas dan siap berkompetensi
di lapangan. Adanya Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kita Lampung ini
merupakan bentuk nyata yang dilakukan Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bekerja sama dengan Apotek Kita Lampung
sebagai media pembelajaran di lapangan untuk membekali para calon Apoteker sehingga
dapat profesional, terampil dan kompeten di bidangnya.

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan di Apotek Kita Bandar
Lampung bertujuan untuk:

1. Memberikan pengalaman belajar yang nyata kepada peserta PKPA untuk mencapai
kompetensi lulusan sebagai apoteker
2. Meningkatkan keterampilan peserta PKPA dalam memberikan pelayanan farmasi di
Apotek
3. Memberikan fasilitas kepada peserta PKPA untuk melihat gambaran nyata tentang
permasalahan praktek dan pekerjaan kefarmasian di Apotek
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Apotek
2.1.1. Definisi Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017
tentang Apotek menyebutkan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Sedangkan fasilitas kefarmasian adalah sarana
yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian
mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016
tentang standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta pelayanan farmasi klinik.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan
dan pelaporan. Sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian Resep, dispensing,
Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, Pelayanan Kefarmasian di rumah (home
pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat
(MESO).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980, tentang tugas dan fungsi apotek adalah
sebagai berikut :
1) Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
2) Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran
dan penyerahan obat atau bahan obat.
3) Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat yang diperlukan
masyarakat sacara luas dan merata.

2.1.3 Landasan Hukum Apotek


Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan pengaturannya berlandaskan
hukum pada:
1) Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2) Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
3) Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor.
6) Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek.
8) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi.
9) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek.
10) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 284/MENKES/PER/III/2007
tentang Apotek Rakyat.
11) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/ SK/X/2002
tentang perubahan atas peraturan menteri kesehatan No. 922/Menkes/PER/X/1993
tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek.
12) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.

2.1.3 Persyaratan Pendirian Apotek


Syarat pendirian apotek meliputi :
a. Umum
Dalam pendirian apotek, apoteker dapat menggunakan modal sendiri dan/atau bekerjasama
untuk memperoleh modal dari pemilik modal (perseorangan atau peusahaan tertentu) dengan
seluruh pekerjaan kefarmasian dilakukan oleh apoteker.
b. Lokasi
Lokasi apotek harus memperhatikan akses masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian.

c. Bangunan
Bangunan apotek harus aman, nyanan, dan mudah dalam pemberian pelayanan kepada pasien
serta melindungi dan aman bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan
lanjut usia. Apotek juga harus dibangun secara permanen, dapat berupa bagian dari pusat
perbelanjaan, apartemen, atau berupa bangunan terpisah.
d. Sarana, prasarana dan peralatan
Apotek harus memiliki ruangan/sarana yang berfungsi sebagai :
1) Penerimaan Resep
Ruangan penerimaan resep dapat berupa konter yang terletak di bagian depan agar mudah
terlihat oleh pengunjung. Pada ruangan ini biasanya dilengkapi oleh seperangkat meja kursi
dan komputer.
2) Pelayanan Resep dan Peracikan
Ruang racik biasanya terletak di bagian dalam apotek dengan pencahayaan dan sirkulasi
udara yang baik. Pada ruangan ini biasanya terdiri dari meja racik, peralatan racik, lemari
pendingin, etiket dan label siap tempel, dan lain-lain.
3) Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Ruangan ini dapat berupa konter, untuk memaksimalkan penggunaan tempat, konter
penyerahan obat dapat digabung dengan konter penerimaan resep.
4) Konseling
Ruang konseling biasanya dibutuhkan jika pasien merasa kurang nyaman diberi konseling di
konter penyerahan obat. Ruang konseling biasanya terdapat seperangkat meja kursi, lemari
dan buku referensi, leaflet, poster, alat bantu/peraga konseling, buku catatan konseling dan
formulir catatan pengobatan pasien.
5) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Ruang penyimpanan berfungsi untuk memastikan sediaan farmasi dan alat kesehatan
disimpan dengan baik sehingga kualitasnya terjaga. Ruangan juga harus memiliki sanitasi,
suhu, kelembaban dan tata udara yang baik.
6) Arsip
Ruang arsip diperlukan untuk menyimpan resep, catatan pengobatan pasien, dokumen terkait
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai serta pelayanan
kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Apotek sebaiknya memiliki ruang untuk
mendukung kenyamanan pengunjung dan meningkatkan daya tarik pengunjung: seperti ruang
tunggu, display obat bebas, ruang praktik dokter, toilet dan musholla. (Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017).

2.1.4 Tata Cara Perizinan Apotek


Suatu apotek dapat berdiri jika memiliki surat izin apotek (SIA). SIA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada apoteker sebagai izin
untuk menyelenggarakan apotek. Masa berlaku SIA selama 5 tahun dan selanjutnya dapat
diperpanjang. Alur tata cara permohonan SIA yaitu sebagai berikut :
a. Apoteker mengajukan permohonan tertulis menggunakan formulir tertentu.
b. Formulir pada poin 1 dilampirkan: Fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli,
Fotokopi KTP, Fotokopi NPWP apoteker, Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
apotek, daftar prasarana, sarana dan peralatan.
c. Paling lambat 6 hari kerja sejak permohonan diterima dan dinyatakan memenuhi
kelengkapan dokumen administratif, pemerintah daerah kabupaten/kota menugaskan
tim pemeriksa kesiapan apotek.
d. Tim pemeriksa melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/kota.
e. Paling lambat 6 hari tim pemeriksa ditugaskan, tim pemeriksa melaporkan hasil
pemeriksaan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ke Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menggunakan formulir khusus.
f. Paling lambat 12 hari kerja sejak Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerima
laporan hasil pemeriksaan dan dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan Direktur Jenderal, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
Organisasi Profesi menggunakan formulir tertentu.
g. Jika hasil pemeriksaan setempat apotek tidak memenuhi persyaratan, maka Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan surat penundaan paling lambat dalam 12 hari
kerja menggunakan formulir tertentu.
h. Jika ketika hasil pemeriksaan apotek tidak memenuhi persyaratan dan Pemerintah
Daerah setempat telah memberi surat penundaan, pemohon dapat melengkapi
persyaratan paling lama 1 bulan sejak surat penundaan diterima.
i. Jika Pemerintah Daerah menerbitkan SIA melebihi jangka waktu 12 hari, apoteker
pemohon dapat menyelenggarakan apotek menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.
j. Sebuah apotek dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan asuransi lainnya, hal ini tentunya
akan menarik masyarakat pengguna BPJS dan asuransi lainnya. Kerjasama tersebut
harus dilakukan berdasarkan rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota (Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017)
2.1.5 Perubahan Izin
Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah
lokasi, perubahan apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek harus dilakukan perubahan
izin. Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat
dan pindah lokasi, perubahan apoteker pemegang SIA atau nama Apotek, wajib mengajukan
permohonan perubahan izin kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Terhadap apotek
yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan nama Apotek tidak
perlu dilakukan pemeriksaan setempat oleh tim pemeriksa (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017).

2.2 Penyelenggaraan
Apotek menyelenggarakan fungsi (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 9 Tahun 2017) :
A. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai Apotek hanya
dapat menyeahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai kepada :
1) Apotek lainnya
2) Puskesmas
3) Instalasi farmasi rumah sakit
4) Instalasi farmasi klinik
5) Dokter
6) Bidan praktik mandiri
7) Pasien
8) Masyarakat
B. Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas Apotek wajib memasang papan nama
yang terdiri atas :
1) Papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit informasi mengenai nama Apotek,
nomor SIA, dan alamat
2) Papan nama praktik apoteker, yang memuat paling sedikt informasi mengenai nama
apoteker, nomor SIPA, dan jadwal praktik apoteker.
3) Papan nama harus dipasang di dinding bagian depan bangunan atau dipancangkan di
tepi jalan, secara jelas dan mudah terbaca.
4) Jadwal praktik apoteker harus berbeda dengan jadwal praktik apoteker yang
bersangkutan di fasilitas kefarmsian lain.
Setiap apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak
pasien dan mengutamakan kepentingan pasien. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di
Apotek harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.

2.3 Sediaan Farmasi


2.3.1 Penggolongan Obat
2.3.1.1 Obat Bebas
Merupakan obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis
tepi berwarna hitam (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).

Contoh: Parasetamol.

Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas


[Sumber : Departemen Kesehatan, 2006]

2.3.1.2 Obat Bebas Terbatas


Merupakan obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli
bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan
dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas

[Sumber : Departemen Kesehatan, 2006]

Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa
empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat
pemberitahuan berwarna putih hitam (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
2006).

Klinik, 2006).

Gambar 2.3. Tanda Peringatan Untuk Obat Bebas Terbatas


[Sumber : Departemen Kesehatan, 2006]

2.4.1.3 Obat Keras


Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K yang menyentuh garis tepi di dalam
lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, 2006).

Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras


[Sumber : Departemen Kesehatan, 2006]

2.4.1.4 Obat Golongan Psikotropika


Merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika terbagi menjadi empat
golongan, yaitu Psikotropika golongan I, II, III, dan IV. Psikotropika golongan I dan II hanya
dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi.
Psikotropika golongan III dan IV adalah Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, lampiran mengenai jenis
Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran UU No. 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telah dipindahkan
menjadi Narkotika Golongan I.

2.4.1.5 Obat Golongan Narkotika

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015, Narkotika


merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Penggolongan Narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 terbagi atas
Narkotika Golongan I, Narkotika Golongan II, dan Narkotika Golongan III.

Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotika Golongan II adalah Narkotika
berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.

Tanaman Papaver Somniferum L dan Amfetamina merupakan contoh dari Narkotika


Golongan I. Fenazosina dan Petidina merupakan contoh dari Narkotika Golongan II.
Etilmorfina dan Kodeina merupakan contoh dari Narkotika Golongan III.
Gambar 2.5. Penandaan Obat Golongan Narkotika
[Sumber : Departemen Kesehatan, 2006, telah diolah kembali]

2.3.2 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika

Kegiatan pengelolaan Narkotika dan Psikotropika berdasarkan Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 meliputi peredaran, penyimpanan,
pemusnahan, pencatatan dan pelaporan.

2.3.2.1 Peredaran
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang diedarkan harus memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu. Peredaran terdiri dari penyaluran dan
penyerahan.Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat
dilakukan berdasarkan surat pesanan yang berlaku untuk masing-masing Narkotika,
Psikotropika, atau Prekursor Farmasi. Surat pesanan Narkotika, Psikotropika, atau
Prekursor Farmasi harus terpisah dari pesanan barang lain.

Satu contoh sarana pelayanan kesehatan yang dapat melakukan penyerahan


Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi adalah apotek. Penyerahan Narkotika dan
Psikotropika harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker
penanggung jawab.

2.3.2.2 Penyimpanan
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dapat berupa
gudang, ruangan, atau lemari khusus. Syarat lemari khusus yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan yaitu:

a. Terbuat dari bahan yang kuat;


b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
c. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum;
d. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

2.3.2.3 Pemusnahan

Kegiatan pemusnahan hanya dilakukan apabila diproduksi tanpa memenuhi standar


dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat diolah kembali, telah kadaluwarsa, tidak
memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, dibatalkan izin edarnya, atau berhubungan dengan tindak pidana.
Tahapan pemusnahan diawali dengan APA yang menyampaikan surat sistem pelaporan
secara elektronik dan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya.
pemberitahuan dan permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan/ atau
Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM) setempat.

Pemusnahan yang dilakukan oleh pihak ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan saksi. Kegiatan pemusnahan diakhiri
dengan pembuatan Berita Acara Pemusnahan (BAP) rangkap 3 dan disampaikan kepada
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, dan Kepala Badan/Kepala Balai
POM.

2.3.2.4 Pencatatan dan Pelaporan


Apotek wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Seluruh dokumen berupa pencatatan,
penerimaan, penyaluran, dan/atau penyerahan termasuk surat pesanan wajib disimpan
secara terpisah paling singkat tiga tahun.

Apotek wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan


penyerahan/ penggunaan narkotika dan psikotropika, setiap bulan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan tembusan Kepala Balai POM setempat.

Pelaporan meliputi nama, bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika, psikotropika,


dan/atau prekursor farmasi; jumlah persediaan awal dan akhir bulan; jumlah yang diterima;
dan jumlah yang diserahkan. Laporan dapat menggunakan sistem pelaporan secara
elektronik dan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya.

2.4 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 Tahun 2016).

2.4.1 Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan
kemampuan masyarakat.

2.4.2 Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi
harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.4.3 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik
yang diterima.

2.4.4 Penyimpanan
a. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang tanggal kedaluwarsa.
b. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin
keamanan dan stabilitasnya.
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
yang menyebabkan kontaminasi.
d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas
terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
e. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In
First Out).

2.4.5 Pemusnahan dan Penarikan


a. Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan. Pemusnahan Obat kedaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin
praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep dan
selanjutnya dilaporkan kabupaten/kota.
c. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh
pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala
BPOM.
e. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk
yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

2.4.6 Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan
pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kedaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.
Kartu stok sekurangkurangnya memuat nama Obat, tanggal kedaluwarsa, jumlah pemasukan,
jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

2.4.7 Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur),
penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang
dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan
narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

2.5 Pelayanan Farmasi Klinik


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017
pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan
pelayanan Resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, pelayanan
kefarmasian di rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan
Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

2.5.1 Pengkajian Resep


Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan
pertimbangan klinis (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 Tahun 2016).
A. Kajian Kesesuaian Administratif meliputi:
1) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
2) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf
3) Tanggal penulisan Resep.
B. Kajian Kesesuaian Farmasetik meliputi:
1) Bentuk dan kekuatan sediaan
2) Stabilitas
3) Kompatibilitas (ketercampuran Obat)
C. Pertimbangan Klinis meliputi:
1) Ketepatan indikasi dan dosis Obat
2) Aturan, cara dan lama penggunaan Obat
3) Duplikasi dan/atau polifarmasi
4) Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain)
5) Kontra indikasi
6) Interaksi.
Apoteker harus melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep apabila ditemukan
salah satu dari kesesuaian tersebut. Kegiatan pelayanan resep dimulai dari penerimaan,
pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian Obat (medication error) yang nantinya dapat mempengaruhi kualitas
hidup pasien.
2.5.2 Dispensing
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 Tahun 2016, Dispensing termasuk
dalam kegiatan farmasi klinis yang menjadi salah satu standar kegiatan pelayanan
kefarmasian di apotek. Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:
A. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
1) Menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep yang diberikan
2) Mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan
nama Obat, tanggal kedaluwarsa dan keadaan fisik Obat.
B. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
C. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
1) Warna putih untuk Obat dalam/oral
2) Warna biru untuk Obat luar dan suntik
3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda
untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan Obat, dilakukan hal sebagai berikut:
a. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien, maka harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis
dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep)
b. Memanggil nama dan nomor tunggu atau asal tempat poli pasien berobat
c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
d. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat
e. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat
antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,
kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain
f. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil
g. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya yang sesuai
dengan nama pasien yang tertera di resep
h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila
diperlukan)
i. Menyimpan Resep pada tempatnya
j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien
2.5.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam
pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan
dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain,
pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan
herbal. Pelayanan Informasi Obat juga merupakan salah satu standar kegiatan pelayanan
kefarmasian di apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda
pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan,
harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
b. Membuat dan menyebarkan buletin / brosur / leaflet, pemberdayaan masyarakat
(penyuluhan)
c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang
praktik profesi
e. Melakukan penelitian penggunaan Obat
f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
g. Melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran
kembali dalam waktu yang relatif singkat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
dokumentasi pelayanan Informasi Obat antara lain :
a. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan
b. Topik Pertanyaan
c. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon)
d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi,
apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium)
e. Uraian pertanyaan beserta jawaban
f. Referensi
g. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang
memberikan Pelayanan Informasi Obat.
2.5.4 Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien. Konseling juga merupakan salah satu standar kegiatan pelayanan kefarmasian di
apotek berdasarkan PMK No 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Dalam mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila
tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief
Model untuk menumbuhkan kesadaran pasien untuk menjaga kesehatan. Apoteker harus
melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang
digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling antara lain :
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu
hamil dan menyusui)
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS,
epilepsi)
c. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid
dengan tappering down/off)
d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin,
teofilin)
e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit
yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk
penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
g. Pasien yang menggunakan alat kesehatan khusus seperti inhaler, nebulizer, dll.
Tahap kegiatan konseling meliputi:
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien dengan Senyum, Sapa, dan
Salam
b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions,
yaitu:
1) Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda
menerima terapi Obat tersebut?
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat
e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien
sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling (Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017).
2.5.5 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian
yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat
dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan
b. Identifikasi kepatuhan pasien. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat
kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
c. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum. Monitoring pelaksanaan,
efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
d. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah
2.5.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat
yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping.
Kriteria pasien yang dapat dilakukan PTO antara lain (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 9 Tahun 2017):
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui
b. Pasien yang menerima Obat lebih dari 5 jenis
c. Adanya multidiagnosis yang sangat rentan terhadap interaksi obat
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
e. Pasien yang menerima Obat dengan indeks terapi sempit
f. Pasien yang menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang
merugikan.
Kegiatan yang dilakukan saat PTO yaitu :
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria
b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari
riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara
dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain
c. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain adalah
adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat
yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang
tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat
d. Menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah
tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi
e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan
dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak
dikehendaki
f. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh
Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk
mengoptimalkan tujuan terapi
g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat.

2.5.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan MESO berupa (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun
2017):
a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping Obat
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan
Formulir 10 sebagaimana terlampir.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan MESO antara lain:
a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
c. Ketepatan analisis Efek Samping Obat pada pasien

2.6 Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana


2.6.1 Sumber Daya Manusia
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda
Registrasi dan Surat Izin Praktik. Kriteria Apoteker dalam melakukan Pelayanan
Kefarmasian antara lain (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun
2017):
a. Persyaratan administrasi
1) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
2) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3) Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
4) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing
d. Professional Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan
e. Harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui
pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri
f. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang
undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar pelayanan,
standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.
Peran Apoteker yang harus dijalankan dalam Pelayanan Kefarmasian yaitu:
a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus
mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara
berkesinambungan.
b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan
menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya
sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan
berkomunikasi yang baik.

d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan
yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif,
serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi
secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia
berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.
f. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi
melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional Development/CPD).
g. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan
informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya
pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.
2.6.2 Sarana dan Prasarana
Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat
menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta
kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017):
a. Ruang Penerimaan Resep
Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan Resep,
1 set meja dan kursi, serta 1 set komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada
bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
b. Ruang Pelayanan Resep dan Peracikan (Produksi Sediaan Secara Terbatas)
Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi
rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan sekurang-
kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral)
untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer
ruangan, wastafel untuk mencuci, blanko salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang
ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup dan dilengkapi
dengan pendingin ruangan (air conditioner) agar suhu udara tetap terkontrol dan tidak
merusak obat.
c. Ruang Penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat digabungkan
dengan ruang penerimaan Resep.
d. Ruang Konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling,
lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan
konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.
e. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban,
ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang
penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan
(AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika,
lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
f. Ruang Arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta
Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.

2.7 Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian


Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan No 15 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek, evaluasi mutu apotek dilakukan terhadap :
2.7.1 Mutu Manajerial
A. Metode Evaluasi
1) Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang
berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat
untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan pelayanan kefarmasian secara
sistematis. Audit dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses
dan hasil pengelolaan. Contoh:
a. Audit sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai lainnya (stock
opname)
b. Audit kesesuaian SPO
c. Audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba)
B. Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian tanpa
dibandingkan dengan standar. Review dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap pengelolaan sediaan farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan. Contoh:
1) Pengkajian terhadap obat fast/slow moving
2) Perbandingan harga obat.
C. Observasi
Observasi dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses
pengelolaan sediaan farmasi. Contoh:
1) Observasi terhadap penyimpanan obat
2) Proses transaksi dengan distributor
3) Ketertiban dokumentasi.
D. Indikator Evaluasi Mutu
1) Kesesuaian proses terhadap standar
2) Efektifitas dan efisiensi.

2.7.2 Mutu Pelayanan Farmasi Klinik


Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan No 15 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek, evaluasi mutu apotek dilakukan terhadap :
A. Metode Evaluasi Mutu
1) Audit
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan
hasil pelayanan farmasi klinik. Contoh:
1. Audit penyerahan obat kepada pasien oleh apoteker
2. Audit waktu pelayanan
B. Review
Review dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pelayanan farmasi
klinik dan seluruh sumber daya yang digunakan. Contoh: review terhadap kejadian
medication error.

C. Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Survei dilakukan oleh
apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap mutu pelayanan dengan menggunakan
angket/kuesioner atau wawancara langsung. Contoh: tingkat kepuasan pasien.
D. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan cecklist
atau perekaman. Observasi dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh
proses pelayanan farmasi klinik. Contoh : observasi pelaksanaan SPO pelayanan.
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Sejarah dan Lokasi Apotek

Apotek Kita adalah salah satu apotek swasta besar yang berada di Kota Bandar
Lampung. Lokasi Apotek Kita yaitu di jalan Teuku Umar No. 93 Penengahan, Kedaton.
Apotek ini terbilang berada di wilayah pusat kota, mudah di cari serta berada di pinggir
jalan raya. Tidak hanya itu, Apotek Kita juga belokasi tidak jauh dari Rumah Sakit milik
Pemerintahan Provinsi Lampung dan Rumah Sakit milik TNI yang mendukung lokasi
Apotek ini semakin strategis.
Apotek Kita telah berdiri selama 12 tahun, tepatnya tanggal 27 November 2008
yang didirikan oleh ibu Faulina Haryani, S.Si sebagai Pemegang Saham Apotek (PSA)
yang bekerja sama dengan ibu apt. Yetri Darnas, S.Si selaku Apoteker Penanggungjawab
Apotek (APA) di Apotek Kita. Kerjasama ini terus berlangsung sejak awal pendirian
apotek dengan omset awal Rp 200.000,00 perhari hingga saat ini dengan omset yang
diperoleh Apotek Kita dapat mencapai lebih dari Rp 10.000.000,00 perhari. Hal ini
membuktikan terjalinnya ikatan dan kerjasama tim yang baik antara Pemegang Saham
Apotek (PSA) dan Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA).
Tidak hanya berdiri tunggal sebagai apotek, Apotek Kita juga menjalin kerjasama
dengan beberapa dokter spesialis seperti dokter spesialis kandungan, dokter spesialis
penyakit dalam, dokter spesialis bedah kongestif, dokter spesialis kulit dan kelamin,
dokter spesialis kejiwaan, dokter spesialis anak, dokter spesialis Telinga, Hidung,
Tenggorok dan dokter gigi, fisioterapi serta klinik pembersihan luka diabetes. Berkat
terjalinnyan kerjasama ini, maka permintaan obat akan semakin meningkat sehingga
pelayanan kepada pasien pun harus ditingkatkan.
Pelayanan di Apotek Kita dibuka setiap hari Senin sampai Sabtu dimulai sejak
pukul 08.30 pagi. Pengaturan jadwal para pekerja diatur dalam 2 shift yaitu shift pagi yang
dimulai dari pukul 08.30 hingga pukul 15.00 dan shift sore yang dimulai dari pukul 15.00
hingga pukul 22.00.
3.2 Struktur Organisasi
Tujuan pembentukan organisasi adalah untuk membagi pekerjaan yang harus
dilakukan dalam bagian yang spesifik berdasarkan perannya (Robbins dan Coulter, 2012).
Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki tanggung jawab atas keseluruhan kegiatan di
apotek dan memiliki wewenang untuk menempatkan sumber daya manusia pada tiap
jabatan dengan uraian fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing.
Jumlah sumber daya manusia di Apotek Kita yaitu sebanyak 11 orang. Struktur
organisasi dalam Apotek Kita meliputi Pemilik Sarana Apotek (1 orang), Apoteker
Pengelola Apotek (1 orang), Tenaga Teknis Kefarmasian (4 orang), Asisten Tenaga
Teknis Kefarmasian (2 orang), juru racik (2 orang), dan kasir (1 orang) .

3.2 Pengelolaan Sediaan Farmasi


3.2.1 Perencanaan dan Pengadaan
Langkah awal dalam melakukan pengelolaan sediaan farmasi, hal yang dilakukan
pertama adalah melakukan perencanaan. Perencanaan merupakan kegiatan dalam memilih
jenis, jumlah dan harga suatu sediaan dengan tujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah
sediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang telah ditentukan. Perencanaan
di Apotek Kita dilakukan berdasarkan pola penyakit dan pola konsumsi. Perencaan
berdasarkan pola penyakit dilihat dari jumlah obat yang diresepkan oleh dokter kepada
pasien, serta pola konsumsi dilihat dari banyak nya jumlah obat yang sering diresepkan
ataupun digunakan oleh pasien dengan dibeli tanpa resep. Cara mengetahui sedikit atau
habisnya obat yaitu dengan melakukan pengecheckan melalui kartu stock yang ada pada
masing-masing wadah obat. Perencanaan pola penyakit dan konsumsi inidianggap lebih
nyaman dan aman dari adanya death stock karena perencanaan disesuaikan dengan resep
dokter-dokter yang bekerjasama dengan Apotek Kita. Obat yang habis atau tersisa sedikit
kemudian dituliskan dalam buku defekta.
Langkah selanjutnya adalah pengadaan, pengadaan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan perbekalan farmasi di apotek sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
Pengadaan di Apotek Kita dimulai dari Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) memberikan
daftar sediaan yang kosong yang telah ditulis dalam buku defekta dengan memuat nama
sediaan, bentuk sediaan, kekuatan sediaan dan bobot/volume sediaan. Apotek Kita
memiliki personila tersendiri yang melakukan pengadaan sediaan farmasi sehingga buku
defekta ini dicek dan dipastikan kembali oleh bagian pengadaan dan langsung dilakukan
pemesanan dengan menuliskannya di Surat Pemesanan (SP) saat itu juga. Surat
Pemesanan (SP) obat- obat selain Narkotika, Psikotropika dan Perkursor Farmasi hanya
terdiri dari 2 rangkap. Sedangkan untuk Narkotika, Psikotropika dan Perkursor Farmasi
Surat Pemesanan (SP) terdiri dari 4 rangkap. Khusus Narkotika hanya boleh memuat 1
item obat dalam 1 Surat Pemesanan (SP). Selanjutnya pemesanan dilakukan dengan
menghubungi beberapa Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang dipilih sesuai dengan sediaan
apa yang akan dipesan dan memesan sejumlah obat melalui aplikasi chatting atau via
telfon dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
Sama halnya dengan Surat Pemesanan (SP) untuk obat-obat selain Narkotika,
Psikotropika dan Perkursor Farmasi Surat Pemesanan (SP) asli dapat diberikan kepada
PBF dan salinan nya di pegang oleh apotek ketika barang yang dipesan telah diterima,
tetapi untuk Narkotika, Psikotropika dan Perkursor Farmasi pihak PBF akan langsung
mengambil Surat Pemesanan (SP) ke apotek terlebih dahulu sebelum menyerahkan
barang yang dipesan kepada pihak apotek. Adapun PBF yang bekerja sama dengan
Apotek Kita antara lain Antarmitra Sembada (AMS), Anugrah Argon Medika (AAM),
Kebayoran, Enggal Persada (EP),Anugrah Pharmindo Lestari (APL), Bina San Prima
(BSP), Kimia Farma (KF) dan masih banyak lagi. Proses pemesanan ini dilakukan setiap
hari sehingga Apotek Kita dalam melakukan pemesanan selalu dalam jumlah sedikit.
Surat Pemesanan (SP) untuk melakukan pemesana barang telah ditandatangani oleh
Apoteker dan nantinya akan diserahkan ke PBF.
3.2.2 Penerimaan
Dalam menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan
harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima di Apotek
Kita maka setiap sediaan farmasi yang datang harus dilakukan pemeriksaan legalitas
faktur dan surat jalan dari distributor atau PBF mencakup identitas apotek dan identitas
distributor serta mencocokkan faktur, surat pesanan dengan barang datang yang diterima
mencakup kesesuaian nama dan kekuatan sediaan, jumlah sediaan, keutuhan kemasan,
expired date, dan nomor batch. Khusus untuk faktur Narkotika dan Psikotropika yang
datang ditandatangani oleh Tenaga Teknis Kefarmasian di Apotek Kita.
Tahap selanjutnya adalah memberikan faktur asli kepada pengirim barang dan
salinannya disimpan sebagai arsip apotek (biasanya 2 rangkap). Barang yang datang
tersebut dicatat di buku faktur, kartu stok, dan juga diinput kedalam sistem komputer.
Bila ditemukan ketidaksesuaian pada faktur seperti kelebihan jumlah barang atau nama
atau jenis barang tidak sesuai pesanan maka barang tersebut akan dilakukan retur dan
revisi faktur dengan ditandai “salah pesan”. Namun jika terjadi kekurangan barang maka
dilakukan konfirmasi terlebih dahulu dengan distributor atau PBF mengenai penyebab
kekurangan barang tersebut jika barang tersebut kosong maka dilakukan revisi faktur dan
jika disebabkan kesalahan jumlah barang yang dikirimkan dan barangnya tersedia di
distributor atau PBF maka faktur dan barang dapat diterima namun untuk faktur tersebut
disimpan secara terpisah.
3.2.3 Penyimpanan
Obat-obat yang ada di Apotek Kita telah tersusun dengan baik sehingga
mempermudah pada saat pengambilan obat. Penyimpanan dan pengeluaran barang
dilakukan berdasarkan :

a. Penyimpanan obat di Apotek Kita disimpan dalam wadah asli dari pabrik.

b. Penyimpanan obat di apotek Atrika disusun berdasarkan sistem FEFO (First


Expired First Out) dan FIFO (First In First Out), FEFO yakni obat yang memiliki
tanggal kadaluwarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan
dan/atau paling atas, sedangkan FIFO yakni obat yang lebih dahulu masuk
diletakkan di bagian paling depan dan/atau paling atas.

c. Penyimpanan obat ethical disusun pada rak lemari panjang dengan menggunakan
tempat atau wadah khusus dan diberi label nama dari masing-masing sediaan
farmasi dan diberi harga per tablet/kaplet/kapsul untuk sediaan padat, dan per
satuan item untuk sediaan sirup, salep, aerosol, tetes mata dan lain-lain. Kemudian
obat ethical disusun berdasarkan bentuk sediaan (sediaan padat, sediaan cair,
sediaan setengah padat), rute pemberian (oral, suppositoria, dan pemakaian luar),
serta disusun secara alfabetis.

d. Obat-obat tertentu (OOT) disimpan di rak terpisah yang khusus untuk menyimpan
obat-obat tertentu.

e. Penyimpanan obat Narkotika dan Psikotropika, belum menggunakan lemari


dengan kunci ganda, tetapi masih dalam lemari biasa satu pintu tetapi kunci lemari
Narkotik dan Psikotropik di simpan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian dan setiap
mutasi obat-obat Narkotik dan Psikotropik harus di lakukan oleh Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian.

f. Penyimpanan sediaan farmasi khusus seperti supposotoria dan obat-obat yang


haruus disimpan di lemari pendingin telah di lakukan, akan tetapi belum ada
pengaturan suhu saat penyimpanan sehingga suhu belum terkontrol dengan baik.

g. Rak penyimpanan sediaan padat kategori generik seperti tablet dan kapsul yang
tersusun terpisah secara alfabetis.
h. Rak penyimpanan sediaan cair kategori generik tersususun terpisah seperti
suspensi atau sirup.

i. Rak penyimpanan sediaan salep dan krim tersususn terpisah.

j. Penyimpanan obat swalayan atau obat Over The Counter (OTC) atau barang yang
dapat dibeli secara bebas disimpan di rak-rak penjualan obat bebas swalayan
farmasi. Pengaturan penyimpanan didasarkan pada kategori kelas terapi, hal ini
agar memudahkan petugas dalam mengambil obat dan mempercepat dalam
pelayanan.

3.2.5 Pengendalian
Pengendalian sediaan farmasi dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan dilakukan melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan obat dan
pengambilan pesanan. Pengendalian di Apotek Kita dilakukan menggunakan kartu stok
baik dengan cara manual dan elektronik dengan menginput barang ke dalamsistem
komputer, dan juga menggunakan pencatatan di buku. Kartu stok sekurang-kurangnya
memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa
persediaan.
Saat obat datang, faktur pembelian dicatat di dalam buku faktur yang memuat
tanggal, nomor faktur, nama obat yang, asal PBF, harga obat yang disempat, dan
keterangan lunas dan belum lunas. Selain di catat di buku faktur, obat yang datang juga di
masukan ke dalam kartu stok pada masing-masing obat dengan mengisi asal PBF, tanggal,
nomor betch, jumlah obat yang datang, expired date dan sisa obat. Kemudian, obat yang
diterima juga diinput melalui sistem komputer sebagai kartu stok elektronik bila terjadi
ketidaksesuaian sisa barang dan fisik barang yang ada di kartu stok manual, dapat di cek
melalui komputer. Selanjutnya untuk obat yang keluar melalui resep, dimana semua obat
yang keluar di catat di kartu stok dengan menulisakan nompr resep, tanggal, dan jumlah
obat yang keluar dan sisa obat yang ada. Semua obat yang kelaur mealui resep juga di catat
dalam buku resep yang memuat nomor resep tanggal resep, obat-obat yang keluar, serta
harga per item obat. Obat yang sudah di catat di buku resep kemudian akan diinput juga ke
dalam sistem komputer sebagai kartu stok elektronik. Sama halnya dengan obat-obat yang
di beli tanpa resep dan obat-obat OTC semua obat yang keluar di catat dalam buku
penjualan obat dalam dan luar, kemudian dicatat di kartu stok, dan selanjutnya akan di
input melalui sistem komputer sebagai kartu stok elektronik.

3.2.6 Pemusnahan
Kegiatan pemusnahan pada umumnya terbagi menjadi dua, yaitu pemusnahan obat
dan pemusnahan resep. Di Apotek Kita kegiatan pemusnahan obat tidak pernah dilakukan.
Hal ini dikarenakan Apotek Kita melakukan kerjasama dengan pihak PBF sehingga ketika
sediaan obat yang mendekati kadaluwarsa (6-3 bulan sebelum tanggal kadaluwarsa) belum
terjual dapat dikembalikan atau ditukar. Sedangkan, untuk pemusnahan resep di Apotek
Kita dilakukan setiap 3 tahun sekali dan didokumentasikan dalam Berita Acara
Pemusnahan Resep. Saat melakukan pemusnahan resep selalu dibuat berita acara dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.

3.2.7 Pengembalian (return barang)


Pengembalian (return) barang kadaluwarsa di Apotek Kita dilakukan setidaknya 6
hingga 3 bulan sebelum barang mencapai tanggal kadaluwarsa. Hal yang dilakukan untuk
mengetahui barang mana yang mendekati waktu kadaluwarsa yaitu setiap awal bulan
bagian administrasi umum akan melakukan pengecekan melalui sistem komputer dan
mengkonfirmasi kembali dengan melihat tanggal kadaluwarsa di kartu stock dan fisik
barangnya. Apabila telah sesuai, obat yang mendekati kadaluwarsa ini dicatat dan dicek
dari PBF mana obat berasal. Tahap berikutnya dilakukan pengecekan terhadap faktur
pembelian obat tersebut dan disesuaikan terkait nama obat, bentuk sediaan, nomor batch,
jumlah obat tersebut yang masuk dan tanggal kadaluwarsanya. Setelah diketahui sesuai,
PBF kemudian dihubungi untuk permintaan pengembalian (return) atau tukar guling.
Apabila PBF setuju maka obat yang akan dikembalikan atau tukar guling beserta faktur
pembeliannya disimpan hingga sales PBF datang ke Apotek untuk mengambil obat
tersebut atau mengganti obat tersebut dengan obat yang sama namun dengan waktu
kadaluwarsa yang lebih lama (tukar guling). Dalam melakukan (return) barang masing-
masing PBF memberikan persyaratan bahwa barang yang dapat di (return) harus dalam 1
box yang belum di buka ataupun dalam 1 strip obat. Contoh PBF yang harus (return)
dalam 1 box contohnya Anugrah Pharmindo Lestari (APL), Bina San Prima (BSP) dan
lain-lain, sedangkan PBF yang bisa menerima dalam 1 strip obat adalah Sanbe. Pihak PBF
tidak akan menerima barang (return) bila tidak sesuai dengan persyaratan.

3.2.8 Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan sediaan farmasi di Apotek Kita dilakukan pada setiap proses pengelolaan
sediaan farmasi, melalui pengadaan (surat pemesanan dan faktur) dilakukan secara manual
terlebih dahulu kemudian diinput ke dalam komputer. Resep asli maupun salinan resep
disimpan sebagai arsip apotek. Salinan faktur masing-masing dua lembar disimpan sebagai
arsip dan untuk kepentingan administrasi serta pembayaran hutang dagang. Faktur barang
yang telah diterima kemudian dibuat nomor faktur, diinput dan disimpan melalui sistem di
komputer berdasarkan jumlah barang, spesifikasi barang, nomor batch dan exipered date.
Begitu juga dengan setiap obat yang masuk dan keluar selalu di catat manual melalui buku,
kemudian di catat juga dalam kartu stok dan selanjutnya data diinput kedalam komputer.
Berdasarkan Permenkes No.3 Tahun 2015 pasal 43 tentang pelaporan dan
pencatatan di Apotek Kita sesuai dengan aturan yang ditetapkan dimana Apotek Kita
membuat pencatatan mengenai pemasukan dan pengeluaran Narkotika dan Psikotropika
dalam bentuk obat jadi. Pelaporan penggunaan obat Narkotika dan Psikotropik di Apotek
Kita dibuat setiap bulan yang meliputi laporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika.
Laporan tersebut harus ditandatangani oleh Apotek Penanggung Jawab Apotek. Pelaporan
dilakukan secara online (elektronik) melalui SIPNAP (www.sipnap.kemenkes.go.id) setiap
bulan. Laporan SIPNAP memuat nama apotek, nama obat, nama distributor, jumlah
penerimaan, jumlah pengeluaran, dan stok akhir. Pelaporan ini ditunjukkan kepada instansi
terkait yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, dan Kepala Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

3.2.7 Stock Opname


Kegiatan Stock Opname di Apotek Kita dilakukan 1 tahun sekali dan biasanya di
akhir tahun. Kegiatan stock opname biasanya meliputi pengecekan kesesuaian jumlah obat
pada kartu stock dengan disiknya, tanggal kadaluarsa obat, serta harga obat. Bila ada obat
yang akan kadaluarsa dalam waktu dekat yaitu di tahun berikutnya, obat tersebut harus
dikeluarkan dan akan dilakukan return kepada PBF.

3.3 Pelayanan Farmasi Klinis

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun 2016 telah


menerapkan tujuh poin Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Apotek Kasih secara
umum telah berusaha menerapkan tujuh poin standar tersebut. Selain itu, Apotek Kita
juga telah mengikuti standar pelayanan berdasarkan pedoman Good Pharmaceutical
Practice (GPP).

Pelayanan di Apotek Kita, melayani penjualan baik sediaan farmasi maupun


perbekalan kesehatan lainnya. Pelayanan yang diberikan meliputi pelayanan resep dan
non resep. Pelayanan non resep ini dapat berupa penjualan obat bebas (over the counter
drugs atau OTC) maupun swamedikasi.

3.3.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep

Kegiatan pengkajian resep di Apotek Kita merupakan kegiatan yang paling sering
dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian diantaranya adalah pengkajian
administrasi resep, pengkajian kesesuian, dan pengkajian pertimbangan klinis pada resep.
Tenaga Teknis Kefarmasian sangat berperan dalam penerimaan pertama kali resep dari
pasien karena sebagai front liner harus memiliki kecermatan dan ketelitian selain
kemampuan yang baik dalam membaca resep. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan dalam dispensing dan pemberian harga.

Apoteker memiliki peranan dalam melakukan skrining resep mulai dari memeriksa
kelengkapan persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
Setelah ketiga aspek diatas sudah lengkap, dilakukan kegiatan dispensing obat oleh petugas
yang berbeda. Adanya petugas yang berbeda dalam dispensing obat diharapkan adanya
beberapa kali pengecekan dari awal resep diterima sampai obat akan diserahkan kepada
pasien sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan dalam dispensing obat.
Kegiatan pengkajian resep di Apotek Kasih dilakukan oleh seorang Tenaga Teknis
Kefarmasian tidak dilakukan dengan apoteker. Hal ini disebabkan apoteker belum dapat
stand by di Apotek dan apoteker di Apotek Kita datang sekali dalam seminggu dan
mengawasi serta melakukan cross check terhadap kegiatan yang dilakukan seminggu
terakhir.

Pelaksanaan pelayanan resep di Apotek Kasih antara lain :


a. Saat pasien datang membawa resep untuk menebus obat, akan dilakukan pengkajian
resep antara lain :
1. Kelengkapan administrasi meliputi data pasien yang terdiri atas nama, umur, jenis
kelamin, dan berat badan. Data dokter meliputi nama, nomor surat izin praktik (SIP),
alamat, nomor telepon, paraf dokter dan tanggal penulisan resep.
2. Kesesuaian farmasetik, meliputi bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas, dan
kompatibilitas.
3. Pertimbangan klinis, meliputi ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan
lama penggunaan obat, duplikasi atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan,
kontraindikasi, dan interaksi obat. Jika ditemukan ketidaksesuaian dari hasil
pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep dan pasien.
b. Melakukan pengecekan stok obat yang tersedia. Apabila obat tersedia maka petugas
akan mengkonfirmasi harga ke pasien. Apabila pasien setuju menebus obat maka
pasien akan diberikan nomor resep yang menjadi nomor antrian pasien saat menunggu obat.
Kemudian obat disiapkan baik racikan maupun obat yang dikemas lansung. Bila obat
yang dibutuhkan tidak tersedia, petugas apotek akan menyarankan obat lain yang
tersedia di apotek dengan komposisi dan khasiat yang sama. Atas persetujuan dari
dokter / pasien atau jika item obat tersebut sangat dibutuhkan dengan jangka
penggunaan yang panjang, petugas akan menawarkan kepada pasien untuk
memesankan khusus ke PBF.
c. Apabila dalam pelayanan resep terdapat kendala peresepan obat paten pada pasien
yang kurang mampu, petugas akan memberikan masukan kepada pasien untuk
menggantinya dengan obat generik yang mempunyai kandungan dan khasiat yang
sama dengan obat paten atas persetujuan dari dokter dan/atau pasien. Atau dapat
membeli setengahnya hal ini sangat membantu dalam mendapatkan pengobtan
yang optimal.
d. Apotek Kita telah menerapkan pengkajian terhadap penyiapan obat sampai dengan
penyerahan dengan AEPS (ambil, etiket, periksa, serah) atau lebih dikenal dengan
proses cek dan ricek resep. Semua kegiatan yang dimulai dari penyiapan obat,
pemberian etiket, dan sebelum obat diserahkan kepada pasien selalu dilakukan
double cross check serta dilakuakn oleh setiap orang yang berbeda untuk mencegah
terjadinya kesalahan. Dalam Penyerahan obat ke pasien maka Apoteker atau Tenaga
Teknis Kefarmasian memberikan pelayanan informasi minimal tentang aturan
pakai, khasiat obat, dosis, cara pemakaian, dan cara penyimpanan obat. Pemberian
informasi obat ini sangat penting sebab pasien dapat mengetahui beberapa hal yang
dapat mempengaruhi terapi pengobatan seperti kepatuhan pasien dalam minum
obat.
e. Resep yang menggunakan Narkotika dan Psikotropika selalu disiapkan dan diambil
oleh apoteker ataupun tenaga teknis kefarmasian, tidak boleh karyawan lain.
f. Resep yang menggunakan Narkotika dan Psikotropika selalu di garisi dengan garis
berwarna merah.
g. Semua prosedur yang dilakukan telah tertuang dan sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang dibuat oleh apoteker tentang pelayanan resep.
h. Berdasarkan pengamatan pelayanan resep di Apotek Kasih, jumlah total pelayanan
resep sehari mencapai 30-40 resep, dan rata-rata perbulan resep yang diterima sekitar
1000 resep. Adapun pembeliaan secara non resep atau pembelian bebas sama
banyaknya.
3.3.2 Dispensing dan Compounding
Tahap selanjutnya setelah proses pengkajian resep adalah kegiatan dispensing
serta compounding. Setelah proses pengkajian resep, obat yang diminta dalam resep
kemudian dicek ketersediaannya. Jika ada maka Tenaga Teknis Kefarmasian akan
menghitung total biaya obat dan mengabarkannya kepada pelanggan. Jika pelanggan
setuju, maka pelanggang harus segera melakukan pembayaran agar kegiatan dispensing
dan compounding dapat dilakukan.
Kegiatan dispensing dan compounding di Apotek Kita dilakukan oleh Tenaga
Teknis Kefarmasian. Kegiatan ini terdiri dari tahapan menyiapkan obat, meracik obat,
memasukkan obat kedalam wadah yang sesuai dan memberikan etiket atau label obat.
Pada tahapan penyiapan obat, Tenaga Teknis Kefarmasian mengambil obat-obat yang
dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang diminta dengan memperhatikan nama obat, bentuk
sediaan, tangga kadaluwarsa dan keadaan fisik obat. Kemudian setelah tahap penyiapan
obat adalah tahap peracikan obat. Tahap ini dilakukan apabila ada permintaan pada resep,
obat dibuat dalam bentuk racikan berupa kapsul, puyer, salep atau krim. Proses peracikan
obat dilakukan berdasarkan SOP yang ada dengan tetap memperhatikan dosis, jenis dan
jumlah obat. Peracikan berdasarkan SOP ini berguna agar obat racikan yang diminta
sesuai dengan standar dan menjamin keamanan serta kebersihan obat racikan yang dibuat.
Setelah disiapkan dan racik, obat kemudian dimasukkan kedalam wadah yang
tepat dan terpisah untuk menghindari penggunaan yang salah. Kemudian, obat masuk ke
tahap terakhir yaitu tahap pemberian etiket atau label obat. Pada tahap ini, penulisan etiket
harus memuat nomor resep, tanggal pemberian obat, nama pasien, dan cara penggunaan
obat. Etiket yang ada di Apotek Kita ada 3 jenis yaitu etiket putih yang menyatu dengan
plastik pembungkus obat, etiket putih tempel dan etiket biru. Etiket putih yang menyatu
dengan plastik obat biasanya untuk obat oral berupa tablet, kapsul dan kaplet, etiket putih
tempel digunkanan untuk sediaan oral yang ada pada kemasan botol seperti sirup, suspensi
dan emulsi. Sedangkan etiket biru digunakan untuk obat sediaan topikal atau luar.

3.3.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Kegiatan pelayanan informasi obat di Apotek Kita yaitu setelah sediaan farmasi
yang disiapkan di beri etiket dan di double cross check kemudian Tenaga Teknis
Kefarmsian atau Apoteker memanggil pasien sesuai dengan yang tertulis pada resep,
dan mencocokan dengan nomor antrian. Setelah nomor antrian dan nomor resep cocok,
obat yang telah disiapkan kemudian diserahkan kepada pasien disertai dengan
pemberian informasi tentang cara pemakaian, aturan pakai, waktu penggunaan dan cara
penyimpanan. Serta memastikan bahwa sediaan farmasi yang diterima pasien digunakan
secara benar, informasi yang diberikan Tenaga Teknis Kefarmsian atau Apoteker
dipahami oleh pasien. Jika pasien kurang memahami dan terlihat ragu-ragu terkait
penjelasan yang diberikan, Tenaga Teknis Kefarmsian atau Apoteker akan mengulangi
kembali penjelasan kepada pasien.
3.3.4 Konseling
Kegiatan konseling di Apotek Kita masih belum dilakukan, terlihat dari belum
tersedianya ruang konseling khusus anatara apoteker dan pasien. Konseling di Apotek
Kita hanya berkisar pada pemberian informasi obat seperti indikasi, cara penggunaan,
penyimpanan, dan kemungkinan efek samping yang timbul. Sehingga, kegiatan ini
kebanyakan dilakukan bersamaan saat pemberian informasi obat dan swamedikasi.
3.3.5 Home Pharmacy Care
Apotek Kita belum melaksanakan Home Pharmacy Care karena sistem pendataan
pasien belum mendukung.
3.3.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Apotek Kita belum melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) karena sistem
pendataan pasien belum mendukung.
3.3.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Pelayanan kefarmasian klinis terkait Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
dalam bentuk pelaporan dilakukan ketika ditemukan adanya respon yang tidak
dikehendaki pada pasien. Pelaporan MESO kemudian dikirimkan ke BPOM melalui
Form Kuning atau secara online.

3.4 Kegiatan Non Teknis Kefarmasian

3.4.1 Pengelolaan Administrasi Apotek

Apotek Kita memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik dimulai dari
perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar.
Pengelolaan dilakukan oleh Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian dan Karyawan
bagian Administrasi.

a. Administrasi Umum

Kegiatan administrasi umum meliputi pelaporan penggunaan Narkotika dan


Psikotropika serta berita acara pemusnahan resep. Selain itu juga adalah kegiatan
pengrasipan resep serta faktur. Pengarsipan resep di susun berdasarkan tanggal dan
urutan pada nomor resep. Kemudian resep di arsipkan menjadi satu kumpulan per bulan.
Begitu juga dengan faktur pembelian barang. Resep dan faktur Narkotika dan
Psikotropika di pisahkan dari resep dan faktur pembelian obat-obat lain, dan disimpan di
lemari khusus untuk pengarsipan faktur dan resep Narkotika dan Psikotropika.

b. Administrasi Penjualan
Kegiatan administrasi penjualan di Apotek Kita dilakukan dengan melakukan
pencatatan setiap terjadi penjualan baik untuk obat ethical maupun obat OTC dengan
mencantumkan nama obat, harga obat dan jumlah obat yang terjual. Harga jual tiap obat
sudah tertera di wadah obat, untuk obat OTC dicantumkan harga per kemasan baik itu per
satuan botol, blister ataupun lempeng sedangkan untuk obat ethical dicantumkan harga per
tablet. Harga akhir suatu obat dibulatkan ke harga lima ratusan atau ribuan terdekat.
Pada administrasi penjualan, terdapat dua jenis buku yang digunakan yaitu buku
penjualan obat OTC dan buku penjualan obat ethical. Obat yang terjual setelah ditulis
dibuku penjualan, pada akhir jam kerja dilakukan perekapan dan penghitungan hasil
penjualan. Kemudian di hari berikutnya, semua obat yang terjual beserta harganya akan
diinput ke sistem komputer oleh personalia administrasi umum.

c. Administrasi Pembelian
Kegiatan administrasi pembelian yang dilakukan adalah mencatat semua pembelian
ke dalam buku faktur dan menuliskannya secara berurutan sesuai dengan urutan faktur
yang masuk. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Kita secara condisional
dan tidak ditentukan tanggal pasti setiap bulan. Tanggal pembayaran akan ditentukan
pada tanggal tukar faktur, dan biasanya tanggal pembayaran disebut dengan tanggal
jatuh tempo. Tanggal jatuh tempo yang biasanya tertera pada faktur adalah 21-30 hari
sertalah barang diterima. Selain mengunkaan sistem pembayaran jatuh tempo ada
beberapa sediaan farmasi, Narkotik dan Psikotropik yang di pesan di Apotek Kita
menggunakan sistem COD. Buku administrasi pembelian meliputi buku faktur, buku
defekta, surat pesanan, surat pesanan khusus Narkotika, dan surat pesanan khusus
Psikotropika.
d. Administrasi Pergudangan
Kegiatan administrasi pergudangan di Apotek Kita dilakukan dengan mencatat
pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang ada pada setiap obat
sehingga dapat diketahui kapan, berapa dan dari mana obat masuk berasal dan kapan
juga berapa obat yang keluar, sisa persediaan obat juga dapat dilihat melalui kartu stock
ini. Selain ditulis dikartu stock, pemasukan persediaan obat juga ditulis didalam buku
faktur dan diinput kedalam sistem computer sebagai kartu stok elektronik.

e. Administrasi Piutang
Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada PBF dan
melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.

3.5 Sumber Daya, Sarana dan Prasarana

3.5.1 Sumber Daya


Sumber daya di Apotek Kita sudah memenuhi persyaratan ketenagaan yang ada
pada Permenkes No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek. Di Apotek Kita terdapat Pemilik
Sarana Apotek (1 orang), Apoteker Pengelola Apotek (1 orang), Tenaga Teknis
Kefarmasian, (4 orang), Asisten Tenaga Teknis Kefarmasian (2 orang), Juru Racik (2
orang), Administrasi Umum (1 orang), bagian Pengadaan (1 orang) dan bagian Kasir (1
orang). Apoteker Apotek Kita dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian dibantu oleh
Tenaga Teknis Kefarmasian yang sudah memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin
Praktik.

3.5.2 Sarana dan Prasarana


Apotek Kita bekerja sama dengan bebarapa dokter spesialis, sehingga apotek tidak
hanya berdiri sebagai apotek secara tunggal akan tetapi menjalin kerja sama dengan
beberapa dokter speasialis seperti penyakit dalam, kandungan, bedah kongestif, THT,
kejiwaaan, kulit dan kelamin, anak, gigi , fisioterapi serta klinik khusus untuk pembersihan
luka diabetes. Ruang-ruang dokter bersebelahan dengan apotek, dan Aptoek Kita memilki
lahan yang cukup luas serta tata ruang yang rapih untuk klinik khusus dokter yang
berpraktek. Ruang tunggu paisen baik saat menunggu dokter berpraktek dan juga ruang
tunggu pasien saat menunggu obat di apotek disediakan sofa panjang dan kursi seta
disediakan juga televisi demi memberi kenyamanan kepada pasien. Tata ruang apotek di
Apotek Kita terdiri dari 2 bagian, dimana bagian depan terdapat etalase kaca untuk
menyimpan obat-obat ataupun produk OTC. Obat-obat ataupun produk OTC di simpan di
rak-rak etalase kaca yang dibagi menjadi beberapa kategori produk dan bentuk sediaannya.
Hal ini memudahkan pasien mencari produk yang diinginkan dengan leluasa.
Sedangkan untuk resep obat ethical ( obat resep dan OWA) disimpan di rak-rak obat di
bagian dalam apotek. Bagian luar dari Apotek Kita memiliki sarana ruang penerimaan
yang strategis dengan pintu masuk sehingga mudah terlihat oleh pasien, tata letak
penerimaan resep dan atau non resep serta kasir berdekatan dan sejajar dalam 1 konter
sehingga lebih efisiensi tempat. Di bagain depan juga terdapat meja yang digunakan
sebagai tempat untuk menyusun plastik saat akan menyerahkan obat kepada pasien.
Kemudian dibagian dalam apotek terdapat meja dan kursi pelayanan resep yang
dilengkapi dengan alat tulis, kwitansi, copy resep, etiket, label, buku resep, buku faktur,
kalkulaor dan lain-lain. Serta tersedia 1 komputer yang digunakan admin apotek untuk
memindahkan data-data ke dalam komputer, dan juga tersedia telepon yang digunakan untuk
menerima pendaftaran pasien yang akan mendaftar ke dokter yang berpraktek. Selain itu
terdapat meja dan kursi yang letaknya sejajar namun berjarak dengan meja dan kursi
sebelumnya yang digunakan sebagai meja racik. Semua alat-alat yang digunakan untuk
meracik tersedia diatas meja dan ada beberapa barang lain juga yang disimpan dalam lemari
khusus untuk sediaan racikan. Gambar meja racik di Apotek Kita dapat di lihat di
lampiran....
Adapun fasilitas penyimpanan obat-obat ethical di Apotek Kita tersusun rapi dalam
10 rak berdasarkan bentuk sediaan, abjad,yang dibedakan sebagai obat generik dan obat
paten. Pada penyimpanan Narkotika dan Psikotropika disimpan dalam lemari yang belum
memenuhi kriteria yaitu lemari dengan dua pintu dan dua kunci, sebab di Apotek Kita lemari
penyimpanan Narkotik dan Psikotropik masih disimpan dalam lemari satu pintu dan satu
kunci tetapi lemari tersebut tidak dapat dipindahkan kemanapun. Disediakan juga lemari
pendingin untuk menyimpan sediaan-sediaan khusus tetapi disayangkan di Apotek Kita
belum tersedianya pengaturan suhu dan kelmbapan untuk memastikan suhu dari lemari
pendingin sudah terkalibrasi. Gudang untuk menyimpan obat-obat yang disimpan dalam
lemari, sebab barang yang datang untuk disimpan tidak banyak. Prasarana di Apotek Kita
juga tersedia sumber air bersih, instalansi listrik, penerangan yang baik, toilet serta tersedia
fasilitas pembayaran non tunai melalui debit Mandiri, BCA.

3.5 Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian


3.5.1 Mutu Manajerial
a. Audit
Apotek Kita melakukan audit atau pengecekan sediaan farmasi dan obat-obatan
umumnya setiap 1 bulan sekali untuk menghindari adanya kesalahan atau adanya masalah
dalam sistem. Apabila ada barang yang akan kadaluwarsa maka barang tersebut dipisahkan
dan apabila masih bisa dikembalikan ke distributornya maka dikembalikan atau ditukar
dengan barang yang baru dengan tanggal kadaluwarsa yang masih lama.

b. Riview

Apoteker di Apotek Kita melakukan pengamatan barang atau sediaan farmasi


terhadap waktu penjualan yang terhitung lambat (slow moving) ataupun cepat (fast
moving) pada saat pengadaan sehingga tidak terjadinya over stock atau barang
kadaluwarsa.

3.5.2 Mutu Pelayanan Farmasi Klinik


a. Audit
Apoteker di Apotek Kita melakukan audit terhadap penyerahan obat kepada pasien
serta audit waktu pelayanan dimana waktu pelayanan resep yaitu antara 15-30 menit, hal
tersebut sudah sesuai karena untuk resep non racikan dilakukan pelayanan sekitar 15
menit dan untuk resep racikan dilakukan pelayanan sekitar 30 menit.
b. Review
Apoteker di Apotek Kasih melakukan review terhadap pelayanan dan sumber daya
manusia, hal tersebut bertujuan untuk mencegah suatu kejadian seperti medication error.
c. Survei

Apotek Kita tidak melakukan survei sebab bila ingin melakaukan survei dibutuhkan
appteker pendamping, dan apotek Kita tidak memilki apoteker pendamping.
BAB IV

KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilakukan di
Apotek Kita dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan pelaksanaan praktik kerja profesi di Apotek Kita, penulis dapat
memahami pengelolaan mengenai apotek antara lain studi kelayakan apotek;
pengelolaan perbekalan farmasi berupa perencanaan, pengadaan, cara
pemesanan, penerimaan, penyimpanan, dan penjualan; pelayanan resep dan
swamedikasi; serta laporan pemakaian Narkotika dan Psikotropika sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan kaidah-kaidah profesi yang
berlaku dalam memahami kompetensi apoteker di Apotek.
2. Berdasarkan pelaksanaan praktik kerja profesi di Apotek Kita, peserta
PKPA selalu dilatih untuk meningkatkan ketrampilan dalam memberikan
pelayanan farmasi di Apotek
3. Berdasarkan pelaksanaan praktik kerja profesi di Apotek Kita, peserta
PKPA mendapati gambaran secara nyata terkait permasalahan yang ada
dalam praktek dan pekerjaan kefarmasian di Apotek. Apotek Kita telah
menerapkan sistem yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku
4. Apoteker yang memiliki peranan penting di Apotek Kita sebagai health
professional, managerial, dan retailer yang telah menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya terhadap pelayanan kefarmasian yang termasuk
pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan farmasi klinis.
5. Pengelolaan sediaan farmasi di Apotek Kita mulai dari perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, hingga
pencatatan dan pelaporan telah dilakukan dengan sebaiknya dan
sebagaimana mestinya.
6. Pelayanan Farmasi klinik yang dilakukan di Apotek Kita meliputi
pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO) sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Mahasiswa dapat melakukan
kegiatan pelayanan farmasi klinik tersebut selama praktek sehingga banyak
mendapatkan ilmu dan pengetahuan serta pengalaman yang sangat bermanfaat.
7. Semua pelaksanaan kegiatan kefarmasian di Apotek Kita telah sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang di tetapkan.

Anda mungkin juga menyukai