Anda di halaman 1dari 8

Unnes J Life Sci 3 (1) (2014)

Unnes Journal of Life Science


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/UnnesJLifeSci

STUDI OBSERVASI HIGIENITAS PRODUK TEMPE BERDASARKAN


PERBEDAAN METODE INOKULASI

Ruri Winanti, Siti Harnina Bintari, Dewi Mustikaningtyas

Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel ABSTRAK


________________ ___________________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Metode inokulasi dalam pembuatan tempe yang baik sangat penting dan berpengaruh untuk
menghasilkan produk tempe yang higienis dan bermutu baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
Diterima November 2013 mengetahui tentang higienitas produk tempe berdasarkan perbedaan metode inokulasi
Disetujui Februari 2014 (dicampur air dan tanpa dicampur air). Sampel yang digunakan adalah tempe berumur 36 jam
Dipublikasikan Mei 2014 yang diambil dari 12 Industri kecil menengah (IKM) di Desa Bandar Kabupaten Batang, IKM I
________________ sampai dengan VI menggunakan metode inokulasi dengan dicampur air dan IKM VII sampai
dengan XII menggunakan metode inokulasi tanpa dicampur dengan air. Hasil penelitian
Keywords:
menunjukkan jumlah Escherichia coli tertinggi yaitu 2,67x107 CFU/ml diperoleh dari IKM VI
Higienic (metode inokulasi dicampur air), sedangkan jumlah Escherichia coli terendah yaitu 1,4x106
Inoculum CFU/ml diperoleh dari IKM X (metode inokulasi tanpa dicampur air). Jumlah Bakteri asam
Tempeh laktat (BAL) terendah yaitu 1,66x107 CFU/ml diperoleh dari IKM VI (metode inokulasi
___________________ dicampur air) sedangkan jumlah Bakteri asam laktat (BAL) tertinggi yaitu 2,96x107 CFU/ml
diperoleh dari IKM X (metode inokulasi tanpa dicampur air). Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pada IKM tempe di Desa Bandar Kabupaten Batang, menggunakan metode
inokulasi yang berbeda (dicampur air dan tanpa dicampur air) menunjukkan produk yang
kurang higienis dengan hasil cemaran Escherichia coli lebih dari 10 sel/gr sehingga dapat
dikatakan produk tempe ini tidak memenuhi SNI 2009.

ABSTRACT
Inoculationsystem of good tempeh production very importand and took effect of hygienic and qualified
Tempeh product. The purpose of this research was to find out about the hygiene of Tempe’s product towards
difference inoculation method (mixed with water and unmixed with water). The sample that was used is
Tempeh whose age 36 hours that was taken from 12 home industry (IKM) in the village Bandar regency
Batang, IKM I to VI used inoculation method and IKM VII to XII used inoculation method unmixed with
water. The result showed significant differences. It was showed by a higest number of Escherichia Coli was
2,67x107 CFU/ml the result from IKM VI (water mix inoculation method), whereas the lowest number of
Escherichia Coli was 1,4 x106 CFU/ml the result from IKM X (water unmix inoculation method). Lowest
number of Lactid Acid Bacterial (BAL) was 1,66x107 CFU/ml the result from IKM VI (water mix
inoculation method), whereas the higest number of Lactid Acid Bacterial (BAL) was 2,96x107 CFU/ml the
result from IKM X (water unmix inoculation method). From the research could be concluded that IKM
tempeh in the village Bandar regency Batang, used difference inoculation method (mixed with water and
unmixed with water)show less hygienic product with Escherichia coli contamination of the results of more
than 10 cells/gr so it can be said tempeh product does not meet ISO 2009.

© 2014 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 2252-6277
Gedung D6 Lt.1, Jl. Raya Sekaran,
Gunungpati, Semarang, Indonesia 50229
E-mail: rurywinanty@yahoo.com

39
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)

PENDAHULUAN sangat penting dan berpengaruh untuk


menghasilkan produk tempe yang higienis dan
Tempe merupakan makanan tradisional bermutu baik.
hasil fermentasi dari aktivitas jamurRhizopus sp. Air berperan penting dalam proses
Tempe mempunyai kandungan protein yang metabolisme sel kapang, dimana faktor
nilainya setara dengan daging. Dalam 100 gram instrinsik yang berperan pada pertumbuhan
tempe segar mengandung 18,3 gram protein, kapang pada pangan adalah aktivitas air
sedangkan dalam 100 gram daging mengandung (aw).Kapang tumbuh baik pada aw yang relatif
18,8 gram protein (Babu et al 2009). Tempe rendah sampai pada aw 0,8 (Sardjono 2011).
dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri Kedelai tempe harus mengandung cukup air,
berwarna putih bersih yang merata pada apabila terlalu kering dan kelembaban kurang
permukaannya, memiliki struktur yang maka substrat kedelai sukar ditembus dan
homogen dan kompak, serta berasa, berbau dan dilapukkan oleh miselium kapang. Sebaliknya
beraroma khas tempe.Proses pembuatan tempe apabila terlalu basah dan banyak mengandung
meliputi pencucian kedelai, perebusan, air, maka akan menghambat penyebaran
perendaman, pengupasan kulit kedelai, oksigen sehingga pertumbuhan miselium kapang
inokulasi, pembungkusan dan fermentasi terhambat. Kadar air dan nilai aktivitas air yang
(Sarwono 2004). tinggi tersebut berpotensi untuk pertumbuhan
Tempe telah dikenal masyarakat sebagai berbagai jenis mikroorganisme, dimana
makanan bergizi tinggi. Indonesia merupakan pengurangan aktivitas air dianggap cukup baik
Negara produsen tempe terbesar di dunia. untuk mencegah kerusakan mikrobiologis pada
Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di tempe (Suciati 2012).
Indonesia saat ini sekitar 6,45 kg (Hidayat Industri Kecil Menengah atau sering
2008).Tempe merupakan salah satu produk disebut IKM termasuk industri sentra yang
berbasis kedelai, yang memiliki manfaat baik mempunyai skala usaha kecil tetapi saling
dari segi nutrisi maupun kesehatan. Tempe mengelompok dimana skala higienitas dan hasil
sebagai sumber nutrisi yang mengandung 25% produk mempengaruhi pemasaran. Produk
protein, 5% lemak, 4% karbohidrat serta kaya tempe hasil IKM di Indonesia memiliki peluang
mineral dan vitamin B12. Beberapa penelitian untuk menjadikan tempe sebagai produk ekspor
menunjukkan bahwa nutrisi tempe lebih mudah utama. Di lokasi IKM tempe yang berada di
dicerna, diserap, dan dimanfaatkan oleh tubuh sekitar Desa Bandar Kabupaten Batang,
dibandingkan dengan nutrisi kedelai yang pengrajin IKM tempe menggunakan cara yang
dikonsumsi secara langsung (Dwinaningsih berbeda dalam inokulasi, yaitu metode inokulasi
2010). tanpa dicampur air dan dengan dicampur air.
Standar tempe yang baikharus memiliki Berdasarkan pengamatan empiris bahwa
karakteristik yang baik dan tidak ada penggunaan air dalam proses inokulasi
kontaminan dalam tempe. Higienitas sangat bertujuan untuk membantu meratakan
penting dalam proses fermentasi tempe karena inokulum. Air yang digunakan pengrajin
akan mempengaruhi hasil produk (Mutiara tempepada umumnya tidak disaring dan hanya
2010). Pada proses pengolahan, cara dilakukan pengendapan. Hal ini dimungkinkan
penggunaan inokulum tempe yang baik sangat dapat mempengaruhi produk tempe yang
penting dan berpengaruh untuk menghasilkan dihasilkan, oleh karena itu perlu dilakukan studi
produk tempe yang bermutu baik. Metode observasi higienitas produk tempe berdasarkan
inokulasi dalam pembuatan tempe yang baik perbedaan metode inokulasi.

40
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)

METODE PENELITIAN perhitungan jumlah bakteri Escherichia coli pada


Pengambilan sampel dilakukan di Desa media Endo Agar (EA) dan jumlah BAL pada
Bandar Kabupaten Batang dan Penelitian media Man Ragosa Sharpe Agar (MRSA), dapat
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, dilihat pada Tabel 1.
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Tabel 1. Data Jumlah Bakteri Escherichia coli dan
BAL pada produk tempe
Semarang.Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari 2013 – Juli 2013.Bahan utama yang
IKM Metode ∑ bakteri ∑ bakteri
digunakan adalah tempe segar dari 12 IKM, inokulasi (sel/ml) (sel/ml)
Endo Agar (EA), Man Ragosa Sharpe Agar Escherichia BakteriAsam
coli laktat (BAL)
(MRSA), Akuades steril, Alkohol 70%, Cat A I Dengan air 2,01 x 107 2,59 x 107
(Kristal violet), Cat B (Lugols Iodin), Cat C II Dengan air 1,96 x 107 2,06 x 107
(Alkohol aseton), dan Cat D (safranin). Alat III Dengan air 2,08 x 107 1,98 x 107
yang digunakan kompor, kertas pH, autoklaf, IV Dengan air 2,05 x 107 2,12 x 107
inkubator, LAF, colony counter, petridisk, mortar, V Dengan air 2,42 x 107 1,76 x 107
VI Dengan air 2,67 x 107 1,66 x 107
Mikropipet, gelas benda, dan Mikroskop.
VII Tanpa air 1,79 x 107 2,84 x 107
Bahan yang diteliti adalah tempe dari 12
VIII Tanpa air 1,80 x 106 2,03 x 107
IKM yang dibuat dengan dinokulum yang
IX Tanpa air 2,60 x 106 2,88 x 107
berbeda (IKM I sampai dengan VI menggunakan
X Tanpa air 1,40 x 106 2,96 x 107
metode inokulasi dengan dicampur air dan IKM XI Tanpa air 2,60 x 106 2,84 x 107
VII sampai XII menggunakan metode inokulasi XII Tanpa air 1,17 x 107 2,68 x 107
tanpa dicampur air). Penelitian ini dilakukan
dengan cara deskriptif kualitatif yaitudengan
Hasil dari data jumlah bakteri Escherichia
dilakukan perhitungan jumlah total Escherichia
coli dan BAL pada produk tempe diperoleh,
coli, jumlah total BAL, mengukur pH dan ∆
bahwa dari semua IKM jumlah Escherichia
berat kedelai untuk melihat higienitas produk
coliterendah ditunjukkan pada IKM X yang
tempe yang diambil dari IKM tempe.
menggunakan metode inokulasi tanpa dicampur
air dan jumlah BAL tertinggi ditunjukkan pada
HASIL DAN PEMBAHASAN IKM X yang menggunakan metode inokulasi
tanpa dicampur air. Jumlah bakteri kontaminan
Higienitas merupakan proses yang Escherichia coli dari hasil produk tempe yang
penting dalam perusahaan makanan dan menggunakan metode inokulasi yang dicampur
minuman,supaya kebersihan dan higienitas serta air lebih tinggi dari produk tempe dengan
nilai gizi dari produk dapat dipertahankan metode inokulasi tanpa dicampur air disebabkan
(MENKES 2003). Higienitas produk tempe adanya air yangberlebihan dalam proses
dipengaruhi oleh tidak adanya kontaminasi inokulasi. Hal ini didukung oleh pendapat Dewi
bakteri Escherichia coli, keberadaan BAL dan dan Aziz (2011) yang menyebutkan bahwa
higienitas IKM. Hasil data penelitian dan adanya air yang berlebih, merupakan suatu
pengamatan diperoleh jumlah Escherichia coli dan kondisi yang dapat meningkatkan aw, sehingga
Jumlah BAL (Bakteri Asam Laktat) pada tempe pertumbuhan kapang akan terhambat. Pendapat
yang menunjukkan hasil yang berbeda antara lain yang mendukung adalah Sardjono (2011)
tempe hasil produksi IKM yang menggunakan pada umumnya kapang tumbuh baik pada aw
metode inokulasi yang dicampur air dan metode yang relatif rendah, sampai pada aw 0,8 atau 65%
inokulasi tanpa dicampur air. Hasil data dari dan pH optimum 6,5, apabila aw lebih dari 0,8
41
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)

atau 65% maka bakteri kontaminan akan lebih standar cemaran bakteri Escherichia coli pada
banyak tumbuh dan menyebabkan kualitas makanan adalah kurang dari 10 sel/gr
produk tempe rendah. sedangkan cemaran bakteri Coliform maksimal
Kontaminan bakteri Escherichia coli terjadi 10 (SNI 2009). Namun hal ini tidak perlu
karena permukaan biji kedelai yang kurang dikhawatirkan, dikarenakan dalam tubuh kita
kering akibat proses penirisan yang kurang terdapat Bakteri Asam Laktat (BAL) yang
tuntas. Hal ini menyebabkan kadar air menjadi mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup
tinggi sehingga proses fermentasi akan dalam saluran pencernaan, dimana bakteri asam
terganggu. Menurut Kasmidjo (1990) bahwa laktat di usus dapat menekan pertumbuhan
apabila kadar air tinggi maka kelembapan juga bakteri patogen (Marini et al 2008).
tinggi dan bakteri kontaminan akan meningkat Banyaknya Bakteri asam laktat (BAL)
sehingga air yang berlebihan dalam inokulasi pada produk tempe disebabkan karena bakteri
dan penirisan yang kurang sempurna dapat ini merupakan bakteri yang mempunyai peran
memacu tumbuhnya bakteri-bakteri kontaminan penting dalam fermentasi dimana menyebabkan
dan menyebabkan pembusukan sehingga perubahan aroma dan tekstur dalam daya tahan
mempengaruhi produk tempe. Proses penirisan produk tempe. (Sulandri 2001). Daya tahan dari
yang kurang tuntas juga merupakan salah satu produk tempe disebabkan karena bakteri asam
faktor yang menyebabkan kadar air tinggi laktat (BAL) berkontribusi dalam menghambat
sehingga proses fermentasi akan terganggu, pertumbuhan bakteri kontamian Escherichia coli.
fermentasi yang terganggu akan menyebabkan Hal ini didukung Yulniwerni (2006), dimana
terhambatnya pertumbuhan kapang dan saat proses perendaman tingginya bakteri asam
menstimulasi pertumbuhan bakteri kontaminan laktat (BAL) menjadikan pH pada biji kedelai
(Nugroho 2007). turun sehingga memberikan kondisi yang baik
Tempe yang diolah menggunakan metode bagi pertumbuhan jamur dan membuat bakteri
inokulasi tanpa dicampur air ditemukan bakteri kontaminan menghambat khususnyaEschericia
kontaminan Escherichia coli, meskipun dalam coli berkurang atau bahkan mati selain itu
jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri asam laktat juga penghasil racun yang
produk tempe dengan metode inokulasi yang memiliki kemampuan menghasilkan asam
dicampur air. Menurut Kasmidjo (1990), bahwa laktat dan dapat menurunkan pH substrat
keikutsertaan bakteri dalam proses pembuatan serta dapat menghasilkan hidrogen peroksida
tempetidak dapat dihindari meskipun tempe yang dapat berfungsi sebagai antibakteri.
dibuat secara higienis dalam laboratorium dan Bakteri asam laktat (BAL) memberikan
dengan menggunakan inokulum kultur murni. kontribusi penting dalam proses fermentasi dan
Kontaminan pada fermentasi pembuatan tempe menjamin keamanan tempe yang dihasilkan
biasanya disebabkan oleh jenis kedelai, asal air, (Feng et al 2006). Hal ini terbukti bahwa adanya
kondisi udara, suhu ataupun kebersihan alat hasil pengamatan bakteri asam laktat yang tinggi
yang digunakan dalam pembuatan tempe. pada IKM X didukung juga dengan hasil
Persyaratan batas cemaran bakteri pada Escherichia coli yang rendah pada IKM X. Seperti
makanan produk tempe menurut BPOM (2005) yang dikatakan oleh Indarwati et al (2010)
adalah kurang dari 10 sel/gr Escherichia coli. bahwa bakteri Escherichia coli tidak dapat
Jumlah bakteri Escherichia coli dari seluruh tumbuh pada kondisi asam sedangkan bakteri
produk IKM tempe adalah lebih dari 10 sel/gr asam laktat (BAL) memiliki ketahanan terhadap
sehingga dapat dikatakan produk tempe ini kondisi stres seperti pH asam dan suhu yang
kurang layak dikonsumsi (BPOM 2005).Untuk mampu menghasilkan senyawa antimikrobia

42
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)

yang diproduksi saat proses fermentasi dan tetap V Dengan air 6,5 2
VI Dengan air 6,5 2
berada dalam bahan pangan sehingga dapat
VII Tanpa air 6,0 1
menghambat pertumbuhan bakteri patogen VIII Tanpa air 5,7 1
Escherichia coli. Hal ini menunjukkan bahwa IX Tanpa air 5,8 1
X Tanpa air 5,5 0
(BAL) dapat mengurangi pertumbuhan bakteri XI Tanpa air 6,0 0
patogen, dimana peran bakteri asam laktat XII Tanpa air 6,0 1

(BAL) sangat bermanfaat untuk peningkatan


kualitas dan keamanan tempe melalui Hasil ∆ berat kedelai antara pembuatan
penghambatan bakteri kontaminan secara alami tempe dengan metode inokulasi yang
(Muslikhah et al 2013). menambahkan air lebih tinggi dibandingkan
Asam yang dihasilkan oleh bakteri asam dengan ∆ berat kedelai dengan metode inokulasi
laktat (BAL) adalah asam laktat dan asam tanpa air, hal ini menunjukkan bahwa adanya
asetat, asam laktat merupakan metabolit utama air yang berlebih mempengaruhi berat kedelai
bakteri asam laktat (BAL).Efek penghambatan dan mempengaruhi kadar air. Hasil suhu ruang
terjadi karena molekul asam organik masuk ke dan pH pada proses pembuatan tempe oleh
dalam membran sel dan menurunkan pH pengrajin IKM di Desa Bandar Kabupaten
sitoplasma (Ibourahema et al 2008). Dari jumlah Batang menunjukkan hasil yang normal, dari
seluruh produk IKM tempe jumlah bakteri asam semua IKM tempe didapatkan, selain itu pH
laktat (BAL) dihasilkan 107 CFU/ml sehingga 5,5-6,5 dengan suhu ruang 280 C dan. Hal ini
dapat dikatakan produk tempe ini masih layak didukung oleh (Nurita 2009) bahwa lingkungan
sebagai produk probiotik. pendukung pada pembuatan tempe terdiri dari
Uji karakteristik dilakukan untuk suhu 27-300 C, pH 4-6,5 dan kelembapan 70-
mengetahui produk tempe yang paling bagus, 80%. Akibat dari suasana asam yang tinggi
enak dan higienis. Karakteristik tempe yang maka pertumbuhan bakteri kontaminan dapat
berhasil adalah terdapat lapisan putih di sekitar dicegah dan kelangsungan pertumbuhan kapang
kedelai dan pada saat dipotong tempe tidak terjamin. Kapang tempe memproduksi enzim
mudah hancur, serta daya simpan (masa over proteolitik yang kuat selama fermentasi enzim
fermented). Setelah dilakukan penelitian dan proteolitik akan merombak protein kedelai
pengamatan pada proses pembuatan tempe di menjadi senyawa sederhana dan menghasilkan
Desa Bandar Kabupaten Batang pada uji amoniak yang dapat menaikkan pH kedelai.
karakteristik tempe diperoleh data, dari semua Selama pH tempe rendah, tidak melebihi pH 7
IKM menunjukkan suhu ruang 28 0C, derajat dan suhu sesuai maka bakteri pembusuk akan
keasaman (pH) optimum 5-6,5 dan ∆ Berat terhambat pertumbuhannya sehingga produk
kedelai 0-2 gr, dapat dilihat pada Tabel 2 tempe terjamin akan menghasilkan kualitas
terbaik.
Standar karakteristik produk tempe yang
Tabel 2. Data pH dan ∆ Berat kedelai pada
proses pembuatan tempe baik dari segi tekstur adalah dapat dilihat dari
tekstur yang lunak dan padat dengan kedelai
IKM Metode pH ∆ Berat Kedelai
Inokulasi kedelai (gram) terselimuti oleh hifa Rhizopus sp (SNI 2009).
(Kedelai setelah
inokulasi –
Kedelai setelah
perebusan)
I Dengan air 6,0 2
II Dengan air 6,0 1
III Dengan air 6,0 1
IV Dengan air 6,0 2

43
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)

terhadap proses pertukaran oksigen pada saat


tahap fermentasi. Menurut Widowati et al (2004)
standar proses pengemasan, dikemas dalam
kemasan yang tertutup baik dan proses
melubangi kemasan tempe dengan jarak 2x2 cm
untuk membantu menyeimbangkan pertukaran
(A) (B) oksigen ketika proses fermentasi. Kapang pada
umumnya dapat tumbuh dalam keadaan
Gambar 1. (A) Tekstur tempe pada IKM VI
dengan metode inokulasi yang mikroaerobik, yaitu membutuhkan oksigen
dicampur air terlihat hancur; (B) dalam jumlah yang sedikit untuk
tekstur tempe pada IKM X dengan pertumbuhannya. Proses melubangi tempe yang
metode inokulasi tanpa dicampur
air terlalu banyak akan menyebabkan metabolism
terlalu cepat sehingga suhu naik dan
Berdasarkan hasil Gambar 1 terlihat pertumbuhan kapang terhambat, sebaliknya
bahwa produk tempe dari IKM yang apabila oksigen kurang pertumbuhan kapang
menggunakan metode inokulasi tidak dicampur juga akan terhambat. Kemasan yang
air memiliki karakteristik tempe yang lebih baik pemeramannya kurang tertutup baik
dibandingkan dengan hasil produk tempe dari memungkinkan gagalnya dalam pembuatan
IKM yang menggunakan metode menambahkan tempe, hal ini disebabkan menghambat
air dalam proses inokulasi. Dimana pada keseimbangan dalam pertukaran oksigen
pengamatan karakteristik tempe yang sehingga pertumbuhan miselium kapang
menggunakan metode inokulum dengan terhambat. Hal ini yang biasanya menyebabkan
menambahkan air ada beberapa tempe yang rasa pahit dan tekstur tempe yang tidak kompak
memiliki tekstur yang tidak baik dengan adanya dan padat.
ciri tekstur yang tidak padat sehingga mudah Berdasarkan dari hasil pengamatan
hancur saat dipotong. Hal ini didukung oleh ditemukan juga pengupasan dan pemisahan
Nurrahman et al (2012) dimana adanya air yang kulit kedelai yang kurang bersih. Pengupasan
berlebihan dalam pembuatan tempe dapat dan pemisahan kulit kedelai yang kurang bersih
mengakibatkan terhambatnya kebutuhan juga dapat menghambat pertumbuhan kapang
oksigen ke dalam kedelai, dimana dapat pada proses pembuatan tempe dan
menghambat pertumbuhan jamur tempe mempengaruhi karakteristik (tekstur) tempe. Hal
sehingga menyebabkan miselia jamur yang ini didukung oleh Babu et al (2009) bahwa kulit
menghubungkan biji kedelai satu dengan yang kedelai mengandung 29-34% hemiselulosa, dan
lain tidak merata dan tekstur tempe tidak padat. 42-49% selulosa.Penghilangan kulit
Sedangkan pada tahap penirisan kedelai yang dimaksudkan untuk mempermudah
kurang tuntas dapat menghambat difusi oksigen pertumbuhan kapang, sebab kapang Rhizopus sp
ke dalam kedelai sehingga memacu tumbuhnya tidak dapat tumbuh baik pada medium yang
bakteri kontaminan yang dapat menyebabkan mengandung komponen selulosa.Hal ini
pembusukan dan merusak aroma tempe. mengganggu proses tumbuhnya kapang,
Tekstur tempe yang tidak padat juga sehingga pertumbuhan kapang akan terhambat.
disebabkan oleh proses melubangi kemasan Terhambatnya pertumbuhan kapang tersebut
tempe, pengupasan dan pemisahan kulit kedelai dapat mengganggu proses fermentasi yang
yang kurang bersih. Dimana pada proses dilakukan oleh kapang dan mempengaruhi
melubangi kemasan tempe berpengaruh karakteristik produk tempe.

44
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)

Masa over fermented tempe dengan metode akan mempengaruhi hasil produk tempe. Hal ini
inokulasi yang tanpa dicampur air bertahan sesuai dengan pendapat Harvita (2007) yang
lebih lama dibandingkan over fermented tempe mengatakan dalam penelitiannya bahwa air
dengan inokulum yang dicampur air, dari yang tidak memenuhi syarat untuk pengolahan
jumlah seluruh produk IKM tempe yang telah industri pangan merupakan salah satu penyebab
diamati menunjukkan bahwa tempe dengan kontaminasi pada produk tempe, terutama
metode inokulasi yang tanpa dicampur air kontaminan yang berupa mikroba Escherichia
mempunyai masa over fermented hingga 72 jam coli.
sedangkan tempe dengan metode inokulasi Kadar dan aktivitas air sangat
dengan dicampur air mempunyai masa over berpengaruh dalam menentukan masa simpan
fermented 60 jam. Hal tersebut sesuai dengan dari makanan, karena akan mempengaruhi sifat-
pernyataan Nurita (2009) bahwa apabila kadar sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-
air tinggi maka kelembapan juga tinggi dimana sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia,
pertumbuhan bakteri kontaminan akan kerusakan mikrobiologis dan perubahan
meningkat sehingga air yang berlebihan dalam enzimatis. Kandungan air yang tinggi
inokulasi serta penirisan yang kurang sempurna menyebabkan daya tahan pangan rendah begitu
dapat memacu tumbuhnya bakteri-bakteri juga sebaliknya semakin rendah kadar air maka
kontaminan yang dapat menyebabkan daya tahan pangan akan tinggi (Muslikhah et al
pembusukan dan mempengaruhi daya tahan 2013). Kedelai tempe harus mengandung cukup
produk tempe. Menurut Barus (2008), kerusakan air, apabila terlalu kering dan kelembapan
oleh bakteri kontaminan pada makanan ditandai kurang maka substrat kedelai sukar ditembus
dengan bau busuk, tekstur lembek dan rasa yang dan dilapukkan oleh miselium kapang.
tidak enak, proses pembusukan terjadi karena Sebaliknya apabila terlalu basah dan banyak
adanya degradasi protein oleh mikroba mengandung air, maka akan menghambat
proteolitik yang menghasilkan asam amino, penyebaran oksigen sehingga pertumbuhan
asam amina, ammonia dan H2S. Adanya miselium kapang terhambat. Berdasarkan dari
senyawa ammonia dan H2S inilah yang dapat hasil pengamatan membuktikan bahwa kadar air
menyebabkan bau langu dan asam pada tempe. yang tinggi dan higienitas IKM yang kurang
Selain itu faktor higienitas IKM juga tersebut berpotensi untuk pertumbuhan berbagai
mempengaruhi higienitas produk tempe letak jenis mikroorganisme. Sehingga higienitas IKM,
sumber air sumur dari MCK/septic tank yang higienitas selama proses pembuatan tempe dan
kurang dari 10 meter, serta air yang digunakan faktor lingkungan harus selalu diperhatikan serta
pengrajin tempe pada umumnya tidak disaring pengurangan aktivitas air dianggap cukup baik
dan hanya dilakukan pengendapan, material untuk mencegah kerusakan mikrobiologis dan
lantai tanah juga merupakan faktor yang meminimalisir adanya bakteri kontaminan pada
mempengaruhi higienitas produk tempe. Hal ini tempe (Suciati 2012).
didukung oleh Pujiati dan Pebriyanti (2010)
yang mengatakan dalam penelitianya bahwa ada SIMPULAN
hubungan antara jarak sumur dan MCK/septic
tank dengan kulitas air, semakin pendek jarak Berdasarkan hasil observasi dan
antara sumur dan MCK/septic tank terbukti lebih pembahasan pada penelitian studi observasi
banyak bakteri Escherichia coli. Higienitas higienitas produk tempe berdasarkan cara
sangatlah penting dalam proses pembuatan inokulasi maka dapat disimpulkan bahwa pada
tempe terutama pada proses fermentasi karena pengrajin IKM tempe di Desa Bandar
45
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)

Kabupaten Batang, yang pada pembuatan tempe Muslikhah S, C Anam & MAM Andriani. 2013.
Penyimpanan tempe dengan metode
menggunakan metode inokulasi yang berbeda modifikasi atmosfer (Modified atmosphere)
yaitu dengan cara menambahkan air pada untuk mempertahankan kualitas dan daya
inokulasi dan tanpa menambahkan air pada simpan. Jurnal tekhnosains 2(3): 51-60
Mutiara A. 2010. Analisis pengaruh bahan baku,
inokulasi menunjukkan produk yang kurang bahan bakar dan tenaga kerja terhadap
higienis dengan hasil cemaran Escherichia coli produksi tempe di kota Semarang (Skripsi).
Semarang: Jurusan Ekonomi UNDIP
lebih dari 10 sel/gr sehingga dapat dikatakan Nugroho AI. 2007. Penentuan proporsi inokulum
produk tempe ini tidak memenuhi SNI 2009. tempe tip hasil perbaikan pada proses
pembuatan tempe di UKM tempe Sanan kota
Malang (skripsi). Malang: Jurusan tekhnologi
DAFTAR PUSTAKA pertanian Universitas Brawijaya.
Nurrahman, M Astuti, Suparmo & MHNE Soesatyo.
2012. Pertumbuhan jamur, sifat organoleptik,
Barus T. 2008. Peran Komunitas bakteri dalam dan aktivitas antioksidan tempe kedelai hitam
Pembentukan Rasa pahit Pada Tempe Analisis yang diproduksi dengan berbagai jenis
mikrobiologi dan T-RFLP (Tesis).Bogor: inokulum. Jurnal Agritech 32(1): 60
Institut Pertanian Bogor Nurita PA. 2009. Sifat organoleptik tempe kedelai
Babu D, Bhakyaraj & Vidhyalaksmi.2009. A low cost (skripsi). Surakarta: Universitas
Nutritious Food “Tempeh”. Journal OfDairy & Muhammadiyah Surakarta
Food Science 4(1): 22-27 Pujiati RS & Pebriyanti DO. 2010. Pengaruh jarak
BPOM RI. 2005. Penetapan batas maximum cemaran sumur gali dengan septic tank terhadap
mikroba dan kimia dalam makanan. Jakarta: kandungan Coliform pada air sumur gali.
Pusat Badan Pengawasan obat dan Makanan Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 6(1): 25-33.
Republik Indonesia. Sardjono. 2011. Jamur benang dan pengembangannya
Dewi RS & S Aziz. 2011. Isolasi Rhizopus oligosporus pada industri pengolahan hasil pertanian
pada beberapa inokulum tempe di Kabupaten (skripsi). Yogyakarta: Fakultas Tekhnologi
Banyumas. Jurnal molekul 6(2): 93-104 Pertanian.
Dwinaningsih EA. 2010. Karakteristik dan sensori Sarwono B. 2004. Membuat Tempe dan Oncom.
tempe dengan variasi bahan baku kedelai/beras Jakarta:Penebar Swadaya.
dan penambahan angka serta variasi lama [SNI] Standarisasi Nasional Indonesia. 2009.
fermentasi (skripsi). Surakarta: Jurusan Standarisasi Nasional Tempe kedelai. Jakarta:
Pertanian Badan Standardisasi Nasional
Feng, Xin Mei, TO Larsen & J Schnürer. 2006. Suciati A. 2012. Pengaruh lama perendaman dan
Production of volatile compounds by Rhizopus fermentasi terhadap kandungan HCN pada
oligosporus during soybean and barley tempeh tempe kacang koro (Canavalia ensiformis L)
fermentation. Journal of Food Microbiology (113): (skripsi). Makasar: Jurusan
133-141. Tekhnologi Pangan Universitas Hasanuddin Sulandri
Harvita G. 2007. Identifikasi industri kecil tempe di L. 2001. Penambahan ekstrak tempe untuk
Pulau Jawa dan Lampung (skripsi). Bogor: ITB mempertahankan viabilitas bakteri asam laktat.
Hidayat N. 2008. Fermentasi tempe. Yogyakarta. ANDI Jurnal Biosains 3(1): 14-16
Ibourahema C, RD Dauphin, D Jacqueline & P Widowati S, Yaniar, ME Christina & R Holinesti.
Thonart. 2008. Characterization of lactic acid 2004. Analisis kerusakan produk tempe kedelai
bacteria isolated from poultry farms in Senegal. (Thesis). Bogor: IPB
Journal AOB 7(12): 2006-2012 Yulneriwarni. 2006. Bakteri Asam Laktat Sebagai
Indarwati AR, S Kumalaningsih & Wigyanto. 2010. fermentatif, biospeservatif dan probiotik. Jurnal
Penambahan konsentrasi Lactobacillus plantarum Ilmu dan budaya27(2): 164-168
dan waktu perendaman pada proses pembuatan
tempe probiotik (skripsi). Malang: Jurusan
tekhnologi industri pertanian Universitas
Brawijaya
Kasmidjo RB. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan biokimia
pengolahan serta pemanfaatannya. PAUN UGM.
Yogyakarta
Marini Y, R Indrati, T Utami & Y Marsono. 2008.
Isolasi dan identifikasi Bakteri asam laktat
proteolitik dari susu kedelai yang terfermentasi
spontan. Jurnal Natur Indonesia 12(1): 28-33
MENKES. 2003. KepmenkesPersyaratan higiene dan
sanitasi makanan dan jajanan. Jakarta:
MENKES

46

Anda mungkin juga menyukai