2981-Article Text-5850-2-10-20140225
2981-Article Text-5850-2-10-20140225
ABSTRACT
Inoculationsystem of good tempeh production very importand and took effect of hygienic and qualified
Tempeh product. The purpose of this research was to find out about the hygiene of Tempe’s product towards
difference inoculation method (mixed with water and unmixed with water). The sample that was used is
Tempeh whose age 36 hours that was taken from 12 home industry (IKM) in the village Bandar regency
Batang, IKM I to VI used inoculation method and IKM VII to XII used inoculation method unmixed with
water. The result showed significant differences. It was showed by a higest number of Escherichia Coli was
2,67x107 CFU/ml the result from IKM VI (water mix inoculation method), whereas the lowest number of
Escherichia Coli was 1,4 x106 CFU/ml the result from IKM X (water unmix inoculation method). Lowest
number of Lactid Acid Bacterial (BAL) was 1,66x107 CFU/ml the result from IKM VI (water mix
inoculation method), whereas the higest number of Lactid Acid Bacterial (BAL) was 2,96x107 CFU/ml the
result from IKM X (water unmix inoculation method). From the research could be concluded that IKM
tempeh in the village Bandar regency Batang, used difference inoculation method (mixed with water and
unmixed with water)show less hygienic product with Escherichia coli contamination of the results of more
than 10 cells/gr so it can be said tempeh product does not meet ISO 2009.
39
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
40
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
atau 65% maka bakteri kontaminan akan lebih standar cemaran bakteri Escherichia coli pada
banyak tumbuh dan menyebabkan kualitas makanan adalah kurang dari 10 sel/gr
produk tempe rendah. sedangkan cemaran bakteri Coliform maksimal
Kontaminan bakteri Escherichia coli terjadi 10 (SNI 2009). Namun hal ini tidak perlu
karena permukaan biji kedelai yang kurang dikhawatirkan, dikarenakan dalam tubuh kita
kering akibat proses penirisan yang kurang terdapat Bakteri Asam Laktat (BAL) yang
tuntas. Hal ini menyebabkan kadar air menjadi mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup
tinggi sehingga proses fermentasi akan dalam saluran pencernaan, dimana bakteri asam
terganggu. Menurut Kasmidjo (1990) bahwa laktat di usus dapat menekan pertumbuhan
apabila kadar air tinggi maka kelembapan juga bakteri patogen (Marini et al 2008).
tinggi dan bakteri kontaminan akan meningkat Banyaknya Bakteri asam laktat (BAL)
sehingga air yang berlebihan dalam inokulasi pada produk tempe disebabkan karena bakteri
dan penirisan yang kurang sempurna dapat ini merupakan bakteri yang mempunyai peran
memacu tumbuhnya bakteri-bakteri kontaminan penting dalam fermentasi dimana menyebabkan
dan menyebabkan pembusukan sehingga perubahan aroma dan tekstur dalam daya tahan
mempengaruhi produk tempe. Proses penirisan produk tempe. (Sulandri 2001). Daya tahan dari
yang kurang tuntas juga merupakan salah satu produk tempe disebabkan karena bakteri asam
faktor yang menyebabkan kadar air tinggi laktat (BAL) berkontribusi dalam menghambat
sehingga proses fermentasi akan terganggu, pertumbuhan bakteri kontamian Escherichia coli.
fermentasi yang terganggu akan menyebabkan Hal ini didukung Yulniwerni (2006), dimana
terhambatnya pertumbuhan kapang dan saat proses perendaman tingginya bakteri asam
menstimulasi pertumbuhan bakteri kontaminan laktat (BAL) menjadikan pH pada biji kedelai
(Nugroho 2007). turun sehingga memberikan kondisi yang baik
Tempe yang diolah menggunakan metode bagi pertumbuhan jamur dan membuat bakteri
inokulasi tanpa dicampur air ditemukan bakteri kontaminan menghambat khususnyaEschericia
kontaminan Escherichia coli, meskipun dalam coli berkurang atau bahkan mati selain itu
jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri asam laktat juga penghasil racun yang
produk tempe dengan metode inokulasi yang memiliki kemampuan menghasilkan asam
dicampur air. Menurut Kasmidjo (1990), bahwa laktat dan dapat menurunkan pH substrat
keikutsertaan bakteri dalam proses pembuatan serta dapat menghasilkan hidrogen peroksida
tempetidak dapat dihindari meskipun tempe yang dapat berfungsi sebagai antibakteri.
dibuat secara higienis dalam laboratorium dan Bakteri asam laktat (BAL) memberikan
dengan menggunakan inokulum kultur murni. kontribusi penting dalam proses fermentasi dan
Kontaminan pada fermentasi pembuatan tempe menjamin keamanan tempe yang dihasilkan
biasanya disebabkan oleh jenis kedelai, asal air, (Feng et al 2006). Hal ini terbukti bahwa adanya
kondisi udara, suhu ataupun kebersihan alat hasil pengamatan bakteri asam laktat yang tinggi
yang digunakan dalam pembuatan tempe. pada IKM X didukung juga dengan hasil
Persyaratan batas cemaran bakteri pada Escherichia coli yang rendah pada IKM X. Seperti
makanan produk tempe menurut BPOM (2005) yang dikatakan oleh Indarwati et al (2010)
adalah kurang dari 10 sel/gr Escherichia coli. bahwa bakteri Escherichia coli tidak dapat
Jumlah bakteri Escherichia coli dari seluruh tumbuh pada kondisi asam sedangkan bakteri
produk IKM tempe adalah lebih dari 10 sel/gr asam laktat (BAL) memiliki ketahanan terhadap
sehingga dapat dikatakan produk tempe ini kondisi stres seperti pH asam dan suhu yang
kurang layak dikonsumsi (BPOM 2005).Untuk mampu menghasilkan senyawa antimikrobia
42
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
yang diproduksi saat proses fermentasi dan tetap V Dengan air 6,5 2
VI Dengan air 6,5 2
berada dalam bahan pangan sehingga dapat
VII Tanpa air 6,0 1
menghambat pertumbuhan bakteri patogen VIII Tanpa air 5,7 1
Escherichia coli. Hal ini menunjukkan bahwa IX Tanpa air 5,8 1
X Tanpa air 5,5 0
(BAL) dapat mengurangi pertumbuhan bakteri XI Tanpa air 6,0 0
patogen, dimana peran bakteri asam laktat XII Tanpa air 6,0 1
43
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
44
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
Masa over fermented tempe dengan metode akan mempengaruhi hasil produk tempe. Hal ini
inokulasi yang tanpa dicampur air bertahan sesuai dengan pendapat Harvita (2007) yang
lebih lama dibandingkan over fermented tempe mengatakan dalam penelitiannya bahwa air
dengan inokulum yang dicampur air, dari yang tidak memenuhi syarat untuk pengolahan
jumlah seluruh produk IKM tempe yang telah industri pangan merupakan salah satu penyebab
diamati menunjukkan bahwa tempe dengan kontaminasi pada produk tempe, terutama
metode inokulasi yang tanpa dicampur air kontaminan yang berupa mikroba Escherichia
mempunyai masa over fermented hingga 72 jam coli.
sedangkan tempe dengan metode inokulasi Kadar dan aktivitas air sangat
dengan dicampur air mempunyai masa over berpengaruh dalam menentukan masa simpan
fermented 60 jam. Hal tersebut sesuai dengan dari makanan, karena akan mempengaruhi sifat-
pernyataan Nurita (2009) bahwa apabila kadar sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-
air tinggi maka kelembapan juga tinggi dimana sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia,
pertumbuhan bakteri kontaminan akan kerusakan mikrobiologis dan perubahan
meningkat sehingga air yang berlebihan dalam enzimatis. Kandungan air yang tinggi
inokulasi serta penirisan yang kurang sempurna menyebabkan daya tahan pangan rendah begitu
dapat memacu tumbuhnya bakteri-bakteri juga sebaliknya semakin rendah kadar air maka
kontaminan yang dapat menyebabkan daya tahan pangan akan tinggi (Muslikhah et al
pembusukan dan mempengaruhi daya tahan 2013). Kedelai tempe harus mengandung cukup
produk tempe. Menurut Barus (2008), kerusakan air, apabila terlalu kering dan kelembapan
oleh bakteri kontaminan pada makanan ditandai kurang maka substrat kedelai sukar ditembus
dengan bau busuk, tekstur lembek dan rasa yang dan dilapukkan oleh miselium kapang.
tidak enak, proses pembusukan terjadi karena Sebaliknya apabila terlalu basah dan banyak
adanya degradasi protein oleh mikroba mengandung air, maka akan menghambat
proteolitik yang menghasilkan asam amino, penyebaran oksigen sehingga pertumbuhan
asam amina, ammonia dan H2S. Adanya miselium kapang terhambat. Berdasarkan dari
senyawa ammonia dan H2S inilah yang dapat hasil pengamatan membuktikan bahwa kadar air
menyebabkan bau langu dan asam pada tempe. yang tinggi dan higienitas IKM yang kurang
Selain itu faktor higienitas IKM juga tersebut berpotensi untuk pertumbuhan berbagai
mempengaruhi higienitas produk tempe letak jenis mikroorganisme. Sehingga higienitas IKM,
sumber air sumur dari MCK/septic tank yang higienitas selama proses pembuatan tempe dan
kurang dari 10 meter, serta air yang digunakan faktor lingkungan harus selalu diperhatikan serta
pengrajin tempe pada umumnya tidak disaring pengurangan aktivitas air dianggap cukup baik
dan hanya dilakukan pengendapan, material untuk mencegah kerusakan mikrobiologis dan
lantai tanah juga merupakan faktor yang meminimalisir adanya bakteri kontaminan pada
mempengaruhi higienitas produk tempe. Hal ini tempe (Suciati 2012).
didukung oleh Pujiati dan Pebriyanti (2010)
yang mengatakan dalam penelitianya bahwa ada SIMPULAN
hubungan antara jarak sumur dan MCK/septic
tank dengan kulitas air, semakin pendek jarak Berdasarkan hasil observasi dan
antara sumur dan MCK/septic tank terbukti lebih pembahasan pada penelitian studi observasi
banyak bakteri Escherichia coli. Higienitas higienitas produk tempe berdasarkan cara
sangatlah penting dalam proses pembuatan inokulasi maka dapat disimpulkan bahwa pada
tempe terutama pada proses fermentasi karena pengrajin IKM tempe di Desa Bandar
45
R Winanti dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
Kabupaten Batang, yang pada pembuatan tempe Muslikhah S, C Anam & MAM Andriani. 2013.
Penyimpanan tempe dengan metode
menggunakan metode inokulasi yang berbeda modifikasi atmosfer (Modified atmosphere)
yaitu dengan cara menambahkan air pada untuk mempertahankan kualitas dan daya
inokulasi dan tanpa menambahkan air pada simpan. Jurnal tekhnosains 2(3): 51-60
Mutiara A. 2010. Analisis pengaruh bahan baku,
inokulasi menunjukkan produk yang kurang bahan bakar dan tenaga kerja terhadap
higienis dengan hasil cemaran Escherichia coli produksi tempe di kota Semarang (Skripsi).
Semarang: Jurusan Ekonomi UNDIP
lebih dari 10 sel/gr sehingga dapat dikatakan Nugroho AI. 2007. Penentuan proporsi inokulum
produk tempe ini tidak memenuhi SNI 2009. tempe tip hasil perbaikan pada proses
pembuatan tempe di UKM tempe Sanan kota
Malang (skripsi). Malang: Jurusan tekhnologi
DAFTAR PUSTAKA pertanian Universitas Brawijaya.
Nurrahman, M Astuti, Suparmo & MHNE Soesatyo.
2012. Pertumbuhan jamur, sifat organoleptik,
Barus T. 2008. Peran Komunitas bakteri dalam dan aktivitas antioksidan tempe kedelai hitam
Pembentukan Rasa pahit Pada Tempe Analisis yang diproduksi dengan berbagai jenis
mikrobiologi dan T-RFLP (Tesis).Bogor: inokulum. Jurnal Agritech 32(1): 60
Institut Pertanian Bogor Nurita PA. 2009. Sifat organoleptik tempe kedelai
Babu D, Bhakyaraj & Vidhyalaksmi.2009. A low cost (skripsi). Surakarta: Universitas
Nutritious Food “Tempeh”. Journal OfDairy & Muhammadiyah Surakarta
Food Science 4(1): 22-27 Pujiati RS & Pebriyanti DO. 2010. Pengaruh jarak
BPOM RI. 2005. Penetapan batas maximum cemaran sumur gali dengan septic tank terhadap
mikroba dan kimia dalam makanan. Jakarta: kandungan Coliform pada air sumur gali.
Pusat Badan Pengawasan obat dan Makanan Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 6(1): 25-33.
Republik Indonesia. Sardjono. 2011. Jamur benang dan pengembangannya
Dewi RS & S Aziz. 2011. Isolasi Rhizopus oligosporus pada industri pengolahan hasil pertanian
pada beberapa inokulum tempe di Kabupaten (skripsi). Yogyakarta: Fakultas Tekhnologi
Banyumas. Jurnal molekul 6(2): 93-104 Pertanian.
Dwinaningsih EA. 2010. Karakteristik dan sensori Sarwono B. 2004. Membuat Tempe dan Oncom.
tempe dengan variasi bahan baku kedelai/beras Jakarta:Penebar Swadaya.
dan penambahan angka serta variasi lama [SNI] Standarisasi Nasional Indonesia. 2009.
fermentasi (skripsi). Surakarta: Jurusan Standarisasi Nasional Tempe kedelai. Jakarta:
Pertanian Badan Standardisasi Nasional
Feng, Xin Mei, TO Larsen & J Schnürer. 2006. Suciati A. 2012. Pengaruh lama perendaman dan
Production of volatile compounds by Rhizopus fermentasi terhadap kandungan HCN pada
oligosporus during soybean and barley tempeh tempe kacang koro (Canavalia ensiformis L)
fermentation. Journal of Food Microbiology (113): (skripsi). Makasar: Jurusan
133-141. Tekhnologi Pangan Universitas Hasanuddin Sulandri
Harvita G. 2007. Identifikasi industri kecil tempe di L. 2001. Penambahan ekstrak tempe untuk
Pulau Jawa dan Lampung (skripsi). Bogor: ITB mempertahankan viabilitas bakteri asam laktat.
Hidayat N. 2008. Fermentasi tempe. Yogyakarta. ANDI Jurnal Biosains 3(1): 14-16
Ibourahema C, RD Dauphin, D Jacqueline & P Widowati S, Yaniar, ME Christina & R Holinesti.
Thonart. 2008. Characterization of lactic acid 2004. Analisis kerusakan produk tempe kedelai
bacteria isolated from poultry farms in Senegal. (Thesis). Bogor: IPB
Journal AOB 7(12): 2006-2012 Yulneriwarni. 2006. Bakteri Asam Laktat Sebagai
Indarwati AR, S Kumalaningsih & Wigyanto. 2010. fermentatif, biospeservatif dan probiotik. Jurnal
Penambahan konsentrasi Lactobacillus plantarum Ilmu dan budaya27(2): 164-168
dan waktu perendaman pada proses pembuatan
tempe probiotik (skripsi). Malang: Jurusan
tekhnologi industri pertanian Universitas
Brawijaya
Kasmidjo RB. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan biokimia
pengolahan serta pemanfaatannya. PAUN UGM.
Yogyakarta
Marini Y, R Indrati, T Utami & Y Marsono. 2008.
Isolasi dan identifikasi Bakteri asam laktat
proteolitik dari susu kedelai yang terfermentasi
spontan. Jurnal Natur Indonesia 12(1): 28-33
MENKES. 2003. KepmenkesPersyaratan higiene dan
sanitasi makanan dan jajanan. Jakarta:
MENKES
46