Siti Aminah M-Referat and Case Report-Demam Dengan Ruam
Siti Aminah M-Referat and Case Report-Demam Dengan Ruam
Oleh:
Siti Aminah Multazamiyah, S.Ked
Npm. 19360073
Preseptor :
dr. Astri Pinilih, Sp.A
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas referat dan laporan kasus
ini dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak yang berjudul ”DEMAM DENGAN RUAM PADA ANAK”.
Saya menyadari bahwa penulisan referat dan laporan kasus ini tidak akan
selesai tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. dr. Astri Pinilih, Sp.A selaku pembimbing saya yang telah bersedia
memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran yang sangat berharga
kepada saya selama menyusun referat dan laporan kasus ini.
2. Teman-teman bagian Pediatrics yang telah banyak membantu dan
mendukung saya hingga akhirnya tersusunlah referat dan laporan kasus
ini.
3. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan referat dan laporan kasus ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan referat dan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun tentunya sangat saya harapkan.
Semoga segala bantuan berupa nasehat, motivasi, masukan dan budi baik semua
pihak akan mendapat rahmat, karunia dan pahala yang diridhoi oleh Allah SWT.
Dan semoga referat dan laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk semua pihak,
khususnya di bagian Ilmu Kesehatan Anak. Aamiin.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB IV KESIMPULAN 36
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Demam dan ruam adalah tanda yang sering ditemui pada anak. Adanya demam dan
ruam bersama-sama pada umumnya sudah dapat membatasi spektrum diagnosis penyakit
yang harus ditegakkan. Spektrum tersebut mencakup infeksi lokal atau sistemik (dengan
serangkaian mikroba penyebab), kelainan yang diperantarai toksin (termasuk yang diduga
Kesalahan diagnosis penderita dengan demam dan ruam dapat berakibat besar bagi
campak dapat berakibat kematian akibat keterlambatan pengobatan. Pasien demam skarlet
yang salah didiagnosis sebagai rubella seharusnya dapat dicegah supaya tidak mengalami
Elemen yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat mencakup
anamnesis yang detil, observasi sistemik pada penderita anak yang menunjukkan tanda-tanda
anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap mempunyai sensitifitas yang rendah. Dalam kondisi
Kulit merupakan salah satu kunci awal untuk mengenali penyakit dengan demam
yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Para penyebab infeksi tersebut bisa
menghasilkan beragam lesi dikulit. Lesi yang muncul pada umumnya akan menjadi petanda
Sejumlah besar penyakit pada anak memiliki manifestasi pada kulit, yang merupakan
bagian tubuh terluas dan paling mudah diamat. Salah satu manifestasi klinis yang sering
dijumpai adalah timbulnya ruam kemerahan. Ruam kemerahan dapat disebabkan oleh proses
1
2
setempat pada kulit, misalnya akibat penetrasi suatu mikoorganisme pada stratum korneum
yang selanjutnya bermultiplikasi secara lokal, namun dapat pula merupakan bagian dari suatu
penyakit yang bersifat sistemik. Lebih dari 50 infeksi virus serta beberapa infeksi bakteri dan
parasit dapat menyebabkan terjadinya ruam kemerahan pada kulit seorang anak. Ruam juga
dapat terjadi pada penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi, misalnya pada kasus
reaksi obat.
kekhawatiran orangtua. Hal ini disebabkan karena ruam pada eksantema timbul secara
serentak dalam waktu singkat dan umumnya didahului oleh demam. Meskipun ruam pada
beberapa penyakit dengan eksantema memiliki gambaran yang cukup spesifik, namun tidak
jarang diagnosis sulit ditegakkan karena gambaran ruam yang membingungkan. Hal tersebut
terjadi pada 103 pasien anak berusia di bawah 2 tahun yang secara klinis didiagnosis sebagai
campak dan rubela, ternyata 88 pasien (85%) sebenarnya menderita eksantema subitum yang
dibuktikan dengan basil uji serologi yang positif terhadap Human Herpesvirus-6. Identifikasi
awal sera kewaspadaan bahwa suatu ruam sebenarnya merupakan bagian dari suatu penyakit
sistemik sanO dahlia menentukan tata laksana selanjutnya, terutama pada penyakit
berlangsung progresif. Kesalahan intepretasi ruam pada penyakit Kawasaki sebagai penyakit
yang dapat berakhir fatal dengan terjadinya areurisma pembuluh darah koroner.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEJARAH
Epidemi campak dan cacar telah terjadi sejak kekaisaran Romawi dan China
pada awal abad masehi. Demam skarlet dikenali sebagai penyakit tersendiri sejak
abad 17. Cacar air dan rubella baru diidentifikasi di abad ke-18 dan 19. Pada
berdasarkan urutan kemunculan pertama kalinya. Demam skarlet dan campak adalah
2.2 PATOGENESIS
Temuan klinis dikulit pada kelompok ini dapat merupakan efek langsung penyebab
infeksi di epidermis, dermis, atau endotel kapiler dermis, atau dapat juga merupakan
hasil reaksi respon imun antara organisme yang bersangkutan dengan antibodi atau
faktor seluler di lokasi kulit. Cacar air, infeksi enterovirus, dan meningokoksemia
adalah contoh penyakit dimana mikroba mencapai kulit melalui darah dan
menimbulkan temuan di kulit tanpa campur tangan faktor imunologis pejamu. Pada
penyakit campak, rubella, dan gonokoksemia, faktor waktu, gambaran histologis, dan
3
4
penyebab infeksi. Infeksi terjadi di lokasi tertentu namun kemudian toksin yang
dihasilkan menyebar dan mencapai kulit melalui darah. Tiga contoh penyakit dalam
tidak dapat dimengerti dengan baik namun muncul dan diduga mempunyai dasar
imunologis. Yang paling penting dari kelompok ini adalah gambaran klinis eritema
sebagian besar kasus lokasi antigen maupun toksin yang menyebar sulit diidentifikasi.
vaskuler yang menghasilkan lesi di kulit. Berbagai mekanisme tersebut mungkin saja
terjadi secara berurutan. Aspek klinik yang penting dari penyakit eksantematus adalah
tersebut belum banyak diungkap. Para ahli mengetahui bahwa perbedaan ketebalan
kulit, kondisi vaskuler, derajat proliferasi, suhu, dan aktivitas metabolik sangat
penting pada penyakit hewan dengan manifestasi kulit. Pada manusia faktor-faktor
tersebut pasti juga berperan penting dan dipengaruhi oleh mikroorganisme penyebab.
Dalam tulisan ini uraian akan dibagi berdasarkan etiologi infeksi. Haruslah dipahami
bahwa tidak ada batas yang nyata yang dapat membedakan penyebab infeksi,
terutama dari aspek gejala klinik semata-mata. Etiologi infeksi terbanyak yang dapat
Virus dapat melibatkan kulit dengan cara menyebar ke kulit selama infeksi
sistemik disertai replikasi virus pada kulit atau dengan memproduksi tumor kulit yang
keratinosit.
Erupsi kulit yang berhubungan dengan sindroma virus akut disebut eksantema
virus (viralexanthem). Jika mukosa terlibat, istilah yang digunakan adalah enantema
virus. Insiden eksantema virus tidak diketahui namun untuk herpes simpleks saja,
insiden per tahun dapat mencapai 5,1 per 1000 anak terinfeksi. Enteroviral dan
adenoviral adalah eksantema virus terbanyak di Amerika Serikat. Semua virus dapat
menimbulkan eksantema. Reaksi kulit nonspesifik terhadap infeksi virus adalah yang
tidak menunjukkan distribusi klasik, morfologi lesi yang unik, enantema yang
2.4 DIAGNOSIS
mengenali pola perjalanan klinik yang khas, misalnya anamnesis yang teliti tentang
lama waktu sakit, gejala klinis penderita, urutan munculnya gejala, dan pola klinik
ruam misalnya timbulnya ruam, dimana, kapan, distribusinya, ada tidaknya rasa gatal,
dimensi waktu hubungan antara ruam dan panas, serta obat-obatan, baik oral maupun
6
topical. Ruam makulopapular akut yang terjadi pada anak biasanya berhubungan
dengan infeksi virus. Umur penderita dapat menjadi alat untuk mempersempit
kemungkinan diagnosis banding. Penyakit ruam kulit yang disertai panas, biasanya
karena infeksi, terutama bila disertai dengan gejala sistemik yang lain, harus
Pemeriksaan klinik jenis ruam sangat penting pada demam dan ruam kulit:
makula adalah ruam yang ditandai oleh perubahan warna kulit tanpa elevasi maupun
depressi, papula yang disertai elevasi permukaan kulit, nodul melibatkan proses di
kulit lebih dalam, yang membedakannya dilakukan dengan palpasi, plak yang
mengandung cairan dengan diameter < 0.5 cm dan bulla yang diameternya > 0.5 cm.
pembesaran hepar dan lien, tanda dan gejala susunan syaraf mempunyai poin sangat
jenis ruam, adanya ruam di telapak, anamnesis, dan pola klinik ruam yang disertai
terdistribusi central, dimana ruam mulai muncul dari daerah kepala, leher kemudian
dimana predileksi ruamnya ada di telapak tangan, telapak kaki, lutut dan siku
petekhiae, harus segera dikenali agar tatalaksana tidak terlambat dan fatal.
7
Mountain spotted fever dan dengue fever. Ruam ini juga didapatkan pada infeksi virus
fever baik yang disebabkan oleh arbovirus maupun arenavirus. Beberapa infeksi
Ruam erythema dengan desquamasi: terdapat pada Scarlet fever, toxic shock
syndrome, scalded skin syndrome yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
sindroma Kawasaki, juga sering didapatkan pada infeksi Streptococcus viridan, toxic
virus.
Ruam nodul terdapat pada Erythema nodosum adalah penyakit dengan ruam
nodul, berupa proses inflamasi akut, yang melibatkan proses immunologi pada
Mycobacterium, atau sebab non infeksi misalnya reaksi terhadap sulfonamide , oral
dengan melihat ada tidaknya ruam ditelapak tangan dan telapak kaki, perjalanan
2.4.1 Anamnesis
5. nyeri saat buang air kecil atau gangguan berkemih lainnya (frekuensi lebih
sering)
6. nyeri telinga
endemis malaria.
2. napas cepat
3. kuduk kaku
6. cairan keluar dari telinga atau gendang telinga merah pada pemeriksaan otoskopi
1. pemeriksaan darah tepi lengkap: Hb, Ht, jumlah dan hitung jenis leukosit,
trombosit
malaria).
dengan ruam makulopapular dan yang kedua demam dengan ruam vesikel.
2) Varicela / Chickenpox
Penyakit infeksi akut yang disebabkan virus campak, dengan gejala berupa
ruam pada kulit dan aktifasi jaringan retikuloendotelial. Etiologi penyakit ini adalah
Perjalanan klinik di awali dengan infeksi epithel saluran napas bagian atas
mengalami replikasi dikelenjar limfa regional, virus dilepas kedalam aliran darah,
dengan proses replikasi. Viremia yg kedua akan mengantar virus sampai ke “multiple
saluran napas dan saluran cerna. Virus menempel pada receptor virus campak pada
tempat tertentu, misalnya pada lapisan lendir saliran nafas, sel otak dan usus. Setelah
inkubasi selama 10-11 hari, dalam 24 jam kemudian munculah gejala coryza/pilek,
gejala diatas makin hari makin memberat, mencapai puncaknya pada periode erupsi,
saat mulai muncul ruam pada hari ke 4 sakit. koplik’s spot, bercak putih di depam M1
yang terletak di mukosa pipi, akan muncul dan menjadi tanda klinik yang
pathognomonik. Gejala panas, cough, coryza dan conjunctivitis pada hari ke 4 akan
konvalescence ditandai dengan tersebarnya ruam pada seluruh tubuh, yang disertai
turunnya temperatur tubuh secara lisis. Panas pada penyakit campak bersifat
“stepwise increase“, yang puncak panasnya terjadi pada hari ke 5 sakit, dan pada hari
ke 6 sakit, bilamana ruam sudah tersebar pada seluruh tubuh, panas akan menurun dan
kondisi klinik akan membaik. Coryza awalnya bersin-bersin, disusul dengan hidung
buntu, disertai ingus yang mukopurulen, menjadi makin berat saat ruam mulai
muncul, akan tetapi segera hilang pada waktu temperatur normal, yaitu pada saat
conjunctivitis tampil lebih berat, dan dapat terjadi keratitis, infeksi kornea, ulcus
cornea, yang apabila tidak tertangani secara benar dapat berakibat kebutaan. Batuk
yang timbulnya pada periode prodromal, makin hari makin memberat, mencapai
puncaknya pada saat erupsi keluar. Gejala batuk ini bertahan agak lama, bahkan ada
hari panas, mulai dari perbatasan rambut kepala, dahi, belakang telinga, kemudian
menyebar ke muka, leher, tubuh, extremitas atas, terus kebawah, dan mencapai ujung
kaki pada pada hari ke 3 ruam muncul. Setelah ruam sudah menyebar keseruh tubuh,
maka ruam awal akan mengabur, disusul dengan munculnya hiperpigmentasi dan
urutan lokasi terjadinya ruam erythro maculopapular. Gejala lain yang dapat dijumpai
laryngotracheitis, bronchitis dan pneumonitis dan pada anak dengan malnutisi dapat
disertai pneumothorax spontan, protein losing enteropathy dan gizi buruk atau aktifasi
dari proses tuberkulosis. Apabila natural time table ini melenceng, maka dicurigai
adanya komplikasi, baik karena infeksi virus maupun infeksi kuman. Ada beberapa
penampilan klinis penyakit campak yang tidak seperti yang diterangkan diatas, yaitu
Atypical Measles, campak klinik pada anak yang pernah mendapat imunisasi
“Inactivated Measles Virus Vaccine“, virus campak mati. Tampilan klinik penyakit ini
yang berat dengan panas yang tinggi, disertai gejala CNS, gejala saluran napas yang
berat, kemudian disusul dengan munculnya ruam hemorrhagis, dan berakhir fatal.
13
Modified Measles adalah satu bentuk klinik campak yang ringan, tidak lengkap,
membutuhkan waktu yang lebih pendek dibanding campak yang klasik. Pada
campak setelah 1-3 munculnya ruam. Cara yang non invasive adalah dengan
pemeriksaan kadar IgM lewat sample oral fluid, atau kultur urine untuk virus campak.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit campak adalah; otitis
Pengobatan campak umumnya ringan, self limited, tidak tersedia anti viral
pengobatan campak adalah suportif. Pemberian Vitamin A dosis tinggi pada penyakit
menurunkan angka kematian. Imunisasi campak dilakukan pada semua anak usia 9
Penyakit ini meskipun kliniki mirip rubella, namun disebabkan oleh virus
rubella, termasuk genus Alpha virus, family Togavirus, ditandai oleh adanya ruam 3
Penyakit ini sangat menarik kalangan medis karena sifat teratogenik nya,
Setelah inkubasi 14-21 hari akan muncul ruam dengan nyeri kepala, malaise,
berlangsung 3 hari adalah gejala yang “spesifik“ untuk penyakit rubella pada anak.
muncul. Ruam pada penyakit rubella, merupakan clue menuju diagnosis penyakit
Rubella. Ruam muncul pertama kali di muka, dengan cepat menyebar ke leher,
lengan, badan dan ekstrimitas bawah, dan dihari pertama ruam sudah menyebar
keseluruh tubuh. Pada hari ke-2, ruam dimuka sudah menghilang, dan pada akhir hari
ketiga ruam sudah tidak didapatkan lagi. Biasanya tanpa disertai desquamasi.
dan pemeriksaan klinik yang teliti. Apabila diperlukan diagnosis etiologi, maka
pemeriksaan IgM (single serum) atau IgG (paired sera) dapat dilakukan. Pemeriksaan
IgM sebaiknya dilakukan saat muncul ruam. Sedangkan pemeriksaan paired sera
dilakukan saat akut dan 2-4 minggu sesudahnya. Komplikasi Rubella jarang terjadi
bahkan infeksi bakteri sekunder yang sering terjadi pada campak juga tidak dijumpai
pada Rubella. Beberapa komplikasi yang pernah ditemukan, antara lain arthritis,
encephalitis, purpura.
Pengobatan hanya dilakukan secara suportif, dan imunisasi MMR pada umur
12-15 bulan dan diulang pada umur 4-6 tahun merupakan strategi prevensi terhadap
Rubella.
infantum atau exanthema subitum (45-86%), yang merupakan penyakit pada bayi
dengan ruam dan disertai dengan infeksi saluran nafas akut dan kelainan serebral.
Gejala ini harus dibedakan dengan penyakit lain pada penderita normal dan harus
dicari padanannya pada penderita dengan defisiensi imun. Virus ini umumnya hanya
15
menimbulkan gejala klinik yang ringan, namun bisa bersifat laten dan sering dikaitkan
dengan gejala klinik kelainan otak termasuik multiple sclerosis. Infeksi Primer HHV-
6 didapat dari kasus kontak dan sumber infeksi primer HHV-6 hampir selalu tak
Demam seiring dgn viremia; disertai gejala lethargy, anoreksia atau bebetpa tak
terganggu oleh demam tinggi tsb. Biasanya diagnosis awal pend inf primer HHV-6
adalah demam tanpa sebab yang jelas disertai (kadang) otitis media.
Human herpesvirus type 7 (HHV-7) mirip dengan HHV 6 dan gejala klinik
Roseola adalah infeksi virus yang ditandai dengan demam dan kemunculan ruam
merah di kulit. Ruam merah yang muncul saat seseorang mengalami roseola disebut
Namun, kondisi ini sering menimbulkan rasa tidak nyaman. Roseola disebabkan oleh
infeksi virus herpes. Walaupun sama-sama dari golongan virus herpes, HHV-6 dan
HHV-7, tidak sama dengan jenis virus herpes yang menyebabkan penyakit menular
seksual.
Roseola dapat menular melalui percikan ludah penderita saat bersin atau batuk
yang terhirup oleh orang lain. Selain itu, penyakit ini juga bisa menular secara tidak
langsung melalui perantaraan benda yang sudah terkontaminasi oleh virus. Misalnya,
ketika seorang anak menggunakan cangkir yang telah digunakan sebelumnya oleh
anak yang menderita roseola. Meski bisa menular, kecepatan penularan roseola tidak
secepat penyakit infeksi virus lain, seperti cacar air atau campak.
16
Roseola paling sering terjadi pada anak berusia 6–15 bulan. Pada usia tersebut
anak belum membangun kekebalan tubuh (sistem imun) terhadap virus, tidak seperti
orang dewasa. Selain itu, imunitas terhadap virus yang didapat anak dari antibodi
ibunya ketika masih dikandung juga sudah berkurang. Walaupun lebih sering dialami
oleh bayi dan anak-anak, remaja dan orang dewasa yang belum pernah terinfeksi
Selain pada bayi dan anak-anak, roseola juga lebih mudah diderita oleh orang
yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah. Contohnya, orang yang menjalani
Gejala roseola biasanya muncul 1–2 minggu sejak virus masuk ke dalam
tubuh. Penderita roseola sebagian besar adalah bayi dan balita, sehingga roseola juga
Beberapa gejala yang muncul saat mengalami seseorang mengalami roseola adalah:
2. Batuk
3. Pilek
4. Sakit tenggorokan
7. Diare
Selain itu, roseola pada bayi dapat menyebabkan bayi lebih rewel. Pada
Ruam pada kulit (eksantema subitum) yang terjadi setelah demam mereda
biasanya berbentuk titik-titik atau bercak berwarna merah muda atau merah. Ruam
biasanya akan mulai muncul pada daerah dada, perut, dan punggung, kemudian
menyebar ke lengan dan leher, dan terkadang menyebar hingga ke kaki dan wajah.
Ruam ini tidak menyebabkan rasa gatal dan biasanya akan hilang sendirinya
menurunkan demam. Selain itu, untuk meredakan demam dan nyeri, bisa
risiko terjadinya infeksi telinga atau kejang demam. Sedangkan pada anak dengan
daya tahan tubuh yang lemah, misalnya anak dengan gizi buruk atau yang baru
Hingga saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah roseola. Oleh
karena itu, langkah terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah roseola adalah
penderita, tetap di rumah jika sedang sakit, rajin mencuci tangan, dan menjaga daya
18
tahan tubuh dengan makan makanan bergizi, beristirahat yang cukup, dan minum air
Masa inkubasi penyakit 1-7 hari, rata-rata 3 hari. Cara penularannya melalui droplets
dari pasien yang ter infeksi atau karier. Fokus infeksi pada faring dan tonsil, jarang
muntah, nyeri kepala, malaise dan menggigil. Dalam 12-24 jam timbul ruam yang
khas. Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih
berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan. Timbul pertama kali di leher, dada
dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh badan dalam 24 jam. Erupsi tampak jelas
dan menonjol di daerah leher, aksila, inguinal dan lipatan poplitea. Pada dahi dan pipi
tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut sangat pucat (circumoral pallor).
Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak sandpaper
yang kemudian menjadi deskwamasi setelah hari ketiga. Deskuamasi berbeda dengan
campak karena lokasinya di lengan dan kaki. Deskuamasi kemudian akan mengelupas
Komplikasi yang dapat terjadi abses tonsil, otitis media, bronko pneumonia,
Terapi dapat diberikan penisilin per oral/IV, eritromisin atau sefalosporin yang
pada anak yang menyebabkan aneurisma arteri koroner, infark miokardium, dan
akut yang dapat sembuh sendiri, tetapi yang belum diketahui penyebabnya dengan
predileksi pada arteri koroner bayi dan anak. Penyakit ini masih sangat jarang
didiagnosis di Indonesia karena dianggap masih jarang dan belum banyak diketahui
secara luas. Penyakit Kawasaki didiaganosis berdasarkan kriteria klasik yang telah
ada sejak tahun 1967. Tidak semua penyakit Kawasaki memenuhi kriteria tersebut
di Jepang dan telah menjadi penyebab utama kelainan jantung dapatan di seluruh
dunia, khususnya di negara maju. Penyakit ini mengenai anak laki-laki dengan
perbandingan 3:2 dan 76% adalah anak usia di bawah 5 tahun. Insidensi penyakit
Kawasaki ini meningkat pada beberapa tahun terakhir, dapat mengenai seluruh etnik
dan ras di dunia, tetapi tingginya insidensi pada ras Asia menunjukkan predisposisi
sebanyak 218,6 per 100.000 pada anak berusia 0–4 tahun,sementara data di Indonesia
menunjukkan perkiraan insidensi penyakit Kawasaki adalah 6.000 kasus per tahun,
tetapi yang terdiagnosis kurang dari 100 kasus per tahun. Pada suatu penelitian yang
dilakukan di Jepang pada 242 anak yang dirawat karena penyakit Kawasaki, sebanyak
Kawasaki atipikal terutama mengenai bayi di bawah usia 1 tahun. Pada suatu
Kawasaki, 45% berusia 1 tahun memiliki bentuk Kawasaki atipikal, dan pada usia ini
paling sering terkena adalah aneurisma arteri koroner. Pada kedua kasus di atas
Perjalanan penyakit Kawasaki dapat dibagi atas 3 fase, yakni fase akut,
subakut, dan konvalesen. Fase akut berlangsung selama 10–14 hari, ditandai dengan
edema leher. Fase ini dapat juga disertai dengan gangguan jantung berupa karditis
yang ditandai dengan takikardia, S3 gallop, atau tanda-tanda gagal jantung dan
gangguan hati. Fase subakut berlangsung pada minggu ke-2 sampai minggu ke- 4.
Fase ini ditandai dengan deskuamasi pada kulit jari dan perineum, serta artritis pada
satu atau lebih sendi. Aneurima arteri koroner biasanya terjadi pada fase ini, tetapi
dapat saja muncul lebih awal. Demam akan menurun mulai minggu ke-3 dan ke-4
diiringi dengan penyembuhan organ-organ yang terlibat pada fase akut dan
kembalinya nilai normal trombosit. Fase terakhir adalah fase konvalesen yang
neutrofilia, peningkatan laju endap darah dan CRP, anemia, lipid plasma abnormal,
berlangsung minimal selama lima hari dan disertai dengan minimal empat dari gejala
21
injeksi konjungtiva nonpurulen, perubahan mukosa bibir dan rongga mulut seperti
eritrema, bibir kering, dan pecah-pecah, injeksi faring, strawberry tongue, edema atau
eritema tangan dan kaki pada fase akut, deskuamasi periungual, ruam polimorfik, dan
adenopati servikal ukuran ≥1,5 cm unilateral yang bukan disebabkan penyakit lain.
Penderita yang hanya memenuhi 2–3 kriteria klasik, maka termasuk dalam
penyakit Kawasaki dengan gejala klinis klasik yang tidak memenuhi kriteria.
Limfadenopati servikal paling sering tidak ditemukan (90% kasus), ruam (50%
kasus), dan perubahan ekstremitas (40% kasus), sedangkan perubahan pada membran
mukosa paling sering ditemukan pada penyakit Kawasaki atipikal. Diagnosis penyakit
Bila demam disertai 2 atau 3 dari gejala khas yang timbul selama 5 hari atau
lakukan pemeriksaan CRP dan LED. Jika CRP <3 mg/dL dan LED <40 mm/jam, anak
22
dipantau dan terapi dilakukan sebagaimana mestinya. Jika CRP ≥3 mg/dL dan LED
albumin, alanin aminotransferase (ALT), trombosit, hitung jenis leukosit, dan air seni.
Batas abnormal adalah albumin ≤3 g/dL, anemia sesuai dengan usianya, peningkatan
penyakit Kawasaki dapat dibuat. Anak harus dilakukan ekokardiografi dan diterapi.
dilakukan. Jika ekokardiografi negatif dan demam menurun, penyakit Kawasaki tidak
Penderita penyakit Kawasaki yang sudah tegak harus dirawat di rumah sakit
dengan tujuan untuk observasi, monitoring fungsi jantung, dan tatalaksana manifestasi
sistemik. Tujuan terapi yang ingin dicapai adalah mencegah timbulnya sekuele jangka
garis besar meliputi tatalaksana fase akut, tatalaksana kegagalan terapi fase akut, dan
tatalaksana di luar masa akut . Pada tatalaksana akut diberikan kombinasi aspirin dan
dibagi dalam 4 dosis. Lama pemberian aspirin bervariasi, aspirin dapat diberikan
sampai bebas demam selama 48-72 jam, tetapi beberapa ahli memberikan sampai hari
ke-14 dan demam sudah turun selama 48 -72 jam. Imunoglobulin intravena diberikan
dengan dosis tunggal sebanyak 2 g/kgBB selama 8-12 jam. Waktu pemberian terbaik
kombinasi ini adalah dalam 10 hari pertama sakit. Aspirin dosis tinggi diberikan untuk
23
sementara, dan sindrom Reye. Imunoglobulin intravena diberikan pertama kali pada
penderita Kawasaki pada tahun 1984, tetapi mekanisme pasti IGIV pada penyakit
Kawasaki belum jelas, diduga sebagai antibodi bagi agen infeksi, toksin, memblokade
serta menginduksi apoptosis limfosit dan neutrofil. Efek samping bervariasi pada
setiap individu, efek paling sering biasanya pusing. Sebanyak 85-95% penderita
berespons terhadap kombinasi ini, penderita kemudian masuk pada tahap terapi di luar
fase akut, yaitu pemberian aspirin dosis rendah 3-5 mg/kgBB diberikan sekali sehari
selama 6-8 minggu. Pada keadaan tidak terjadi respons, maka penderita masuk ke
dalam tatalaksana kegagalan terapi fase akut. Tatalaksana kegagalan terapi dapat
secara logis dapat juga berperan pada penyakit Kawasaki, tetapi pada kenyataannya
prednisolon oral dengan dosis 2-3 mg/ kgBB/hari selama dua minggu dilanjutkan
dengan 1,5 mg/kgBB/hari selama dua minggu, maka insidensi aneurisma arteri
koroner menurun, tetapi penelitian terbatas dalam hal stratifikasi subjek dan metode
perbedaan signifikan lama demam, lama perawatan, insidensi kegagalan terapi, serta
ukuran arteri koroner penderita penyakit Kawasaki yang ditambahkan steroid pada
regimen kombinasi IGIV dan aspirin dengan yang tidak ditambahkan steroid. 11Suatu
24
studi metaanalisis menyimpulkan bahwa kombinasi IGIV dan aspirin tetap merupakan
tambahan masih dibutuhkan untuk meneliti kapan kortikosteroid dapat diberikan pada
kombinasi IGIV dan aspirin. Saat ini kortikosteroid hanya diberikan bila penyakit
keberhasilan terapi akut pada penyakit Kawasaki dinilai dengan hilangnya demam dan
Penanda inflamasi yang digunakan untuk mengevaluasi adalah CRP, tetapi LED tidak
dapat digunakan sebagai penanda perbaikan inflamasi pada penyakit Kawasaki. Pada
kedua kasus pada hari sakit ke-14, saat penderita telah 2 hari bebas demam sejak
pemberian IGIV dilakukan pemeriksaan ulang CRP dengan hasil menurun yang
menunjukkan respons terapi fase akut pada penderita ini sangat baik. Penderita
kemudian masuk pada tahap terapi di luar fase akut, yaitu pemberian aspirin 3 -5
jantung lainnya. Aneurisma arteri koroner paling sering timbul pada minggu ke-2
diagnosis dan diulang pada minggu ke-6 sampai ke-8 sejak onset pertama sakit. Pada
penderita yang pada saat 1-2 bulan sejak onset sakit tidak ditemukan aneurisma
koroner pada ekokardiografi biasanya tidak akan ditemukan lesi koroner baru.
25
jantung seperti aritmia, gagal jantung, dan miokarditis. 3 Setelah dua bulan pertama,
maka follow-up selanjutnya bergantung pada keadaan arteri koroner; pada penderita
yang tidak ditemukan aneurisma arteri koroner maka follow-up dilakukan dengan
interval 5 tahun.
disebabkan human enterovirus 71 (EV 71), Coxsackie virus A16 (CVA16) dan
enterovirus lain. Biasanya HFMD mengenai anak-anak, namun dapat juga pada
langsung dari droplet air liur, tinja, cairan vesikel, dan tidak langsung melalui bahan
terkontaminasi.
Masa inkubasi 4-6 hari. Virus masuk melalui jalur oral atau respirasi
kemudian replikasi awal di faring dan usus. Implantasi awal virus terjadi dalam
mukosa bukal dan ileum kemudian bermultiplikasi di jaringan limfoid seperti tonsil,
termasuk hati, limpa, dan sumsum tulang. Infeksi klinis terjadi jika replikasi terus
ke organ target seperti susunan saraf pusat, jantung, dan kulit. Lesi akan hilang dalam
26
1-2 minggu karena setelah 7-10 hari tingkat antibodi meningkat sehingga virus dapat
tipikal HFMD terdiri dari erupsi vesikular dan ruam di tangan, kaki, serta mulut.
Semua kasus HFMD mempunyai lesi mukosa oral di lidah, mukosa bukal, palatum,
4-8 mm disertai gatal. Vesikel cepat menjadi erosi dan krusta berwarna kuning
Ruam yang menyeluruh, mirip sekali dengan campak, kadang disertai dengan
ruam makulopapuler pada tangan merupakan tanda klinik Boston Exanthema Disease
recurrent, infeksi ini sangat menular, terutama pada anak dan ditandai dengan infeksi
primer di mulai dengan ruam gatal yang kemudian akan menjadi gerombolan papula,
vesikula, pustule lalu berubah menjadi keropeng. Pada anak semua manifestasi klinik
ini hanya ringan, kecuali pada anak dengan imun defisiensi. Yang menjadi varicella
yang berat di sertai dengan erupsi menyeluruh, pneumonia dan seringkali fatal.
Setelah infeksi primer, sebagian besar akan menjadi infeksi latent seumur hidup di
ganglia.
ditandai ruam terlokalisir unilateral terdiri dari lesi mirip varicella sepanjang distribusi
saraf sensoris.Terjadi terutama pada imunokompromised dan pada anak besar dan
27
dewasa disertai dengan nyeri dermatomal yang sangat berat, dibanding dengan pada
kelompok anak.
Penelitian baru menunjukkan bahwa virus varicella dan zoster, latensi juga
seperti pada HSV akibat adanya kontrol genetik yang sequensial yang mengatur
penularan dari satu sel ke sel lainnya terhenti. Pada umumnya virus akan masuk lewat
saluran pernafasan dan infeksi akan mulai di lapisan lendir, kemudian virus berbiak di
replikasi di hepar dan lien sehingga timbul viremia kedua dan mulai timbul lesi
semua organ dan system.Latensi terjadi akibat adanya gene virus yang terekspresi di
dalam ganglia atau saraf sensorik, sebagian dalam IE gene, kadang E gene, namun
bukan L gene sehingga partikel yang infeksious tidak terbentuk atau tidak keluar sel.
Masuknya virus kedalam sel saraf terjadi saat ruam varicella timbul dan pada saat
reaktifasi, virion yang infeksious terbentuk dan ditularkan ke kulit lewat jalur
2. Semua stadium ruam ada pada satu tempat anatomi, meliputi ruam makula, papula,
Dengan masa inkubasi 14-16 hari, ruam varicela mulai dengan demam,
malaise, ruam vesikel distribusi sentral, gatal, terbanyak pd tubuh dan muka. Pada
anak besar keluarnya ruam dan vesikel mempunyai jarak waktu sekitar 1-2 hari, pada
anak kecil seringkali timbul bersamaan. Vesikel ada varicella biasanya terletak
superfisial, tipis, fragil, mudah pecah. Berbentuk elipse dengan diamater 2 – 3 mm,
dikelilingioleh area erythema. Pada saat vesikula sudah bentuk penuh dan berubah
tanpa meninggalkan cicatrix, kecuali terjadi infeksi sekunder. Yang khas pada
varicella adalah adanya semua bentukan tahapan vesikel pada satu daerah di kulit.
Demam terjadi pada saat vesikel keluar (tidak semua dengan demam) dan menurun ke
vesikel timbul pada muka (ganglia trigeminal), dada (ganglia thorakal), leher dan
punggung (ganglia cervical), daerah peri-anal dan kaki (ganglia lumbo-sakral). Untuk
reaktifasi pada ganglia trigeminal, rasa nyeri timbul akibat lesi di daerah muka,
telinga, mata dapat berjalan lama dan tanpa lesi di kulit sehingga menimbulkan
masalah diagnosis dan penghobatan yang sesuai. Pada anak besar dan dewasa, timbul
nyeri hebat sepanjang perjalanan saraf (trtm dewasa) oleh karena predileksi pada jalan
saraf posterior. Pada semua kasus ruam terjadi unilateral sesuai dengan distribusi
Syndrome.
29
Jarang terjadi komplikasi pada anak dan pada umumnya anak cepat sembuh,
kecuali pada anak dengan imun defisiensi. Namun perlu diperhatikan adanya infeksi
sekunder bakterial dengan kuman Staphilokokus dan Streptokokus yang berat (terjadi
scalded skin syndrome), pneumonia , sepsis, adanya infeksi kedua (second attack)
pada anak imunokompromais, komplikasi pada susunan saraf pusat dalam bentuk
ensefalitis fulminant atau cerebellar ataxia dengan antibodi yang positif pada cairan
likuor, kenaikan kadar ensim hepar (namun sindroma Reye di duga terkait pemberian
aspirin), pneumonia pada bayi pada congenital varicella syndrome dan disseminated
guanine) yang di-phosphorylasi dengan thymidine kinase yang ada dalam sel yang
terinfeksi virus. Penyerapan pengobatan oral hanya 15-30% saja. Obat ini hanya
mempengaruhi sintesa virus dan tidak bekerja langsung pada DNA virus dan efeknya
pada virus yang tidak menginfeksi sel kecil. Enzim ini tidak diperlukan untuk sintesis
virus, sehingga sering di dapatkan resistensi VZV pada obat ini, meskipun virus yang
resisten ini juga kurang infektif. Foscarnet , pyrophosphate analogue, yang bekerja
menghambat polymerase DNA virus, sering digunakan pada strain yang resisten ini,
yang sering di dapatkan pada penderita AIDS. Pemberian obat ini di sarankan pada
permulaan penyakit (terutama pada anak yang imunokompromais), oleh karena ACV
kurang bermanfaat pada kasus yang berat. Penggunaan VZIG (varicella zoster
kelompok penderita keganasan dan neonates. Imunisasi aktif dapat diberikan pada
anak yang terpapar, namun keberhasilannya tergantung pada viral load dan
vaksinasi varicella dilakukan pada usia muda (diatas 1 tahun), dianjurkan memberikan
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. D Pendidikan :-
Tgl. Lahir : 03/08/2019 Kebangsaan : Indonesia
Umur : 11 bulan 20 hari No. RM : 20.73.21
Alamat : Bangkunat, Tanggal masuk : 23-07-2020
Pesisir Barat Jenis : Rawat Inap
Agama : Islam Ruang : Ruang Anak
C. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis.
Riwayat Penyakit Sekarang : Tiga hari SMRS, os mengalami demam yang suhunya
tidak sempat diukur ibu os. Demam menetap sepanjang hari dan berlangsung terus
menerus. Demam turun jika ibu os memberikan obat penurun panas. Demam tidak
disertai kejang. Tidak ada keluhan batuk dan pilek. Ibu os mengatakan tidak ada
keluhan mata merah ataupun benjolan pada daerah leher os. Ibu os mengeluhkan os
rewel. Mual dan muntah dikatakan tidak ada. BAB dan BAK dikatakan ibu os DBN.
31
32
Satu hari setelah masuk RS, os sudah tidak demam dan tidak rewel, tetapi muncul
ruam kemerahan pada badan os. Awalnya ruam kemerahan muncul di dada yang
kemudian menyebar ke perut dan punggung os. Ruam kemerahan rata dengan kulit,
tidak terdapat cairan dan tidak disertai gatal.
Riwayat Penyakit Dahulu : Keluhan seperti ini baru pertama kali dialami oleh
pasien.
Riwayat Kelahiran :
Tempat kelahiran RSPBA
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan Sectio Caesarea
Masa gestasi 38-39 minggu
Keadaan bayi BBL: 2.750gr
PBL: 48cm
Tidak ada kelainan bawaan
Apgar score: berdasarkan keterangan ibu os, bayi langsung
menangis keras, bergerak aktif, dan kulitnya kemerahan.
Riwayat Perkembangan :
Pertumbuhan gigi pertama 6 bulan
Tengkurap 3 bulan
Psikomotor Duduk 6 bulan
Berdiri 10 bulan
Berbicara 10 bulan
Membaca dan menulis -
33
Riwayat Imunisasi :
(+) BCG, 1 kali pada usia 0 bulan
(+) DPT, 3 kali pada usia 2,4,6 bulan
(+) Polio, 4 kali pada usia 0,2,3,4 bulan
(+) Hep-B, 3 kali pada usia 0,1,6 bulan
(+) Campak, 1 kali pada usia 9 bulan.
Kesan: Imunisasi dasar lengkap.
Riwayat Penyakit Keluarga : didalam keluarga tidak ada yang mempunyai gejala
seperti yang dirasakan os.
D. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda vital :
Tekanan darah :-
Nadi : 100 x/menit, reguler
Pernapasan : 24 x/menit, teratur, reguler
Suhu : 36,4oC
Antropometri
1. Panjang Badan : 72cm
2. Berat Badan : 8kg
Status Generalis
1. Kepala : Normocephali, distribusi rambut rata, warna hitam.
2. Mata : Konjungtiva normal, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata normal.
3. Telinga : Normotia, tidak ada sekret, membran timpani utuh.
4. Hidung : Tidak ada septum deviasi, tidak tampak sekret,
napas cuping hidung tidak ada.
5. Mulut/Tenggorok : Faring tidak tampak hiperemis, tonsil T1-T2.
34
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(-)
F. RESUME
Os datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam terus-menerus.
Satu hari setelah masuk rumah sakit os sudah tidak demam dan rewel tetapi muncul
ruam kemerahan pada badan os.
Awalnya ruam kemerahan muncul di dada yang kemudian menyebar ke perut
dan punggung os. Ruam kemerahan rata dengan kulit, tidak terdapat cairan dan tidak
disertai gatal.
Pada pemeriksaan fisik didapati, kulit makulopapular eritematosa (+), diskret
pada dada, perut dan punggung.
G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa: Paracetamol sirup 3x1cth (jika demam).
35
H. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
BAB IV
Banyaknya kasus demam dan ruam pada anak membuat kita harus lebih cermat untuk
menegakan diagnosis yang tepat dan cepat. Hal ini pun menimbulkan kekhawatiran pada
orangtua, yang mana ruam timbul secara serentak dalam waktu singkat yang umumnya
didahului oleh demam.
Roseola adalah infeksi virus yang ditandai dengan demam dan kemunculan ruam merah di
kulit. Ruam merah yang muncul saat seseorang mengalami roseola disebut dengan (exanthema
subitum). Roseola umumnya tidak berbahaya dan bisa sembuh dengan sendirinya. Namun,
kondisi ini sering menimbulkan rasa tidak nyaman. Roseola disebabkan oleh infeksi virus
herpes. Walaupun sama-sama dari golongan virus herpes, HHV-6 dan HHV-7, tidak sama
dengan jenis virus herpes yang menyebabkan penyakit menular seksual.
Ruam pada kulit (eksantema subitum) yang terjadi setelah demam mereda biasanya
berbentuk titik-titik atau bercak berwarna merah muda atau merah. Ruam biasanya akan
mulai muncul pada daerah dada, perut, dan punggung, kemudian menyebar ke lengan dan
leher, dan terkadang menyebar hingga ke kaki dan wajah. Ruam ini tidak menyebabkan rasa
gatal dan biasanya akan hilang sendirinya dalam beberapa jam hingga beberapa hari.
Pada umumnya, roseola tidak berbahaya dan tidak dibutuhkan pengobatan khusus
untuk menanganinya.
Dari anamnesis data yang menunjang adalah timbulnya demam tinggi yang menetap
sepanjang hari dan berlangsung terus menerus. Ibu os juga mengeluhkan os rewel. Setelah
hari demam turun tetapi muncul ruam kemerahan pada badan os. Ruam muncul pertama kali
di dada yang kemudian menyebar ke perut dan punggung.
Tatalaksana pada kasus ini berupa terapi simptomatis, yaitu diberikannya paracetamol
sirup 3x1cth. Dan juga diberikan edukasi pada ibu supaya memberi tambahan kompres air
hangat pada pasien. Prognosis kasus ini bonam.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Ismoedijanto. Demam dan Ruam di Daerah Tropik. P2KB_Dermatoses & SRIs
Associated with Travel to Tropical Countries. Surabaya. 2011:150-190.
2. Yuri Fitrian, M.Si. dan Wiwik Setriyeni. Sistem Pendukung Keputusan untuk
Mendiagnosa Penyakit Menular pada Balita dengan Menggunakan Metode
PHP.Jurnal TAM. Lampung. 2014;2.
3. Tuty Rahayu dan Alan R. Tumbelaka. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut
pada Anak. Sari Pediatri. Jakarta. 2002;4(3):104-113.
4. dr. I Made Gede Dwi Lingga Utama, Sp.A(K). The Art of Managing Fever, Our Daily
Problems, PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII. Sanur. 2017.
7. WHO, Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta.
2008
Referat and Case Report
Preseptor :
dr. Astri Pinilih, Sp.A
DEMAM
Perhatian Khusus harus diberikan terhadap anak dengan demam:
• bayi muda <2 bulan, jangan berikan antipiretik, atur suhu
lingkungan, buka baju bila perlu.
• bayi 2 bulan hingga anak 5 tahun, berikan perhatian lebih
dengan menggali anamnesis dan pem. Fisik juga pem. Lab.
4
1) Campak / Measles / Rubeola / Morbili 1) Hand Foot and Mouth Disease (HFMD)
2) Rubella / German Measles 2) Varicela / Chickenpox
3) Roseola Infantum / Exanthema Subitum
4) Scarlet Fever / Demam Scarlatina
5) Kawasaki Disease / Sindrom Kawasaki
Campak / Measles / Rubeola / Morbili
7
Manifestasi klinis:
-Masa prodromal antara 2-4 hari ditandai dengan demam 38,4 – 40,6ºC, coriza, batuk, konjungtivitis, bercak Koplik.
-Bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada mukosa bukal posterior berhadapan
dengan geraham bawah, berupa papul warna putih atau abu-abu kebiruan di atas dasar bergranulasi atau
eritematosa.
-Demam sangat tinggi di saat ruam merata dan menurun dengan cepat setelah 2-3 hari timbulnya eksantema.
-Dapat disertai adanya adenopati generalisata dan splenomegali.
-Eksantema timbul pada hari ke 3-4 masa prodromal, memudar setelah 3 hari dan menghilang setelah 6-7 hari.
-Erupsi dimulai dari belakang telinga dan perbatasan rambut kepala kemudian menyebar secara sentrifugal sampai
ke seluruh badan pada hari ke-3 eksantema.
-Eksantema berupa papul eritematosa berbatas jelas dan kemudian berkonfluensi menjadi bercak yang lebih besar,
tidak gatal dan kadang disertai purpura.
-Bercak menghilang disertai dengan hiperpigmentasi kecoklatan dan deskuamasi ringan yang menghilang setelah 7-
10 hari.
-Black measles merupakan keadaan yang berat dari campak, terdapat demam dan delirium diikuti penekanan fungsi
pernafasan dan erupsi hemoragik yang luas.
9
Diagnosis:
-Manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak Koplik.
-Isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring.
-Pemeriksaan serologis: titer antibodi 2 minggu setelah timbulnya penyakit.
Manifestasi klinis :
- Masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise, anoreksia, konjungtivitis ringan,
coriza, nyeri tenggorokan dan limfadenopati. Gejala cepat menurun setelah hari pertama timbulnya ruam.
- Demam berkisar 38ºC –38,7ºC. Biasanya timbul dan menghilang bersamaan dengan ruam kulit.
- Enantema pada rubela (Forschheimer spots) ditemukan pada periode prodromal sampai satu hari setelah
timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint atau lebih besar, warna merah muda, tampak pada palatum mole
sampai uvula. Bercak Forsch heimer bukan tanda patognomonik.
- Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus limfatikus suboksipital, retroaurikular
atau servikal posterior.
- Eksantema berupa makulopapular, eritematosa, diskret. Pertama kali ruam tampak di muka dan menyebar
ke bawah dengan cepat (leher,badan, dan ekstremitas). Ruam pada akhir hari pertama mulai merata di
badan kemudian pada hari ke dua ruam di muka mulai menghilang, dan pada hari ke tiga ruam tampak lebih
jelas di ekstremitas sedangkan di tempat lain mulai menghilang.
14
Diagnosis:
- Manifestasi klinis yaitu prodromal ringan, ruam menghilang dalam 3 hari, limfadenopati
retroaurikular dan suboksipital.
- Isolasi virus, virus ditemukan pada faring 7 hari sebelum dan 14 hari sesudah
timbulnya ruam.
- Serologis dapat dideteksi mulai hari ke tiga timbulnya ruam.
Komplikasi: Jarang pada anak. Komplikasi dapat berupa artritis, purpura dan ensefalitis.
Terapi: Simptomatik
Manifestasi klinis:
- Perjalanan penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 40-
40,6ºC, anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat coriza, konjungtivitis
dan batuk. Demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke suhu
normal disertai timbulnya ruam.
- Ruam tampak pertama kali di dada dan punggung, menyebar ke wajah, leher,
ekstremitas.
- Ruam berwarna merah muda, makulopapular, diskret, lesi berbentuk rubella-like
eruption ukuran milier 1-3mm.
- Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam beberapa jam. Ruam
hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi atau deskuamasi.
19
Diagnosis:
- Manifestasi klinis
- Penurunan hitung leukosit.
Terapi: Simptomatis
20
Scarlet Fever / demam Scarlatina
22
Manifestasi klinis :
- Gejala prodromal berupa demam panas, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri kepala, malaise dan
menggigil. Dalam 12 – 24 jam timbul ruam yang khas.
- Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih keabu-abuan.
- Pada lidah didapatkan eritema dan edema sehingga memberikan gambaran strawberry tongue (tanda
patognomonik).
- Ruam berupa erupsi punctiform, berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan. Timbul pertama kali
di leher, dada dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh badan dalam 24 jam. Erupsi tampak jelas dan
menonjol di daerah leher, aksila, inguinal dan lipatan poplitea.
- Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut sangat pucat (circumoral
pallor).
- Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak sandpaper yang kemudian
menjadi deskwamasi setelah hari ketiga.
- Deskuamasi berbeda dengan campak karena lokasinya di lengan dan kaki. Deskuamasi kemudian akan
mengelupas dalam minggu 1-6.
24
Diagnosis:
- Manifestasi klinis
- Kultur positif dari sekret nasofaring
- Serologis; peningkatan kadar anti streptolisin O (ASTO).
Komplikasi:
Abses tonsil, otitis media, bronko pneumonia, dan jarang menjadi mastoiditis, osteomielitis
atau septikemia. Komplikasi lanjut adalah demam rematik dan glomerulonefritis akut.
Terapi:
- Penisilin per oral/IV, eritromisin atau sefalosporin yang diberikan sedini mungkin.
- Suportif.
25
Kawasaki Disease / Sindrom Kawasaki
27
Manifestasi klinis :
Perjalanan penyakit Kawasaki dapat dibagi atas 3 fase, yakni fase akut, subakut, dan
konvalesen.
-Fase akut berlangsung selama 10–14 hari, ditandai dengan timbulnya demam, konjungtivitis,
limfadenopati, ruam pleomorfik, eritrema, dan edema leher. Fase ini dapat juga disertai dengan
gangguan jantung berupa karditis yang ditandai dengan takikardia, S3 gallop, atau tanda-tanda
gagal jantung dan gangguan hati.
-Fase subakut berlangsung pada minggu ke-2 sampai minggu ke- 4. Fase ini ditandai dengan
deskuamasi pada kulit jari dan perineum, serta artritis pada satu atau lebih sendi. Aneurima
arteri koroner biasanya terjadi pada fase ini, tetapi dapat saja muncul lebih awal. Demam akan
menurun mulai minggu ke-3 dan ke-4 diiringi dengan penyembuhan organ-organ yang terlibat
pada fase akut dan kembalinya nilai normal trombosit.
-Fase terakhir adalah fase konvalesen yang berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Pembuluh darah yang terkena mengalami penyembuhan, remodeling, dan scarring.
29
Diagnosis:
- Manifestasi klinis
- Tes laboratorik dapat berupa leukositosis dengan neutrofilia, peningkatan laju endap
darah dan CRP, anemia, lipid plasma abnormal, hipoalbuminemia, hiponatremia,
trombositosis setelah minggu pertama sakit, piuria steril, peningkatan enzim hati,
peningkatan γGT, pleositosis cairan serebrospinal, serta leukositosis pada cairan sinovial.
-Ekokardiografi
Komplikasi:
Aneurisma arteri koroner, miokarditis, perikarditis, aritmia, vaskulitis, infark miokard.
Terapi:
- Pemberian kombinasi imunoglobulin intravena (IGVI) dan aspirin.
Hand Foot and Mouth Disease (HFMD)
31
Manifestasi klinis :
- Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anoreksia, malaise dan nyeri tenggorokan
yang timbul 1-2 hari sebelum timbul enantem. Eksantem timbul lebih cepat dari pada enantem.
Enantem adalah manifestasi yang paling sering pada HFMD.
Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar eritem,ukuran 4-8 mm yang
kemudian menjadi krusta, terdapat pada mukosa bukal dan lidah serta dapat menyebar sampai
palatum uvula dan pilar anterior tonsil. Eksantema tampak sebagai vesiko pustul berwarna
putih keabu-abu an, berukuran 3-7 mm terdapat pada lengan dan kaki termasuk telapak tangan
dan telapak kaki, pada permukaan dorsal atau lateral, pada anak sering juga terdapat di
bokong. Lesi dapat berulang beberapa minggu setelah infeksi, jarang menjadibula dan biasanya
asimptomatik, dapat terjadi rasa gatal atau nyeri pada lesi. Lesi menghilang dalam 1-2 minggu
tanpa bekas.
33
Diagnosis:
- Manifestasi klinis
- Isolasi virus dengan preparat Tzank
Terapi:
- Simptomatis.
Varicela / Chickenpox
35
Manifestasi klinis :
Masa prodromal 2-3 hari ditandai dengan demam, malaise,
batuk, coriza dan nyeri tenggorokan serta gatal. Eksantema
berawal dari lesi makulopapular yang kemudian menjadi
vesikel berbentuk teardrop dan 2 hari kemudian menjadi
pustul dan krusta. Penyembuhan total terjadi selama 16 hari.
37
Diagnosis:
- Manifestasi klinis
- Isolasi virus dari cairal vesikel
- Tes Serologis
Komplikasi:
Infeksi sekunder oleh bakteri, ensefalitis, sindrom reye, pneuumonia.
Terapi:
- Bedak kocok kalamin + mentol.
- Antibiotik bila terdapat tanda infeksi.
- Asiklovir (atas indikasi).
Case report
39
40
ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis.
Riwayat Penyakit Dahulu: Keluhan seperti ini baru pertama kali dialami oleh pasien.
Riwayat Personal Sosial: Os tinggal bersama dengan ayah dan ibunya. Dilingkungan
sekitar rumah tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan os.
Riwayat Imunisasi :
(+) BCG, 1 kali pada usia 0 bulan
(+) DPT, 3 kali pada usia 2,4,6 bulan
(+) Polio, 4 kali pada usia 0,2,3,4 bulan
(+) Hep-B, 3 kali pada usia 0,1,6 bulan
(+) Campak, 1 kali pada usia 9 bulan.
Kesan: Imunisasi dasar lengkap.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Pem. Darah tepi lengkap, terdapat penurunan hitung leukosit.
- Uji serologi positif terhadap HHV-6
RESUME
Os datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam terus-menerus. Satu hari setelah
masuk rumah sakit os sudah tidak demam dan rewel tetapi muncul ruam kemerahan pada badan os.
Awalnya ruam kemerahan muncul di dada yang kemudian menyebar ke perut dan punggung os. Ruam
kemerahan rata dengan kulit, tidak terdapat cairan dan tidak disertai gatal.
Pada pemeriksaan fisik didapati, kulit makulopapular eritematosa (+), diskret pada dada, perut dan
punggung.
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa: Paracetamol sirup 3x1cth.
PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
47
That's all
48
Thank you ❤
Any questions?