Anda di halaman 1dari 88

Referat and Case Report

DEMAM DENGAN RUAM PADA ANAK

Oleh:
Siti Aminah Multazamiyah, S.Ked
Npm. 19360073

Preseptor :
dr. Astri Pinilih, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas referat dan laporan kasus
ini dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak yang berjudul ”DEMAM DENGAN RUAM PADA ANAK”.
Saya menyadari bahwa penulisan referat dan laporan kasus ini tidak akan
selesai tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. dr. Astri Pinilih, Sp.A selaku pembimbing saya yang telah bersedia
memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran yang sangat berharga
kepada saya selama menyusun referat dan laporan kasus ini.
2. Teman-teman bagian Pediatrics yang telah banyak membantu dan
mendukung saya hingga akhirnya tersusunlah referat dan laporan kasus
ini.
3. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan referat dan laporan kasus ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan referat dan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun tentunya sangat saya harapkan.
Semoga segala bantuan berupa nasehat, motivasi, masukan dan budi baik semua
pihak akan mendapat rahmat, karunia dan pahala yang diridhoi oleh Allah SWT.
Dan semoga referat dan laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk semua pihak,
khususnya di bagian Ilmu Kesehatan Anak. Aamiin.

Bandar Lampung, Juli 2020


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3


2.1 Sejarah 3
2.2 Patogenesis 3
2.3 Gejala dan Tanda Klinik 4
2.4 Diagnosis 5
2.4.1 Anamnesis 8
2.4.2 Pemeriksaan Fisik 8
2.4.3 Pemeriksaan Laboratorium 8
2.5 Morfologi Ruam 9
2.6 Diagnosis Banding 10
2.7 Klasifikasi Demam Disertai Ruam 10
2.7.1 Campak 10
2.7.2 Rubella 13
2.7.3 Roseola Infantum 14
2.7.4 Scarlet Fever 18
2.7.5 Kawasaki Disease 19
2.7.6 Hand Foot and Moth Disease 25
2.7.7 Varicela 26

BAB III STATUS PASIEN 31

BAB IV KESIMPULAN 36

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Demam dan ruam adalah tanda yang sering ditemui pada anak. Adanya demam dan

ruam bersama-sama pada umumnya sudah dapat membatasi spektrum diagnosis penyakit

yang harus ditegakkan. Spektrum tersebut mencakup infeksi lokal atau sistemik (dengan

serangkaian mikroba penyebab), kelainan yang diperantarai toksin (termasuk yang diduga

berhubungan dengan superantigen bakteri), dan vaskulitides (termasuk hipersensitifitas).

Kesalahan diagnosis penderita dengan demam dan ruam dapat berakibat besar bagi

pasien, kontak, maupun masyarakat. Meningokoksemia yang salah didiagnosis sebagai

campak dapat berakibat kematian akibat keterlambatan pengobatan. Pasien demam skarlet

yang salah didiagnosis sebagai rubella seharusnya dapat dicegah supaya tidak mengalami

komplikasi otitis media.

Elemen yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat mencakup

anamnesis yang detil, observasi sistemik pada penderita anak yang menunjukkan tanda-tanda

toksisitas, dan pemeriksaan fisik menyeluruh. Betapapapun sempurnanya, sering kali

anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap mempunyai sensitifitas yang rendah. Dalam kondisi

semacam itu uji laboratorium dapat menunjukkan peran yang penting.

Kulit merupakan salah satu kunci awal untuk mengenali penyakit dengan demam

yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Para penyebab infeksi tersebut bisa

menghasilkan beragam lesi dikulit. Lesi yang muncul pada umumnya akan menjadi petanda

penting penegakan diagnosis.

Sejumlah besar penyakit pada anak memiliki manifestasi pada kulit, yang merupakan

bagian tubuh terluas dan paling mudah diamat. Salah satu manifestasi klinis yang sering

dijumpai adalah timbulnya ruam kemerahan. Ruam kemerahan dapat disebabkan oleh proses

1
2

setempat pada kulit, misalnya akibat penetrasi suatu mikoorganisme pada stratum korneum

yang selanjutnya bermultiplikasi secara lokal, namun dapat pula merupakan bagian dari suatu

penyakit yang bersifat sistemik. Lebih dari 50 infeksi virus serta beberapa infeksi bakteri dan

parasit dapat menyebabkan terjadinya ruam kemerahan pada kulit seorang anak. Ruam juga

dapat terjadi pada penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi, misalnya pada kasus

reaksi obat.

Terdapatnya ruam kemerahan, terutama yang berupa eksantema, sering menimbulkan

kekhawatiran orangtua. Hal ini disebabkan karena ruam pada eksantema timbul secara

serentak dalam waktu singkat dan umumnya didahului oleh demam. Meskipun ruam pada

beberapa penyakit dengan eksantema memiliki gambaran yang cukup spesifik, namun tidak

jarang diagnosis sulit ditegakkan karena gambaran ruam yang membingungkan. Hal tersebut

terjadi pada 103 pasien anak berusia di bawah 2 tahun yang secara klinis didiagnosis sebagai

campak dan rubela, ternyata 88 pasien (85%) sebenarnya menderita eksantema subitum yang

dibuktikan dengan basil uji serologi yang positif terhadap Human Herpesvirus-6. Identifikasi

awal sera kewaspadaan bahwa suatu ruam sebenarnya merupakan bagian dari suatu penyakit

sistemik sanO dahlia menentukan tata laksana selanjutnya, terutama pada penyakit

berlangsung progresif. Kesalahan intepretasi ruam pada penyakit Kawasaki sebagai penyakit

kulit biasa akan mengakibatkan keterlambatan dalam pemberian imunoglobulin intravena

yang dapat berakhir fatal dengan terjadinya areurisma pembuluh darah koroner.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAH

Epidemi campak dan cacar telah terjadi sejak kekaisaran Romawi dan China

pada awal abad masehi. Demam skarlet dikenali sebagai penyakit tersendiri sejak

abad 17. Cacar air dan rubella baru diidentifikasi di abad ke-18 dan 19. Pada

penulisan di awal abad ke-20, penyakit eksantema makulopapular diberi nomor

berdasarkan urutan kemunculan pertama kalinya. Demam skarlet dan campak adalah

2 penyakit yang terawal dikelompok ini.

2.2 PATOGENESIS

Cara kulit bereaksi terhadap infeksi sesungguhnya terbatas. Patogenesis

manifestasi kulit dari penyakit sistemik dapat dibagi menjadi 3 kategori.

Pertama, penyebaran mikroorganisme penyebab infeksi melalui darah

(viremia, bakteriemia, dan sebagainya) yang menghasilkan infeksi sekunder di kulit.

Temuan klinis dikulit pada kelompok ini dapat merupakan efek langsung penyebab

infeksi di epidermis, dermis, atau endotel kapiler dermis, atau dapat juga merupakan

hasil reaksi respon imun antara organisme yang bersangkutan dengan antibodi atau

faktor seluler di lokasi kulit. Cacar air, infeksi enterovirus, dan meningokoksemia

adalah contoh penyakit dimana mikroba mencapai kulit melalui darah dan

menimbulkan temuan di kulit tanpa campur tangan faktor imunologis pejamu. Pada

penyakit campak, rubella, dan gonokoksemia, faktor waktu, gambaran histologis, dan

tingkat kesulitan mendapatkan hasil pada kultur mengindikasikan adanya kombinasi 2

faktor yaitu efek langsung dan respon imunologis.

3
4

Kedua, patogenesis yang berhubungan dengan penyebaran toksin dari

penyebab infeksi. Infeksi terjadi di lokasi tertentu namun kemudian toksin yang

dihasilkan menyebar dan mencapai kulit melalui darah. Tiga contoh penyakit dalam

kelompok ini adalah demam skarlet streptokokal, staphylococcal scalded skin

syndrome (SSSS), dan sindroma syok toksik.

Kategori ketiga adalah patogenesis pada penyakit sistemik dimana eksantema

tidak dapat dimengerti dengan baik namun muncul dan diduga mempunyai dasar

imunologis. Yang paling penting dari kelompok ini adalah gambaran klinis eritema

multiforme eksudativum (sindroma Stevens-Johnsons) dan eritema nodosum. Pada

sebagian besar kasus lokasi antigen maupun toksin yang menyebar sulit diidentifikasi.

Ramundo menambahkan mekanisme keempat yaitu melalui keterlibatan

vaskuler yang menghasilkan lesi di kulit. Berbagai mekanisme tersebut mungkin saja

terjadi secara berurutan. Aspek klinik yang penting dari penyakit eksantematus adalah

penyebaran dan progresifitas lesi. Sekalipun demikian pengetahuan mengenai hal

tersebut belum banyak diungkap. Para ahli mengetahui bahwa perbedaan ketebalan

kulit, kondisi vaskuler, derajat proliferasi, suhu, dan aktivitas metabolik sangat

penting pada penyakit hewan dengan manifestasi kulit. Pada manusia faktor-faktor

tersebut pasti juga berperan penting dan dipengaruhi oleh mikroorganisme penyebab.

2.3 GEJALA DAN TANDA KLINIK

Pembahasan gejala klinik dapat dilakukan dengan berbagai sudut pandang.

Dalam tulisan ini uraian akan dibagi berdasarkan etiologi infeksi. Haruslah dipahami

bahwa tidak ada batas yang nyata yang dapat membedakan penyebab infeksi,

terutama dari aspek gejala klinik semata-mata. Etiologi infeksi terbanyak yang dapat

menimbulkan demam dan ruam pada anak adalah virus.


5

Virus dapat melibatkan kulit dengan cara menyebar ke kulit selama infeksi

sistemik disertai replikasi virus pada kulit atau dengan memproduksi tumor kulit yang

diinduksi virus. Sejumlah virus bersifat epidermotrofik dan bereplikasi di dalam

keratinosit.

Erupsi kulit yang berhubungan dengan sindroma virus akut disebut eksantema

virus (viralexanthem). Jika mukosa terlibat, istilah yang digunakan adalah enantema

virus. Insiden eksantema virus tidak diketahui namun untuk herpes simpleks saja,

insiden per tahun dapat mencapai 5,1 per 1000 anak terinfeksi. Enteroviral dan

adenoviral adalah eksantema virus terbanyak di Amerika Serikat. Semua virus dapat

menimbulkan eksantema. Reaksi kulit nonspesifik terhadap infeksi virus adalah yang

tidak menunjukkan distribusi klasik, morfologi lesi yang unik, enantema yang

berkaitan ataupun kompleks gejala yang menyertainya. Sebaliknya, beberapa kelainan

menunjukkan eksantema yang klasik, seperti morbili, rubella, atau eritema

infeksiosum. Penyebab eksantema yang tidak spesifik kebanyakan tidak dapat

dipastikan pada akhir perjalanan penyakitnya. Penderita infeksi virus mungkin

menunjukkan gejala penyerta seperti demam, nyeri kepala, malaise, gangguan

pernapasan, gangguan pencernaan, dan sebagainya. Pembedaan terhadap erupsi obat

sering sukar dilakukan dan hal ini diperburuk dengan peresepan.

2.4 DIAGNOSIS

Pada umumnya pendekatan diagnostic yang dilakukan adalah dengan

mengenali pola perjalanan klinik yang khas, misalnya anamnesis yang teliti tentang

lama waktu sakit, gejala klinis penderita, urutan munculnya gejala, dan pola klinik

ruam misalnya timbulnya ruam, dimana, kapan, distribusinya, ada tidaknya rasa gatal,

dimensi waktu hubungan antara ruam dan panas, serta obat-obatan, baik oral maupun
6

topical. Ruam makulopapular akut yang terjadi pada anak biasanya berhubungan

dengan infeksi virus. Umur penderita dapat menjadi alat untuk mempersempit

kemungkinan diagnosis banding. Penyakit ruam kulit yang disertai panas, biasanya

karena infeksi, terutama bila disertai dengan gejala sistemik yang lain, harus

mendapat perhatian khusus karena potensial menimbulkan wabah.

Pemeriksaan klinik jenis ruam sangat penting pada demam dan ruam kulit:

makula adalah ruam yang ditandai oleh perubahan warna kulit tanpa elevasi maupun

depressi, papula yang disertai elevasi permukaan kulit, nodul melibatkan proses di

kulit lebih dalam, yang membedakannya dilakukan dengan palpasi, plak yang

penggabungan papula papula, pustula yang mengandung cairan, vesikula yang

mengandung cairan dengan diameter < 0.5 cm dan bulla yang diameternya > 0.5 cm.

Adanya kelainan yang bersifat sistemik, seperti tanda vital, adenopathy,

pembesaran hepar dan lien, tanda dan gejala susunan syaraf mempunyai poin sangat

penting selain juga tingkat kegawatan klinik penderita.

Pada umumnya para klinisi melakukan pengelompokan penyakit berdasar

jenis ruam, adanya ruam di telapak, anamnesis, dan pola klinik ruam yang disertai

panas. Ruam makulopapular: kelompok penyakit dengan ruam makulopapular yang

terdistribusi central, dimana ruam mulai muncul dari daerah kepala, leher kemudian

menyebar keseluruh tubuh/menyebar ke perifer: umumnya berkaitan dengan penyakit

campak, rubella, roseola/exanthema subitum atau ruam yang berhubungan dengan

obat. Kelompok penyakit dengan ruam makulopapular yang terdistribusi perifer,

dimana predileksi ruamnya ada di telapak tangan, telapak kaki, lutut dan siku

misalnya meningococcemia, Rocky Mountain spotted fever, dengue fever, yang

awalnya tampil dengan ruam makulopapular, sebelum akhirnya menjadi ruam

petekhiae, harus segera dikenali agar tatalaksana tidak terlambat dan fatal.
7

Ruam petekie: Ada 3 penyakit penting yaitu meningococcemia, Rocky

Mountain spotted fever dan dengue fever. Ruam ini juga didapatkan pada infeksi virus

coxsackie A9, echovirus 9, cytomegalovirus, atypical measles, viral hemorrhagic

fever baik yang disebabkan oleh arbovirus maupun arenavirus. Beberapa infeksi

bakteri seperti staphylococcemia, disseminated gonococcal dan thrombotic

thrombocytopenic purpura, juga menunjukkan gejala yang sama.

Ruam erythema dengan desquamasi: terdapat pada Scarlet fever, toxic shock

syndrome, scalded skin syndrome yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan

sindroma Kawasaki, juga sering didapatkan pada infeksi Streptococcus viridan, toxic

epidermal necrolysis dan reaksi graft versus host.

Ruam vesicobulous – pustule: didapatkan pada infeksi virus herpes varicella-

zoster juga pada infeksi kuman Staphylococcus, gonococcemia. Pada penderita

dengan immunocompromised, perlu diingat infeksi disseminated herpes simplex

virus.

Ruam nodul terdapat pada Erythema nodosum adalah penyakit dengan ruam

nodul, berupa proses inflamasi akut, yang melibatkan proses immunologi pada

panniculus adiposus. Nodule tersebut terasa nyeri.Lesi banyak dijumpai pada

ekstremitas bawah, lutut dan lengan. Penyebabnya adalah idiopathic, sebesar 40 %,

sisanya oleh karena infeksimisalnya karena beta-hemolytic streptococcus,

Mycobacterium, atau sebab non infeksi misalnya reaksi terhadap sulfonamide , oral

kontrasepsi atau Sarcoidosis.

Beberapa ahli menggunakan cara pengelompokan yang berbeda misalnya

dengan melihat ada tidaknya ruam ditelapak tangan dan telapak kaki, perjalanan

penyakit, atau ukuran lesi yang ada.


8

Perhatian khusus harus diberikan terhadap anak dengan demam:

2.4.1 Anamnesis

1. lama dan sifat demam

2. ruam kemerahan pada kulit

3. kaku kuduk atau nyeri leher

4. nyeri kepala (hebat)

5. nyeri saat buang air kecil atau gangguan berkemih lainnya (frekuensi lebih

sering)

6. nyeri telinga

7. tempat tinggal atau riwayat bepergian dalam 2 minggu terakhir ke daerah

endemis malaria.

2.4.2 Pemeriksaan Fisik

1. keadaan umum dan tanda vital

2. napas cepat

3. kuduk kaku

4. ruam kulit: makulopapular, manifestasi perdarahan pada kulit: purpura, petekie

5. selulitis atau pustul kulit

6. cairan keluar dari telinga atau gendang telinga merah pada pemeriksaan otoskopi

7. pucat pada telapak tangan, bibir, konjungtiva

8. nyeri sendi atau anggota gerak

9. nyeri tekan lokal

2.4.3 Pemeriksaan Laboratorium

1. pemeriksaan darah tepi lengkap: Hb, Ht, jumlah dan hitung jenis leukosit,

trombosit

2. apus darah tepi


9

3. analisis (pemeriksaan) urin rutin, khususnya mikroskopis

4. pemeriksaan foto dada (sesuai indikasi)

5. pemeriksaan pungsi lumbal jika menunjukkan tanda meningitis

2.5 MORFOLOGI RUAM


10

2.6 DIAGNOSIS BANDING

Terdapat empat kategori utama bagi anak demam:

1. Demam karena infeksi tanpa tanda lokal

2. Demam karena infeksi disertai tanda lokal

3. Demam disertai ruam

4. Demam lebih dari tujuh hari

Beberapa penyebab demam hanya ditemukan di beberapa daerah endemis (misalnya

malaria).

2.7 KLASIFIKASI DEMAM DISERTAI RUAM

Demam disertai ruam terbagi menjadi 2 klasifikasi, yang pertama demam

dengan ruam makulopapular dan yang kedua demam dengan ruam vesikel.

1. Demam dengan Ruam Makulopapular

1) Campak / Measles / Rubeola / Morbili

2) Rubella / German Measles

3) Roseola Infantum / Exanthema Subitum

4) Scarlet Fever / Demam Scarlatina

5) Kawasaki Disease / Sindrom Kawasaki

2. Demam dengan Ruam Vesikel

1) Hand Foot and Mouth Disease (HFMD)

2) Varicela / Chickenpox

2.7.1 Campak / Measles / Rubeola / Morbili

Penyakit infeksi akut yang disebabkan virus campak, dengan gejala berupa

ruam pada kulit dan aktifasi jaringan retikuloendotelial. Etiologi penyakit ini adalah

virus Campak, genus Morbillivirus, family Paramyxoviridae.


11

Perjalanan klinik di awali dengan infeksi epithel saluran napas bagian atas

oleh virus, menyebar ke kelenjar lympha regional bersama makrofag. Setelah

mengalami replikasi dikelenjar limfa regional, virus dilepas kedalam aliran darah,

terjadilah viremia pertama. Sampailah virus ke sistem reticuloendothelial, dan disusul

dengan proses replikasi. Viremia yg kedua akan mengantar virus sampai ke “multiple

tissue site“, terjadilah proses infeksi di endothelium pembuluh darah, epithelium

saluran napas dan saluran cerna. Virus menempel pada receptor virus campak pada

tempat tertentu, misalnya pada lapisan lendir saliran nafas, sel otak dan usus. Setelah

inkubasi selama 10-11 hari, dalam 24 jam kemudian munculah gejala coryza/pilek,

conjunctivitis/radang mata dan cough/batuk sebagai gejala periode prodromal. Semua

gejala diatas makin hari makin memberat, mencapai puncaknya pada periode erupsi,

saat mulai muncul ruam pada hari ke 4 sakit. koplik’s spot, bercak putih di depam M1

yang terletak di mukosa pipi, akan muncul dan menjadi tanda klinik yang

pathognomonik. Gejala panas, cough, coryza dan conjunctivitis pada hari ke 4 akan

disusul dengan keluarnya ruam erythro makulopapuler dengan perjalanan dan

penyebaran yang khas, sehingga diagnosis klinik mudah dikenali. Periode

konvalescence ditandai dengan tersebarnya ruam pada seluruh tubuh, yang disertai

turunnya temperatur tubuh secara lisis. Panas pada penyakit campak bersifat

“stepwise increase“, yang puncak panasnya terjadi pada hari ke 5 sakit, dan pada hari

ke 6 sakit, bilamana ruam sudah tersebar pada seluruh tubuh, panas akan menurun dan

kondisi klinik akan membaik. Coryza awalnya bersin-bersin, disusul dengan hidung

buntu, disertai ingus yang mukopurulen, menjadi makin berat saat ruam mulai

muncul, akan tetapi segera hilang pada waktu temperatur normal, yaitu pada saat

ruam sudah menyebar keseluruh tubuh. Conjunctivitis dimulai dengan adanya

“conjunctival injection“ dari palpebra bawah, disusul dengan keradangan pada


12

conjunctiva, edema palpebra, peningkatan lakrimasi dan photopobia. Pada penderita

anak dengan malnutrisi yang disertai defisiensi vitamin A, manifestasi klinik

conjunctivitis tampil lebih berat, dan dapat terjadi keratitis, infeksi kornea, ulcus

cornea, yang apabila tidak tertangani secara benar dapat berakibat kebutaan. Batuk

yang timbulnya pada periode prodromal, makin hari makin memberat, mencapai

puncaknya pada saat erupsi keluar. Gejala batuk ini bertahan agak lama, bahkan ada

yang berlangsung sampai beberapa minggu, terutama yang disertai dengan

bronkopneumonia. Ruam penyakit campak adalah erythromaculopapular, muncul 3-4

hari panas, mulai dari perbatasan rambut kepala, dahi, belakang telinga, kemudian

menyebar ke muka, leher, tubuh, extremitas atas, terus kebawah, dan mencapai ujung

kaki pada pada hari ke 3 ruam muncul. Setelah ruam sudah menyebar keseruh tubuh,

maka ruam awal akan mengabur, disusul dengan munculnya hiperpigmentasi dan

desquamasi. Urutan lokasi terjadinya fade-hiperpigmentasi-desquamasi, sama dengan

urutan lokasi terjadinya ruam erythro maculopapular. Gejala lain yang dapat dijumpai

pada penyakit campak adalah, gastroenteritis, lympadenopathy generalisata,

laryngotracheitis, bronchitis dan pneumonitis dan pada anak dengan malnutisi dapat

disertai pneumothorax spontan, protein losing enteropathy dan gizi buruk atau aktifasi

dari proses tuberkulosis. Apabila natural time table ini melenceng, maka dicurigai

adanya komplikasi, baik karena infeksi virus maupun infeksi kuman. Ada beberapa

penampilan klinis penyakit campak yang tidak seperti yang diterangkan diatas, yaitu

Atypical Measles, campak klinik pada anak yang pernah mendapat imunisasi

“Inactivated Measles Virus Vaccine“, virus campak mati. Tampilan klinik penyakit ini

berat, dengan komplikasi Severe Hemorrhagic Measles/Black Measles adalah campak

yang berat dengan panas yang tinggi, disertai gejala CNS, gejala saluran napas yang

berat, kemudian disusul dengan munculnya ruam hemorrhagis, dan berakhir fatal.
13

Modified Measles adalah satu bentuk klinik campak yang ringan, tidak lengkap,

membutuhkan waktu yang lebih pendek dibanding campak yang klasik. Pada

umumnya hamper semua penyakit dengan ruam erythro maculopapular selalu

didiagnosis sebagai campak. Konfirmasi bisa dilakukan dengan pemeriksaan IgM

campak setelah 1-3 munculnya ruam. Cara yang non invasive adalah dengan

pemeriksaan kadar IgM lewat sample oral fluid, atau kultur urine untuk virus campak.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit campak adalah; otitis

media, mastoiditis, pneumonia, obstructive laryngitis dan laryngotracheitis,

gastroenteritis, cervical adenitis, encephalomyelitis akut, subacute sclerosing

panencephalitis, subacute encephalitis.

Pengobatan campak umumnya ringan, self limited, tidak tersedia anti viral

spesifik, antibiotika tidak mempengaruhi perjalanan klinik penyakit, sehingga

pengobatan campak adalah suportif. Pemberian Vitamin A dosis tinggi pada penyakit

campak yang berat dan disertai mallnutrisi, akan mempercepat penyembuhan

pneumonia dan gastroenteritis, memperpendek lama tinggal di rumah sakit,

menurunkan angka kematian. Imunisasi campak dilakukan pada semua anak usia 9

bulan, 15 bulan dan 6 tahun.

2.7.2 Rubella / German Measles

Penyakit ini meskipun kliniki mirip rubella, namun disebabkan oleh virus

rubella, termasuk genus Alpha virus, family Togavirus, ditandai oleh adanya ruam 3

hari dan lymphadenopaty general, biasanya; postauricular, suboccipital dan cervical.

Penyakit ini sangat menarik kalangan medis karena sifat teratogenik nya,

menimbulkan malformasi congenital pada bayi.

Setelah inkubasi 14-21 hari akan muncul ruam dengan nyeri kepala, malaise,

nanoreksia, conjunctivitis-coryza-batuk/cough yang ringan serta lymphadenopaty.


14

Adanya lymphadenopaty, malaise disertai dengan munculnya ruam yang hanya

berlangsung 3 hari adalah gejala yang “spesifik“ untuk penyakit rubella pada anak.

Gejala coryza-cough-conjunctivitis ringan, dan langsung menghilang pada saat ruam

muncul. Ruam pada penyakit rubella, merupakan clue menuju diagnosis penyakit

Rubella. Ruam muncul pertama kali di muka, dengan cepat menyebar ke leher,

lengan, badan dan ekstrimitas bawah, dan dihari pertama ruam sudah menyebar

keseluruh tubuh. Pada hari ke-2, ruam dimuka sudah menghilang, dan pada akhir hari

ketiga ruam sudah tidak didapatkan lagi. Biasanya tanpa disertai desquamasi.

Konfirmasi diagnosis Rubella di tegakkan dengan melakukan anamnesis yang baik

dan pemeriksaan klinik yang teliti. Apabila diperlukan diagnosis etiologi, maka

pemeriksaan IgM (single serum) atau IgG (paired sera) dapat dilakukan. Pemeriksaan

IgM sebaiknya dilakukan saat muncul ruam. Sedangkan pemeriksaan paired sera

dilakukan saat akut dan 2-4 minggu sesudahnya. Komplikasi Rubella jarang terjadi

bahkan infeksi bakteri sekunder yang sering terjadi pada campak juga tidak dijumpai

pada Rubella. Beberapa komplikasi yang pernah ditemukan, antara lain arthritis,

encephalitis, purpura.

Pengobatan hanya dilakukan secara suportif, dan imunisasi MMR pada umur

12-15 bulan dan diulang pada umur 4-6 tahun merupakan strategi prevensi terhadap

Rubella.

2.7.3 Roseola Infantum / Exanthema Subitum

Human herpesvirus type 6 (HHV-6) merupakan penyebab terbanyak roseola

infantum atau exanthema subitum (45-86%), yang merupakan penyakit pada bayi

dengan ruam dan disertai dengan infeksi saluran nafas akut dan kelainan serebral.

Gejala ini harus dibedakan dengan penyakit lain pada penderita normal dan harus

dicari padanannya pada penderita dengan defisiensi imun. Virus ini umumnya hanya
15

menimbulkan gejala klinik yang ringan, namun bisa bersifat laten dan sering dikaitkan

dengan gejala klinik kelainan otak termasuik multiple sclerosis. Infeksi Primer HHV-

6 didapat dari kasus kontak dan sumber infeksi primer HHV-6 hampir selalu tak

diketahui dengan inkubasi sekitar 10 hari. Manifestasi klinis sangat bervariasi;


0
mayoritas berupa roseola dan demam tinggi akut (39-40 C), berlangsung 3-6 hari.

Demam seiring dgn viremia; disertai gejala lethargy, anoreksia atau bebetpa tak

terganggu oleh demam tinggi tsb. Biasanya diagnosis awal pend inf primer HHV-6

adalah demam tanpa sebab yang jelas disertai (kadang) otitis media.

Human herpesvirus type 7 (HHV-7) mirip dengan HHV 6 dan gejala klinik

yang ditimbukan pun mirip, dengan prevalensi lebih rendah (10-31%).

Roseola adalah infeksi virus yang ditandai dengan demam dan kemunculan ruam

merah di kulit. Ruam merah yang muncul saat seseorang mengalami roseola disebut

dengan (exanthema subitum).

Roseola umumnya tidak berbahaya dan bisa sembuh dengan sendirinya.

Namun, kondisi ini sering menimbulkan rasa tidak nyaman. Roseola disebabkan oleh

infeksi virus herpes. Walaupun sama-sama dari golongan virus herpes, HHV-6 dan

HHV-7, tidak sama dengan jenis virus herpes yang menyebabkan penyakit menular

seksual.

Roseola dapat menular melalui percikan ludah penderita saat bersin atau batuk

yang terhirup oleh orang lain. Selain itu, penyakit ini juga bisa menular secara tidak

langsung melalui perantaraan benda yang sudah terkontaminasi oleh virus. Misalnya,

ketika seorang anak menggunakan cangkir yang telah digunakan sebelumnya oleh

anak yang menderita roseola. Meski bisa menular, kecepatan penularan roseola tidak

secepat penyakit infeksi virus lain, seperti cacar air atau campak.
16

Roseola paling sering terjadi pada anak berusia 6–15 bulan. Pada usia tersebut

anak belum membangun kekebalan tubuh (sistem imun) terhadap virus, tidak seperti

orang dewasa. Selain itu, imunitas terhadap virus yang didapat anak dari antibodi

ibunya ketika masih dikandung juga sudah berkurang. Walaupun lebih sering dialami

oleh bayi dan anak-anak, remaja dan orang dewasa yang belum pernah terinfeksi

sebelumnya juga bisa mengalami roseola.

Selain pada bayi dan anak-anak, roseola juga lebih mudah diderita oleh orang

yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah. Contohnya, orang yang menjalani

kemoterapi atau menderita penyakit yang menyebabkan gangguan sistem imun,

seperti penderita HIV dan AIDS, leukemia, atau multiple myeloma.

Gejala roseola biasanya muncul 1–2 minggu sejak virus masuk ke dalam

tubuh. Penderita roseola sebagian besar adalah bayi dan balita, sehingga roseola juga

dikenal dengan nama roseola infantum.

Beberapa gejala yang muncul saat mengalami seseorang mengalami roseola adalah:

1. Demam tinggi dengan suhu >39°C selama 3–5 hari

2. Batuk

3. Pilek

4. Sakit tenggorokan

5. Nafsu makan menurun

6. Kelenjar getah bening di leher membesar

7. Diare

8. Kelopak mata membengkak

9. Muncul ruam pada kulit (eksantema subitum) setelah demam mereda

Selain itu, roseola pada bayi dapat menyebabkan bayi lebih rewel. Pada

beberapa kasus, demam akibat roseola dapat memicu kejang demam.


17

Ruam pada kulit (eksantema subitum) yang terjadi setelah demam mereda

biasanya berbentuk titik-titik atau bercak berwarna merah muda atau merah. Ruam

biasanya akan mulai muncul pada daerah dada, perut, dan punggung, kemudian

menyebar ke lengan dan leher, dan terkadang menyebar hingga ke kaki dan wajah.

Ruam ini tidak menyebabkan rasa gatal dan biasanya akan hilang sendirinya

dalam beberapa jam hingga beberapa hari.

Pada umumnya, roseola tidak berbahaya dan tidak dibutuhkan pengobatan

khusus untuk menanganinya. Penderita dapat pulih dengan perawatan mandiri di

rumah, yaitu dengan:

1. Beristirahat yang cukup

2. Minum air putih yang cukup

3. Mengompres kening dengan kain yang dicelupkan ke air hangat untuk

menurunkan demam. Selain itu, untuk meredakan demam dan nyeri, bisa

menggunakan paracetamol sesuai dosis.

Roseola biasanya bisa pulih dengan sendirinya. Kondisi ini jarang

menimbulkan komplikasi. Namun, pada beberapa kondisi, roseola bisa meningkatkan

risiko terjadinya infeksi telinga atau kejang demam. Sedangkan pada anak dengan

daya tahan tubuh yang lemah, misalnya anak dengan gizi buruk atau yang baru

menerima transplantasi organ, dapat terjadi komplikasi serius, seperti radang

otak dan pneumonia.

Hingga saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah roseola. Oleh

karena itu, langkah terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah roseola adalah

dengan mencegah penularannya.

Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah menghindari kontak dengan

penderita, tetap di rumah jika sedang sakit, rajin mencuci tangan, dan menjaga daya
18

tahan tubuh dengan makan makanan bergizi, beristirahat yang cukup, dan minum air

putih yang cukup.

2.7.4 Scarlet Fever / Demam Scarlatina

Etiologi dari demam skarlet ialah Streptococcus beta hemolyticus grup A.

Masa inkubasi penyakit 1-7 hari, rata-rata 3 hari. Cara penularannya melalui droplets

dari pasien yang ter infeksi atau karier. Fokus infeksi pada faring dan tonsil, jarang

pada luka operasi atau lesi kulit.

Manifestasi klinis, gejala prodromal berupa demam panas, nyeri tenggorokan,

muntah, nyeri kepala, malaise dan menggigil. Dalam 12-24 jam timbul ruam yang

khas. Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih

keabu-abuan. Pada lidah didapatkan eritema dan edema sehingga memberikan

gambaran strawberry tongue (tanda patognomonik). Ruam berupa erupsi punctiform,

berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan. Timbul pertama kali di leher, dada

dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh badan dalam 24 jam. Erupsi tampak jelas

dan menonjol di daerah leher, aksila, inguinal dan lipatan poplitea. Pada dahi dan pipi

tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut sangat pucat (circumoral pallor).

Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak sandpaper

yang kemudian menjadi deskwamasi setelah hari ketiga. Deskuamasi berbeda dengan

campak karena lokasinya di lengan dan kaki. Deskuamasi kemudian akan mengelupas

dalam minggu 1-6.

Diagnosis, manifestasi klinis; kultur positif dari sekret nasofaring. Serologis;

peningkatan kadar anti streptolisin O (ASTO).

Komplikasi yang dapat terjadi abses tonsil, otitis media, bronko pneumonia,

dan jarang menjadi mastoiditis, osteomielitis atau septikemia. Komplikasi lanjut

adalah demam rematik dan glomerulonefritis akut.


19

Terapi dapat diberikan penisilin per oral/IV, eritromisin atau sefalosporin yang

diberikan sedini mungkin dan terapi suportif.

2.7.5 Kawasaki Disease / Sindrom Kawasaki

Penyakit Kawasaki didefinisikan sebagai suatu penyakit inflamasi sistemik

pada anak yang menyebabkan aneurisma arteri koroner, infark miokardium, dan

kematian mendadak. Definisi lain menyebutkan penyakit Kawasaki adalah vaskulitis

akut yang dapat sembuh sendiri, tetapi yang belum diketahui penyebabnya dengan

predileksi pada arteri koroner bayi dan anak. Penyakit ini masih sangat jarang

didiagnosis di Indonesia karena dianggap masih jarang dan belum banyak diketahui

secara luas. Penyakit Kawasaki didiaganosis berdasarkan kriteria klasik yang telah

ada sejak tahun 1967. Tidak semua penyakit Kawasaki memenuhi kriteria tersebut

yang kemudian disebut sebagai penyakit Kawasaki atipikal.

Penyakit Kawasaki ditemukan pada tahun 1967 oleh dr . Tomisaku Kawasaki

di Jepang dan telah menjadi penyebab utama kelainan jantung dapatan di seluruh

dunia, khususnya di negara maju. Penyakit ini mengenai anak laki-laki dengan

perbandingan 3:2 dan 76% adalah anak usia di bawah 5 tahun. Insidensi penyakit

Kawasaki ini meningkat pada beberapa tahun terakhir, dapat mengenai seluruh etnik

dan ras di dunia, tetapi tingginya insidensi pada ras Asia menunjukkan predisposisi

genetik seta interaksinya dengan lingkungan. Di Jepang insidensi penyakit ini

sebanyak 218,6 per 100.000 pada anak berusia 0–4 tahun,sementara data di Indonesia

menunjukkan perkiraan insidensi penyakit Kawasaki adalah 6.000 kasus per tahun,

tetapi yang terdiagnosis kurang dari 100 kasus per tahun. Pada suatu penelitian yang

dilakukan di Jepang pada 242 anak yang dirawat karena penyakit Kawasaki, sebanyak

10% merupakan bentuk penyakit Kawasaki atipikal. Sebanyak 68% penyakit

Kawasaki atipikal memenuhi 3 kriteria, sedangkan 28% hanya 2 kriteria. Penyakit


20

Kawasaki atipikal terutama mengenai bayi di bawah usia 1 tahun. Pada suatu

penelitian yang juga dilakukan di Jepang menunjukkan dari 45 kasus penyakit

Kawasaki, 45% berusia 1 tahun memiliki bentuk Kawasaki atipikal, dan pada usia ini

paling sering terkena adalah aneurisma arteri koroner. Pada kedua kasus di atas

penderita termasuk dalam rentang usia tersering.

Perjalanan penyakit Kawasaki dapat dibagi atas 3 fase, yakni fase akut,

subakut, dan konvalesen. Fase akut berlangsung selama 10–14 hari, ditandai dengan

timbulnya demam, konjungtivitis, limfadenopati, ruam pleomorfik, eritrema, dan

edema leher. Fase ini dapat juga disertai dengan gangguan jantung berupa karditis

yang ditandai dengan takikardia, S3 gallop, atau tanda-tanda gagal jantung dan

gangguan hati. Fase subakut berlangsung pada minggu ke-2 sampai minggu ke- 4.

Fase ini ditandai dengan deskuamasi pada kulit jari dan perineum, serta artritis pada

satu atau lebih sendi. Aneurima arteri koroner biasanya terjadi pada fase ini, tetapi

dapat saja muncul lebih awal. Demam akan menurun mulai minggu ke-3 dan ke-4

diiringi dengan penyembuhan organ-organ yang terlibat pada fase akut dan

kembalinya nilai normal trombosit. Fase terakhir adalah fase konvalesen yang

berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pembuluh darah yang terkena

mengalami penyembuhan, remodeling, dan scarring.

Hasil laboratorium pada penyakit Kawasaki dapat berupa leukositosis dengan

neutrofilia, peningkatan laju endap darah dan CRP, anemia, lipid plasma abnormal,

hipoalbuminemia, hiponatremia, trombositosis setelah minggu pertama sakit, piuria

steril, peningkatan enzim hati, peningkatan γGT, pleositosis cairan serebrospinal,

serta leukositosis pada cairan sinovial.

Diagnosis penyakit Kawasaki ditegakkan apabila terdapat demam yang

berlangsung minimal selama lima hari dan disertai dengan minimal empat dari gejala
21

injeksi konjungtiva nonpurulen, perubahan mukosa bibir dan rongga mulut seperti

eritrema, bibir kering, dan pecah-pecah, injeksi faring, strawberry tongue, edema atau

eritema tangan dan kaki pada fase akut, deskuamasi periungual, ruam polimorfik, dan

adenopati servikal ukuran ≥1,5 cm unilateral yang bukan disebabkan penyakit lain.

Penderita yang hanya memenuhi 2–3 kriteria klasik, maka termasuk dalam

penyakit Kawasaki inkomplit atau atipikal. Penyakit Kawasaki inkomplit adalah

penyakit Kawasaki dengan gejala klinis klasik yang tidak memenuhi kriteria.

Limfadenopati servikal paling sering tidak ditemukan (90% kasus), ruam (50%

kasus), dan perubahan ekstremitas (40% kasus), sedangkan perubahan pada membran

mukosa paling sering ditemukan pada penyakit Kawasaki atipikal. Diagnosis penyakit

Kawasaki atipikal didasarkan pada pemeriksaan laboratorium dan ekokardiografi

seperti terlihat pada gambar dibawah ini,

Bila demam disertai 2 atau 3 dari gejala khas yang timbul selama 5 hari atau

lebih, dan karakteristik penderita menunjukkan kemungkinan penyakit Kawasaki,

lakukan pemeriksaan CRP dan LED. Jika CRP <3 mg/dL dan LED <40 mm/jam, anak
22

dipantau dan terapi dilakukan sebagaimana mestinya. Jika CRP ≥3 mg/dL dan LED

≥40 mm/jam, pemeriksaan laboratorium tambahan harus dilakukan, termasuk

albumin, alanin aminotransferase (ALT), trombosit, hitung jenis leukosit, dan air seni.

Batas abnormal adalah albumin ≤3 g/dL, anemia sesuai dengan usianya, peningkatan

kadar ALT, trombosit ≥450.000 mm3 (setelah 7 hari), leukosit ≥15.000/mm3,

leukosituria ≥10/lpb. Jika ≥3 kriteria laboratorium tambahan positif, diagnosis

penyakit Kawasaki dapat dibuat. Anak harus dilakukan ekokardiografi dan diterapi.

Jika <3 kriteria laboratorium tambahan positif, ekokardiografi jantung perlu

dilakukan. Jika negatif, tetapi demam berlanjut, ekokardiografi ulangan perlu

dilakukan. Jika ekokardiografi negatif dan demam menurun, penyakit Kawasaki tidak

dapat ditegakkan. Jika ekokardiografi positif, anak diterapi sebagai penyakit

Kawasaki. Penderita kemudian ditatalaksana sebagai penyakit Kawasaki dengan

pemberian kombinasi imunoglobulin intravena (IGIV) dan aspirin.

Penderita penyakit Kawasaki yang sudah tegak harus dirawat di rumah sakit

dengan tujuan untuk observasi, monitoring fungsi jantung, dan tatalaksana manifestasi

sistemik. Tujuan terapi yang ingin dicapai adalah mencegah timbulnya sekuele jangka

panjang, terutama abnormalitas arteri koroner. Tatalaksana penyakit Kawasaki secara

garis besar meliputi tatalaksana fase akut, tatalaksana kegagalan terapi fase akut, dan

tatalaksana di luar masa akut . Pada tatalaksana akut diberikan kombinasi aspirin dan

imunoglobulin intravena (IGIV). Aspirin diberikan dengan dosis 80 mg/kgBB/hari

dibagi dalam 4 dosis. Lama pemberian aspirin bervariasi, aspirin dapat diberikan

sampai bebas demam selama 48-72 jam, tetapi beberapa ahli memberikan sampai hari

ke-14 dan demam sudah turun selama 48 -72 jam. Imunoglobulin intravena diberikan

dengan dosis tunggal sebanyak 2 g/kgBB selama 8-12 jam. Waktu pemberian terbaik

kombinasi ini adalah dalam 10 hari pertama sakit. Aspirin dosis tinggi diberikan untuk
23

memperoleh efek antiinflamasi selain efek antitrombosis. Efek samping yang

mungkin dapat timbul, yaitu hepatitis diinduksi obat, gangguan pendengaran

sementara, dan sindrom Reye. Imunoglobulin intravena diberikan pertama kali pada

penderita Kawasaki pada tahun 1984, tetapi mekanisme pasti IGIV pada penyakit

Kawasaki belum jelas, diduga sebagai antibodi bagi agen infeksi, toksin, memblokade

reseptor Fc, mempercepat pembersihan fragmen komplemen, mengganggu kelarutan

kompleks imun, meningkatkan sel T supresor, menghambat pembentukan sitokin,

serta menginduksi apoptosis limfosit dan neutrofil. Efek samping bervariasi pada

setiap individu, efek paling sering biasanya pusing. Sebanyak 85-95% penderita

berespons terhadap kombinasi ini, penderita kemudian masuk pada tahap terapi di luar

fase akut, yaitu pemberian aspirin dosis rendah 3-5 mg/kgBB diberikan sekali sehari

selama 6-8 minggu. Pada keadaan tidak terjadi respons, maka penderita masuk ke

dalam tatalaksana kegagalan terapi fase akut. Tatalaksana kegagalan terapi dapat

diberikan dosis IGIV kedua, kortikosteroid, atau antibodi monoklonal.

Kortikosteroid merupakan terapi utama pada penyakit vaskulitis, sehingga

secara logis dapat juga berperan pada penyakit Kawasaki, tetapi pada kenyataannya

penggunaan kortikosteroid pada terapi fase awal penyakit Kawasaki masih

kontroversi. Penelitian awal tentang kortikosteroid menunjukkan pemberian

prednisolon oral dengan dosis 2-3 mg/ kgBB/hari selama dua minggu dilanjutkan

dengan 1,5 mg/kgBB/hari selama dua minggu, maka insidensi aneurisma arteri

koroner menurun, tetapi penelitian terbatas dalam hal stratifikasi subjek dan metode

yang dilakukan. Newburger dkk. pada penelitiannya menunjukkan tidak ada

perbedaan signifikan lama demam, lama perawatan, insidensi kegagalan terapi, serta

ukuran arteri koroner penderita penyakit Kawasaki yang ditambahkan steroid pada

regimen kombinasi IGIV dan aspirin dengan yang tidak ditambahkan steroid. 11Suatu
24

studi metaanalisis menyimpulkan bahwa kombinasi IGIV dan aspirin tetap merupakan

terapi standar pada penyakit Kawasaki. Kortikosteroid dapat menurunkan insidensi

aneurisma arteri koroner jika dikombinasikan dengan aspirin, tetapi penelitian

tambahan masih dibutuhkan untuk meneliti kapan kortikosteroid dapat diberikan pada

kombinasi IGIV dan aspirin. Saat ini kortikosteroid hanya diberikan bila penyakit

Kawasaki tidak berespons pada pemberian kombinasi IGIV dan aspirin.

Setelah terapi IGIV, biasanya demam akan turun diikuti dengan

menghilangnya ruam, mukositis, dan konjungtivitis. Untuk evaluasi jangka pendek,

keberhasilan terapi akut pada penyakit Kawasaki dinilai dengan hilangnya demam dan

turunnya nilai penanda inflamasi dalam 48 jam setelah pemberian imunoglobulin.

Penanda inflamasi yang digunakan untuk mengevaluasi adalah CRP, tetapi LED tidak

dapat digunakan sebagai penanda perbaikan inflamasi pada penyakit Kawasaki. Pada

kedua kasus pada hari sakit ke-14, saat penderita telah 2 hari bebas demam sejak

pemberian IGIV dilakukan pemeriksaan ulang CRP dengan hasil menurun yang

menunjukkan respons terapi fase akut pada penderita ini sangat baik. Penderita

kemudian masuk pada tahap terapi di luar fase akut, yaitu pemberian aspirin 3 -5

mg/kgBB selama 6-8 minggu.

Evaluasi jangka panjang dan pemantauan penderita Kawasaki terutama

ditujukan pada kemungkinan timbulnya aneurisma arteri koroner serta komplikasi

jantung lainnya. Aneurisma arteri koroner paling sering timbul pada minggu ke-2

hingga ke-8 penyakit, sehingga berdasarkan hal tersebut American Academy of

Pediatrics merekomendasikan untuk melakukan ekokardiografi pada saat pertama kali

diagnosis dan diulang pada minggu ke-6 sampai ke-8 sejak onset pertama sakit. Pada

penderita yang pada saat 1-2 bulan sejak onset sakit tidak ditemukan aneurisma

koroner pada ekokardiografi biasanya tidak akan ditemukan lesi koroner baru.
25

Penderita yang mengalami perbaikan setelah pemberian IGIV dilakukan pemeriksaan

klinis berulang selama 2 bulan pertama untuk mendeteksi kemungkinan gangguan

jantung seperti aritmia, gagal jantung, dan miokarditis. 3 Setelah dua bulan pertama,

maka follow-up selanjutnya bergantung pada keadaan arteri koroner; pada penderita

yang tidak ditemukan aneurisma arteri koroner maka follow-up dilakukan dengan

interval 5 tahun.

Disimpulkan bahwa penyakit Kawasaki atipikal masih sangat jarang

terdiagnosis di Indonesia. Pemberian kombinasi IGIV dan aspirin memberikan

respons yang baik pada penyakit kawasaki.

2.7.6 Hand Foot and Mouth Disease (HFMD)

Hand foot and mouth disease (HFMD) merupakan penyakit infeksi

disebabkan human enterovirus 71 (EV 71), Coxsackie virus A16 (CVA16) dan

enterovirus lain. Biasanya HFMD mengenai anak-anak, namun dapat juga pada

dewasa terutama orang dengan imunokompromais. Penyebaran infeksi melalui kontak

langsung dari droplet air liur, tinja, cairan vesikel, dan tidak langsung melalui bahan

terkontaminasi.

Masa inkubasi 4-6 hari. Virus masuk melalui jalur oral atau respirasi

kemudian replikasi awal di faring dan usus. Implantasi awal virus terjadi dalam

mukosa bukal dan ileum kemudian bermultiplikasi di jaringan limfoid seperti tonsil,

payer patches, dan kelenjar getah bening.

Viremia primer menyebabkan penyebaran ke sistem retikuloendotelial

termasuk hati, limpa, dan sumsum tulang. Infeksi klinis terjadi jika replikasi terus

berlangsung di sistem retikuloendotelial dan virus menyebar melalui viremia sekunder

ke organ target seperti susunan saraf pusat, jantung, dan kulit. Lesi akan hilang dalam
26

1-2 minggu karena setelah 7-10 hari tingkat antibodi meningkat sehingga virus dapat

dieliminasi dalam tubuh.

HFMD juga dikenal sebagai stomatitis vesikuler dengan eksantema. Fase

prodromal, termasuk demam ringan, malaise, dan sakit tenggorokan. Manifestasi

tipikal HFMD terdiri dari erupsi vesikular dan ruam di tangan, kaki, serta mulut.

Semua kasus HFMD mempunyai lesi mukosa oral di lidah, mukosa bukal, palatum,

dan orofaring yang terasa nyeri.

Lesi diawali eritem makulopapular kemudian menjadi vesikel kecil diameter

4-8 mm disertai gatal. Vesikel cepat menjadi erosi dan krusta berwarna kuning

keabuan dasar halo Eritematosa.

Ruam yang menyeluruh, mirip sekali dengan campak, kadang disertai dengan

ruam makulopapuler pada tangan merupakan tanda klinik Boston Exanthema Disease

(BED), yang sering dikacaukan dengan campak.

2.7.7 Varicela / Chickenpox

Varicella-zoster virus (VZV) menyebabkan infeksi primer, latent dan

recurrent, infeksi ini sangat menular, terutama pada anak dan ditandai dengan infeksi

primer di mulai dengan ruam gatal yang kemudian akan menjadi gerombolan papula,

vesikula, pustule lalu berubah menjadi keropeng. Pada anak semua manifestasi klinik

ini hanya ringan, kecuali pada anak dengan imun defisiensi. Yang menjadi varicella

yang berat di sertai dengan erupsi menyeluruh, pneumonia dan seringkali fatal.

Setelah infeksi primer, sebagian besar akan menjadi infeksi latent seumur hidup di

ganglia.

Zoster disebabkan reaktivasi VZV latent yg didapat dgn menderita varicella

ditandai ruam terlokalisir unilateral terdiri dari lesi mirip varicella sepanjang distribusi

saraf sensoris.Terjadi terutama pada imunokompromised dan pada anak besar dan
27

dewasa disertai dengan nyeri dermatomal yang sangat berat, dibanding dengan pada

kelompok anak.

Penelitian baru menunjukkan bahwa virus varicella dan zoster, latensi juga

seperti pada HSV akibat adanya kontrol genetik yang sequensial yang mengatur

replikasi virus.Beberapa protein seringkali gagal di buat di tengah jalan sehingga

penularan dari satu sel ke sel lainnya terhenti. Pada umumnya virus akan masuk lewat

saluran pernafasan dan infeksi akan mulai di lapisan lendir, kemudian virus berbiak di

KGB regional, menimbulkan viraemia pertama yang akan dilanjutkan dengan

replikasi di hepar dan lien sehingga timbul viremia kedua dan mulai timbul lesi

vesikuler di kulit. Pada pemeriksaan post-mortem terlihat jelas adanya keterlibatan

semua organ dan system.Latensi terjadi akibat adanya gene virus yang terekspresi di

dalam ganglia atau saraf sensorik, sebagian dalam IE gene, kadang E gene, namun

bukan L gene sehingga partikel yang infeksious tidak terbentuk atau tidak keluar sel.

Masuknya virus kedalam sel saraf terjadi saat ruam varicella timbul dan pada saat

reaktifasi, virion yang infeksious terbentuk dan ditularkan ke kulit lewat jalur

sensorik. Kendali imunologik diperkirakan dari respon imun seluler,

Setelah inkubasi selama 10 - 21 hari, ruam dan gejala konstitusional dapat

terjadi bersamaan. Ada 5 ciri ruam varicella yaitu:

1. Distribusi sentral, dengan konsentrasi terbanyak pada tubuh dan muka

2. Semua stadium ruam ada pada satu tempat anatomi, meliputi ruam makula, papula,

vesikula, pustula dan krusta.

3. Perubahan ruam darimakula ke papula ke vesikula dan krusta berlangsung cepat

4. Terlibatnya scalp pada mukosa

5. Dapat terlihat krusta pada seluruh permukaan kulit.


28

Dengan masa inkubasi 14-16 hari, ruam varicela mulai dengan demam,

malaise, ruam vesikel distribusi sentral, gatal, terbanyak pd tubuh dan muka. Pada

anak besar keluarnya ruam dan vesikel mempunyai jarak waktu sekitar 1-2 hari, pada

anak kecil seringkali timbul bersamaan. Vesikel ada varicella biasanya terletak

superfisial, tipis, fragil, mudah pecah. Berbentuk elipse dengan diamater 2 – 3 mm,

dikelilingioleh area erythema. Pada saat vesikula sudah bentuk penuh dan berubah

menjadi pustula, erythema akan menghilang. Pusat pustula akan mengering

membentuk kawah (umbilicated appearance) dan disusul menjadi krusta. Biasanya

tanpa meninggalkan cicatrix, kecuali terjadi infeksi sekunder. Yang khas pada

varicella adalah adanya semua bentukan tahapan vesikel pada satu daerah di kulit.

Demam terjadi pada saat vesikel keluar (tidak semua dengan demam) dan menurun ke

normal pada saat krusta mengelupas.

Zoster mempunyai ciri pernah mengalami episode varicella klinis/subklinis,

vesikel timbul pada muka (ganglia trigeminal), dada (ganglia thorakal), leher dan

punggung (ganglia cervical), daerah peri-anal dan kaki (ganglia lumbo-sakral). Untuk

reaktifasi pada ganglia trigeminal, rasa nyeri timbul akibat lesi di daerah muka,

telinga, mata dapat berjalan lama dan tanpa lesi di kulit sehingga menimbulkan

masalah diagnosis dan penghobatan yang sesuai. Pada anak besar dan dewasa, timbul

nyeri hebat sepanjang perjalanan saraf (trtm dewasa) oleh karena predileksi pada jalan

saraf posterior. Pada semua kasus ruam terjadi unilateral sesuai dengan distribusi

dermatomal saraf sensorik.

Diagnosa banding yang perlu diperhatikan adalah impetigo, gigitan serangga,

urticaria papular, urticaria, rickettsial pox, eczema herpeticum dan Steven-Johnson

Syndrome.
29

Jarang terjadi komplikasi pada anak dan pada umumnya anak cepat sembuh,

kecuali pada anak dengan imun defisiensi. Namun perlu diperhatikan adanya infeksi

sekunder bakterial dengan kuman Staphilokokus dan Streptokokus yang berat (terjadi

scalded skin syndrome), pneumonia , sepsis, adanya infeksi kedua (second attack)

pada anak imunokompromais, komplikasi pada susunan saraf pusat dalam bentuk

ensefalitis fulminant atau cerebellar ataxia dengan antibodi yang positif pada cairan

likuor, kenaikan kadar ensim hepar (namun sindroma Reye di duga terkait pemberian

aspirin), pneumonia pada bayi pada congenital varicella syndrome dan disseminated

zoster juga dapat terjadi pada anak dengan defisiensi imun.

Obat anti virus yang ada adalah acyclovir (ACV-9,2 hydroxyethoxymethyl

guanine) yang di-phosphorylasi dengan thymidine kinase yang ada dalam sel yang

terinfeksi virus. Penyerapan pengobatan oral hanya 15-30% saja. Obat ini hanya

mempengaruhi sintesa virus dan tidak bekerja langsung pada DNA virus dan efeknya

pada virus yang tidak menginfeksi sel kecil. Enzim ini tidak diperlukan untuk sintesis

virus, sehingga sering di dapatkan resistensi VZV pada obat ini, meskipun virus yang

resisten ini juga kurang infektif. Foscarnet , pyrophosphate analogue, yang bekerja

menghambat polymerase DNA virus, sering digunakan pada strain yang resisten ini,

yang sering di dapatkan pada penderita AIDS. Pemberian obat ini di sarankan pada

permulaan penyakit (terutama pada anak yang imunokompromais), oleh karena ACV

kurang bermanfaat pada kasus yang berat. Penggunaan VZIG (varicella zoster

immunoglobiline) bermanfaat mencegah kasus menjadi berat, terutama pada

kelompok penderita keganasan dan neonates. Imunisasi aktif dapat diberikan pada

anak yang terpapar, namun keberhasilannya tergantung pada viral load dan

kemampuan anak membentuk antibody secara cepat. Pada umumnya bilamana


30

vaksinasi varicella dilakukan pada usia muda (diatas 1 tahun), dianjurkan memberikan

dosis ke dua pada usia 6 tahun.


BAB III
STATUS PASIEN
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
Nama Mahasiswa : Siti Aminah Multazamiyah, S.Ked
NPM : 19360073
Dokter Pembimbing : dr. Astri Pinilih, Sp.A

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. D Pendidikan :-
Tgl. Lahir : 03/08/2019 Kebangsaan : Indonesia
Umur : 11 bulan 20 hari No. RM : 20.73.21
Alamat : Bangkunat, Tanggal masuk : 23-07-2020
Pesisir Barat Jenis : Rawat Inap
Agama : Islam Ruang : Ruang Anak

B. IDENTITAS ORANG TUA


Identitas Ibu Ayah
Nama Ny. A Tn. C
Umur 27 tahun 29 tahun
Pendidikan S1 S1
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Swasta

C. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis.

Keluhan Utama : Demam tinggi sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang : Tiga hari SMRS, os mengalami demam yang suhunya
tidak sempat diukur ibu os. Demam menetap sepanjang hari dan berlangsung terus
menerus. Demam turun jika ibu os memberikan obat penurun panas. Demam tidak
disertai kejang. Tidak ada keluhan batuk dan pilek. Ibu os mengatakan tidak ada
keluhan mata merah ataupun benjolan pada daerah leher os. Ibu os mengeluhkan os
rewel. Mual dan muntah dikatakan tidak ada. BAB dan BAK dikatakan ibu os DBN.

31
32

Satu hari setelah masuk RS, os sudah tidak demam dan tidak rewel, tetapi muncul
ruam kemerahan pada badan os. Awalnya ruam kemerahan muncul di dada yang
kemudian menyebar ke perut dan punggung os. Ruam kemerahan rata dengan kulit,
tidak terdapat cairan dan tidak disertai gatal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Keluhan seperti ini baru pertama kali dialami oleh
pasien.

Riwayat Personal Sosial : Os tinggal bersama dengan ayah dan ibunya.


Dilingkungan sekitar rumah tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan
os.

Riwayat Kehamilan : Perawatan antenatal dilakukan di RS dan setiap bulan


kontrol. Penyakit dan penggunaan obat saat kehamilan tidak ada.

Riwayat Kelahiran :
Tempat kelahiran RSPBA
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan Sectio Caesarea
Masa gestasi 38-39 minggu
Keadaan bayi BBL: 2.750gr
PBL: 48cm
Tidak ada kelainan bawaan
Apgar score: berdasarkan keterangan ibu os, bayi langsung
menangis keras, bergerak aktif, dan kulitnya kemerahan.

Riwayat Perkembangan :
Pertumbuhan gigi pertama 6 bulan
Tengkurap 3 bulan
Psikomotor Duduk 6 bulan
Berdiri 10 bulan
Berbicara 10 bulan
Membaca dan menulis -
33

Riwayat Imunisasi :
 (+) BCG, 1 kali pada usia 0 bulan
 (+) DPT, 3 kali pada usia 2,4,6 bulan
 (+) Polio, 4 kali pada usia 0,2,3,4 bulan
 (+) Hep-B, 3 kali pada usia 0,1,6 bulan
 (+) Campak, 1 kali pada usia 9 bulan.
Kesan: Imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Penyakit Keluarga : didalam keluarga tidak ada yang mempunyai gejala
seperti yang dirasakan os.

Riwayat Alergi : Tidak ada

D. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda vital :
 Tekanan darah :-
 Nadi : 100 x/menit, reguler
 Pernapasan : 24 x/menit, teratur, reguler
 Suhu : 36,4oC
Antropometri
1. Panjang Badan : 72cm
2. Berat Badan : 8kg
Status Generalis
1. Kepala : Normocephali, distribusi rambut rata, warna hitam.
2. Mata : Konjungtiva normal, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata normal.
3. Telinga : Normotia, tidak ada sekret, membran timpani utuh.
4. Hidung : Tidak ada septum deviasi, tidak tampak sekret,
napas cuping hidung tidak ada.
5. Mulut/Tenggorok : Faring tidak tampak hiperemis, tonsil T1-T2.
34

6. Leher : KGB dan tiroid tidak membesar, makulopapular


eritematosa, diskret (+).
7. Gigi-mulut : Mukosa mulut tidak tampak kering.
8. Thorax/Dada : Bentuk normal, pergerakan simetris, hematom/jejas
tidak ada, retraksi tidak ada, krepitasi tidak ada,
jantung normal, paru vesikuler.
9. Abdomen : Bentuk normal, retraksi epigastrium (-),
makulopapular eritematosa, diskret (+), bising usus
(+) normoperistaltik.
10. Kulit : Makulopapular eritematosa (+), diskret pada leher,
dada, perut dan punggung.
11. Ekstremitas : Normal, pergerakan baik.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(-)

F. RESUME
Os datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam terus-menerus.
Satu hari setelah masuk rumah sakit os sudah tidak demam dan rewel tetapi muncul
ruam kemerahan pada badan os.
Awalnya ruam kemerahan muncul di dada yang kemudian menyebar ke perut
dan punggung os. Ruam kemerahan rata dengan kulit, tidak terdapat cairan dan tidak
disertai gatal.
Pada pemeriksaan fisik didapati, kulit makulopapular eritematosa (+), diskret
pada dada, perut dan punggung.

Diagnosis Kerja : Roseola Infantum

Diagnosis Differential : Campak, Rubella

G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa: Paracetamol sirup 3x1cth (jika demam).
35

H. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
BAB IV

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Banyaknya kasus demam dan ruam pada anak membuat kita harus lebih cermat untuk
menegakan diagnosis yang tepat dan cepat. Hal ini pun menimbulkan kekhawatiran pada
orangtua, yang mana ruam timbul secara serentak dalam waktu singkat yang umumnya
didahului oleh demam.

Roseola adalah infeksi virus yang ditandai dengan demam dan kemunculan ruam merah di
kulit. Ruam merah yang muncul saat seseorang mengalami roseola disebut dengan (exanthema
subitum). Roseola umumnya tidak berbahaya dan bisa sembuh dengan sendirinya. Namun,
kondisi ini sering menimbulkan rasa tidak nyaman. Roseola disebabkan oleh infeksi virus
herpes. Walaupun sama-sama dari golongan virus herpes, HHV-6 dan HHV-7, tidak sama
dengan jenis virus herpes yang menyebabkan penyakit menular seksual.

Ruam pada kulit (eksantema subitum) yang terjadi setelah demam mereda biasanya
berbentuk titik-titik atau bercak berwarna merah muda atau merah. Ruam biasanya akan
mulai muncul pada daerah dada, perut, dan punggung, kemudian menyebar ke lengan dan
leher, dan terkadang menyebar hingga ke kaki dan wajah. Ruam ini tidak menyebabkan rasa
gatal dan biasanya akan hilang sendirinya dalam beberapa jam hingga beberapa hari.

Pada umumnya, roseola tidak berbahaya dan tidak dibutuhkan pengobatan khusus
untuk menanganinya.

Dari anamnesis data yang menunjang adalah timbulnya demam tinggi yang menetap
sepanjang hari dan berlangsung terus menerus. Ibu os juga mengeluhkan os rewel. Setelah
hari demam turun tetapi muncul ruam kemerahan pada badan os. Ruam muncul pertama kali
di dada yang kemudian menyebar ke perut dan punggung.

Pada pemeriksaan laboratorium darah menunjukan penurunan hitung leukosit. Dan


pada uji serologi menunjukan hasil positif terhadap HHV-6.

Tatalaksana pada kasus ini berupa terapi simptomatis, yaitu diberikannya paracetamol
sirup 3x1cth. Dan juga diberikan edukasi pada ibu supaya memberi tambahan kompres air
hangat pada pasien. Prognosis kasus ini bonam.

36
DAFTAR PUSTAKA
1. Ismoedijanto. Demam dan Ruam di Daerah Tropik. P2KB_Dermatoses & SRIs
Associated with Travel to Tropical Countries. Surabaya. 2011:150-190.

2. Yuri Fitrian, M.Si. dan Wiwik Setriyeni. Sistem Pendukung Keputusan untuk
Mendiagnosa Penyakit Menular pada Balita dengan Menggunakan Metode
PHP.Jurnal TAM. Lampung. 2014;2.

3. Tuty Rahayu dan Alan R. Tumbelaka. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut
pada Anak. Sari Pediatri. Jakarta. 2002;4(3):104-113.

4. dr. I Made Gede Dwi Lingga Utama, Sp.A(K). The Art of Managing Fever, Our Daily
Problems, PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII. Sanur. 2017.

5. Hari Darmawan dan Rusmawardiana. Diagnosis Eksantema Akibat Infeksi. CDK-


284. Palembang. 2020;47(3):173-177.

6. Budi Setiabudiawan, dkk. Laporan Kasus Penyakit Kawasaki Atipikal. MKB.


Bandung. 2011;43(3):146-152.

7. WHO, Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta.
2008
Referat and Case Report

Demam DENGAN RUAM PADA ANAK


Oleh:
Siti Aminah Multazamiyah, S.Ked
Npm. 19360073

Preseptor :
dr. Astri Pinilih, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNg TAHUN 2020
referat
3

DEMAM
Perhatian Khusus harus diberikan terhadap anak dengan demam:
• bayi muda <2 bulan, jangan berikan antipiretik, atur suhu
lingkungan, buka baju bila perlu.
• bayi 2 bulan hingga anak 5 tahun, berikan perhatian lebih
dengan menggali anamnesis dan pem. Fisik juga pem. Lab.
4

Terdapat 4 kategori utama bagi anak demam:


- demam karena infeksi tanpa tanda lokal
- demam karena infeksi disertai tanda lokal
- demam disertai ruam
- demam lebih dari 7 hari
5

Demam disertai ruam terbagi menjadi 2 klasifikasi;

1. Demam dengan Ruam Makulopapular 2. Demam dengan Ruam Vesikel

1) Campak / Measles / Rubeola / Morbili 1) Hand Foot and Mouth Disease (HFMD)
2) Rubella / German Measles 2) Varicela / Chickenpox
3) Roseola Infantum / Exanthema Subitum
4) Scarlet Fever / Demam Scarlatina
5) Kawasaki Disease / Sindrom Kawasaki
Campak / Measles / Rubeola / Morbili
7

Etiologi : Virus RNA


Genus Morbillivirus
Fam. Paramixoviridae
Masa inkubasi : 14 – 21 hari.
Masa penularan : 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari
timbulnya erupsi.
Cara penularan : Melalui droplet.
8

Manifestasi klinis:
-Masa prodromal antara 2-4 hari ditandai dengan demam 38,4 – 40,6ºC, coriza, batuk, konjungtivitis, bercak Koplik.
-Bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada mukosa bukal posterior berhadapan
dengan geraham bawah, berupa papul warna putih atau abu-abu kebiruan di atas dasar bergranulasi atau
eritematosa.
-Demam sangat tinggi di saat ruam merata dan menurun dengan cepat setelah 2-3 hari timbulnya eksantema.
-Dapat disertai adanya adenopati generalisata dan splenomegali.
-Eksantema timbul pada hari ke 3-4 masa prodromal, memudar setelah 3 hari dan menghilang setelah 6-7 hari.
-Erupsi dimulai dari belakang telinga dan perbatasan rambut kepala kemudian menyebar secara sentrifugal sampai
ke seluruh badan pada hari ke-3 eksantema.
-Eksantema berupa papul eritematosa berbatas jelas dan kemudian berkonfluensi menjadi bercak yang lebih besar,
tidak gatal dan kadang disertai purpura.
-Bercak menghilang disertai dengan hiperpigmentasi kecoklatan dan deskuamasi ringan yang menghilang setelah 7-
10 hari.
-Black measles merupakan keadaan yang berat dari campak, terdapat demam dan delirium diikuti penekanan fungsi
pernafasan dan erupsi hemoragik yang luas.
9

Diagnosis:
-Manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak Koplik.
-Isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring.
-Pemeriksaan serologis: titer antibodi 2 minggu setelah timbulnya penyakit.

Komplikasi: Otitis media, mastoiditis, pneumonia, ensefalomielitis, subacute


sclerosing panenchephalitis (SSPE).

Terapi: Suportif, pemberian vitamin A 2 x 200.000 IU dengan interval 24 jam.

Pencegahan: Vaksinasi bersama rubela dan mumps (MMR) pada usia 15 – 18


bulan dan ulangan pada usia 10-12 tahun atau 12-18 tahun.
10
Rubella / German Measles
12

Etiologi : Virus RNA


Genus Rubivirus
Fam. Togaviridae
Masa inkubasi : 14 – 21 hari.
Masa penularan : Sejak akhir masa inkubasi sampai 5 hari
setelah timbulnya ruam.
Cara penularan : Melalui droplet.
13

Manifestasi klinis :
- Masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise, anoreksia, konjungtivitis ringan,
coriza, nyeri tenggorokan dan limfadenopati. Gejala cepat menurun setelah hari pertama timbulnya ruam.
- Demam berkisar 38ºC –38,7ºC. Biasanya timbul dan menghilang bersamaan dengan ruam kulit.
- Enantema pada rubela (Forschheimer spots) ditemukan pada periode prodromal sampai satu hari setelah
timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint atau lebih besar, warna merah muda, tampak pada palatum mole
sampai uvula. Bercak Forsch heimer bukan tanda patognomonik.
- Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus limfatikus suboksipital, retroaurikular
atau servikal posterior.
- Eksantema berupa makulopapular, eritematosa, diskret. Pertama kali ruam tampak di muka dan menyebar
ke bawah dengan cepat (leher,badan, dan ekstremitas). Ruam pada akhir hari pertama mulai merata di
badan kemudian pada hari ke dua ruam di muka mulai menghilang, dan pada hari ke tiga ruam tampak lebih
jelas di ekstremitas sedangkan di tempat lain mulai menghilang.
14

Diagnosis:
- Manifestasi klinis yaitu prodromal ringan, ruam menghilang dalam 3 hari, limfadenopati
retroaurikular dan suboksipital.
- Isolasi virus, virus ditemukan pada faring 7 hari sebelum dan 14 hari sesudah
timbulnya ruam.
- Serologis dapat dideteksi mulai hari ke tiga timbulnya ruam.

Komplikasi: Jarang pada anak. Komplikasi dapat berupa artritis, purpura dan ensefalitis.

Terapi: Simptomatik

Pencegahan: Vaksinasi MMR


15
Roseola Infantum / Exanthema Subitum
17

Etiologi : Genus Roseolavirus


Fam. Herpesviridae
Human herpes virus tipe 6/HHV-6, HVV-7
Masa inkubasi : Sulit ditentukan karena kontak tidak diketahui.
Cara penularan : Infeksi virus umum terjadi pada bayi secara horizontal dari orang
yang kontak dekat, juga diduga menyebar vertikal dari ibu ke bayi
secara transplasenta.
18

Manifestasi klinis:
- Perjalanan penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 40-
40,6ºC, anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat coriza, konjungtivitis
dan batuk. Demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke suhu
normal disertai timbulnya ruam.
- Ruam tampak pertama kali di dada dan punggung, menyebar ke wajah, leher,
ekstremitas.
- Ruam berwarna merah muda, makulopapular, diskret, lesi berbentuk rubella-like
eruption ukuran milier 1-3mm.
- Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam beberapa jam. Ruam
hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi atau deskuamasi.
19

Diagnosis:
- Manifestasi klinis
- Penurunan hitung leukosit.

Terapi: Simptomatis
20
Scarlet Fever / demam Scarlatina
22

Etiologi : Streptococcus beta hemolyticus grup A


Masa inkubasi : 1 – 7 hari, rata-rata 3 hari
Cara penularan : Melalui droplets dari pasien yang terinfeksi atau karier.
Fokus infeksi : Faring dan tonsil, jarang pada luka operasi atau lesi kulit.
23

Manifestasi klinis :
- Gejala prodromal berupa demam panas, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri kepala, malaise dan
menggigil. Dalam 12 – 24 jam timbul ruam yang khas.
- Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih keabu-abuan.
- Pada lidah didapatkan eritema dan edema sehingga memberikan gambaran strawberry tongue (tanda
patognomonik).
- Ruam berupa erupsi punctiform, berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan. Timbul pertama kali
di leher, dada dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh badan dalam 24 jam. Erupsi tampak jelas dan
menonjol di daerah leher, aksila, inguinal dan lipatan poplitea.
- Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut sangat pucat (circumoral
pallor).
- Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak sandpaper yang kemudian
menjadi deskwamasi setelah hari ketiga.
- Deskuamasi berbeda dengan campak karena lokasinya di lengan dan kaki. Deskuamasi kemudian akan
mengelupas dalam minggu 1-6.
24

Diagnosis:
- Manifestasi klinis
- Kultur positif dari sekret nasofaring
- Serologis; peningkatan kadar anti streptolisin O (ASTO).

Komplikasi:
Abses tonsil, otitis media, bronko pneumonia, dan jarang menjadi mastoiditis, osteomielitis
atau septikemia. Komplikasi lanjut adalah demam rematik dan glomerulonefritis akut.

Terapi:
- Penisilin per oral/IV, eritromisin atau sefalosporin yang diberikan sedini mungkin.
- Suportif.
25
Kawasaki Disease / Sindrom Kawasaki
27

Etiologi : Penyebab pasti tidak diketahui.


Predileksi : Arteri koroner bayi dan anak.
Klasifikasi : Kawasaki Inkomplit dan Atipikal.
Perjalanan penyakit: Biasanya masalah yang terjadi pada jantung akan menghilang
dalam waktu 5-6 minggu atau menetap untuk waktu yang lama.
28

Manifestasi klinis :
Perjalanan penyakit Kawasaki dapat dibagi atas 3 fase, yakni fase akut, subakut, dan
konvalesen.
-Fase akut berlangsung selama 10–14 hari, ditandai dengan timbulnya demam, konjungtivitis,
limfadenopati, ruam pleomorfik, eritrema, dan edema leher. Fase ini dapat juga disertai dengan
gangguan jantung berupa karditis yang ditandai dengan takikardia, S3 gallop, atau tanda-tanda
gagal jantung dan gangguan hati.
-Fase subakut berlangsung pada minggu ke-2 sampai minggu ke- 4. Fase ini ditandai dengan
deskuamasi pada kulit jari dan perineum, serta artritis pada satu atau lebih sendi. Aneurima
arteri koroner biasanya terjadi pada fase ini, tetapi dapat saja muncul lebih awal. Demam akan
menurun mulai minggu ke-3 dan ke-4 diiringi dengan penyembuhan organ-organ yang terlibat
pada fase akut dan kembalinya nilai normal trombosit.
-Fase terakhir adalah fase konvalesen yang berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Pembuluh darah yang terkena mengalami penyembuhan, remodeling, dan scarring.
29

Diagnosis:
- Manifestasi klinis
- Tes laboratorik dapat berupa leukositosis dengan neutrofilia, peningkatan laju endap
darah dan CRP, anemia, lipid plasma abnormal, hipoalbuminemia, hiponatremia,
trombositosis setelah minggu pertama sakit, piuria steril, peningkatan enzim hati,
peningkatan γGT, pleositosis cairan serebrospinal, serta leukositosis pada cairan sinovial.
-Ekokardiografi

Komplikasi:
Aneurisma arteri koroner, miokarditis, perikarditis, aritmia, vaskulitis, infark miokard.

Terapi:
- Pemberian kombinasi imunoglobulin intravena (IGVI) dan aspirin.
Hand Foot and Mouth Disease (HFMD)
31

Etiologi : Human enterovirus 71 (EV-71)


Coxsackie virus A16 (CVA-16
Masa inkubasi : 4-6 hari.
Cara penularan : Melalui droplets, tinja, cairan vesikel, atau bahan yang
terkontaminasi.
32

Manifestasi klinis :
- Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anoreksia, malaise dan nyeri tenggorokan
yang timbul 1-2 hari sebelum timbul enantem. Eksantem timbul lebih cepat dari pada enantem.
Enantem adalah manifestasi yang paling sering pada HFMD.
Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar eritem,ukuran 4-8 mm yang
kemudian menjadi krusta, terdapat pada mukosa bukal dan lidah serta dapat menyebar sampai
palatum uvula dan pilar anterior tonsil. Eksantema tampak sebagai vesiko pustul berwarna
putih keabu-abu an, berukuran 3-7 mm terdapat pada lengan dan kaki termasuk telapak tangan
dan telapak kaki, pada permukaan dorsal atau lateral, pada anak sering juga terdapat di
bokong. Lesi dapat berulang beberapa minggu setelah infeksi, jarang menjadibula dan biasanya
asimptomatik, dapat terjadi rasa gatal atau nyeri pada lesi. Lesi menghilang dalam 1-2 minggu
tanpa bekas.
33

Diagnosis:
- Manifestasi klinis
- Isolasi virus dengan preparat Tzank

Terapi:
- Simptomatis.
Varicela / Chickenpox
35

Etiologi : Varicella zoster


Masa inkubasi : 14-27 hari.
Masa penularan : 2 hari sebelum dan 5 hari sesudah erupsi.
36

Manifestasi klinis :
Masa prodromal 2-3 hari ditandai dengan demam, malaise,
batuk, coriza dan nyeri tenggorokan serta gatal. Eksantema
berawal dari lesi makulopapular yang kemudian menjadi
vesikel berbentuk teardrop dan 2 hari kemudian menjadi
pustul dan krusta. Penyembuhan total terjadi selama 16 hari.
37

Diagnosis:
- Manifestasi klinis
- Isolasi virus dari cairal vesikel
- Tes Serologis

Komplikasi:
Infeksi sekunder oleh bakteri, ensefalitis, sindrom reye, pneuumonia.

Terapi:
- Bedak kocok kalamin + mentol.
- Antibiotik bila terdapat tanda infeksi.
- Asiklovir (atas indikasi).
Case report
39
40

ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis.

Keluhan Utama: Demam tinggi sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Tiga hari SMRS, os mengalami demam yang suhunya tidak sempat diukur ibu os. Demam
menetap sepanjang hari dan berlangsung terus menerus. Demam turun jika ibu os memberikan obat
penurun panas. Demam tidak disertai kejang. Tidak ada keluhan batuk dan pilek. Ibu os mengatakan tidak
ada keluhan mata merah ataupun benjolan pada daerah leher os. Ibu os mengeluhkan os rewel. Mual dan
muntah dikatakan tidak ada. BAB dan BAK dikatakan ibu os DBN.
Satu hari setelah masuk RS, os sudah tidak demam dan tidak rewel, tetapi muncul ruam
kemerahan pada badan os. Awalnya ruam kemerahan muncul di dada yang kemudian menyebar ke perut
dan punggung os. Ruam kemerahan rata dengan kulit, tidak terdapat cairan dan tidak disertai gatal.
41

Riwayat Penyakit Dahulu: Keluhan seperti ini baru pertama kali dialami oleh pasien.

Riwayat Personal Sosial: Os tinggal bersama dengan ayah dan ibunya. Dilingkungan
sekitar rumah tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan os.

Riwayat Kehamilan: Perawatan antenatal dilakukan di RS dan setiap bulan kontrol.


Penyakit dan penggunaan obat saat kehamilan tidak ada.
42
43

Riwayat Imunisasi :
(+) BCG, 1 kali pada usia 0 bulan
(+) DPT, 3 kali pada usia 2,4,6 bulan
(+) Polio, 4 kali pada usia 0,2,3,4 bulan
(+) Hep-B, 3 kali pada usia 0,1,6 bulan
(+) Campak, 1 kali pada usia 9 bulan.
Kesan: Imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Penyakit Keluarga: didalam keluarga tidak ada yang mempunyai


gejala seperti yang dirasakan os.

Riwayat Alergi: Tidak ada


Status Generalis 44

PEMERIKSAAN FISIK Kepala: Normocephali, distribusi rambut rata, warna hitam.


Mata: Konjungtiva normal, sklera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata
normal.
Pemeriksaan Umum
Telinga: Normotia, tidak ada sekret, membran timpani utuh.
Keadaan Umum: Tampak sakit ringan Hidung: Tidak ada septum deviasi, tidak tampak sekret, napas cuping
Kesadaran: Composmentis hidung tidak ada.
Tanda vital: Mulut/Tenggorok: Faring tidak tampak hiperemis, tonsil T1-T2.
Tekanan darah: - Leher: KGB dan tiroid tidak membesar, makulopapular eritematosa,
Nadi: 100 x/menit, reguler diskret (+).
Pernapasan: 24 x/menit, teratur, reguler Gigi-mulut: Mukosa mulut tidak tampak kering.
Suhu: 36,4oC Thorax/Dada: Bentuk normal, pergerakan simetris, hematom/jejas tidak
ada, retraksi tidakada, krepitasi tidak ada, jantung normal, paru vesikuler.
Abdomen: Bentuk normal, retraksi epigastrium (-), makulopapular
Antropometri
eritematosa, diskret (+), bising usus (+) normoperistaltik.
Panjang Badan: 72cm Kulit: Makulopapular eritematosa (+), diskret pada leher, dada, perut
Berat Badan: 8kg dan punggung.
Ekstremitas: Normal, pergerakan baik.
45

PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Pem. Darah tepi lengkap, terdapat penurunan hitung leukosit.
- Uji serologi positif terhadap HHV-6

RESUME
Os datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam terus-menerus. Satu hari setelah
masuk rumah sakit os sudah tidak demam dan rewel tetapi muncul ruam kemerahan pada badan os.
Awalnya ruam kemerahan muncul di dada yang kemudian menyebar ke perut dan punggung os. Ruam
kemerahan rata dengan kulit, tidak terdapat cairan dan tidak disertai gatal.
Pada pemeriksaan fisik didapati, kulit makulopapular eritematosa (+), diskret pada dada, perut dan
punggung.

Diagnosis Kerja : Roseola Infantum

Diagnosis Differential : Campak, Rubella


46

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa: Paracetamol sirup 3x1cth.

PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
47

That's all
48

Thank you ❤
Any questions?

Anda mungkin juga menyukai