Anda di halaman 1dari 8

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

VOLUME 10 No. 04 Desember l 2007 Halaman 173 - 180


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Artikel Penelitian

OPSI-OPSI KEBIJAKAN UNTUK PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA


KESEHATAN: PEMBELAJARAN DARI PENELITIAN POLA PENINGKATAN
KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA
DALAM OTONOMI DAERAH BIDANG KESEHATAN

POLICY OPTIONS FOR HEALTH PERSONNEL’S TRAINING;


LESSON LEARNED FROM THE RESEARCH ON THE PATTERN OF IMPROVING HUMAN
RESOURCES COMPETENCY IN HEALTH SECTOR AUTONOMY

Evie Sopacua, Didik Budijanto


Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan

ABSTRACT harus memahami good governance. Untuk itu, diperlukan


Background: A tendency according to the implementation of berbagai keterampilan baru bagi sumber daya manusia
health decentralization is that health centre and hospital will kesehatan yaitu keterampilan manajerial, kepemimpinan dan
change into an entrepreneurship organization while health kewirausahaan.
offices will be a birocracy organization with good governance Metode: Puslitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan pada
practicisme. In connection with that, various new skills for tahun 2002–2004 melaksanakan penelitian pola peningkatan
health personnel’s is needed which is managerial, leadership kompetensi SDM dalam otonomi daerah bidang kesehatan.
and entrepreneurship. Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan yaitu
Method: In the year 2002–2004, Health Services and pengkajian keterampilan SDM kesehatan tentang manajerial,
Technology Research and Development Centre have done a kepemimpinan dan kewirausahaan (2002), implementasi hasil
study about the pattern of improving human resources kajian melalui pelatihan (2003) dan evaluasi implementasi
competency in health sector autonomy. The study was done pelatihan (2004). Lokasi penelitian di Provinsi Jawa Timur, Nusa
through several phases and in 2002 an assessment was done Tenggara Barat dan Kalimantan Timur. Secara purposif dipilih
about health personnel’s managerial, leadership and dua kabupaten/kota di tiap provinsi penelitian dan sasaran
entrepreneurship skills. In 2003 the assessment’s result was penelitian adalah kepala dan staf dinas kesehatan kabupaten/
implemented, followed by an evaluation of the implementation kota, direktur dan staf rumah sakit umum kabupaten/kota serta
in 2004. This study located in the province of East Java, West kepala dan staf di dua puskesmas di kabupaten/kota penelitian.
Nusa Tenggara and East Kalimantan. Two districts was selected Hasil: Pembelajaran dari penelitian ini adalah beberapa opsi
purposively in each province and the research targets were kebijakan. Pertama yaitu penataan pola peningkatan kompetensi
the head and staff of district health office, hospital and two SDM kesehatan dalam suatu sistem. Opsi kedua adalah
health centers in the selected district memasukan evaluasi 4 tahap dari Kirkpatrick dalam evaluasi
Result: Lesson learned from this study was some policy pelatihan. Opsi ketiga adalah perencanaan dan implementasi
options. First, structuring the pattern of health personnel’s program pelatihan yang efektif menurut Kirkpatrick dengan
improvement in a system. Second, integrating the four level anggaran yang dihitung berdasarkan langkah kegiatan dan
evaluation of Kirkpatrick in the training evaluation. Third, planning tahapan sesuai perencanaan. Keempat, bahwa penataan
and implementing an effective training program using pelaksanaan suatu pelatihan untuk peningkatan kompetensi
Kirkpatrik’s steps while the budget was counted with paying SDM kesehatan dilaksanakan dengan melibatkan berbagai
attention of the activity and phases according to the plan. pemangku kepentingan. Opsi kelima, bahwa SDM di dinas
Fourth, a management of a training program to escalate health kesehatan kabupaten/kota perlu memiliki kompetensi dalam
personnel’s competencies will involved stake holders. Fifth, menyelenggarakan pelatihan.
that health personnel’s in district health office needs to have Kesimpulan: Opsi-opsi kebijakan yang diusulkan untuk
the competency to organize and manage training programs. peningkatan keterampilan SDM kesehatan melalui pelatihan,
Conclusion: The policy option that was proposed to improve perlu mendapatkan pertimbangan dalam restrukturisasi dinas
health personnel’s skill through training should be considered kesehatan kabupaten/kota khususnya mengantisipasi
in the restructuretation of district health office specially in pelaksanaan PP No. 38/2007 dan No. 41/2007.
anticipating the implementation of government regulation No.
38/2007 and 4/2007. Kata Kunci : opsi kebijakan, pembelajaran, pelatihan SDM
kesehatan
Keywords: policy options, lesson learned, health personnel’s
training program
PENGANTAR
Penerapan desentralisasi di bidang kesehatan
ABSTRAK
Latar belakang: Sehubungan dengan pelaksanaan pada tahun 1999 menyebabkan dinas kesehatan
desentralisasi kesehatan maka terdapat kecenderungan termasuk puskesmas, rumah sakit mendapat tugas
perubahan rumah sakit dan puskesmas ke arah lembaga usaha, dan wewenang yang sangat besar dalam era otonomi
sedangkan dinas kesehatan menjadi lembaga birokrat yang

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 10, No. 4 Desember 2007 l 173
Evie Sopacua, dkk.: Opsi-Opsi Kebijakan untuk Pelatihan Sumber Daya Manusia ...

daerah (otoda). Terkait dengan pelaksanaan penelitian di Provinsi Jawa Timur (Jatim), Provinsi
desentralisasi kesehatan maka kecenderungan Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Provinsi Kalimantan
perubahan rumah sakit dan puskesmas ke arah Timur (Kaltim). Secara purposif dipilih dua kabupaten/
lembaga usaha atau enterpreneurship, sedangkan kota di tiap provinsi penelitian dan sasaran penelitian
dinas kesehatan cenderung menjadi lembaga birokrat adalah kepala dan staf dinas kesehatan kabupaten/
yang harus memahami good governance atau kota, direktur dan staf rumah sakit umum kabupaten/
menjadi holding company dari puskesmas dan kota, serta kepala dan staf di dua puskesmas di
berbagai lembaga pelayanan kesehatan lainnya.1 kabupaten/kota penelitian.
Fenomena perubahan institusi pelayanan kesehatan Pada penelitian tahap pertama tahun 20022
kearah dua kutub yang berbeda yaitu kutub birokrasi dilakukan pengkajian untuk menemukan gap antara
dan kutub lembaga usaha perlu dipahami oleh para keterampilan manajerial SDM kesehatan yang
pimpinan lembaga kesehatan khususnya di daerah diharapkan dan kenyataannya. Variabel yang dikaji
karena masing-masing kutub mempunyai kultur yang pada keterampilan manajerial meliputi manajemen
berbeda. Sehubungan dengan itu, hasil penelitian perubahan yang diukur dari penanganan perubahan
Gilsons menurut Trisnantoro1 menunjukkan bahwa reaktif dan proaktif. Kemudian manajemen konflik
secara praktis perlu perubahan yang incremental, yang diukur dari bentuk manajemen konflik (stimulasi/
khususnya dalam pengembangan sumber daya penekanan/penyelesaian) dan metode yang
manusia (SDM) yang terlibat didalamnya, sedangkan digunakan. Manajemen strategik diukur melalui
menurut Prud’Homme & Mc Lure seperti yang dicatat perumusan visi, misi, tujuan, kajian faktor eksternal
Trisnantoro 1, dalam keadaan otonomi daerah dan internal lembaga, isu strategik/pengembangan,
diperlukan berbagai keterampilan baru dalam aplikasi strategi umum, bisnis dan fungsional, penerapan
otonomi daerah. Trisnantoro1 menjelaskan bahwa strategi dan rencana pelaksanaan dalam rencana
keterampilan yang diperlukan SDM kesehatan strategik institusi. Keterampilan kepemimpinan
adalah mengelola perubahan, menciptakan usaha, dikaji pada variabel keterampilan direktif, supportif,
dan mengelola aspek sosial, budaya, politik, dan partisipatif dan orientasi prestatif dan keterampilan
ekonomi yang kesemuanya akan berdampak pada kewirausahaan pada variabel keterampilan
kinerja organisasi. Untuk itu, kemampuan manajerial keberanian mengambil risiko, pemasaran, negosiasi
SDM kesehatan yang perlu dimiliki adalah lobi, orientasi pada tugas–hasil dan optimisme/
keterampilan manajerial, kepemimpinan dan percaya diri. Pengumpulan data dilaksanakan
kewirausahaan. dengan wawancara dan observasi. Wawancara
Kebutuhan pelatihan untuk meningkatkan menggunakan kuesioner dengan skala peringkat dan
kompetensi SDM kesehatan tentang keterampilan sistem skoring untuk mengukur aspek konatif SDM
manajerial, kepemimpinan dan kewirausahaan perlu kesehatan tentang keterampilan manajemen
dilakukan. Maka Puslitbang Pelayanan dan perubahan dan manajemen konflik, keterampilan
Teknologi Kesehatan melaksanakan penelitian pola kepemimpinan, serta keterampilan kewirausahaan.
peningkatan kompetensi SDM dalam otonomi Observasi dan penelusuran dokumen rencana
daerah bidang kesehatan pada tahun 2002 – 2004. strategik dinas kesehatan, rumah sakit umum daerah
dan rencana tahunan puskesmas dilakukan untuk
Pelaksanaan Penelitian Pola Peningkatan mengkaji pemahaman konsep manajemen strategik.
Kompetensi SDM Dalam Otonomi Daerah Data dianalisis secara deskriptif untuk
Bidang Kesehatan menggambarkan keterampilan dari SDM kesehatan.
Penelitian pengembangan ini dilaksanakan Hasil kajian merupakan kebutuhan SDM kesehatan
dalam suatu pola dengan beberapa tahapan untuk peningkatan keterampilan. Berdasarkan hasil
pelaksanaan yaitu pengkajian keterampilan pengkajian dibuat draf modul untuk peningkatan
manajerial SDM kesehatan yang diharapkan dan kompetensi SDM kesehatan. Hasil penelitian
kenyataannya tahun 20022, implementasi hasil kajian menunjukkan gambaran keterampilan manajerial,
melalui pelatihan tahun 2003 3 dan evaluasi kepemimpinan dan kewirausahaan SDM kesehatan
implementasi pelatihan tahun 2004. 4 Lokasi seperti yang ditunjukkan Tabel 1.

174 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 10, No. 4 Desember 2007
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Tabel 1. Gambaran Keterampilan Manajerial, Kepemimpinan dan Kewirausahaan SDM Kesehatan


di Tiga Provinsi Penelitian

% %
! &'( ! ( & ! (
" !
# # # $
$ $ ) )
! ) ) !
! !

% ' % ( % (&'
! ) ! ( ) ! ( )

% * ! % * ! % * !
! ( ! ( ) ! ( )
)
Sumber : Budijanto dan Sopacua2

Kesimpulan pada tahap pengkajian ini adalah atau Customer Relationship Marketing (CRM)
bahwa keterampilan kepemimpinan dan sebagai strategi pemasaran. Pengembangan modul
kewirausahaan SDM kesehatan masih kurang, baik didampingi expert dari Program Studi Administrasi
di dinas kesehatan, rumah sakit umum daerah dan dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan
puskesmas di Provinsi Kalimantan Timur, Nusa Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya sebagai
Tenggara Barat dan Jawa Timur. Untuk itu, perlu konsultan karena keterbatasan waktu dan anggaran,
meningkatkan kompetensi SDM kesehatan sesuai implementasi modul dalam tahap kedua penelitian
dengan perkembangan pelayanan rumah sakit dan dilaksanakan dengan dua cara. Cara pertama adalah
puskesmas di masa mendatang, maka draft modul proses pembelajaran dengan penjelasan materi
yang dibuat tentang keterampilan kewirausahaan modul, mengisi kertas kerja berupa refleksi
dalam aspek pemasaran. Disarankan untuk pemahaman terhadap materi modul dan diskusi.
melaksanakan capacity building melalui pelatihan Proses pembelajaran ini dilaksanakan selama tiga
untuk implementasi modul. hari, masing-masing di satu kabupaten pada ketiga
Pada tahap kedua penelitian tahun 20033, draf provinsi penelitian. Evaluasi proses pembelajaran
modul disempurnakan menjadi modul Menuju dilakukan dengan menggunakan format evaluasi
Kewirausahaan dalam Pembangunan Kesehatan, tahap satu dari Kirkpatrick6 dan observasi peneliti
Panduan Strategi Pemasaran Pelayanan Kesehatan (menggunakan format). Hasil evaluasi pelaksanaan
di Puskesmas dan Rumah Sakit. Modul pembelajaran modul terlihat pada Tabel 2.
dikembangkan menggunakan hubungan pelanggan

Tabel 2. Hasil Evaluasi Proses Pembelajaran Modul Menuju Kewirausahaan dalam Pembangunan Kesehatan,
Panduan Strategi Pemasaran Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit
di Kabupaten pada Tiga Provinsi Penelitian
%
' ( ) ! ""#$ ! ""#$ & ! ""#$

" ) #
+ , , , , ,
( ( ( & ' '
! ,!
" ) #
+ , , ,
( ( ( '' ' '

-
, , , ' ,
) # &( ( ( '' ''

Keterangan : Skor : 1. Sangat tidak sesuai, 2. Tidak sesuai, 3. Sesuai, 4. Sangat sesuai
Sumber : Budijanto dan Sopacua3

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 10, No. 4 Desember 2007 l 175
Evie Sopacua, dkk.: Opsi-Opsi Kebijakan untuk Pelatihan Sumber Daya Manusia ...

Cara kedua adalah sosialisasi yaitu penjelasan menggunakan evaluasi 4 tahap dari Kirkpatrick.6
materi dengan diskusi tanpa pengisian kertas kerja, Evaluasi dilaksanakan pada responden dari
dilakukan dalam satu hari, masing-masing di satu puskesmas dan rumah sakit, baik yang mengikuti
kabupaten pada ke tiga provinsi penelitian. Evaluasi pembelajaran dan sosialisasi pada penelitian tahun
proses sosialisasi hanya dengan observasi peneliti 2003, tetapi yang menerapkan materi modul dalam
menggunakan format evaluasi. Proses pembelajaran pekerjaannya sehari-hari. Penilaian pada setiap
dan sosialisasi ini diikuti oleh responden yang sama tahap evaluasi adalah sebagai berikut.
pada penelitian tahun 2002, tetapi hanya yang a. Evaluasi tahap 1 atau Reaction Level: 60%
berasal dari rumah sakit umum daerah dan dari dua responden menyatakan materi pelatihan
puskesmas terpilih di tiga provinsi penelitian serta bermanfaat karena relevan dengan
kepala dinas dan kepala subdin bina pelayanan dinas pekerjaan sehari-hari (tupoksi).
kesehatan kabupaten/kota. Proses pembelajaran b. Evaluasi tahap 2 atau Learning Level: 60%
dan sosialisasi bukan metode yang tepat untuk responden menyatakan dapat menerapkan
pengalihan pengetahuan materi modul, tetapi sebagian dari materi pelatihan ke dalam
keterbatasan anggaran dan waktu menyebabkan integritas pekerjaan mereka sehari-hari.
pilihan ini. Pelatihan merupakan komponen penting c. Evaluasi tahap 3 atau Behaviour Level: 60%
dari pembelajaran atau learning5 tetapi diharapkan responden menyatakan telah
proses ini dapat menghasilkan perubahan yaitu mendiseminasikan sebagian materi
didapatnya kemampuan baru yang berlaku untuk pelatihan kepada teman sekerja dalam
waktu yang relatif lama. unit/bidang yang sama dalam integritas
Kesimpulan pada penelitian tahap kedua ini pekerjaan mereka sehari-hari (perubahan
bahwa proses pembelajaran dan sosialisasi materi keahlian).
modul sebagai cara pelatihan untuk meningkatkan d. Evaluasi tahap 4 atau Result Level: 60%
keterampilan SDM kesehatan dapat dilakukan. peserta pelatihan dapat membuat rencana
Tetapi disarankan agar implementasi modul penerapan materi pelatihan untuk
dilanjutkan dengan pendampingan sehingga dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari.
diperoleh pengalihan pengetahuan sebagai hasil dari
implementasi modul. Perlu dilakukan evaluasi Walau sebenarnya evaluasi tahap 1 dari
implementasi (evaluasi pascapelatihan) untuk Kirkpatrick6 sudah dilakukan pada penelitian tahun
menilai apakah materi modul benar-benar 2003 (Tabel 2), tetapi pengulangan penilaian
dimanfaatkan dalam pekerjaan sehari-hari dan dilakukan untuk mendapatkan kesinambungan
berdampak bagi puskesmas dan rumah sakit, penilaian dari tahap 1 sampai 4 pada responden yang
khususnya dalam menciptakan program-program sama. Hasilnya tidak jauh berbeda karena
CRM sebagai suatu strategi pemasaran. kesesuaian materi modul pada Tabel 2, lebih dari
Pada tahap ketiga penelitian tahun 20044, 60% di ketiga provinsi penelitian sama dengan
dilakukan evaluasi implementasi modul evaluasi tahap 1 (reaction level) dalam Tabel 3.

Tabel 3. Evaluasi Implementasi Modul Menuju Kewirausahaan dalam Pembangunan Kesehatan, Panduan
Strategi Pemasaran Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit Menggunakan Evaluasi 4 Tahap dari
Kirkpatrick di Tiga Provinsi Penelitian
* + , -., / 0/

1 1 2 / , / 3 ! / $
. &
- . ' &
/ ) , '
1/ / , , , / 2 /
)
$ '' '' & &
/ , ,
1 1 / , ,
0 (! ) ' ''
/ ) & ''
.1 0 , , ! / 4 / , $
1 ! $ & '
. $ & '
/ ) ,
Sumber : Sopacua, Budijanto, Prajoga4

176 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 10, No. 4 Desember 2007
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Tabel 3 menunjukkan bahwa target yang ini kemudian dibandingkan dengan hasil pengkajian
ditentukan pada evaluasi setiap tahap yaitu 60%, kebutuhan pelatihan pada penelitian tahap satu,
untuk evaluasi tahap 1, 2 dan 4 di ketiga provinsi sehingga dapat diketahui apakah ada peningkatan
penelitian tercapai. Pada evaluasi tahap 3 target keterampilan setelah pelatihan.
tersebut dicapai Provinsi Jatim dan Kaltim.
Menurut Kirkpatrick6, ke-4 tahap evaluasi ini Lesson Learned Dari Penelitian Pola
berkaitan sehingga pencapaian tahap berikut Peningkatan Kompetensi SDM Dalam Otonomi
tergantung tahap sebelumnya. Walau di Provinsi Daerah Bidang Kesehatan
NTB, pencapaian evaluasi tahap 3 hanya 50%, tetapi Penelitian pada tahun 2002-2004 seperti yang
pada evaluasi tahap 4 target evaluasi tercapai karena diuraikan di atas menggambarkan suatu pola
sebenarnya terjadi perubahan keahlian. Kendala yang peningkatan kompetensi SDM kesehatan dalam
dihadapi dalam implementasi modul di puskesmas otonomi daerah bidang kesehatan. Lesson learned
khususnya adalah belum ada dukungan dinas yang diperoleh adalah bahwa:
kesehatan. Ada dua hal yang ditengarai sebagai 1. Pola peningkatan kompetensi SDM kesehatan
penyebab yaitu materi modul belum merupakan diawali dengan suatu pengkajian kebutuhan
prioritas dan ketidakpahaman dinas kesehatan pelatihan (training need assessment = TNA)
tentang materi modul walau saat pembelajaran dan yang menjelaskan gap antara harapan dan
sosialisasi dinas kesehatan terlibat dan hadir. kenyataan yang ada. Hasil kajian digunakan
Kirkpatrick6 menganjurkan agar pada evaluasi tahap sebagai dasar perencanaan pelatihan bagi SDM
3 dan 4 dilakukan penilaian ulang dengan tenggang kesehatan yang diharapkan berdampak pada
waktu yang ditentukan, tetapi pada penelitian ini kinerja organisasi baik dinas kesehatan, rumah
tidak dapat dilakukan karena keterbatasan waktu sakit dan puskesmas. Selain itu, hasil kajian
dan anggaran. Keterbatasan ini juga menyebabkan merupakan data awal atau data dasar yang pada
pada evaluasi tahap 4 tidak dilakukan pengkajian evaluasi pascapelatihan dapat dibandingkan
ulang tentang keterampilan kewirausahaan dengan untuk menilai keberhasilan pelatihan.
materi yang sama yang digunakan pada penelitian 2. Modul materi pelatihan untuk peningkatan
tahap satu sehingga peningkatan keterampilan SDM kompetensi SDM kesehatan sesuai hasil kajian
kesehatan dampak pelatihan dapat diukur. apabila belum ada, perlu dikembangkan dan
Kesimpulan evaluasi implementasi modul pengembangan modul membutuhkan waktu,
menunjukkan bahwa materi modul dapat diterapkan dana dan experts.
di puskesmas dan rumah sakit, tetapi untuk itu 3. Pelatihan bukan sesuatu yang dapat
diperlukan dukungan dari dinas kesehatan dan juga dilaksanakan secara instan, tetapi memerlukan
pemerintah daerah. Dukungan diperlukan agar materi perencanaan yang matang dan komprehensif
modul diterapkan secara terintegrasi dengan kegiatan dengan keterlibatan berbagai pemangku
lain yang diselenggarakan puskesmas dan rumah kepentingan .
sakit sehingga dapat dianggarkan. Keterbatasan 4. Pelatihan pada SDM kesehatan untuk
waktu dan anggaran menyebabkan pola peningkatan peningkatan kompetensi sebaiknya
kemampuan SDM kesehatan melalui penelitian ini direncanakan berdasarkan kebutuhan pelatihan
tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang yang normatif sehingga ada dukungan
seharusnya. Disarankan agar evaluasi 4 tahap dari pascapelatihan dari institusi ketika materi
Kirkpatrick dilakukan pada pelatihan jangka panjang pelatihan diimplementasikan. Perencanaan
yang terencana dengan baik di puskesmas dan pelatihan sebaiknya sudah mengandung
rumah sakit. Pendampingan pada aplikasi materi pelaksanaan evaluasi 4 tahap dari Kirkpatrick
pelatihan dalam pekerjaan sehari-hari diperlukan dengan waktu penjadwalan yang sudah
sehingga pengalihan pengetahuan dapat terlaksana. diagendakan dan anggaran yang sudah
Pelatihan sebaiknya direncanakan berdasarkan diperhitungkan berdasarkan kegiatan yang akan
suatu analisis kebutuhan pelatihan. Evaluasi tahap dilakukan. Kegiatan yang dihitung sudah
3 dan 4 sebaiknya dilakukan dua kali dengan termasuk pengkajian kebutuhan pelatihan dan
tenggang waktu yang sudah ditentukan dalam pelaksanaan evaluasi tahap 3 dan 4 dengan
perencanaan pelatihan. Di samping itu, pada evaluasi pengulangan pada tenggang waktu yang sudah
tahap 4 seharusnya dilakukan pengkajian ulang ditentukan dalam perencanaan pelatihan.
tentang keterampilan kewirausahaan dengan materi Kegiatan juga termasuk pengkajian ulang pada
yang sama yang digunakan pada tahap satu evaluasi tahap 4 dengan materi yang juga
penelitian. Hasil pengkajian pada evaluasi tahap 4 digunakan pada pengkajian kebutuhan

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 10, No. 4 Desember 2007 l 177
Evie Sopacua, dkk.: Opsi-Opsi Kebijakan untuk Pelatihan Sumber Daya Manusia ...

pelatihan. Hasil pengkajian pada evaluasi tahap evaluasi pada tahap 1 dan 2 dari Kirkpatrick
4 dibandingkan dengan hasil pengkajian merupakan evaluasi formative sebab menghasilkan
kebutuhan pelatihan sehingga dapat diketahui informasi untuk organisasi tentang penyelenggaraan
apakah ada peningkatan keterampilan setelah pelatihan, sedangkan evaluasi tahap 3 dan 4
pelatihan. merupakan evaluasi summative karena menghasilkan
informasi yang berfokus pada dampak pelatihan bagi
Opsi-Opsi Kebijakan organisasi atau pascapelatihan. Evaluasi pelatihan
Ada beberapa pelajaran yang diperoleh dari menurut Assessors and Workplace Trainers (dikutip
penelitian pola peningkatan kompetensi SDM dalam Sofo7) merujuk pada proses pengkonfirmasian bahwa
otonomi daerah bidang kesehatan yang dapat seseorang telah mencapai kompetensi. Kompetensi
menjadi beberapa opsi kebijakan. Opsi pertama menurut Sofo7 dapat didefinisikan sebagai apa yang
adalah penataan pola peningkatan kompetensi SDM diharapkan di tempat kerja dan merujuk pada
kesehatan dalam suatu sistem (Gambar 1). pengetahuan, keahlian dan sikap yang dipersyaratkan
Sebagai sistem, masukan atau input adalah bagi pekerja untuk mengerjakan pekerjaannya. Oleh
pengkajian kebutuhan pelatihan yang merupakan sebab itu, evaluasi pelatihan menurut Kirkpatrick6
data dasar untuk perencanaan pelatihan dan adalah untuk menentukan efektivitas dari suatu
pengembangan modul pelatihan. Proses dalam program pelatihan, bukan hanya melakukan
sistem adalah pelaksanaan pelatihan diikuti evaluasi perbandingan kemampuan peserta sebelum dan
tahap 1 dari Kirkpatrick6 selain pre dan postes. sesudah pelatihan (pre dan postes). Efektivitas
Evaluasi tahap 2 dapat ditanyakan bersamaan pelatihan menurut Newby yang dikutip Irianto8
dengan evaluasi tahap 1 dan diulangi ketika peserta berkaitan dengan sejauh mana program pelatihan yang
pelatihan sudah kembali bekerja, sehingga diperoleh diselenggarakan mampu mencapai apa yang memang
dua kali pengukuran sebagai kondisi pre dan postes telah diputuskan sebagai tujuan yang harus dicapai.
output atau luaran adalah peningkatan keterampilan Dalam makalah pengembangan model unit diklat
dan pengetahuan serta perubahan keahlian dan kesehatan 5 dikatakan bahwa pada umumnya
perilaku peserta pelatihan yang diukur melalui perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan di dinkes
evaluasi tahap 3 dari Kirkpatrick.6 Dampak atau kabupaten/kota diserahkan kepada masing-masing
outcome pelatihan yang diharapkan adalah subdinas/bidang, sehingga pelatihan-pelatihan lebih
peningkatan kinerja individu dan organisasi serta cenderung kepada pelatihan yang mendukung
return of investmen (ROI) yang dinilai melalui pelaksanaan program, serta berkaitan dengan tugas
evaluasi tahap 4 dari Kirkpatrick.6 Pada evaluasi pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing pemegang
tahap 4 ini juga dilakukan pengkajian ulang dengan program. Sebagian besar pelatihan, titik beratnya
materi yang juga digunakan pada pengkajian adalah pada pelaksanaan atau penyampaian bahan
kebutuhan pelatihan yang hasilnya merupakan data belajar, tidak melalui suatu rancangan pelatihan yang
dasar kompetensi yang dimiliki SDM kesehatan. seharusnya, seperti penyiapan kurikulum dan materi
Hasil pengkajian pada evaluasi tahap 4 dibandingkan pembelajaran. Sebagian sudah melakukan evaluasi
dengan data dasar untuk menilai peningkatan kinerja pembelajaran atau evaluasi hasil belajar, walaupun
SDM kesehatan sebagai akibat pelatihan. masih terbatas pada pre dan postes, sebagian lainnya
Opsi kedua adalah memasukan pola evaluasi 4 belum melakukan. Evaluasi pascapelatihan hampir
tahap dari Kirkpatrick6 dalam evaluasi pelatihan karena belum dilakukan.

Gambar 1. Pola Peningkatan Kompetensi SDM Kesehatan Dalam Suatu Sistem

178 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 10, No. 4 Desember 2007
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Untuk itu, opsi ketiga adalah memperhatikan sangat terbatas.5 Sesuai dengan PP No. 38/2007
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.725/Menkes/ pengganti PP No. 25/2000 bahwa dinas kesehatan
SK/V/2003 bahwa pelatihan adalah proses kabupaten/kota menjalankan fungsi regulator.
pembelajaran dalam rangka meningkatkan kinerja, Berkenaan dengan pelatihan, maka hal ini dapat
profesionalisme dan atau menunjang pengembangan diantisipasi dinas kesehatan kabupaten/kota ketika
karier tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas merestrukturisasi struktur organisasi sesuai PP No.
dan fungsinya.5 Maka dalam peningkatan kompetensi 41/2007 dengan memasukkan pendidikan dan
SDM kesehatan, perencanaan dan implementasi pelatihan sebagai seksi pada kelompok fungsional
program pelatihan yang efektif sebaiknya atau pada bidang SDM.9 Kepada mereka yang
mengandung 10 langkah kegiatan menurut ditempatkan di seksi atau bidang SDM ini terlebih
Kirkpatrick6 yaitu: tentukan kebutuhan pelatihan, dulu diberikan pemahaman tentang tugas pokok dan
tetapkan tujuan akhir yang akan dicapai, tentukan fungsi berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan
materi, tentukan kriteria peserta, tetapkan sehingga dapat merancang pelatihan untuk
penjadwalan, tetapkan fasilitas dan sarana yang peningkatan kompetensi SDM kesehatan berjangka
akan digunakan, tetapkan narasumber, siapkan panjang dan komprehensif. Pelatihan SDM
audio visual aids, koordinasikan program ini dengan kesehatan tidak hanya untuk mendukung
bagian lain atau sektor lain terkait dan evaluasi pelaksanaan program tetapi dirancang berdasarkan
program pelatihan. Maka anggaran untuk pelatihan pengkajian kebutuhan pelatihan. Pelaksanaan
dihitung dengan memperhatikan setiap langkah pelatihan dengan penyiapan kurikulum dan materi
kegiatan dan tahapan sesuai perencanaan. pembelajaran sesuai dengan hasil kajian. Dampak
Penghitungan anggaran termasuk waktu pelatihan diharapkan menyebabkan peningkatan
pelaksanaan evaluasi pascapelatihan tahap 1 – 4 kinerja SDM kesehatan dan institusi.
dari Kirkpatrick, yang untuk tahap 3 dan 4 mungkin
dilaksanakan setelah 1 tahun pascapelatihan. KESIMPULAN
Opsi keempat, bahwa penataan pelaksanaan Opsi-opsi kebijakan yang diusulkan
suatu pelatihan untuk peningkatan kompetensi SDM berdasarkan lesson learned dari pelaksanaan
kesehatan dilaksanakan dengan melibatkan penelitian di Puslitbang Pelayanan dan Teknologi
berbagai pemangku kepentingan. Kerja sama para Kesehatan tahun 2002 – 2004, perlu mendapatkan
pemangku kepentingan diperlukan dalam melakukan pertimbangan dalam restrukturisasi dinas kesehatan
analisis kebutuhan pelatihan, perencanaan dan kabupaten kota khususnya. Pertimbangan utama
pelaksanaan pelatihan yang komprehensip. Para bahwa dengan berbagai perubahan yang terjadi
pemangku kepentingan di antaranya adalah termasuk perubahan organisasi kesehatan maka
pemerintah daerah, perguruan tinggi, Badan kompetensi SDM kesehatan dalam keterampilan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan manajerial perlu ditingkatkan. Upaya peningkatan
(Balitbangkes), dinas kesehatan, rumah sakit, Balai dilaksanakan melalui pelatihan sesuai keputusan
Pelatihan Kesehatan (Bapelkes), Badan Menkes RI No.725/Menkes/SK/V/2003 yang
Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan dirancang secara efektif dan komprehensif dengan
(BPPSDM), Direktorat Jenderal Pelayanan Medik memperhatikan berbagai pemangku kepentingan
(Ditjen Yanmedik) dan Direktorat Jenderal Bina serta peraturan perundangan yang berlaku.
Kesehatan Masyarakat (Ditjen Binkesmas)
Departemen Kesehatan RI. Ditjen Yanmedik, KEPUSTAKAAN
Binkesmas dan BPPSDM mendukung anggaran dan 1. Trisnantoro, L. Keterampilan Manajerial
pelaksanaan analisis kebutuhan pelatihan, Desentralisasi. Fakultas Kedokteran, UGM.
perencanaan dan pelaksanaan pelatihan dengan Yogyakarta. 2000.
peraturan dan perundangan sebagai payung yang 2. Budijanto, D., Sopacua, E. Pola Peningkatan
dirujuk oleh Balitbangkes, dinas kesehatan, rumah Kompetensi Sumber Daya Manusia Dalam
sakit dan Bapelkes. Hal ini dapat diatur dengan Otonomi Daerah Bidang Kesehatan (Tahap I:
mensinergikan berbagai kepentingan dalam tata Assesment Keterampilan Manajerial Sumber
kerja sama yang disepakati. Daya Manusia Dalam Otonomi Daerah Bidang
Opsi kelima, SDM di dinas kesehatan Kesehatan). Puslitbang Pelayanan dan
kabupaten/kota perlu memiliki kompetensi dalam Teknologi Kesehatan. Surabaya. 2002.
menyelenggarakan pelatihan karena pada 3. Budijanto, D., Sopacua, E. Pengembangan
kenyataannya selama ini sudah melakukan Kapasitas Keterampilan Manajerial Dalam
penyelenggaraan pelatihan dengan kapasitas yang Berwirausaha Bagi Tenaga Kesehatan

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 10, No. 4 Desember 2007 l 179
Evie Sopacua, dkk.: Opsi-Opsi Kebijakan untuk Pelatihan Sumber Daya Manusia ...

Kabupaten/Kota di Propinsi Kalimantan Timur, 6. Kirkpatrick, D. Evaluating Training Programs –


Nusa Tenggara Barat dan Jawa Timur. Puslitbang The Four Levels-. Berrett - Koehler
Pelayanan dan Teknologi Kesehatan. Surabaya. Publishers,Inc. 1994.
2003. 7. Sofo, F. Pengembangan Sumber Daya Manusia.
4. Sopacua, E., Budijanto, D., Prajoga. Evaluasi Diterjemahkan oleh drs. Jusuf Irianto, M.Com.
Kemampuan Manajerial SDM Kesehatan di Airlangga University Press. Surabaya.2003.
Kabupaten/Kota dalam Era Desentralisasi - 8. Irianto, Y. Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen
Evaluasi Implementasi-, Puslitbang Pelayanan Pelatihan. Insan Cendekia. Surabaya.2001.
dan Teknologi Kesehatan. Surabaya.2004. 9. Meliala A. PP No.38 dan No. 41/2002. PPT
5. Pengembangan Model Unit Diklat Kesehatan. dalam Kursus Desentralisasi. 2007.
www.lrckesehatan.net . (Diakses 18 Desember www.desentralisasikesehatan.net (Diakses 10
2007) November 2007)

180 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 10, No. 4 Desember 2007

Anda mungkin juga menyukai