Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

POKOK BAHASAN : Masalah Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

SUBPOKOK BAHASAN : 1. Pengertian Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

2. Etiologi Ikterik Neonatorum/ Hiperbilirubin

3. Tanda – Gejala Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

4. Klasifikasi Ikterik Neonatorum/ Hiperbilirubin

5. Penanganan Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

6. Komplikasi Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

SASARAN : Ibu dan Ayah

TEMPAT : Ruang Perinatologi Rsud Indramayu

HARI / TANGGAL : Rabu / 13 Januari 2021-01-14

WAKTU : 60 menit

PENYULUHAN : Lusi Febrina

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM :

Setelah mengikuti pertemuan ini, orang tua diharapkan mengetahui tentang


ikterik neonatorum / hiperbilirubin.

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

Pada akhir pertemuan , diharapkan orang tua dapat mengerti tentang :

1. Pengertian Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

2. Etiologi Ikterik Neonatorum/ Hiperbilirubin

3. Tanda – Gejala Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

4. Klasifikasi Ikterik Neonatorum/ Hiperbilirubin

5. Penanganan Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

6. Komplikasi Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin


III. MATERI

1. Pengertian Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

2. Etiologi Ikterik Neonatorum/ Hiperbilirubin

3. Tanda – Gejala Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

4. Klasifikasi Ikterik Neonatorum/ Hiperbilirubin

5. Penanganan Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

6. Komplikasi Ikterik Neonatorum / Hiperbilirubin

IV. METODE

 Ceramah
 Tanya Jawab

V. MEDIA

Leafleat

VI. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

NO PENYAJI RESPON PENDENGAR WAKTU


1. Pembukaan  Menjawab salam 5 menit
a) Salam pembuka  Memperhatikan
b) Perkenalan  Berpartisipasi
c) Tujuna dan Kontrak waktu  Memperhatikan
d) Apersepsi
2. Pelaksanaan  Memperhatikan 45 menit
a) Menjelaskan pengertian dari penjelasan dari penyuluh
hiperbilirubin dengan cermat
b) Menjeaskan penyebab dari  Menanyakan hal yang
hiperbilirubin belum jelas
c) Menjelaskan tanda dan gejala  Memperhatikan jawaban
dari Hiperbilirubin dari penyuluh
d) Menjelaskan klasifikasi dari
hiperbilirubin
e) Menjelaskan penanganan dari
hiperbilirubin
f) Menjelaskan komplikasi hiperbilirubin
3. Penutup  Membaca Leaflet 10 menit
a) Melakukan evaluasi SAP  Memperhatikan
(Membagikan leaflet) kesimpulan materi yang
b) Menyimpulkan materi yang telah telah disampikan
disampaikan  Menjawab salam
c) Mengakhiri kegiatan pembelajaran

VII. KRITERIA PEMANTAUAN

1) Struktur
a. Peserta hadir di tempat Pembelajaran
b. Pengorganisasian penyelenggaraan pembelajaran dilakukan sebelumnya
(SAP, Lembar Balik, leaflet)
c. Menyiapkan tempat
d. Menyiapkan pertanyaan
2) Proses
a. Penyuluh bekerja sesuai dengan SAP
b. Kontrak waktu dengan sasaran
c. Sasaran memperhatikan dan mendengarkan selama penkes berlangsung
d. Sasaran aktif bertanya bila ada hal yang belum dimengerti
e. Sasaran memberi jawaban atas pertanyaan pemberi materi
f. Sasaran tidak meninggalkan tempat saat penkes berlangsung
g. Tanya jawab berjalan dengan baik
3) Hasil
a. Penkes dikatakan berhasil apabila sasaran mampu menjawab pertanyaan 80
% lebih dengan benar
b. Penkes dikatakan cukup berhasil / cukup baik apabila sasaran mampu
menjawab pertanyaan antara 50 – 80 % dengan benar
c. Penkes dikatakan kurang berhasil / tidak baik apabila sasaran hanya
mampu menjawab kurang dari 50 % dengan benar

LAPORAN MATERI

A. Pengertian

Ikterik neonatus adalah kondisi kulit dan mukosa neonatus

menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi

masuk ke dalam sirkulasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Ikterik

merupakan suatu gejala perubahan sklera, membran mukosa dan kulit


mejadi kuning sebagai akibat dari kenaikan konsentrasi bilirubin (Beta,

Toruan, Tumewu, & Rosa, 2003).

Ikterus neonatus adalah salah satu penyakit yang menyerupai

penyakit hati yang dialami oleh bayi baru lahir yang dapat menganggu

tumbuh kembang (H. Nabiel Ridha, 2014). Jadi, ikterik neonatus

merupakan suatu keadaan yang membuat kulit, mukosa, dan sklera

mengalami perubahan menjadi warna kuning akibat dari bilirubin yang

tidak tekonjugasi.

B. Penyebab / Etiologi

Penyebab ikterik neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat

dapat disebabkan oleh beberapa faktor, secara garis besar etiologi ikterik

neonatus (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) :

a. Penurunan berat badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang
menyusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan)

b. Pola makan tidur ditetapkan dengan baik

c. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin

d. Usia kurang 7 hari

e. Keterlambatan mengeluarkan feses (mekonium)


Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan ikterus diantaranya

adalah sebagai berikut (H. Nabiel Ridha, 2014) :

a. Berlebihnya produksi bilirubin

b. Terjadi gangguan dalam proses ambil dan konjugasi hepar

c. Terjadi transportasi dalam metabolisme bilirubin

d. Terjadi gangguan dalam ekresi

C. Tanda dan Gejala

Menurut SDKI pada ikterik neonatus terdapat gejala dan

tanda mayor minor dianataranya (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2016) :

 Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total >2

mg/dL, biliribin serum total pada rentang risiko tinggi

menurut usia pada normogram spesifik waktu

 Membran mukosa kering

 Kulit kuning

 Sklera kuning

D. Klasifikasi

Menurut Ridha (2014) ikterik neonatus diklarifikasikan

menjadi dua yaitu ikterik fisiologis dan ikterik patologis (H.

Nabiel Ridha, 2014) :

a. Ikterik Fisiologis

Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul

pada hari kedua atau ketiga dan tampak jelas pada hari

kelima sampai keenam dan menghilang sampai hari

kesepuluh. Ikterik fisiologis tidak mempunyai dasar


patologis potensi kern ikterus. Bayi tampak biasa, minum

baik, berat badan naik biasa, kadar bilirubin serum pada

bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl dan pada BBLR

10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat belas,

kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% perhari.

b. Ikterik Patologis

Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik

timbul dalam 24 jam pertama kehidupan: serum total lebih

dari 12 mg/dl. Terjadi peningkatan kadar bilirubin 5 mg%

atau lebih dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum

serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR)

dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan, ikterik yang 10

disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas darah,

defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). Bilirubin direk lebih

dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-jam

atau lebih 5 mg/dl perhari. Ikterik menetap sesudah bayi

umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada

bayi baru lahir BBLR.

Adapun beberapa keadaan yang menimbulkan ikterik patologis:

 Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidakcocokan

golongan darah ibu dan anak seperti rhesus antagonis, ABO

dan sebagainya.

 Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD (Glukosa-

6 Phostat Dehidrokiknase), talesemia dan lain-lain.

 Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma


lahir.

 Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih,

penyakit,karena toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan

sebagainya.

 Kelainan metabolik: hipoglikemia, galaktosemia.

 Ikatan bilirubin dengan albumin dapat digantikan dengan obat-

obatan seperti solfonamida, salisilat, sodium benzoate,

gentamisin, dan sebagainya.

 Pirau enterohepatic yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi,

penyakit hiscprung, stenosis, pilorik, meconium ileus dan

sebagainya.

Adapun beberapa tipe ikterus yaitu (Suzanne C. Smeltzer, 2013) :

a) Ikterus Hemolitik

Ikterus hemolitik merupakan suatu kelainan hati normal yang tidak mampu

lagi mengeksresikann bilirubin akibat dari peningkatan destruksi sel darah

merah yang mengakibatkan cepatnya aliran bilirubin dalam darah .

b) Ikterus Hepotoseluler

Merupakan kerusakan hati akibat infeksi yang mengakibatkan

ketidakmampuan sel hati untuk membersihkan bilirubin yang

jumlahnya masih normal didalam darah.

c) Ikterus obstruktif

Ikterus obstruktif terjadi akibat penyumbatan saluran empedu,

proses imflamasi, tumor atau oleh tekanan darah dari sebuah

organ yang membesar.


E. Penanganan

 Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubine

dengan early breast feeding yaitu menyusui bayi dengan ASI

(air susu ibu)

 Terapi sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan saja.

 Foto terapi : dilakukan selama 24 jam atau setidaknya

sampai kadar bilirubine dalam darah kembali keambang

batas normal. Dengan foto terapi bilirubine dalam tubuh bayi

dapat dipecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus

diubah dahulu oleh organ hati dan dapat dikeluarkan melalui

urin dan feses sehingga kadar bilirubine menurun (Dewi &

Marmi, 2012)

 Tranfusi tukar

Tranfusi tukar adalah cara yang paling tepat untuk mengobati


hiperbilirubinemia pada neonatus adalah tranfusi tukar. Dalam beberapa
hal terapi sinar dapat menggantikan tranfusi tukar darah akan tetapi pada
penyakit hemolitik neonatus tranfusi tukar darah adalah tindakan yang
paling tepat (Marmi & Raharjo, 2012). Tranfusi tukar dilakukan pada
keadaan hiperbilirubineemia yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
lain misalnya telah diberikan terapi sinar tetapi kadar bilirubine tetap
tinggi. Pada umumnya tranfusi tukar dilakukan pada ikterik yang
disebabkan karena proses hemolisis yang terdapat pada ikterik yang
disebabkan karena proses hemolisis yang terdapat pada ketidakselarasan
rhesus, AB0 dan defisiensi G6PD. Indikasi untuk melakukan tranfusi
tukar adalah kadar bilirubine indirek lebih dari 20mg/dl, kenaikan kadar
bilirubine indirek cepat, yaitu 0,3 -1 mg/dl/jam dan hasil pemeriksaan
uji comd positif (Ngastiyah, 2005)

F. Komplikasi
 Retardasi mental - Kerusakan neurologis

 Gangguan pendengaran dan penglihatan

 Kematian.

 Kernikterus
DAFTAR PUSTAKA

Beta, P., Toruan, N. L., Tumewu, F., & Rosa, E. (2003). ABSTRAK
PATOFISIOLOGI IKTERUS P. Beta.

Bruno, L. (2019). Implementasi. Journal of Chemical Information and Modeling,


53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Di, N., Prof, R., & Soekarjo, M. (2013). No Title. 06, 17–25.
H. Nabiel Ridha. (2014). Keperawatan Anak pada Hiperbilirubin. In M. K. Sujono
Riyadi,S.Kep. (Ed.), Buku Ajar Keperawatan Anak (Edisi 1, pp. 187–200).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Manggiasih, & J. (2016). No Title. In Buku Ajar : Asuhan Kebidanan pada
Neonatus, Bayi, Dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: trans info media.
Mathindas, S., Wilar, R., & Wahani, A. (2013). HIPERBILIRUBINEMIA PADA
NEONATUS. JURNAL BIOMEDIK (JBM).
https://doi.org/10.35790/jbm.5.1.2013.2599
Nanda. (2018). Dasar Diagnosis Keperawatan. In F. T. Heather Herdman,PhD,RN
(Ed.), Nanda (pp. 34–43). Jakarta: EGC.
Nursalam. (2009a). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

Nursalam. (2009b). Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik.

Jakarta: Salemba Medika.


Nursalam. (2011). No Title. In Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan (Edisi 2). Jakarta: Selemba Medika.
Nursalam. (2016). No Title. In Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Edisi
4). Jakarta: Selemba Medika.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

Pramono, M. S., & Paramita, A. (2015). POLA KEJADIAN DAN


DETERMINANBAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH
(BBLR) DI INDONESIA TAHUN 2013 (Pattern of Occurrence and
Determinants of Baby with Low Birth Weight in Indonesia 2013). Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 18(1), 1–10.
https://doi.org/10.22435/hsr.v18i1.4263.1-10
Rakhmi Rafie1, A. N. (2017). Pengaruh berat badan lahir rendah terhadap
ikterus neonatorum pada neonatus di ruang perinatologi rsud karawang
provinsi jawa barat tahun 2016. 4, 12–17.
Ratuain, M. O., Wahyuningsih, H. P., & Purnamaningrum, Y. E. (2015). Hubungan
Antara Masa Gestasi dengan Kejadian Ikterus Neonatorum. Jurnal Kesehatan
Ibu Dan Anak, 7(1), 52–54.
Setiadi. (2013). No Title. In Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan (Edisi 2).

Yogyakarta: Graha Ilmu.


Soetjiningsih & IG.N. Gde Ranuh. (2014). konsep tumbuh kembang anak. In
TUMBUH KEMBANG ANAK (2nd ed., pp. 2–16). Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Sugiyono. (2012). No Title. In Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, danR&D

(Edisi 1). Bandung: Alfabeta.


Suzanne C. Smeltzer, B. G. B. (2013). No Title. In Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah (pp. 1155–1157).
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2016). standar diagnosis keperawatan indonesia.

JAKARTA.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). ikterik Neonatus. In DPP PPNI (Ed.), Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia (Edisi 1, p. 66). Jakarta: Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Yetti Anggraini. (2013). Hubungan Antara Persalinan Prematur dengan Hiperbilirubin
pada Neonatus. Jurnal Kesehatan, 5(2), 109–112.
https://doi.org/10.1246/cl.140400

Anda mungkin juga menyukai