Anda di halaman 1dari 20

JAKARTA - Pemerintah saat ini tengah membangun proyek infrastruktur.

Hal ini dilakukan karena selama


ini Indonesia tertinggal dalam pembangunan infrastruktur.
Hal ini pun menjadi salah satu topik yang disampaikan oleh Jokowi dihadapan bos-bos konglomerat
(Chaebol) asal Korea Selatan. Berbagai proyek pun turut dipamerkan. Salah satunya adalah pembangunan
jalan tol pada berbagai daerah.
"Kita memperbesar pembangunan infrastruktur , termasuk pembangunan 35MW proyek powerplant. 1.000
km dari tollroad, 3,258 km dari kereta api, 15 bandar udara baru dan 10 perluasan bandara, 20 pelabuhan
laut dan perluasan pelabuhan. Kita akan menghubungkan wilayah terluar itu membuka tujuan baru pada
pariwisata domestik dan internasional," ungkap Jokowi di Hotel Shangri-la, Jakarta, Selasa (14/3/2017).
Menurut Jokowi, pembangunan infrastruktur ini adalah salah satu yang terbesar sepanjang sejarah.
Meskipun menjadi tantangan dan hambatan negara berkembang lainnya, pemerintah tetap optimis
melakukan pembangunan infrastruktur. Hal ini pun dapat menjadi peluang bagi investor untuk
meningkatkan nilai investasinya di Indonesia.
"Ini termasuk untuk program pembangunan infrastruktur terbesar dalam sejarah Indonesia," jelasnya.
Menurut Jokowi, dunia industri saat ini telah mengalami perubahan. Untuk itu, butuh respon cepat dari
pemerintah agar Indonesia tak tertinggal dari negara lainnya.
"Kami menyadari industri yang berubah, bahwa ekonomi kita berubah, kami berniat untuk mengembangkan
sejalan dengan revolusi industri," tuturnya.
Salah satu sektor industri yang juga ditawarkan dalam pertemuan ini adalah industri pariwisata dan industri
kreatif. Hal ini dinilai menjadi sektor yang menguntungkan mengingat Indonesia kaya akan budaya yang
dapat dimanfaatkan.
"Kebudayaan kita yang kaya, tradisi kaya seperti dalam kerajinan dan seni berarti kita punya bakat yang
kaya untuk industri kreatif dan pengalaman," jelasnya.
Seperti diketahui, dalam kegiatan Indonesia-Korea Bussiness Summit, turut ditandatangani nota
kesepahaman antara Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Korea Trade Investment Agency (Kotra).
Penandatanganan dilakukan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Trikasih Lembong
serta Mr. Kim JaeHong, CEO Kotra. Kerjasama yang dilakukan adalah terkait keriasama dalam hal promosi
investasi terutama untuk sektor-sektor unggulan seperti konstruksi dan infrastruktur, manufaktur, lifestyle,
pariwisata, konektivitas, teknologi informasi, e-commerce dan ekonomi kreatif.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong menyampaikan bahwa kerjasama antara
BKPM dan Kotra diharapkan dapat membantu perusahaan-perusahaan Korea Selatan yang akan
menanamkan modalnya. ”Implementasi nota kesepahaman ini diharapkan dapat membantu perusahaan-
perusahaan Korea Selatan maupun Indonesia dalam mengembangkan usahanya,” paparnya.
Menurut Tom, ruang lingkup kerjasama termasuk promosi investasi, pertukaran informasi, dokumentasi,
publikasi dan materi lainnya terkait promosi, melaksanakan aktivitas market research serta pemahaman
budaya dalam bentuk kerjasama dimana kedua belah pihak telah sepakat.

Perkembangan ekonomi masyarakat Indonesia yang pesat menempatkan negara dengan penduduk ke-4
terbesar di dunia ini, sebagai salah satu negara dengan basis industri otomotif kelas dunia. Studi Ipsos
Business Consulting yang dirilis tahun 2016 lalu, menunjukkan pasar otomotif nasional masih tergolong
atraktif. Karakteristik masyarakat Indonesia menjadikan kendaraan dengan segmen mobil penumpang dan
low cost green car (LCGC) sebagai segmen kendaraan favorit. Pertumbuhan pasar otomotif nasional hingga
2020 mendatang diprediksi akan mencapai angka 6,8 persen. Merujuk pada data Gabungan Industri
Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), kuartal pertama 2017 penjualan mobil di Indonesia akan
meningkat sebesar 6 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar domestik masih bergairah. Selain
menggarap pasar domestik, Indonesia juga harus memiliki daya saing secara global agar dapat memenuhi
aturan Presiden Joko Widodo untuk memperbesar ekspor. Meskipun saat ini Indonesia sudah menjadi negara
kedua manufaktur otomotif ASEAN, bersaing dengan Thailand dan Malaysia, faktanya untuk sukses
merambah pasar global, pemerintah Indonesia dan pelaku industri otomotif tanah air harus bekerja sama
untuk menghadapi tantangan di masa depan. Tantangan yang Harus Dihadapi Untuk mengembangkan
industri otomotif masih ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi, ujar I Made Dana Tangkas, Presiden
Institute Otomotif Indonesia (IOI) seperti dikutip kompas.com Tantangan pertama yaitu rantai pasokan
komponen. Kurang berkembangnya industri komponen domestik mengakibatkan proses manufaktur mobil
masih cukup bergantung pada kegiatan impor. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) sebagai
salah satu pelaku industri otomotif di Indonesia mengakui bahwa saat ini masih perlu dilakukan pendalaman
industri. Termasuk dengan meningkatkan jumlah dan kapabilitas pemasok lokal. Tidak hanya di lapis 1 saja,
tetapi juga di lapis 2 dan 3 yang merupakan Small Medium Industries (SMIs). “Rantai pasokan komponen
lokal yang memadai akan meningkatkan kandungan lokal dalam produk otomotif. Hal ini berarti
mengurangi ketergantungan impor yang sangat dipengaruhi fluktuasi kurs mata uang. Daya saing produk
dalam hal kepastian harga akan meningkat,” ujar Yui Hastoro, Direktur Technical, Project Planning, dan
Management TMMIN. Tantangan kedua yang harus dihadapi pelaku industri otomotif nasional untuk
berekspansi secara global adalah isu global soal lingkungan dan energi, menurutKukuh Kumara, Sekretaris
Umum Gaikindo. Saat ini, konsumen otomotif global sangat peduli dengan konsumsi bahan bakar dan emisi
gas buang. Di negara-negara lain, level standar emisi sudah mencapai Euro IV, Kukuh menambahkan. Butuh
waktu untuk berbagai penyesuaian misalnya saja dari segi pabrikan, meski manufaktur otomotif nasional
sudah siap dan mampu memproduksi kendaraan dengan standar Euro 4 untuk memenuhi permintaan
konsumen dan menyesuaikan dengan regulasi negara tujuan ekspor. Tidak hanya memproduksi dan
mengekspor kendaraan Euro IV, bahkan hingga saat ini TMMIN juga sudah bisa mengekspor kendaraan
dengan performa Euro VI ke negara tetangga Singapura. Menurut Yui Hastoro, persiapan produksi
kendaraan Euro 4 untuk pasar domestik masih terus dilakukan. Baik yang diproduksi oleh pemasok maupun
in-house. Selain itu, negara-negara berkembang dan maju yang saat ini menjadi tujuan ekspor Indonesia juga
semakin memperhatikan teknologi keamanan kendaraan. Oleh karena itu, penerapan proses produksi
berstandar global perlu dilakukan. Peran Aktif Pelaku Industri Peran aktif pelaku industri otomotif nasional
diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Contohnya yang dilakukan produsen otomotif
nasional, seperti TMMIN. Upaya meningkatkan daya saing produk otomotif nasional untuk mendukung
target pemerintah dengan meningkatkan porsi komponen lokal telah dilakukan TMMIN sebagai produsen
otomotif nasional sejak tahun 1970-an dengan kehadiran Kijang generasi pertama yang menggunakan 19
persen komponen lokal. Kini Kijang generasi ke-6 sebagai generasi terbaru sudah menggunakan 85 persen
komponen lokal. Produk-produk kendaraan TMMIN lainnya juga sudah menggunakan komponen lokal 60-
80 persen. Saat ini, TMMIN juga memiliki beberapa divisi khusus untuk mengembangkan rantai pemasok
komponen lokal. “Kami sedang memulai kerjasama dengan pemasok lokal level SMI di Jawa Tengah dalam
hal pengembangan kapabilitas SDM dan manajemen produksi. Kedepannya, program ini akan diperbanyak
ke SMI lain,” ujar Yui Hastoro. Pengembangan SDM Selain dari segi produksi, pengembangan SDM
(Sumber Daya Manusia) juga berperan penting dalam industri otomotif nasional. Dalam hal ini, TMMIN
tidak hanya fokus kepada kapabilitas SDM yang dimiliki, namun juga kapabilitas SDM yang ada di seluruh
rantai suplainya. Pada awal tahun ini, TMMIN meluncurkan program Manufacturing Skill Interchange
Festival (MASIF), sebuah kegiatan kompetisi keahlian keterampilan diantara perusahaan pemasok yang
bertujuan untuk mendorong semangat bersaing dan budaya pengembangan SDM dalam rangka terbentuknya
SDM terbaik dengan standar global. Tahun ini, MASIF diikuti oleh 17 pemasok lapis pertama dengan 3
bidang yang dilombakan, yaitu logistik, perawatan (maintenance), dan inspeksi (inspection). Kedepannya
jumlah peserta dan bidang yang dikompetisikan diharapkan akan terus meningkat setiap tahunnya. Kegiatan
lain yang berkaitan erat dengan perusahaan pemasok adalah pendampingan dan pelatihan untuk perusahaan
pemasok. TMMIN juga mendukung kegiatan people development berupa aktivitas Shop Floor Management
dan Joint Improvement Group (Jishuken). Dukungan Pemerintah Akan tetapi, upaya yang dilakukan oleh
TMMIN sebagai manufaktur otomotif tersebut tetap butuh dukungan dan kolaborasi dengan pemerintah.
Penciptaan lingkungan usaha manufaktur yang baik juga perlu diperhatikan pemerintah. Salah satunya
dengan pengembangan infrastruktur yang mendukung kelancaran logistik dan proses ekspor impor. Yui
Hastoro mengatakan persaingan di pasar regional dan global yang menantang membutuhkan kolaborasi
antara pelaku industri dengan pemerintah dan pihak terkait. Niscaya tantangan-tantangan akan teratasi.
“Harus ada regulasi dan kerjasama yang bisa memayungi industri dari hulu hingga hilir sehingga produk
lokal dapat berkompetisi di kancah global”, tutup I Made Dana Tangkas seperti dikutip dari Kompas.com.

Indonesia memiliki industri manufaktur mobil terbesar kedua di Asia Tenggara dan di wilayah ASEAN
(setelah Thailand yang menguasai sekitar 50 persen dari produksi mobil di wilayah ASEAN). Kendati
begitu, karena pertumbuhannya yang subur di beberapa tahun terakhir, Indonesia akan semakin mengancam
posisi dominan Thailand selama satu dekade mendatang. Namun, untuk mengambil alih posisi Thailand
sebagai produsen mobil terbesar di kawasan ASEAN, itu akan memerlukan upaya dan terobosan besar. Saat
ini Indonesia sangat tergantung pada investasi asing langsung, terutama dari Jepang, untuk pendirikan
fasilitas manufaktur mobil. Indonesia juga perlu mengembangkan industri komponen mobil yang bisa
mendukung industri manufaktur mobil. Saat ini, kapasitas total produksi mobil yang dirakit di Indonesia
berada pada kira-kira dua juta unit per tahun.
Per 2017 kapasitas total produksi terpasang mobil di Indonesia adalah 2.2 juta unit per tahun. Namun,
pemanfaatan kapasitas tersebut diperkirakan turun menjadi 55 persen pada tahun 2017 karena perluasan
kapasitas produksi mobil dalam negeri tidak sejalan dengan pertumbuhan permintaan domestik dan asing
untuk mobil buatan Indonesia. Toh, tidak ada kekhawatiran besar tentang situasi ini karena permintaan pasar
domestik untuk mobil memiliki banyak ruang untuk pertumbuhan dalam beberapa dekade ke depan dengan
kepemilikan mobil per kapita Indonesia masih pada tingkat yang sangat rendah.
Namun, dalam hal ukuran pasar, Indonesia merupakan pasar mobil terbesar di Asia Tenggara dan wilayah
ASEAN, menguasai sekitar sepertiga dari total penjualan mobil tahunan di ASEAN, diikuti oleh Thailand
pada posisi kedua. Indonesia tidak hanya memiliki populasi besar (258 juta jiwa), tetapi juga ditandai
dengan memiliki kelas menengah yang berkembang pesat. Bersama-sama, kedua faktor ini menciptakan
kekuatan konsumen yang kuat.
Penjualan Mobil di Wilayah ASEAN:
Negara    2014    2015    2016
Thailand  881,832  799,632  768,788
Indonesia 1,208,019 1,013,291 1,061,735
Malaysia  666,465  666,674  580,124
Philippines  234,747  288,609  359,572
Vietnam  133,588  209,267  270,820
Singapore   47,443   78,609  110,455
Brunei   18,114   14,406   13,248
ASEAN 3,190,208 3,070,488 3,164,742
Sumber: ASEAN Automotive Federation

Tertarik dengan kepemilikan mobil per kapita yang rendah, biaya tenaga kerja yang murah dan semakin
bertumbuhnya kelas menengah, berbagai pembuat mobil global (seperti Toyota dan Nissan) memutuskan
untuk berinvestasi besar-besaran untuk mengekspansi kapasitas produksi di Indonesia dan mungkin akan
mengubahnya menjadi tempat pusat produksi mereka di masa depan. Perusahaan-perusahaan lain, seperti
General Motors (GM) telah kembali ke Indonesia (setelah GM menutup pabriknya di Indonesia beberapa
tahun sebelumnya) untuk memasuki pasar yang menguntungkan ini. Kendati begitu, perusahaan-perusahaan
manufaktur mobil dari Jepang tetap menjadi para pemain dominan dalam industri manufaktur mobil
Indonesia, terutama merek Toyota. Lebih dari setengah jumlah total mobil yang dijual secara domestik
adalah mobil Toyota. Akan menjadi tantangan berat untuk merek-merek Barat untuk bersaing dengan rekan-
rekan Jepang mereka di Indonesia. Indonesia dikenal sebagai halaman belakang produsen mobil asal Jepang.
Meskipun low-cost green car (LCGC) yang relatif baru di Indonesia telah menjadi populer (lihat di bawah),
kebanyakan orang Indonesia tetap lebih memilih untuk membeli mobil MPV (untuk keluarga). Pemimpin
pasar di industri mobil Indonesia adalah Toyota (Avanza), didistribusikan oleh Astra International (salah
satu konglomerat paling terdiversifikasi di Indonesia yang mengontrol sekitar 50% dari pasar penjualan
mobil negara ini), diikuti oleh Daihatsu (juga didistribusikan oleh Astra International) dan Honda.
Visi Pemerintah Indonesia Mengenai Industri Otomotif
Pemerintah Indonesia bertekad untuk mengubah Indonesia menjadi pusat produksi global untuk manufaktur
mobil dan ingin melihat produsen-produsen mobil yang besar untuk mendirikan pabrik-pabrik di Indonesia
karena negara ini bertekad untuk menggantikan Thailand sebagai pusat produksi mobil terbesar di Asia
Tenggara dan wilayah ASEAN. Dalam jangka panjang, Pemerintah ingin mengubah Indonesia menjadi
sebuah negara pemanufaktur mobil yang independen yang memproduksi unit-unit mobil yang seluruh
komponennya dimanufaktur di Indonesia.
Saat ini, Thailand mengontrol kira-kira 43,5% dalam konteks penjualan di wilayah ASEAN, sementara
Indonesia berada di posisi kedua dengan 34% pangsa pasar.

Penjualan Mobil & Pertumbuhan Ekonomi


Ada hubungan antara penjualan mobil dan pertumbuhan ekonomi. Ketika pertumbuhan PDB (per kapita)
mendongkrak daya beli masyarakat sementara kepercayaan diri konsumen kuat, masyarakat ingin membeli
mobil. Namun, pada masa-masa ketidakjelasan perekonomian (ekspansi ekonomi yang melambat dan
optimisime yang menurun - atau pesimisme mengenai situasi keuangan pribadi di masa mendatang)
masyarakat cenderung menunda pembelian barang-barang yang relatif mahal seperti mobil.
Hubungan antara penjualan mobil domestik dan pertumbuhan ekonomi jelas tampak dalam kasus Indonesia.
Antara tahun 2007 sampai 2012, ekonomi Indonesia bertumbuh paling sedikit 6,0% per tahun, dengan
pengecualian pada tahun 2009 ketika pertumbuhan PDB ditarik turun oleh krisis finansial global. Di periode
yang sama, penjualan mobil Indonesia naik dengan cepat, namun juga dengan pengecualian pada tahun 2009
ketika terjadi penurunan tajam penjualan mobil.
Statistik Pertumbuhan Ekonomi & Penjualan Mobil di Indonesia:
    2007   2008   2009   2010   2011   2012   2013   2014   2015
PDB²
   6.3    6.0    4.6    6.2    6.2    6.0    5.6    5.0    4.8
(annual % change)
PDB per Kapita²
 1,861  2,168  2,263  3,125  3,648  3,701  3,624  3,492
(in USD)
Penjualan Mobil
  0.43   0.61   0.49   0.76   0.89   1.12   1.23   1.21   1.01
(dalam juta unit)
¹ menunjukkan prognosis
² the base year for computing the economic growth rate shifted from 2000 to 2010 in 2014, previous years have been recalculated
Sumber: Bank Dunia & Gaikindo

Pasca periode Orde Baru, pertumbuhan ekonomi memuncak di tahun 2011 pada 6,2% pada basis year-on-
year (y/y). Setelah 2011, Indonesia mulai mengalami periode perlambatan ekonomi yang berkelanjutan,
terutama karena guncangan internasional (pertumbuhan global yang lambat dan harga-harga komoditi yang
menurun dengan cepat). Kendati begitu, penjualan mobil tidak segera mengikuti pertumbuhan ekonomi yang
melambat dan masih bisa mencapai angka penjualan mobil yang tertinggi pada tahun 2013 (1,23 juta mobil
terjual). Penundaan penurunan penjualan mobil ikut disebabkan oleh pandangan yang terlalu optimis
mengenai perekonomian Indonesia.
Di akhir 2012, lembaga-lembaga seperti Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), Bank
Pembangunan Asia dan juga Pemerintah Indonesia gagal untuk memahami besarnya pengaruh perlambatan
global. Justru, lembaga-lembaga ini memprediksi pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di Indonesia di
tahun 2012 dan pertumbuhan yang naik cepat pada level +6% mulai dari tahun 2013 sampai seterusnya.
Tetapi karena kondisi global tetap lambat pada tahun 2013-2015, lembaga-lembaga ini harus menurunkan
proyeksinya untuk pertumbuhan PDB Indonesia dalam berbagai kesempatan dan karenanya menyebabkan
sentimen-sentimen yang menurun.
Kedua, penjualan mobil di Indonesia melambat di tahun 2014 (setelah pertumbuhan selama empat tahun
beruntun) karena Pemerintah Indonesia menaikkan harga bahan bakar bersubsidi dua kali dalam rangka
mengurangi tekanan-tekanan berat dalam defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (pada Juni 2013
Pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar bersubsidi dengan rata-rata 33% namun hal ini memiliki
dampak yang terbatas pada penjualan mobil), sambil menyediakan dana untuk investasi struktural
(contohnya dalam pembangunan infrastruktur).
Di awal 2015, subsidi bensin (premium) pada dasarnya dihapuskan sementara subsisi tetap Rp 1.000 per
liter ditetapkan untuk diesel (solar). Selama beberapa dekade masyarakat Indonesia menikmati bahan bakar
yang murah karena subsidi energi yang berlimpah dari Pemerintah namun pada tahun 2013-2014 reformasi-
reformasi membawa kepada kenaikan harga bensin dari Rp 4.500 per liter di awal 2013 menjadi Rp 7.400
per liter di pertengahan 2015, kenaikan harga sebesar 62,9%.
Terlebih lagi, reformasi-reformasi harga bahan bakar bersubsidi ini juga menyebabkan akselerasi inflasi
karena efek-efek ronde kedua (karenanya semakin mengurangi daya beli masyarakat Indonesia) karena
harga dari berbagai produk (contohnya produk-produk makanan) meningkat karena biaya-biaya transportasi
yang lebih tinggi. Baik di tahun 2013 maupun 2014 inflasi mencapai 8,4% (y/y). Sementara PDB per kapita
menurun karena perlambatan pertumbuhan ekonomi. Terakhir, rupiah yang lemah (yang telah melemah
sejak pertengahan 2013 karena ancaman pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat) membuat impor
lebih mahal. Karena banyak komponen mobil masih perlu diimpor (dalam dollar Amerika Serikat)
karenanya meningkatkan biaya-biaya produksi untuk para pemanufaktur mobil Indonesia, harga-harga mobil
menjadi lebih mahal. Kendati begitu, para pemanufaktur dan retailer tidak selalu berhasil memindahkan
biaya-biaya ini kepada pengguna akhir karena kompetisi yang sengit dalam pasar mobil domestik.
Penjualan Mobil di Indonesia (CBU):
Sold Cars Sold Cars Sold Cars
Sold Cars Sold Cars
Bulan
   2016    2017
   2013    2014    2015
Januari   96,718  103,609   94,194   85,002   86,262
Februari  103,278  111,824   88,740   88,208   95,163
Maret   95,996  113,067   99,410   94,092  102,335
April  102,257  106,124   81,600   84,770   89,624
Mei   99,697   96,872   79,375   88,567   94,085
Juni  104,268  110,614   82,172   91,488   66,389
Juli  112,178   91,334   55,615   61,891   85,354
Augustus   77,964   96,652   90,537   96,282   97,256
September  115,974  102,572   93,038   92,541   87,696
Oktober  112,039  105,222   88,408   92,106   94,433
November  111,841   91,327   86,938  100,215   96,148
Desember   97,706   78,802   73,264   86,573
Total 1,229,916 1,208,019 1,013,291 1,061,735
 

     2009    2010    2011     2012     2013     2014     2015     2016
Penjualan
 486,061  764,710  894,164 1,116,230 1,229,916 1,208,019 1,013,291 1,061,735
(unit mobil)
Ekspor
  56,669   85,769  107,932  173,368  170,907  202,273  207,691
(unit mobil)
Sumber: Gaikindo

Bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) menurunkan persyaratan pembayaran untuk pembelian sebuah
mobil dalam rangka mendongkrak pertumbuhan kredit (dan pertumbuhan ekonomi) karena pemotongan BI
rate dianggap terlalu berisiko menjelang ancaman kenaikan suku bunga Amerika Serikat (menyebabkan
pelemahan rupiah), sementara inflasi masih ada di atas cakupan target bank sentral pada pertengahan 2015.
Efektif berlaku mulai 18 Juni 2015, konsumen-konsumen Indonesia yang menggunakan pinjaman dari
lembaga keuangan untuk membeli mobil pribadi harus membayar uang muka minimum sebesar 25% (dari
sebelumnya 30%). Uang muka minimum untuk kendaraan-kendaraan komersil tetap pada 20%.
Diperkirakan bahwa sekitar 65% dari pembelian mobil di Indonesia dilakukan secara kredit.
Pengenalan pada Low Cost Green Car (LCGC) di Indonesia
Low-cost green car (LCGC) adalah mobil dengan harga terjangkau, dan efisien menggunakan bahan bakar,
yang diperkenalkan ke pasar Indonesia di akhir 2013 setelah Pemerintah telah menawarkan insentif-insentif
pajak untuk para pemanufaktur mobil yang memenuhi persyaratan-persyaratan untuk target efisiensi BBM.
Mobil-mobil LCGC biasanya memiliki harga kira-kira Rp 100 juta membuat mobil-mobil ini menarik untuk
segmen kelas menengah ke bawah yang berjumlah besar di negara ini. Menjelang implementasi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) di akhir 2015, Pemerintah Indonesia ingin membuat Indonesia menjadi pusat
regional untuk produksi mobil-mobil LCGC.
Pemerintah menetapkan beberapa ketentuan dan persyaratan untuk manufaktur mobil-mobil LCGC.
Contohnya, konsumsi bahan bakar diharuskan ditetapkan pada paling sedikit 20 kilometer per liter
sementara mobil harus memiliki - sebesar 85% - komponen yang dimanufaktur secara lokal (karenanya
mengurangi kerentanan harga tipe mobil ini terhadap pelemahan nilai tukar rupiah). Sebagai gantinya,
mobil-mobil LCGC dibebaskan dari pajak barang mewah, yang membuat para pemanufaktur dan retailer
dapat menetapkan harga yang lebih murah.
Mobil-mobil ini memiliki kapasitas mesin maksimum pada 1.200 kubik sentimeter, dan didesain untuk
menggunakan bensin beroktan tinggi. Para pelaku utama dalam industri LCGC Indonesia adalah lima
perusahaan manufaktur asal Jepang yang terkenal: Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki dan Nissan. Berbagai
model mobil-mobil LCGC telah dijual di pasaran sejak akhir 2013 (termasuk Astra Toyota Agya, Astra
Daihatsu Ayla, Suzuki Karimun Wagon R, dan Honda Brio Satya).
Penjualan Low Cost Green Cars di Indonesia:
  2013   2014   2015   2016¹
Penjualan LCGC
 51,180 172,120 165,434  41,301
Indonesia
¹ Q1-2016
Sumber: Gaikindo

Ekspor Mobil Indonesia


Pemerintah Indonesia juga memiliki harapan-harapan yang tinggi untuk ekspor mobil di negara ini (karena
dapat menghasilkan tambahan pendapatan devisa), terutama menjelang implementasi MEA, yang akan
mengubah wilayah ASEAN menajdi satu pasar dan area produksi tunggal. MEA akan membuka
kesempatan-kesempatan bagi para eksportir untuk meningkatkan perdagangan regional.
Mobil-mobil yang dibuat di Indonesia yang telah diekspor termasuk Toyota Avanza dan Toyota Fortuner,
Nissan Grand Livina, Honda Freed, Chevorelet Spin dan Suzuki APV. Pasar-pasar ekspor yang paling
penting adalah Thailand, Saudi Arabia, Filipina, Jepang, dan Malaysia.
Proyeksi Penjualan Mobil Indonesia
Proyeksi untuk penjualan mobil di Indonesia bergantung pada performa pertumbuhan ekonomi negara ini.
Tanpa rebound harga-harga komoditi yang terjadi dalam jangka waktu pendek atau menengah, penjualan
mobil akan sulit untuk bertumbuh dalam kecepatan yang terjadi pada periode 2010-2013. Kendati begitu,
pertumbuhan PDB Indonesia diprediksi akan agak membaik di 2016 dan 2017, mengimplikasikan akhir dari
perlambatan ekonomi yang terjadi sejak 2011, dan karenanya penjualan mobil mungkin akan bertumbuh
sejalan dengan itu (namun dengan laju tidak terlalu cepat).
Ada beberapa faktor yang mendukung penjualan mobil di Indonesia. Pertama, Indonesia masih memiliki
rasio kepemilikan mobil per kapita yang sangat rendah (kurang dari 4% dari penduduk yang memiliki
mobil) mengimplikasikan bahwa ada ruang yang sangat besar untuk pertumbuhan. Kedua, mobil LCGG
yang populer dan terjangkau diprediksi akan mendongkrak penjualan. Saat ini penjualan LCGC masih
memiliki porsi kecil dalam total penjualan mobil di Indonesia (sekitar 14%) dan karenanya masih ada
banyak ruang untuk pertumbuhan lebih lanjut di segmen LCGC.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memotong proyeksinya untuk penjualan
mobil di Indonesia di 2015 (dua kali) menjadi kira-kira 950 ribu sampai 1 juta unit (dari target awal pada 1,2
juta mobil). Lembaga ini pesimis akan terjadi rebound bila harga-harga komoditi global tetap rendah. Pulau
Sumatra dan Kalimantan, wilayah-wilayah kunci untuk produksi batubara, minyak sawit mentah dan biji-biji
mineral, menjadi pasar penjualan mobil yang menguntungkan yang tidak dapat dimanfaatkan saat ini karena
permintaan komoditi global yang lambat. Penjualan mobil diperkirakan akan tetap datar pada tahun 2016.
Untuk jangka panjang, Gaikindo memproyeksikan penjualan mobil Indonesia untuk bertumbuh menjadi 2
juta kendaraan pada 2020 dan menjadi 3 juta pada 2025, sehingga mengambil alih posisi Thailand sebagai
pusat mobil terbesar di wilayah ASEAN.
Di-update pada 12 Juli 2017
KOMPAS.com – Reforminer Institute mencatat, pada periode 1979-1984 industri migas menyumbangkan
penerimaan negari sebesar 62,88 persen. Namun, kini porsi penerimaan negara dari industri tersebut hanya
4,7 persen. Lalu, masihkah industri ini memiliki peran besar bagi pembangungan nasional? Pengamat energi
dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, industri hulu migas masih jadi salah satu
penopang pembangunan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Republik yang stabil pada rentang 5-6 persen
per tahun membutuhkan pasokan energi yang dapat diandalkan dan berkelanjutan. “Produksi dan cadangan
migas yang cukup diperlukan untuk menjamin ketersediaan energi nasional dan mengurangi ketergantungan
energi nasional dari impor,“ ujar Rakhmanto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/7/2017). Selain
menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, industri hulu migas nasional kini berperan pula sebagai
pendorong kegiatan perekonomian nasional. Manajer Pemberdayaan Nasional Satuan Kerja Khusus Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Bayu Murbandono membenarkan hal itu. Menurut dia, keadaan
tersebut bisa terjadi karena aktivitas di sektor migas memberikan multiplier effect atau efek berganda pada
industri lain. “Industri ini membutuhkan banyak tenaga kerja mulai dari level buruh sampai tenaga ahli.
Industri ini juga membutuhkan pengadaan barang dan jasa yang melibatkan sektor lain,” kata Bayu pada
Kamis (8/6/2017). Hasil studi SKK migas bersama Universitas Indonesia pada 2015 mendapati fakta, setiap
investasi 1 juta dollar AS mampu menciptakan nilai tambah 1,6 juta dollar AS. Lalu, meningkatkan
pendapatan domestik bruto (PDB) 0,7 juta dollar AS dan membuka lapangan kerja baru sebanyak 100 orang.
Hal itu terjadi karena SKK Migas mengeluarkan Pedoman Tata Kerja (PTK) yang mengatur pengelolaan
rantai suplai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) di hulu migas. Dalam PTK ini, KKS wajib melibatkan
perusahaan dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa. Maka dari itu, jangan heran kalau Tingkat
Komponen Dalam Negeri (TKDN) di industri hulu migas pada 2015 mencapai 68 persen atau senilai 7,9
juta dollar AS. Capaian itu lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yakni 54 persen. Aktivitas pekerja di
Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur Aktivitas pekerja di Lapangan
Banyu Urip, Blok Cepu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur(Dok SKK Migas) Manfaat lain kehadiran
industri hulu migas adalah soal alih teknologi. Seperti diketahui bahwa sektor hulu migas adalah industri
berteknologi tinggi. Keadaan itu tentu berdampak positif bagi tenaga lokal yang bekerja di sana. Pri Agung
Rakhmanto mengatakan, saat ini lebih dari 70 persen sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di
perusahaan hulu migas asing di negeri ini merupakan anak bangsa. Bahkan, perusahaan hulu migas nasional
pun sudah menguasai teknologi pengembangan lapangan migas di onshore (darat) dan offshore (laut).
“Bahwa ada teknologi yang belum sepenuhnya dikuasai anak bangsa tentu saja ada, tetapi alih teknologi itu
terjadi dan terus berjalan,“ ungkap Rakhmanto. Cadangan migas terus menurun Meski memiliki peran
penting bagi pembangunan, tetapi kondisi industri hulu migas sebenarnya sedang dalam keadaan kurang
baik. Penurunan harga minyak dunia dalam tiga tahun terakhir dan menipisnya cadangan migas nasional
adalah beberapa penyebabnya. Menurut SKK Migas, penurunan cadangan migas adalah hal yang wajar
terjadi mengingat migas bukanlah energi yang terbarukan. Data SKK Migas menyebutkan, cadangan minyak
terbukti negeri ini selama kurun waktu 2012-2016 ada pada kisaran 3600-3700 million stock tank barrel
(MMSTB). Angka itu menurun bila dibandingkan dengan tahun 2000 - 2006 yaitu mencapai 4100 - 5088
MMSTB. Adapun produksi minyak bumi di Indonesia hanya 831.000 barrel per hari. Angka ini jauh dari
kebutuhan dalam negeri yang mencapai 1,6 juta barrel per hari. Untuk menutupi kekurangan tersebut,
pemerintah melakukan impor. Itu yang membuat Indonesia menyandang status sebagai net importer minyak
sejak 2004. Bagaimana dengan gas? Sumber yang sama mencatat cadangan terbukti gas Indonesia pada
2015 sebesar 97.989 billion standar cubic feet (BSCF). Padahal, enam tahun sebelumnya angka cadangan
gas masih berada dikisaran 100.000 – 112.473 BSCF. Indonesia belum menjadi negara net importer gas
karena produksi gas dalam negeri ini masih lebih besar daripada konsumsi. Akan tetapi tak berarti
kemungkinan itu ada. Tren pemakaian gas meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai contoh pada 2011,
pemakaian gas nasional sebesar 3,15 miliar kaki kubik per hari. Lalu, pada 2016 meningkat menjadi 3,85
miliar kaki kubik per hari. Sudah begitu, kebutuhan pasokan gas ke depannya juga akan semakin besar.
Penulis : Mikhael Gewati
Peran Industri Mempercepat Kemajuan Ekonomi
Jakarta - Persaingan global saat ini menghadang di hadapan kita. Menuntut kecepatan, akurasi, kreativitas,
dan konsistensi yang tinggi untuk menjadi pemenang. Berbagai inovasi terus dipacu untuk meraih
kemenangan yang diharapkan. Sejalan dengan itu, regulasi dan keberpihakan pemerintah pada pelaku usaha
mutlak diperlukan untuk mewujud suatu mimpi menjadi kenyataan.
Hal ini sejalan dengan semangat Nawa Cita yang diemban pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla. Suatu upaya menembus batas daya saing di pasar internasional sekaligus
meningkatkan produktivitas rakyat. Tujuannya, agar bangsa Indonesia bisa bangkit, bekerja keras dan sejajar
dengan negara maju di Asia lainnya. Tidak heran jika kemudian rakyat menyebut pemerintahan Jokowi-JK
sebagai Kabinet Kerja.
Kontribusi Bersama
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I-2016 naik sebesar
5,04% dibanding periode yang sama tahun 2015. Pertumbuhan terjadi pada hampir semua lapangan usaha,
kecuali Pertambangan dan Penggalian yang mengalami kontraksi sebesar 1,01%. Pertumbuhan tertinggi
dicapai oleh Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 11,37%, diikuti Informasi dan Komunikasi sebesar 8,39%,
dan Jasa Lainnya 7,90%.
Sementara itu, laju pertumbuhan Industri Pengolahan hanya naik 4,68%, padahal dari sisi sumber
pertumbuhan triwulan II-2016 secara tahunan atau year on year/yoy, Industri Pengolahan menjadi sumber
terbesar yaitu 1,03% dari total Sumber Pertumbuhan triwulan II-2016 sebesar 5,18%. Data tersebut memberi
pemahaman bahwa Industri Pengolahan hingga saat ini menjadi tulang punggung bagi perekonomian
nasional.
Namun bisa dibayangkan, meski menjadi primadona perekonomian nasional, laju pertumbuhan Industri
Pengolahan cukup lamban. Implikasinya adalah, geliat perekonomian juga mengalami kontraksi dan kurang
signifikan mendorong roda ekonomi.
Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang sangat serius bagi pemerintah. Sebab, Industri Pengolahan
merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan investasi. Jika tidak segera diantisipasi,
maka dipastikan ekonomi nasional sulit mencapai ambang batas yang diharapkan. Sinergi seluruh pihak
terkait menjadi keharusan yang mutlak diperlukan guna memberikan kontribusi bersama bagi pembangunan
nasional.

Semangat KIK Park


Berbekal semangat kemerdekaan dan jiwa nasionalisme yang dalam, PT Jababeka Tbk, mencoba mengambil
peran aktif bersinergi membangun Indonesia. Baik untuk selaras dengan semangat Nawa Cita maupun untuk
berkontribusi aktif dalam perekonomian nasional.
Kawasan yang memiliki area seluas 2.700 ha itu, menjadi kawasan terintegrasi pertama di Provinsi Jawa
Tengah.
Target investasi sementara yang diharapkan mencapai kisaran Rp 20 triliun, dengan penciptaan 15.000
lapangan kerja. Berlokasi di tepi pantai tepat di tengah koridor pertumbuhan ekonomi Jakarta-Semarang-
Surabaya. Kawasan ini terdiri dari kawasan industri, perumahan, dan komersial yang akan dibangun dalam
beberapa tahap. Juga direncanakan akan memiliki beberapa kluster industry seperti Fashion City, Food City,
Furniture Hub, dan Building Material Zone. Setiap kluster ini akan terdiri dari perusahaan dari berbagai
tahap proses produksi, mulai dari proses bahan baku hingga desain produk serta produksi dan pemasaran
produk yang telah jadi.
Kawasan itu semakin menarik dan bernilai tinggi dengan telah dimulainya berbagai pembangunan
infrastruktur pendukung kawasan tersebut. Hal itu tertuang dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, yang telah menunjuk kawasan Kendal, Semarang dan
sekitarnya sebagai area kawasan industri prioritas.
Pembangunan infrastruktur dimaksud di antaranya, upgrading Bandara Internasional Ahmad Yani, jalan tol
Pejagan, Pemalang, Batang, Semarang, Solo, hingga Surabaya yang akan memudahkan akses Jakarta hingga
Surabaya. Termasuk pembangunan double track kereta api yang menghubungkan Jakarta, Kendal, dan
Surabaya serta pembangunan jalur pipa gas alam yang akan melalui Kawasan Kendal dan diharapkan akan
beroperasi pada tahun 2020. Intinya, Kawasan Industri Kendal Park by the Bay ini akan menghadirkan Kota
Singapura di Jawa Tengah. Baik dari sisi kualitas, kuantitas, dan pesona investasinya.

Daya Tarik Investasi


Seorang teman pernah berkata, 'Untuk mendapatkan pinjaman dalam jumlah besar, Anda harus mulai
menerima pinjaman dalam jumlah kecil. Sehingga setelah perbankan melihat kinerja pengembalian kredit
Anda yang baik dan tertib, maka muncul kepercayaan perbankan untuk mulai menawarkan pinjaman yang
lebih besar lagi. Artinya, masalah kepercayaan memerlukan waktu dan ujian konsistensi dari pihak-pihak
terkait'.
Harus diakui, bahwa daya tarik investor untuk berinvestasi di Jabodetabek dan sekitarnya masih sangat
tinggi. Selain ketersediaan infrastruktur memadai, regulasi dan jalur distribusi yang efektif serta efisien,
masalah kepercayaan juga menjadi alasan utama investor enggan jauh berinvestasi dari Jabodetabek. Karena
itu, pemerintah terus berupaya menggeser dan mendistribusikan investasi ke daerah lain diluar Jabodetabek
dan sekitarnya. Tujuannya, agar tercipta pemerataan investasi di seluruh Indonesia.
Langkah ini tentu harus diikuti dengan pembenahan regulasi, infrastruktur yang semakin masif dan memadai
di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk upaya meningkatkan kepercayaan investor kepada suatu daerah.
Sehingga penyebaran industri secara merata dapat diwujudkan di Indonesia, dan dampaknya setiap daerah
mampu meningkatkan daya saingnya.

JJ. Rousseau pernah berkata bahwa hidup itu bukanlah soal bernafas saja, tetapi soal bertindak secara nyata
untuk sebuah pembaruan. Dalam hal ini PT Jababeka Tbk, berupaya bertindak dengan mengembangkan
Kawasan Industri Kendal Park by the Bay di Semarang bagi sebuah pembangunan ekonomi yang
diharapkan. Melakukan terobosan dalam meningkatkan daya tarik investasi di daerah potensial.
Semangat Kebangsaan
Pembangunan Kawasan Industri Kendal ini memuat 3 semangat kebangsaan yang menjadikan optimisme
keberhasilan bisa segera diwujudkan bersama, seperti success story yang telah disajikan oleh Kawasan
Industri Jababeka di Cikarang, Bekasi.
Pertama, salah satu poin Nawa Cita yang diprioritaskan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla adalah, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional,
sehingga Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Melalui pembangunan
berbagai infrastruktur yang dilakukan pemerintah secara intens, optimisme keberhasilan terpampang di
depan mata.
Kedua, bermodal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Pasal 106 ayat 1 yang
menyebutkan perusahaan industri yang akan menjalankan industri, wajib berlokasi di Kawasan Industri.
Maka pembangunan Kawasan Industri Kendal ini menjadi terobosan penting bagi upaya menekan
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sektor industri. Prinsipnya, mengedepankan UU dengan tetap
memerhatikan daya beli masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.
Ketiga, bekerjasama dengan Sembawang Corporation (Sembcorp) Development, semakin membangkitkan
optimisme untuk menjadikan Kendal sebagai Kota Singapura di Jawa Tengah. Sebagai kolaborasi terbaik,
PT Jababeka bertugas untuk mengelola administrasi dan produksi tenant di dalam kawasan, sehingga
mengutamakan penggunaan produk-produk dan bahan baku lokal bagi setiap tenant. Sedangkan Sembcorp
bertugas untuk mendatangkan para investor kelas dunia agar berinvestasi dalam Kawasan Industri Kendal
Park by the Bay. Itu sebab, melalui kerja sama tersebut seluruh pihak siap mewujudkan kawasan ini menjadi
kawasan terintegrasi pertama di Jawa Tengah.

Penulis adalah Direktur Kawasan Industri Kendal (wdl/wdl)


Indonesia Akan Jadi Pemain Ekonomi Digital Terbesar
di Asia Tenggara
Indonesia tahun ini sedang mengalami pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam lima tahun terakhir.
Tetapi pertumbuhan industri e-commerce justru semakin pesat di tengah perlambatan laju ekonomi tanah
air.  "Bukan tak mungkin nantinya industri e-commerce dapat menjadi salah satu tulang punggung
perekonomian nasional," harap Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Terlebih, kebanyakan pelaku bisnis e-commerce di tanah air berskala kecil dan menengah (UKM). Seperti
yang kita ketahui, bisnis UKM menjadi usaha yang paling tahan banting di saat krisis ekonomi sekalipun.
Melalui industri e-commerce, Rudiantara berharap dapat terus dikembangkan dan mendukung
perekonomian Indonesia yang diprediksi menjadi kekuatan ekonomi baru dunia pada tahun 2020 nanti.
Potensi industri e-commerce di Indonesia memang tidak dapat dipandang sebelah mata. Dari data analisis
Ernst & Young, dapat dilihat pertumbuhan nilai penjualan bisnis online di tanah air setiap tahun meningkat
40 persen. Ada sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna perangkat telepon pintar di
Indonesia. 
Tak hanya sekedar untuk mencari informasi dan chatting, masyarakat di kota-kota besar kini menjadikan
internet terlebih lagie-commerce sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Perilaku konsumtif dari puluhan
juta orang kelas menengah di Indonesia menjadi alasan mengapa e-commerce di Indonesia akan terus
berkembang.
Berbicara mengenai industri ini memang tidak semata membicarakan jual beli barang dan jasa via internet.
Tetapi ada industri lain yang terhubung di dalamnya. Seperti penyediaan jasa layanan antar atau logistik,
provider telekomunikasi, produsen perangkat pintar, dan lain-lain. Hal inilah yang membuat industri e-
commerce harus dikawal agar mampu mendorong laju perekonomian nasional.
Bisnis ini memiliki nilai bisnis yang sangat besar, tetapi sayangnya sampai saat ini belum ada regulasi
khusus yang mengatur bisnis online ini. Pada akhir tahun 2014 saja, nilai bisnis industri e-
commerce Indonesia mencapai USD 12 miliar.
Oleh karena itu pada akhir tahun 2014, Pemerintah Indonesia dibawah koordinasi Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian berkolaborasi dengan Kementerian Kominfo dan Kementerian/lembaga terkait, para
pemangku kepentingan dari kalangan asosiasi dan pelaku usaha e-commerce, serta konsultan kaliber dunia
Ernst & Young, yang bekerja secara pro bono dengan mengerahkan tenaga ahli multi disiplin mereka dari
regional dan global, mulai bekerja untuk mengembangkan E-commerceRoadmap dan bekerja bersama-sama
dalam menyiapkan ekosistem yang baik untuk mengembangkan industri e-commerce lokal.
Setelah melakukan workshop dan roadshow yang dilakukan oleh kementerian dan perlaku industri,
terciptalah draft Indonesia E-commerceRoadmap yang saat ini dalam tahap finalisasi di tingkat kabinet.
Diharapkan Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat melakukan Rapat Terbatas Kabinet untuk
memberikan arahan dimulainya pelaksanaan inisiatif-inisiatif solusi terkait dengan isu-isu seputar e-
commerce sehingga mendukung dan mendorong potensi pertumbuhan e-commerce Indonesia yang
sesungguhnya.
Lalu sebenarnya apa yang menghambat potensi pertumbuhan e-commerce di Indonesia? Berdasarkan
analisis yang telah dilakukan, ada enam isu, yaitu pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen,
infrastruktur komunikasi, logistik, serta edukasi dan sumber daya manusia. Isu-isu tersebut harus dikerjakan
bersama-sama dengan lembaga terkait agar menghasilkan kebijakan yang komprehensif dan tersinkronisasi.
Adapun kementerian dan lembaga-lembaga tersebut antara lain Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan,
Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Otoritas Jasa Keuangan,
Bank Indonesia, Kementerian Koperasi dan UKM, Pos Indonesia, ASPERINDO, IdEA, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, pemerintah juga merumuskan prinsip-prinsip utama dalam mengembangkan e-
commerce lewat aksi afirmatif. Lima prinsip tersebut, antara lain seluruh warga Indonesia memiliki
kesempatan yang sama dalam mengakses serta menjadi pelaku e-commerce, seluruh warga Indonesia
memiliki ilmu dan pengetahuan agar dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk perekonomian,
meminimalisir hilangnya lapangan pekerjaan saat era transisi menuju perekonomian digital, implementasi
perangkat hukum dan kebijakan harus mendukung keamanan e-commerce yang mencakup technology
neutrality, transparansi dan konsistensi internasional, dan utamanya pelaku bisnis e-commerce lokal
terutama pelaku bisnis pemula dan UKM harus mendapatkan perlindungan yang layak serta menjadi
prioritas utama.
Selain memberikan stimulus kepada para pelaku bisnis e-commerce mulai dari level pemula, UKM,
hingga established business, pemerintah juga harus didukung oleh masyarakat , pihak swasta, media,
maupun organisasi non-profit untuk mendorong e-commerce menjadi sebuah gerakan nasional/kampanye.
Indonesia harus belajar dari Tiongkok yang sudah meluncurkan Five Year Plan for the Development of e-
Commerce pada tahun 2011. Dalam waktu tiga tahun, volume transaksi bisnis e-commerce Tiongkok sudah
mencapai 10,1 persen dari total penjualan ritel dengan angka mencapai USD 426. 
Indonesia dapat dikatakan memiliki bekal yang ciamik untuk menjadi negara dengan industri e-
commerce terkemuka di masa depan. Selain memiliki sumber daya manusia yang tak kalah bagus, pasar
lokal juga menjadi potensi besar untuk mengembangkan e-commerce.
Pada akhir tahun 2015, nilai bisnis e-commerce tanah air diprediksi sekitar USD 18 miliar. Pada tahun 2020,
volume bisnis e-commerce di Indonesia diprediksi akan mencapai USD 130 miliar dengan angka
pertumbuhan per tahun sekitar 50 persen.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia ingin menempatkan Indonesia sebagai Negara Digital Economy
terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020. Selain adanya E-commerceRoadmap, pemerintah menargetkan
dapat menciptakan 1.000 technopreneurs baru pada tahun 2020 dengan valuasi bisnis USD 10 miliar.
Kondisinya saat ini banyak pelaku bisnis e-commerce pemula baik perdagangan onlinemaupun start-
up digital dengan ide-ide segar dan inovatif yang kurang memiliki akses atau pendanaan untuk
mengembangkan bisnisnya. Untuk itu, pemerintah akan mendorong tumbuhnya technopreneurs baru, baik
dengan menggandeng mentor-mentor technopreneurs terkemuka, data center, technopark, serta memberikan
pendanaan. Sedangkan bagi pelaku bisnis UKM diharapkan mampu naik tingkat menjadi pelaku usaha
besar, bahkan menggurita hingga internasional.
Dengan pertumbuhan bisnis online yang begitu pesat, masyarakat Indonesia akan mendapatkan manfaat
positif dalam perekonomian seperti pertumbuhan kesejahteraan, pertumbuhan lapangan kerja baru dan lain-
lain. Dengan demikian Indonesia tidak lagi sekadar menjadi target pasar bisnis internasional, tetapi
sebaliknya dapat menjadi pengusaha e-commerce yang mumpuni hingga menjangkau pasar luar negeri.
Pada tahun 2020, revolusi bisnis online Indonesia diprediksi akan mendongkrak Pendapatan Domestik Bruto
sebesar 22 persen. Melihat perkembangan e-commerce di Tiongkok, maka kemungkinan hal yang sama
dapat terjadi di Indonesia begitu besar karena Indonesia dan Tiongkok memiliki karakter yang sama.
Dengan populasi yang bejibun, Indonesia dan Tiongkok menyediakan pasar yang begitu besar bagi pelaku
bisnis lokal maupun internasional. Jika potensi ini bisa dimanfaatkan dengan baik, sudah pasti akan
mendongkrak perekonomian nasional. (adv) 

Kementerian Perindustrian mendorong industri keramik nasional semakin meningkatkan kualitas desain produknya
agar lebih mampu bersaing dengan produk impor di tengah menghadapi perdagangan global. Oleh karenanya,
diperlukan penerapan praktik terbaik (best practice) dan penggunaan teknologi terkini guna menghasilkan efisiensi
produksi.
“Caranya, antara lain memodernisasi pabrik dengan penggunaan teknologi digital printing dan peralatan produksi
yang mampu menciptakan keramik dengan ukuran besar sesuai tren pasar saat ini di luar negeri maupun domestik,”
kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Pembukaan Pameran Keramika 2018 di Jakarta, beberapa waktu
lalu.
Menperin menyampaikan, industri keramik dalam negeri perlu melakukan transformasi secara bertahap sesuai dengan
perkembangan teknologi Industry 4.0 yang sedang berjalan. “Kami terus mendorong agar sektor ini mampu
mengkombinasikan teknologi digital di antaranya dalam proses produksi, desain, hingga quality control,” paparnya.
 
Menurut Airlangga, saat ini pelaku industri di seluruh dunia sedang bertransformasi untuk menyambut era revolusi
industri keempat tersebut, di mana akan menekankan platform Internet of Thingsdengan proses produksi secara
terintegrasi. Tujuannya untuk mencari langkah-langkah efisiensi dan optimalisasi proses produksi agar mencapai hasil
yang lebih maksimal.
 
Di samping itu, Menperin mengimbau kepada industri keramik nasionalagarsemakin berkontribusi terhadap
perekonomian nasional danmenjadi salah satu motor penggerak percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. “Sektor ini
mampu menyerap banyak tenaga kerja langsung sebanyak 150 ribu orang. Apabila ditambah dengan tenaga kerja tidak
langsung seperti distributornya dan lain-lain, mencapai 2 juta orang,” ungkapnya.
 
Menperin juga meminta kepada industri keramik nasional untukikut berpartisipasi dalam mendukung program
pendidikan vokasi link and match antara industri dengan Sekolah Menengah Kejuruan. Hal ini untuk mempermudah
mendapatkan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja saat ini sehingga dapat memacu
produktivitas dan daya saing industrinya.
 
Industri keramik merupakan salah satu sektor unggulan yang diprioritaskan pengembangannya karena berbasis sumber
daya alam lokal serta telah memiliki struktur keterkaitan dan kedalaman yang kuat. Potensi ini diharapkan dapat
mendogkrak kinerja industri keramik sebagai tulang punggung ketahanan ekonomi nasional serta berkontribusi
terhadap pertumbuhan industri pengolahan nonmigas.
 
Kemenperin mencatat, peranan sektor industri pengolahan nasional terhadap total PDB nasional di tahun 2017
mencapai 20,16 persen, terbesar dibandingkan sektor lainnya sehingga menjadikan sektor manufaktur sebagai
penggerak perekonomian nasional.“Untuk itu, Kemenperin giat menarik investasi di sektor industri pengolahan karena
memberikan multiplier effect yang luas bagi perekonomian seperti peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja,
dan penerimaan negara,” jelas Airlangga.
 
Pada tahun 2017, perkembangan industri pengolahan nonmigas nasional dinilai cukup baik dengan pertumbuhan
sebesar 4,84persen, meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 4.43 persen. Kinerja ekspor industri pengolahan juga
mengalami peningkatan sebesar 13.14 persen dibanding tahun 2016 sehingga nilainya menjadi USD125,02 miliar.
 
“Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi pada tahun 2018 ini, kami menargetkan
pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas sebesar 5,67 persen dengan total target investasi sebesar Rp345,4
triliun,” tutur Menperin.
 
Pertumbuhan pasar domestik
Menperin menyampaikan, pengembangan industri keramik di dalam negerimasih cukup prospektif ke depannya
seiring dengan pertumbuhan pasar dalam negeri yang terus meningkat hingga 15 persen. Hal ini dikukung dengan
program pemerintah dengan maraknyapembangunan infrastruktur, properti dan perumahan, yang diharapkan dapat
pula meningkatkan konsumsi keramik nasional.
“Saat ini, konsumsi keramik nasional per kapita sekitar 1,4 m2, sedangkan negara-negara di ASEAN telah mencapai
lebih dari 3 m2. Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai peningkatan penggunaan produk
dalam negeri (P3DN),” tegasnya.
Kemenperin pun memberikan apresiasi kepada Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) atas upayanya
menyelenggarakan Pameran Keramika setiap tahun, karena berperan strategis sebagai ajang untuk mempromosikan
produk keramik unggulan yang telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan mampu bersaing di pasar
global.
Bahkan, dalam pameran ini, ditampilkan pula perkembangan di bidang arsitektur, properti, dan desain produk
keramik, serta industri pendukung proses produksi keramik seperti, mesin dan bahan baku. “Diharapkan pameran ini
dapat bermanfaat sebagai sarana pertukaran informasi dan transaksi bisnis antara pelaku industri dan konsumen
produk keramik dalam dan luar negeri,” ujar Airlangga.
Menperin menyatakan, pemerintah terus berupaya untuk melindungi industri keramik dalam negeri agar dapat tumbuh
dan berkembang. Apalagi saat ini industri keramik nasional tengah menghadapi berbagai tantangan, seperti serbuan
produk impor.
“Selain itu, Vietnam mengenakan antidumping lebih dari 40 persen, dan Eropa sampai 60 persen. Tentunya kami akan
melindungi industri keramik dalam negeri. Kalau memang sudah mengganggu industri kita, perlu adanya proteksi,”
paparnya.
Selanjutnya, masih tingginya harga gas dan turunnya bea masukASEAN-China Free Trade Agreement(ACFTA) yang
semula 20 persen menjadi 5 persen berdampak pada daya saing industri keramik nasional dalam menghadapi pasar
global yang semakin ketat.
Namun demikian, Menperin optimistis, industri keramik nasional akan mampu kompetitif karena didukung dengan
ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten serta jumlah bahan baku yang cukup banyak dan tersebar di
wilayah Indonesia. Dalam hal ini, Kemenperin berkomitmen menjalankan hilirisasi industri agar membawa efek
berantai terhadap perekonomian nasional.
Kemenperin mencatat, terdapat 58 perusahaan ubin keramik dengan kapasitas terpasang lebih dari 537 juta m² per
tahun. Dengan volume tersebut, menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil keramik ke-6 setelah China, India,
Brazil, Spanyol dan Iran.
Sedangkan untuk kategori industri tableware, tercatat ada 12 perusahaan dengan kapasitas lebih dari 274 juta buah per
tahun. Selain itu, Indonesia juga memiliki enam perusahaan pada industri saniter yang berproduksi mencapai 5,5 juta
buah per tahun dengan didukung tenaga kerja sebanyak 9.174 orang.

KONTAN.CO.ID -Kementerian Perindustrian menyiapkan Provinsi Jawa Barat sebagai wilayah strategis
untuk pembangunan kawasan industri. Saat ini tercatat ada 2.381,97 hektare di wilayah utara Jawa Barat
yang tengah dikembangkan menjadi 10 kawasan industri baru bertaraf nasional dan internasional. Sekitar
35% atau 851,97 hektare dari kawasan industri baru tersebut berada di Kabupaten Karawang.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu
Suryawirawan menyatakan, pembangunan kawasan industri harus fokus pada pembangunan kawasan
industri yang berdaya saing global agar rantai pasokan industri efektif, efisien, ramah lingkungan dan
memiliki SDM yang berkualitas.

“Pembangunan kawasan industri, khususnya industri otomotif harus sejalan dengan isu dan tren global
seperti low-emission car, electric car dan aplikasi teknologi modern. Hal ini telah menjadi tren dan sorotan
masyarakat secara internasional, serta diharapkan bisa diterapkan secara profesional di kawasan-kawasan
industri di Indonesia,” ujar Putu dalam acara Diskusi Arah Pengembangan Otomotif dan Kesiapan Kawasan
Industri di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (5/10).

Imam Haryono, Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementrian Perindustrian, menambahkan,


pembangunan kawasan industri menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional yang tertuang dalam Peraturan
Presiden No. 58 Tahun 2017. Untuk itu, kata dia, pemerintah pusat hingga tahun 2019 sudah menyiapkan
sebanyak 1.040.522 tenaga kerja bersertifikat, khususnya untuk ditempatkan di sentra-sentra industri, baik
itu di Pulau Jawa maupun kawasan industri lainnya.

Dia juga menegaskan, pemerintah akan bekerjasama dengan berbagai pihak agar pembangunan kawasan
industri lebih atraktif bagi investor dan pelaku industri, seperti mempermudah regulasi fiskal agar investor
tidak merasa terbebani, kemudahan dalam mengakses sumber listrik, hingga kemudahan dalam berinvestasi
kontruksi. “Pengembangan ini diharapkan mampu menarik investasi lebih banyak ke sektor perindustrian
serta memberikan kontribusi nyata terhadap negara,” ujarnya dalam acara yang sama.

Pemerintah pusat, tambahnya, tengah membangun enam proyek infrastruktur strategis mulai dari Tol Susun
Jakarta-Cikampek, Patimban Deep Port, Bandara Internasional Kertajati, Kereta Api Cepat Jakarta-
Bandung, LRT Jakarta-Bekasi, dan Tol Trans Jawa. 

Menyiapkan langkah strategis

Seluruh infrastruktur strategis baru ini akan mendukung visi pengembangan khususnya wilayah Jawa Barat
sebagai sentra kawasan industri nasional dan menciptakan kantong-kantong ekonomi baru bagi masyarakat,
bisnis, dan UKM yang tergabung dalam rantai pasok dari industri yang akan beroperasi di kawasan baru itu.
“Kementerian Perindustrian dan Pemerintah Pusat terbuka dan mengajak seluruh pemangku kepentingan,
terutama para pelaku industri, pemerintah daerah, BKPM, dan investor nasional serta global untuk
bekerjasama mewujudkan visi ini,” beber Imam.

Selain menyiapkan langkah-langkah strategis dalam hal pembangunan infrastruktur, relaksasi regulasi dan
kebijakan fiskal, pemerintah pusat juga mengimbau pemerintah daerah untuk turut mendukung
pengembangan industri dan kawasan industri di daerahnya. 

Hal ini, terutama pengembangan kawasan industri kelas dunia akan membantu peningkatan kompetensi
sumber daya manusia dan penyerapan tenaga kerja di daerah tersebut.

Contohnya, Pemerintah Daerah Karawang berhasil menarik dan berkolaborasi dengan investor global untuk
mengembangkan kota industri terintegrasi kelas dunia, Karawang New Industry City di Karawang Barat.

Karawang New Industry City dikembangkan sejalan dengan visi dan arah Pemerintah Daerah Karawang
untuk menciptakan kantong-kantong ekonomi baru di daerahnya sehingga memperkuat posisi Karawang
sebagai sentra industri dalam rantai pasok global. 

Kota industri terintegrasi ini akan memiliki 5 cluster: Automotive Industry Park, Construction Materials
Industry Park, Consumer Electronics, Logistic Service, dan cluster khusus untuk UKM dan Inovasi (SME
and Innovation).

SIARAN PERS

Industri Makanan dan Minuman Dorong Pemerataan Nasional

Industri makanan dan minuman (mamin) dinilai mampu menjadi instrumen yang berperan mendorong pemerataan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sektor maminskala besar diharapkan memperkuat
pendalaman struktur dan rantai nilai industrinya melalui kemitraan strategis dengan sektor skala kecil dan menengah.

“Hal ini sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo bahwa program pemerataan di Indonesia, menjadi sangat penting.
Salah satunya kami memacu lewat partnership di sektor mamin, karena selain makin menguatkan struktur industrinya,
juga akan mendorong penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto
pada Breakfast Meeting dengan tema Menjaga Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman untuk Menunjang
Perekonomian Nasional di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (7/2).

Menperin mengungkapkan, potensi industri mamin dalam negeri cukup besar, bahkan pertumbuhannya hampir dua
kali dari pertumbuhan ekonomi nasional. “Rata-rata per tahun, industri mamin tumbuh 9,5persen, sedangkan ekonomi
lima persen,” ujarnya. Industri mamin juga memiliki daya saing kuat danpemainnya beragam. “Tidak ada pelaku yang
mendominasi. Supply chain-nya tidak terganggu mulai bahanbaku, produksi, sampai ke konsumen. Makanya, IKM
mamin yang di daerah hidup,” tambah Airlangga.

Untuk makin meningkatkan pertumbuhan dan struktur industri mamin nasional, Airlanga menegaskan, pihaknya
mendorong agar sektor prioritas ini ikut berperan mendukung program pemerintah dalam pendidikan dan pelatihan
vokasi industri. “Bapak Presiden menegaskan pula bahwa pengembangan industri di Indonesia harus didorong oleh
SDM yang andal dan kompeten,” tuturnya.

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan tenaga kerja yang dimaksud, Kemenperin meminta kepada pelakuindustri mamin
untuk juga mengembangkan kemitraan dengan Sekolah Menengah Kejuruan di sekitarlokasi pabrik agar
meningkatkan kompetensi para siswa/siswi SMK tersebut. “Kami harapkan, satuindustri dapat menggaet lima SMK,
maka jumlah yang didorong untuk ikut pelatihan akan meningkat.Kalau mereka bisa bangun politeknik, kami akan
beri insentif,” paparnya.
Di samping itu, Menperin melihat, industri mamin nasional memiliki potensi untuk naik tingkat keindustry 4.0.
Menurut Menperin, dengan naik level, industri mamin dalam negeridapat mengembangkan inovasi dan teknologi
terbaru melalui kemitraan dengan industri mamin dinegara-negara maju. “Salah satu industri mamin di Jawa Timur
sudah ada yang menerapkan Industry 4.0. Dengan memanfaatkan teknologi di Industry 4.0, seperti robotic, big data
dan 3D printing, dapat menurunkan biaya produksi,” imbuhnya.

Menperin menyambut baik pertemuanpemerintah dan pelaku usaha yang diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi
aksi dalam memacupertumbuhan industri mamin nasional ke depan. “Kami mengapresiasi pelaku industri mamin yang
telahberupaya keras dan bekerja sama dengan pemerintah menjaga pertumbuhan industri yang dicapai saatini,
sehingga sektor ini menjadi penggerak utama industri nasional,” jelasnya.

Kinerja industri

Dirjen Industri Agro Panggah Susanto menyampaikan, kinerja industri mamin di Indonesia tumbuhpesat. Laju
pertumbuhan pada triwulan III tahun 2016 sebesar 9,82 persen atau diatas pertumbuhan industri sebesar 4,71 persen
pada periode yang sama.

Pertumbuhan didorong oleh meningkatnya pendapatan masyarakat, tumbuhnya populasikelas menengah yang disertai
kecenderungan pola konsumsi masyarakat yang mengarah untukmengkonsumsi produk-produk pangan olahan ready
to eat,” paparnya.

Industri mamin juga mempunyai peranan penting terutama dalam kontribusinya terhadap ProdukDomestik Bruto
(PDB) industri non migas, di mana peran subsektor industri mamin merupakan yangterbesar dibandingkan subsektor
lainnya yaitu sebesar 33,6 persen pada triwulan III tahun 2016.

Sumbangan nilai ekspor produk mamin (di luar CPO, PKO, CCO dan turunannya yang digunakan sebagai bahan
olahan non-food) pada tahun 2016 mencapai USD19 miliar,mengalami neraca perdagangan yang positif bila
dibandingkan dengan impor produk mamin pada periode yang sama sebesar USD9,64 miliar. Di samping itu, dilihat
dari perkembangan realisasi investasi, sektor industri mamin sampai triwulan III tahun 2016 sebesar Rp24 triliun
untuk PMDN dan PMA sebesar USD1,6 miliar.

Sementara itu, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengaku optimistis industri mamin
nasional akan tumbuh signifikan pada tahun 2017. Hal ini didasarkan pada tren peningkatan investasi di sektor
industri pangan tersebut. “Tahun 2017, kami yakin minimal bisa 8,5 persen,” kata Ketua Gapmmi Adhi S Lukman.

Adhi menambahkan, para pelaku industri mamin saat ini sudah mulai berekspansi melirik pasar-pasarbaru, termasuk
pasar ASEAN yang sudah mulai digarap. Untuk kawasan tersebut, ekspor tidak hanyadilakukan melalui pengiriman
produk mamin dalam kemasan, namun juga kuliner.

Perkembangan Industri di Indonesia

A. Perkembangan Industri di Indonesia.

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah
jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya. Dengan demikian,
industri merupakan bagiaan dari proses produksi. Bahan-bahan industry diambil secara langsung
maupun tidak langsung, kemudian diolah sehingga menghasilkan barang yang bernilai lebih bagi
masyarakat. Kegiatan proses produksi dalam industry itu disebut dengan peridustrian. Industry
(perindustrian) di Indonesia merupakan salah satu komponen perekonomian yang penting.
Perindustrian memungkinkan perekonomian kita berkembang pesat dan semakin baik, sehingga
membawa perubahan dalam struktur perekonomian nasional. 

     industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial Ekonomi yang mengubah sistem pencaharian
masyarakat agraris menjadi masyarakat Industri. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu
keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin
beragam (spesialisasi), gaji dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari
proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan
inovasi Teknologi.

Pada tahun 1920-an industri modern di Indonesia semuanya dimiliki oleh orang asing, walau
jumlahnya hanya sedikit. Setelah Indonesia merdeka, Tahun 1951, pemerintah meluncurkan RUP
(Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industri kecil
pribumi dan memberlakukan pembatasan industri besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan
Cina. Pada tahun 1957 sektor industri mengalami stagnasi dan perekonomian mengalami masa
teduh, pada tahun 1960-an sektor industri tidak berkembang. Perkembang sektor industri sejak orde
baru Akibat karena situasi polotik yang bergejolak, juga disebabkan kurangnya modal dan tenaga
ahli yang terampil. Pemberlakuan dua undang-undang baru, PMA tahun 1967 dan PMDN tahun
1968 ternyata mampu membangkitkan gairah sektor industri.

B. Masalah Keterbelakangan Industrialisasi di Indonesia.

Keadaan sektor industri selama tahun 1950-an dan 1960-an pada umumnya tidak
menggembirakan karena iklim politik pada waktu yang tidak menentu. Kebijakan perindustrian
selama awal tahun 1960-an mencerminkan filsafat proteksionalisme dan eatisme yang ekstrim,
dengan akibat kemacetan produksi. Sehingga produksi sektor industri praktis tidak berkembang
(stagnasi). Selain itu juga disebabkan karena kelangkaan modal dan tenaga kerja ahli yang
memadai.

Perkembangan sektor industri mengalami kemajuan yang cukup mengesankan pada masa
PJP I, hal ini dapat dilihat dari jumlah usaha, tenaga kerja yang di serap, nilai keluaran yang
dihasilkan, sumbangan devisa dan kontribusi pembentukan PDB, serta pertumbuhannya sampai
terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.

faktor-faktor pembangkit industry di Indonesia antara lain

·        Struktur organisasi


Dilakukan inovasi dalam jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor .
Sebagai pihak yang membawa,mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi.
·        Ideologi
Perlu sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan suatu teknologi apakah
menganut tecno-nasionalism,techno-globalism, atau techno-hybrids.
·        Kepemimpinan
Pemimpin dan elit politik Indonesia harus tegas dan cermat dalam mengambil keputusan. Hal
ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dalam negeri maupun luar negeri
Faktor-Faktor yang dapat menghambat perkembangan perindustrian adalah:

·        Keterbatasan teknologi


Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektivitas dan
kemampuan produksi.
·        Kualitas sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan
mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru.
·        Keterbatasan dana pemerintah
Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan
infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi.

Industrialisai di Indonesia mengalami kemunduran mulai dari semenjak krisis Ekonomi


terjadi di tahun 1998, hal ini terjadi karna suhu politik yang tidak stabil pada saat itu. Akan tetapi
kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan Investasi pada
industri dalam negeri, tetapi indonesia lebih memfokuskan kepada penyerapan barang hasil produksi
industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia
untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk luar.

C. Kebijakan Industrialisasi.

Pemerintahan orde baru melakukan perubahan-perubahan besar dalam kebijakan perindustrian. Ada
tiga aspek kebijakan ekonomi orde baru yang menumbuhkan iklim lebih baik bagi pertumbuhan
sektor industri. Ketiga aspek tersebut adalah:

1.                  Dirombaknya sistem devisa. Sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas dan lebih
sederhana.
2.                  Dikuranginya fasilitas-fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara, dan
kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor swasta bersama-sama dengan
sektor BUMN.
3.                  Diberlakukannya undang-undang penanaman modal asing (PMA).
Dalam implementasinya ada empat argumentasi basis teori yang melandasi suatu kebijakan
industrialisasi, yaitu :
·                    Keunggulan komperatif
Negara-negara yang menganut basis teori keunggulan komperatif (comparative advantage)
akan mengembangkan sub sektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif
baginya.
·                    Keterkaitan industrial
Negara-negara yang bertolak dari keterkaitan industrial (industrial linkage) akan lebih
mengutamakan pengembangan bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.
·                    Penciptaan kesempatan kerja
Negara yang industrialisasinya dilandasi argumentasi penciptaan lapangan kerja
(employment creator) niscaya akan lebih memprioritaskan pengembangan industri-industri yang
paling banyak tenaga kerja. Jenis industri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri padat
karya dan indsutri-industri kecil.
·                    Loncatan teknologi
Negara-Negara yang menganut argumentasi loncatan teknologi (teknologi jump) percaya
bahwa industri-industri yang menggunakan tehnologi tinggi (hitech) akan memberikan nilai tambah
yang sangat baik, diiringi dengan kemajuan bagi teknologi bagi industri-industri dan sektor lain.
D. Peranan Sektor Industri Indonesia .
Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia setelah sektor
pertanian. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia sampai
tahun 1999. Bahkan sejak tahun 1991 peran sektor industri mampu menjadi sektor utama dengan
mengalahkan sektor pertanian.

Di Indonesia industri dibagi menjadi empat kelompok,berdasarkan tenaga kerja yang terlibat :

1.      Industri rumah tangga


Industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.

2.      Industri Kecil

Industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 10 orang, misalnya industry rumah tangga.

3.      Industri Menengah

Industri yang menggunakan tenaga kerja antara 5-10 orang. Modal usahanya sudah besar, misalnya
dalam bentuk CV dan PT.

4.      Industri Besar

Industri yang menggunakan lebih dari 50 orang, dan antara pemimpin perusahaan dan karyawannya
tidak saling mengenal. Modal usaha jauh lebih besar dan penjualan hasil produksinyapun lebih luas.

Perindustrian di Indonesia telah berkembang pesat. Namun perindustrian yang telah maju
tersebut tampaknya malah menjadi malapetaka bagi sektor pertanian. Dengan semakin banyaknya
pabrik yang berdiri di setiap daerah bahkan daerah pedesaan telah menggusur lahan-lahan pertanian
produktif yang jika tetap digunakan dapat menghasilkan komoditas pertanian yang unggul. Selain
itu hujan asam yang timbul akibat adanya pencemaran dari gas-gas beracun yang tersebar di udara
oleh pabrik-pabrik tersebut dapat merusak tanaman dan tanah sehingga hasil yang didapat sangat
tidak bagus bahkan kurang baik jika dikonsumsi oleh manusia.

E. Dampak Industrialisasi di Indonesia.

Berikut ada beberapa dampak positif dari pembangunan industri:

a.        Menambah penghasilan penduduk.


b.       Menghasilkan aneka barang.
c.        Memperluas lapangan pekerjaan.
d.       Mengurangi ketergantungan dengan negara lain.
e.        Memperbesar kegunaan bahan mentah.
f.         Bertambahnya devisa negara.

Berikut dampak negatif dari pembangunan industri:

a.               Terjadinya arus urbanisasi.


b.               Terjadinya pencemaran lingkungan.
c.               Adanya sifat konsumerisme.
d.               Lahan pertanian semakin kurang.
e.               Cara hidup masyarakat berubah.
f.                Limbah industri menyebabkan polusi tanah.
g.               Terjadinya peralihan mata pencaharian.

SUKOHARJO - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan industri di Jawa Tengah mengalami
kemajuan pesat selama lima tahun terakhir. Pasalnya perintah daerah membuka kran seluas-luasnya untuk
masuknya investasi.

"Salah satunya adalah beberapa perusahaan yang selama ini berada di wilayah Jabodetabek memindahkan
operasionalnya di Jawa Tengah," jelas Ganjar Pranowo, Kamis (22/3/2018).

Selain itu sebut Ganjar, majunya perindustrian di Jawa Tengah selain karena semakin banyaknya investasi
yang masuk juga terkait adanya reformasi birokrasi, terutama di bagian perizinan.

Semakin mudahnya birokrasi perizinan, pemerintah juga membangun zonasi industri sesuai produksinya.
Misalkan kawasan Semarang Raya untuk industri dan pengolahan, Solo Raya untuk industri kreatif, dan
Kedu hingga Banyumas untuk perkebunan.

Dengan penataan teritorial tersebut, semua akan terjaga mulai dari aspek lingkungan hingga administrasinya.
Hal ini juga menyelesaikan masalah investor yang kesulitan masalah perizinan dan pencarian lahan.

"Sesuai perintah Presiden Jokowi, kita permudah perizinan. Mudah, cepat, dan murah. Jika investor masuk
ke kawasan industri, perizinan cukup tiga jam selesai. Jika luar kawasan industri, harus mengurus semua
dari awal. Sedangkan untuk promosi kita juga mendatangi duta besar dari negara sahabat agar investasi
masuk," tukas Ganjar.

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan meluncurkan program Making Indonesia 4.0
yang merupakan peta jalan (roadmap) pada April 2018. Melalui roadmap tersebut nantinya akan
memberikan arahan yang jelas mengenai strategi untuk mengahadapi industri 4.0.

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, untuk menuju industri 4.0 sektor industri
nasional perlu banyak pembenahan terutama dalam aspek teknologi. Pasalnya, penguasaan teknologi bisa
menjadi kunci utama untuk menentukan daya saing Indonesia di era industri 4.0.

Sebagai contohnya adalah bagaimana seluruh negara dunia mulai menguasai teknologi-teknologi seperti
Internet of Things, Big Data, Cloud Computing Artificial Intelegensi, Mobility, Virtual dan Augmantes
Reality. Semuanya harus bisa disesuaikan untuk kemajuan era industri 4.0.

"Setiap negara saling berebut untuk meningkatkan giatkan daya saingnya di kancah industri global. Dalam
kaitannya dengan industri 4.0 dimana sangat terkait dengan penyediaan infrastruktur dan teknologi
informasi dan komunikasi. Maka akan jadi pertanyaan dan tantangan besar yang harus mampu kita jawab
bersama," ujarnya dalam acara Breakfast Meeting di Kantor Kementerian Perinduatrian, Jakarta, Selasa
(20/3/2018).

Lebih lanjut Airlangga menyatakan, dalam rangka menghadapi industri 4.0 , Indonesia juga perlu
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)nya. Karena menurutnya, jika tidak ditingkatkan, maka
industri Indonesia akan semakin tertinggal dari negara-negara lainya.

Namun untuk kualitas SDM, Airlangga meyakini jika Indonesia akan bisa menyesuaikan dengan revolusi
industri 4.0. Pasalnya, dirinya menyebut jika Indonesia memiliki banyak universitas maupun politeknik yang
menjadi sumber daya manusia berbahan potensial dibandingkan negara-negara lainya.
"Jika tidak melakukan peningkatan kemampuan dan daya saing di sektor (industri) prioritas, kita bukan saja
tidak akan mampu mencapai aspirasi, namun akan digilas oleh negara negara lain yang lebih siap di pasar
global maupun domestik," jelasnya.

 Oleh karenanya lanjut Airlangga, dirinya meminta dukungan semua pihak dalam mengimplementasikan
revolusi industri 4.0 ini. Karena menurutnya tanpa dukungan semua pihak revolusi ini tidak akan jalan
dengan baik.

"Marilah kita melihat hal apa yang yang dibutuhkan dan dapat di fasilitasi oleh pemerintah selaku pembuat
kebijakan sektor prioritas industri 4.0 kita dapat mengadopsi industri 4?0 secara optimal termasuk juga
menarik ide-ide cemerlang untuk dapat mengatasi dampaknya," ucapnya.

Airlangga menambahkan, ada lima sektor industri yang akan menjadi fokus dalam menghadapi industri ke
empat atau yang biasa disebut 4.0. Kelima industri tersebut yakni, makanan dan minuman (Food And
Beverages/F&B), automotif, elektronik, kimia dan tekstil.

"Tentu sektor-sektor yang akan menjadi tulang punggung untuk mencapai aspirasi yang besar tersebut
adalah sektor-sekotri yang daya ungkitnya terhadap capaian aspirasi cukup besar,"jelasnya.

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan mengimplementasikan revolusi industri pada


generasi keempat (4.0). Sebagai langkah awal, Kemenperin akan meluncurkan roadmap yang akan
diluncurkan pada bulan April 2018 mendatang.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, adanya revolusi industri 4.0 memiliki potensi luar
biasa dalam merombak aspek industri. Bahkan diyakininya, dengan adanya revolusi industri ini juga bisa
mengubah berbagai aspek dalam kehidupan manusia.

"Kita melihat banyak negara, baik negara maju maupun negara berkembang menyerap pergerakan ini ke
dalam agenda nasional mereka dalam rangka merevolusi strategi industri untuk meningkatkan daya saing
negara mereka dalam pasal global," ujarnya dalam acara Breakfast Meeting di Kantor Kementerian
Perinduatrian, Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Airlangga menambahkan, ada lima sektor industri yang akan menjadi fokus dalam menghadapi industri
keempat atau yang biasa disebut 4.0. Kelima industri tersebut yakni, makanan dan minuman (Food And
Bevarage/F&B), automotif, elektronik, kimia dan tekstil.

"Tentu sektor-sektor yang akan menjadi tulang punggung untuk mencapai aspirasi yang besar tersebut
adalah sektor-sekotri yang daya ungkitnya terhadap capaian aspirasi cukup besar,"jelasnya.

Menurut Airlangga, dengan adanya revolusi industri 4.0 maka pemerintah akan menuju 10 besar negara
dengan ekonomi tertinggi di 2030 yang didorong sektor industri. Pasalnya, pada tahun 2030 dengan adanya
industri 4.0 maka angka ekspor industri Indonesia bisa mencapai 10%.

"Sektor-sektor prioritas adalah sektor yang kita percaya apabila dilakukan implementasi industri 4.0 dengan
benar akan dapat membawa capaian aspirasi yang telah kita tetapkan (pertumbuhan ekonomi nomor 10
dunia dan ekspor industri meningkat)," jelasnya.

Selain itu lanjut Airlangga, adanya revolusi industri 4.0 tidak akan menggerus tenaga kerja. Justru revolusi
industri 4.0 juga diyakini akan bisa meningkatkan dua kali lipat produktivitas tenaga kerja sehingga
kedepannya bisa menjadi lebih efisien.

Sebagai salah satu contohnya, dalam melakukan pemotongan agar lebih cepat, tenaga kerja akan
menggunakan tenaga robotik. Hal serupa terjadi saat teknologi komputeruncul pada era 90-an.
"Aspirasi tersebut adalah lompatan yang besar. Kerja keras yang luar biasa perlu didukung oleh segenap
pemangku kepentingan yang ada," jelasnya. Oleh karenanya lanjut Airlangga, dirinya meminta dukungan
semua pihak dalam mengimplementasikan revolusi industri 4.0 ini. Karena menurutnya tanpa dukungan
semua pihak revolusi ini tidak akan jalan dengan baik. "Marilah kita melihat hal apa yang yang dibutuhkan
dan dapat di fasilitasi oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan sektor prioritas industri 4.0 kita dapat
mengadopsi industri 4?0 secara optimal termasuk juga menarik ide-ide cemerlang untuk dapat mengatasi
dampaknya," ucapnya.

JAKARTA - Pemerintah mencatat, sepanjang tahun lalu atau hingga 14 Desember 2017, komitmen
investasi baru yang masuk ke Indonesia mencapai USD42,6 miliar dengan sejumlah 1.054 proyek. Capaian
ini mengalami kenaikan sebesar 23,7% dibanding tahun 2016.

“Pemerintah terus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif serta memberikan kemudahan berbisnis
di dalam negeri agar para investor meningkatkan penanaman modalnya di Indonesia dalam membangun
perekonomian nasional yang lebih inklusif dan berkualitas,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto
di Jakarta, Jumat (12/1/2018). Sektor perindustrian memberikan kontribusi tertinggi terhadap realisasi
investasi di sektor ini mencapai USD21,6 miliar dengan 256 proyek. Sementara itu, sektor pariwisata
menyumbang sebesar USD17 miliar dengan 159 proyek, pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR)
USD1,2 miliar dengan 98 proyek.

Selanjutnya, sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) USD1,18 miliar dengan 32 proyek,
perdagangan USD920 juta dengan 427 proyek, dan pertanian USD27 juta dengan 22 proyek, serta sektor
lainnya sebesar USD43 juta dengan 60 proyek. Menperin menegaskan, pihaknya bersama pemangku
kepentingan terkait terus bersinergi untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi di sektor
industri, antara lain melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif dan kepastian hukum, penggunaan
teknologi terkini untuk mendorong peningkatan mutu, efisiensi dan produktivitas, serta pemberian fasilitas
berupa insentif fiskal.

Selanjutnya, didukung dengan ketersediaan bahan baku, harga energi yang kompetitif, sumber daya manusia
(SDM) kompeten, serta kemudahan akses pasar dan pembiayaan. “Pertumbuhan konsumsi juga perlu dijaga
dan kembali ditingkatkan agar permintaan terhadap produk-produk industri semakin meningkat,” imbuhnya.
Peningkatan komitmen investasi baru ini didasari Perpres Nomor 91 Tahun 2017 tentang Peraturan
Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Di samping itu juga berkat kolaborasi dua Satuan Tugas (Satgas), yaitu
Satgas Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) dan Satgas Percepatan Pelaksanaan Berusaha (PPB).

Agar pelaksanaan investasi dan kemudahan berusaha di Indonesia bisa terealisasi dengan efektif, kedua
satgas tersebut mengubah seluruh proses investasi dan usaha di Indonesia menjadi online dan terintegrasi.
Menperin menargetkan, pada tahun 2018, nilai investasi yang bisa ditarik dari 13 kawasan industri akan
mencapai Rp250,7 triliun. “Pemerintah telah memberikan kemudahan berinvestasi di dalam kawasan
industri, antara lain melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal serta pembentukan satgas untuk
penyediaan gas, listrik, air, SDM, lahan, tata ruang, dan lain-lain,” jelasnya.

Sementara itu, menurut Menperin, proyeksi investasi di industri secara keseluruhan sektor manufaktur pada
tahun ini sebanyak Rp352 triliun. “Dengan adanya investasi di sektor industri, tercipta lapangan kerja baru
dan multiplier effect seperti peningkatan nilai tambah dan penerimaan devisa dari ekspor. Oleh karenanya,
industri menjadi penunjang utama dari target pertumbuhan ekonomi,” tukasnya.

Anda mungkin juga menyukai