Anda di halaman 1dari 25

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/340183187

Penanganan Hasil Perikanan: Karateristik Mutu Ikan Segar

Presentation · March 2020


DOI: 10.13140/RG.2.2.17309.67049

CITATIONS READS

0 3,464

1 author:

Belvi Vatria
Politeknik Negeri Pontianak
19 PUBLICATIONS   21 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Fisheries 01 View project

All content following this page was uploaded by Belvi Vatria on 26 March 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


2.1. Karateristik Umum
 Ikan adalah produk yang mudah rusak (perishable product)
oleh karena itu harus ditangani dengan baik

 Mutu ikan adalah karateristik menyeluruh dari ikan


(fisika,biologi,kimia) yang dapat memberikan kepuasan
konsumen. Setiap konsumen memiliki kriteria tertentu dalam
menentukan mutu ikan sesuai kebutuhannya
 Mutu ikan segar terbagi menjadi dua yaitu, mutu intrinsik dan mutu
ekstrinsik:
 Mutu intrinsik adalah sejumlah parameter yang melekat atau
dibawa secara alami dan genetik pada ikan yang baru ditangkap
(segar). Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain: spesies
ikan, ukuran ikan komposisi kimia (nilai gizi), kontaminasi polutan,
toksin alami ikan

 Mutu ekstrinsik adalah mutu ikan yang dihasilkan akibat pengaruh


faktor luar, baik secara alami maupun karena campur tangan
manusia, setelah ikan ditangkap/dipanen seperti: kemunduran
mutu, kerusakan fisik ikan,, kontaminasi bakteri pathogen,
kontaminasi lainnya
1. Mutu Intrinsik
 Spesies ikan: Perbedaan jenis ikan akan mempengaruhi penilaian
mutu ikan oleh konsumen. Di daerah tertentu (Jepang) ikan tuna lebih
disukai dibanding jenis ikan lainnya. Jenis Ikan yang rasanya lebih
lezat akan dianggap bermutu lebih baik dan berharga lebih mahal.
Misalnya lobster akan dianggap lebih bermutu dibanding jenis
crustacea lainnya

 Ukuran ikan: Biasanya ikan yang lebih besar dianggap lebih lebih
bermutu dan lebih mahal dibanding ikan yang berukuran lebih kecil
yang sejenis. Ikan berukuran lebih besar biasanya lebih banyak daging
yang dapat dimakan
 Komposisi kimia: Setiap jenis ikan memiliki nilai gizi yang
berbeda terutama kadar protein, lemak dan air. Jenis ikan
yang kandungan gizinya lebih tinggi cenderung dianggap lebih
bermutu, terutama yang mengandung Omega-3

 Kontaminasi Polutan: Ikan yang sudah terkontaminasi oleh


polutan maka dianggap mutunya kurang baik. Kontaminasi
oleh polutan akibat pembuangan limbah industri kesungai,
danau, dan laut yang akhirnya menghasilkan residu di dalam
tubuh ikan yang dapat membahayakan kesehatan manusia,
antara lain:
 logam berat (merkuri, kadmium, timah hitam, selenium,
timbal, arsenik)
 pestisida (aldrin, dieldrin, benzen heksaklorida (BHC),
poliklorinated bifenil (PCB))
 Residu antibiotik (klorafenikol, malachite green,nitrofuran)
 Seperti kasus “minamata” Jepang, dari 798 orang terpapar
menyebabkan 107 orang meninggal karena mengkonsumsi
ikan yang tercemar merkuri. Demikian juga ikan yang
ditangkap di Teluk Jakarta sebagian besar sudah tercemar
logam berat akibat limbah industri
 Toksin Alami Ikan: beberapa jenis ikan mengandung toksin
alami pada tubuhnya hal ini mempengaruhi penilaian mutu
jenis ikan tersebut. Ikan yang mengandung toksin alami, antara
lain:
 Ikan buntal (roe, puffer fish atau fugu) mengandung
tetrodotoxin (TTX)
 Ikan karang mengandung toksin ciguatera (CTX)
 Kekerangan mengandung toksin Paralytic Shellfish
Poisoning (PSP), Diarethic Shellfish Poisining (DSP), Amnesic
Shellfish Poisining (ASP), Neurotic Shellfish Poisining (NSP)
2. Mutu Ekstrinsik

 Kemunduran mutu: Ikan adalah produk yang mudah rusak


(perishable product) oleh karena itu harus ditangani dengan
baik. Jika tidak ditangani dengan baik setidaknya dalam waktu
2-7 jam ikan akan mengalami kemunduran mutu.
Kemunduran mutu ikan tersebut disebabkan oleh proses
enzimatis dan bakteriologi. Tingkat kesegaran ikan
mempengaruhi penilaian mutu ikan oleh konsumen

 Kerusakan fisik ikan: Berbagai kerusakan pada ikan dapat


disebabkan oleh kecerobohan dan kelalaian manusia, yang
sesungguhnya dapat dicegah. Pada saat penanganan ikan,
harus dicegah kerusakan ikan (misalnya terluka) karena
peralatan, es, benturan, gesekan antar ikan, penumpukan
ikan, terinjak dan perlakuaan kasar lainnya
 Kontaminasi bakteri pathogen: Pananganan ikan yang tidak
memperhatikan sanitasi dan higiene dapat membuat ikan
terkontaminasi bakteri pathogen (menimbulkan penyakit) yang
berbahaya bagi kesehatan manusia jika mengkonsumsinya,
antara lain:
 Bakteri pathogen: Salmonella, Echerichia coli, Vibrio
paraaemolyticcus, Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus,
Clostridium botullinum, Listeria monochytogenes
 Parasit: Nematoda, Cestoda,Trematoda

 Kontaminasi lainnya: Penanganan ikan yang kurang baik juga


dapat menyebabkan ikan terkontaminasi sehingga tidak layak
untuk dikonsumsi:
 Pelumas, minyak, bahan pembersih (sabun, saniter,
disinfektan),
 Bahan pengawet (formalin),
 Kontaminasi fisik seperti serpihan kaca, kayu, plastik, dan
sebagainya,
2.2. Kesegaran Ikan
 Ikan segar adalah ikan yang belum mengalami perlakuan
pengawetan kecuali pendinginan (chilling) (SNI 2729:2013:
Ikan Segar)
 Ikan yang sangat segar relatif mempunyai ciri yang sama
seperti ikan hidup (rupa, rasa, bau, dan teksturnya):
 Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami
proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut
 Ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupun
kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika
ditangkap
 Faktor yang mempengaruhi kesegaran ikan:
1. Daerah Penangkapan/panen: letak geografis, kondisi lingkungan
perairan, adanya cemaran polutan pada daerah-daerah tertentu
2. Cara penangkapan/pemanenan dan pendaratan ikan: cara ikan
mati, Jarak pengangkutan dаrі tempat penangkapan/pemanenan
kе tempat pendaratan
3. Cara penanganan pasca tangkap/panen hasil perikanan:
peralatan уаng digunakan, penggunaan bahan-bahan pendingin
(es). cara penyimpanan, pengangkutan, dan lain-lain
4. Keadaan cuaca/suhu: kondisi cuaca (musim kemarau/hujan,
suhu lingkungan)
 Empat tingkat kesegaran ikan:
1. Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima) yaitu ikan yang baru
saja ditangkap dan baru mengalami kematian. ciri-ciri ikan pada kondisi
ini adalah mata merah, bola mata menonjol, kornea jernih, insang
berwarna merah dan jernih, serta sayatan daging cemerlang
2. Ikan yang kesegarannya masih baik (advanced) yaitu ikan yang kondisi
masih baik, namun tidak sesegar ikan yang masih prima
3. Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang) yaitu ikan yang
memiliki kondisi bola mata yang mulai cekung, kornea keruh, insang
mulai berlendir,daging mulai lembek dan warna mulai pudar
4. Ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk) yaitu ikan yang memiliki kondisi
sudah busuk dengan tanda-tanda sisik mudah lepas dan sudah
memberikan bau busuk sehingga sudah tidak layak dikonsumsi
 Ciri-ciri ikan segar
1. Kenampakan luar: pada ikan yang masih segar kenampakan luar
terlihat cemerlang, tidak suram, normal, tidak cacat.
2. Keadaan mata: pada ikan yang masih segar mata terlihat jernih,
cerah, dan cembung
3. Sisik: untuk sisik pada ikan yang segar, sisiknya masih melekat
kuat dan tidak mudah lepas dari tubuhnya.
4. Insang: pada ikan yang masih segar warna insang merah cerah
dan sedikit lendir
5. Keadaan daging: warna sepesifik dan terang, padat, elastis jika
ditekan dengan jari maka bekasnya akan segera kembali, lentur
apabila dibengkokkan, maka setelah dilepas segera akan kembali
lagi ke bentuk semula
6. Kulit dan lendir, pada permukaan tubuhnya belum terdapat lendir
yang menyebabkan kenampakan ikan menjadi kusam dan tidak
menarik.
7. Aroma: pada ikan segar beraroma segar dan spesifik jenis
2.3. Kemunduran Mutu Ikan Segar
 Mutu bahan baku ikan sangat menentukan mutu produk akhir
ikan hasil olahan, semakin baik mutu bahan baku maka
semakin besar peluang untuk menghasilkan produk akhir yang
bermutu baik
 Hampir dipastikan tidak akan dapat memperoleh mutu produk
akhir yang tinggi jika mutu bahan bakunya rendah
 Sampai saat ini belum ada teknologi pengolahan yang dapat
menghasilkan produk akhir bermutu tinggi dari bahan baku
bermutu rendah
 Oleh karena itu hal yang dapat dilakukan adalah
mempertahankan mutu bahan baku ikan sehingga tetap
terjaga kesegarannya sampai di olah lebih lanjut
 Terdapat tiga fase perubahan mutu ikan setelah mati, yaitu:
1. Pre-rigor
2. Rigor Mortis
3. Post Rigor
Fase Perubahan Mutu Ikan Setelah Mati
1. Pre-Rigor

 Tahap pre-rigor ini ikan masih sangat segar memiliki rupa,


bau, rasa,tekstur seperti ikan baru mati dan mendekati kondisi
ikan hidup
 Tahap pre-rigor merupakan perubahan yang pertama kali
terjadi setelah ikan mati. ketika ikan mati peredaran darah
berhenti pasokan oksigen untuk metabolisme (siklus
kehidupan dalam tubuh) juga terhenti.
 Namun meski sudah mati proses enzimatis yang sebenarnya
sudah ada sejak ikan tersebut hidup tetap berlangsung,
bedanya saat ikan mati proses enzimatis tersebut tidak
terkendali hingga menyebabkan perubahan biokimiawi yang
sangat besar dalam tubuh ikan, salah satu tandanya terjadi
pelepasan lendir yang menyelimuti tubuh ikan (hipermia) yang
semakin lama semakin banyak (2-4 jam) sehingga menjadi
tempat tumbuh bakteri pembusuk yang sangat ideal.
 Pada tahap pre-rigor ini otot ikan masih lentur dan lemas
2. Rigor Mortis
 Tahap rigor mortis ini berlangsung kurang lebih 5 jam, dalam kondisi
tersebut ikan masih cenderung sangat segar, ditandai dengan tubuh
ikan yang kejang setelah ikan mati (rigor-kaku, mortis-mati)
 Tahap rigor mortis ini terjadi fase perubahan struktur kimiawi ikan oleh
enzim yang terdapat pada tubuh ikan yang disebut proses autolisis
 Ada suatu senyawa didalam tubuh ikan yang disebut adenosine trifosfat
(ATP), ini merupakan sumber energi yang digunakan untuk kegiatan
fisik ketika hidup
 Ketika ikan sudah mati kondisi tubuh ikan menjadi anaerob (tanpa
Oksigen) dan ATP terurai oleh enzim yang ada dalam tubuh ikan
dengan cara melepaskan energi bersamaan dengan terjadinya
perubahan biokimiawi yang menyebabkan bagian protein otot (aktin
dan Miosin ) berkotraksi sehingga tubuh ikan menegang dan kaku
 Kemudian bersamaan dengan itu pula karboidrat dalam tubuh ikan
yang berbentuk glikogen terurai menjadi asam laktat (proses
glikolisis), asam laktat ini menurunkan pH sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk
 Disisi lain enzim proteolitik (katepsin) dalam tubuh ikan yang berfungsi
menguraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana,
merombak struktur jaringan otot menjadi senyawa yang lebih longgar
sehingga rentan terhadap serangan bakteri
 Selain menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, proses enzimatis
dalam batas tertentu justru menguntungkan sebab penguraian ATP
menjadi AMP (adenosine monofosfat) atau IMP (inosine monofosfat)
akan menghasilkan rasa gurih karena kedua senyawa tersebut
termasuk flavour enhancer (pemberi rasa sedap) dan jumlahnya
mencapai maksimum pada puncak rigor mortis.
 Terurainya protein menjadi asam amino tertentu juga memberikan
rasa lezat, misalnya asam glutamate yang gurih atau glisin yang
manis. Asam amino bebas seperti itu sebenarnya sudah ada dalam
daging ikan sejak ikan hidup, namun jumlahnya dapat meningkat
pada fase rigor mortis.
 Pada tahap lebih lanjut proses autolisis juga menghasilkan senyawa-
senyawa hipoksantin yang menyebabkan rasa pahit
 Faktor yang mempengaruhi lamanya fase rigor mortis yaitu jenis ikan,
suhu, penanganan sebelum pemanenan, kondisi stress pra-kematian,
kondisi biologis ikan, dan suhu penyimpanan pre-rigor
3. Post Rigor
 Pada tahap post rigor ini fase yang dominan adalah proses perusakan
(dekomposisi) ikan secara bakteriologis dan terjadinya oksidasi lemak
 Pada tahap ini ikan yang tadinya kaku menjadi lemas kembali karena
struktur otot menjadi senyawa yang lebih longgar, dengan longgarnya
struktur otot tersebut ditambah kondisi-kondisi hasil dari proses
enzimatis lainnya semakin memudahkan bakteri pembusuk tumbuh
dan berkembang, sehingga pada tahap ini pertumbuhan bakteri
sangat cepat
 Sebenarnya bakteri sudah mulai ada dalam tubuh ikan sejak ikan itu
hidup (kulit, insang,saluran pencernaan) dan ketika ikan itu mati baru
bakteri itu melakukan perusakan (dekomposisi) tapi kerusakan yang
paling dasyat dilakukan bakteri setelah proses enzimatis berlangsung
dimana proses tersebut menyediakan media ideal untuk bakteri
tersebut tumbuh
 Begitu perusakan tersebut diambil alih oleh bakteri hingga terbentuk
senyawa-senyawa yang menyebabkan perubahan bau, rasa,dan
penampakan serta bersifat racun sampai terakumulasi dalam jumlah
yang tinggi, ikan dapat disebut mulai busuk, salah satu tanda dari
proses perusakan bakteri tersebut menyebabkan ikan menjadi lembek
dan bau
 Perubahan mutu karena oksidasi
 Perubahan mutu pada ikan dapat juga terjadi karena proses
oksidasi lemak yang menyebabkan timbulnya aroma tengik
(rancidity). Rancidity merupakan kerusakan atau perubahan bau
dan flavor dalam lemak ikan
 Proses oksidasi lemak ini terus terjadi meskipun ikan disimpan
dalam keadaan dingin atau dalam beku, lemak (tak jenuh) akan
terus teroksidasi dan perlahan menjadi tengik
 Mencegah proses oksidasi adalah dengan mengusahakan sekecil
mungkin terjadinya kontak antara ikan dengan udara bebas
disekelilingnya dengan cara menggunakan ruang hampa udara
atau antioksidan
 Bau tengik ini dapat merugikan karena dapat menurunkan mutu
produk akhir dan harga jualnya
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta (ID). Bumi Aksara
Huss H. H. 1995. Quality and quality changes in fresh fish. Rome (IT). FAO
Irianto H. E, Sri Giyatmi S. 2015. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (Edisi 2).
Tangerang (ID). Universitas Terbuka
Muchtadi D. 2012. Pengolahan Hasil Perikanan. Tangerang (ID). Universitas Terbuka
PUSDIK-KKP. 2019. Bahan Baku Olahan Hasil Perikanan. Tersedia pada:
http://www.pusdik.kkp.go.id/elearning/index.php/modul/kompetensi/190116
-114410bahan-baku-olahan-hasil-perikanan
SNI 2729:2013. Ikan Segar.BSN

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai