Dosen Pengampu:
Ns. Dody Setyawan ,M.Kep.Sp.Kep
Disusun Oleh:
Kelas A.16.2
Kelompok 9
Kasus 3
Desa M mengalami bencana tanah longsor satu minggu yang lalu yang mengakibatkan
tertimbunnya 2 rumah warga dan korban jiwa sebanyak 3 orang. Tn S kehilangan seluruh
anggota keluarganya dalam musibah bencana tersebut. Saat ini Tn S merasa hidupnya tidak
berguna dan terus menyesali kenapa dirinya masih hidup. Tn S menyatakan sering dihantui
mimpi buruk dan melihat keluarganya meminta tolong kepada dirinya di dalam mimpi
sehingga ia sulit tidur. Tn S cenderung mengurung diri dan menyatakan lebih baik dirinya
ikut mati menyusul keluarganya karena mereka sedang menunggu dirinya.
DO :
1. Klien dapat bercerita kembali tentang keadaannya. Klien terkadang bercerita
dengan penuh emosional saat mengingat kilasan kejadian yang dialaminya.
2. Klien tampak sangat murung dengan keadaannya setelah bencana longsor yang
menimpa dirinya dan keluarganya.
3. Klien terlihat murung dan merenung ketika teringat kilasan tentang keluarganya
yang menjadi korban bencana longsor yang menimpanya.
4. Keserasiaan klien serasi, ketika klien bercerita tentang bencana longsor yang
dialaminya afek emosional klien sesuai dengan yang ia paparkan.
5. Klien sadar akan dirinya dan lingkungannya. Namun terkadang klien masih belum
bisa menerima apa yang telah menimpa dirinya dan keluarganya
6. Klien mengetahui namanya dan usianya. Klien mengtahui hari ini hari apa,
tanggal berapa, dan tahun berapa.
II. Pengkajian Kesehatan Mental
I. Keluhan :
Klien menyatakan bahwa dirinya belum bisa menerima kepergian seluruh anggota
keluarganya yang menjadi korban longsor tersebut. Pasien sering mengalami mimpi
buruk yang membuat nya sulit tidur. Pasien menyatakan bahwa melihat keluarganya
meminta tolong di dalam mimpinya dan pasien mengatakan lebih baik dirinya mati
saja dan ikut dengan keluarganya.
II. Status Mental :
a) Deskripsi Umum :
1. Penampilan :
Klien bernampilan berantakan tubuh bersih. Rambutnya sedikit berantakan.
Kuku pendek. Tangan klien basah, klien terlihat lemas dan murung, suara
rendah, klien tampak murung dan terlihat tertekan ketika teringat kembali
keluarganya yang menjadi korban longsor
2. Perilaku dan aktivitas psikomotorik :
Klien berjalan normal.
3. Sikap terhadap pemeriksa :
Klien tampak kurang kooperatif dan agak sulit menjawab pertanyaan dari
pemeriksa. Klien tidak fokus, klien kurang perhatian terhadap pemeriksa dan
terus merenung dengan tatapan kosong
b) Bicara :
Klien bercerita dengan pelan dan cemas tentang keadaannya. Klien terkadang
meninggikan nada bicaranya saat mengingat kilasan kejadian yang dialaminya.
Ibu :
Klien merasa sangat tertekan dan putus asa dengan keadaannya. Klien tempak
tidak ada harapan hidup karena keadaannya setelah bencana longsor yang
menimpanya dan keluarganya. Klien merasa tertekan saat berbicara tentang
kilasan bencana longsor yang terus terbayang dipikirannya.
2. Afek :
Afek luas. Klien terlihat murung ketika teringat kilasan tentang kejadian
longsor yang menimpanya dan keluarganya.
3. Keserasian :
Keserasiaan klien serasi, ketika klien bercerita tentang bencana longsor yang
dialaminya afek emosional klien sesuai dengan yang ia paparkan.
g) Daya nilai :
1. Daya nilai Sosial : Klien tidak ramah dengan orang-orang disekitarnya
2. Uji daya nilai : Klien dapat memperikirakan apa yang akan dia lakukan
ketika terjadi longsor lagi
3. Penilaian Realitas : Ketika mendengar suara gemuruh, klien beranggapan
bahwa itu longsor, padahal sebenarnya itu hanya suara dari televisi
h) Pengkajian Pola Fungsional
a. Aktifitas dan istirahat
Selama 3 bulan terakhir aktivitas fisik klien menurun.
Klien sering melamun.
Klien sering merenung seorang diri.
Klien kehilangan minat terhadap semua hal.
Klien menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau
percakapan yang berhubungan dengan trauma.
Selama 3 bulan terakhir klien mengalami gangguan tidur.
b. Integritas ego.
Merasa sangat tertekan dan sering menangis bila teringat kilasan kejadian
longsor yang pernah dialaminya.
c. Neurosensori
Selalu teringat kilasan akan peristiwa longsor yang dialaminya
Gangguan kognitif sulit berkonsentrasi.
Perubahan perilaku (murung, pesimistik, berpikir yang menyedihkan)
d. Interaksi sosial
Klien kehilangan minat untuk bersosialisasi
Menolak untuk beraktifitas sehari-hari
Menghindari orang/ tempat/ kegiatan yang menimbulkan kilasan
ingatan tentang trauma.
D. INTERVENSI
1. Spiritual Emotional Freedom Technique
Intervensi spiritual emotional freedom technique adalah suatu teknik yang
menggabungkan antara spiritualitas berupa doa, keikhlasan, dan kepasrahan dengan
energi psikologi berupa seperang-kat prinsip dan teknik memanfaatkan sistem energi
tubuh untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi, dan perilaku melalui tiga teknik
sederhana yaitu set-up, tune-in dan tapping.
Set-up adalah langkah awal yang dilakukan dalam intervensi SEFT yang
bertujuan untuk menetralisir perlawanan psikologis (psychological reversal) berupa
pikiran negatif dengan melakukan dua aktivitas yaitu mengucapkan kalimat do’a (set-
up words) seperti “Ya Allah (Ya Tuhan), meskipun saya merasa cemas karena
kehilangan keluarga saya dan merasa bersalah karena hanya saya yang selamat, saya
ikhlas menerima ini, saya pasrahkan ketenangan jiwaku pada-Mu”. Kalimat do’a ini
diucapkan sebanyak tiga kali sambil menekan dada tepatnya di bagian sore spot (titik
nyeri yang terletak di sekitar dada atas sebelah kiri, yang jika ditekan terasa sakit) atau
mengetuk dengan dua ujung jari di bagian karate chop (bagian yang biasa digunakan
untuk mematahkan balok saat karate, yang terletak di samping telapak tangan).
Tune-in adalah merasakan sakit yang dialami subjek akibat kejadian traumatis
tanah longsor dan menerimanya dengan ikhlas dan pasrah. Kemudian memikirkan atau
membayangkan kejadian traumatis tanah longsor yang dapat membangkitkan emosi
negatif yang ingin dihilangkan. Ketika terjadi reaksi negatif seperti cemas, sedih,
marah, dan takut, maka ucapkan dalam hati dan mulut “Ya Allah (Ya Tuhan) saya
ikhlas saya pasrah”.
Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu di
tubuh sambil terus melakukan tune-in. Ketukan ringan ini bertujuan untuk menetralisir
gangguan emosi atau rasa sakit yang dirasakan sehingga aliran darah dalam tubuh
berjalan dengan lancar dan seimbang [ CITATION Ulf13 \l 1033 ].
2. Terapi Perilaku Kognitif (cognitive behavioral therapy [CBT]
Saat ini, CBT dianggap paling efektif untuk mengatasi gangguan stres akut. CBT
yang dilakukan sedini mungkin bisa mencegah berlanjutnya gangguan stres akut
sehingga tidak berubah menjadi gangguan stres pascatrauma yang menimbulkan efek
jangka panjang.
CBT untuk mengatasi gangguan stres akut mampu mengubah cara pandang pasien
terhadap risiko yang ada hubungannya dengan trauma. Selain itu, CBT membantu
pasien mengatasi trauma dengan melakukan desensitisasi pemicu stres yang
terbentuk setelah pasien mengalami trauma.
Terapis akan mengajari Anda cara merespons pengalaman traumatis dari aspek
fisik, emosi, dan psikologis sehingga Anda lebih mampu mengenali pemicu dan
respons yang Anda berikan. Selain itu, terapis juga akan menjelaskan bagaimana
dan mengapa Anda membutuhkan desensitisasi melalui terapi ini.
Terapis juga akan melatih Anda melakukan teknik relaksasi yang akan diterapkan
selama mengikuti dan setelah terapi untuk mengatasi trauma. Anda akan diminta
bercerita atau berimajinasi untuk mengungkapkan lagi kejadian yang pernah Anda
alami secara verbal.
Selain itu, terapis menggunakan CBT untuk membantu mengubah cara Anda
melihat pengalaman traumatis dan mengatasi rasa bersalah jika diperlukan.
Contohnya, korban tanah longsor yang menewaskan anggota keluarganya
membuat ia menderita gangguan stres akut. Akibatnya, ia selalu merasa bersalah
dan ingin menyusul mati. Terapis akan membantu pasien mengubah pola pikir
agar ia mampu melihat kejadian tersebut dengan cara pandang yang berbeda.
E. TRAUMA HEALING
TAT (Tapas Acupressure Technique)
TAT (Tapas Acupressure Technique) adalah proses yang mudah untuk mengakhiri stres,
trauma, rasa takut (fobia), rasa menderita & untuk menciptakan rasa bahagia. TAT adalah
teknik yang baru, sederhana dan efektif untuk menciptakan rasa damai, rileks, dan sehat
dalam waktu yang singkat. Teknik ini dilakukan dengan menyentuh ringan beberapa titik
akupunktur. Menyentuh titik-titik ini dengan ringan akan memberikan efek pudarnya
trauma, sehingga pikiran dan perasaan hati yang negatif pun berkurang, terutama setelah
mengalami peristiwa yang traumatis. TAT tidak mengharuskan orang untuk mengalami
kembali atau menjalani ulang peristiwa traumanya.
TAT melepaskan dan menyembuhkan trauma masa lalu yang tersimpan di bawah sadar
dan berkaitan dengan situasi krisis saat kini. Memori trauma punya kecenderungan untuk
berkumpul dan terakumulasi, sehingga mempengaruhi individu maupun masyarakat sekitar
secara keseluruhan. TAT juga efektif untuk mencegah terjadinya trauma sekunder pada
para relawan/tenaga lapangan yang berinteraksi dengan para korban. TAT dapat digunakan
sebagai proses untuk menolong diri sendiri, menolong orang lain secara individu, dan
menolong orang lain secara berkelompok dengan seorang fasilitator TAT.
Cara melakukan posisi TAT, dengan salah satu tangan, sentuhkan dengan ringan ujung ibu
jari Anda pada sudut dalam salah satu mata Anda. Dengan ujung jari manis dari tangan
yang sama, sentuhkan dengan ringan pada sudut dalam mata yang lain. Titik tersebut ada
di ujung dalam mata dan naik ke atas sekitar 3 mm dari ujung mata dalam tersebut.
Sentuhkan dengan ringan dengan tangan yang sama, ujung jari tengah Anda di titik yang
berada di antara kedua alis dan naik ke atas kurang lebih 1 cm.
Setiap Langkah TAT biasanya sekitar 1 menit atau hingga merasa sudah selesai. Rasa
sudah selesai bisa berupa:
1) Menghela nafas lega secara spontan,
2) Rasa tidak lagi tercengkeram oleh masalah yang diatasi,
3) Perhatian yang beralih ke hal lain,
4) Sensasi energi yang lepas/bebas, atau
5) Sekedar suatu rasa bahwa proses Anda selesai. Bagi anak-anak, ini bisa selesai
dalam beberapa detik saja.
7 Langkah TAT berikut ini yang dirancang untuk penyembuhan dampak bencana:
1. Berdoa / Berniat bahwa semua orang yang terkait dengan masalah ini dapat
mencapai penyembuhan yang terbaik.
2. Dalam hati Anda, berbicaralah dengan mereka yang telah meninggal dunia akibat
bencana ini, seolah-olah seandainya Anda dapat melakukan percakapan dengan
mereka pada saat ini.
3. Dalam hati Anda, berbicaralah dengan Tuhan, seolah-olah Anda dapat bercakap-
cakap dengan Tuhan pada saat ini
4. Ini sudah Terjadi, sudah Berlalu, saya Selamat, dan sekarang saya boleh Rileks
5. Semua Tempat dalam Hidup saya, Pikiran saya, Hati Saya dan Tubuh Saya, yang
terkait dengan masalah ini sekarang disembuhkan
6. Saya maafkan semua yang saya salahkan atas peristiwa ini, termasuk diri sendiri
maupun Tuhan
7. Visualisasikan diri Anda bersama-sama mereka yang masih hidup bersama Anda,
menyatukan rasa & hati, bersyukur atas kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Muslim, R. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III: Reaksi Akut.
Yogyakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Atmajaya.