Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

2.1.1. Profile Perusahaan

Siloam Hospitals Group adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang

kesehatan, hingga saat ini Rumah Sakit Siloam menjadi penyedia jasa yang paling

berkembang dan berinofasi di Indonesia sebagai pelopor Join Commite International

(JCI). Yang menjadikan standard internasional bagi sebuah rumah sakit di dunia

Rumah Sakit Siloam menjadi satu-satunya pelopor di Indonesia dalam mendapatkan

standard JCI, hingga saat ini Rumah Sakit Siloam telah memiliki 21 cabang yang

tersebar di seluruh Indonesia.

2.1.2. Visi dan Misi

Visi:

International Quality, Scale, Reach, Godly Compassion

Misi:

The trusted destination of choice for holistic world class healthcare, health education

and research.

11
12

2.1.3. Struktur Organisasi

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Siloam Lippo Village

Sumber : Document Siloam Hospitals

2.1.4. Produk yang dihasilkan

Tipe produk pada Rumah Sakit Siloam Karawaci adalah jasa pelayanan

kesehatan yang menggunakan standard internasional sebagai acuan dalam melakukan

operasional serta tindakan medis pada proses bisnis perusahaan, dengan ketersediaan
13

tempat tidur sebanyak 277 bed serta 66 poli klinik yang dilengkapi dengan alat yang

canggih dan tenaga medis yang profesional maka Rumah Sakit Siloam menjadi salah

satu penyedia pelayanan kesehatan yang menyediakan produk pelayanan kesehatan

terbaik bagi masyarakat.

Tabel 2.1 Rawat Inap

Rawat Inap Bed


Ketersediaan tempat tidur 260
Kertersediaan tempat tidur ICU 9
Ketersediaan tempat tidur UGD 8
Total Ketersediaan Tempat Tidur 277

Tabel 2.2 Rawat Jalan

Poli Klinik Ruangan


Medical Checkup 4
Poli gizi 2
poli dental 7
poli kulit 4
poli paru, THT 4
poli Bedah 8
Poli Anak 7
Neourology 9
Kandungan 8
Poli Penyakit dalam 13
Total Ketersediaan Poli klinik 66
14

Secara keseluruhan ketersediaan produk yang dihasilkan pada rumah sakit Siloam

Karawaci adalah sebagai berikut:

Ketersediaan Rawat Inap 277

Ketersediaan Rawat Jalan 66

Ketersediaan Medical Checkup 7

Kesigapan Ambulance 6

Jumlah Produk 356

2.2. Electronic Medical Record (EMR)

“Electronic Medical Record (EMR): an electronic sistem automate paper-base

medisal record”. Electronic Medical Record (EMR) atau sering dikenal Rekam

medis elektronik, merupakan catatan medis pasien dalam format elektronik tentang

informasi kesehatan seseorang yang dituliskan oleh satu atau lebih petugas kesehatan

secara terpadu. Rekam medis elektronik bisa diakses dengan komputer atau sistem

elektronik dari suatu jaringan, dengan tujuan utama menyediakan atau meningkatkan

perawatan serta pelayanan kesehatan yang efesien dan terpadu Heinzer, M (2010).

Rekam medik elektronik merupakan catatan rekam medik

pasien seumur hidup pasien dalam format elektronik tentang informasi keseha

tan seseorang yang dituliskan oleh satu atau lebih petugas kesehatan secara

terpadu dalam tiap kali pertemuan antara petugas kesehatan dengan klien. Rekam

Medis elektronik bisa diakses dengan komputer dari


15

suatu jaringan dengan tujun utamamenyediakan atau meningkatkan perawatan ser

ta pelayanan kesehatan yang efesien dan terpadu Potter & Perry (2009).

Rekam medik elektronik (rekam medik berbasis-komputer) adalah gudang

penyimpanan informasi secara elektronikmengenai status kesehatan dan layanan

kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya, tersimpan sedemikian hingga

dapat melayani berbagai pengguna rekam yang sah Shortliffe (2001).

Rekam kesehatan elektronik adalah kegiatan komputerisasi isi rekam

kesehatan dan proses elektronisasi yang berhubungan dengannya. Elektronisasi ini

menghasilkan sistem yang secara khusus dirancang untuk mendukung pengguna

dengan berbagai kemudahan fasilitas bagi kelengkapan dan keakuratan data, memberi

tanda waspada, sebagai peringatan, tanda sistem pendukung keputusan klinik dan

menghubungkan data dengan pengetahuan medis serta alat bantu lainnya.

Seperti yang tertuang dalam permenkes 269 tahun 2008 pada pasal 2 yaitu :

Rekam medis harus dibuat secara lengkap tertulis dan jelas atau secar elektronik dan

penyelengaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik

diatur lebih lanjut dengan peraturan sendiri. Johan harlan menyebutkan bahwa rekam

kesehatan elektronik adalah rekam medis seumur hidup (tergantung penyedia

layanannya) pasien dalam format elektronik, dan bisa diakses dengan komputer dari

suatu jaringan dengan tujuan utama menyediakan atau meningkatkan perawatan serta

pelayanan kesehatan yang efisien dan terpadu.


16

2.2.1. Sistem Data EMR

1. Rekam medik masing-masing pasien

Isi rekam medik individual hendaknya mencerminkan sejarah perjalanan kondisi

kesehatan pasien mulai dari lahir sampai berlangsungnya interaksi mutakhir antara

pasien dengan rumah sakit. Pada umumnya struktur rekam medik individual ini

terdiri dari daftar masalah sekarang dan masa lalu serta catatan-catatan SOAP

(Subjective, Objective, Assessment, dan Plan) untuk masalah-masalah yang masih

aktif.

2. Rangkuman data klinis

Untuk konsumsi manajer rumah sakit, pihak asuransi (data claim), kepala unit

klinis, dan institusi terkailt sebagai pelaporan. Suatu rangkuman data klinis yang

penting misalnya mengandung jumlah pasien rawat inap menurut ciri-ciri demografis,

cara membayar, diagnosis dan prosedur operatif.

3. Registrasi penyakit

Misalnya kanker, merupakan sistem informasi yang berbasis pada suatu komunitas

atau wilayah administratif, mencakup semua kejadian penyakit tertentu (misalnya

segala jenis kanker) di antara penduduk yang hidup d wilayah yang bersangkutan.
17

4. Data Unit Spesifik

Suatu sistem informasi mungkin diperlukan untuk mengelola unit tertentu di

rumah sakit. Sebagai contoh, unit-unit farmasi, laboratorium, radiology dan

perawatan memerlukan data inventory bahan-bahan habis pakai dan utilisasi jenis-

jenis pelayanan untuk merencanakan dan mengefisienkan penggunaan sumber daya.

5. Sistem kepustakaan medik dan pendukung pengambilan keputusan klinis

Untuk menunjang keberhasilan pelayanan klinis kepada pasien diperlukan sistem

untuk mengarahkan klinis pada masalah spesifik, merekomendasikan keputusan

klinis berbasis pada probabilitas kejadian tertentu.

6. Paspor kesehatan (patient-carried records)

Rangkuman medik yang dibawa pasien memungkinkan pelayanan kesehatan

darurat di tempat-tempat yang jauh dari rumahnya. Rekam medis ini mungkin dalam

bentuk kertas, microfiche atau smartcard format. Sabarguna (2005)

2.2.2. Konsep EMR

Konsep dasar dalam sistem rekam medis elektronik adalah menambahkan

alat-alat manajemen informasi untuk dapat menghasilkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pemasukan data (data entry), meliputi: pengambilan data (data capture), input

data, pencegahan error, data entry oleh dokter.


18

2. Tampilan data (data display), meliputi: flowsheet data pasien, Ringkasan dan

abstrak, turnaround documents, tampilan dinamik.

3. Sistem queri dan surveilans, meliputi pelayanan klinis, penelitian klinis, studi

retrospektif dan administrasi.

Gambar 2.2 Integrasi dan Cakupan EMR

Sumber : Hasil Olahan


19

4. Peringatan dan pewaspadaan klinis (clinical alerts and reminders)

A. Pewaspadaan meliputi adanya hasil pemeriksaan laboratorium atau

pemeriksaan penunjang lain yang abnormal.

B. Peringatan meliputi hasil pengecekan farmakologis terhadap perintah

pemberian obat adanya riwayat reaksi alergi thdobat, kontraindikasi

pemberian obat, dosis obat yang tidak sesuai.

5. Hubungan dengan sumber pengetahuan untuk penunjang keputusan layanan-

kesehatan (health-care decision support).

Hal ini didasarkan atas praktek kedokteran berbasiskan-bukti (evidence-based

medicine). Dalam pelaksanaannya, klinikus melakukan pencarian & penarikan hasil

analisis meta yg sesuai dengan kondisi pasien yang ditangani pada aplikasi. Program

pengambilan keputusan dapat diinkorporasikan dalam rekam medis elektronik,

pengguna memasukkan data pasiennya & memperoleh saran untuk penanganan

pasien.

2.2.3. Komponen EMR

Komponen fungsional EMR, meliputi:

1. Data pasien terintegrasi

Repository (gudang data) yang memusatkan data dari berbagai komponen lain

atau cara lain untuk mengintegrasikan data.


20

2. Dukungan keputusan klinis

Rules engine, yang menyediakan program logic yang dapat dipakai untuk

menunjang keputusan seperti: kewaspadaan dan pernyataan, daftar permintaan (order

set) dan protokol klinis.

3. Pemasukan perintah klinikus

Human interface, memperoleh data dalam waktu yang tepat bagi pelayanan (at

the point of care) dan kemampuan untuk mengakses data, aturan dan proses data

(mined data) melalui data agregat dan analisis data.

4. Akses terhadap sumber pengetahuan

Sumber pengetahuan, yakni membuat informasi yang selalu tersedia bagi

kepentingan sumber-sumber luar.

5. Dukungan komunikasi terpadu

Gudang data (data warehouse) data spesifik yang dapat diproses (yakni data

agregat dan data yang akan dianalisis) yang menghasilkan informasi yang amat

berguna. Pengambilan keputusan untuk menunjang pelayanan kesehatan. Hal ini

dapat dilakukan dengan cara apapun termasuk memasukkan dan mengeluarkan data

melalui: terminal komputer, komputer pribadi, PC, Notebook, PDA, sistem

pengenalan suara, tanda tangan dll.


21

2.1.4. Keuntungan Menggunakan EMR

Manfaat teknologi informasi dalam rekam medis elektronik, selain untuk

efisiensi pencatatan dan pengolahan data, serta menyediakan informasi yang lebih

akurat dan terpercaya, yaitu memiliki tujuan untuk mengurangi medical error dan

meningkatkan keamanan pasien (patient safety). Dengan adanya sistem aplikasi

manajemen rekam medis, maka medical error dalam pengambilan keputusan oleh

tenaga kesehatan dapat dikurangi, karena setiap pengambilan keputusan akan

berdasarkan data rekam medis pasien yang telah ada dan sudah terintegrasi dengan

unit pelayanan lainnya Moody,(2004).

 Dengan penyimpanan instan dan pengambilan rekam medis secara digital, akan

menghilangkan tumpukan dokumen rekam medis yang tersimpan dengan jumlah

yang sangat banyak sehingga dengan menggunakan EMR kebutuhan

penyimpanan dokumen menurun dan efisiensi meningkat.

 Peningkatan kualitas rekam medis yang dapat memberikan kemampuan untuk

menukar informasi kesehatan lengkap tentang pasien secara real time. Informasi

yang akurat, up-to-date dan menyeluruh secara alami mengarah pada kualitas

layanan medis yang lebih tinggi, mulai dari diagnosa yang lebih baik hingga

kesalahan yang berkurang. Dengan mengirimkan pengingat otomatis untuk

kunjungan pencegahan dan pemutaran, EMR dapat membantu pasien mengelola

kondisi mereka dengan lebih baik dan berpartisipasi lebih lengkap dalam

perawatan kesehatan mereka. Ketika pasien datang ke farmasi untuk mengambil

obat yang telah di resepkan, resep kertas bisa hilang atau salah baca,
22

menyebabkan kesalahan dalam dosis atau bahkan obat salah yang dikeluarkan.

EMR memungkinkan dokter berkomunikasi langsung dengan apotek,

mengurangi kesalahan dan menghemat waktu dengan menghilangkan resep yang

hilang. Keselamatan pasien juga membaik, karena resep elektronik secara

otomatis memeriksa interaksi obat yang berpotensi berbahaya.

 Peningkatan efisiensi dan produktivitas kinerja menjadi lebih efisien

dibandingkan dengan catatan kertas dengan memungkinkan pengelolaan bagan

terpusat, dan akses informasi pasien yang lebih cepat dari mana saja. Komunikasi

dengan dokter lain, penyedia asuransi, apotek dan pusat diagnostik lebih cepat

dan dapat dilacak. , mengurangi pesan yang hilang dan panggilan tindak lanjut.

Manajemen kantor disederhanakan melalui penjadwalan terpadu yang terkait

dengan catatan kemajuan, pengkodean otomatis dan klaim asuransi. Semua fitur

EMR ini menghasilkan penghematan waktu yang signifikan, yang menghasilkan

produktivitas lebih besar.

 Perawatan pasien yang lebih baik seperti yang dijelaskan di atas, apa yang baik

untuk penyedia layanan kesehatan seringkali baik untuk pasien juga. Akses yang

efisien ke catatan lengkap pasien berarti tidak ada lagi yang mengisi dokumen

yang sama di ruang dokter atau spesialis masing-masing. Penyedia layanan

lainnya dapat melihat tes diagnostik yang dimiliki pasien, dan perawatan mana

yang berhasil dan mana yang tidak. Pasien kurang rentan terhadap pemeriksaan

duplikat atau prosedur pencitraan, karena hasil dan gambar semuanya ada di satu

tempat. Koordinasi yang lebih baik di antara penyedia layanan menyebabkan

diagnosis yang lebih akurat, pengelolaan kondisi kronis yang lebih baik dan
23

perawatan pasien secara keseluruhan yang lebih baik, yang seharusnya selalu

menjadi fokus utama penyediaan layanan kesehatan.

2.3. Technology Acceptance Model (TAM)

Smarkola dalam Teo (2011) menyebutkan bahwa model penerimaan

teknologi yang bisa digunakan untuk mengukur kepercayaan penggunaan

komputer dan sikap, yaitu:

1. Technology Acceptance Model (TAM)

yang dikembangkan oleh Davis (1986, 1989, 1993), Bagozzi & Warshaw (1989)

2. The Decomposed Theory of Planned Behavior (DTBP)

yang dikembangkan oleh Taylor dan Todd (1995). Smarkola menjelaskan bahwa

meskipun TAM adalah model yang dapat memprediksi dengan baik untuk

penggunaan komputer, tetapi DTPB merupakan model terbaik untuk memahami

determinan sikap penggunaan komputer.

Technology Acceptance Model Davis (1989) adalah model pertama yang

menyinggung mengenai faktor psikologis mengenai penerimaan terhadap teknologi

dan TAM dibentuk dengan mengadaptasi Theory of Reasoned Action (TRA). Davis

(1989) membangun dan memastikan tolak ukur yang tepat dalam TAM untuk

memprediksi dan menjelaskan mengenai kegunaan teknologi.


24

Pemakaian TAM dalam penelitian tentang penerimaan penerapan teknologi sudah

dilakukan oleh beberapa peneliti di negara yang berbeda dan penerapan teknologi

yang berbeda pula untuk menguji keakuratan TAM Tangke (2004).

Technology Acceptance Model (TAM) merupakan sebuah alat teoritis yang baik dan

menawarkan suatu penjelasan yang kuat serta sederhana Davis (1989) untuk

mempelajari penerimaan dan penggunaan teknologi Venkatesh (2000)

Tolak ukur yang ada di dalam TAM dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Attitude
Toward
Using

External
Variables Attitude Behavioral Actual
Toward Intention System
Using to Use Usagge

Perceived
Ease of Use

Gambar 2.4. Tolak Ukur dalam TAM 1

Sumber : Davis et al, 1989


25

Berdasarkan gambar 2.4 dapat dijelaskan mengenai tolak ukur yang ada di dalam

TAM yaitu:

1. Perceived Usefulness

Menyatakan tingkat kepercayaan individu bahwa teknologi akan memberikan

manfaat.

2. Perceived Ease of Use

Menyatakan tingkat kepercayaan individu bahwa teknologi mudah digunakan.

3. Attitude Toward Using

Menyatakan bagaimana sikap individu dalam menggunakan teknologi.

4. Behavioral Intention to Use

Menyatakan perilaku individu yang mengarah pada berlanjutnya penggunaan

teknologi.

5. Actual System Usage

Menyatakan bahwa individu akan benar-benar menggunakan teknologi.

2.3. Technology Acceptance Model 2 (TAM2)

Chia-Yu et al. (2005) mengidentifikasi kelemahan dalam model TAM 1, ini

menjelaskan bahwa tidak termasuk faktor sosial yang mempengaruhi perilaku

pengguna. Venkatesh dan Davis (2000) menegakkan faktor sosial dan memperluas

model ke TAM 2.
26

Tujuan dari TAM2 adalah ekstensi atau lanjutan dari TAM yang pertama yaitu:

1. Meliputi faktor kunci yang menjadi tambahan TAM dimana mempengaruhi

terhadap perceived usefulness dan usage intensions dalam hal pengaruh sosial dan

peran secara kognitif.

2. Memahami bagaimana efek dari penambahan eksternal faktor dengan

peningkatan pengalaman pengguna dari waktu ke waktu dengan target sistem.

Pemahaman faktor-faktor penentu yang lebih baik dari perceived usefulness

akan memungkinkan kita untuk merancang intervensi organisasi yang akan

meningkatkan penerimaan pengguna dan penggunaan sistem baru. Konsep TAM2

dapat dilihat pada gambar 2.5 Tujuan utama dari perluasan teoritis adalah untuk

memasukkan faktor penentu utama pada TAM untuk mendukung Kegunaan dan

Penggunaan yang Dirasakan dalam hal pengaruh sosial. Metode ini dapat

memungkinkan perancangan intervensi organisasi yang akan meningkatkan

penerimaan pengguna dan penggunaan sistem baru, juga model ini bertujuan untuk

memahami bagaimana pengaruh faktor-faktor penentu ini dapat meningkatkan

pengalaman pengguna dari waktu ke waktu. Model ini dipengaruhi oleh dua

moderator: pengalaman dan kesukarelaan. Gambar 2.5 menunjukkan TAM 2 dengan

konstruksi diperpanjang. Venkatesh dkk. (2003) membuat ulasan beberapa model dan

teori dalam konteks penerimaan untuk menciptakan teori terpadu yang mampu

memprediksi penerimaan lebih baik daripada TAM.


27

Experience Voluntariness

Subjective
Norm

Image

Preceived
Job
Usefulness
Relevance
Intention Usage
Output to Use Behavior
Quality Preceived
Ease of Use
Result
Demonstrability

Gambar 2.5. Revisi Technology Acceptent Model 2

Sumber : Venkatesh & Davis (2000)

TAM juga telah diimplementasikan di perusahaan untuk mengetahui tingkat

penerimaan teknologi oleh karyawan. Venkatesh dan Bala (2008), menerapkan model

berdasarkan TAM untuk membantu pengambilan keputusan dalam organisasi, model

tersebut diberi nama TAM3. Model ini menggabungkan faktor penentu TAM2 dan

faktor penentu kemudahan penggunaan yang dirasakan. Penentu baru mendukung

Variabel Perceive Ease of Use untuk memahami bagaimana hal itu dapat

meningkatkan adopsi dan penggunaan karyawan oleh karyawan. Dalam konteks ini,

berfokus pada variabel self-efficacy menggunakan perangkat mobile yang

menemukan bahwa self-efficacy memainkan peran positif pada variabel kemudahan


28

penggunaan Perceive, sementara ini hanya mempengaruhi kegunaan Perceive antara

karyawan.

2.4. Technology Acceptance Model 3 (TAM3)

Tinjauan literatur menemukan bahwa ada banyak model yang bisa digunakan

untuk menjelaskan tanggapan individu terhadap inovasi. Setiap model memiliki

kelebihan dan kekurangan ketika harus digunakan dalam penelitian seperti ini. Model

UTAUT memiliki r-squared yang sangat tinggi, namun sangat kompleks. Tiga

determinan mempengaruhi Behavioral Intention, yang mempengaruhi Use Behavior.

Salah satu determinan secara langsung mempengaruhi Use Behavior. Antara dua dan

empat elemen modifikasi menyentuh masing-masing dari empat panah antara faktor

penentu tersebut. Kompleksitas ini memerlukan survei yang terlalu lama untuk

menguji semua interaksi antar elemen. Model TAM banyak digunakan dalam

literatur, dengan 34.478 kutipan untuk artikel asli mengenalkan TAM dan TAM 2 di

Google Scholar. Konstruksinya lembur telah menjadi logis dan semakin berguna.

Penentu model asli dianggap bermanfaat dan dirasakan mudah digunakan, dan model

berturut-turut mulai mengembangkan faktor-faktor penentu untuk faktor-faktor ini

dan interaksi di antara keduanya. TAM dimulai sebagai inti yang kompak, dan seiring

waktu, faktor penentu yang ditunjukkan memiliki pengaruh ditambahkan untuk

membentuk TAM 3. Model TAM 3 dirancang khusus untuk inovasi komputer, yang

LMSs, dan dimensi yang diukur cukup komprehensif. Setelah diperiksa beberapa

pendekatan alternatif untuk meneliti inovasi (TRA, UTAUT, Wejnert) ini diyakini

sebagai model yang paling tepat untuk penelitian, David Andrew Jeffrey (2015).
29

Experience Voluntariness

Subjective
Norm

Image

Preceived
Job
Usefulness
Relevance

Output
Quality

Result Intention Usage


Demonstrability to Use Behavior

Computer Self
Efficacy

Preceived
Preception of
Ease of Use
External Control

Computer
Anxiety

Computer
Playfulness

Received
Enjoyment

Objective
Usability

Gambar 2.6. Revisi Technology Acceptent Model 3

Sumber: Davis (2015)


30

Semua pertanyaan yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam penelitian

untuk model TAM 3 diadaptasi dari Venkatesh dan Bala (2008). Pertanyaan tentang

Perubahan diadaptasi dari Bernerth (2011). Pertanyaan Overload didasarkan pada

definisi Overload. Semua pertanyaan dinilai dengan skala Likert 7 poin dengan

jangkar 1 (sangat tidak setuju), 2 (agak tidak setuju), 3 (tidak setuju), 4 (netral), 5

(agak setuju), 6 (cukup setuju), dan 7 (sangat setuju). Banyak variabel diukur dengan

satu pertanyaan. Ada beberapa, bagaimanapun, di mana lebih dari satu pertanyaan

diminta untuk menutupi. Jika lebih dari satu pertanyaan digunakan, nilai akhir adalah

rata-rata pertanyaan yang diajukan.

2.5. Partial Least Square (PLS)

Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Partial Least Square

(PLS) untuk menganalisis data dan mengetahui hubungan antar konstruk.

2.5.1. Definisi PLS

PLS, pertama kali diperkenalkan oleh H. Wold (1975) dengan nama NIPALS

(kuadrat parsial terkecil nonlinear iteratif), berfokus pada memaksimalkan varians

dari variabel dependen dan independen untuk membuat matriks kovariansi empiris.

Seperti halnya SEM, model PLS terdiri dari bagian struktural, yang mencerminkan

hubungan antara laten variabel, dan komponen pengukuran, yang menunjukkan

bagaimana variabel laten dan indikatornya terkait, tetapi juga memiliki tiga

komponen, hubungan berat badan, yang digunakan untuk memperkirakan nilai kasus

untuk variabel laten (Chin & Newsted, 1999). Berbeda dengan SEM berbasis
31

kovarian, yang memperkirakan parameter model pertama dan kemudian nilai kasus

(yaitu, nilai perkiraan untuk masing-masing variabel laten di setiap kumpulan data)

dengan mengundurkannya ke rangkaian semua indikator (Dijkstra, 1983), PLS

dimulai dengan menghitung nilai kasus. Untuk tujuan ini, "variabel yang tidak dapat

diobservasi diperkirakan sebagai kombinasi linier indikator empiris mereka yang

tepat "(Fornell & Bookstein, 1982, hal 441), dan PLS memperlakukan kuota yang

diperkirakan ini sebagai pengganti yang sempurna untuk variabel laten (Dijkstra,

1983). Bobot yang digunakan untuk menentukan nilai kasus ini diperkirakan sehingga

nilai kasus yang dihasilkan menangkap sebagian besar varians dari variabel

independen yang berguna untuk memprediksi variabel dependen (Garthwaite, 1994).

Hal ini didasarkan pada asumsi implisit bahwa semua varians terukur dari variabel

dalam model adalah varians yang berguna yang harus dijelaskan (Chin, Marcolin, &

Newsted, 2003). Dengan menggunakan bobot ini, maka mungkin untuk mengurangi

nilai HAINININ dan KAPLAN untuk setiap variabel yang tidak dapat diamati, cukup

dengan menghitung bobot rata-rata indikatornya. Hal ini menghasilkan sebuah model

dimana semua variabel yang tidak teramati didekati oleh serangkaian nilai kasus dan

yang dapat diperkirakan dengan serangkaian regresi kuadrat sederhana generasi

pertama yang biasa. Akibatnya, gagasan dasar PLS cukup mudah: Pertama, hubungan

berat badan, yang menghubungkan indikator dengan variabel tak teramati masing-

masing, diperkirakan. Kedua, nilai kasus untuk masing-masing variabel yang tidak

teramati dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang indikatornya, menggunakan

hubungan bobot sebagai masukan. Akhirnya, nilai kasus ini digunakan dalam

seperangkat persamaan regresi untuk menentukan parameter untuk hubungan


32

struktural Fornell & Bookstein (1982). Penjelasan ini menjelaskan bahwa bagian

paling penting dari analisis PLS adalah estimasi hubungan bobot. Tentu saja, akan

lebih mudah untuk mengasumsikan bobot yang sama untuk semua indikator, namun

pendekatan ini memiliki dua kelemahan:

Pertama, tidak ada alasan teoritis untuk semua indikator memiliki bobot yang sama.

Karena dapat diasumsikan bahwa estimasi parameter yang dihasilkan bersifat

struktural Model tergantung pada jenis pembobotan yang digunakan, paling tidak

sepanjang jumlah indikator tidak terlalu besar McDonald (1996), asumsi (eksogen)

dari Bobot yang sama membuat hasilnya sangat sewenang-wenang. Kedua, seperti

Chin, Marcolin, dan Newsted (2003) menekankan, prosedur seperti itu tidak

memperhitungkan fakta bahwa beberapa indikator mungkin lebih dapat diandalkan

daripada yang lain dan oleh karenanya harus diterima bobot yang lebih tinggi

2.5.2. Model Indikator PLS

Pada model PLS memiliki dua model indikator dalam pendekatan partial least square

(PLS), yaitu:

a. Model Indikator Refleksif

Model indikator refleksif dikembangkan berdasarkan pada classical test theory

yang mengasumsikan bahwa variasi skor pengukuran konstruk merupakan fungsi dari

true score ditambah error. Ciri-ciri dari model indikator reflektif adalah, arah

hubungan kausalitas seolah-olah dari konstruk ke indikator, antar indikator

diharapkan saling berkolerasi (memiliki internal consistency reliability),


33

menghilangkan satu indikator dari model pengukuran tidak akan mengubah makna

dan arti konstruk, dan menghitung adanya kesalahan pengukuran (error) pada tingkat

indikator. Model indikator refleksif harus memiliki internal konsistensi karena semua

ukuran indikator diasumsikan sebagai valid indikator yang mengukur suatu konstruk,

sehingga dua ukuran indikator yang sama reliabilitasnya dapat saling dipertukarkan.

Walaupun reliabilitas (cronbach alpha) suatu konstruk akan rendah jika hanya ada

sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu indikator

dihilangkan.

b. Model Indikator Formatif

Konstruk dengan indikator formatif mempunyai karakteristik berupa komposit,

seperti yang digunakan dalam literatur ekonomi yaitu index of sustainable economics

welfare, the human development index, dan the quality of life index. Pada model

formatif variabel komposit seolah-olah dipengaruhi (ditentukan) oleh indikatornya.

Jadi arah hubungan kausalitas seolah-olah dari indikator ke variabel laten. Ciri-ciri

model indikator formatif yaitu arah hubungan kausalitas seolah-olah dari indikator ke

konstruk, antar indikator diasumsikan tidak berkorelasi (tidak diperlukan uji

konsistensi internal atau alpha cronbach), menghilangkan satu indikator berakibat

merubah makna dari konstruk, dan kesalahan pengukuran diletakkan pada tingkat

konstruk.
34

2.5.3. Model Spesifikasi PLS

Terdapat dua model spesifikasi PLS, yaitu model struktural atau disebut inner

model dan model pengukuran atau disebut (outer model).

a. Model Struktural (Inner Model)

Model struktural atau inner model menggambarkan hubungan antar konstruk laten

berdasarkan pada teori. Perancangan model struktural hubungan antar konstruk laten

didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian (Ghozali, 2011: 23).

Model persamaan dasar dari inner model atau model struktural dapat ditulis sebagai

berikut:

εn = Ʃi βni εn + Ʃi γ εi Ɛi + δn

Keterangan :

Ɛ = Ksi, konstruk laten eksogen

ε = Eta, konstruk laten endogen

β = Beta, koefisien pengaruh konstruk endogen terhadap endogen

γ = Gamma, koefisien pengaruh konstruk eksogen terhadap endogen

δ = Zeta, galat model


35

Dimana βni dan γnj merupakan koefisien jalur yang menghubungkan prediktor

endogen (ε) dan konstruk laten eksogen (ξ) sepanjang indeks i dan j, dan ɗn adalah

inner residual variable.

b. Model Pengukuran (Outer Model)

Model pengukuran atau outer model mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator

berhubungan dengan konstruk latennya. Perancangan model pengukuran menentukan

sifat indikator dari masing-masing konstruk laten, apakah refleksif atau formatif,

berdasarkan definisi operasional variabel (Ghozali, 2011: 23). Model persamaan

dasar dari model pengukuran atau outer model dapat ditulis sebagai berikut:

Untuk konstruk laten eksogen :

x = Λx ξ + εx

Untuk konstruk laten endogen :

y = Λy ε + εy

Keterangan :

x = indikator untuk konstruk laten eksogen

y = indikator untuk konstruk laten endogen

Λx = Lamda (besar), matrik loading faktor konstruk laten eksogen


36

Λy = Lamda (besar), matrik loading faktor konstruk laten endogen

ε = Epsilon galat pengukuran pada konstruk laten endogen

Dimana x dan y merupakan indikator dari konstruk laten endogen (ε) dan konstruk

laten eksogen (ξ), sedangkan Λx dan Λy merupakan matrik loading yang

menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan konstruk laten

dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan Ɛx dan Ɛy dapat diinterpretasikan

sebagai kesalahan pengukuran.

2.6. Hasil Penelitian yang Relevan

Pada penelitian ini penulis mencatat beberapa penelitian sebelumnya sebagai bahan

acuan dan evaluasi, adapun penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2009, Sung Youl Park melakukan penelitian terhadap Behavioral

Intention dalam menggunakan aplikasi baru yang dalam kasus ini adalah e-

learning di Konkuk University menggunakan Technology Acceptance Model

(TAM). Dengan penambahan konstruk e-learning self-efficacy menjadikan

penelitian ini perpaduan antara TAM dan eksternal faktor TAM.

2. Tahun 2013, Mohamed Gamal Aboelmaged dan Tarek R. Gebba menguji

mengintegrasikan Model Penerimaan Teknologi (TAM) dan Teori Perilaku

Terencana (TPT). Menganalisis data survei dari 119 responden menghasilkan

temuan penting yang mendukung hipotesis penelitian. Hasilnya menunjukkan

adanya dampak positif yang signifikan dari sikap terhadap mobile banking

dan norma subjektif.


37

3. Tahun 2015, Christy Angeline Rajan dan Rupashree Baral menggunakan

metode TAM untuk meneliti pengaruh beberapa faktor individu, organisasi,

dan teknologi pada penggunaan ERP dan dampaknya terhadap pengguna

akhir. Hasil analisis menunjukkan bahwa komputer self-efficacy, dukungan

organisasi, pelatihan, dan kompatibilitas memiliki pengaruh positif

Penggunaan ERP yang pada gilirannya berpengaruh signifikan terhadap

pemberdayaan panoptik dan kinerja individu.

4. Tahun 2017, David Gitumu Mugo menggunakan metode TAM untuk meneliti

utilisasi mobile learning technology berpendapat bahwa penyertaan teknologi

di tempat belajar-mengajar harus didahului oleh pengguna yang menerima

teknologi. Tanpa usaha ini, teknologi tetap ditinggalkan atau kurang

dimanfaatkan. Jadi peneliti telah mengusulkan kerangka kerja yang bisa

memberi informasi pembuat kebijakan, manajer pendidikan dan guru tentang

bagaimana teknologi terbaik dapat digabungkan dalam skenario pendidikan.

Yang paling populer dari semua framework adalah Technology Acceptance

Model (TAM) seperti yang diusulkan oleh Davis, 1989. Studi ini menjelaskan

bagaimana TAM telah digunakan dalam memprediksi penerimaan dan

pemanfaatan berbagai teknologi di tempat belajar mengajar. Penelitian ini

merupakan analisis dokumenter tentang dokumen virtual yang disimpan

secara elektronik untuk akses melalui internet, buku teks, gudang arsip

sebagai serta ensiklopedi dan mampu mengungkapkan bahwa meski ada

tantangan dan tantangan teknis, teknologi mobile menerima penerimaan

sebagai sumber yang berguna untuk semua praktik pedagogis.

Anda mungkin juga menyukai