Press Release Indonesian
Press Release Indonesian
■Responden Survei
Responden survei ini meliputi seluruh perusahaan-perusahaan dan kantor cabang serta
perwakilan perusahaan Jepang, dengan rasio minimal investasi langsung maupun tidak
langsung dari Jepang sebesar 10%, yang beroperasi di 20 negara dan kawasan berikut ini:
Asia Timur 5 negara
Asia Tenggara (ASEAN) 9 negara
Asia Barat 4 negara
Oseania 2 negara
■Daftar Pertanyaan
①. Perkiraan Pendapatan Operasional Perusahaan
②. Prospek Pengembangan Bisnis
③. Masalah Manajemen
④. Pengadaan Bahan Baku dan Komponen
⑤. Kondisi Ekspor Impor,
⑥. Dampak dari Perubahan Iklim Perdagangan
⑦. Produktivitas dan Inovasi
⑧. Penggunaan Data Pribadi dan Perusahaan
⑨. Upaya dalam Pengembangan Pasar Lokal
⑩. Upah
⑪. Keuntungan dan Resiko pada Iklim Investasi
⑫. Ekspektasi Kebijakan terhadap Pemerintahan Joko Widodo Periode Kedua
Keuntungan berupa “skala pasar / potensi pertumbuhan pasar” yang mencapai 58.4%
merupakan yang tertinggi di seluruh negara responden, kemudian disusul oleh “situasi
sosial dan politik yang stabil” (43.7%) dan “lingkungan tinggal yang sangat baik untuk
ekspatriat” (31.7%). Negara dengan “situasi sosial dan politik yang stabil” ditempati oleh
Singapura (82.6%) dan Australia (81.9%), sedangkan “lingkungan tinggal yang sangat
baik untuk ekspatriat” ditempati oleh Singapura, Malaysia, dan Thailand yang
masing-masing mencapai lebih dari 50%.
Resiko dalam iklim investasi di Indonesia yang tertinggi adalah “lonjakan biaya tenaga
kerja” yang mencapai 76.9%, naik dari tahun sebelumnya. Angka ini adalah yang
tertinggi di antara negara ASEAN, Asia Barat, dan Oseania. Selanjutnya disusul oleh
“sistem perpajakan dan persoalan pajak yang rumit” (61.1%), “manajemen kebijakan
pemerintah daerah yang tidak pasti” (58.6%), dan “infrastruktur yang belum
berkembang” (53.4%).
“Lonjakan biaya tenaga kerja” yang mencapai 61.4% merupakan resiko terbanyak yang
dihadapi oleh perusahaan di seluruh negara responden, yang disusul oleh “manajemen
kebijakan pemerintah daerah yang tidak pasti” (35.4%) dan “infrastruktur yang belum
berkembang” (34.6%). Negara dengan resiko “lonjakan biaya tenaga kerja” yang
tertinggi ditempati oleh Indonesia (76.9%), Australia (76.4%), dan Singapura (73.6%)
yang masing-masing mencapai lebih dari 70%.
Persentase perusahaan yang menjawab akan melakukan ekspansi bisnis dalam 1-2
tahun mendatang, menurun di seluruh negara, kecuali di Indonesia.
(Grafik 5) Prospek ekspansi bisnis di beberapa negara utama dalam 1-2 tahun
mendatang
Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia menempati posisi tertinggi di antara
negara responden dalam masalah “kenaikan upah pekerja” sebesar 84.0%. Selanjutnya
disusul oleh Kamboja (75.7%) dan Tiongkok (73.7%).
Dalam masalah “pengadaan lokal bahan baku dan komponen yang sulit”, Indonesia
(59.4%) menempati urutan kelima besar setelah Bangladesh (70.8%), Laos (70.6%),
Kamboja (70.3%), dan Myanmar (65.4%).
Dalam masalah “beban perpajakan (seperti PPh badan, pajak transfer pricing, dll)”,
Indonesia menempati posisi tertinggi di antara negara responden sebesar 55.9%.
Selanjutnya disusul oleh Pakistan (46.2%) dan Filipina (43.8%).
Dari uraian kebijakan yang diperlukan tersebut diatas, yang berada pada urutan
tertinggi adalah “meningkatkan informasi tentang sistem dan prosedur perdagangan”
(53.6%), “memberikan pemahaman yang sama tentang evaluasi klasifikasi tariff” (44.0%),
“menerapkan sistem administrasi yang maju dan dapat dimanfaatkan” (43.4%),
“percepatan dan penyederhanaan prosedur untuk mendapatkan ijin impor” (41.4%).
Dalam hal produktivitas, dari pertanyaan mengenai kelayakan upah minimum yang
ditetapkan oleh pemerintah di tiap negara dan kawasan, presentase negara yang paling
banyak menjawab “layak dan sesuai” adalah Filipina (74.2%), Laos (66.7%), dan
Myanmar (60.9%), dimana negara-negara ini memiliki bisnis yang berkembang di
industri pengolahan untuk tujuan ekspor, yang memanfaatkan biaya tenaga kerja yang
relatif rendah sehingga berada pada posisi tertinggi.
Sementara itu, presentase perusahaan di Indonesia yang menjawab “tidak layak dan
sesuai” dan “tidak tahu” mencapai 76.2%. Ini merupakan nilai tertinggi jika
dibandingkan negara lain. (lihat grafik)
( Grafik 8)Dalam hal produktivitas, apakah menurut Anda upah minimum yang
ditetapkan pemerintah di tiap negara dan wilayah sudah layak dan sesuai?(%)
Yes No Unknown
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Selain itu, perusahaan Jepang di Indonesia yang menjawab “sudah bekerja dengan
sistem otomasi dan melakukan penghematan tenaga kerja, serta menggunakan robot
dll di line produksi”, atau yang menjawab “sedang mempertimbangkan” mencapai
72.5%. Di kawasan ASEAN, Indonesia berada pada peringkat ketiga besar setelah
Malaysia dan Filipina.
Dari pertanyaan yang berkaitan dengan penyebab hambatan investasi di sektor digital,
perusahaan Jepang di Indonesia yang menjawab “tidak memiliki SDM Engineer yang
handal dalam teknologi digital” sebesar 40.29%, yang mana lebih tinggi dari nilai
rata-rata (28.8%).
0 10 20 30 40
(%)
We have no digital engineers. 28.8
(Grafik 11) Ekspektasi kebijakan terhadap pemerintahan Joko Widodo periode kedua
(n=528)