Anda di halaman 1dari 14

11 Februari 2020

JETRO Jakarta Office

Survei “ Kondisi Bisnis Perusahaan Jepang di Asia dan Oseania”


Tahun 2019 (Survei Tahun ke-33)
Mengenai Kondisi Perusahaan Jepang di Indonesia

■Metode Pelaksanaan Survei


Survei dengan menggunakan kuesioner

■Periode Pelaksanaan Survei


26 Agustus – 24 September 2019

■Responden Survei
Responden survei ini meliputi seluruh perusahaan-perusahaan dan kantor cabang serta
perwakilan perusahaan Jepang, dengan rasio minimal investasi langsung maupun tidak
langsung dari Jepang sebesar 10%, yang beroperasi di 20 negara dan kawasan berikut ini:
Asia Timur 5 negara
Asia Tenggara (ASEAN) 9 negara
Asia Barat 4 negara
Oseania 2 negara

■Jumlah Jawaban Valid


Diperoleh 5,697 jawaban valid dari total keseluruhan 13,458 perusahaan responden.
Adapun untuk Indonesia ada 614 jawaban valid dari total 1,726 perusahaan responden.

■Daftar Pertanyaan
①. Perkiraan Pendapatan Operasional Perusahaan
②. Prospek Pengembangan Bisnis
③. Masalah Manajemen
④. Pengadaan Bahan Baku dan Komponen
⑤. Kondisi Ekspor Impor,
⑥. Dampak dari Perubahan Iklim Perdagangan
⑦. Produktivitas dan Inovasi
⑧. Penggunaan Data Pribadi dan Perusahaan
⑨. Upaya dalam Pengembangan Pasar Lokal
⑩. Upah
⑪. Keuntungan dan Resiko pada Iklim Investasi
⑫. Ekspektasi Kebijakan terhadap Pemerintahan Joko Widodo Periode Kedua

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 1


Poin Utama Hasil Survei Perusahaan Jepang di Indonesia

1. Keuntungan terbesar dalam iklim investasi di Indonesia masih


berupa skala pasar/potensi pertumbuhan pasar, sedangkan
resikonya masih berupa lonjakan biaya tenaga kerja

2. Sentimen bisnis perusahaan Jepang menurun, sedangkan


motivasi untuk ekspansi bisnis sedikit meningkat

3. Kenaikan upah pekerja masih menjadi masalah manajemen yang


terbesar

4. Sebagian besar perusahaan mengharapkan perlunya kebijakan


fasilitasi perdagangan

5. Rendahnya tingkat kepuasan terhadap upah minimum


dibandingkan produktivitas

6. Pengembangan SDM Engineer sangat dibutuhkan

7. Ekspektasi kebijakan terhadap pemerintahan Joko Widodo


periode kedua: perluasan infrastruktur, pengendalian tingkat
kenaikan upah minimum, sistem bisnis yang sangat transparan dan
dapat diprediksi

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 2


Penjelasan Poin Utama Hasil Survei

1. Keuntungan terbesar dalam iklim investasi di Indonesia masih berupa skala


pasar/potensi pertumbuhan pasar, sedangkan resikonya masih berupa lonjakan biaya
tenaga kerja
 Keuntungan dalam iklim investasi di Indonesia yang masih tetap tertinggi adalah “skala
pasar potensial / potensi pertumbuhan pasar” yang mencapai 83.4%. Angka ini
tertinggi kedua setelah India (90.7%) di antara negara ASEAN, Asia Barat, dan Oseania.
Kemudian disusul oleh “biaya tenaga kerja yang rendah” sebesar 23.3% dan
“kemudahan perekrutan karyawan (pekerja umum, staf umum, pegawai kantor dll)”
sebesar 22.1%.

 Keuntungan berupa “skala pasar / potensi pertumbuhan pasar” yang mencapai 58.4%
merupakan yang tertinggi di seluruh negara responden, kemudian disusul oleh “situasi
sosial dan politik yang stabil” (43.7%) dan “lingkungan tinggal yang sangat baik untuk
ekspatriat” (31.7%). Negara dengan “situasi sosial dan politik yang stabil” ditempati oleh
Singapura (82.6%) dan Australia (81.9%), sedangkan “lingkungan tinggal yang sangat
baik untuk ekspatriat” ditempati oleh Singapura, Malaysia, dan Thailand yang
masing-masing mencapai lebih dari 50%.

 Resiko dalam iklim investasi di Indonesia yang tertinggi adalah “lonjakan biaya tenaga
kerja” yang mencapai 76.9%, naik dari tahun sebelumnya. Angka ini adalah yang
tertinggi di antara negara ASEAN, Asia Barat, dan Oseania. Selanjutnya disusul oleh
“sistem perpajakan dan persoalan pajak yang rumit” (61.1%), “manajemen kebijakan
pemerintah daerah yang tidak pasti” (58.6%), dan “infrastruktur yang belum
berkembang” (53.4%).

 “Lonjakan biaya tenaga kerja” yang mencapai 61.4% merupakan resiko terbanyak yang
dihadapi oleh perusahaan di seluruh negara responden, yang disusul oleh “manajemen
kebijakan pemerintah daerah yang tidak pasti” (35.4%) dan “infrastruktur yang belum
berkembang” (34.6%). Negara dengan resiko “lonjakan biaya tenaga kerja” yang
tertinggi ditempati oleh Indonesia (76.9%), Australia (76.4%), dan Singapura (73.6%)
yang masing-masing mencapai lebih dari 70%.

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 3


(Grafik 1)Keuntungan dan resiko utama dalam iklim investasi di Indonesia

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 4


(Grafik 2) Keuntungan dan resiko utama dalam iklim investasi di setiap negara

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 5


2. Sentimen bisnis perusahaan Jepang menurun, sedangkan motivasi untuk ekspansi
bisnis sedikit meningkat
 Persentase perusahaan Jepang di Indonesia dengan perkiraan pendapatan operasional
perusahaan yang “untung” di tahun 2019 sebanyak 69.1%, terus mengalami kenaikan
dari tahun sebelumnya. Akan tetapi nilai DI* yang menunjukkan sentimen bisnis berada
pada 14.2 poin, yang mana turun 13.5 poin dari tahun sebelumnya.
(*) DI adalah singkatan dari Diffusion Index, yang merupakan nilai yang diperoleh
dengan mengurangi persentase perusahaan yang menjawab “memburuk” dari
persentase perusahaan yang menjawab “membaik”. Index ini menunjukkan bagaimana
perubahan sentimen bisnis tersebut.

 Persentase perusahaan di seluruh negara responden dengan perkiraan pendapatan


perusahaan yang menjawab “untung” di tahun 2019 sebesar 65.5%, turun 2.6 poin dari
68.1% (hasil tahun 2018). Nilai DI berada pada 3.3 poin yang turun signifikan dari tahun
sebelumnya sebesar 23.6 poin.

 Persentase perusahaan yang menjawab akan melakukan ekspansi bisnis dalam 1-2
tahun mendatang, menurun di seluruh negara, kecuali di Indonesia.

(Grafik 3) Rasio perusahaan yang mengalami keuntungan di beberapa negara utama

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 6


(Grafik 4) Nilai DI perusahaan Jepang di setiap negara

(Grafik 5) Prospek ekspansi bisnis di beberapa negara utama dalam 1-2 tahun
mendatang

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 7


3. Kenaikan upah pekerja masih menjadi masalah manajemen yang terbesar
 Masalah manajemen perusahaan di Indonesia masih didominasi oleh “kenaikan upah
pekerja” sebesar 84.0%. Selanjutnya disusul oleh “pengadaan lokal bahan baku dan
komponen yang sulit” (59.4%) dan “beban perpajakan (seperti PPh Badan, pajak transfer
pricing, dll)” (55.9%).

 Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia menempati posisi tertinggi di antara
negara responden dalam masalah “kenaikan upah pekerja” sebesar 84.0%. Selanjutnya
disusul oleh Kamboja (75.7%) dan Tiongkok (73.7%).

 Dalam masalah “pengadaan lokal bahan baku dan komponen yang sulit”, Indonesia
(59.4%) menempati urutan kelima besar setelah Bangladesh (70.8%), Laos (70.6%),
Kamboja (70.3%), dan Myanmar (65.4%).

 Dalam masalah “beban perpajakan (seperti PPh badan, pajak transfer pricing, dll)”,
Indonesia menempati posisi tertinggi di antara negara responden sebesar 55.9%.
Selanjutnya disusul oleh Pakistan (46.2%) dan Filipina (43.8%).

(Grafik 6) Masalah manajemen yang dihadapi di setiap negara

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 8


Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 9
4. Sebagian besar perusahaan mengharapkan perlunya kebijakan fasilitasi
perdagangan
 Persentase perusahaan Jepang di Indonesia yang menjawab “perlu” dengan kebijakan
fasilitasi perdagangan sebesar 88.5%, berada pada posisi kedua setelah Pakistan
(96.0%).

 Dari uraian kebijakan yang diperlukan tersebut diatas, yang berada pada urutan
tertinggi adalah “meningkatkan informasi tentang sistem dan prosedur perdagangan”
(53.6%), “memberikan pemahaman yang sama tentang evaluasi klasifikasi tariff” (44.0%),
“menerapkan sistem administrasi yang maju dan dapat dimanfaatkan” (43.4%),
“percepatan dan penyederhanaan prosedur untuk mendapatkan ijin impor” (41.4%).

 Khususnya pada “percepatan dan penyederhanaan untuk mendapatkan ijin impor”


yang tertinggi ditempati oleh Myanmar (44.3%) dan Bangladesh (43.9%).

(Grafik 7) Perlunya Kebijakan Fasilitasi Perdagangan

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 10


5. Rendahnya tingkat kepuasan terhadap upah minimum dibandingkan produktivitas
 Apabila nilai produktivitas perusahaan di Jepang 100, maka produktivitas di Thailand
dan Vietnam masing-masing mencapai 80.1 dan 80.0, sedangkan di Indonesia hanya
74.4, yang berada pada urutan ketiga terendah di kawasan ASEAN.

 Dalam hal produktivitas, dari pertanyaan mengenai kelayakan upah minimum yang
ditetapkan oleh pemerintah di tiap negara dan kawasan, presentase negara yang paling
banyak menjawab “layak dan sesuai” adalah Filipina (74.2%), Laos (66.7%), dan
Myanmar (60.9%), dimana negara-negara ini memiliki bisnis yang berkembang di
industri pengolahan untuk tujuan ekspor, yang memanfaatkan biaya tenaga kerja yang
relatif rendah sehingga berada pada posisi tertinggi.

 Sementara itu, presentase perusahaan di Indonesia yang menjawab “tidak layak dan
sesuai” dan “tidak tahu” mencapai 76.2%. Ini merupakan nilai tertinggi jika
dibandingkan negara lain. (lihat grafik)

( Grafik 8)Dalam hal produktivitas, apakah menurut Anda upah minimum yang
ditetapkan pemerintah di tiap negara dan wilayah sudah layak dan sesuai?(%)

Yes No Unknown
0% 20% 40% 60% 80% 100%

Total (n=1,641) 42.7 28.1 29.3

Philippines (n=62) 74.2 6.5 19.4


Laos (n=15) 66.7 13.3 20.0
Myanmar (n=23) 60.9 26.1 13.0
Vietnam (n=379) 50.9 19.5 29.6
Pakistan (n=16) 50.0 25.0 25.0
Taiwan (n=58) 50.0 10.3 39.7
India (n=174) 47.7 14.4 37.9
Thailand (n=308) 44.5 26.6 28.9
ASEAN (n=1,293) 42.2 30.6 27.2
Sri Lanka (n=10) 40.0 20.0 40.0
Malaysia (n=126) 39.7 27.8 32.5
Bangladesh (n=22) 36.4 36.4 27.3
New Zealand (n=25) 36.0 40.0 24.0
Hong Kong/Macau (n=21) 33.3 19.1 47.6
Singapore (n=73) 31.5 28.8 39.7
Australia (n=22) 27.3 31.8 40.9
Cambodia (n=33) 24.2 54.6 21.2
Indonesia (n=274) 23.7 55.8 20.4

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 11


6. Pengembangan SDM Engineer sangat dibutuhkan
 Di tengah lonjakan biaya tenaga kerja maka penting untuk dilakukan upaya
meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan teknologi digital. Dari pertanyaan
mengenai teknologi digital (cloud, robot, EC, dll) yang digunakan dalam bisnis di tiap
negara, sebanyak 18.5% perusahaan manufaktur Jepang di Indonesia relatif banyak
telah menggunakan robot.

 Selain itu, perusahaan Jepang di Indonesia yang menjawab “sudah bekerja dengan
sistem otomasi dan melakukan penghematan tenaga kerja, serta menggunakan robot
dll di line produksi”, atau yang menjawab “sedang mempertimbangkan” mencapai
72.5%. Di kawasan ASEAN, Indonesia berada pada peringkat ketiga besar setelah
Malaysia dan Filipina.

 Dari pertanyaan yang berkaitan dengan penyebab hambatan investasi di sektor digital,
perusahaan Jepang di Indonesia yang menjawab “tidak memiliki SDM Engineer yang
handal dalam teknologi digital” sebesar 40.29%, yang mana lebih tinggi dari nilai
rata-rata (28.8%).

( Grafik 9 ) Kondisi sistem otomasi dan penghematan tenaga kerja (kondisi


penggunaan robot di line produksi)

ASEAN (1,318) 31.0 37.3 31.7

Malaysia (126) 37.3 40.5 22.2

Philippines (63) 31.8 42.9 25.4

Indonesia (277) 36.8 35.7 27.4

Vietnam (376) 27.9 42.0 30.1

Thailand (313) 29.7 35.5 34.8

Singapore (90) 31.1 27.8 41.1

Myanmar (24) 16.7 33.3 50.0

Cambodia (33) 27.3 21.2 51.5

Laos (16) 6.3 31.3 62.5

We are already working on automation and labor saving.


We are not working on it now, but are considering it in the future.

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 12


(Grafik 10)Penyebab hambatan investasi pada sektor digital (pilihan ganda)

0 10 20 30 40
(%)
We have no digital engineers. 28.8

Lack of understanding of investment into


22.4
the digital field within the company.

Deficiency of information on available


21.2
digital technologies.

There are numerous issues to consider


before investing, such as 5S and cost 21.0
reduction.
As personnel wages are still low, there is
no merit in investment into the digital 14.0
field.
As we do not have any chief digital officers
within the company, it will take much time 10.0
to install one.

There are concerns about leakage of


9.6
company and private information.

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 13


7. Ekspektasi kebijakan terhadap pemerintahan Joko Widodo periode kedua:
perluasan infrastruktur, pengendalian tingkat kenaikan upah minimum, sistem bisnis
yang sangat transparan dan dapat diprediksi
 Kebijakan yang diharapkan oleh 528 perusahaan Jepang di Indonesia terhadap
pemerintahan Joko Widodo periode kedua berdasarkan urutan tertinggi adalah:
“perluasan infrastruktur” (79.4%), “pengendalian tingkat kenaikan upah minimum”
(71.4%), dan “sistem bisnis yang sangat transparan dan dapat diprediksi” (70.3%). Selain
itu, “pencegahan dan pemberantasan korupsi” (55.1%) juga diharapkan oleh lebih dari
setengah responden perusahaan Jepang di Indonesia.

 Mengenai ekspektasi di bidang “perluasan infrastruktur”, hampir sebagian besar


perusahaan menjawab infrastruktur “jalan” sebesar 90.0%. Kemudian disusul dengan
infrastruktur “listrik” (57.9%) dan “pelabuhan” (44.6%). Dalam “sistem bisnis yang sangat
transparan dan dapat diprediksi”, ekspektasi terhadap penyederhanaan prosedur
menjadi urutan tertinggi yaitu sebesar 87.1% dan disusul dengan penyebaran informasi
mengenai sistem dan peraturan hukum kepada petugas lapangan sebesar 66.4%.

(Grafik 11) Ekspektasi kebijakan terhadap pemerintahan Joko Widodo periode kedua
(n=528)

Sekian dan Terima Kasih.

Konferensi Pers JETRO Jakarta 11 Feb 2020 14

Anda mungkin juga menyukai