Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan

Volume XX Number XX XXXX


ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

Conceptual Analysis of Guidance and Counseling Role for


Optimizing Psychological Well- Being of Domestic Violence
Victims

Fardhatul Riani Putri, Afdal Afdal


1
Universitas Negeri Padang, 2 Universitas Negeri Padang
e-mail: putririanifardhatul18@gmail.com afdal@konselor.org

ABSTRAK
Permasalahan dalam rumah tangga saat ini menjadi permasalahan yang sedang
menjadi topik hangat di berbagai kalangan, kekerasan dalam rumah tangga terjadi
dengan memberikan dampak yang negatif bagi korbanya. Korban mengalami
kerugian tidak hanya pada fisik saja namun juga psikologis. Dampak psikologis
berupa menurunya psychological well-being atau kesejahteraan psikologi bagi
korban kekerasan dalam rumah tangga. Bimbingan dan konseling merupakan
layanan yang di berikan kepada individu maupun kelompok dnegan tujuan untuk
membantu mengentaskan permasalahan klien dan mencapai tujuan perkembangan
secara optimal. Artikel ini secara keselutuhan akan mengenalkan konsep bimbingan
dan konseling dalam optimalisasi kesejahteraan psikologis korban kdrt.

Kata Kunci: Bimbingan dan Konseling, Psychological Well-being, Kekerasan


Dalam Rumah Tangga. 

PENDAHULUAN
Undang- undang PKDRT No. 23 Tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah
tangga menyebutkan setiap perbuatan terhadap seorang perempuan yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, seksual atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan
pemaksaan dan perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.
Dalam rumah tangga, perempuan membutuhkan perasaan bisa secara bebas
mengungkapkan perasaannya dan membutuhkan perhatian oleh pasangannya serta
merasakan cinta dan kasih, namun itu tidak berjalan dengan sesuai sehingga
menyebabkan penderitaan secara fisik dan psikologis (Daretta, 2018; Asiah, 2020).
Secara psikologis korban kekerasan dalam rumah tangga terganggu dalam
kesejahteraan sehingga berpengaruh terhadap kesehatan mental, penurunan

1
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume XX Number XX XXXX
ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

psychological well-bein dan ketakutan serta keputusasaan dalam menjalani hubungan


pernikahan (Yeni & Lianawati, 2009; Fergusson, 2015).
Psychological well-being adalah pencapaian menyeluruh dari potensi
psikologis individu yang ditandai dengan dapat menerima kekuatan serta kelemahan
yang ada pada diri, memiliki emosional yang positif, mampu melewati berbagai
pengalaman buruk yang dapat menimbulkan emosional yang negatif serta memiliki
tujuan hidup yang terarah dan dampak yang ditibulkan dari menurunya
Psychological well-being individu yaitu hilangnya rasa kepercaya diri, kekhawatiran
berlebihan, mengancam serta memaksakan yang akan berdampak pada kejiwaan
(Ryff, 2014; Merung, 2016).
Dimensi kesejahteraan psikologi yang dikembangkan oleh Ryff mengarah
pada teori positive functioning ( Maslow, Rogers, Jung dan Allport), perkembangan
(Erikson. Buhler dan Neugarten), dan teori kesehatan mental (Jahoda). Ryff
menyususn enam dimensi kesejahteraan psikologi yaitu penerimaan diri, hubungan
positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan diri, tujuan hidup dan pertumbungan
pribadi (Well, 2010).
Beberapa cara meningkatkan psychological well being pada korban kekerasan
dalam rumah tangga, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Erna, Alfida &
Rizki (2019) Peran Religiusitas dan Psychological Well-Being terhadap Resiliensi
Korban KDRT di dapatkan hasil bahwa pengaruh regiulisitas dan psychological well
being terdapat resilensi pada korban kekerasan dalam rumah tangga,maka terdapat
pengaruh religiusitas dan psychological well being terhadap resiliensi korban
kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum
religiusitas korban KDRT pada penelitian ini cukup baik dalam aspek religiusitas.
Namun pada penelitian ini pengukuran religiusitas berorientasi pada pengamalan
ritual agama, dan tidak dapat digeneralisir mengenai penghayatan dan pemaknaan
secara mendalam mengenai religiusitas responden. Pernikahan yang berlangsung
terbukti mengalami kepuasan hidup yang rendah terhadap korban korban kekerasan
dalam rumah tangga (Nockita, 2016).
Bimbingan dan konseling adalah serangkaian kegiatan berupa bantuan uang
dilakukan oleh seorang ahli konseling atau dikenal dengan sebutan guru bk dan atau
konselor dengan memeberikan pengetahuan tambahan untuk membantu

2
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume XX Number XX XXXX
ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

mengentaskan masalaha yang di alami individu atau disebut dengan klien agar
terentaskan dengan tuntas serta mampu berkembang dengan optimal dilingkungan
baru maupun lama (Oktasari 2018; Prayitno 2004;Permana, 2015).

Bimbingan dan Konseling


Yusuf (2009) bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari istilah
"guidance" dan "counseling" yang berarti suatu proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh seseorang ahli atau konselor, guna menyelesaikan masalah klien
secara tatap muka. Sejalan degan pendapat Damayanti (2012) menungkapkan:

" Bimbingan dan konseling merupakan suatu proses interaksi antara


konselor dengan klien secra langsung (tatap muka) atau tidak (melalui
media) dalam tujuan untuk membantu klien agar dapat
mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang
dialaminya."

Layanan bimbingan dan konseling mempunyai tujuan untuk memperoleh


pengetahuan yang lebih luas mengenai diri individu serta dengan kemampuan yang
dimilikinya, mempunyai pengenalan yang lebih baik terhadap lingkungan agar
mampu dan mendapatkan pengetahuan tentang situasi agar tujuan dan perkembangan
berjalan secara baik dan optimal (Suharsimi, 2012) . Layanan bimbingan dan
konseling mempunyai berbagai jenis layanan yaitu layanan orientasi, layanan
informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan bimbingan belajar
(pembelajaran), layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok dan,
layanan konseling kelompok.Jenis layanan tersebut disuse dalam program bimbingan
dan konseling yang meliputi merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan
merencanakan tindak lanjut serta mendesain perbaikan dan pengembangan program
bimbingan dan konseling (Prayitno, 2004).
Oktasari (2018) mengatakan bahwa bahwa layanan bimbingan dan konseling
merupakan batuan yang diberikan kepada korban kekerasan dalam rumh tangga
untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi korban agar
mampu menjali kehidupan efektif sehari- hari. Women Crisis Center (2011) layanan

3
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume XX Number XX XXXX
ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

bimbingan dan konseling bagi korban kekerasan dalam rumah tangga adalah
kegiatan yang mendengar serta membantu para korban kekerasan dalam rumah
tangga agar dapat menghadapi masalah dan dapat menyatakan pilihan- pilihan untuk
menanggulangi permasalahan tersebut. Layanan bimbingan dan konseling perlu
dilakukan kepaaada korban kekerasan dalam rumah tangga karena dampak yang
ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga terbagi menjadi dua yaitu dampak
jangka pendek atau kangsung dan jangka panjang seperti: dampak fisik, ekonomi,
sksual, sosial dan psikologis.

Psychological Well-Being

Psychological well- being mengacu pada perasaan seseorang mengenai


kajadian hidup sehari- hari. Segala kejadian yang dialami individu yang berlangsung
setiap hari dalam prosesnya tersebut dapat mengalami perubahan pikiran dan
perasaan yang dimulai dari kondisi mental negatif sampai pada kondisi mental yang
positif (Ryff, 1989). Psychological well being yaitu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kesehatan psikologis individu dengan mengacu kepada psikologi
yang positif ( Amawidyati, 2006).
Manusia memiliki kesejahteraan psikologi yang berbeda, Ryff (1995)
mengkelompokanya menjadi menjadi 2 faktor, sebagai berikut:
a. Faktor Demografis dan Klasifikasi Sosial
Studi yang telah dilakukan terhadap demografis kesejahteraan psikologis,
didapati tidak terlalu pengaruh antara variasi standar demografis seperti usia,
jenis kelamin, ras, pendidikan, pendapatan, dan status pernikahan tapi bukan
berarti tidak ada pengaruh kesejahteraan psikologis dengan faktor demografis
(Lakoy 2009), yaitu:
1. Usia
Perbedaan usia ternyata juga berpengaruh pada kesejahteraan psikologi
seseorang karena usia juga menentukan bagaimana individu menguasai
lingkungan dengan baik dan cenderung meningkat ke arah yang positif
(Ryff , 1995).

4
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume XX Number XX XXXX
ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

2. Jenis Kelamin
Ryff (1995) jenis kelamin mempengaruhi kesejahteraan psikologi yang
mana perempuan memiliki kemampuan membina hubungan dengan
baik dan positif terhadap orang lain serta memiliki pertumbuhan pribadi
yang lebih baik dari pria.
3. Status Ekonomi
Perbedaan kelas status ekonomi berpengaruh bagi kesejahteraan
sosial,dari penelitian yang dilakukan didapati kerejahteraan psikologi
yang tinggi juga di temui pada individu yang mempunyai status
pekerjaan yang tinggi, dukungan sosial yang baik Pendapat ini
didukung oleh (Ryff &Singer, 1996 ).
4. Budaya
Ryff & Singer (1996) adanya perbedaan kesejahteraan psikologi
berdasarkan budaya yang terfokus pada indivialisme dan konteks
budaya barat serta masyarakat yang memiliki budaya yang berorientasi
kolektifitas dan saling ketergantungan dalam konteks budaya timur
seperti yang termasuk dalam dimensi hubungan positif dengan orang
yang bersifat kekeluargaan.
b. Dukungan Sosial
Dukungan sosial sangat berpengaruh bagi kesejahteraan psikologi dengan tujuan
untuk memberika dukungan hidup yang positif, membantu individu berkembang dan
menjadi penyemangat dalam menghadapi permasalahan yang ada di kehidupan
sehari- hari (Wall, 1990).

Kekerasan dalam Rumah Tangga

Undang- undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam


Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara seksual,
psikologis, fisik, , atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.

5
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume XX Number XX XXXX
ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

Adanya konflik serta kekerasan dalam rumah tangga tentunya sangat


berpengaruh pada kelangsungan pernikahan, kepuasan diri setiap anggota keluarga
serta kebahagian setiap anggota keluarga itu sendiri (Rahmani, 2009). Pelaku
maupun korban kekerasan dalam rumah tangga ini tidak mengenal status sosial,
usia, jenis kelamin, status ekonomi, tingkat pendidikan, suku maupun agama (Coker,
2004).
Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya dapat menjadikan siapapun
dalam keluarga sebagai korban (Nurmadiansyah, 2011). Dalam rumah tangga
perempuan dianggap tidak produktif, sehingga harus menuruti kemauan laki-laki,
padahal kenyataannya tidak selalu demikian (Setiawati, 2016). Kekerasan dalam
rumah tangga yang dilakukan suami lebih banyak terjadi dibandingkan kekerasan
yang dilakukan istri (Asmarany, 2007).
Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh kaum perempuan
seringkali dianggap sebagai persoalan individu oleh beberapa kalangan ataupun
orang lain. Padahal saat ini, kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi
perhatian global dan membutuhkan penanganan yang serius (Peace, 2012).
Dampak dari kekerasan dalam rumah tangga ini dapat berupa dampak jangka
pendek atau dampak langsung dan dampak jangka panjang dan tidak hanya dirasakan
oleh istri namun anak-anak juga akan merasakan dampak dari kekerasan yang terjadi
didalam keluarganya. Dampak langsung bisa berupaluka fisik, masalah
gastrointestinal, migren, kehamilan yang tidak diinginkan, trauma kepala (Berger,
2012) hilangnya pekerjaan atau mengabaikan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya (Wettersten, 2004), dan lain sebagainya. Sedangkan dalam jangka panjang
perempuan korban dapat mengalami gangguan psikis seperti hilangnya rasa percaya
diri, kehilangan rasa percaya terhadap orang lain, gangguan panil, phobia, ketakutan
yang berlebihan, depresi, kecemasan, dan bahkan jika berlangsung terus menerus
dapat mengakibatkan pembunuhan maupun bunuh diri (Staggs & Riger, 2005).

Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga


Kedudukan dan relasi yang tidak seimbang antara suami istri atau antara
anggota keluarga serta mereka yang terlibat relasi lainnya telah menjadi faktor utama

6
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume XX Number XX XXXX
ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (Minarosa, 2013). Banyak faktor
penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (Afdal, 2015).
Dalam lingkup rumah tangga setiap orang dilarang melakukan
kekerasandengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau
penelantaran rumah tangga (pasal 5 UU PKDRT). Kekerasan terhadap perempuan
dibagi dalam empat bentuk kekerasan UU PKDRT, yaitu:
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit, atau luka berat (UU PKDRT, Pasal 6, 2004). Kekerasan fisik secara
umum meliputi semua bentuk serangan dan siksaan seperti menampar,
memukul, menendang, menarik rambut, menyodok, menggigit, membakar,
mencubit, melakukan eksplorasi, menyulut dengan rokok, melukai dengan
senjata, mengabaikan kesehatan istri, dan sebagainya.
2. Kekerasan Psikologis
Undang- undang PKDRT, kekerasan psikis adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan
psikhis berat pada seseorang (pasal 7, 2004).
3. Kekekarasan seksual
Kekerasan seksual yang dimaksud dalam UU PKDRT 2004, meliputi:
Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Pemaksaan hubungan
seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (pasal 8).
Meskipun aktivitas seksual yang terjadi adalah antara suami dan istri,
tetapi karena sifatnya memaksa, maka termasuk sebagai kekerasan dalam
penyiksaan, karena tindakan dilakukan sebagai ekspresi power dan bukan
sematamata dorongan seksual yang tidak terkontrol.
4. Kekerasan Ekonomi
Bentuk-bentuk kekerasan ekonomi antara lain tidak memberi nafkah istri,
memanfaatkan ketergantungan ekonomi istri, menguasai hasil kerja istri

7
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume XX Number XX XXXX
ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

atau memeras uang dari penghasilan istri, menghabiskan uang belanja


untuk berjudi, memaksa istri bekerja untuk memenuhi kebutuhan suami.

Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga


Bentuk paling umum dari kekerasan dalam rumah tangga adalah penganiayaan
suami kepada istri (Taylor, 2009). Kekerasan dalam rumah tangga yang di alami oleh
perumpuan terdiri dari berbagai bentuk dari fisik sampai pada psikis (Nisa, 2018).
Kekerasan dalam rumah tangga dapat dirincikan sebagai berikut (Hesriyana, 2017):
1. Kekerasan fisik adalah kekerasan yang menyebabkan korban kekerasan
dalam rumah tangga menderita secara fisik, yakni luka atau sakit yang di
rasakan pada anggota tubuh korban.
2. Kekerasan psikis adalah kekerasan yang menyebabkan korban kekerasan
dalam rumah tangga menjadi trauma psikis, seperti ketakutan, ketidak
berdayaan dan hilangnya kemampuan untuk bertindak.
3. Kekerasan seksual adalah kekerasan yang menuntuk korban kekerasan
dalam rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan biologis yang diinginkan
secara paksa oleh pelaku.
4. Penelantaran rumah tangga adalah kekeran dalam rumah tangga yang
menelantarkan ekonomi keluarga, mengabaikan tanggung jawab dan tidak
menjalani hak atau kewajiban yang seharusnya kepada anggota keluarga.

Simpulan

kekerasan dalam rumah tangga tentunya sangat berpengaruh pada


kelangsungan pernikahan, kepuasan diri setiap anggota keluarga serta kebahagian
setiap anggota keluarga itu sendiri. Secara psikologis korban kekerasan dalam rumah
tangga terganggu dalam kesejahteraan sehingga berpengaruh terhadap kesehatan
mental dan penurunan psychological well-being. Layanan bimbingan dan konseling
merupakan batuan yang diberikan kepada korban kekerasan dalam rumh tangga
untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi korban agar
mampu menjali kehidupan efektif sehari- hari.

8
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume XX Number XX XXXX
ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

DAFTAR RUJUKAN
Afdal. (2015). Pemanfaatan konseling keluarga eksperensial untuk penyelesaian
kasus kekerasan dalam rumah tangga. Jurnal Pendidikan Indonesia, 1(1), 76–
79.
Asiah, N. (2020). Pengaruh Pemaafan Dengan Psychological Well-Being Pada
Pasangan Suami Istri (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau).
Asmarany, A. I. (2007). Bias gender sebagai prediktor kekerasan dalam rumah
tangga. Jurnal Psikologi, 35(1), 1–20.
Amawidyati, Sukma Adi Galuh & Utami, Muhana Sofiati. (2006). Religiusitas dan
Psychological Well-Being Pada Korban Gempa. Jurnal Psikologi Volume 34
No. 2, 164 176, Yogyakarta, Universitas gajah Mada.
Berger, A., Wildsmith, E., Manlove, J., Steward-Streng, N., (2012). Relationship
violence among young adult couple. Trends Child Research Brief:
Washington, DC
Coker, Ann L., Keith E. Davis (2004). Physical and Mental Health Effects of
Intimate Partner Violence for Men and Women. American Journal of
Preventive Medicine, 24(4), 260-268
Daretta, S. (2018). Psychological Well Being pada Korban Kekerasan dalam Rumah
Tangga. Universitas Medan Area.
Damayanti, Nidya. (2012). Buku Pintar Panduan Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Araska.
Lakoy, S.F. (2 009). Psychological Well-Being Perempuan Bekerja dengan Status
Menikah dan Belum Menikah. Jurnal Psikologi. Vol 7 (2).
Minarosa, M. (2013). Tinjauan singkat tentang kekerasan dalam rumah tangga
berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga. Jurnal Constitutum, 12(2), 523–533.
Merung, P. V. (2016). Kajian Kriminologi Terhadap Upaya Penanganan Kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Di Indonesia. Veritas et
Justitia, 2(2), 397-423.
Nisa, Haiyun (2018). Gambaran Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang
Dialami P erempuan Penyintas. Gender Equality: International Journal of
Child and Gender Studies. Vol. 4, No. 2, September2018.
Nurmadiansyah, M. T. (2011). Membina keluarga bahagia sebagai upaya
penurunan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam perspektif agama
Islam dan undang-undang. Musãwa, 10(2), 215–228.
Peace, Colleen. (2012). The impact of domestic violence on society. West Texas A &
M University, 1, (1)
Rahmani A., Khoei, E Marghati, & Gholi, L Alah., (2009). Sexual satisfaction and

9
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume XX Number XX XXXX
ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

its relatin to marital happiness in iraniana. Irania Journal Publik Health, 38


(4), 77-82
Ryff, C. D. (2014). Psychological well-bing revisited: Advances in the science and
ractice of Eudaimonia. Journal of Psychotherapy and Psychosomatic, 83. 10–
28. Doi: 10.1159/000353263
Ryff, C. D., Singer, B. (1995). Psychological Well-Being: Meaning,Measurement,
And Implication for Psychotherapy Research. Psychotherapy, Psychosomatic.
Special Article. 65, 14-23.
Ryff, C.D. (1989). Happiness. Is everything, or is it Explorations on the meaning of
psychological wellbeing. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.
57.
Setiawati, T. (2016). Perempuan dan HAM: Peta permasalahan dan agenda aksi.
Unisia, 25(44), 95–110. https://doi.org/10.20885/unisia.vol25.iss44.art8
Wolpert, Stuart (2012). What Commitment in Marriage Means, retrieved Desember
7, 2014 from http://newsroom.ucla.edu/releases/here -is-what-real-
commitment-to-228064
Wells,E.I, 2010. Psychological Well Being (Psychology of Emotions, Motivations
and Actions). Newyork
Wettersten, Kara Bita, Rudolph, Susan E., Faul, Kiri., Gallagher, Kathleen,
Trangsrud, Heater B., Adams, Karissa, Graham, Sherna, & Terrance, Cheryl.
(2004). Freedom through silf-sufficiency: A qualitative examination of the
impact of domestic violence on the working lives of women in shelter. Journal
of Counseling Psychology, 51, (4), 447-462.

10

Anda mungkin juga menyukai