Anda di halaman 1dari 4

Nama : Dzikry Maulana

NPM : 170410150008

Mata Kuliah : Sistem Pemerintahan Daerah

OTONOMI DAERAH

Penyelenggaraan Negara secara garis besar diselenggarakan dengan dua sistem, yakni
system sentralisasi dan system sentralisasi. Sistem sentralisasi yaitu jika urusan yang berkaitan
dengan aspek kehidupan dikelola ditingkat pusat. Sedangkan desentralisasi yaitu sistem ketika
sebagian urusan pemerintahan diserahkan pada daerah untuk menjadi urusan rumah tangganya.
Dari pengertian tentang desentralisasi, dapat disimpulkan bahwa prinsip dari
desentralisasi adalah adanya pelimpahan atau penyerahan wewenang dari pemerintah pusat pada
satuan-satuan pemerintah dibawahnya untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri.
Wewenang untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri inilah yang disebut dengan hak
otonomi.
Pengertian “otonom” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) secara bahasa
adalah “berdiri sendiri” atau “dengan pemerintahan sendiri”. Sedangkan “daerah” adalah suatu
“wilayah” atau “lingkungan pemerintah”. Secara istilah “otonomi daerah” adalah
“wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk
kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri”.

Sedangkan berdasarkan Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9


Tahun 2015 Tentang  Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun dasar hukum otonomi daerah diantaranya:

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18 Ayat 1-7, Pasal
18A ayat 1 dan 2, Pasal 18B ayat 1 dan 2.
 Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah,
pengaturan, pembagian dan pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
 Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
 UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi UU No. 32 Tahun 2004).

Adapun tujuan dari otonomi daerah diantaranya:

1. Untuk meningkatkan pelayanan masyarakat yang semakin baik.


2. Keadilan Nasional.
3. Pemerataan wilayah daerah.
4. Mendorong pemberdayaan masyarakat.
5. Menjaga hubungan baik antara pusat dengan daerah, antar pusat, serta antar daerah dalam
rangka keutuhan NKRI.
6. Untuk mengembangkan kehidupan yang demokrasi.
7. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas.
8. Untuk mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Secara konseptual, tujuan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yaitu
tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi.

1. Tujuan politik, dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu upaya untuk mewujudkan
demokratisasi politik melalui partai politik dan DPRD.
2. Tujuan administratif, dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu adanya pembagian urusan
pemerintahan antara pusat dengan daerah, termasuk pembaharuan manajemen birokrasi
pemerintahan di daerah, serta sumber keuangan.
3. Tujuan ekonomi, dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu terwujudnya peningkatan
indeks pembangunan manusia sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat
Indonesia.

Peraturan perundang-undangan yang pertama kali mengatur tentang pemerintahan daerah


pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1 tahun 1945. Undang-undang ini merupakan
hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa kerajaan dan  masa
pemerintahan kolonialisme. Namun undang-undang ini belum mengatur tentang desentralisasi
dan hanya menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pembentukan badan
perwakilan rakyat daerah.
Undang-undang tersebut diganti oleh UU nomor 22 tahun 1948 yang berfokus pada
pengaturan susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Undang-undang ini menetapkan dua
jenis daerah otonom dan tiga tingkatan daerah otonom.
Perjalanan sejarah otonomi Indonesia selanjutnya ditandai dengan munculnya UU nomor
1 tahun 1957 yang menjadi peraturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh
Indonesia. Selanjutnya UU nomor 18 tahun 1965 yang menganut sistem otonomi yang riil dan
seluas-luasnya. Kemudian disusul dengan munculnya UU nomor 5 tahun 1974 yang menganut
sistem otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Hal ini karena sistem otonomi yang
sebelumnya dianggap memiliki kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan
NKRI serta tidak serasi denagn maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah.
Pasca reformasi, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia menjadi titik fokus penting
dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah bisa disesuaikan oleh
pemerintah daerah dengan potensi dan ciri khas daerah masing-masing. Otonomi daerah mulai
diberlakukan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah dianggap
tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, serta tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah. Oleh karena itu maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 digantikan
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengalami banyak perubahan. Salah
satunya yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya Undang-undang
tersebut direvisi dan diganti oleh Undang-undang terbaru yaitu UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Esensi Otonomi Daerah adalah berkembangnya Daerah dengan kemandirian yang
mampu mengatur dan menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan, sesuai dengan konsep-konsep otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Faktor-faktor yang mendukung otonomi Daerah antara lain :
a.     Sumber Daya Manusia;
b.     Kemampuan Keuangan Daerah;
c.     Sarana dan Prasarana;
d.     Organisasi dan Manajemen.
Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap
menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi,
keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.

Adanya otonomi daerah merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah
untuk membuktikan bahwa kemampuannya dalam mengatur serta melaksanakan kewenangan
yang menjadi hak daerah masing-masing. Berkembang atau tidaknya suatu daerah tergantung
dari kemampuan dan kemauan untuk dapat melaksanakannya. Pemerintah daerah bisa bebas
berekspresi dan berkreasi dalam rangka membangun daerahnya sendiri, tentu saja harus sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Referensi:

Martiana, Anna. Dkk. 2010. Kewarganegaraan. Bandung: Unpad

www.markijar.com

Anda mungkin juga menyukai