Anda di halaman 1dari 21

Clinical Science Session (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A219107/ Januari 2021


**Pembimbing

Anosmia in COVID-19: Mechanisms and Significance

Reni Dwi Astuti* dr. Lusiana Herawati Yammin, Sp. THT-KL **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Clinical Science Session

Anosmia in COVID-19: Mechanisms and Significance

Oleh:

Reni Dwi Astuti

G1A219107

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Mattaher Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Pada, Januari 2021

Pembimbing

dr. Lusiana Herawati Yammin, Sp. THT-KL

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical
Science Session yang berjudul “Anosmia in COVID-19: Mechanisms and
Significance” sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Pendidikan Profesi
Dokter Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan serta Kepala dan Leher di Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Lusiana Herawati Yammin, Sp.
THT-KL yang telah meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Selanjutnya,
penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi para
pembaca.

Jambi, Januari 2021

Penulis

3
Anosmia pada COVID-19: Mekanisme dan Signifikansi
Albert Y. Han, Laith Mukdad, Jennifer L. Long dan Ivan A. Lopez

Abstrak
Pandemi global penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh
severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) masih menjadi
tantangan terutama pada pasien dengan asimptomatik atau paucisymptomatic. Dari
berbagai institusi menunjukkan bukti bahwa pasien datang dengan anosmia tiba-tiba
tanpa disertai rinitis. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau patofisiologi anosmia yang
berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas akibat infeksi virus dan implikasi
prognostiknya. Bukti saat ini menunjukkan bahwa anosmia akibat SARS-CoV-2
mungkin merupakan sindrom baru yang spesifik untuk virus COVID-19 dan dapat
dimediasi akibat infeksi SARS-CoV-2 di intranasal ke dalam sirkuit saraf penciuman.
Perjalanan klinis dari neuroinvasi SARS-CoV-2 masih belum jelas, sehingga masih
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada pasien untuk menilai gejala sisa neurologis,
termasuk ensefalitis, gangguan serebrovaskular, dan risiko neurodegeneratif jangka
panjang.
Kata kunci: Anosmia, coronavirus, COVID-19, penciuman, anosmia pasca viral

Pendahuluan
Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) merupakan penyakit dengan manifestasi
multiorgan yang disebabkan oleh infeksi Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang pertama
kali ditemukan di Wuhan, Cina, pada tahun 2019. Sebagian besar pasien yang terinfeksi
SARS-CoV-2 mengalami gejala ringan, namun hampir 5% berkembang menjadi
pneumonia virus yang menyebar dan menyebabkan kegagalan multiorgan. Lebih dari 2
juta pasien telah terinfeksi di seluruh dunia dan sekarang Amerika Serikat memimpin
dengan jumlah infeksi dan kematian akibat infeksi COVID-19 terbanyak. Gejala
nonspesifik seperti demam, batuk, dan kelelahan membuat diagnosis awal COVID-19
menjadi sulit dilakukan. Kemampuan pengujian PCR yang tidak mencukupi semakin
menghambat diagnosis di Amerika Serikat.

4
Disfungsi penciuman dilaporkan sebagai suatu indikator awal dari infeksi SARS-
CoV-2 pada orang tanpa gejala yang selanjutnya akan berisiko tinggi terhadap cedera
saraf penciuman karena viral load yang tinggi di dalam rongga hidung. Disfungsi
penciuman setelah infeksi SARS-CoV juga pernah dilaporkan di masa lalu. Makalah ini
meninjau fisiologi penciuman, merangkum laporan klinis anosmia pada wabah virus
saat ini dan sebelumnya, dan secara khusus membahas implikasi neurologis dari
sindrom ini. Penting untuk dicatat bahwa dysgeusia (perubahan sensasi rasa, termasuk
rasa kimiawi) juga telah dilaporkan pada pasien yang terinfeksi COVID-19; namun,
sulit untuk membedakan kedua gejala tersebut tanpa pengujian yang obyektif. Oleh
karena itu, kajian ini akan difokuskan pada sistem penciuman.

Fisiologi Penciuman
Fungsi penciuman memberikan informasi penting terhadap lingkungan sekitar,
itulah sebabnya sirkuit saraf substansial digunakan untuk memproses penciuman dan
integrasi multisensori. Bau pertama kali akan memasuki aspek superior dari rongga
hidung, yang dilapisi oleh epitel olfaktorius. Ada sekitar lima jenis sel di lapisan epitel
ini: neuron sensorik olfaktorius (OSN), sel penopang, sel mikrovilar, sel saluran
kelenjar penciuman (Bowman), dan sel basal. Bau akan dideteksi oleh reseptor bau
(odorant receptors/ORs) pada silia dari OSN. OR adalah reseptor yang berpasangan
dengan G-protein kemudian mengaktifkan Golf. Aktivasi Golf menstimulasi adenylyl
cyclase, diikuti dengan pembentukan cyclic adenosine monophosphate. Hal ini
menyebabkan terbukanya saluran klorida dan keluarnya ion klorida yang akan
menghasilkan potensial aksi. OSN adalah neuron bipolar dengan akson yang
membentuk sinapsis di bulbus olfaktorius serta dendrit yang mengarah keluar ke rongga
hidung yang dibungkus oleh sel penopang. Setiap knob dendritik OSN terdapat 10–30
silia yang menonjol keluar ke lapisan mucus. Setiap OSN akan mengekspresikan tipe
OR yang unik. Akson dari semua OR-spesifik akan diproyeksikan ke glomeruli oleh
OSN, di mana mereka bersinaps dengan sel-sel mitral dan berumbai di bulbus
olfaktorius.
Akson dari neuron penciuman (sel mitral dan berumbai) kemudian
memproyeksikan keberagam area penciuman di sistem saraf pusat (SSP), termasuk ke
inti penciuman anterior (anterior olfactory nucleus/AON), tuberkulum olfaktorius,

5
korteks piriform (area 51), amigdala, dan korteks entorhinal. Sirkuit saraf kemudian
akan memasukkannya ke dalam integrasi multimodal yang penting untuk kognisi dan
kontrol motorik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa AON memanfaatkan input dari
hipokampus untuk penyimpanan representasi memori penciuman.
OSN di OE mengalami regenerasi secara terus menerus sepanjang hidup. Sel
basal (baik tipe globose maupun horizontal) bersifat pluripoten dan dapat memunculkan
semua subtipe sel OE. Steroid dapat menghambat regenerasi OSN, seperti yang terlihat
pada model murine dimana terjadi cedera OE akibat pemberian lipopolisakarida
intranasal. Neuron pada olfaktorius juga mengalami regenerasi. Regenerasi neuron
olfaktorius berasal dari neuroblas dari zona subgranular gyrus dentata.

Bukti terkini mengenai anosmia terkait SARS-CoV-2


Bukti awal mengungkapkan bahwa anosmia mendadak mungkin satu-satunya
gejala yang muncul pada pasien COVID-19. Sebanyak 214 pasien COVID-19 yang
dirawat di rumah sakit di Wuhan, 5,1% dan 5,6% pasien mengalami hiposmia dan
hipogeusia. Sebuah survei anekdotal pasien di Korea Selatan mengungkapkan bahwa
sekitar 30% mengalami anosmia sebagai gejala utama COVID-19. Pasien ini juga
mengalami anosmia dan ageusia yang disertai dengan demam (> 37,5 ° C) tanpa
obstruksi hidung atau rinitis.
American Academy of Otolaryngology — Head and Neck Surgery, ENT UK, dan
British Rhinological Society secara independen menerbitkan pedoman yang mencakup
anosmia, hyposmia, dan dysgeusia dalam menilai pasien yang diduga menderita
COVID-19. Penelitian terbaru pada pasien COVID-19 menunjukkan adanya gangguan
penciuman pada 20-85% pasien. Pencitraan resonansi magnetik pasien dengan anosmia
mendadak terkait SARSCoV-2 mengungkapkan volume penciuman yang normal dan
intensitas sinyal yang normal. Sekitar 72,6% dari pasien pada penelitian ini mengalami
pemulihan fungsi penciuman dalam 8 hari pertama. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar anosmia bersifat sementara. Temuan serupa juga dikonfirmasi oleh
University of Pennsylvania Smell Identification Test. Peningkatan insiden disfungsi
penciuman ini kemungkinan juga disebabkan karena kesadaran dan penilaian gejala
yang lebih cermat oleh pasien.

6
Virologi molekuler SARS-CoV-2
SARS-CoV-2 adalah virus asam ribonukleotida untai tunggal (RNA) yang
merupakan bagian dari famili Coronaviridae. Meskipun data mengenai virus korona
jenis baru ini masih terus muncul, banyak informasi tersedia terkait SARS-CoV yang
dapat dipelajari setelah terjadinya wabah pada tahun 2003. Mekanisme masuknya
SARS-CoV ke dalam sel inang menyerupai mekanisme masuknya virus human
immunodeficiency dan virus influenza. Semua virus ini mengandung protein virus
(protein S) yang termasuk dalam kelompok protein fusi virus kelas I. Ujung terminal-N
dari protein (S1) berisi domain pengikat reseptor yang berikatan dengan angiotensin-
converting enzyme 2 (ACE2) pada sel inang dan menghasilkan perubahan konformasi
protein S yang kemudian diikuti oleh pembelahan proteolitik protein S oleh TMPRSS2.
C-terminal dari viral spike protein (S2) mengandung domain berulang heptad (HR1 dan
HR2) yang membentuk struktur inti fusi bundel enam heliks selama fusi,
memungkinkan masuknya RNA virus ke dalam sel. SARS-CoV-2 diperkirakan
memasuki sel inang dengan cara yang sama melalui priming subunit protein S oleh
TMPRSS2 dan inisiasi masuknya virus melalui interaksinya dengan ACE2 pada sel
inang.

Mekanisme anosmia pada pasien SARS CoV-2


Dengan sedikit penelitian yang dipublikasikan sebelumnya, peneliti hanya dapat
berspekulasi tentang mekanisme gejala anosmia pada pasien SARS-CoV-2. Kita dapat
memperoleh pemahaman dari infeksi virus pernapasan lainnya, termasuk virus korona
lainnya. Anosmia dapat dikategorikan secara luas menjadi kehilangan penciuman
konduktif atau sensorineural .Kehilangan penciuman konduktif terjadi karena gangguan
aliran udara di hidung dan dapat pulih kembali bila sumbatan hilang; kehilangan
penciuman sensorineural dapat terjadi akibat adanya disfungsi OE dan bias menjadi
permanen atau membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pemulihan secara
fungsional. Beberapa kemungkinan mekanisme anosmia SARS-CoV-2 yang dapat
menyebabkan anosmia akan dijelaskan dalam jurnal ini.

7
Anosmia Konduktif atau Obstruktif
Kondisi sinonasal yang memengaruhi aliran udara dan mengganggu perjalanan
bau ke OE dapat menyebabkan gangguan penciuman konduktif. Hidung yang tersumbat
atau edema pada epitel pernafasan hidung yang diakibatkan oleh berbagai sebab dapat
mengakibatkan anosmia sementara. Pada era pra-COVID, gangguan penciuman akibat
penyakit sinonasal berkisar antara 14% hingga 30% dari semua pasien yang mengalami
anosmia.
Infeksi akibat human coronavirus (HCoV), termasuk NL63, OC43, dan 229E,
menyebabkan flu biasa. Sebuah studi prospektif pada pasien rawat inap menunjukkan
pasien dengan strain HCoV endemik ini menunjukkan gejala rinitis, faringitis, dan
radang tenggorokan, meskipun gejala pernapasan bagian bawah lebih terlihat daripada
gejala lainnya. Sukarelawan yang sehat diinokulasi dengan strain virus HCoV-229E,
kemudian melaporkan mulai mengalami sumbatan hidung dan gangguan indra
penciuman. Waktu pemulihan tidak dinilai dalam studi khusus ini, dan tidak jelas
apakah ini disfungsi penciuman konduktif atau sensorineural. Sebagian besar pasien
COVID-19 yang mengalami disfungsi penciuman sementara dan mengalami perbaikan
dalam waktu 8 hari.

Gangguan epitel penciuman setelah infeksi lokal


Infeksi virus pada OE hidung dapat menyebabkan cedera pada sebagian atau
seluruh OE hidung, termasuk OSN. Pasien dalam penelitian ini mengalami gejala
“anosmia pasca-URI” atau “anosmia postviral” yang bertahan selama berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan setelah rinitis dan gejala infeksi saluran pernapasan atas
(URI) hingga bagian OE hidung yang rusak beregenerasi kembali. Patofisiologi
"anosmia postviral" dan analisis histologis telah dijelaskan dalam literatur, terutama
setelah infeksi rhinovirus. Infeksi saluran pernapasan hidung dan OE akan
mengakibatkan terjadinya peradangan neutrophil yang akan menyebabkan edema
mukosa dan rinore. Seperti disebutkan di atas, kehilangan penciuman konduktif sering
dikaitkan dengan obstruksi hidung; Namun, analisis histologis OE pada pasien ini
menunjukkan tidak adanya silia dan penurunan jumlah OSN yang digantikan oleh epitel
skuamosa metaplastic. Hal ini menunjukkan adanya kontribusi dari sensorineural.

8
Pernah dilaporkan terjadinya anosmia postviral disertai disfungsi penciuman
yang berlangsung lebih dari 6 bulan setelah infeksi HCoV-229E. Sebagai catatan,
HCoV-229E menggunakan aminopeptidase N manusia sebagai reseptor untuk masuk ke
sel inang. Mekanisme ini berbeda dari SARS-CoV dan SARS-CoV-2 yang
menggunakan ACE2 untuk masuk ke sel inang. Pada pasien dengan SARS-CoV,
ekspresi ACE2 yang tinggi berlokasi pada epitel pernapasan hidung, yaitu pada sel
bersilia. Pada penelitian ini didapatkan hasil yang bertentangan dengan penelitian lain
yang mengidentifikasi ACE2 di lapisan basal epitel pernapasan hidung. Penelitian
selanjutnya mengungkapkan bahwa sel goblet dari epitel pernafasan hidung memiliki
tingkat ekspresi ACE2 yang tinggi. OE tidak memiliki sel goblet, namun data terbaru
menunjukkan ekspresi ACE2 di OE, lebih khusus lagi pada sel non neuronal (sel
pendukung, sel induk, dan sel perivaskular). Penelitian untuk mengidentifikasi sel-sel
spesifik OE yang bersama-sama mengekspresikan ACE2 dan TMPRSS2 telah
dilakukan dengan pendekatan seq-RNA sel tunggal. Data awal dari Fodoulian et al.
mengidentifikasi sel sustentacular yang menghadap ke rongga hidung memiliki peran
penting dalam pemeliharaan di neuroepithelium sebagai target seluler utama untuk
masuknya SARS-CoV-2. Tingginya kerentanan jaringan hidung terhadap infeksi virus
corona mendukung konsep bahwa beberapa disfungsi penciuman dapat disebabkan oleh
adanya kerusakan lokal pada jaringan hidung. Pasien COVID-19 yang tidak cepat pulih
fungsi penciumannya mungkin mengalami cedera intranasal yang lebih parah. Belum
diketahui apakah gangguan penciuman berkepanjangan berhubungan dengan derajat
gejala secara umum atau tidak.

Propagasi retrograd ke neuron yang lebih tinggi di jalur olfaktorius


Gangguan penciuman dapat diakibatkan oleh infeksi virus pada OSN dan
propagasi retrograde ke neuron di jalur olfaktorius. Selain anosmia dan hiposmia,
disfungsi penciuman seperti phantosmia (indra penciuman terdistorsi) dan halusinasi
penciuman (distorsi yang dirasakan tanpa adanya bau) dapat terjadi pada epilepsi,
migrain, meningitis, dan gangguan pada SSP. Disfungsi penciuman karena penyebab
sentral akan membutuhkan keterlibatan area pada otak yang memproses informasi
penciuman.

9
Anosmia yang disebabkan oleh neuroinvasi retrogade paling baik dipelajari dalam
kasus virus herpes. Virus herpes adalah virus asam deoksiribonukleat untai ganda yang
berasal dari keluarga Herpesviridae. Virus herpes manusia menyebar secara retrograde
melalui penciuman dan saraf trigeminal, tetapi mekanisme pastinya masih belum
diketahui. Neuroinvasi oleh virus herpes dapat menyebabkan gejala sisa fatal berupa
herpes simplex encephalitis (HSE) yang jarang terjadi dengan insiden 1-3 kasus per satu
juta. Sekitar 70% kasus HSE dikaitkan dengan reaktivasi virus yang terlambat,
didukung oleh deteksi DNA HSV-1 pada 1,9% dari populasi umum tanpa gejala.
Anosmia permanen dapat terjadi pada pasien yang sembuh dari HSE. Anosmia
pasca-Herpes Simplex Encephalitis (HSE) sering muncul dengan gejala sisa neurologis
lainnya, termasuk epilepsi, amnesia, dan defisit kognitif. Dalam model penelitian tikus
HSE, debris nekrotik ditemukan pada indra penciuman dalam 5 hari pasca infeksi,
selain itu ditemukan neutrophil, makrofag dan limfosit di dalam saluran saraf kranial
dan nukleus selama 7 hari. Tikus yang melewati fase akut infeksi menunjukkan infiltrasi
sel imun difus melalui otak dengan atrofi pada korteks piriform dan entorhinal serta
amigdala. Derajat dan kualitas defisit penciuman pada pasien pasca-HSE bervariasi
dengan menunjukkan beberapa pasien mungkin menderita gangguan penciuman yang
lebih "sentral" yang melibatkan area limbik. Evaluasi OE pada pasien HSE
menunjukkan peradangan yang menyebar dan menunjukkan tampilan yang tidak rata
akibat adanya vesikel di antara sel. Selubung perineural saraf penciuman menunjukkan
terjadinya invasi virus yang ditandai dengan adanya bukti perdarahan. Meskipun tingkat
keterlibatan SSP dalam COVID-19 tidak jelas, penelitian di masa depan diperkirakan
akan menunjukkan pola nekrosis dan invasi yang serupa dengan HSE jika anosmia
terkait COVID-19 disebabkan oleh propagasi retrograde melalui olfaktorius, sehingga
masih perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut.
Bukti yang berkembang menunjukkan bahwa infeksi virus corona seringkali tidak
terbatas pada rongga hidung dan saluran pernapasan bagian atas tetapi juga masuk ke
dalam SSP dalam keadaan yang belum jelas. Bukti terkuat berasal dari percobaan
inokulasi tikus, di mana dipastikan bahwa strain virus corona dapat menginvasi bulbus
olfaktorius seperti halnya virus RNA lainnya, seperti rhabdovirus, influenza tipe A, dan
flavivirus. Degenerasi bulbus olfaktorius yang parah dan peningkatan regenerasi OSN
ditunjukkan dalam OE dengan rasio tinggi neuron yang belum matang hingga yang

10
matang. Inokulasi intranasal HCoV-OC43 pada tikus menghasilkan deteksi antigen
virus di olfaktorius 3 hari kemudian dan di seluruh otak pada 7 hari kemudian.
Propagasi virus HCoV-OC43 dimediasi oleh transpor aksonal dalam transmisi antar
neuron. Penyebaran virus dapat dicegah dengan ablasi olfaktorius untuk memastikan
bahwa invasi saraf melalui inokulasi intranasal dimediasi oleh sirkuit saraf penciuman.
Respon imun terhadap infeksi virus di OE menunjukkan adanya peningkatan
regulasi oksida nitrat dan antigen histokompatibilitas utama I dan II oleh OSN yang
terinfeksi. Penelitian tambahan menunjukkan ekspresi bulbus olfaktorius dari sitokin
bawaan, termasuk interleukin 1, interleukin 12, dan faktor nekrosis tumor, yang
menurunkan titer virus di dalam bulbus olfaktorius dan secara langsung berkorelasi
dengan perekrutan sel-T CD4 + dan CD8 +, serta sel natural killer. Sel-T sangat penting
dalam membersihkan virus hepatitis tikus dari neuron penciuman. Dalam kasus SARS-
CoV, infeksi langsung dari makrofag dan limfosit-T mengubah respon imun bawaan
dan ekspresi penanda inflamasi. Sel imun yang terinfeksi SARS-CoV untuk
mempromosikan keadaan pro-inflamasi memiliki mekanisme serupa yang terlibat dalam
SARS-CoV-2. Sebuah penelitian neuroimunologi baru-baru ini mengungkapkan bahwa
mikroglia berperan penting dalam membatasi replikasi virus hepatitis tikus melalui
respons sel T dan virus yang spesifik. Menariknya, pemberian siklosporin untuk
menginduksi penekanan imunitas selama inokulasi HCoV-OC43 tidak mencegah
pembentukan lesi vakuola dan kematian saraf pada tikus, yang menunjukkan bahwa
beberapa aspek neurodegenerasi tidak dimediasi secara imunologis.
Spesimen klinis dan otopsi manusia lebih lanjut menunjukkan bukti invasi virus
korona pada saraf. Strain virus korona endemik HCoV-OC43 dan -229E telah terdeteksi
pada spesimen postmortem. SARS-CoV juga terdeteksi pada cairan serebrospinal dan
spesimen postmortem. Dalam laporan kasus ini, seorang pria berusia 59 tahun yang
memiliki gejala pernafasan terkait SARS mengalami kejang pada keempat ekstremitas
dan mengalami status epileptikus. Cairan serebrospinal pasien ini ditemukan memiliki
viral load SARS-CoV yang tinggi (6884 kopi / mL). SARS-CoV-2 belum terdeteksi di
SSP, namun penting untuk mempertimbangkan anosmia berkepanjangan sebagai bagian
dari gejala COVID-19 mengingat potensi neuroinvasif dari jenis virus korona yang
dipelajari sebelumnya.

11
Penyebaran hematologi ke SSP
Mekanisme lain masuknya virus adalah dengan inokulasi ke otak langsung akibat
gangguan epitel pada sawar darah otak setelah distrupsi hematologi SARS-CoV-2 dari
organ lain. Prevalensi ACE2 yang tinggi ditemukan di epitel paru dan usus, yang
menunjukkan kemungkinan masuknya virus melalui jalur hematologic. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 menyebabkan cedera jantung dengan menargetkan
pericytes di jantung dengan ekspresi ACE2 yang tinggi. Ada kemungkinan juga bahwa
penyebaran hematologi SARS-CoV-2 ke sel endotel dari sawar darah-otak
menyebabkan kerusakan pada pericytes dan astrocytes. Hal ini tidak hanya akan
mengakibatkan konsekuensi besar pada homeostasis otak tetapi juga menyebabkan
gangguan penciuman sentral dan perifer. Data awal terbaru menunjukkan ekspresi
ACE2 dalam sel perivaskular OE yang mendukung hipotesis penyebaran hematologi
SARS-CoV-2, meskipun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menggambarkan mekanisme patogenesis yang tepat.

Cedera SSP langsung atau tidak langsung yang menyebabkan demielinasi


Sifat neurodegeneratif akibat infeksi HCoV laten muncul dari penelitian yang
menunjukkan prevalensi HCoV-OC43 yang lebih tinggi pada spesimen postmortem
otak dari pasien multiple sclerosis (MS) dibandingkan dengan kelompok kontrol. MS
adalah penyakit SSP yang ditandai dengan bercak demielinasi dan peradangan autoimun
akibat mimikri molekuler. Etiologi MS masih diperdebatkan. Beberapa factor yang
mungkin menjadi factor penyebab adalah faktor genetik dan patogen virus, seperti
HCoV yang menyebabkan demielinasi SSP melalui infeksi kronis pada oligodendrosit.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa disfungsi penciuman berkorelasi dengan
gangguan kognitif progresif dan kecacatan fisik pada pasien MS. Hipotesis ini
membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menggambarkan dan mengumpulkan lebih
banyak bukti tentang penurunan progresif fungsi neurologis.

12
Kesimpulan
Infeksi virus saluran pernafasan atas secara klasik bermanifestasi sebagai rinorea
dan obstruksi hidung yang akan menyebabkan hilangnya penciuman secara konduktif.
Anosmia postviral dapat terjadi subakut setelah gejala URI sembuh. Namun, data awal
pada pasien COVID-19 menunjukkan terjadinya anosmia akut tanpa rinitis atau
sumbatan hidung. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk mengidentifikasi sel
yang bertanggung jawab terhadap masuknya virus ke dalam sistem saraf penciuman.
Berdasarkan peninjauan anosmia sebagai akibat dari infeksi virus maka dapat dijelaskan
mekanisme anosmia secara spesifik. Hidung tersumbat atau obstruksi yang mirip
dengan flu biasa dapat menyebabkan hilangnya penciuman konduktif. Hal ini
tergantung pada distribusi ACE2, potensi virulensi, dan respons imun dan inflamasi
yang dihasilkan. Disfungsi penciuman dapat mengindikasikan cedera perifer pada saraf
dan cabang kranial pertama atau pertanda manifestasi neurologis yang lebih luas dari
penyakit ini. Penelitian jangka panjang pada pasien dengan keluhan anosmia mendadak
akan menjadi penting karena gejala ini mungkin menunjukkan timbulnya neuroinvasi
yang dapat menyebabkan penyakit neurodegeneratif kronis. Tingkat anosmia permanen
pasca infeksi COVID-19 dan dampak regimen pengobatan virus penting untuk dinilai.

Daftar Pustaka
1. Akerlund A, Bende M, Murphy C. 1995. Olfactory threshold and nasal mucosal
changes in experimentally induced common cold. Acta Otolaryngol. 115(1):88–
92.
2. Aqrabawi AJ, Kim JC. 2020. Olfactory memory representations are stored in the
anterior olfactory nucleus. Nat Commun. 11(1):1246.
3. Arbour N, Day R, Newcombe J, Talbot PJ. 2000. Neuroinvasion by human
respiratory coronaviruses. J Virol. 74(19):8913–8921.
4. Armien AG, Hu S, Little MR, Robinson N, Lokensgard JR, Low WC,
Cheeran MC. 2010. Chronic cortical and subcortical pathology with associated
neurological deficits ensuing experimental herpes encephalitis. Brain Pathol.
20(4):738–750.
5. Atalar AÇ, Erdal Y, Tekin B, Yıldız M, Akdoğan Ö, Emre U. 2018. Olfactory
dysfunction in multiple sclerosis. Mult Scler Relat Disord. 21:92–96.

13
6. Attems J, Walker L, Jellinger KA. 2015. Olfaction and aging: a mini-review.
Gerontology. 61(6):485–490.
7. Beites CL, Kawauchi S, Crocker CE, Calof AL. 2005. Identification and
molecular regulation of neural stem cells in the olfactory epithelium. Exp Cell
Res. 306(2):309–316.
8. Bertram S, Heurich A, Lavender H, Gierer S, Danisch S, Perin P, Lucas JM,
Nelson PS, Pöhlmann S, Soilleux EJ. 2012. Influenza and SARS-coronavirus
activating proteases TMPRSS2 and HAT are expressed at multiple sites in
human respiratory and gastrointestinal tracts. PLoS One. 7(4):e35876.
9. Bi Z, Barna M, Komatsu T, Reiss CS. 1995. Vesicular stomatitis virus infection
of the central nervous system activates both innate and acquired immunity. J
Virol. 69(10):6466–6472.
10. Brann DH, Tsukahara T, Weinreb C, Lipovsek M, Van den Berge K, Gong B,
Chance R, Macaulay IC, Chou H, Fletcher R, et al. 2020. Non-neuronal
expression of SARS-CoV-2 entry genes in the olfactory system suggests
mechanisms underlying COVID-19-associated anosmia. bioRxiv. doi:
10.1101/2020.03.25.009084.
11. Cain WS, Gent JF, Goodspeed RB, Leonard G. 1988. Evaluation of olfactory
dysfunction in the Connecticut Chemosensory Clinical Research Center.
Laryngoscope. 98(1):83–88.
12. Carotenuto A, Costabile T, Moccia M, Falco F, Scala MR, Russo CV, Saccà F,
De Rosa A, Lanzillo R, Brescia Morra V. 2019. Olfactory function and
cognition in relapsing-remitting and secondary-progressive multiple sclerosis.
Mult Scler Relat Disord. 27:1–6.
13. Chen L, Li X, Chen M, Feng Y, Xiong C. 2020. The ACE2 expression in
human heart indicates new potential mechanism of heart injury among patients
infected with SARS-CoV-2. Cardiovasc Res. 116(6):1097–1100.
14. Chen J, Subbarao K. 2007. The immunobiology of SARS*. Annu Rev
Immunol. 25:443–472.
15. Christian AY, Barna M, Bi Z, Reiss CS. 1996. Host immune response to
vesicular stomatitis virus infection of the central nervous system in C57BL/6
mice. Viral Immunol. 9(3):195–205.

14
16. Crisafulli U, Xavier AM, Dos Santos FB, Cambiaghi TD, Chang SY,
Porcionatto M, Castilho BA, Malnic B, Glezer I. 2018. Topical dexamethasone
administration impairs protein synthesis and neuronal regeneration in the
olfactory epithelium. Front Mol Neurosci. 11:50.
17. Diodato A, Ruinart de Brimont M, Yim YS, Derian N, Perrin S, Pouch J,
Klatzmann D, Garel S, Choi GB, Fleischmann A. 2016. Molecular signatures
of neural connectivity in the olfactory cortex. Nat Commun. 7:12238.
18. Dong E, Du H, Gardner L. 2020. An interactive web-based dashboard to track
COVID-19 in real time. Lancet Infect Dis. 20(5):533–534.
19. Du L, He Y, Zhou Y, Liu S, Zheng BJ, Jiang S. 2009. The spike protein of
SARS-CoV–a target for vaccine and therapeutic development. Nat Rev
Microbiol. 7(3):226–236.
20. Duarte LF, Farías MA, Álvarez DM, Bueno SM, Riedel CA, González PA.
2019. Herpes simplex virus type 1 infection of the central nervous system:
insights into proposed interrelationships with neurodegenerative disorders. Front
Cell Neurosci. 13:46
21. Dubé M, Le Coupanec A, Wong AHM, Rini JM, Desforges M, Talbot PJ.
2018. Axonal transport enables neuron-to-neuron propagation of human
coronavirus OC43. J Virol. 92(17): e00404–00418.
22. Durrant DM, Ghosh S, Klein RS. 2016. The olfactory bulb: an immunosensory
effector organ during neurotropic viral infections. ACS Chem Neurosci.
7(4):464–469.
23. Ebers GC, Sadovnick AD. 1994. The role of genetic factors in multiple sclerosis
susceptibility. J Neuroimmunol. 54(1-2):1–17.
24. ENT UK. 2020. Loss of sense of smell as marker of COVID-19 infection [press
release]. Available from www.entuk.org/loss-sense-smell-marker-covid-19-
infection (accessed March 30, 2020).
25. Fazakerley JK, Walker R. 2003. Virus demyelination. J Neurovirol. 9(2):148–
164.
26. Fodoulian L, Tuberosa J, Rossier D, Landis BN, Carleton A, Rodriguez I.
2020. SARS-CoV-2 receptor and entry genes are expressed by sustentacular

15
cells in the human olfactory neuroepithelium. bioRxiv: doi:
10.1101/2020.03.31.013268.
27. Galougahi MK, Ghorbani J, Bakhshayeshkaram M, Naeini AS, Haseli S. 2020.
Olfactory bulb magnetic resonance imaging in SARS-CoV-2-induced anosmia:
the first report. Acad Radiol. 27(6):892–893.
28. Gane SB, Kelly C, Hopkins C. 2020. Isolated sudden onset anosmia in
COVID19 infection. A novel syndrome? Rhinology. 58(3):299–301.
29. Giacomelli A., Pezzati L, Conti F, Bernacchia D, Siano M, Oreni L, Rusconi S,
Gervasoni C, Ridolfo AL, Rizzardini D, et al. 2020. Self-reported olfactory and
taste disorders in SARS-CoV-2 patients: a cross-sectional study. Clin Infect Dis.
doi: 10.1093/cid/ciaa330.
30. Glezer I, Malnic B. 2019. Olfactory receptor function. Handb Clin Neurol.
164:67–78.
31. Goncalves S, Goldstein BJ. 2016. Pathophysiology of olfactory disorders and
potential treatment strategies. Curr Otorhinolaryngol Rep. 4(2):115–121.
Goverdhan MK, Kulkarni AB, Gupta AK, Tupe CD, Rodrigues JJ. 1992.
Twoway cross-protection between West Nile and Japanese encephalitis viruses
in bonnet macaques. Acta Virol. 36(3):277–283.
32. Greenberg SB. 2011. Update on rhinovirus and coronavirus infections. Semin
Respir Crit Care Med. 32(4):433–446.
33. Gu J, Gong E, Zhang B, Zheng J, Gao Z, Zhong Y, Zou W, Zhan J, Wang S,
Xie Z, et al. 2005. Multiple organ infection and the pathogenesis of SARS. J
Exp Med. 202(3):415–424.
34. Hamming I, Timens W, Bulthuis ML, Lely AT, Navis G, van Goor H. 2004.
Tissue distribution of ACE2 protein, the functional receptor for SARS
coronavirus. A first step in understanding SARS pathogenesis. J Pathol.
203(2):631–637.
35. Hoffmann M, Kleine-Weber H, Schroeder S, Krüger N, Herrler T, Erichsen S,
Schiergens TS, Herrler G, Wu NH, Nitsche A, et al. 2020. SARS-CoV-2 cell
entry depends on ACE2 and TMPRSS2 and is blocked by a clinically proven
protease inhibitor. Cell. 181(2):271–280.

16
36. Hong SC, Holbrook EH, Leopold DA, Hummel T. 2012. Distorted olfactory
perception: a systematic review. Acta Otolaryngol. 132(Suppl 1):S27–S31.
37. Hopkins C, Surda P, Kumar N. 2020. Presentation of new onset anosmia
during the COVID-19 pandemic. Rhinology. 58(3):295–298.
38. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, Zhang L, Fan G, Xu J, Gu X,
et al. 2020. Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in
Wuhan, China. Lancet. 395(10223):497–506.
39. Hung EC, Chim SS, Chan PK, Tong YK, Ng EK, Chiu RW, Leung CB, Sung JJ,
Tam JS, Lo YM. 2003. Detection of SARS coronavirus RNA in the
cerebrospinal fluid of a patient with severe acute respiratory syndrome. Clin
Chem. 49(12):2108–2109.
40. Hwang CS. 2006. Olfactory neuropathy in severe acute respiratory syndrome:
report of a case. Acta Neurol Taiwan. 15(1):26–28.
41. Jacomy H, Talbot PJ. 2003. Vacuolating encephalitis in mice infected by
human coronavirus OC43. Virology. 315(1):20–33.
42. Jafek BW, Hartman D, Eller PM, Johnson EW, Strahan RC, Moran DT. 1990.
Postviral olfactory dysfunction. Am J Rhinol. 4(3): 91–100.
43. Kabbani N, Olds JL. 2020. Does COVID19 infect the brain? If so, smokers
might be at a higher risk. Mol Pharmacol. 97(5):351–353.
44. Landis BN, Vodicka J, Hummel T. 2010. Olfactory dysfunction following
herpetic meningoencephalitis. J Neurol. 257(3):439–443.
45. Lane TE, Paoletti AD, Buchmeier MJ. 1997. Disassociation between the in
vitro and in vivo effects of nitric oxide on a neurotropic murine coronavirus. J
Virol. 71(3):2202–2210.
46. Lechien JR, Chiesa-Estomba CM, De Siati DR, Horoi M, Le Bon SD,
Rodriguez A, Dequanter D, Blecic S, El Afia F, Distinguin L, et al. 2020.
Olfactory and gustatory dysfunctions as a clinical presentation of mildto-
moderate forms of the coronavirus disease (COVID-19): a multicenter European
study. Eur Arch Otorhinolaryngol. doi: 10.1007/500405-020.
47. Leung CT, Coulombe PA, Reed RR. 2007. Contribution of olfactory neural stem
cells to tissue maintenance and regeneration. Nat Neurosci. 10(6):720–726.

17
48. Liang F. 2018. Olfactory receptor neuronal dendrites become mostly
intrasustentacularly enwrapped upon maturity. J Anat. 232(4):674–685.
49. Mao L, Jin H, Wang M, Hu Y, Chen S, He Q, Chang J, Hong C, Zhou Y,
Wang D, et al. 2020. Neurologic manifestations of hospitalized patients with
coronavirus disease 2019 in Wuhan, China. JAMA Neurol. 77(6):1–9.
50. Mehta P, McAuley DF, Brown M, Sanchez E, Tattersall RS, Manson JJ;
HLH Across Speciality Collaboration, UK. 2020. COVID-19: consider cytokine
storm syndromes and immunosuppression. Lancet. 395(10229):1033–1034.
51. Miwa T, Furukawa M, Tsukatani T, Costanzo RM, DiNardo LJ, Reiter ER.
2001. Impact of olfactory impairment on quality of life and disability. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg. 127(5):497–503.
52. Moein ST, Hashemian SMR, Mansourafshar B, Khorram-Tousi A, Tabarsi P,
Doty RL. 2020. Smell dysfunction: a biomarker for COVID-19. Int Forum
Allergy Rhinol. doi: 10.1002/alr.22587.
53. Olsson J, Lövheim H, Honkala E, Karhunen PJ, Elgh F, Kok EH. 2016. HSV
presence in brains of individuals without dementia: the TASTY brain series. Dis
Model Mech. 9(11):1349–1355.
54. Park CH, Ishinaka M, Takada A, Kida H, Kimura T, Ochiai K, Umemura T.
2002. The invasion routes of neurovirulent A/Hong Kong/483/97 (H5N1)
influenza virus into the central nervous system after respiratory infection in
mice. Arch Virol. 147(7):1425–1436.
55. Pearce BD, Hobbs MV, McGraw TS, Buchmeier MJ. 1994. Cytokine induction
during T-cell-mediated clearance of mouse hepatitis virus from neurons in vivo.
J Virol. 68(9):5483–5495.
56. Perlman S. 1998. Pathogenesis of coronavirus-induced infections. Review of
pathological and immunological aspects. Adv Exp Med Biol. 440:503–513.
57. Perlman S, Dandekar AA. 2005. Immunopathogenesis of coronavirus infections:
implications for SARS. Nat Rev Immunol. 5(12):917–927.
58. Perlman S, Evans G, Afifi A. 1990. Effect of olfactory bulb ablation on spread
of a neurotropic coronavirus into the mouse brain. J Exp Med. 172(4):1127–
1132. Perlman S, Jacobsen G, Afifi A. 1989. Spread of a neurotropic murine

18
coronavirus into the CNS via the trigeminal and olfactory nerves. Virology.
170(2):556–560.
59. Reiss CS, Plakhov IV, Komatsu T. 1998. Viral replication in olfactory receptor
neurons and entry into the olfactory bulb and brain. Ann NY Acad Sci. 855:751–
761.
60. Schwob JE, Saha S, Youngentob SL, Jubelt B. 2001. Intranasal inoculation
with the olfactory bulb line variant of mouse hepatitis virus causes extensive
destruction of the olfactory bulb and accelerated turnover of neurons in the
olfactory epithelium of mice. Chem Senses. 26(8):937–952.
61. Seiden AM, Duncan HJ. 2001. The diagnosis of a conductive olfactory loss.
Laryngoscope. 111(1):9–14.
62. Shulla A, Heald-Sargent T, Subramanya G, Zhao J, Perlman S, Gallagher T.
2011. A transmembrane serine protease is linked to the severe acute respiratory
syndrome coronavirus receptor and activates virus entry. J Virol. 85(2):873–882.
63. Sims AC, Baric RS, Yount B, Burkett SE, Collins PL, Pickles RJ. 2005. Severe
acute respiratory syndrome coronavirus infection of human ciliated airway
epithelia: role of ciliated cells in viral spread in the conducting airways of the
lungs. J Virol. 79(24):15511–15524.
64. Solbu TT, Holen T. 2012. Aquaporin pathways and mucin secretion of
Bowman’s glands might protect the olfactory mucosa. Chem Senses. 37(1):35–
46.
65. Spinato G, Fabbris C, Polesel J, Cazzador D, Borsetto D, Hopkins C,
BoscoloRizzo P. 2020. Alterations in smell or taste in mildly symptomatic
outpatients with SARS-CoV-2 infection. JAMA. 323(20): 2089–2090.
66. Steiner I, Kennedy PG, Pachner AR. 2007. The neurotropic herpes viruses:
herpes simplex and varicella-zoster. Lancet Neurol. 6(11):1015–1028.
67. Stewart JN, Mounir S, Talbot PJ. 1992. Human coronavirus gene expression in
the brains of multiple sclerosis patients. Virology. 191(1):502–505.
68. Sungnak W, Huang N, Bécavin C, Berg M, Queen R, Litvinukova M,
Talavera-López C, Maatz H, Reichart D, Sampaziotis F, et al. HCA Lung
Biological Network. 2020. SARS-CoV-2 entry factors are highly expressed in

19
nasal epithelial cells together with innate immune genes. Nat Med. 26(5):681–
687.
69. Suzuki M, Saito K, Min WP, Vladau C, Toida K, Itoh H, Murakami S. 2007.
Identification of viruses in patients with postviral olfactory dysfunction.
Laryngoscope. 117(2):272–277.
70. Temmel AF, Quint C, Schickinger-Fischer B, Klimek L, Stoller E, Hummel T.
2002. Characteristics of olfactory disorders in relation to major causes of
olfactory loss. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 128(6):635–641.
71. Twomey JA, Barker CM, Robinson G, Howell DA. 1979. Olfactory mucosa
in herpes simplex encephalitis. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 42(11):983–987.
72. Vaira LA., G. Salzano, G. Deiana, De Riu G. 2020. Anosmia and ageusia:
common findings in COVID-19 patients. Laryngoscope. doi: 1002/lary.28692.
73. van Riel D, Verdijk R, Kuiken T. 2015. The olfactory nerve: a shortcut for
influenza and other viral diseases into the central nervous system. J Pathol.
235(2):277–287.
74. Wheeler DL, Sariol A, Meyerholz DK, Perlman S. 2018. Microglia are required
for protection against lethal coronavirus encephalitis in mice. J Clin Invest.
128(3):931–943.
75. Whitman MC, Greer CA. 2009. Adult neurogenesis and the olfactory system.
Prog Neurobiol. 89(2):162–175.
76. Wu Z, McGoogan JM. 2020. Characteristics of and important lessons from the
coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak in China: summary of a report
of 72 314 cases from the Chinese Center for Disease Control and Prevention.
JAMA. doi: 10.1001/jama.2020.26.
77. Yamagishi M, Fujiwara M, Nakamura H. 1994. Olfactory mucosal findings and
clinical course in patients with olfactory disorders following upper respiratory
viral infection. Rhinology. 32(3):113–118.
78. Yeager CL, Ashmun RA, Williams RK, Cardellichio CB, Shapiro LH, Look AT,
Holmes KV. 1992. Human aminopeptidase N is a receptor for human
coronavirus 229E. Nature. 357(6377):420–422.
79. Ziegler CGK, Allon SJ, Nyquist SK, Mbano IM, Miao VN, Tzouanas CN,
Cao Y, Yousif AS, Bals J, Hauser BM, et al. HCA Lung Biological Network.

20
Electronic address: lung-network@humancellatlas.org; HCA Lung Biological
Network. 2020. SARS-CoV-2 receptor ACE2 is an interferonstimulated gene in
human airway epithelial cells and is detected in specific cell subsets across
tissues. Cell. 181(5):1016–1035.e19.
80. Zou L, Ruan F, Huang M, Liang L, Huang H, Hong Z, Yu J, Kang M, Song Y,
Xia J, et al. 2020. SARS-CoV-2 viral load in upper respiratory specimens of
infected patients. N Engl J Med. 382(12):1177–1179.

21

Anda mungkin juga menyukai